32
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi, perawatan gigi karena kerusakan gigi menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme yang akan menyebabkan terjadinya infeksi pulpa dan jaringan periradikular. Untuk menjaga vitalitas jaringan pulpa dan mencegah perubahan patologis jaringan periradikular maka daerah tubulus dentin harus ditutup dengan bahan dentinogenesis untuk memperbaiki jaringan gigi ketika karies mendegradasi dentin sampai mendekati pulpa (Ferracane dkk., 2010). Kemampuan bahan untuk masuk ke dalam tubulus dentin yang terbuka berkaitan dengan jumlah tubulus dentin, ukuran tubulus dentin, ukuran partikel bahan, dan pengaturan reaksi bahan. Diameter tubulus dentin 2,0-3,2 μm pada dinding pulpa. Diameter tubulus dentin terbesar banyak terdapat di daerah servikal dengan penurunan yang signifikan pada daerah akar. Ukuran partikel bahan untuk menembus tubulus dentin harus lebih kecil dari diameter tubulus dentin (Hargreaves dan Cohen, 2011) Sesuai dengan Fokus Area Kegiatan Penelitian, Pengembangan dan Rekayasa untuk Pembangunan Nasional (JAKSTRA 2000 – 2004), bidang kedokteran gigi mempunyai dua bidang fokus area penelitian yang dapat dilakukan yaitu: (1) bidang kesehatan (pencegahan dan pengobatan penyakit), (2) bahan baru dengan ruang lingkup penelitian antara lain bahan khusus berkinerja tinggi (keramik, polimer Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

  • Upload
    vuthu

  • View
    234

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bidang kedokteran gigi, perawatan gigi karena kerusakan gigi

menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme yang akan

menyebabkan terjadinya infeksi pulpa dan jaringan periradikular. Untuk menjaga

vitalitas jaringan pulpa dan mencegah perubahan patologis jaringan periradikular

maka daerah tubulus dentin harus ditutup dengan bahan dentinogenesis untuk

memperbaiki jaringan gigi ketika karies mendegradasi dentin sampai mendekati pulpa

(Ferracane dkk., 2010).

Kemampuan bahan untuk masuk ke dalam tubulus dentin yang terbuka

berkaitan dengan jumlah tubulus dentin, ukuran tubulus dentin, ukuran partikel

bahan, dan pengaturan reaksi bahan. Diameter tubulus dentin 2,0-3,2 µm pada

dinding pulpa. Diameter tubulus dentin terbesar banyak terdapat di daerah servikal

dengan penurunan yang signifikan pada daerah akar. Ukuran partikel bahan untuk

menembus tubulus dentin harus lebih kecil dari diameter tubulus dentin (Hargreaves

dan Cohen, 2011)

Sesuai dengan Fokus Area Kegiatan Penelitian, Pengembangan dan Rekayasa

untuk Pembangunan Nasional (JAKSTRA 2000 – 2004), bidang kedokteran gigi

mempunyai dua bidang fokus area penelitian yang dapat dilakukan yaitu: (1) bidang

kesehatan (pencegahan dan pengobatan penyakit), (2) bahan baru dengan ruang

lingkup penelitian antara lain bahan khusus berkinerja tinggi (keramik, polimer

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

komposit), engineering materials (materials science dan engineering), dan bahan

baru dalam sudut pandang kesehatan yang berasal dari bahan yang bersifat alami.

Kecendrungan masyarakat kembali memakai bahan alami dikenal sebagai new green

wave, dimana gerakan ini berupaya menggunakan bahan alam sebagai obat-obatan.

Sumber bahan baku obat hingga saat ini sebagian besar masih berasal dari alam, baik

nabati maupun hewani (JAKSTRA 2000–2004).

Pemahaman mengenai interaksi antara bahan material gigi dengan jaringan

gigi penting untuk diketahui, tidak hanya mengenai biokompatibilitas tetapi juga

mengenai potensi dari bahan material gigi tersebut untuk merangsang respon jaringan

gigi. Interaksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu komposisi bahan, unsur

kimiawi, konsentrasi, gambaran morfologi permukaan dentin dengan bahan, produk-

produk degradasinya dan bagaimana respon jaringan terhadap bahan-bahan tersebut

(Goldberg dan Smith, 2004).

Penelitian mengenai interaksi antara bahan material dengan jaringan gigi

terutama bertujuan untuk mengidentifikasi efek toksik dari bahan-bahan terhadap sel-

sel kemudian dilakukan penelitian lebih spesifik mengenai respon selular spesifik.

Dan banyak peneliti memberikan perhatian untuk memahami bagaimana bahan

kedokteran gigi dapat merangsang regeneratif pulpadentinal kompleks (Goldberg dan

Smith, 2004). Proteksi pulpodentinal kompleks adalah berupa pengaplikasian satu

lapisan atau lebih bahan khusus diantara bahan restoratif dan jaringan gigi untuk

mencegah rangsangan tambahan bagi jaringan pulpa akibat prosedur operatif,

toksisitas bahan restoratif serta penetrasi bakteri akibat terjadinya kebocoran mikro.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Proteksi pulpodentinal kompleks juga berguna untuk memulihkan vitalitas pulpa

(Ferracane dkk., 2010). Banyak faktor yang diperhatikan pada saat meneliti bahan

kedokteran gigi.

