Upload
wiliya
View
232
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
srhgf
Citation preview
BAB 3
ANALISA KASUS
3.1. Definisi Sindrom Down
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena
individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka
mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja.
Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan
mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta
gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. 5
Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik.
Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai
tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down
adalah dari tipe ini. 5
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan
berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang
menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita
sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus. 5
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang
mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan
biasanya kondisi si penderita lebih ringan.5
3.2. Etiologi
Sindroma Down disebabkan oleh trisomi 21, autosomal trisomi yang paling
sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas sitogenik pada fenotipe Sindroma
Down adalah: trisomi 21 (47, +21), di mana terdapat sebuah salinan tambahan pada
kromosom 21, diperkirakan 94%. Translokasi Robertsonian pada kromosom 21,
sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian adalah penyusunan seluruh lengan pada
kromosom akosentrik (kromosom manusia 13-15, 21, dan 22) dan juga bisa berupa
sebuah translokasi antara kromosom 21 (atau ujung 21q saja) dan sebuah kromosom
nonakrosentrik. Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi pada 2-3% kasus. Pada
24
bentuk ini, terdapat dua kelompok sel: sebuah sel normal dengan 46 kromosom dan
kelompok lain dengan trisomi 21. 5
Diperkirakan 5% kasus kromosom ekstra 21 muncul diakibatkan oleh kesalahan
pada mitosis. Kasus ini tidak berkaitan dengan meningkatnya umur ibu.
Translokasi trisomi 21, yaitu ketidakseimbangan translokasi Robertsonian,
seluruh lengan panjang pada sebuah kromosom ditranslokasikan ke lengan panjang
pada sebuah kromosom akosentrik melalui penggabungan sentral. Pada Sindroma
Down, bentuk yang paling umum adalah translokasi yang mengenai kromosom 14 dan
21. Individu yang memiliki 46 kromosom, tetapi kromosom 14 mengandung lengan
panjang kromosom 14 dan 21. Hal ini memberikan tiga salinan pada lengan panjang
kromosom 21 (dua berasal dari kromosom 21 dan yang ketiga berasal dari lengan
panjang yang ditranslokasikan dari kromosom 14). 5
Mayoritas translokasi Robertsonian yang mengakibatkan trisomi 21 adalah
mutasi yang baru. Mereka hampir selalu berasal dari ibu dan terjadi terutama selama
oogenesis. Sindroma Down yang disebabkan oleh mekanisme ini tidak berhubungan
dengan umur ibu.5
Gambar 3.1 Kelebihan Kromosom 21 Pada Penderita Sindrom Down
25
Gambar 3.2 Terjadinya Trisomi 21 Pada Penderita Sindrom Down
3.3 Genetika
Adanya Down Syndrome Critical Region (DSCR), sebuah segmen kecil pada
kromosom 21 yang mengandung gen-gen yang bertanggung jawab pada ciri-ciri utama
Sindroma Down, telah mendominasi penelitan Sindroma Down pada tiga dekade
terakhir. Gen-gen yang terdapat pada daerah 5,4Mb ini dikelompokkan menjadi
DSCR1 dan DSCR 2. 7
Gen-gen yang terlibat dalam Sindroma Down adalah:
Superoxide Dismutase (SOD1) -- overexpression menyebabkan penuaan dini dan
menurunnya fungsi sistem imun. Gen ini berperan dalam demensia pada tipe
Alzheimer
COL6A1 -- overexpression menyebabkan cacat jantung.
ETS2 -- overexpression menyebabkan abnormalitas skeletal.
CAF1A -- overexpression menyebabkan detrimental pada sintesis DNA
Cystathione Beta Synthase (CBS) -- overexpression menyebabkan gangguan
metabolisme dan perbaikan DNA
DYRK -- overexpression menyebabkan retardasi mental.
CRYA1 -- overexpression menyebabkan katarak.
GART -- overexpression menyebabkan gangguan sintesis dan perbaikan DNA
IFNAR – gen yang mengekspresiakn interferon, overexpression mempengaruhi
sistem imun dan organ sistem lainnya. 7
26
3.4 Faktor Risiko
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan
bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas
35 tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas
terhadap risiko mendapat bayi dengan sindrom Down. 8
Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah
lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau
jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama.
Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan
bapaknya normal. 8
Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur
ibu yang hamil:
- 20 tahun: 1 per 1,500
- 25 tahun: 1 per 1,300
- 30 tahun: 1 per 900
- 35 tahun: 1 per 350
- 40 tahun: 1 per 100
- 45 tahun: 1 per 30
3.5 Skrining
Selama 20 tahun terakhir, teknologi baru telah meningkatkan metode deteksi
kelainan janin, termasuk sindrom Down. Dalam deteksi sindrom Down dapart
dilakukan deteksi dini sejak dalam kehamilan. Dapat dilakukan tes skrening dan
tes diagnostik. Dalam tes diagnostik, hasil positif berarti kemungkinan besar pasien
menderita penyakit atau kondisi yang memprihatinkan. skrining, tujuannya adalah
untuk memperkirakan risiko pasien yang memiliki penyakit atau kondisi. Tes
diagnostik cenderung lebih mahal dan memerlukan prosedur yang rumit; tes skrining
cepat dan mudah dilakukan.Namun, tes skrining memiliki lebih banyak peluang untuk
salah: ada “false-positif” (test menyatakan kondisi pasien ketika pasien benar-benar
tidak) dan “false-negatif” (pasien memiliki kondisi tapi tes menyatakan dia / dia
tidak). 6
27
3.5.1 Maternal Serum Screening
Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP),
unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat tes
standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel tes.”Tes ini merupakan independen
pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah),
dapat menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom Down.Selama lima belas
tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke-18. 6
Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna bahkan lebih
awal.
Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati janin,
dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP menurun
dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari biasanya.
Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan yang
dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down
kehamilan.
Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan
digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu dari
hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada
kehamilan.
Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk
menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A
meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.
PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester
pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan. 6
Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin (usia
kehamilan). Analisis yang benar komponen yang berbeda tergantung pada usia
kehamilan mengetahui dengan tepat. Cara terbaik untuk menentukan bahwa adalah
dengan USG. 6
3.5.2 Ultrasound Screening (USG Screening)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi
usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu
siklus haid terakhir). Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah
28
alam medis serius, seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada
cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.
Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan. 6
Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG bahwa
beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki hubungan yang bermakna
dengan sindrom Down. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa
dokter kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin
mengalami sindrom Down atau abnormalitas kromosom lain. echogenic pada usus,
echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis). Marker ini sebagai
tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang tua harus diingat bahwa setiap
penanda dapat juga ditemukan dalam persentase kecil janin normal. Penanda yang
lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin
dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil USG dari janin tanpa
kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung
dan dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini. 6
Penting untuk diingat bahwa meskipun kombinasi terbaik dari temuan USG dan
variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik. Untuk benar diagnosis, kromosom
janin harus diperiksa. 6
3.5.3 Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di
rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum
dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk
memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini mengandung
sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu
untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak. 6
Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;
beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek samping
kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah
itu. Ada sedikit peningkatan risiko keguguran: tingkat normal saat ini keguguran
kehamilan adalah 2 sampai 3%, dan amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan
1/2 sampai 1%. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan
karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan. 6
29
Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom
Down dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis. Ada
kontroversi mengenai apakah akan menggunakan risiko pada saat penyaringan atau
perkiraan resiko pada saat kelahiran. (Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena
banyak janin dengan Down syndrome membatalkan secara spontan sekitar waktu
penyaringan atau sesudahnya. 6
3.5.4 Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan
diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi
kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan dengan
cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah
tabung ke dalam rahim melalui vagina. 6
CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan. Efek
samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis (di atas). Risiko keguguran
setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan
risiko keguguran normal 3 sampai 5%. Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter
lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran. 6
3.6 Patogenesis
Antara etiologi dari sindrom Down adalah non-disjunction yang menghasilkan
kromosom ekstra (trisomi 21), translokasi Robertsonian dan mosaicism. Non-disjunction
adalah disebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah pada meiosis I (75%) maupun
meiosis II. Hal ini menyebabkan kromosom tersebut bermigrasi bersama-sama dan
menghasilkan 1 sel dengan dua kromosom dan 1 sel lagi tidak mempunyai kromosom. Jika
nondisjunction terjadi pada meiosis I, masing-masing dari salinan berasal dari kromosom
yang berbeda; namun jika nondisjunction terjadi pada meiosis II, masing-masing dari
salinan berasal dari kromosom yang sama. 8
30
Gambar 3.3
Translokasi merupakan perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel. Bayi
dengan sindrom Down tipe translokasi Robertsonian akan mempunyai 46 kromosom, salah
satunya mempunyai badan genetik dari kromosom 14 dan 21. Sindrom Down tipe
translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan, namun akan meningkatkan
risikonya pada orang tua yang merupakan carrier (familial sindrom Down).8
31
Mosaicism merupakan tipe yang sangat jarang. Pada tipe mosaicism, embrio
memiliki 2 deretan sel dengan kromosom yang berbeda meskipun berasal dari zigot
tunggal yang berbeda yang disebabkan oleh nondisjunction atau lambatnya penyatuan
kromosom pada awal embriogenesis atau pada saat pembelahan sel. Tidak ada peningkatan
risiko pada orang tua dengan autosomal mosaicism untuk melahirkan anak sindrom Down
tipe mosaicism pada kelahiran berikutnya.8
3.7 Mortalitas/Morbiditas
Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan.
Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga
berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang
menentukan usia penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia
Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia
duodenal dan leukemia akan meningkatkan mortalitas. 9
Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi
karena mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang
membesar dan adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat
menimbulkan obstruksi pada saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat
menyebabkan Serous Otitis Media, Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia,
Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri Pulmonal yang disertai dengan cor
pulmonale dan gagal jantung. 9
Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak
stabil dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan
pendengaran, visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan
keterbatasan kepada anak – anak dengan sindrom Down dalam meneruskan
kelangsungan hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah dalam pembelajaran,
proses membangunkan upaya berbahasa, dan kemampuan interpersonal. 9
3.8 Perkembangan Anak dengan Sindrom Down10,11
Bayi baru lahir (0 – 4 mgg)
Perkembangan Motorik kasar :
Bayi baru lahir dengan down sindrom biasanya terkulai dibanding bayi baru
lahir dengan normal. Bayi kurang dapat memisahkan lengannya ketika kita
merubah posisinya, posisi “frog legs” didapati saat bayi telentang.
32
Sedangkan saat tengkurap tangan bayi akan lurus dengan garis tubuh, dan
bokong lebih datar dibandingkan dengan bayi normal.
Perkembangan Motorik halus :
Seperti bayi normal lainnya, bayi dengan down sindrom pada saat ini
menggenggam seperti kepalan tangan setiap saat. Bayi menggenggam rapat
sekali sesuatu yang menempel pada tangannya.
Perkembangan Personal dan sosial :
Bayi dengan down sindrom kadanng sangat sensitif dan menangis untuk
sesuatu yang tidak ada sebabnya. Tangisan bayi biasanya lembut kerena
suara yang lemah dari antara otot tulang iga dan otot atas abdomen. Otot
digunakan untuk mendorong udara dari dada selama menangis.
Perkembangan Bahasa :
Seperti bayi baru lahir normal, bayi baru lahir dengan down sindrom
biasanya sangat responsif untuk semua suara yang ia dengar. Jari – jari
mereka akan tersentak kaget dan mengangkat lengan saat merespon bunyi
suara (moro reflek).
Tahun pertama (1 bulan – 1 tahun)
Selama tahun pertama, rata – rata bagi dengan down sindrom mengalami
kemajuan yang cepat pada seluruh area perkembangan. Hal ini paling nyata terlihat
pada enam bulan ke dua. Perubahan yang paling signifikan terutama pada respon
anak.
Perkembangan Motorik kasar :
Selama enam bulan pertama perkembangan motorik kasar pada bagian yang
tonusnya lemah sering mengalami keterbelakangan dari pada area yang lain.
Setelah periode ini, perkembangan motorik kasar sama cepatnya dengan
bagian lain yang sedang berkembang meskipun perkembangan tonusnya
tetap lambat. Pada akhir tahun pertama ini, rata – rata bayi dengan down
sindrom dapat duduk sendiri tanpa bantuan orang lain. Jika tubuhnya
diposisikan telungkup maka akan mencoba untuk merangkak walaupun
gerakannya sangat lambat.
Perkembangan Motorik halus :
Menjelang pertengahan tahun pertama, rata – rata anak dengan down
sindrom melai berusaha untuk mengambil objek yang ada diluar
genggamannya. Anak mulai memasukan benda kedalam mulutnya,
33
menggoyang atau mengguncang benda tersebut. Pada tahap ini konsep anak
sudah berkembang, anak akan tertaraik melihat sesuatu benda yang menarik
maka benda itu akan terus dilihatnya dari pada melakukan sesuatu yang
telah dilakukan sebelumnya sampai benda itu menghilang.
Perkembangan Personal dan sosial :
Pada tahun pertama terjadi peningkatan responsif pada anak dengan down
sindrom ketika berusia 2 – 3 bulan. Saat melihat orang tuanya anak akan
menunjukan wajah kegembiraan. Sejak bulan ketiga anak mulai mengenali
wajah orang dan akan menunjukan sikap tidak senang jika dipegang orang
asing. Respon ini berbeda pada tiap tingkatan umur, tergantung bagaimana
kontak atau hubungan dengan orang lain sejak dari kecil.
Pada akhir tahun pertama, mulai jelas terlihat bahwa anak mulai lebih
lincah, tegas dan bersemangat juga mempertahankan mainan yang diambil
darinya. Anak juga sudah mulai dapat minum sendiri dengan menggunakan
cangkir yang ada peganggannya.
Perkembangan Bahasa :
Tangisan merupakan komunikasi anak pada lingkungan disekitarnya. Orang
tua harus bisa mengenal apa yang ingin disampaikan dari tangisan tersebut.
Pada usia delapan bulan anak rata – rata berceloteh sebagai latihan
berbicara.
Perkembangan Kognitif :
Perkembangan kognitif dapat dilahat jelas pada umur delapan bulan, anak
mulai mengerti bahwa suatu benda dikatakan tidak ada jika benda itu tidak
terlihat oleh pandangannya, dan mengenal wajah – wajah yang familiar
baginya.
Tahun kedua (usia 1 – 2 tahun)
Perkembangan Motorik kasar :
Selama tahun kedua rata – rata anak dengan down sindrom secara perlahan
mulai berlatih untuk berdiri, setelah merangkak. Tetapi anak dengan down
sindrom kadang tidak melalui tahap merangkak. Anak dengan down
sindrom mengalami kelemahan pada tungkai yang menyebabkan anak
bergerak mendorong dengan kedua tangannya. Kadang – kadang anak akan
berguling kesisi lain agar berpindah tempat.
