60
BAB 3 ANALISA KASUS 3.1. Definisi Sindrom Down Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. 5 Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari tipe ini. 5 Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus. 5 Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai kelebihan kromosom 21. 24

BAB 3

  • Upload
    wiliya

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

srhgf

Citation preview

Page 1: BAB 3

BAB 3

ANALISA KASUS

3.1. Definisi Sindrom Down

Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena

individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka

mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja.

Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan

mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta

gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. 5

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik.

Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai

tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down

adalah dari tipe ini. 5

Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan

berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang

menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita

sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus. 5

Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang

mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan

biasanya kondisi si penderita lebih ringan.5

3.2. Etiologi

Sindroma Down disebabkan oleh trisomi 21, autosomal trisomi yang paling

sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas sitogenik pada fenotipe Sindroma

Down adalah: trisomi 21 (47, +21), di mana terdapat sebuah salinan tambahan pada

kromosom 21, diperkirakan 94%. Translokasi Robertsonian pada kromosom 21,

sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian adalah penyusunan seluruh lengan pada

kromosom akosentrik (kromosom manusia 13-15, 21, dan 22) dan juga bisa berupa

sebuah translokasi antara kromosom 21 (atau ujung 21q saja) dan sebuah kromosom

nonakrosentrik. Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi pada 2-3% kasus. Pada

24

Page 2: BAB 3

bentuk ini, terdapat dua kelompok sel: sebuah sel normal dengan 46 kromosom dan

kelompok lain dengan trisomi 21. 5

Diperkirakan 5% kasus kromosom ekstra 21 muncul diakibatkan oleh kesalahan

pada mitosis. Kasus ini tidak berkaitan dengan meningkatnya umur ibu.

Translokasi trisomi 21, yaitu ketidakseimbangan translokasi Robertsonian,

seluruh lengan panjang pada sebuah kromosom ditranslokasikan ke lengan panjang

pada sebuah kromosom akosentrik melalui penggabungan sentral. Pada Sindroma

Down, bentuk yang paling umum adalah translokasi yang mengenai kromosom 14 dan

21. Individu yang memiliki 46 kromosom, tetapi kromosom 14 mengandung lengan

panjang kromosom 14 dan 21. Hal ini memberikan tiga salinan pada lengan panjang

kromosom 21 (dua berasal dari kromosom 21 dan yang ketiga berasal dari lengan

panjang yang ditranslokasikan dari kromosom 14). 5

Mayoritas translokasi Robertsonian yang mengakibatkan trisomi 21 adalah

mutasi yang baru. Mereka hampir selalu berasal dari ibu dan terjadi terutama selama

oogenesis. Sindroma Down yang disebabkan oleh mekanisme ini tidak berhubungan

dengan umur ibu.5

Gambar 3.1 Kelebihan Kromosom 21 Pada Penderita Sindrom Down

25

Page 3: BAB 3

Gambar 3.2 Terjadinya Trisomi 21 Pada Penderita Sindrom Down

3.3 Genetika

Adanya Down Syndrome Critical Region (DSCR), sebuah segmen kecil pada

kromosom 21 yang mengandung gen-gen yang bertanggung jawab pada ciri-ciri utama

Sindroma Down, telah mendominasi penelitan Sindroma Down pada tiga dekade

terakhir. Gen-gen yang terdapat pada daerah 5,4Mb ini dikelompokkan menjadi

DSCR1 dan DSCR 2. 7

Gen-gen yang terlibat dalam Sindroma Down adalah:

Superoxide Dismutase (SOD1) -- overexpression menyebabkan penuaan dini dan

menurunnya fungsi sistem imun. Gen ini berperan dalam demensia pada tipe

Alzheimer

COL6A1 -- overexpression menyebabkan cacat jantung.

ETS2 -- overexpression menyebabkan abnormalitas skeletal.

CAF1A -- overexpression menyebabkan detrimental pada sintesis DNA

Cystathione Beta Synthase (CBS) -- overexpression menyebabkan gangguan

metabolisme dan perbaikan DNA

DYRK -- overexpression menyebabkan retardasi mental.

CRYA1 -- overexpression menyebabkan katarak.

GART -- overexpression menyebabkan gangguan sintesis dan perbaikan DNA

IFNAR – gen yang mengekspresiakn interferon, overexpression mempengaruhi

sistem imun dan organ sistem lainnya. 7

26

Page 4: BAB 3

3.4 Faktor Risiko

Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan

bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas

35 tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas

terhadap risiko mendapat bayi dengan sindrom Down. 8

Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah

lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau

jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama.

Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan

bapaknya normal. 8

Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur

ibu yang hamil:

- 20 tahun: 1 per 1,500

- 25 tahun: 1 per 1,300

- 30 tahun: 1 per 900

- 35 tahun: 1 per 350

- 40 tahun: 1 per 100

- 45 tahun: 1 per 30

3.5 Skrining

Selama 20 tahun terakhir, teknologi baru telah meningkatkan metode deteksi

kelainan janin, termasuk sindrom Down. Dalam deteksi sindrom Down dapart

dilakukan deteksi dini sejak dalam kehamilan. Dapat dilakukan tes skrening dan

tes diagnostik. Dalam tes diagnostik, hasil positif berarti kemungkinan besar pasien

menderita penyakit atau kondisi yang memprihatinkan. skrining, tujuannya adalah

untuk memperkirakan risiko pasien yang memiliki penyakit atau kondisi. Tes

diagnostik cenderung lebih mahal dan memerlukan prosedur yang rumit; tes skrining

cepat dan mudah dilakukan.Namun, tes skrining memiliki lebih banyak peluang untuk

salah: ada “false-positif”  (test menyatakan kondisi pasien ketika pasien benar-benar

tidak) dan “false-negatif” (pasien memiliki kondisi tapi tes menyatakan dia / dia

tidak). 6

27

Page 5: BAB 3

3.5.1 Maternal Serum Screening

Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP),

unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat tes

standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel tes.”Tes ini merupakan independen

pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah),

dapat menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom Down.Selama lima belas

tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke-18. 6

Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna bahkan lebih

awal.

Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati janin,

dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP menurun

dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari biasanya.

Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan yang

dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down

kehamilan.

Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan

digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu dari

hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada

kehamilan.

Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk

menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A

meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.

PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester

pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan. 6

Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin (usia

kehamilan). Analisis yang benar komponen yang berbeda tergantung pada usia

kehamilan mengetahui dengan tepat. Cara terbaik untuk menentukan bahwa adalah

dengan USG. 6

3.5.2 Ultrasound Screening (USG Screening)

Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi

usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu

siklus haid terakhir). Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah

28

Page 6: BAB 3

alam medis serius, seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada

cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.

Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan. 6

Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG bahwa

beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki hubungan yang bermakna

dengan sindrom Down. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa

dokter kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin

mengalami sindrom Down atau abnormalitas kromosom lain. echogenic pada usus,

echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis). Marker ini sebagai

tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang tua harus diingat bahwa setiap

penanda dapat juga ditemukan dalam persentase kecil janin normal. Penanda yang

lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin

dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil USG dari janin tanpa

kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung

dan dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini. 6

Penting untuk diingat bahwa meskipun kombinasi terbaik dari temuan USG dan

variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik. Untuk benar diagnosis, kromosom

janin harus diperiksa. 6

3.5.3 Amniosentesis

Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di

rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum

dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk

memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini mengandung

sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu

untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak. 6

Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;

beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek samping

kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah

itu. Ada sedikit peningkatan risiko keguguran: tingkat normal saat ini keguguran

kehamilan adalah 2 sampai 3%, dan amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan

1/2 sampai 1%. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan

karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan. 6

29

Page 7: BAB 3

Rekomendasi saat ini  wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom

Down dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis. Ada

kontroversi mengenai apakah akan menggunakan risiko pada saat penyaringan atau

perkiraan resiko pada saat kelahiran. (Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena

banyak janin dengan Down syndrome membatalkan secara spontan sekitar waktu

penyaringan atau sesudahnya. 6

3.5.4 Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)

Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan

diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi

kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan dengan

cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah

tabung ke dalam rahim melalui vagina. 6

CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan. Efek

samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis (di atas). Risiko keguguran

setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan

risiko keguguran normal 3 sampai 5%. Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter

lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran. 6

3.6 Patogenesis

Antara etiologi dari sindrom Down adalah non-disjunction yang menghasilkan

kromosom ekstra (trisomi 21), translokasi Robertsonian dan mosaicism. Non-disjunction

adalah disebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah pada meiosis I (75%) maupun

meiosis II. Hal ini menyebabkan kromosom tersebut bermigrasi bersama-sama dan

menghasilkan 1 sel dengan dua kromosom dan 1 sel lagi tidak mempunyai kromosom. Jika

nondisjunction terjadi pada meiosis I, masing-masing dari salinan berasal dari kromosom

yang berbeda; namun jika nondisjunction terjadi pada meiosis II, masing-masing dari

salinan berasal dari kromosom yang sama. 8

30

Page 8: BAB 3

Gambar 3.3

Translokasi merupakan perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel. Bayi

dengan sindrom Down tipe translokasi Robertsonian akan mempunyai 46 kromosom, salah

satunya mempunyai badan genetik dari kromosom 14 dan 21. Sindrom Down tipe

translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan, namun akan meningkatkan

risikonya pada orang tua yang merupakan carrier (familial sindrom Down).8

31

Page 9: BAB 3

Mosaicism merupakan tipe yang sangat jarang. Pada tipe mosaicism, embrio

memiliki 2 deretan sel dengan kromosom yang berbeda meskipun berasal dari zigot

tunggal yang berbeda yang disebabkan oleh nondisjunction atau lambatnya penyatuan

kromosom pada awal embriogenesis atau pada saat pembelahan sel. Tidak ada peningkatan

risiko pada orang tua dengan autosomal mosaicism untuk melahirkan anak sindrom Down

tipe mosaicism pada kelahiran berikutnya.8

3.7 Mortalitas/Morbiditas

Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan.

Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga

berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang

menentukan usia penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia

Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia

duodenal dan leukemia akan meningkatkan mortalitas. 9

Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi

karena mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang

membesar dan adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat

menimbulkan obstruksi pada saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat

menyebabkan Serous Otitis Media, Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia,

Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri Pulmonal yang disertai dengan cor

pulmonale dan gagal jantung. 9

Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak

stabil dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan

pendengaran, visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan

keterbatasan kepada anak – anak dengan sindrom Down dalam meneruskan

kelangsungan hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah dalam pembelajaran,

proses membangunkan upaya berbahasa, dan kemampuan interpersonal. 9

3.8 Perkembangan Anak dengan Sindrom Down10,11

Bayi baru lahir (0 – 4 mgg)

Perkembangan Motorik kasar :

Bayi baru lahir dengan down sindrom biasanya terkulai dibanding bayi baru

lahir dengan normal. Bayi kurang dapat memisahkan lengannya ketika kita

merubah posisinya, posisi “frog legs” didapati saat bayi telentang.

32

Page 10: BAB 3

Sedangkan saat tengkurap tangan bayi akan lurus dengan garis tubuh, dan

bokong lebih datar dibandingkan dengan bayi normal.

Perkembangan Motorik halus :

Seperti bayi normal lainnya, bayi dengan down sindrom pada saat ini

menggenggam seperti kepalan tangan setiap saat. Bayi menggenggam rapat

sekali sesuatu yang menempel pada tangannya.

Perkembangan Personal dan sosial :

Bayi dengan down sindrom kadanng sangat sensitif dan menangis untuk

sesuatu yang tidak ada sebabnya. Tangisan bayi biasanya lembut kerena

suara yang lemah dari antara otot tulang iga dan otot atas abdomen. Otot

digunakan untuk mendorong udara dari dada selama menangis.

Perkembangan Bahasa :

Seperti bayi baru lahir normal, bayi baru lahir dengan down sindrom

biasanya sangat responsif untuk semua suara yang ia dengar. Jari – jari

mereka akan tersentak kaget dan mengangkat lengan saat merespon bunyi

suara (moro reflek).

Tahun pertama (1 bulan – 1 tahun)

Selama tahun pertama, rata – rata bagi dengan down sindrom mengalami

kemajuan yang cepat pada seluruh area perkembangan. Hal ini paling nyata terlihat

pada enam bulan ke dua. Perubahan yang paling signifikan terutama pada respon

anak.

Perkembangan Motorik kasar :

Selama enam bulan pertama perkembangan motorik kasar pada bagian yang

tonusnya lemah sering mengalami keterbelakangan dari pada area yang lain.

Setelah periode ini, perkembangan motorik kasar sama cepatnya dengan

bagian lain yang sedang berkembang meskipun perkembangan tonusnya

tetap lambat. Pada akhir tahun pertama ini, rata – rata bayi dengan down

sindrom dapat duduk sendiri tanpa bantuan orang lain. Jika tubuhnya

diposisikan telungkup maka akan mencoba untuk merangkak walaupun

gerakannya sangat lambat.

Perkembangan Motorik halus :

Menjelang pertengahan tahun pertama, rata – rata anak dengan down

sindrom melai berusaha untuk mengambil objek yang ada diluar

genggamannya. Anak mulai memasukan benda kedalam mulutnya,

33

Page 11: BAB 3

menggoyang atau mengguncang benda tersebut. Pada tahap ini konsep anak

sudah berkembang, anak akan tertaraik melihat sesuatu benda yang menarik

maka benda itu akan terus dilihatnya dari pada melakukan sesuatu yang

telah dilakukan sebelumnya sampai benda itu menghilang.

