BAB 2. Tinjauan Pustaka Rev

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tipus

Citation preview

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PanganPangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (BPOM,1996). Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan (PP RI, 2004).Pangan tercemar adalah pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia, pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan, pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia, pangan yang sudah kedaluwarsa (BPOM,2009).

2.2 Keamanan PanganMenurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, Gizi Pangan. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuanketentuanlain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangandari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaranbiologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.Makanan dapat berfungsi dengan baik dengan diperlukan berbagaisyarat agar memenuhi kriteria seperti yang diharapkan. Selain makanan harus mangandung zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin),makanan harus baik dan tidak kalah pentingnya yang untuk diperhatikanadalah bahwa makan harus aman untuk dikonsumsi. Setelah ketiga unsure tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan Sehat.Penyelenggaraan makanan bertujuan menyediakan makanan yangberkualitas baik serta aman bagi kesehatan konsumen, memperkecil kemungkinan resiko penularan penyakit serta gangguan kesehatan yangdisebabkan melalui makanan serta terwujudnya perilaku kerja yang sehat danbenar dalam menangani makanan.penyelenggaraan keamanan pangan dilakukan melalui salah satunya tentang pengaturan bahan tambahan pangan yang dapat mempengaruhi sifat dan atau bentuk pangan. Bahan tambahan panganyang ditambahkan tidak boleh melebihi ambang batas maksimum yang ditetapkan, tidak boleh menambahkan BTP yang dilarang.Keamanan pangan merupakan karakteristik yang sangat pentingdalam kehidupan, baik oleh produsen pangan maupun oleh konsumen. Bagiprodusen harus tanggap bahwa kesadaran konsumen semakin tinggisehingga menuntut perhatian yang lebih besar para aspek ini. Kebersihansuatu produk pangan untuk menembus dunia internasional sangat ditentukanoleh faktor ini pula. Di lain pihak sebagai konsumen sebaiknya mengetahuibagaimana cara menentukan dan mengkonsumsi makanan yang aman.Bahan-bahan atau organisme yang mungkin terdapat didalam makanan dandapat menimbulkan keracunan atau penyakit menular terdiri dari bahan kimiaberacun (misalnya beberapa bahan tambahan makanan, obat-obatan, logamdan pestisida).Menurut Anwar, pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne diseases yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelahmengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasiadalah keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun. Beberapa faktor yang menyebabkan makanan menjadi tidak aman adalah :1. Kontaminasi.Kontaminasi adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu :a. Kontaminasi mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan.b. Kontaminasi fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga dan kotoran lainnya.c. Kontaminasi kimia seperti pupuk, pestisida, merkuri, arsen, cyianida dan sebagainya.d. Kontaminasi radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radio aktif, sinar cosmis dan sebagainya.Terjadinya kontaminasi dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu :a. Kontaminasi langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh, potongan rambut masuk ke dalam nasi, penggunaan zat pewarna kain dan sebagainya.b. Kontaminasi silang (cross contamination) yaitu kontaminasi yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contohnya, makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, misalnya piring, mangkok, pisau atau talenan.c. Kontaminasi ulang (recontamination) yaitu kontaminasi yang terjadi terhadap makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh, nasi yang tercemar dengan debu atau lalat karena tidak ditutup.2. Keracunan Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi makanan. Keracunan dapat terjadi karena :a. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, umbi gadung atau umbi racun lainnya.b. Infeksi mikroba, yaitu bakteri pada makanan yang masuk kedalam tubuh dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti cholera, diare, disentri.c. Racun/toksin, mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah membahayakan (lethal dose)d. Zat kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah membahayakan.e. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat menimbulkan reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan2.3 Bahan Tambahan Pangan2.3.1 Pengertian Bahan Tambahan PanganBahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Menkes RI, 2012) Menurut (Furia, 1972), bahan tambahan pangan adalah substansi atau campuran zat , selain bahan makanan dasar, yang hadir dalam makanan sebagai akibat dari aspek produksi , pengolahan , penyimpanan atau kemasan . Istilah tersebut tidak termasuk kesempatan kontaminanMenurut (Saparinto dan Hidayati, 2006) bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak dapat dikonsumsi sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk mendukung proses pembuatan, pengolahan, penyimpanan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, dan atau pengangkutan makanan, misalnya untuk menghasilkan suatu komponen yang mempengaruhi sifat makanan tersebut baik secara langsung atau tidak langsung, tidak mencakup cemaran atau bahan yang ditambahkan dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. BTP yang digunakan dalam pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.2. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.3. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi (Menkes RI, 2012).Pemakaian bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasanya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan (Saparinto dan Hidayati, 2006).2.3.2 Fungsi Bahan Tambahan PanganUntuk membuat makanan yang lezat, menarik, dan tahan lama, diperlukan penanganan serta penambahan bahan tambahan pangan yang tepat. Memang penggunaan bahan tambahan pangan bukan merupakan keharusan, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa bahan ini dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk makanan (Saparinto dan Hidayati, 2006).Berdasarkan (Menkes RI, 2012), fungsi BTP yang digunakan dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut:1. Antibuih (Antifoaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau mengurangi pembentukan buih;2. Antikempal (Anticaking agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah mengempalnya produk pangan;3. Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi;4. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan;5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt) adalah bahan tambahan pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak;6. Gas untuk kemasan (Packaging gas) adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan7. Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk mempertahankan kelembaban pangan;8. Pelapis (Glazing agent) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan mengkilap;9. Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.;10. Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada pangan;11. Pembentuk gel (Gelling agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk gel;12. Pembuih (Foaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat.; 13. Pengatur keasaman (Acidity regulator) adalah bahan tambahan pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keasaman pangan;14. Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.;15. Pengembang (Raising agent) adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume adonan;16. Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air;17. Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan.;18. Pengeras (Firming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras, atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel.;19. Penguat rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru;20. Peningkat volume (Bulking agent) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan volume pangan;21. Penstabil (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan;22. Peretensi warna (Colour retention agent) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru;23. Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam;24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent) adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung.;25. Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna;26. Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk mendorong pangan keluar dari kemasan; dan 27. Sekuestran (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.