2.1 Faktor-faktor Interaksi Bahan Kedokteran Gigi dengan Pulpodentinal

Kompleks

2.1.1 Struktur dan komposisi dentin

Dentin terdiri dari mineral hidroksiapatit, air, dan bahan organik. Sekitar 90%

dari bahan organik adalah kolagen, dan hampir semua kolagen tipe I. Dan 10%

sisanya adalah matriks ekstraseluler organik yang terdiri dari protein noncollagenous

dan proteoglycans. Dentin dibentuk selama perkembangan gigi sebagai respon

terhadap banyak rangsangan, dijumpai pada gigi dalam beberapa bentuk yang

ditandai oleh perbedaan dalam kandungan mineral dan struktur. Protein

noncollagenous dan faktor pertumbuhan diasingkan dalam struktur dentin selama

proses pembentukan gigi. Zat-zat ini termasuk berbagai matriks protein terfosforilasi

dan nonphosphorylated, proteoglikan, metaloproteinase, berbagai faktor pertumbuhan

(Transforming Growth Factor–Beta 1 (TGF- β1), Fibroblast Growth Factor (FGF-2),

Insuline –like Growth Factor (IGF-I), IGF-II, Platelet-Derived Growth Factor

(PDGF), dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF, dan protein). Beberapa

molekul tersebut ditemukan di dalam tulang, sedangkan yang lain lebih terdapat di

dalam dentin, seperti sialoprotein dentin (DSP), sialophosphoprotein dentin (DSPP).

Berdasarkan penelitian sebelumnya banyak dari molekul-molekul tersebut berperan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

dalam mineralisasi dentin serta remineralisasi dentin. Kemampuan untuk

mengekstrak molekul-molekul berpotensi bioaktif ini dari struktur dentin untuk

memudahkan interaksi bahan dengan sel pulpa yang memiliki potensi secara alami

dalam meningkatkan proses perbaikan pulpodentinal kompleks (Ferracane dkk.,

2010).

2.1.2 Struktur dan komposisi pulpa

Selama pulpa dalam keadaan sehat ataupun terjadi inflamasi, pulpa

mempunyai campuran sel yang kompleks, yaitu odontoblas, sel lir odontoblas, stem

sel pulpa, fibroblas, sel sistem imun yaitu makrofag, limfosit, dll. Sel-sel imun ini

meningkat pada saat proses inflamasi. Sistem saraf dan jaringan kapiler juga terdapat

pada pulpa. Pulpa juga mengandung matriks kolagen ekstraselular tipe I, bronektin

III, V, dan VI, fibronektin, dan banyak glukosaminoglikan yang ditemukan sebagai

proteoglikan. Susunan molekul pada pulpa dan dentin berbeda signifikan, oleh karena

itu pulpa tidak mengalami mineralisasi (Goldberg dan Smith, 2004).

2.1.3 Potensi bahan kedokteran gigi terhadap pulpodentinal kompleks

Bahan yang diletakkan pada daerah pulpodentinal kompleks berpotensi

menghasilkan spektrum luas dari fisikokimia dan efek biologis (Gambar 2.1).

Keberhasilan bahan kaping pulpa direk berkisar 44-97%, sedangkan keberhasilan

bahan kaping pulpa indirek umumnya jauh lebih tinggi (Murray dkk., 2002).

Beberapa efek mempunyai pengaruh yang berbeda, tergantung pada jaringan sehat

atau karies, yang disebabkan oleh infeksi bakteri, inflamasi, dan respon sel pulpa.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Telah lama diketahui bahwa dentin mempunyai aktivitas enzim proteolitik dan saat

ini diakui bahwa dentin mempunyai beberapa matriks metaloproteinase (MMP-2,-8, -

9,-13,-20). Aktivitas MMP pada permukaan bahan dengan dentin dapat menyebabkan

degradasi dari permukaan lapisan hibrida. Efek dari bahan toksik dapat mengganggu

fungsi sel dalam pulpodentinal kompleks dan akhirnya menyababkan kematian sel

(Silva dkk., 2009).

Gambar 2.1 Daerah Pulpodentinal Kompleks (Murray, 2002)

2.1.4 Sisa ketebalan dentin pada daerah pulpodentinal kompleks

Kelangsungan hidup odontoblas sangat bergantung pada sisa ketebalan dentin.

Menurut Dahl dan Ǿrstavik (2010) melaporkan bahwa sisa ketebalan dentin adalah 1

mm atau lebih akan melindungi jaringan pulpa dari efek sitotoksik zinc phosphate

dan semen ionomer kaca modifikasi resin selama proses luting. Murray dkk., 2002

melaporkan bahwa estimasi yang benar terhadap sisa ketebalan dentin adalah 0,5 mm,

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

dimana pada sisa ketebalan dentin 0,5 mm masih terdapat kelangsungan hidup

odontoblas. Sisa ketebalan dentin dan sekresi dentin reaksioner saling berkaitan.

Bagian terpenting dalam sekresi dentin reaksioner pada sisa ketebalan dentin antara

0,25 - 0,50 mm karena pada sisa ketebalan dentin 0,25 - 0,50 mm mempunyai

molekul bioaktif untuk mendifusi sel odontoblas yang lebih banyak dibandingkan

ketebalan di atas 0,5 mm. Dentin reaksioner tidak terjadi pada sisa ketebalan dentin di

bawah 0,25 mm, karena sisa ketebalan dentin di bawah 0,25 mm menyebabkan

kehilangan sel odontoblas dalam jumlah banyak. Aktivitas sisa ketebalan dentin

memainkan peran utama dalam menentukan tingkat cedera pulpa dan respon

perbaikan dari bahan kaping pulpa (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Pengaruh Sisa Ketebalan Dentin terhadap Kelangsungan Hidup Sel Odontoblas,

Aktifitas Dentin Reaksioner, dan Inflamasi Pulpa (Murray dkk., 2002).

