Upload
febrian-rizal-trisatya
View
30
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bab 2 dasar teori yang disusun
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Haryanti, Sri, dkk (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh karateristik
hujan terhadap gerakan lereng di saluran induk Kalibawang, Kulon Progo,
Yogyakarta. Sudut kemiringan lereng antara 30 ᵒ - 45ᵒ. Dalam penelitian
tersebut digunakan dua buah software yaitu Seep/W dan Sigma/W. Penelitian
ini membuat 6 permodelan hujan dengan berbagai kondisi. Hasil penelitian
menunjukkan gerakan atau deformasi lereng oleh hujan deras durasi pendek
(Model Hujan II) sangat kecil, sehingga bisa dikatakan hujan deras durasi
pendek tidak berpengaruh pada gerakan atau deformasi lereng. Karakteristik
hujan yang paling berpengaruh pada lereng adalah hujan normal 20 mm yang
terjadi selama 61 hari (model hujan IV), yang menyebabkan gerakan atau
deformasi lereng terbesar,yaitu sebesar 1,01 m pada hari ke-43.
Zain, Andika ,dkk (2012), melakukan analisa stabilitas lereng dengan
memvariasikan kedalaman muka air tanah. Sampel tanah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tanah undisturb yang diambil dari lereng Desa Kemuning,
Kabupaten Jember. Dalam penelitian ini juga dilakukan pembasahan. Proses
pembasahan (wetting) adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar air
di dalam pori pori suatu massa tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perubahan kadar air akibat pembasahan terhadap parameter fisik yaitu
kadar air (w), angka pori (e), derajat kejenuhan (Sr), tegangan air pori negatif
(suction) dan tegangan geser (c) pada tanah dan untuk mengetahui pengaruh
pembasahan terhadap nilai SF lereng. Permodelan kelongsoran dilakukan dengan
bantuan program Slope/W . Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
dari proses pembasahan benda uji dilaboratorium diketahui bahwa parameter
kadar air ( wc ), angka pori (e), dan derajat kejenuhan (Sr) nilainya cenderung
meningkat . Sedangkan untuk parameter tegangan air pori negatif (suction),
4
5
tegangan kuat geser tanah (c), dan sudut geser dalam (φ) nilainya cenderung
menurun setelah dilakukannya proses pembasahan.
Widayatno, Janu (2014) melakukan penelitian pengaruh hujan 2 hari berurutan
terhadap nilai SF lereng di DAS Tirtomoyo ,Wonogiri. Hujan 2 hari berurutan
yaitu hujan yang terjadi pada dua hari berturut-turut meskipun dengan durasi
singkat. Lokasi penelitian terletak di Desa Pagah, Hargantoro, Wonogiri. Dari
lokasi penelitian diambil sampel tanah untuk mengetahui jenis tanah dan nilai
parameter tanah (γ, φ, dan c). Stabilitas lereng dimodelkan dengan variasi
kemiringan 30°, 45°, dan 60° menggunakan metode elemen hingga. Metode SCS
CN digunakan untuk mengubah hujan menjadi beban lereng dengan menghitung
infiltrasi yang terjadi sesuai tutupan lahan. Data hujan yang digunakan antara
tahun 2007 sampai 2011 dengan menganalisis infiltrasi setiap bulan pada bulan
November sampai dengan April. Hasil analisis menunjukkan nilai infiltrasi
terbesar terjadi pada bulan Desember dan menyebabkan penurunan nilai SF dari
2,7 menjadi 2,69 pada kemiringan 30°, 1,64 menjadi 1,63 pada kemiringan 45°,
dan 1,25 menjadi 1,22 pada kemiringan 60°.