2.3.3 Bahan Tambahan Pangan di IzinkanDalam penggunaan bahan tambahan pangan, para produsen harus mematuhi Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 pasal 9, yakni setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun yang dinyatakan terlarang sebagai bahan tambahan pangan, dan menggunakan bahan tambahan pangan wajib yang diizinkan (Saparinto dan Hidayati, 2006). Jenis BTP Pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas:1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts);2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts);3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoate);4. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate);5. Sulfit (Sulphites);6. Nisin (Nisin);7. Nitrit (Nitrites);8. Nitrat (Nitrates);9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts); dan10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride) (BPOM, 2013).2.3.4 Bahan Tambahan Pangan tidak di IzinkanBahan tambahan pangan yang tidak diizinkan sudah tercantum di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012, namun masih banyak pihak yang menggunakan bahan tersebut pada makanan. Bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan adalah:1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)4. Dulsin (Dulcin)5. Formalin (Formaldehyde)6. Kalium bromat (Potassium bromate)7. Kalium klorat (Potassium chlorate)8. Kloramfenikol (Chloramphenicol)9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)11. Dulkamara (Dulcamara)12. Kokain (Cocaine)13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)14. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)16. Biji tonka (Tonka bean)17. Minyak kalamus (Calamus oil)18. Minyak tansi (Tansy oil)19. Minyak sasafras (Sasafras oil) (Menkes RI, 2012).