Sisa ketebalan

Dentin

Tipe Kavitas

Kelangsungan hidup sel

odontoblas (%)

Pembentukan dentin

reaksioner

Aktifitas inflamasi

pulpa

>1mm Dangkal 100 Sedikit Sedikit 0,5-1 mm Sedang 88,9 Sedikit Sedikit 0,25-5 mm Dalam 82,5 Meningkat

signifikan 292% Makin tinggi

<0,25 mm Sangat dalam

68,3 Sedikit Banyak terdapat bakteri

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.2 Regenerasi Pulpodentinal Kompleks

2.2.1 Dentin reaksioner

Respon odontoblas terhadap cedera atau stimulus menghasilkan matriks

ekstraseluler. Dentin tersier berfungsi untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Proses

dentin tersier berlangsung akibat reaksi odontoblas dan populasi sel yang ada,

sehingga cedera yang terjadi biasanya lebih ringan ketika dentin reaksioner terbentuk.

Beberapa literatur menunjukkan bahwa pulpa yang terpapar dapat menyebabkan

kematian odontoblas dan menghilangkan potensi dentinogenesis reaksioner. Efek

mekanis dari preparasi kavitas dan efek kimia dari bahan yang diaplikasikan pada

permukaan dentin yang terpapar mampu memulai pembentukan dentin reaksioner,

dengan demikian efek yang dihasilkan dari bahan penting untuk dipertimbangkan

(Gambar 2.2) (Ferracane dkk., 2010).

2.2.2 Dentin reparatif

Dentin reparatif dibentuk sebagai respon cedera yang berkelanjutan atau

rangsangan yang besar atau pun cedera yang mengakibatkan terjadinya pengendapan

dentin reaksioner. Mineral dentin akan terbentuk dalam proses ini, yang merupakan

tubular fibrodentin atau tubular dentin yang teratur, yang diproduksi oleh sel lir

odontoblas yang berasal dari daerah yang terkena cedera. Proses ini terjadi akibat sel

odontoblas yang asli telah mati akibat cedera. Faktor pertumbuhan seperti TGF – β

berhubungan dengan diferensiasi sel lir odontoblas (Gambar 2.3) (Dahl dan Orstavik.,

2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Gambar 2.2. Bahan Kedokteran Gigi Melepaskan Protein pada Gigi yang Mengalami Cedera.

(A) Kedalaman Kavitas Superfisial, (B) Kavitas Sedang Sampai Dalam, (C) Pulpa yang Terpapar (Ferracane dkk., 2010)

Gambar 2.3. (A) Odontoblas Dirangsang untuk Menghasilkan Matriks Ekstraselular, yang Digunakan untuk Mineralisasi Dentin Reaksioner. (B) Sel-sel lain dirangsang untuk Berdiferensiasi menjadi Sel Lir Odontoblas yang kemudian Dirangsang untuk Menghasilkan Matriks Ekstraselular yang menyebabkan Mineralisasi Dentin Reparatif (Ferracane dkk., 2010)

2.3 Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

MTA dikembangkan oleh Mahmoud Torabinejad di Loma Linda University

tahun 1993. Penelitian menunjukkan bahwa bahan dasar MTA adalah semen Portland

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

yang merupakan bahan yang digunakan dalam bidang bangunan yang harganya

murah dan mudah diperoleh. Sejak diperkenalkan, MTA merupakan bahan

kedokteran gigi yang terbukti telah menjadi salah satu bahan yang serbaguna dan

biokompatibel pada saat ini.

Banyak peneliti yang mempelajari interaksi antara jaringan gigi dengan

kalsium hidroksida dan interaksi jaringan gigi dengan bahan MTA. Hasil reaksi

hidrasi dari MTA adalah kalsium hidroksida dimana terjadi pelepasan kalsium dan

ion hidroksil dan meningkatnya pH lingkungan diatas 7,0 (Dreger cit. Chang, 2012).

Berdasarkan pernyataan Queireoz dkk (2006) menyatakan bahwa kalsium hidroksida

lebih ekonomis dan banyak beredar dibanding MTA, tetapi hasil akhir yang

diharapkan tidak sebaik dibandingkan menggunakan MTA. Kalsium hidroksida

kurang mampu beradaptasi dengan dentin, tidak dapat merangsang difrensiasi

odontoblas secara konsisten, sitotoksik pada sel, dan menyebabkan defect tunnel

sedangkan MTA merupakan bahan kaping pulpa non biologi yang memiliki sifat fisik

yang lebih baik dalam hal sealing ability dan biokompatibilitasnya dibandingkan

dengan bahan lainnya seperti kalsium hidroksida. Kemampuannya yang tinggi dalam

hal sealing ability dapat mengurangi masuknya bakteri sehingga hal tersebut dapat

mencegah kontaminasi. Sedangkan daya biokompatabilitas yang tinggi menghasilkan

reaksi penyembuhan jaringan yang sangat baik, sehingga seringkali menyebabkanya

terjadinya proses regenerasi jaringan yang sempurna pada tempat berkontaknya bahan

dan jaringan tersebut. (Ferracane dkk., 2010; Lohbauer, 2010; Nagaraja, 2005;

Kishore , 2005; Trimurni dkk., 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

MTA dapat mengeras dalam keadaan lembab, dan menyebabkan

penyembuhan jaringan, kemampuannya dalam menginduksi sementogenesis, maka

bahan ini dapat digunakan untuk memperbaiki perforasi baik di akar maupun daerah

furkasi. Bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai kaping pulpa, pulpotomi, bahan

penutup ujung akar, apeksifikasi, memperbaiki perforasi daerah akar dan bifurkasi,

serta sebagai bahan pengisi saluran akar (Gutmann dkk., 2006).