Perkembangan Personal dan sosial :

Pada tahun pertama terjadi peningkatan responsif pada anak dengan down

sindrom ketika berusia 2 – 3 bulan. Saat melihat orang tuanya anak akan

menunjukan wajah kegembiraan. Sejak bulan ketiga anak mulai mengenali

wajah orang dan akan menunjukan sikap tidak senang jika dipegang orang

asing. Respon ini berbeda pada tiap tingkatan umur, tergantung bagaimana

kontak atau hubungan dengan orang lain sejak dari kecil.

Pada akhir tahun pertama, mulai jelas terlihat bahwa anak mulai lebih

lincah, tegas dan bersemangat juga mempertahankan mainan yang diambil

darinya. Anak juga sudah mulai dapat minum sendiri dengan menggunakan

cangkir yang ada peganggannya.

Perkembangan Bahasa :

Tangisan merupakan komunikasi anak pada lingkungan disekitarnya. Orang

tua harus bisa mengenal apa yang ingin disampaikan dari tangisan tersebut.

Pada usia delapan bulan anak rata – rata berceloteh sebagai latihan

berbicara.

Perkembangan Kognitif :

Perkembangan kognitif dapat dilahat jelas pada umur delapan bulan, anak

mulai mengerti bahwa suatu benda dikatakan tidak ada jika benda itu tidak

terlihat oleh pandangannya, dan mengenal wajah – wajah yang familiar

baginya.

Tahun kedua (usia 1 – 2 tahun)

Perkembangan Motorik kasar :

Selama tahun kedua rata – rata anak dengan down sindrom secara perlahan

mulai berlatih untuk berdiri, setelah merangkak. Tetapi anak dengan down

sindrom kadang tidak melalui tahap merangkak. Anak dengan down

sindrom mengalami kelemahan pada tungkai yang menyebabkan anak

bergerak mendorong dengan kedua tangannya. Kadang – kadang anak akan

berguling kesisi lain agar berpindah tempat.

Perkembangan Motorik halus :

34

Page 12: BAB 3

Anak mampu dalam mengambil benda – benda yang kecil dan mampu

menunjuk benda – benda yang dilihatnya dengan menggunakan jari. Pada

akhir tahun ke-2 anak mampu menggenggam piala, cangkir dengan baik.

Anak juga dapat bermain cilukba dan melambaikan tangannya saat

temannya menjauhinya.Pada tahap ini anak belajar cara memegang suatu

objek dan belajar melepaskan objek tersebut. Suatu saat timbul dalam

pikiran anak, jika ia melepaskan objek dalam genggamannya ia merasa

objek tersebut terbang dari genggamannya. Kejadian seperti ini

menyebabkan orang tua menjadi frustasi terutama ketidaksabaran orang tua

dalam mengajarkan keterampilan – keterampilan pada anaknya. Orang tua

semestinya dapat berperan dalam mendorong anaknya untuk melakukan

aktivitas yang dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak.

Perkembangan Pribadi dan sosial :

Proses sosialisasi anak dengan down sindrom memiliki perbedaan dengan

anak normal. Tetapi saat hari pertama kelahiran anak mengalami suatu

perubahan yang temporer. Anak akan merasa nyaman bila bersama dengan

orang yang dikenalnya, dan akan menangis bila didekat orang yang tidak ia

kenal. Namun seiring dengan waktu anak akan mampu berinteraksi dengan

orang lain ditandai dengan bersikap ramah terhadap orang lain secara

spontan.

Perkembangan Bahasa :

Anak mendapat suatu pemahaman yang menyangkut objek yang umum

yang didapat melalui permainan . anak juga mampu menyelesaikan

permintaan sederhana seperti usulan dan memberikan objek yang sering

dipegang anak. Anak dengan down sindrom hanya mampu mengucapkan

satu per satu kata, anak mampu memahami sesuatu dibandingkan

kemampuan nya untuk mengatakan nama benda tersebut.

Perkembangan Kognitif :

Anak dapat membanting – banting mainan yang ia pegang dan memasukan

mainan tersebut ke mulutnya. Jika anak tidak menemukan suatu objek yang

ia inginkan, akan berusaha mencapai objek yang diinginkannya,

pemahaman anak tentang suatu objek semakin berkembang .

Pada masa ini peran orang tua sangat penting dalam menstimuli

perkembangan anaknya seperti berkomunikasi dengan anak saat bermain,

35

Page 13: BAB 3

menyediakan permainan yang meningkatkan perkembangan anak seperti

gambar – gambar. Orang tua tidak perlu menghukum atau mengomentari

anak saat anak menyebutkan kata – kata dengan salah tetapi orang tua dapat

mengulang kata yang diucapkan anak dengan benar. Perlu juga menjauhi

benda – benda yang dapat menyebabkan luka pada anak.

Usia toddler (2 – 3 tahun)

Perkembangan Motorik kasar :

Antara usia 2 – 3 tahun, rata – rata anak dengan down sindrom mampu

beradaptasi dengan perkembangan motorik kasar. Di akhir tahun ke tiga

anak dapat mengontrol jalannya, dan dapat menggenggam mainan kecil saat

naik tangga dan tangan sebelahnya berpegangan. Sudah punya koordinasi

yang baik saat duduk di kursi kecildan dapat menendang bola kecil.

Perkembangan Motorik halus :

Pada saat ini anak dengan down sindrom tidak dapat berkonsentrasi pada

tugas yang diberikan, ini dikarenakan perkembangannya yang belum

matang. Anak dengan down sindrom sering memasukan benda kedalam

mulutnya, membenturkan, atau menggoyang – goyang sesuatu yang ia

pegang. Akhir umur 2 tahun, anak dapat memegang 2 buah mainan besar

walaupun terkadang masih bingung. Pada akhir tahun ketiga anak dapat

memindahkan air dalam cangkir dan tidak tumpah. Anak down sindrom

dapat melakukan segalanya karena kecenderungan meniru teman –

temannya atau orang tuanya dirumah.

Perkembangan Personal dan sosial :

Pada masa ini kemampuan otonomi anak meningkat. Anak dengan down

sindrom menggunakan kata – kata negatif dan mengatakan tidak untuk

segala sesuatu tanpa pertimbangan. Pada saat ini anak harus dilatih untuk

mencukupi kebutuhan dirinya sendiriyang akan berkembang seiring dengan

berjalannya waktu. Tempertantrum mungkin akan terjadi dan anak meminta

dengan tegas apa yang ingin ia lakukan. Perubahan mood dapat terjadi dan

dapat membingungkan orang tua dan dirinya sendiri.

Anak dengan down sindrom biasanya mengalami kesulitan mengunyah dan

memilih makanan yang lunak. Pertengahan umur tiga tahun anak dapat

mengunyah makanan yang lebih keras. Ada juga yang tidak dapat

36

Page 14: BAB 3

mengunyah daging atau makanan yang berserat sampai umur 5 – 6 tahun.

Toilet traning dapat dilakukan saat umur 30 bulan keatas.