2.4 Zat Pengawet dan PewarnaDefinisi Bahan Tambahan Pangan yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan (Mulyono, 2009)Menurut (Elbe, 1996) zat pewarna merupakan suatu bahan kimia baik alami maupun sintetik yang memberikan warna. Berdasarkan sumbernya, zat pewarna untuk makanan dapat diklasifikasikan menjadi pewarna alami danm sintetik (Winarno, 1992). Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan seperti : warna merah muda pada flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan seperti: karamel, coklat dan daun suji. Pewarna buatan sering juga disebut dengan zat warna sintetik. Proses pembuatan zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun (Winarno F. G., 1994).Menurut (Winarno F. , 1992), zat pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal dengan certified color atau permitted color. Untuk penggunaannya, zat warna tersebut harus menjalani tes prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.Bahan pengawet makanan adalah bahan ( senyawa ) yang ditambahkan kedalam makanan dan minuman yang bertujuan untuk mencegah atau menghambat terjadinya kerusakan makanan oleh kehadiran organisme ( Endrrikat, dkk., 2010; Davletshina, dkk., 2003 ). Tujuan umum pemberian bahan pengawet kedalam makanan dan minuman adalah untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan (Abrams dan Atkinson, 2003; Rodriguez-Martin, dkk., 2010; Giatrkou, dkk., 2010; Sorensen, dkk., 2010).Berdasarkan (Permenkes RI Nomor 722, 1988), beberapa pengawet makanan dan minuman yang diizinkan adalah berupa senyawa kimia seperti asam benzoate, kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalkum nitrat, kalium nitrit, belerang dioksida, asam sorbat, asam propionate, kalium propionate, kalium sorbat, kalium sulfite, kalsium benzoit, kalsium propionate, kalsium sorbat, natrium benzoate, metal-p-hidroksi benzoit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionate, natrium sulfite, nisin, dan propel-p-hidroksibenzoat. Senyawa pengawet lain yang dipergunaakan sebagai bahan pengawet makanan dan minuman dan diduga memiliki efek terhadap kesehatan apabila terdapat didalam makanan dan minuman dalam jumlah ambang batas.Penambahan bahan pengawet makanan perlu menjadi perhatian karena informasi ilmiah yang diperoleh dari pengaruh senyawa pengawet makanan ini masih ada yang diragukan keamanannya (Giesova, dkk., 2004; Bevilacqua, dkk., 2010).