Pratiwi, Heny (2014) melakukan penelitian untuk menganalisis potensi longsor di
Desa Sumbersari Das Tirtomoyo Wonogiri akibat curah hujan bulanan maksimum
Data hujan yang dihitung sebagai beban pada lereng diamati pada bulan basah
selama periode lima tahun yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Analisis
Stabilitas Lereng menggunakan Metode Fellenius. Hasil analisa stabilitas lereng
tanpa beban hujan pada kemiringan lereng 30◦, 45◦, dan 60◦ berturut-turut 1,39,
1,01 dan 0,72. Hasil analisa stabilitas lereng pada kondisi tidak ada hujan
menunjukan bahwa lereng pada kemiringan 45◦ dan lereng pada kemiringan 60◦
sudah longsor dengan nilai SF <1.07 Hasil analisa stabilitas lereng pada kondisi
tidak ada hujan menunjukan bahwa nilai SF mengalami penurunan stabilitas
lereng untuk kemiringan yang curam. Hasil analisa stabilitas lereng pada kondisi
hujan menunjukan bahwa lereng dengan kemiringan 30◦ berada dalam kondisi
kritis dengan nilai SF < 1,07 akibat intensitas hujan bulanan > 250 mm/bulan.
6
Hutomo (2014) melakukan penelitian untuk menganalisis potensi longsor di Desa
Sumbersari Das Tirtomoyo Wonogiri akibat curah hujan 2 harian berurutan. Data
hujan yang dihitung sebagai beban lereng diamati pada bulan basah yaitu hujan 2
harian yang terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Nopember, dan
Desember selama periode lima tahun antara 2007 – 2011. Tanah pada lokasi
penelitian adalah pasir berbutir halus. Stabilitas lereng dihitung menggunakan
metode Fellenius dengan variasi kemiringan yaitu 30°, 45°, dan 60°. Metode CN
(SCS) digunakan untuk menghitung kapasitas infiltrasi air hujan yang terjadi
sesuai tata guna lahan dan luasan masing-masing tata guna lahan tersebut. Tata
guna lahan menggunakan dua kondisi yang berbeda yaitu kondisi tutupan lahan
eksisting (Hutan 66,98%, Tegalan 20,51%, dan Rumput 12,51%) dan kondisi
tutupan lahan hutan (Hutan 100%). Hasil analisis menunjukkan bahwa lereng
dengan kemiringan 30° pada dua kondisi tutupan lahan di semua bulan
pengamatan mempunyai nilai SF di atas SF kritis (1,07). Lereng dengan
kemiringan 45° di bulan Maret tahun 2008 dan Maret tahun 2011 pada kondisi
tutupan lahan eksisting mempunyai nilai SF di bawah SF kritis sedangkan pada
kondisi tutupan lahan hutan mempunyai nilai SF di atas SF kritis. Lereng dengan
kemiringan 60° semua bulan pengamatan mempunyai nilai SF di bawah SF kritis.
Jika dibandingkan nilai SF sebelum terjadi hujan maka pada kondisi tutupan lahan
hutan cenderung mengalami penurunan nilai SF yang lebih kecil daripada kondisi
tutupan lahan eksisting
Tabel 2.1 Variasi penelitian analisa stabilitas lereng
Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Metode Analisis Beban Lereng
Sri Haryanti, dkkAnalisis Pengaruh Karateristik Hujan Terhadap Gerakan Lereng
Saluran Induk Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta
Metode MorgernsternDistribusi Hujan Periode Ulang 2 tahunan
Andika Zain N, dkk
Analisa Kestabilan Lereng Akibat Variasi Tinggi Muka Air Tanah (Lokasi desa Kemuning Kabupaten Jember, Jawa Timur)
Desa Kemuning, Kabupaten Jember, Jawa Timur
Metode MorgernsternPembasahan di Laboratorium
Janu Widayatno
Analisis Stabilitas Lereng di DAS Tirtomoyo Wonogiri Akibat Hujan Dua Hari Berurutan (Studi Kasus Desa Pagah, Hargantoro, Wonogiri)
Dusun Pagah, Hargantoro, Tirtomoyo, Wonogiri
Metode MorgernsternHujan Dua Hari Berurutan
Heny Pratiwi
Analisa Stabilitas Lereng Akibat Curah Hujan Bulanan Dengan Metode Fellenius di desa Sumbersari DAS Tirtomoyo Wonogiri
Desa Sumbersari, Tirtomoyo, Wonogiri
Metode Fellenius Hujan Bulanan
Hawin WidyoPengaruh Hujan 2 Harian Terhadap Stabilitas Lereng Di DAS Tirtomoyo Wonogiri
Desa Sumbersari, Tirtomoyo, Wonogiri
Metode FelleniusHujan Dua Hari Berurutan
Febrian Rizal Trisatya
Analisa Stabilitas Lereng di DAS Tirtomoyo Wonogiri dengan Metode Simplified Bishop Akibat Hujan Periode Ulang
Dusun Simpangan, Hargantoro, Tirtomoyo, Wonogiri
Metode Simplified Bishop
Hujan Periode Ulang
7
8
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Tanah
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang
relatif lepas terletak di atas batuan dasar. Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur
digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang
telah ditentukan. Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran, atau lebih
dari satu macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel
lempung saja, akan tetapi dapat bercampur dengan butir-butiran lanau maupun
pasir. (Hardiyatmo, 2010).
Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi
pada saat terbebani. Keruntuhan geser tanah terjadi bukan disebabkan karena
hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak relatif antara
butir-butir tanah tersebut. Pada peristiwa kelongsoran suatu lereng berarti telah
terjadi pergeseran dalam butir-butir tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimiliki
oleh suatu tanah disebabkan oleh :
Pada tanah berbutir halus (kohesif) misalnya lempung kekuatan geser yang
dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antar butir-butir
tanah (c soil).
Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena
adanya gesekan antara butir-butir tanah sehingga sering disebut sudut gesek
dalam (φ soil).
Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan kasar (c dan φ
soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena kohesi) dan
gesekan antara butir-butir tanah (karena φ).
Berat isi tanah (γ) diperlukan untuk perhitungan beban pada analisis stabilitas
lereng. Curah hujan akan merubah berat isi dari lapisan tanah pada lereng.
Perubahan tersebut cenderung menambah beban untuk lereng. Berat isi dibedakan
menjadi berat isi asli, berat isi jenuh, dan berat isi terendam air yang masing-
masing penggunaannya bergantung pada kondisi lapangan.
9
2.2.2. Pengertian Longsoran
Lereng merupakan suatu bentuk bentang alam yang memiliki kemiringan tertentu
terhadap bidang horisontal. Lereng dapat terjadi secara alamiah atau dibentuk oleh
manusia dengan tujuan tertentu. Jika permukaan membentuk suatu kemiringan
maka komponen massa tanah di atas bidang gelincir cenderung akan bergerak ke
arah bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat yang terjadi cukup besar,
dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut. Kondisi ini dapat dicegah jika
gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang berasal dari
kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.1.
(Sumber :Hardiyatmo, 2010)
Gambar 2.1 Kelongsoran Lereng
Bidang gelincir dapat terbentuk dimana saja di daerah-daerah yang lemah. Jika
longsor terjadi dimana permukaan bidang gelincir memotong lereng pada dasar
atau di atas ujung dasar dinamakan longsor lereng (slope failure) seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.2a. Lengkung kelongsoran disebut sebagai lingkaran
ujung dasar (toe circle), jika bidang gelincir tadi melalui ujung dasar maka disebut
lingkaran lereng (slope circle). Pada kondisi tertentu terjadi kelongsoran dangkal
(shallow slope failure) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2b. Jika longsor
terjadi dimana permukaan bidang gelincir berada agak jauh di bawah ujung dasar
dinamakan longsor dasar (base failure) seperti pada Gambar 2.2c. Lengkung
kelongsorannya dinamakan lingkaran titik tengah (midpoint circle) (Braja M. Das,
2002). Proses menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk
keadaan tanah
setelah longsor
bidang gelincir
10
sepanjang permukaan longsor yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari
tanah yang bersangkutan dinamakan dengan Analisis Stabilitas Lereng (Slope
Stability Analysis).