Walaupun banyak penelitian menunjukkan hasil yang sangat baik dari MTA,

namun penggunaan bahan ini relatif masih jarang karena harganya yang relatif mahal,

manipulasi yang sulit, dan waktu pengerasan yang panjang serta terdapatnya sedikit

kandungan arsen pada MTA (Bramante dkk., 2008). Berdasarkan penelitian Bird dkk

(2012) menyatakan bahwa tidak terjadi penetrasi MTA ke dalam tubulus dentin, diuji

dengan menggunakan SEM (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Gambaran SEM dari Permukaan Dentin dengan MTA (Bird dkk., 2012)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.3.1 Kandungan MTA

MTA terdiri dari senyawa kompleks. Kandungan utama MTA adalah

trikalsium silikat dan dikalsium silikat. Selain itu, MTA mengandung sedikit

trikalsium aluminat dan tetrakalsium aluminoferrit. Untuk meningkatkan radiopak,

bismut oksida ditambahkan dalam MTA. Trikalsium silikat dan dikalsium silikat

dibuat dari kapur (CaO) dan silika (SiO2). Beberapa bahan baku lainnya seperti

aluminium oksida (Al2O3) dan ferric oksida (Fe2O3

) dipanaskan dalam klinker untuk

membentuk empat fase yaitu trikalsium silikat, dikalsium silikat, trikalsium alumina

dan tetrakalsium aluminoferrit. MTA Berdasarkan International Organization for

Standardization (ISO 6876) (International Organization for Standardization, 1986)

dan the American Dental Association (ADA) nomor 30 (ANSI/ADA.1991) (Rao

dkk., 2009 dan Camilleri, 2010).

2.3.2. Kandungan logam berat pada MTA

MTA mengandung sedikit arsenik, timbal, kromium, zat besi. Zat besi

menjadi penyebab diskolorasasi gigi. Produk lain yang terbentuk sebagai hasil dari

reaksi setting MTA adalah kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida terbentuk sebagai

hasil dari reaksi hidrasi MTA (Camilleri, 2008). Kalsium hidroksida mempunyai pH

tinggi dan bereaksi dengan ion fosfat untuk membentuk kalsium fosfat amorf yang

pada akhirnya menghasilkan kalsium hidrosiapatit (CDHA). CDHA terdiri dari

kalsium yang dilepaskan MTA, ion-ion fosfat dan hidroksil yang terkandung dalam

cairan tubuh. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa jenis dan morfologi dari

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

CDHA dibentuk pada permukaan dentin dengan MTA dan tergantung pada pH, rasio

Ca atau P, dan jenis cairan permukaan MTA dengan dentin yang terpapar (Chang,

2012). MTA yang terhidrasi larut dalam Fosfat Buffered Saline (PBS) menghasilkan

lebih banyak mineral dibandingkan MTA larut dalam air suling (Han dan Okiji,

2010).

Kemampuan sealing ability MTA sangat baik, hal ini behubungan dengan

morfologi permukaaan MTA dan dentin (Bird, 2012). Reyes-Carmona dkk., 2010

melaporkan bahwa lapisan permukaan MTA dengan dentin membentuk tag like

structure sebagai hasil dari biomineralisasi. Bird dkk., 2012 juga melaporkan bahwa

lapisan hidroksiapaptit terbentuk antara MTA dan dentin, ini disebabkan karena

kemampuan sealing ability MTA yang sangat baik dengan adanya tag like structure

pada permukaan MTA dan dentin. MTA memproduksi lebih banyak tag like structure

daripada Portland cement. Tag like structure merupakan hasil dari pelepasan ion

dissolusi dari MTA yang mengakibatkan pertumbuhan dan nukleasi pada lapisan

apatit. Reyes-Carmona dkk., 2010 melaporkan bahwa ion kalsium yang dilepaskan

dari semen menyebar melalui tubulus dentin dan bereaksi dengan ion fosfat dalam

cairan jaringan, dan menghasilkan kalsium phosphat. Dan akhirnya, kalsium fosfat

masuk pada ion lain dan matang menjadi apatit berkarbonasi (CDHA). Hal ini terjadi

karena endapan mineral yang terbentuk pada lapisan mineral antara MTA dan dentin

yang menghasilkan ikatan kimia antara MTA dan dentin (Sarkar dkk., 2005). Han dan

Okiji (2011) menunjukkan bahwa dentin yang berkontak dengan MTA mengandung

Ca dan Si dari silikat kalsium. Ca dan Si yang terdapat pada dentin disebabkan karena

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

bahan kimia dan struktural modifikasi, yang mengakibatkan resistensi asam tinggi

dan menyebabkan kekuatan fisik.

2.4 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR)

SIKMR dikembangkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mengurangi

sensitivitas air dari semen ionomer kaca konvensional. SIKMR merupakan bahan

hibrid yang lebih kuat dan tidak rapuh diperkenalkan dengan penambahan monomer

seperti HEMA. Pada dasarnya SIKMR memiliki komposisi yang sama dengan semen

ionomer kaca konvensional hanya saja komponen air diganti menjadi campuran air

dengan HEMA. SIKMR dapat mengeras dengan dua cara, yaitu kombinasi asam dan

basa serta reaksi polimerisasi (Modena dkk., 2009).