Perkembangan Bahasa :

Selama umur tiga tahun perkembangan bahasa berkembang dengan pesat.

Anak dapat memahami bahasa dan mampu mengambilkan sesuatu bila

diminta. Pada akhir umur ketiga dapat mengucapkan dua kata dalam satu

kalimat. Perkembangan bahasa anak dengan down sindrom sangat

tertinggal. Anak biasanya belajar untuk memberi tanda dan mengatakannya.

Seorang terapis bicara biasanya akan mengajarkan anak untuk

menggunakan tangan untuk mengucapkan sesuatu. Orang tua biasanya

kawatir apabila anaknya harus menggunakan bahasa isyarat dari pad

berbicara langsung. Tetapi sebenarnya dengan bahasa isyarat dapat

membantu anak mengurangi frustasinya, meningkatkan kemampuan

berkomunikasi dan memfasilitasi kemahiran dalam berbahasa. Banyak anak

yang diajarkan bahasa isyarat menunjukan perkembangan seperti lebih

lancar berbicara dan terkadang tidak menggunakan bahasa isyarat lagi.

Usia preschool (3 – 5 tahun)

Rata – rata anak dengan down sindrom lebih suka bermain dengan anak –

anak lainnya.

Perkembangan Motorik kasar :

Pada usia tiga tahun rata – rata anak down sindrom dapat menaiki tangga

sendiri dengan cara setiap anak tangga dinaiki dengan dua kaki. Tetapi

umur lima tahun anak menggunakan satu kaki setiap langkah pada saat

menaiki anak tangga, tapi tidak dapat menuruni anak tangga sampai umur 7

– 8 tahun.

Pada umur 3 – 3,5 tahun, anak dapat mengangkat bangku kecil keatas meja

dan dapat duduk sendiri diatas bangku. Pada umur 4 – 4,5 tahunanak dapt

mengontrolgerakan kakinya dengan baik seperti menyilangkan kakidan

berjalan jinjit dengan jarak yang dekat, anak juga dapat melemper bola

dengan baik. Umur 5lima tahun anak dapat berlari dengan baik dan dapat

menaiki sepeda beroda tiga.

Perkembangan Motorik halus :

37

Page 15: BAB 3

Pada umur tiga tahun, anak dengan down sindrom dapat membuka tutup

botol dengan gerakan memutar. Anak juga dapat menggambar garis tegak

lurus dan akhir umur tiga tahun dapat meniru garis horizontal. Umur empat

tahun anak dapat mengumpulkan mainan kecil dalam kotak mainan, dan

dapat bermain puzzel sederhana dan membangun gedung yang tinggi dari

balok. Pada umur lima tahun anak dapat menggambar lingkaran.

Perkembangan Personal dan sosial :

Pada umur 3 -4 tahun, rata anak dengan down sindrom dapat menenangkan

diri sendiri dan dapat mengontrol apabila melakukan perbuatan negatif.

Pada umur ini juga anak dapat ditinggalkan orang tua tanpa hambatan besar.

Anak sudah dapat melakukan toilet traning dan pada usia lima tahun anak

sudah dapat memakai celana dan mencuci tangan setelah dari toilet. Saat

umur lima tahun anak sudah dapat menarik diri, dan bila memungkinkan

dapat mengikuti play group.

Perkembangan Bahasa :

Anak mampu menanyakan pertanyaan “apa” tapi belum dapat mengatakan

‘dimana’, ‘bagaimana’, atau ‘mengapa’. Ini pada umumnya terjadi pada usia

sekitar 6 – 10 tahun. Anak masih membuat kesalahan dalam melafalkan

huruf dan tidak mampu mendengar ceritra yang rumit.

Perkembangan Kognitif :

Pada usia ini fungsi intelektual pada umumnya menjadi lebih mudah untuk

dinilai. Ingatan bertambah baik dan rata – rata anak dengan sindron down

bisa mengulangi singkat nomor-rangkaian yang hanya ia dengar. Ia mulai

mengerti konsep urutan dan mengetahui perbedaan antara besar dan kecil.

Ia mampu memecahkan permasalahan secara mental dengan baik. Ini dapat

dilihat dengan percobaan puzzel, dengan potongan – potongan kecil yang

membuntuk suatu wujud.

Pada periode ini dimana anak pra sekolah belajar dari orang – orang yang

menjadi panutannya. Anak perlu diberi beberapa arahan di awal permainan

mereka atau ketika anak menjadi resah dan bosan. Selama masa ini anak

berpura – pura menjadi orang dewasa.

Usia sekolah (5 – 12 tahun)

Perkembangan Motorik kasar :

38

Page 16: BAB 3

Pada masa ini anak dapat memanjat, mengayun, meluncur, menangkap bola

dengan cukup baik, dan koordinasi akan mengalami peningkatan.

Perkembangan Motorik halus :

Anak dengan down sindrom dengan usia 10 tahun dapat menggambar figur

seorana manusia yang ia kenaldan dapat menggambar sederhana suatu

rumah dan objek umum lainnya. Dapat melipat, memotong, menyusupkan,

dan melekatkan suatu objek semakain cepat dan akurat.

Perkembangan Pribadi dan sosial :

Anak – anak dengan down sindrom pada umumnya lebih baik pada aktivitas

sehari – hari dan lingkungan sosial kemudian mungkin diantisipasi dari

kemampuan intelektual mereka. Anak sudah dapat memenuhi kebutuhan

hygine sendiri seperti mandi, menyisir rambut, dan menggunakan sikat gigi.

Perkembangan Bahasa :

Seperti anak usia sekolah, suara anak menjadi lebih jelas dan kalimat yang

digunakan panjang. Usia 12 tahun mempunyai kosa kata sekitar 2.000 kata.

Disamping itu anak mungkin malu dan tidak berbicara banyak ketika berada

diluar rumah. Namun jika dirumah anak mungkin lebaih banyak bertanya

dan berbicara. Anak juga sudah mampu mengatakan pertanyaan seperti

‘dimana’, ‘mengapa’, dll.

Saat ini orang tua perlu memberikan kesempatan pada anak untuk

melakukan hal bagi dirinya sendiri, memberi penghargaan ketika anak

berhasil menyelesaikan tugasnya. Biarkan anak menceritakan

pengalamannya dan jangan menghukum anak ketika anak salah berbicara.

3.9. Manifestasi Klinis

Bayi dengan sindrom Down dapat memiliki salah satu atau kesemua gambaran

fenotipe seperti berikut:

a. Wajah dan jembatan hidung yang datar, brakisefali (belakang kepala datar).