Perkembangan Motorik halus :
34
Anak mampu dalam mengambil benda – benda yang kecil dan mampu
menunjuk benda – benda yang dilihatnya dengan menggunakan jari. Pada
akhir tahun ke-2 anak mampu menggenggam piala, cangkir dengan baik.
Anak juga dapat bermain cilukba dan melambaikan tangannya saat
temannya menjauhinya.Pada tahap ini anak belajar cara memegang suatu
objek dan belajar melepaskan objek tersebut. Suatu saat timbul dalam
pikiran anak, jika ia melepaskan objek dalam genggamannya ia merasa
objek tersebut terbang dari genggamannya. Kejadian seperti ini
menyebabkan orang tua menjadi frustasi terutama ketidaksabaran orang tua
dalam mengajarkan keterampilan – keterampilan pada anaknya. Orang tua
semestinya dapat berperan dalam mendorong anaknya untuk melakukan
aktivitas yang dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak.
Perkembangan Pribadi dan sosial :
Proses sosialisasi anak dengan down sindrom memiliki perbedaan dengan
anak normal. Tetapi saat hari pertama kelahiran anak mengalami suatu
perubahan yang temporer. Anak akan merasa nyaman bila bersama dengan
orang yang dikenalnya, dan akan menangis bila didekat orang yang tidak ia
kenal. Namun seiring dengan waktu anak akan mampu berinteraksi dengan
orang lain ditandai dengan bersikap ramah terhadap orang lain secara
spontan.
Perkembangan Bahasa :
Anak mendapat suatu pemahaman yang menyangkut objek yang umum
yang didapat melalui permainan . anak juga mampu menyelesaikan
permintaan sederhana seperti usulan dan memberikan objek yang sering
dipegang anak. Anak dengan down sindrom hanya mampu mengucapkan
satu per satu kata, anak mampu memahami sesuatu dibandingkan
kemampuan nya untuk mengatakan nama benda tersebut.
Perkembangan Kognitif :
Anak dapat membanting – banting mainan yang ia pegang dan memasukan
mainan tersebut ke mulutnya. Jika anak tidak menemukan suatu objek yang
ia inginkan, akan berusaha mencapai objek yang diinginkannya,
pemahaman anak tentang suatu objek semakin berkembang .
Pada masa ini peran orang tua sangat penting dalam menstimuli
perkembangan anaknya seperti berkomunikasi dengan anak saat bermain,
35
menyediakan permainan yang meningkatkan perkembangan anak seperti
gambar – gambar. Orang tua tidak perlu menghukum atau mengomentari
anak saat anak menyebutkan kata – kata dengan salah tetapi orang tua dapat
mengulang kata yang diucapkan anak dengan benar. Perlu juga menjauhi
benda – benda yang dapat menyebabkan luka pada anak.
Usia toddler (2 – 3 tahun)
Perkembangan Motorik kasar :
Antara usia 2 – 3 tahun, rata – rata anak dengan down sindrom mampu
beradaptasi dengan perkembangan motorik kasar. Di akhir tahun ke tiga
anak dapat mengontrol jalannya, dan dapat menggenggam mainan kecil saat
naik tangga dan tangan sebelahnya berpegangan. Sudah punya koordinasi
yang baik saat duduk di kursi kecildan dapat menendang bola kecil.
Perkembangan Motorik halus :
Pada saat ini anak dengan down sindrom tidak dapat berkonsentrasi pada
tugas yang diberikan, ini dikarenakan perkembangannya yang belum
matang. Anak dengan down sindrom sering memasukan benda kedalam
mulutnya, membenturkan, atau menggoyang – goyang sesuatu yang ia
pegang. Akhir umur 2 tahun, anak dapat memegang 2 buah mainan besar
walaupun terkadang masih bingung. Pada akhir tahun ketiga anak dapat
memindahkan air dalam cangkir dan tidak tumpah. Anak down sindrom
dapat melakukan segalanya karena kecenderungan meniru teman –
temannya atau orang tuanya dirumah.
Perkembangan Personal dan sosial :
Pada masa ini kemampuan otonomi anak meningkat. Anak dengan down
sindrom menggunakan kata – kata negatif dan mengatakan tidak untuk
segala sesuatu tanpa pertimbangan. Pada saat ini anak harus dilatih untuk
mencukupi kebutuhan dirinya sendiriyang akan berkembang seiring dengan
berjalannya waktu. Tempertantrum mungkin akan terjadi dan anak meminta
dengan tegas apa yang ingin ia lakukan. Perubahan mood dapat terjadi dan
dapat membingungkan orang tua dan dirinya sendiri.
Anak dengan down sindrom biasanya mengalami kesulitan mengunyah dan
memilih makanan yang lunak. Pertengahan umur tiga tahun anak dapat
mengunyah makanan yang lebih keras. Ada juga yang tidak dapat
36
mengunyah daging atau makanan yang berserat sampai umur 5 – 6 tahun.