Bahan ini mengandung bubuk kaca yang mampu memindahkan ion dan asam

polimer yang larut dalam air seperti asam akrilik. Bahan ini mengandung monomer

organik (biasanya HEMA) dan sistem inisiator. Inisiator umumnya sensitif terhadap

cahaya sehingga kebanyakan SIKMR mengeras dengan cara di sinar dengan

menggunakan lampu penyinaran biasa yang memancarkan sinar dengan panjang

gelombang 470 nm (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009).

SIKMR memiliki tahap-tahap reaksi pengerasan yang terjadi melalui reaksi

asam-basa antara bubuk alumino silikat dengan asam polikrilat, reaksi polimerisasi

dari partikel-partikel resin yang ada di dalam semen; reaksi antara logam poliakrilat

dengan resin hingga membentuk matriks semen yang lebih kuat. Dari ketiga reaksi

tersebut, sebenarnya SIKMR mengeras dengan sistem “Dual Cure” yaitu reaksi

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

penggaraman (asam-basa) yang terjadi secara kimia dan polimerisasi yang terjadi

akibat penyinaran (Petri dkk., 2007).

Pada umumnya SIKMR dapat membentuk ikatan yang kuat ke dentin dan

enamel serta dapat melepaskan fluoride (F). Selain itu, bahan ini juga melepaskan

beberapa ion seperti Na, Ca, Sr, Al, P dan Si . Ion – ion tersebut juga dilepaskan oleh

SIK konvensional namun kadar ion phosphat yang dilepaskan SIKMR lebih rendah

dibandingkan dengan konvensional (Goldberg, 2008).

SIKMR ini terbukti bersifat sitotoksis terutama karena pelepasan HEMA

dalam kadar tinggi dan bersifat mutagenik, akan tetapi data mengenai mutagenitas

sangat sedikit dan sulit diinterpretasi. SIKMR menimbulkan respon inflamasi

persisten tingkat menengah hingga berat pada pulpa dan pembentukan zona nekrotik

yang besar (Nicholson dan Czarnecka,2008). Menurut Preenan, 2004 mengatakan

bahwa terjadi penetrasi SIKMR ke dalam tubulus dentin (Gambar 2.5).

Gambar 2.5. Gambar SEM Permukaan SIKMR dengan Dentin, Penetrasi SIKMR ke dalam Tubulus Dentin (Preenan, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.5 Abu Sekam Padi

Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk

Indonesia. Sekam padi merupakan bagian terluar (kulit) dari butir padi dan produk

samping yang dihasilkan dari industri penggilingan padi. Dari hasil penelitian

sebelumnya telah dilaporkan bahwa sekitar 20% dari berat pada adalah sekam padi,

dan bervariasi dari 13% sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam padi

atau rice husk ash (RHA) yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Putro dan

Prasetyoko, 2007). Sekam padi dikategorikan sebagai biomassa yang dapat

digunakan untuk berbagai kebutuhan tetapi mempunyai nilai ekonomis yang masih

rendah sehingga perlunya dicari alternatif lain yang lebih bermanfaat dan penanganan

sekam padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran lingkungan (BPPP,

2001). Padahal Abu sekam padi merupakan sumber silika potensial yang dapat

digunakan sebagai bahan kedokteran (Indayani dkk., 2011). Nilai paling umum

kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya

mendekati atau dibawah 90 % dijumpai dalam bentuk amorf terhidrat. Abu sekam

padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi (500–6000

Menurut Balai Penelitian Pasca Panen (BPPP) sekam padi terdiri atas dua

belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses

penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau

limbah penggilingan.

C) akan

menghasilkan abu silika (Putro dan Prasetyoko, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Berdasarkan derajat pembakaran abu sekam padi, warna abu sekam dapat

diklasifikasi menjadi 3 lapisan warna, yaitu abu-abu, putih dan merah jambu.

Berdasarkan hasil laboratorium, perbedaan warna ini mempunyai sifat permukaan

dan kadar penghidrat yang berbeda. Abu sekam padi berwarna merah jambu jauh

lebih reaktif dan mampu memberikan sifat pengerasan yang lebih baik (Zakaria,

2002).

Sekam mengandung senyawa organik berupa lignin dan kitin, selulosa,

hemiselulosa, senyawa nitrogen, lipid, vitamin B, dan asam organik, sedangkan

senyawa anorganik berupa silika (Makarim dan Suhartatik, 2009). Selulosa adalah

penyusun utama dinding sel tumbuhan. Senyawa ini tidak larut dalam air dan terdiri

atas unit-unit β-D-glukopiranosa yang disatukan oleh ikatan β1→4 membentuk rantai

lurus panjang yang diperkuat oleh ikatan hidrogen. Selulosa yang terdapat pada

sekam padi sebanyak 34,34-43,8%. Berdasarkan komposisi kimiawi yang

terkandung, sekam bisa digunakan sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama

kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam

berbagai industri kimia; sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama

kandungan silika (SiO2

) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan

semen dan digunakan sebagai sumber energi panas, kadar selulosa yang cukup tinggi

dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil (Kalapathy dkk., 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.5.1 Silika abu sekam padi

Silikon dioksida (SiO2

) atau biasa juga disebut silika pada umumnya

ditemukan di alam dalam batu pasir, pasir silika atau quartzite. Zat ini merupakan

material dasar pembuatan kaca dan keramik. Silika merupakan salah satu material

oksida yang keberadaannya berlimpah di alam, khususnya di kulit bumi. silika bisa

dalam bentuk amorf dan kristalin. Terdapat tiga bentuk kristal silika, yaitu quartz

(kuarsa), tridymite, dan cristobalite. Pada tanaman, silika terakumulasi dalam bentuk

phytolith yang merupakan bentuk primer dari silika amorf. Silika disebut kristalin jika

mempunyai susunan atom yang teratur dan disebut amorf jika mempunyai susunan

atom yang kurang teratur (Kalapathy dkk., 2002).