2.2.3. Mekanisme Longsoran
Mekanisme suatu longsoran sangat sulit diprediksi waktu dan penyebab terjadinya
sehingga keadaan suatu lereng yang dianggap stabil juga tidak dapat dinyatakan
aman dari longsor. Mekanisme terjadinya longsor baru dapat diketahui pasca
terjadinya longoran dengan meneliti penyebab-penyebabnya.
Menurut Hardiyatno (2010) dalam Mekanika Tanah II, stabilitas lereng
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
a. Gaya-gaya yang menggerakkan, contohnya berat sistem tanah
b. Gaya rembesan dalam lereng
c. Kemiringan dari bidang longsor
d. Kuat geser pada bidang longsor
e. Pengurangan kuat geser pada bidang longsor oleh tekanan hidrostatik
Pada penelitian ini, faktor faktor yang akan dianalisa adalah gaya-gaya yang
menggerakan, kuat geser dan kemiringan dari bidang longsor.
2.2.4. Analisis Stabilitas Lereng
Suatu lereng dikatakan stabil jika lereng tersebut tidak mengalami pergerakan dan
tidak berpotensi mengalami pergerakan. Kondisi tersebut dapat tercapai jika
besarnya komponen gaya penahan pada lereng lebih besar dibanding komponen
gaya penggerak lereng (Hardiyatmo, 2010)
Angka keamanan (SF) didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang
menahan dan gaya yang menggerakkan .Rumus factor aman bisa dilihat dalam
persamaan 2.1a
SF= ττd
(2.1a)
τ : tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah (kN/m2)
11
τd : tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
(kN/m2)
Menurut teori Mohr-Coulomb, besarnya kohesi tanah tergantung pada jenis tanah
dan kepadatannya namun tidak tergantung pada tegangan yang bekerja pada
bidang gesernya. Sedangkan gesekan antar butir tanah berbanding lurus dengan
tegangan pada bidang gesernya. Secara umum teori diatas digambarkan pada
Gambar 2.2.
(Sumber :Hardiyatmo, 2010)
Gambar 2.2. Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Berdasarkan Gambar 2.4, maka tahanan geser (τ) yang dapat dikerahkan oleh
tanah di sepanjang bidang longsornya, dapat dinyatakan oleh persamaan 2.1b :
τ = c + σ tan φ (2.1b)
Dimana : c = kohesi tanah (kN/m2)
σ = tegangan normal (kN/m2)
φ = sudut gesek dalam tanah (o)
Dengan cara yang sama, dapat dituliskan persamaan tegangan geser yang terjadi
(τd) akibat beban tanah dan beban-beban lain pada bidang longsornya :
τ d=cd +σ tan φd , dengan cd danφ d adalah kohesi dan sudut gesek dalam yang
terjadi atau yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada bidang longsornya.
τ = c + σ tan φ
12
Persamaan tersebut juga dapat berlaku pada tegangan geser penahan tanah,
sehingga persamaan SF dapat dilihat pada persamaan 2.2:
SF = c+σ tan φ
cd+σ d tan φd (2.2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng sehingga mendorong
terjadinya pergerakan lereng yaitu topografi, kondisi geologi (litologi dan struktur
geologi), hidrologi, vegetasi, karakteristik tanah/batuan penutup lereng, gempa
bumi dan iklim (Hutchinson, 1984 dalam Bismoseno,2006).
Varnes (1958) dalam Bismoseno (2006) menguraikan faktor-faktor
ketidakstabilan suatu lereng dalam dua kelompok antara lain :
1. Tegangan geser yang meningkat yang disebabkan oleh bertambahnya
beban lereng ( bangunan dan timbunan pada bagian atasnya), hilangnya
dukungan lateral (pemotongan dan penggalian pada kaki lereng),
perubahan muka air yang berbatasan dengan lereng yang berlangsung
cepat (sudden draw down), meningkatkan tegangan lateral (celah-celah
retakan terisi oleh air), dan akibat beban gempa yang terjadi.