Toilet traning dapat dilakukan saat umur 30 bulan keatas.
Perkembangan Bahasa :
Selama umur tiga tahun perkembangan bahasa berkembang dengan pesat.
Anak dapat memahami bahasa dan mampu mengambilkan sesuatu bila
diminta. Pada akhir umur ketiga dapat mengucapkan dua kata dalam satu
kalimat. Perkembangan bahasa anak dengan down sindrom sangat
tertinggal. Anak biasanya belajar untuk memberi tanda dan mengatakannya.
Seorang terapis bicara biasanya akan mengajarkan anak untuk
menggunakan tangan untuk mengucapkan sesuatu. Orang tua biasanya
kawatir apabila anaknya harus menggunakan bahasa isyarat dari pad
berbicara langsung. Tetapi sebenarnya dengan bahasa isyarat dapat
membantu anak mengurangi frustasinya, meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dan memfasilitasi kemahiran dalam berbahasa. Banyak anak
yang diajarkan bahasa isyarat menunjukan perkembangan seperti lebih
lancar berbicara dan terkadang tidak menggunakan bahasa isyarat lagi.
Usia preschool (3 – 5 tahun)
Rata – rata anak dengan down sindrom lebih suka bermain dengan anak –
anak lainnya.
Perkembangan Motorik kasar :
Pada usia tiga tahun rata – rata anak down sindrom dapat menaiki tangga
sendiri dengan cara setiap anak tangga dinaiki dengan dua kaki. Tetapi
umur lima tahun anak menggunakan satu kaki setiap langkah pada saat
menaiki anak tangga, tapi tidak dapat menuruni anak tangga sampai umur 7
– 8 tahun.
Pada umur 3 – 3,5 tahun, anak dapat mengangkat bangku kecil keatas meja
dan dapat duduk sendiri diatas bangku. Pada umur 4 – 4,5 tahunanak dapt
mengontrolgerakan kakinya dengan baik seperti menyilangkan kakidan
berjalan jinjit dengan jarak yang dekat, anak juga dapat melemper bola
dengan baik. Umur 5lima tahun anak dapat berlari dengan baik dan dapat
menaiki sepeda beroda tiga.
Perkembangan Motorik halus :
37
Pada umur tiga tahun, anak dengan down sindrom dapat membuka tutup
botol dengan gerakan memutar. Anak juga dapat menggambar garis tegak
lurus dan akhir umur tiga tahun dapat meniru garis horizontal. Umur empat
tahun anak dapat mengumpulkan mainan kecil dalam kotak mainan, dan
dapat bermain puzzel sederhana dan membangun gedung yang tinggi dari
balok. Pada umur lima tahun anak dapat menggambar lingkaran.
Perkembangan Personal dan sosial :
Pada umur 3 -4 tahun, rata anak dengan down sindrom dapat menenangkan
diri sendiri dan dapat mengontrol apabila melakukan perbuatan negatif.
Pada umur ini juga anak dapat ditinggalkan orang tua tanpa hambatan besar.
Anak sudah dapat melakukan toilet traning dan pada usia lima tahun anak
sudah dapat memakai celana dan mencuci tangan setelah dari toilet. Saat
umur lima tahun anak sudah dapat menarik diri, dan bila memungkinkan
dapat mengikuti play group.
Perkembangan Bahasa :
Anak mampu menanyakan pertanyaan “apa” tapi belum dapat mengatakan
‘dimana’, ‘bagaimana’, atau ‘mengapa’. Ini pada umumnya terjadi pada usia
sekitar 6 – 10 tahun. Anak masih membuat kesalahan dalam melafalkan
huruf dan tidak mampu mendengar ceritra yang rumit.
Perkembangan Kognitif :
Pada usia ini fungsi intelektual pada umumnya menjadi lebih mudah untuk
dinilai. Ingatan bertambah baik dan rata – rata anak dengan sindron down
bisa mengulangi singkat nomor-rangkaian yang hanya ia dengar. Ia mulai
mengerti konsep urutan dan mengetahui perbedaan antara besar dan kecil.
Ia mampu memecahkan permasalahan secara mental dengan baik. Ini dapat
dilihat dengan percobaan puzzel, dengan potongan – potongan kecil yang
membuntuk suatu wujud.
Pada periode ini dimana anak pra sekolah belajar dari orang – orang yang
menjadi panutannya. Anak perlu diberi beberapa arahan di awal permainan
mereka atau ketika anak menjadi resah dan bosan. Selama masa ini anak
berpura – pura menjadi orang dewasa.
Usia sekolah (5 – 12 tahun)
Perkembangan Motorik kasar :
38
Pada masa ini anak dapat memanjat, mengayun, meluncur, menangkap bola
dengan cukup baik, dan koordinasi akan mengalami peningkatan.