Tabel 2.2 Komposisi Sekam Padi beserta Zat Organiknya (Chandra dkk., 2012)

Komponen Kandungan (%) Air 9,02

Protein kasar 3,03 Lemak 1,18

Serat kasar 35,68 Abu 17,71

Karbohidrat kasar 33,71 Karbon (zat arang) 1,33

Hidrogen 1,54 Oksigen 33,64 Silika 16,98

Sumber: (Chandra dkk., 2012)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Tabel 2.3 Data Fisik Unsur Silika (Chandra dkk., 2012)

Volume atom 12,1 cm3/mol Titik didih 2630 K Titik lebur 1683 K Massa jenis 2,33 gr/cm

Kapasitas panas

3 0,7 J/gr K

Konduktivitas kalor 148 W/m K Sumber: (Chandra dkk., 2012)

Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas

mulai dari bidang elektronik, mekanis, medis, seni, dan bidang lainnya. Salah satu

pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di

udara, (Harsono, 2002, cit Sitorus, 2009). Selain itu, silika juga digunakan sebagai

penyaring molekuler, resin, pembantu peran katalis, dan pengisi dalam pembuatan

polimer (Bansal dkk., 2006). Gugus -OH yang mampu membentuk ikatan hidrogen

dengan gugus yang sama dari molekul lain yang mengakibatkan silika dapat

digunakan sebagai pengering dan fasa diam pada kolom kromatografi (Narsito,

2005).

Silika abu sekam padi terbukti mempengaruhi pembentukan tulang. Silika

merupakan bahan semi konduktor yang mempunyai potensi untuk mencapai sifat-

sifat mekanis, morfologis, biokompatibilitas dan biodegradasi. Makanan yang

mengandung silika dapat menstimulasi sel osteoblas dan osteo-blast-like cell untuk

mensekresi kolagen tipe I dan marker bio-kimia lain pada maturasi sel tulang dan

pembentukan tulang (Indahyani dkk., 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Berdasarkan penelitian Indahyani dkk (2011) menyatakan bahwa silika yang

berasal dari sekam padi mempunyai kemampuan untuk menstimulasi proliferasi

osteoblast dan mempunyai nilai absorbansi yang paling tinggi.

2.5.2 Abu sekam padi nanopartikel (ASPn)

Nanoteknologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Fisika, Richard

P. Feynman pada tahun 1959. Erick Drexler kemudian memperkenalkan konsep

nanoteknologi kepada masyarakat luas melalui buku yang berjudul “Engine of

Creation” pada pertengahan tahun 1980. Kata depan nano-berasal dari bahasa yunani

yang berarti kerdil dan satu nanometer sama dengan 10-9

Nanopartikel dikelompokan menjadi nanopartikel organik dan nanopartikel

anorganik. Nanopartikel organik meliputi nanopartikel karbon, sedangkan

nanopartikel anorganik meliputi nanopartikel logam mulia (seperti emas dan perak)

dan nanopartikel semikonduktor (seperti titanium dioksida dan zinc oksida).

Nanopartikel yang lebih berkembang adalah nanopartikel anorganik dengan

fungsinya yang beraneka ragam. Silika pada sekam merupakan nanopartikel

anorganik yang telah diuji sebagai alat yang berpotensi dalam dunia medis, yaitu

m. Nanopartikel merupakan

produk yang dihasilkan dari nanoteknologi, sehingga nanopartikel dianggap suatu

bahan yang mempunyai dimensi ukuran kurang dari 100 nm. Penelitian mengenai

nanopartikel sedang berkembang pesat karena dapat diaplikasikan secara luas, seperti

di bidang lingkungan, biomedis, optis, dan elektronik. Hal ini juga ditentukan oleh

ukuran, bentuk, dan kristalinitas (Saunders, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

mampu menghantarkan obat sampai ke target dan mengontrol pelepasan obat.

Aplikasi lainnya, yaitu sebagai antimikroba, optik, elektronik, biosensor, biolabel,

biofiltrasi, magnetik, mekanik, katalis, bioremediasi, pereduksi limbah industri,

sumber energi (Moghaddam, 2010).