2. Terjadinya pengurangan tahanan geser yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan air pori yang mengurangi tegangan efektif
(infiltrasi air hujan ke dalam lereng, tidak terkontrolnya aliran air dalam
drainase, gempa bumi yang menyebabkan tekanan air murni),
pengembangan pada tanah lempung, pelapukan dan degradasi sifat kimia
serta keruntuhan progresif karena melemahnya tegangan geser.
Pemisahan longsoran biasanya dimulai dari titik-titik lemah seperti retakan
pada batuan tua, retakan pada lereng sendiri, atau pada batas antar lapisan tanah,
dan berawal dari gerakan lambat yang semakin cepat sampai pada akhirnya massa
tanah yang longsor terlepas dari asalnya (Krynine, 1957 dalam Bismoseno, 2006)
2.2.5 Metode Bishop yang Disederhanakan (Simplified Bishop Method).
Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanahnya
memberikan bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak menentu, cara yang
lebih cocok adalah dengan metode irisan (method of slice).
13
Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran longsor, terutama
dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dengan metode irisan, massa
tanah yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal. Kemudian,
keseimbangan dari tiap-tiap irisan diperhatikan. Gaya-gaya yang bekerja pada
irisan diperlihatkan pada gambar 2.3.
(a) Detail Potongan Irisan
(b) Gaya yang Berlaku(Sumber : Hardiyatmo ,2010)Gambar 2.3 Detail Potongan Irisan dan Gaya yang Berlaku Menurut Metode
Irisan
Keterangan :
14
X1 dan Xr
E1 dan Er
=
=
Gaya geser efektif di sepanjang sisi irisan
Gaya normal efektif di sepanjang sisi irisan
Ti = Resultan gaya geser efektif yang bekerja di sepanjang dasar irisan
Ni = Resultan gaya normal efektif yang bekerja di sepanjang dasar irisan
U1, Ur = Tekanan air pori yang bekerja di kedua sisi irisan
Ui
R
=
=
Tekanan air pori di dasar irisan
Jari-jari lingkaran bidang longsor
Wi = Berat masa tanah irisan ke-i
Өi = Sudut antara jari-jari lingkaran dengan garis kerja masa tanah
bi = Lebar lapisan
Metode Bishop disederhanakan (Bishop, 1955) menganggap bahwa gaya-gaya
yang bekerja pada sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal.
Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan
tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan memperhatikan
faktor aman sehingga dapat disimpulkan dalam bentuk persamaan 2.3 :
SF=
∑i=1
i=n
[ c' bi +W i (1- ru ) ](1Cos θi (1+tg θi tg φ ' / S F ) )∑i=1
i=n
W i Sin θ i
(2.3)
Keterangan :
SF = Faktor aman
c’ = Kohesi tanah efektif (kN/m2)
φ ' = Sudut gesek dalam tanah efektif (derajat)
bi = Lebar irisan ke-i (m)
Wi = Berat irisan tanah ke-i (kN)
θi = Sudut yang didefinisikan (derajat)
ui = Tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
15
Rasio tekanan air pori (pore water pressure) didefinisikan dalam persamaan 2.4:
r u =u . bW
=uγh
(2.4)
Keterangan :
ru = Rasio tekanan air pori
u = Tekanan air pori (kN/m2)
b = Lebar irisan (m)
γ = Berat volume tanah (kN/m3)
h = Tinggi irisan rata-rata (m)
Untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan secara manual, Gambar 2.4
dapat digunakan untuk menentukan nilai dari fungsi Mi, dengan
Mi=cosθi (1+tgθ i tg φ' /SF ) (2.5)
(Sumber :Hardiyatmo, 2010)Gambar 2.4 Diagram untuk Menentukan Mi (Janbu dkk, 1956)
Menurut Bowles (1989) nilai dari faktor keamanan berdasarkan intensitas
kelongsorannya seperti tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Hubungan nilai SF dan kejadian longsorNilai SF Intensitas atau Kejadian Longsor
SF <1,07 Longsor biasa terjadi/sering (lereng labil)
16
1,07 < SF < 1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
SF > 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
(Sumber : Bowles ,1989)
2.2.6. Hujan
2.2.6.1. Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung hujan wilayah
diantaranya adalah metode rata-rata aljabar, polygon thiessen, dan ishoyet. Dari
tiga metode tersebut penulis memilih menggunakan metode polygon thiessen
yang dalam aplikasinya sangat sederhana.