Perkembangan Motorik halus :
Anak dengan down sindrom dengan usia 10 tahun dapat menggambar figur
seorana manusia yang ia kenaldan dapat menggambar sederhana suatu
rumah dan objek umum lainnya. Dapat melipat, memotong, menyusupkan,
dan melekatkan suatu objek semakain cepat dan akurat.
Perkembangan Pribadi dan sosial :
Anak – anak dengan down sindrom pada umumnya lebih baik pada aktivitas
sehari – hari dan lingkungan sosial kemudian mungkin diantisipasi dari
kemampuan intelektual mereka. Anak sudah dapat memenuhi kebutuhan
hygine sendiri seperti mandi, menyisir rambut, dan menggunakan sikat gigi.
Perkembangan Bahasa :
Seperti anak usia sekolah, suara anak menjadi lebih jelas dan kalimat yang
digunakan panjang. Usia 12 tahun mempunyai kosa kata sekitar 2.000 kata.
Disamping itu anak mungkin malu dan tidak berbicara banyak ketika berada
diluar rumah. Namun jika dirumah anak mungkin lebaih banyak bertanya
dan berbicara. Anak juga sudah mampu mengatakan pertanyaan seperti
‘dimana’, ‘mengapa’, dll.
Saat ini orang tua perlu memberikan kesempatan pada anak untuk
melakukan hal bagi dirinya sendiri, memberi penghargaan ketika anak
berhasil menyelesaikan tugasnya. Biarkan anak menceritakan
pengalamannya dan jangan menghukum anak ketika anak salah berbicara.
3.9. Manifestasi Klinis
Bayi dengan sindrom Down dapat memiliki salah satu atau kesemua gambaran
fenotipe seperti berikut:
a. Wajah dan jembatan hidung yang datar, brakisefali (belakang kepala datar).
39
b. Fissura palpebra yang tertarik ke atas (upslanting), ada lipatan epikantus,
hipoplasia iris (bercak Brushfield).
c. Telinga terlipat atau displastik,kecil dan letaknya rendah (low set ear).
d. Ada kelainan pada gigi, lidah menonjol.
e. Kelebihan kulit di tengkuk dan lehernya pendek.
f. Hiperekstensibilitas sendi, hipotonia otot.
g. Tangan pendek dan gemuk, jari tangan kelima pendek dan melengkung ke dalam,
alur palmar transversal (garis telapak tangan tunggal).
h. Celah lebar antara jari kaki pertama dan kedua (sandal-gap sign).8
Gambar 3.4 Penampakan Fisik Penderita Sindrom Down
40
Gambar 3.5 Tanda dan Gejala Pada Anak Dengan Sindrom Down
3.10 Masalah Kesehatan pada Anak dengan Sindrom Down11
Anak dengan sindrom down memiliki berbagai kelainan congenital yang
memerlukan penanganan medis. Kelainan itu antara lain,
Kelainan jantung
Penyakit Jantung Kongenital
Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down
dengan prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada
penderita yang dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering
adalah aneuploidy dalam dua tahun pertama kehidupan. Antara penyakit jantung
kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga
sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect (32%),
Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated
Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent
Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis (9%). Kira - kira 70% dari
endocardial cushion defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan
penderita yang dirawat, kira – kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada
jantung mereka
41
Atrioventricular septal defects (AVD)
Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan
anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna sewaktu
tahap embrio. Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD adalah patent ductus
arteriosus, coarctation of the aorta, atrial septal defects, absent atrial septum, dan
anomalous pulmonary venous return. Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi.
Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi asimtomatik pada dekade pertama
kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade kedua dan ketiga kehidupan.
Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous return, yang akhirnya
akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan ventrikel. Akhirnya nanti akan
terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain takipnu dan
penurunan berat badan
AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan pada salah satu,
atau kedua dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan
jantung pada bagian superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna.
Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui septum atrial. Kondisi ini kita kenal
sebagai defek ostium primum. Akan terjadi letak katup atrioventikuler yang
abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang
tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup mitral.
Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita
mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum
pada septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi
defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi
volume overloading pada ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan
gagal jantung pada awal usia. Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat terjadi
penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal jantung kongestif .
Foramen Oval Persisten
Foramen ovale merupakan lubang pada bagian tengah septum atrium yang vital
untuk janin. Pada saat lahir foramen ovale terbuka pada semua bayi, namun
kemudian menutup spontan karena tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada
diatrium kanan. Pada kelainan dengan atrium kanan yang meninggi tekanannya,
misal hipertensi pulmonal persisten pada neonates, foramen ovale mungkin terbuka,
dan menyebabkan pirau kanan kekiri yang bermakna. 12
42
Hipertensi pulmonal 13
Hipertensi pulmonal merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan vascular
paru akibat peningkatan arteri pulmonalis ataupun peningkatan tekanan arteri dan
vena pulmonalis.bila mean pulmonary artery pressure ≥ 25 mmHg saat stirahat atau
≥30 mmHg saat aktivitas.