2.6 Kitosan

Kitosan (poly-β-1,4-glukosamin) merupakan biopolimer alami yang banyak di

jumpai di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N-diasetilisasi dari kitin. Kitin

banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti udang, rajungan, kepiting,

blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti klas zygomycetes. Bahan ini

pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 (Gambar 2.7). Komposisi

kitosan terdiri dari Karbon, Hidrogen, dan Nitrogen (Tabel 2.3) serta dapat larut

dalam pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat dan

asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali dan asam mineral encer kecuali

di bawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat

larut dalam air, methanol, aseton dan campuran lainnya. Kelarutan kitosan

dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi. Kitosan dalam bentuk

terprotonisasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai

polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan

negatif dan biomolekul permukaan (Agusnar, 1997; Sugita dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

CHITIN CHITOSAN

Gambar 2.6 Struktur Bangun Kitin dan Kitosan (Petri dkk., 2007) Tabel 2.4 Komposisi Kimia Kitosan (Agusnar, 1997). Dalam persen

Karbon (C) Hidrogen ( H) Nitrogen (N)

Kitosan 40,30 5,83 6,35

Sumber: (Agusnar, 1997)

Kitosan tidak beracun dan memiliki sifat biokompatibel dan biodegradble

serta mucoadhesion yang dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis (Modena

dkk., 2009).

Pawlowska cit Petri dkk., 2007 mengatakan bahwa bahan primer yang telah

ditambahkan dengan kitosan dan diaplikasikan pada pulpa gigi tikus dapat

menyebabkan sedikit perubahan patologis reversibel.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.6.1 Kitosan blangkas (Tachypleus gigas)

Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan

bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang dan kitosan bermolekul tinggi.

Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan kitosan

bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan

laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan.

Kitosan dengan berat molekul 800.000-1.100.000 Mv biasanya berasal dari hewan

laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas (Gambar 2.8)

(Trimurni dkk., 2006).

Gambar 2.7 Kitosan Blangkas (Trimurni dkk., 2006)

Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang diperoleh dari

cangkang blangkas. Blangkas disebut juga dengan Horseshoe-crab. Kitosan blangkas

yang diuji oleh Trimurni Abidin dkk., 2006 mempunyai derajat deastilisasi 84,20%

dengan berat molekul 893.000 Mv. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan

blangkas mempunyai berat molekul yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Pada penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kitosan blangkas yang

mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif dengan

kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang

memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan

migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblast.

2.6.2 Kitosan nanopartikel

Dalam perkembangannnya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik

Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm untuk meningkatkan

daya absorbsinya. Kitosan nanopartikel dapat dilihat mikrostrukturnya dengan

menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope).

Szeto dan Zhigang Hu cit Siregar (2009) menyiapkan kitosan nanopartikel

dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan larutan yang

bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH distirer dengan kecepatan 300 rpm

sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral

kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel

kitosan menjadi lebih kecil. Cheung cit Siregar (2009) menyiapkan kitosan nano

dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolipospat ke dalam

larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan

1200 rpm, dan ditambahkan asam asetat agar pH-nya 3,5 dengan hasil berupa suspen

kitosan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Lu E-Shi cit. Ningsih (2010) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan

menambahkan larutan tripolipospat (TPP) kedalam larutan suspensi kitosan yang

dibuat dengan menambahkan asam asetat, kemudian distrier dengan kecepatan 1200

rpm terbentuk emulsi.

Kitosan blangkas yang diuji oleh Trimurni Abidin dkk, 2006 menunjukkan

bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi

dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai

sub base membran yang memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti odontoblast

untuk memudahkan migrasi dan proliferasi.

Ada yang menyebutkan (Tiyaboonchai, 2003) kitosan

nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran obat karena stabilitasnya

yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana, dan dapat mengikuti rute

pemberian obat. Kitosan nanopartikel sebagai agen penyalur obat sangat bermanfaat

karena kitosan nano merupakan biopolimer alam yang biokompatibel, dapat larut

dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk makromolekul, mempunyai berat

molekul yang bervariasi sehingga mudah dimodifikasi secara kimia, membantu

absorpsi antara substrat dan membran sel, serta ukuran partikel nanonya memiliki

efektivitas yang lebih baik.

Henny dkk., 2013 melakukan penelitian dengan menambahkan kitosan molekul

tinggi nano yang diperoleh dari blangkas (Tachypleus gigas) 0,15% berat kitosan

pada SIKMR dan SIKMRn dan efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan pada

SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano dari blangkas.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.7 Alat Uji

2.7.1 Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning electron microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron yang

mampu menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel.

Gambar yang dihasilkan oleh SEM digunakan untuk menentukan struktur permukaan

dari sampel. SEM menerapkan prinsip difraksi elektron dengan pengukuran sama

seperti mikroskop optik. Prinsip kerjanya adalah elektron yang ditembakkan akan

dibelokkan oleh lensa elektromagnetik dalam SEM. Sistem kerja SEM terdiri atas

sumber cahaya elektron, sistem lensa, detektor, dan layar TV. Sumber cahaya

elektron dihasilkan di dalam suatu penembak elektron yang berbentuk filamen

pemanas berupa tabung tanpa udara. Sumber cahaya elektron dipercepat dan

difokuskan oleh sistem lensa magnetik yang berada di atas objek. Elektron

dikumpulkan oleh detektor, diubah dalam bentuk voltase (energi listrik), kemudian

disebar (Gambar 2.8) (Radiological and Eviromental Management,2010).

SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang

sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm.

Gambaran sampel diambil (captured) secara digital dan akan ditampilkan pada layar

monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada gambar ditampilkan skema bagian-

bagian dari SEM. Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai

500.000 kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi

memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan

spesimen (Materials Evaluation and Engineering, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik

(electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit

tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat

mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai

konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum,

osmium, iridium, tungsten, chromium dan graphite. Syarat agar SEM dapat

menghasilkan citra permukaan yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat

sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak

dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian adalah logam. Jika

permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan akan tampak

dengan jelas. Sementara, pada profil permukaan bukan logam untuk diamati dengan

SEM, permukaan material tersebut harus dilapisi dengan logam. Film tipis logam

dibuat pada permukaan material tersebut sehingga dapat memantulkan berkas

elektron. Metode pelapisan yang umum dilakukan adalah evaporasi dan sputtering .