2.2.6.2. Metode Thiessen
Metode polygon thiessen lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya
karena setiap bagian wilayah tangkapan hujan diwakili secara proporsional
dengan satu alat penangkap hujan. Penggunaan metode ini sangat sederhana
dimana setiap stasiun hujan dihubungkan menjadi satu garis kemudian ditarik
garis lurus atau ditarik garis berat tiap satu garis penghubung. Sehingga
membentuk luasan tiap stasiun hujan, seperti yang tergambar dalam 2.5 berikut ini
Gambar 2.5 Metode Poligon Thiessen
(Sumber: ttp://komunitas-atlas.blogspot.com/2010/05/curah-hujan-rara-rata.html)
------ = Batas
DAS,
Batas daerah aliranaliran
17
= Batas Poligon,
= Sungai,
= Stasiun Hujan A,B,C,D
Berdasarkan gambar diatas maka untuk encari hujan wilayah dapat diformulasikan
sesuai dengan persamaan 2.6 di bawah ini :
P=A1 . P1+A 2 . P2 +…+ An. Pn
A1 + A2+…+ An(2.6)
(sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)
Keterangan :
P = curah hujan wilayah
P1,P2 = curah hujan di penangkaran pos 1 dan 2
Pn = curah hujan di penangkaran pos –n
A1,A2 = luas areal polygon 1, 2
An = luas areal polygon n
2.2.6.3. Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Dalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian
ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi
berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan
frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi
yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent), terdistribusi secara
acak, dan bersifat stokastik.
Periode ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu
akan disamai atau dilampaui. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik
data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di
masa yang akan datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di
masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.
Parameter-parameter statistik Cs (Koefisien Skewness) dan Ck (Koefisien
Kurtosis), dan S (Standar Deviasi) diperlukan untuk menentukan macam analisis
frekuensi yang dipakai
18
Standar Deviasi (S) dihitung dengan persamaan :
S=√∑1=l
n
(( X−X )2 )
n−1
(2.7)
Koefisien kepencengan/skewness (Cs) dihitung dengan persamaan :
Cs =n . Σ(X−X )3
(n−1)(n−2)S4 (2.8)
Koefisien kepuncakan/curtosis (Ck) dihitung dengan persamaan :
Ck = n2 .∑
1=l
n
((X−X )4 )
(n−1 ) (n−2 ) (n−3 ) . S4
(2.9)
dimana :
n = jumlah data
X = rerata data hujan (mm)
S = standar deviasi (standar deviasi)
X = data hujan (mm)
2.2.6.4. Hujan Periode Ulang
Pearson telah mengembangkan banyak model matematik fungsi distribusi untuk
membuat persamaan empiris dari suatu distribusi. Ada 12 tipe distribusi Pearson,
namun hanya distribusi log Pearson III yang banyak digunakan dalam hidrologi,
terutama dalam analisis data maksimum. Bentuk distribusi log Pearson III
merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson III dengan transformasi
variat menjadi nilai log. (Bambang Triatmodjo, 2008). PDF(probability density
function) dari distribusi log pearson III dirumuskan sesuai dengan persamaan
2.10:
19
p ( x )=¿ xγ−1 e−x/ β
βγ T (γ )(2.10)
Dengan β dan γ adalah parameter
Rerata dari distribusi gamma adalah βγ ,varians adalah β2 γ, dan kemencengan
adalah 2/(γ )1/2 . Persamaan CDF(cumulative density function) dirumuskan dalam
persamaan 2.11 :
T ( γ )=∫0
∞
xγ−1 e−x dx (2.11)
Metode Log Pearson III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai
model matematik dengan persamaan 2.12 sebagai berikut (Soemarto, 1999) :
Y = + k.S Ӯ (2.12)
di mana :
Y = Nilai logaritmik dari X atau log X
X = Curah hujan (mm)
Ӯ = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = Deviasi standar nilai Y
K = Karakteristik distribusi peluang Log-Pearson tipe III, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.3.