Terapi farmakologi yang saat ini digunakan untuk pengobatan hipertensi
pulmonal meliputi golongan prostasiklin, (epoprostenol), analog prostasiklin
(beraprost, iloprost, treprostinil), antagonis reseptor endotelin (bosentan), nitric oxide
(NO), inhibitor fosfodiesteras (sildenafil), serta kombinasi ari preparat-preparat
tersebut.
Tahun 2003 Carroll WD dkk, melaporkan serial kasus mengenai pengunaan
sildenafil oral sebagai terapi hipertensi pulmonal pada 3 orang anak di inggris. Dosis
sildenafil yang diberikan pada pasien dimulai dari 0,5 mg/kg yang diberikan setiap 6
jam, dan ditingkatkan secara bertahap. Meskipun 2 dari 3 kasus tersebut berakhir
dengan kematian. Carroll WD dkk, menyatakan bahwa sildenafil merupakan pilihan
terapi yang berguna bagi pasien anak dengan hipertensi pulmonal kronik yang berat.
Schulze-Neick I dkk, di tahun yang sama menyampaikan hasil uji klinis menilai
efektifitas sildenafil intravena pada anak paska bedah PJB. Berdasarkan studi
tersebut diketahui bahwa penggunaan sildenafil intravena sebanding bahkan lebih
baik dengan inhalasi NO dosis rutin dalam hal dalam menurunkan peningkatan
tahanan vascular pembuluh darah pulmonal, baik elama berlangsungnya prosudur
kateterisasijantung rutin maupun paska bedah jantung terbuka.
Sildenafil merupakan inhibitor paten fosfodiesterase-5, dapat berakumulasi dan
meningkatkan aktifitas cyclic guanosine monophosphate (cGMP), yang bekrja secara
sinergik dengan NO. Dosis sildenafil yang lazim digunakan untuk anak 0,5-1 mg /kg
diberikan 3-4 kali sehari. Pemberian sildenafil dalam dosis besar dapat menimbulkan
efek samping seperti ereksi, dan hipotensi sistemik.
Ventricular Septal defect (VSD)
Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi
dimana adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi
sebagai anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat
terjadi akibat kelainan seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular
(AV) canal defects transposition of great arteries,dan corrected transpositions
Secundum Atrial Septal Defect (ASD)
43
Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang
menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya,
melalui septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial
dan darah venous akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang
gejala klinis. Percampuran darah ini juga disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis,
right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya .
Tetralogy of Fallot (TOF)
Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak yang
sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darahyang kaya oksigen dengan
darah yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait dengan
Tetralogy of fallot. Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan
atau tahanan pada katup pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka
kearah luar dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada aliran darah
akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang akhirnya akan menimbulkan
hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal defect. Pada kondisi ini,
adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan menyebabkan
darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur. Akibatnya akan
berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala
klinis berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah
pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal
terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang
atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka sianosis akan
menjadi lebih berat.
Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal
menutup dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung.
Simptom yang terjadi antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung.
Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Semakin besar PDA,
semakin
buruk status kesehatan penderita.
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
Duktus Arteriosus Persisten Kecil
44
Duktus arteriosus persisten kecil biasanya tidak memberi gejala. Tekanan darah dan
tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di
sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu (kontinuous murmur,
machinery murmur) yang khas untuk duktus arteriosus persisten di daerah subklavikula
kiri.
Gambaran radiologi dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan
ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau arteri pulmonali.
Pada neunatus sering dapat dilihat duktus yakni pada pandangan parasternal kiri atas,
sedangkan pada Doppler serta dopller berwarna membuktikan dengan jelas arus abnormal
kontinu baik duktus maupun arteri pulmonalis.
Duktus arteriosus persisten sedang
Gejala akibat duktus arteriosus persisten sedang biasanya timbul pada usia 2-5 bulan
tetapi biasanya tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita
infeksi salurn nafas, namun biasanya berat badan masih dalam batas normal. Anak lebih
mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan.
Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibandingan dengan anak
normal. Bila nadi radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan dijumpai pulsus
seler, tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Teraba getaran bising di daerah sela iga I-II
parasternal kiri, serta akan terdengar bising kontinu di sela iga II-III garis parasternal kiri
yang menjalar ke daerah sekitarnya. Bising middiastolik di apeks sering dapat didengar
akibat bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral relatif).
Duktus arteriosus persisten besar
Penderita duktus arteriosus persisten besar menunjukkan gejala yang berat sejak
minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum, hingga berat badan
tidak bertambah dengan memuaskan. Pasien akan tampak dispneu atau takipneu dan
banyak berkeringat bila minum.
Pada auskultasi terdengar bising kontinu atau bising sistolik.
Duktus arteriosus persisten besar dengan hipertensi pulmonal
Pasien duktus arteriosus persisten besar apabila tidak diobati akan berkembang
menjadi hiperteni pulmonal akibat penyakit vascular paru. Komplikasi ini dapat
berkembang pada usia kurang dari 1 tahun. Namun lebih sering pada usia tahun ke dua tau
ke tiga. Penatalaksanaan
Pada bayi prematur dengan memberkan indometasin intravena atau peroral dengan
dosis 0,2 mg/kgbb dengan selang waktu 12 jam, diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya
45
efektif pada bayi kurang dari satu minggu yang dapat menutup duktus pada lebih kurang
70% kasus.