39

Page 17: BAB 3

b. Fissura palpebra yang tertarik ke atas (upslanting), ada lipatan epikantus,

hipoplasia iris (bercak Brushfield).

c. Telinga terlipat atau displastik,kecil dan letaknya rendah (low set ear).

d. Ada kelainan pada gigi, lidah menonjol.

e. Kelebihan kulit di tengkuk dan lehernya pendek.

f. Hiperekstensibilitas sendi, hipotonia otot.

g. Tangan pendek dan gemuk, jari tangan kelima pendek dan melengkung ke dalam,

alur palmar transversal (garis telapak tangan tunggal).

h. Celah lebar antara jari kaki pertama dan kedua (sandal-gap sign).8

Gambar 3.4 Penampakan Fisik Penderita Sindrom Down

40

Page 18: BAB 3

Gambar 3.5 Tanda dan Gejala Pada Anak Dengan Sindrom Down

3.10 Masalah Kesehatan pada Anak dengan Sindrom Down11

Anak dengan sindrom down memiliki berbagai kelainan congenital yang

memerlukan penanganan medis. Kelainan itu antara lain,

Kelainan jantung

Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down

dengan prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada

penderita yang dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering

adalah aneuploidy dalam dua tahun pertama kehidupan. Antara penyakit jantung

kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga

sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect (32%),

Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated

Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent

Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis (9%). Kira - kira 70% dari

endocardial cushion defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan

penderita yang dirawat, kira – kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada

jantung mereka

41

Page 19: BAB 3

Atrioventricular septal defects (AVD)

Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan

anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna sewaktu

tahap embrio. Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD adalah patent ductus

arteriosus, coarctation of the aorta, atrial septal defects, absent atrial septum, dan

anomalous pulmonary venous return. Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi.

Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi asimtomatik pada dekade pertama

kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade kedua dan ketiga kehidupan.

Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous return, yang akhirnya

akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan ventrikel. Akhirnya nanti akan

terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain takipnu dan

penurunan berat badan

AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan pada salah satu,

atau kedua dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan

jantung pada bagian superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna.

Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui septum atrial. Kondisi ini kita kenal

sebagai defek ostium primum. Akan terjadi letak katup atrioventikuler yang

abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang

tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup mitral.

Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita

mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum

pada septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi

defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi

volume overloading pada ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan

gagal jantung pada awal usia. Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat terjadi

penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal jantung kongestif .

Foramen Oval Persisten

Foramen ovale merupakan lubang pada bagian tengah septum atrium yang vital

untuk janin. Pada saat lahir foramen ovale terbuka pada semua bayi, namun

kemudian menutup spontan karena tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada

diatrium kanan. Pada kelainan dengan atrium kanan yang meninggi tekanannya,

misal hipertensi pulmonal persisten pada neonates, foramen ovale mungkin terbuka,

dan menyebabkan pirau kanan kekiri yang bermakna. 12

42

Page 20: BAB 3

Hipertensi pulmonal 13

Hipertensi pulmonal merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan vascular

paru akibat peningkatan arteri pulmonalis ataupun peningkatan tekanan arteri dan

vena pulmonalis.bila mean pulmonary artery pressure ≥ 25 mmHg saat stirahat atau

≥30 mmHg saat aktivitas.

Terapi farmakologi yang saat ini digunakan untuk pengobatan hipertensi

pulmonal meliputi golongan prostasiklin, (epoprostenol), analog prostasiklin

(beraprost, iloprost, treprostinil), antagonis reseptor endotelin (bosentan), nitric oxide

(NO), inhibitor fosfodiesteras (sildenafil), serta kombinasi ari preparat-preparat

tersebut.

Tahun 2003 Carroll WD dkk, melaporkan serial kasus mengenai pengunaan

sildenafil oral sebagai terapi hipertensi pulmonal pada 3 orang anak di inggris. Dosis

sildenafil yang diberikan pada pasien dimulai dari 0,5 mg/kg yang diberikan setiap 6

jam, dan ditingkatkan secara bertahap. Meskipun 2 dari 3 kasus tersebut berakhir

dengan kematian. Carroll WD dkk, menyatakan bahwa sildenafil merupakan pilihan

terapi yang berguna bagi pasien anak dengan hipertensi pulmonal kronik yang berat.

Schulze-Neick I dkk, di tahun yang sama menyampaikan hasil uji klinis menilai

efektifitas sildenafil intravena pada anak paska bedah PJB. Berdasarkan studi

tersebut diketahui bahwa penggunaan sildenafil intravena sebanding bahkan lebih

baik dengan inhalasi NO dosis rutin dalam hal dalam menurunkan peningkatan

tahanan vascular pembuluh darah pulmonal, baik elama berlangsungnya prosudur

kateterisasijantung rutin maupun paska bedah jantung terbuka.

Sildenafil merupakan inhibitor paten fosfodiesterase-5, dapat berakumulasi dan

meningkatkan aktifitas cyclic guanosine monophosphate (cGMP), yang bekrja secara

sinergik dengan NO. Dosis sildenafil yang lazim digunakan untuk anak 0,5-1 mg /kg

diberikan 3-4 kali sehari. Pemberian sildenafil dalam dosis besar dapat menimbulkan

efek samping seperti ereksi, dan hipotensi sistemik.

Ventricular Septal defect (VSD)

Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi

dimana adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi

sebagai anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat

terjadi akibat kelainan seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular

(AV) canal defects transposition of great arteries,dan corrected transpositions

Secundum Atrial Septal Defect (ASD)

43

Page 21: BAB 3

Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang

menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya,

melalui septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial

dan darah venous akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang

gejala klinis. Percampuran darah ini juga disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis,

right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya .

Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak yang

sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darahyang kaya oksigen dengan

darah yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait dengan

Tetralogy of fallot. Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan

atau tahanan pada katup pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka

kearah luar dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada aliran darah

akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang akhirnya akan menimbulkan

hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal defect. Pada kondisi ini,

adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan menyebabkan

darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur. Akibatnya akan

berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala

klinis berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah

pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal

terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang

atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka sianosis akan

menjadi lebih berat.

Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal

menutup dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung.

Simptom yang terjadi antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung.

Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Semakin besar PDA,

semakin

buruk status kesehatan penderita.

Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang

Duktus Arteriosus Persisten Kecil

44

Page 22: BAB 3

Duktus arteriosus persisten kecil biasanya tidak memberi gejala. Tekanan darah dan

tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di

sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu (kontinuous murmur,

machinery murmur) yang khas untuk duktus arteriosus persisten di daerah subklavikula

kiri.

Gambaran radiologi dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan

ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau arteri pulmonali.

Pada neunatus sering dapat dilihat duktus yakni pada pandangan parasternal kiri atas,

sedangkan pada Doppler serta dopller berwarna membuktikan dengan jelas arus abnormal

kontinu baik duktus maupun arteri pulmonalis.

Duktus arteriosus persisten sedang

Gejala akibat duktus arteriosus persisten sedang biasanya timbul pada usia 2-5 bulan

tetapi biasanya tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita

infeksi salurn nafas, namun biasanya berat badan masih dalam batas normal. Anak lebih

mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan.

Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibandingan dengan anak

normal. Bila nadi radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan dijumpai pulsus

seler, tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Teraba getaran bising di daerah sela iga I-II

parasternal kiri, serta akan terdengar bising kontinu di sela iga II-III garis parasternal kiri

yang menjalar ke daerah sekitarnya. Bising middiastolik di apeks sering dapat didengar

akibat bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral relatif).

Duktus arteriosus persisten besar

Penderita duktus arteriosus persisten besar menunjukkan gejala yang berat sejak

minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum, hingga berat badan

tidak bertambah dengan memuaskan. Pasien akan tampak dispneu atau takipneu dan

banyak berkeringat bila minum.

Pada auskultasi terdengar bising kontinu atau bising sistolik.

Duktus arteriosus persisten besar dengan hipertensi pulmonal

Pasien duktus arteriosus persisten besar apabila tidak diobati akan berkembang

menjadi hiperteni pulmonal akibat penyakit vascular paru. Komplikasi ini dapat

berkembang pada usia kurang dari 1 tahun. Namun lebih sering pada usia tahun ke dua tau

ke tiga. Penatalaksanaan

Pada bayi prematur dengan memberkan indometasin intravena atau peroral dengan

dosis 0,2 mg/kgbb dengan selang waktu 12 jam, diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya

45

Page 23: BAB 3

efektif pada bayi kurang dari satu minggu yang dapat menutup duktus pada lebih kurang

70% kasus.

Pasien duktus arteriosus persisten dengan pirau kiri dan kekanan sedang atau besar

dengan gagal jantung diberikan terapi medikamentosa (yakni digoksin atau furosemide)

bila terapi ini menolong, yang tampak dari berkurangnya gejala gagal jantung serta

pertambahan berat badan yang memadai, operasi dapat ditunda sampai 3-6 bulan sambil

menunggu kemungkinan duktus menutup.

Terapi bedah

Indikasi operasi duktus arteriosus :

1. PDA pada bayi yang tidak respon dengan terapi medikamentosa.

2. PDA dengan Keluhan

3. PDA dengan endocarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.

Gangguan pendengaran

Anak dengan sindrom down seringkali mengalami gangguan pendengaran, baik

sensorineural maupun konduktif. Semua bayi dengan SD perlu dievaluasi dengan

Auditory Brainstem Respon Test (ABR) atau dengan Transient Evoked Otoacoustic

Emission Test.

Masalah pengelihatan

Katarak congenital adalah masalah serius bagi bayi dengan sindrom down, tidak

adanya red reflex, terdapatnya nistagmus dan strabismus

Kelainan telinga, hidung, tenggorok

Obstruksi saluran nafas adalah masalah berat pada anak dan dewasa dengan

sindrom down. Gejalanya meliputi bunyi nafas mendengkur, posisi tidur yang

kurang lazim (duduk atau membungkuk sampai kepala menyentuh lutut), kelelahan

di siang hari atau adanya perubahan perilaku. Gejala-gejala tersebut harus

dievaluasi dengan baik untuk mencari adanya bukti obstructive sleep apnea.

Sinusitis dengan secret nasal yang purulen sering ditemui dan memerlukan tata

laksana segera

Penyakit infeksi dan gangguan imunitas

Pada anak dengan sindrom down yang menderita infeksi sistemik dan respiratorik

berulang yang berat perlu dilakukan evaluasi terhadap status imunnya. Kadar IgG

total seringkali normal walaupun didapatkan defisiensi sub kelas 2 dan 4 atau

peningkatan sub kelas 1 dan 3. Didapatkan korelasi yang nyata antara penurunan

IgG sub kelas 4 dengan terjadinya infeksi bacterial. Penurunan imunitas seluler

46

Page 24: BAB 3

pada anak dengan sindrom down berpengaruh pada kejadian gingivitis dan penyakit

periodontal. Anak sindrom down denngan penyakit jantung dan saluran nafas

kronik sebaiknya mendapat vaksinasi pneumokokus dan influenza.

Masalah instabilitas atlantoaksial (IAA)

Menggambarkan peningkatan mobilitas servikal 1 dan 2 (14% kasus). Sebagian

besar kasus IAA asimtomatis, hanya sekitar 10% yang simtomatis. Gejala yang

mungkin timbul adalah nyeri leher, postur kepala yang tidak lazim, tortikolis,

perubahan cara berdiri, kehilangan kekuatan tubuh bagian atas, reflex neurologis

abnormal, dan terjadi gangguan miksi dan defekasi. Saat ini dianjurkan untuk

melakukan uji tapis IAA pada anak sindrom down usia 3-5tahun. Skrining

dilakukan dengan membuat foto servikal lateral dengan posisi netral, fleksi dan

ekstensi. Evaluasi harus dilakukan berkala pada usia 12 tahun, 18 tahun dan satu

kali pada saat dewasa

Masalah hematologi

Leukemia yang lebih sering dijumpai pada anak dengan sindrom down berusia

kurang dari 3 tahun adalah tipe non-limfositik (leukemia mielositik akut/LMA).

Anak sindrom down biasanya memberikan respon cukup baik dengan terapi

standart dan dapat mencapai remisi pada sekitar 80% kasus. Pada masa neonatus,

didapatkan 10% insiden gangguan mieloproliferatif (reaksi leukemoid) yang pada

beberapa kasus dapat berkembang menjadi LMA. Polisitemia juga cukup sering

ditemui pada neonatus. Suatu laporan menyatakan 64% anak dengan sindrom down

mengalami polisitemia pada saat neonates

Masalah endokrin

Angka kejadian penyakit tiroid meningkat antara penderita. Hipotiroid, baik

congenital maupun didapat, adalah yang paling sering dijumpai. Tanda dan gejala

hipotiroid kadan gtidak jelas. Uji tapis penyakit tiroid dianjurkan untuk dilakukan

setiap tahun dengan pemeriksaan TSH dan T4. Karena penyakit autoimun banyak

ditemui pada anak dengan sindrom down, maka sebaiknya evaluasi hipotiroid

dengan pemeriksaan antibody tiroid juga dilakukan pada anak usia sekolah untuk

mencari kemungkinan tiroiditis. Pada beberapa bayi dan anak dengan sindrom

down ditemukan kelainan hipertirotropinemia idiopatik dengan TSH yang

meningkat dan T4 yang normal. Hal ini dapat merupakan akibat defek

neuroregulator TSH yang berada dalam batas normal sampai batas atas, bila

47

Page 25: BAB 3

dipantau selama 24 jam. Oleh karena itu, pemeriksaan TSH dan T4 dianjurkan

setiap 6bulan dan tidak diterapi kecuali bila didapatkan kadar T4 yang rendah.