Distribusi Log Pearson III digunakan apabila parameter statistik Cs dan Ck
mempunyai nilai selain dari parameter statistik untuk distribusi yang lain (normal,
log normal , Gumbel).
Penggunaan metode log Pearson III dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah berikut ini:
-Data debit banjir maksimum tahunan disusun dalam tabel.
-Hitung nilai algoritma dari data debit banjir tersebut dengan transformasi
yi = ln xi (2.13)
atau
yi = log xi (2.14)
20
-Hitung nilai rerata Ӯ, deviasi standar sy , koefisien kemencengan Csy dari niai
logaritma yi .
-Dihitung nilai yi. Untuk persamaan berbagai periode ulang yang dikehendaki
dengan menggunakan persamaan
-Hitung debit banjir xr untuk setiap periode ulang dengan menghitung anti-lognya:
xT = arc ln y (2.15)
atau
xT = arc log y (2.16)
Tabel 2.3 Nilai KT untuk Distribusi Pearson III (kemencengan positif)
Tahun 2 5 10 25 50 100 200 1000
Z 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
Cs
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,150
2,9 -0,390 0,440 1,195 2,270 3,134 4,013 4,909 7,030
2,8 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 4,847 6,920
2,7 -0,376 0,479 1,224 2,272 3,093 3,932 4,783 6,790
2,6 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889 4,718 6,670
2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,550
2,4 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 4,581 6,420
2,3 -0,341 0,555 1,274 2,248 2,997 3,753 4,515 6,300
2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,170
2,1 -0,319 0,592 1,294 2,230 2,912 3,656 4,372 6,040
2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,9 -0,294 0,627 1,310 2,207 2,881 3,553 4,223 5,780
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,640
1,7 -0,268 0,660 1,324 2,179 2,815 3,444 4,069 5,510
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,370
1,5 -0,240 0,690 1,333 2,146 2 .743 3,330 3,910 5,230
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,100
1,3 -0,210 0,719 1,339 2,108 2,666 3,211 3,745 4,960
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,810
1,1 -0,180 0,745 1,341 2,066 2,585 3,087 3,575 4,670
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,530
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,390
21
0,8 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 3,312 4,240
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,100
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,810
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,520
0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,230
0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090(Sumber : Bambang Triatmodjo, 2008)
Tabel 2.4 Nilai KT untuk distribusi Pearson III (kemencengan negatif)
Tahun 2 5 10 25 50 100 200 1000
Z 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
Cs
0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,954 2,178 2,380 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,670
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,530
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,270
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,140
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,020
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,900
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,790
-1,1 0,180 0,848 1,107 1,324 1,435 1,518 1,581 1,680
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,580
-1,3 0,210 0,838 1,064 1,240 1,324 1,383 1,424 1,480
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,390
-1,5 0,240 0,825 1,018 1,157 1,217 1,256 1,282 1,310
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,240