SEM memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mampu menggambarkan area yang

besar secara komparatif dari spesimen, mengukur komposisi dan sifat dasar dari

spesimen, serta memiliki resolusi tinggi (MEE, 2009; REM, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Gambar 2.8. Cara Kerja SEM.(Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010)

Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun.

Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, yang tetap dalam keadaan

vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa, yang memfokuskan sinar

turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar-X akan

dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar-X, backscattered

electron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang

menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (Lawes,

1987; Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.7.2 Energy Dispersive X-ray (EDX)

Energy Dispersive X-ray (EDX) adalah teknik mikroanalisis kimia yang

digabungkan dengan scanning electron microscope (SEM). EDX merupakan suatu

alat yang dapat mendeteksi sinar-X yang keluar dari sampel selama pemaparan

pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang

dianalisa. Sistem ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu detektor sinar-X yang

dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian

pengolahan getaran yang menentukan energi sinar-X yang dideteksi, dan peralatan

analisa yang menginterpretasikan data sinar-X dan menampilkannya pada layar

komputer. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based user interface

(UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terletak di dalam komputer EDX

(Materials Evaluation and Engineering, Inc. 2009).

Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa

kuantitatif, pemetaan elemen dan analisa profil garis. Untuk analisa kualitatif, nilai

energi sinar-X sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi

sinar- X yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel.

Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar-X relatif pada karakteristik

tingkat energi dari komponen sampel (Materials Evaluation and Engineering, Inc.

2009).

Spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu-X yang

menggambarkan energi sinar-X dan sumbu Y menggambarkan intensitas

(Gambar 2.9) (Russ, 1984).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Gambar 2.9. Spektrum EDX yang Menunjukkan Puncak dari Na,Al,dan S (Russ, 1984)

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.8 Landasan Teori

MTA SIKMR KITOSAN ASP

HEMA Sitotoksik Flour Bahan hibrid yang lebih kuat & tidak rapuh

Komposisi: C, O, F, Na, Al, Si

Mikrostruktur SIKMR-dentin : Resin tag

Asam amina Anti toxic Biokompatibel Menstimulasi dentin reparatif Produk alam mudah didapat dan relatif murah

Komposisi: hidroksil & asetamida, C, H, N

-Silika tinggi (SiO2

>>>) Osteoinduksi Biokompatibilitas Biodegradasi Nilai absorbansi paling tinggi Produk alam mudah didapat dan relatif murah

Komposisi: Si>>>, C, H, O

biokompatibel biodegradabel sealing ability Mahal Setting time lama Mengandung Arsen Mengandung logam berat Komposisi : Ca, P, Si, O, Cl, C, Al, Mg, Fe

Mikrostruktur MTA-dentin : tag like structure

Bahan Bioaktif

Proliferasi sel

Dentinogenesis

(Dentin reparatif)

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

2.9 Kerangka Konsep

Dentin yang terbuka akibat cedera fisiko-mekanis dapat diberikan ASPn +

KMTn sebagai bahan kaping pulpa indirek dengan tujuan untuk merangsang

dentinogenesis. ASP merupakan sumber silika potensial yang dapat digunakan

sebagai bahan kedokteran gigi dengan kandungan silika (SiO2) dalam ASP adalah

94–96 %. Silika terbukti mempengaruhi pembentukan tulang dan gigi serta

merupakan bahan semi konduktor yang mempunyai potensi untuk mencapai sifat-

sifat mekanis, morfologis, biokompatibilitas dan biodegradasi. Dan berdasarkan

penelitian Indahyani dkk (2011) menyatakan bahwa silika yang berasal dari sekam

padi mempunyai kemampuan untuk menstimulasi proliferasi osteoblast dan

mempunyai nilai absorbansi yang paling tinggi. Kitosan memiliki sifat-sifat seperti

biokompatibel dan biodegradble serta mucoadhesion yang dapat menjadi keuntungan

bagi aplikasi biomedis. Kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat

menstimulasi dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang

padat sebagai sub base membran yang memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti

dentinoblas untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblas

(Trimurni, 2006).

- MTA - SIKMR - ASPn + KMTn

Mikrostruktur

&

komposisi kimia

Karakterisasi Biomaterial

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi

Berkembangnya bahan material yang bergerak ke arah nanopartikel, maka

dengan menggabungkan ASPn + KMTn sebagai perancah diharapkan dapat tercipta

biomaterial baru yang dapat berinteraksi dengan permukaan dentin, maka untuk

melihat mikrostruktur permukaan jaringan dentin dengan ASPn+KMTn diperlukan

alat uji yaitu SEM dan untuk mengetahui komposisi kimia menggunakan EDX.

2.10 Hipotesis Penelitian

Dari uraian di atas dapat dibuat hipotesa yaitu :

1. Ada perbedaan mikrostruktur permukaan jaringan dentin yang

diaplikasikan biomaterial gabungan ASPn + KMTn dengan MTA dan

SIKMR.

2. Ada perbedaan kandungan aktif dalam mempertahankan jaringan

pulpodentinal kompleks antara biomaterial gabungan ASPn + KMTn

dengan MTA dan SIKMR.

Universitas Sumatera Utara