2.5 Formalin2.5.1 Pengertian FormalinFormalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith. (Astawan, 2006) . Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).2.6 Rhodamin B2.6.1 Pengertian Rhodamin BRhodamin B adalah pewarna sintetis yang biasa digunakan untuk mewarnai kain atau kertas. Pewarna ini berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, larut dalam air dan menghasilkan warna merah terang dan berflourensi bila ditambahkan pada makanan (Kusmayadi dan Sukandar, 2009).Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 239/ Men.Kes/Per/V/85, rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang dilarang keras digunakan dalam makanan.Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak dijumpai dan dicampuri dengan Rhodamin B, antara lain bubur delima, cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini makanan tersebut menjadi berwarna merah muda terang (Anonim, 2008; Anonima, 2006)2.6.2 Kegunaan Rhodamin BRhodamin B adalah pewarna sintetis yang biasa digunakan untuk mewarnai kain atau kertas. Pewarna ini berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, larut dalam air dan menghasilkan warna merah terang dan berflourensi bila ditambahkan pada makanan (Kusmayadi dan Sukandar, 2009).Berdasarkan PERMENKES RI No.376/MENKES/PER/VIII/1990 dan PERMENKES RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 tentang zat tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya termasuk Rhodamine B yang tidak boleh dipergunakan untuk pemakaian kosmetik jenis lipstik, eye shadow, dan rouge.Sejatinya, penggunaan Rhodamine B di kalangan masyarakat hanya untuk pewarna tekstil dan pewarna pada kertas. Penggunaan Rhodamine B pada penelitian bertujuan untuk staining atau pengecatan karena sifatnya sebagai pewarna berfluoresen. Sejauh ini Rhodamine B berfungsi sebagai reagen untuk biological stain logam-logam berat seperti antimony, bismuth, cobalt, niobium, gold, manganese, mercury, molybdenum, tantalum, thallium, dan tungsten. Di bidang kesehatan, Rhodamine juga dipakai untuk fluorence microscopy, flow cytometry, dan ELISA karena faktor fluoresennya.2.6.3 Pewarna Rhodamin B pada MakananPenyalahgunaan rhodamin B, bertujuan produk makanan atau kosmetik yang dibuat menarik konsumen. Efek berbahaya dari rhodamin B memang tidak muncul seketika setelah pemaparan, namun pengonsumsian dalam jangka panjang dapat menyebabkan senyawa tersebut terakumulasi dalam tubuh. Efeknya tergantung daerah yang terpapar paling banyak, misalnya iritasi saluran cerna, iritasi kulit, iritasi pada mata, keracunan, kanker, gangguan fungsi hati, jika terhirup menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan. Selain itu, kumulasi rhodamin B dalam tubuh menyebabkan penumpukan lemak, jika terus terjadi lemak tubuh semakin bertambah banyak. Dampaknya baru terasa setelah beberapa tahun, bahkan puluhan tahun kemudian.Sampai saat ini, makanan yang sering ditemukan mengandung Rhodamin B di antaranya kerupuk, sambal kemasan, sirup, terkadang kosmetik, makanan dan minuman ringan, terasi, kembang gula, biskuit, sosis, makaroni goreng, cendol, jipang, manisan serta ikan asap. 2.6.4 Dampak Rhodamin B terhadap KesehatanPenggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).Rhodamine B mempunyai efek akut dan kronis. Pada efek akut, paparan menyebabkan kerusakan parah pada mata, pada kontak dengan kulit akan menyebabkan iritasi ( kontak dengan aerosol Rhodamine B dalam 26 menit menyebabkan efek irritant yang selesai dalam 24 jam), dan bila masuk pembuluh darah melalui lesi, abrasi, atau luka akan menyebabkan kerusakan sistemik. Pada efek kronis, tampak sifat-sifat karsinogenik dan genotoxin. Efek Genotoxin Rhodamine B masih merupakan perdebatan karena penelitian-penelitian yang mengungkapkan efek tersebut tidak bisa membuktikan kemurnian Rhodamine B, sehingga masih bisa dispekulasi bahwa penyebab genotoxin dari Rhodamine B berasal dari ketidakmurnian zat itu, bukan dari keberadaan zat pewarna itu sendiri. Ketidakmurnian disebabkan dari proses produksi Rhodamine B yang menggunakan asam sulfat atau asam nitrat yang tercemar oleh logam berat ( Budiawan,2005).Perjalanan metabolisme Rhodamine B hingga bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan organ secara sistemik disebabkan oleh sifatnya yang polar. Akibat sifat polarnya tersebut, Rhodamine B yang tak termetabolisme oleh hepar akan menyebar mengikuti aliran darah dengan berinteraksi dengan asam amino dalam globin darah, Respon toksin Rhodamine B pada hepar lebih mengarah pada hepatitis kronis aktif, dimana lama kelamaan akan menyebabkan kematian hepatosit. Kematian hepatosit akan menyebabkan pembentukan jaringan fibrosis yang akan membentuk gambaran sirosis dan canalicular cholestasis pada hepar (Budiawan,2005).