Masalah gigi

Terdapat beberapa masalah orofasial pada anak sindrom down seperti masalah

erupsi gigi (terlambat, urutan erupsi yang tidak biasa), adanya gigi yang tidak

tumbuh baik primer maupun permanen, bentuk gigi yang kecil dan abnormal, fisura

pada lidah dan bibir serta gigi yang bertumpuk karena rongga mulut yang kecil dan

penyakit periodontal. Perlu dilakukan perawatan ortodonti setiap 6bulann

Gangguan psikiatri

Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan perilaku, penurunan intelektual

dan kemampuan fungsional. Anak sindrom down dengan retardasi mental sedang

atau berat mungkin tidak dapat mengungkapkan pemikiran dan persepsi mereka.

Anak yang menderita retardasi mental ringan masih dpat menjawab pertanyaan

pemeriksa dengan lebih akurat dan dapat mengungkapkan perasaan, pemikiran dan

persepsi mereka

Masalah neurologi

Angka kejadiannya mencapai 5-10%. Tampak hubungan antra umur dan prevalensi

kejang denga sindrom down, dengan puncak kejadian kejang pada masa bayi dan

berulang pada decade keempat atau kelima dalam hidupnya. Tampak pula bahwa

kejadian kejang menurun selama masa dewasa. Spasme infantile adalah tipe kejang

yang paling sering muncul pada bayi dan dapat terkontrol dengan steroid atau

antikonvulsan lainnya. Angka kejadian kejang yang meningkat tidak semata-mata

akibat adanya defek jantung, infeksi maupun gangguan neurotransmitter. Gangguan

autistic tampak lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa dengan sindrom down.

3.11 Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari anak dengan Sindrom

Down:6

1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan

sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.

2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal

juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.

48

Page 26: BAB 3

3. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui

amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.

Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau

mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau

perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan

sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS

merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh

kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui

pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin

tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan,

diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS

(mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau

amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

3.12 Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk

mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga

dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun

kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian

penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta

kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan

kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. 14

Walaupun secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome lebih

banyak yang berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan kehidupan

yang lebih berkecukupan. Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu kehidupan para

penderitadown syndrome jauh meningkat beberapa tahun terakini. Perbaikan kualitas

hidup pengidap down sindrom dapat terjadi berkat perawatan kesehatan, pendekatan

pengajaran, serta penanganan yang efektif. 14

3.11.1 Stimulasi Dini

49

Page 27: BAB 3

Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena

otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan

permainan-permainan layaknya pada anak balita normal, walaupun respons dan daya

tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim karena keterbatasan

intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk

memberi lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan

untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.

Selain itu agar anak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,

mandi,yang akan memberi anak kesempatan. 14

Pada umumnya kelebihannya adalah penurut, periang, rajin, tepat waktu. Untuk

anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat menyenangi hal-

hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa sehingga bila sudah

diberikan suatu jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan sangat ngotot untuk

melakukan jatahnya, walaupun orang tua berusaha untuk menjelaskan, kadang-

kadang malah membuatnya sedih dan ngambek. Ini juga karena intelektual anak

yang kurang sehingga belum mempunyai pengertian yang baik. 14

3.11.2 Pembedahan

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek

pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat

adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan

penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan

monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

3.11.3 Fisioterapi 14

1. Penanganan  fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk

mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap

perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah

membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang

anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya.

Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan

pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.

50

Page 28: BAB 3

2. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk

menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways).

Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat

menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu

posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.

3. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan

gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga

selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.

4. Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang

tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan

dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome seperti low

muscle tone, loose joint dan perbedaan yang terjadi pada otot-tulangnya.

5. Fisioterapi dapat dilakukan seminggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu

fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang

dibutuhkan anak dalam seminggu. Disini peran orangtua sangat diperlukan

karena merekalah nanti yang paling berperan dalam melakukan latihan dirumah

selepas diberikannya terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau

pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-

apa yg harus dilakukan dirumah.

1) Terapi Wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami

keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.

2) Terapi Okupasi. Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal

kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya.

Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS tergantung pada orang

lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan

tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan

kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.

3) Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan

kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan

pelajaran dari sekolah biasa

4) Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah

rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang

mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh,

51

Page 29: BAB 3

motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan

aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.

5) Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy) mengajarkan anak DS yang

sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang

tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

6) Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya

penanganan medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja

terapi jenis ini masih belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum

banyak penelitian yang membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim

dapat menyembuhkan DS. Orang tua harus bijaksana memilih terapi alternatif

ini, jangan terjebak dengan janji bahwa DSpada sang anak akan bisa hilang

karena pada kenyataannya tidaklah mungkin DS bisa hilang. DS akan terus

melekat pada sang anak. Yang bisa orang tua lakukan yaitu mempersempit

jarak perbedaan perkembangan antara anak DSdengan anak yang normal. 

Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah :

(1) Terapi Akupuntur

Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian

tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan

dengan kondisi sang anak.

(2) Terapi Musik

Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang

dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka

dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan

mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik

(3) Terapi Lumba-Lumba

Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat

mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak sindrom Down. Sel-

sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika

mendengar suara lumba-lumba.

(4) Terapi Craniosacral

Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf

pusat. Dengan terapi ini anak sindrom Down diperbaiki metabolisme

tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat. Dan tentu masih

52

Page 30: BAB 3

banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin,

supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.

3.12 Perawatan Medis

Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi mental

pada penderita sindrom Down, masih belum ada yang mampu mengatasi kondisi ini.

Walau demikian usaha pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita

sindrom Down akan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita dan dapat

memperpanjang usianya. 15

Beberapa pemeriksaan secara reguler dapat dilakukan untuk memantau

perkembangan tingkat kesehatan penderita sindrom Down, baik anak ataupun

dewasa. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan audiologi,

pemeriksaan optalmologi secara berkala sebagai pencegah keratokonus, opasitas

kornea atau katarak. Untuk kelainan kulit seperti follikulitis, xerosis, dermatitis atopi,

dermatitis seboroik, infeksi jamur, vitiligo dan alopesia perlu dirawat segera.

Masalah kegemukan pada penderita sindrom Down dapat diatasai dengan

pengurangan komsumsi kalori dan meningkatkan aktivitas fisik. 15

Bagi pasien sindrom Down, baik anak atau dewasa harus sentiasa dipantau dan

dievaluasi gangguan prilaku, seperti fobia, ketidakmampuan mengatasi masalah,

prilaku streotipik, autisme, masalah makanan dan lain–lain. Tatalaksana terhadap

kondisi mental yang timbul pada penderita sindrom Down harus dilakukan. 15

Selain dari aspek medis, harus diperhatikan juga aspek sosial dan pergaulan,

yaitu dengan memberi perhatian terhadap fase peralihan dari masa anak ke dewasa.