-1,7 0,268 0,808 0,970 1,075 1,116 1,140 1,155 1,170
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,096 1,097 1,097 1,110
-1,9 0,294 0,788 0,920 0,996 1,023 1,037 1,044 1,050
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,956 0,980 0,990 0,995 1,000
-2,1 0,319 0,765 0,869 0,923 0,939 0,946 0,949 0,950
22
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,3 0,341 0,739 0,819 0,855 0,864 0,867 0,869 0,870
-2,4 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832 0,833 0,833
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,800
-2,6 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769 0,769 0,770
-2,7 0,376 0,681 0,724 0,738 0,740 0,740 0,741 0,740
-2,8 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714 0,714 0,714
-2,9 0,390 0,651 0,681 0,683 0,689 0,690 0,690 0,690
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,670(Sumber : Bambang Triatmodjo, 2008)
2.2.7. Analisa SCS-CN
Metode CN didasarkan atas hubungan infiltrasi pada setiap jenis tanah dengan
jumlah curah hujan yang jatuh pada setiap kali hujan. Total curah hujan yang
jatuh pada setiap hujan (P) di atas tanah dengan potensi maksimal tanah untuk
menahan (retention) air (S) tertentu, akan terbagi menjadi tiga komponen; Air
larian (Q), Infiltrasi (F) dan Abtraksi awal (Initial Abstraction: Ia),sehingga
dirumuskan dalam persamaan 2.17:
Q = (P - Ia)2/(P – Ia) + S
(2.17)
Menurut hasil pengalaman empiris di banyak tempat (di AS) diperoleh:
Ia = 0,2 S
(2.18)
Dan dari hubungan di atas maka nilai Q bisa diperoleh dari input P berdasarkan persamaan 2.19:
Q = (P – 0,2S)2/(P + 0,8S)
(2.19)
Q dan P dapat diketahui dari hasil pengukuran, sedangkan S dan Ia merupakan
parameter yang tidak diketahui. Penetapan nilai S dilakukan dengan melalui nilai
runoff Curve Number (CN) dirumuskan dalam persamaan 2.20 :
23
S = (25400/CN) – 254 S dalam satuan mm
(2.20)
CN adalah indeks yang mencerminkan kombinasi faktor-faktor
hidrologis tanah yang merupakan fungsi dari tiga faktor : jenis
(tekstur) tanah, tutupan lahan, dan kelembapan tanah awal.
SCS membagi tanah menjadi empat kelas (A, B, C, dan D) seperti
diperlihatkan pada tabel 2.5. Pembagian tutupan lahan menjadi
21 kelas dan pembagian kelembapan tanah awal (antecedent
moisture classes: AMC) menjadi tiga kelas diperlihatkan pada
tabel 2.6. Nilai CN berada pada kisaran antara 0 sampai 100.
Apabila P dan Q sudah diketahui maka berarti S juga sudah diketahui sehingga Ia
dan F dapat dihitung. Sehingga dapat dirumuskan dalam persamaan 2.21:
F = (P-Ia)-Q
(2.21)
Maka kita akan dapat mengetahui nilai infiltrasi yang terjadi pada sebuah area
dengan tutupan lahan tertentu.
Tabel 2.5 Pengelompokan Tanah Hidrologi
Jenis Tanah Tingkat Perembesan Kelompok
Pasiran dalam Tinggi A
Pasiran dangkal dan tekstur Sedang B
Tekstur menengah/berat dan dangkal Rendah C
Lempung atau lapisan keras di bawah permukaan tanah
Sangat Rendah D
(sumber : Engineering Handbook dalam Analisis Bendung Brangkal )
Tabel 2.6 Modifikasi Angka-angka Kurve Limpasan untuk Jawa (AMC II)
Tata Guna Tanah dan PerlakuannyaKondisi
Hidrologi
Kelompok Tanah
Hidrologi
B C D
24
TegalanTanaman yang ditanam sejajar, seperti : jagung, tebu, singkong, dan berkontur berteras-teras
JelekBagus
7471
8078
8281
Tanaman berbiji kecil seperti : padi gogo, berkontur dan berteras-teras
JelekBagus
7270
7978
8281
Padang rumput, berkontur JelekSedangBagus
675935
817570
888379
DAERAH PEGUNUNGANPadang rumput
Hutan
JelekSedangBagus
JelekSedangBagus
796961
666055
867974
777370
898480
837977
KAMPUNG/PEKARANGANKOTA
JelekSangat-Jelek
6682
7787
8389
(sumber : Engineering Handbook dalam Analisis Bendung Brangkal )