2.6.5 Kegunaan FormalinDalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 % ) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet (Astawan, 2006).Manfaat formalin di berbagai pekerjaan dan bidang, seperti kosmetik, pasta gigi, parfum, pelembut, pembersih, bidang percetakan (tinta, kertas),dibidang industri (disinfektan, pembersih), kesehatan (obat-obatan, pengawetan mayat). Penggunaan formalin sebagai pengawetan makanan dilarang penggunaannya oleh Pemerintah dan BPOM.2.6.6 Pengawet Formalin pada MakananBerdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk panganseperti ikan asin, mi basah, dan tahu yang memakai formalin sebagai pengawet. Produk pangan berformalin itu dijual di sejumlah pasar dan supermarket di wilayah DKI Jakarta,Banten, Bogor, dan Bekasi. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam makanan inisebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Tetapi masalah klasik tersebut kembalimenjadi pembicaraan hangat akhir tahun ini karena temuan Balai POM. Fakta ini lebih menyadarkan masyarakat bahwa selama ini terdapat bahaya formalin yang mengancamkesehatan yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari. (http://www.depkes.go.id)2.6.7 Dampak Formalin Pada KesehatanKarakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang berhubungan dengan formaldehida adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi formaldehida yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan (WHO, 2002). Selain itu, gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara masuk zat ini ke dalam tubuh (Yuliarti, 2007).Pemaparan formaldehida terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas. Formalin bisa menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. Bila uap formalin dengan konsentrasi 0,03-4 bpj terhirup selama 35 menit, maka akan menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan. Selain itu, dapat juga terjadi iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronkhitis, pneumonia, asma, edema pulmonal, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit (Cahyadi, 2009).Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 ditegaskan bahwa formalin dilarang digunakan dalam makanan. Hal itu mengingat bahaya serius yang akan dihadapi jika formalin masuk ke dalam tubuh manusia. Formalin akan menekan fungsi sel, menyebabkan kematian sel, dan menyebabkan keracunan (Khomsan & Anwar, 2008).Setelah menggunakan formalin, efek sampingnya tidak akan secara langsung terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi (Saparinto dan Hidayati, 2006). Jumlah formaldehida yang masih boleh diterima manusia per hari tanpa akbiat negatif pada kesehatan (Acceptable Daily Intake/ ADI) adalah 0,2 mg per kilogram berat badan (Widmer dan Frick, 2006). Formalin dapat menyebabkan kematian pada manusia bila dikonsumsi melebihi dosis 30 ml. Setelah mengonsumsi formalin dalam dosis fatal, seseorang mungkin hanya mampu bertahan selama 48 jam (Khomsan & Anwar, 2008).Dampak akut formalin terhadap kesehatan terjadi akibat paparan formalin dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Efeknya berupa iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut, pusing, bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, diare dan pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Dampak kronik dari formalin terlihat setelah terkena paparan formalin berulang dalam jangka waktu yang lama dan biasanya formalin dikonsumsi dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan. Gejalanya berupa mata berair, gangguan pada: pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (Yuliarti, 2007).

2.7 Sambal TradisionalSambal adalah saus yang disiapkan dari cabai yang dihancurkan sehingga keluar kandungan airnya dan biasanya ditambah bahan-bahan lain seperti garam, cuka dan terasi (Ririen Angriany, 2012).Sambal adalah salah satu unsur khas hidangan Indonesia, Melayu ditemukan pula dalam kuliner Asia Selatan dajn Asia Timur. Ada bermacam-macam variasi sambal yang berasal dari berbagai daerah. Jenis-jenis sambal dari berbagai daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 (Jasmine dalam Ririen, 2012).Tabel 1. Jenis-jenis Sambal dari Beberapa Daerah Di IndonesiaNO

NAMA SAMBALASAL DAERAHBAHAN YANG DIGUNAKAN

1Sambal EmbeBali3 sdm margarin10 buah bawang merah20 buah cabai rawit merah10 buah c abai rawit hijau1 sdt terasi1 sdt garam2 buah jeruk limau

2Dabu-dabuManado2 buah Cabai rawait10 buah bawang merah2 buah tomat segar3 buah jeruk nipis/jeruk limau2 sdm minyak gorengGaram secukupnya

3Sambal ParadoNusa Tenggara Barat3 buah jeruk purut100 ml air mendidih untuk merendam100 gram cabai rawit merah1 sdt garam1 sdt gula pasir

4Sambal BajakBanten100 gram cabai merah keriting 10 buah cabai rawit hijau sdt terasi goreng7 butir bawang merah4 siung bawang putih75 ml minyak sayur3 lembar daun jeruk purut1 sdt garam

5Sambal LingkungPalembang100 gram ikan gabus1 butir kelapa parut sangrai250 cc santal kental5 buah cabai merah4 siung bawang merah4 siung bawang putih1 sdm ketumbar1 sdt jintan1 batang serai, memarkan1 potong laos, memarkan1 lembar daun salam2 lembar daun jeruk purut1 sdt garam

6 Sambal Lado MudoSumatera Barat100 gram cabai hijau besar5 butir bawang merah1 sdt garam1 sdm air jeruk nipis2 sdm minyak sayur3 buah tomat hijau sdt gula pasir50 gr teri jengki/teri tawar