Penting untuk memberi pendidikan dasar juga harus diberikan perhatian seperti

dimana anak itu akan bersekolah dan sebagainya. Hal–hal berkaitan dengan

kelangsungan hidup juga perlu diperhatikan, contohnya bagaimana mereka akan

meneruskan kehidupan dalam komunitas.15

 Anemia Penyakit Kronik16

Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik,

anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial. Pengenalan

akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu

53

Page 31: BAB 3

pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan

Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda kecil di sampel darah

pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya seperti siphilis dan

pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia penyakit infeksi. Pada

tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang infeksi dan ditemukannya gambaran

yang sama pada penyakit–penyakit kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama

anemia penyakit kronik diperkenalkan.16

Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang sering dijumpai

di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada pasien–pasien yang

sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis primer tetapi

merupakan respons sekunder normal terhadap berbagai penyakit di bagian tubuh

manapun.16

Anemia Penyakit Kronik

Defenisi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses

infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita mengalami

penyakit tersebut selama 1–2 bulan. Tumor dulunya memang merupakan salah satu

penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi

dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik.17

Etiologi anemia penyakit kronik18

Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti

infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya

artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal

jantung kongestif dan idiopatik:

54

Page 32: BAB 3

55

Page 33: BAB 3

Tabel 5. Etiologi anemia penyakit kronik 17

56

N

oInfeksi kronik

Inflamasi

kronikLain–lain Idiopatik

1Infeksi paru: abses,emfisema,

tuberkulosis, bronkiektasis

Artritis

reumatoid

Penyakit hati

alkaholik

2 Endokarditis bakterial Demam reumatikGagal jantung

kongestif

3 Infeksi saluran kemih kronik

Lupus

eritematosus

sistemik (LES)

Tromboplebitis

4 Infeksi jamur kronik Trauma beratPenyakit jantung

iskemik

5Human immunodeficiency

virus (HIV)Abses steril

6 Meningitis Vaskulitis

7 Osteomielitis Luka bakar

8Infeksi sistem reproduksi

wanita

Osteoartritis

(OA)

9Penyakit inflamasi pelvik (PID:

pelvic inflamatory disease)

Penyakit

vaskular kolagen

(Collagen

vascular disease)

10 Polimialgia

11 Trauma Panas

12 Ulcus dekubitus

13 Penyakit Crohn

Page 34: BAB 3

Patogenesis anemia penyakit kronik

Dari sejumlah penelitian disampaikan beberapa faktor yang kemungkinan

memainkan peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik, antara lain : 19

a) Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20–30% atau menjadi

sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada percobaan binatang

yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas.

Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama.

b) Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik.

Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik.

Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi

kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang

binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin.

c) Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit

besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan

terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang

mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast.

d) Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya

hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari

makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag.

Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap

pemendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi

eritropoetin yang aktif secara biologis.

e) Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh

suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.

f) Kegagalan produksi transferin.

Gambaran klinis anemia penyakit kronik 19

Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan

munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah

progresif atau stabil dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita

57

Page 35: BAB 3

tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari

anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari

(asimptomatik).Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau

fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut

oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala. Pada

pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan

ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada

jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris serta dapat terjadi gangguan

serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara lain muka pucat, konjungtiva

pucat dan takikardi.

Diagnosa anemia penyakit kronik

Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan,

antara lain dari:

1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat,

konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.

2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a) Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar  7–11

gr/dL.

b) Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik

ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia

penyakit kronik.

c) Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau

menurun sedikit (= 80 fl).

d) Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL).

e) Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250

mug / dL).

f) Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).

g) Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan

konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun

58

Page 36: BAB 3

pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang

kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel sumsum tulang dipengaruhi

oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang

cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan

lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan

dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin

eritrosit bebas lebih sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.

Penatalaksanaan anemia penyakit kronik 19

Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik,

kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit

yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan

membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada

pasien anemia penyakit kronik, tidak ada manfaatnya.Belakangan ini telah dicoba untuk

memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit

kronik, antara lain:

1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia

penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno

Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat

dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV)

atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat

dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons.

Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat

ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka

pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain,

seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis

eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.

2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah

memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya

jarang sampai berat.

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada

pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik

dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan

59

Page 37: BAB 3

gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam

beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera

dihentikan.

4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik

dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena

efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.

Bronkopneumonia

I. Definisi

Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.

Bronchopneumonia (penumonia lobaris) adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut

bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa

distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,jamur, dan benda asing. 20

2. Etiologi 21

UMUR BAKTERI

< 1 bulan

Grup B streptococcusGram negativ

E.ColiKlebsiela

1-3 bulanChlamydia

Staphylococcus aureusGrup B streptococcus

3 bulan – 5 tahun

H. influenzaS. pneumonia

S. aureusGrup A streptococcus

Mycoplasma

5 – 10 tahun

MycoplasmaS. aureus

Grup A streptococcus

> 10 tahun

S. pneumoniaMycoplasma

Grup A streptococcusKlebsiela

60

Page 38: BAB 3

3.Manifestasi klinis

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya

infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan

nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare; kadang-kadang

ditemukan geala infeksi ekstrapulmoner.

2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,takipnea, nafas

cuping hidung, air hunger , merintih, dan sianosis.

Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama

beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40ºC dan mungkin disertai

kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, dispnoe pernapasan. 21

4.Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :20

1. Gejala Klinis

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas

selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh

kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga

disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

2. Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai

berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,

dan pernapasan cuping hidung.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles (Ronkhi basah) sedang nyaring.

61

Page 39: BAB 3

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3

dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat

berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.

b. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3

dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-

40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.

c. Nilai Hb biasanya tetap normal atau menurun

d. Peningkatan LED

e. Kultur dahak dapat positif pada 20-50% penderita yang tidak diobati. Selain

kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok

(throat swat).

f. Analisa Gas Darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

g. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi

langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari

etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.

h. Foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau

beberapa lobus jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada

satu atau beberapa lobus.

4. Gambaran Radiologis

Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat

tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam

lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang

tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus

bawah.Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen di daerah

hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhoute sign). Tampak juga

air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitas pada parenkim paru.

5. Penatalaksanaan 21

62

Page 40: BAB 3

A. Penatalaksaan umum:

1. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang

2. Infus 20 tetes per menit mikro (untuk obat)

B. Penatalaksanaan khusus:

1. Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan

pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik

awal.

2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung.

3. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman

yang dicurigai.Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal

(24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Ampisilin 2x200 mg iv

Ampisilin (100mg/kgbb/hari IV) untuk Pneumonia ringan. Bayi dan anak

usia pra sekolah (2 bl-5 thn) betalaktam amoksisillin / amoksisillin/

amoksisillin klavulanat/ golongan sefalosporin / kotrimoksazol / makrolid

(eritromisin). Antibiotika selanjutnya tergantung dari pemantauan terhadap

respon 24-72 jam pengobatan. Apabila mengalami perbaikan teruskan sampai

3 hari klinis baik, sedangkan apabila bertambah berat/ tidak ada perbaikan

ganti antibiotik sesuai bakteri penyebab.

63