7Sambal KalukuSulawesi Selatan200 gram kelapa muda parut75 gram ikan gabus asin10 buah cabai merah keriting2 siung bawang putih5 butir bawang merah2 tangkai daun seledri5 lembar daun jeruk sdt garam sdt gula pasir

8Sambal PencitJawa Tengah5 butir bawang merah10 buah cabai rawit merah1 sdt garam sdt terasi bakar300 gram mangga muda50 ml minyak sayur

Tingkat keawetan saus cabai atau sambal sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan (terutama pemasakan) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebihan (Astawan, 2007)Cara membuat sambal tergolong mudah karena hanya membutuhkan beberapa bahan saja dan terutama adalah cabe. Karena cita rasa pedas tersebut dihasilkan dari cabe rawit maupun cabe merah. Jenis sambal yang ada sekarang ini sangat banyak sekali mulai dari sambal biasa, sambal tomat hingga sambal terasi yang sering dibuat dan dikonsumsi oleh masyarakat jawa.Bahan-bahan yang diperlukan untukmembuat sambal terasi, diantaranya :1. 10 buah cabai merah ukuran besar ( sesuai selera )2. 10 buah cabai rawit merah ( sesuai selera )3. 5 siung bawang merah4. 1 sdm terasi matang5. 1-2 sdt garam6. Gula jawa secukupnya7. 1 buah tomat ukuran besar8. 3 lembar daun salam9. 1 batang serai, geprek10. 3 iris lengkuas, geprek11. 5 sdm minyak gorengCara membuat sambal terasi :1. Haluskan cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan terasi. Ulek atau blender bahan-bahan tersebut hingga rata dan halus.2. Panaskan minyak goreng, masukkan tomat yang sudah di iris tipis biarkan agak matang, kemudian masukan bumbu halus, garam, gula jawa dan bahan lainnya. Aduk hingga rata.3. Tumis semua bahan dengan api sedang hingga tercampur dan benar-benar matang.Setelah matang sambal yang sudah jadi dapat langsung disajikan ke dalam mangkuk untuk sambal.2.8 Uji Variabel2.8.1 Uji Rhodamin B2.8.1.1 Uji KualitatifKromatografi Lapis TipisMetode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan berdasarkan prosedur dari Ditjen POM (2000). Sampel yang digunakan masing-masing 5 gram. Baku pembanding dibuat dengan cara melarutkan 50 mg rhodamin B dengan 100 mL akuades. Campuran sampel dan baku pembanding dibuat dengan cara melarutkan 30 mg dari masing-masing sampel dalam 50 mL akuades, ditambahkan 50 mg dari rhodamin B dalam masing-masing larutan sampel, dicampur homogen, ditam-bahkan asam asetat 6%, kemudian dibuat perlakuan yang sama dengan pembuatan larutan sampel. Plat KLT berukuran 20 cm x20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 1000C selama 30 menit. Masing-masing larutan sampel, baku pembanding, campuran sampel dan baku pembanding, diteteskankan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah plat serta jarak antar noda2 cm kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering. Plat KLT yang telah mengandung tetesan dimasukkan ke dalam chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak yaitu n-butanol, asam asetat glasial, dan akuades (40:10:24), dibiarkan fasa bergerak naik sampai hampir mendekati batas atas plat. plat KLT lalu diangkat dan dipisah serta dibiarkan kering di udara. Noda yang terjadi diamati secara visual kemudian dihitung nilai Rf-nya di bawah sinar UV. Jika secara visual noda berwarna merah jambu dan di bawah sinar UV 254 nm berfluoresensi kuning dengan Rf yang sama, hal tersebut menunjukkan adanya rhodamin B.2.8.1.2 Uji KuantitatifSpektofotometriMetode spektofotometri sinar tampak berdasarkan prosedur dari BBPOM 2006. Masing-masing sampel ditimbang dan pewarna dari masing-masing zat makanan diekstraksi dengan teknik standar menggunakan larutan NaOH l0%, dietil eter, NaOH 0,5 %, asam klorida 0,1 N. Baku pembanding dan sampel diukur dengan menggunakan spektofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 450- 750 nm.6 Kurva serapan dari bahan baku dibandingkan dengan kurva serapan dari ekstrak sampel.2.8.2 Uji Formalin2.8.2.1 Uji Kualitatif1. FenilhidrazinaMenimbang seksama 10 gram sampel kemudian memotong kecil-kecil, dan memasukkan ke dalam labu destilat, menambahkan aquadest 100 ml kedalam labu destilat, mendestilasi dan menampung filtrat dengan menggunakan labu ukur 50 ml. Mengambil 2-3 tetes hasil destilat sampel, menambahkan 2 tetes Fenilhidrazina hidroklorida, 1 tetes kalium heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl. Jika terjadi perubahan warna merah terang (positif formalin) (Ditjen POM, 1979).2. Asam kromatofatAsam kromatofat dengan rumus molekulC10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam kromatofat dan menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Cara mengetes bahan makanan tersebut adalah bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsihyangdisitasi Ramadhan, 2008).3. Reaksi SchryverPereaksi ini terdiri dari 2 ml larutan fenilhidrazin hidroklorida 1% (dibuat bar dan disaring), 1 ml larutan kalium ferrisianida (dibuat baru) dan 5 ml asam klorida pekat. Jika bereaksi dengan formalin akan terjadi perubahan warna dan tidak berwarna menjadi merah terang kemudian diukur serapanya pada panjang gelombangnya (518 nm) (Schryver, 1910).4. Kalium PermanganatUji kualitatif, atau untuk mengetahui adanya formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes Kalium Permanganat (KMnO4). Nama lain dari Kalium Permanganat adalah PK (Permanganat Kalikus). Uji ini dilakukan dengan melarutkan padatan KMnO4di air hingga berwarna pink. Tahap selanjutnya adalah memasukkan potongan bahan makanan kedalam larutan tersebut, jika warna pink hilang/berkurang maka bahan makanan tersebut mengandung formalin

2.8.2.2 Uji Kuantitatif1. Titrasi VolumetriTimbang seksama 3 gram larutan formaldehid, kemudian ditambahkan pada campuran 25 ml hidrogen peroksida encer dan 50 ml natrium hidroksida 1N. campuran tersebut dihangatkan diatas penangas air hingga pembuihan berhenti dan ditritasi dengan asam klorida 1 N menggunakan indicator larutaan fenolftalein (Depkes RI, 1979) 2. Spektrofotometri UV-VisSpektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis. Sampel yang sering dianalisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis adalah senyawa organik

2.9 Kerangka Konsep

Keterangan :: Variabel yang diteliti: Variabel yang tidak ditelitiBahan Tambahan PanganDiijinkanTidak di ijinkanFormalinRhodamin BUji Laboratorium secara kimia :Tes FormalinTes Rhodamin BDiduga FormalinKekentalan wajarTerdapat gumpalan cabeDiduga non FormalinSangat kentalTerdapat gumpalan kecil seperti buburDiduga Rhodamin BSambal berwarna merah mencolokTerasa sedikit pahitDiduga non Rhodamin BSambal berwarna merah tomatTerasa masam tomat dan pedasPenyelenggaraan Keamanan Pangan(UU RI No.18 Tahun 2012)Sanitasi Pangan;Pengaturan terhadap Bahan Tambahan Pangan;Pengaturan terhadap Pangan Produk Rekayasa Genetik;Pengaturan terhadap Iradiasi Pangan;Penetapan standar Kemasan Pangan;Pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan; danJaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.PanganPangan olahan tertentuPangan siap saji Sanitasi Pangan Sambal TradisionalProduksiPenyimpananPengangkutanPeredaranProses Produksi SambalUlek cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan terasiPanaskan minyak goreng, kemudian masukan bumbu halus, garam, gula jawa lalu aduk Kemudian di sajikanPositif(Mengandung Formalin dan Rhodamin BNegatif(Tidak mengandung Formalin dan Rhodamin BEfek terhadap kesehatanGambar 2 : Kerangka Konseptual