Pasien duktus arteriosus persisten dengan pirau kiri dan kekanan sedang atau besar
dengan gagal jantung diberikan terapi medikamentosa (yakni digoksin atau furosemide)
bila terapi ini menolong, yang tampak dari berkurangnya gejala gagal jantung serta
pertambahan berat badan yang memadai, operasi dapat ditunda sampai 3-6 bulan sambil
menunggu kemungkinan duktus menutup.
Terapi bedah
Indikasi operasi duktus arteriosus :
1. PDA pada bayi yang tidak respon dengan terapi medikamentosa.
2. PDA dengan Keluhan
3. PDA dengan endocarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.
Gangguan pendengaran
Anak dengan sindrom down seringkali mengalami gangguan pendengaran, baik
sensorineural maupun konduktif. Semua bayi dengan SD perlu dievaluasi dengan
Auditory Brainstem Respon Test (ABR) atau dengan Transient Evoked Otoacoustic
Emission Test.
Masalah pengelihatan
Katarak congenital adalah masalah serius bagi bayi dengan sindrom down, tidak
adanya red reflex, terdapatnya nistagmus dan strabismus
Kelainan telinga, hidung, tenggorok
Obstruksi saluran nafas adalah masalah berat pada anak dan dewasa dengan
sindrom down. Gejalanya meliputi bunyi nafas mendengkur, posisi tidur yang
kurang lazim (duduk atau membungkuk sampai kepala menyentuh lutut), kelelahan
di siang hari atau adanya perubahan perilaku. Gejala-gejala tersebut harus
dievaluasi dengan baik untuk mencari adanya bukti obstructive sleep apnea.
Sinusitis dengan secret nasal yang purulen sering ditemui dan memerlukan tata
laksana segera
Penyakit infeksi dan gangguan imunitas
Pada anak dengan sindrom down yang menderita infeksi sistemik dan respiratorik
berulang yang berat perlu dilakukan evaluasi terhadap status imunnya. Kadar IgG
total seringkali normal walaupun didapatkan defisiensi sub kelas 2 dan 4 atau
peningkatan sub kelas 1 dan 3. Didapatkan korelasi yang nyata antara penurunan
IgG sub kelas 4 dengan terjadinya infeksi bacterial. Penurunan imunitas seluler
46
pada anak dengan sindrom down berpengaruh pada kejadian gingivitis dan penyakit
periodontal. Anak sindrom down denngan penyakit jantung dan saluran nafas
kronik sebaiknya mendapat vaksinasi pneumokokus dan influenza.
Masalah instabilitas atlantoaksial (IAA)
Menggambarkan peningkatan mobilitas servikal 1 dan 2 (14% kasus). Sebagian
besar kasus IAA asimtomatis, hanya sekitar 10% yang simtomatis. Gejala yang
mungkin timbul adalah nyeri leher, postur kepala yang tidak lazim, tortikolis,
perubahan cara berdiri, kehilangan kekuatan tubuh bagian atas, reflex neurologis
abnormal, dan terjadi gangguan miksi dan defekasi. Saat ini dianjurkan untuk
melakukan uji tapis IAA pada anak sindrom down usia 3-5tahun. Skrining
dilakukan dengan membuat foto servikal lateral dengan posisi netral, fleksi dan
ekstensi. Evaluasi harus dilakukan berkala pada usia 12 tahun, 18 tahun dan satu
kali pada saat dewasa
Masalah hematologi
Leukemia yang lebih sering dijumpai pada anak dengan sindrom down berusia
kurang dari 3 tahun adalah tipe non-limfositik (leukemia mielositik akut/LMA).
Anak sindrom down biasanya memberikan respon cukup baik dengan terapi
standart dan dapat mencapai remisi pada sekitar 80% kasus. Pada masa neonatus,
didapatkan 10% insiden gangguan mieloproliferatif (reaksi leukemoid) yang pada
beberapa kasus dapat berkembang menjadi LMA. Polisitemia juga cukup sering
ditemui pada neonatus. Suatu laporan menyatakan 64% anak dengan sindrom down
mengalami polisitemia pada saat neonates
Masalah endokrin
Angka kejadian penyakit tiroid meningkat antara penderita. Hipotiroid, baik
congenital maupun didapat, adalah yang paling sering dijumpai. Tanda dan gejala
hipotiroid kadan gtidak jelas. Uji tapis penyakit tiroid dianjurkan untuk dilakukan
setiap tahun dengan pemeriksaan TSH dan T4. Karena penyakit autoimun banyak
ditemui pada anak dengan sindrom down, maka sebaiknya evaluasi hipotiroid
dengan pemeriksaan antibody tiroid juga dilakukan pada anak usia sekolah untuk
mencari kemungkinan tiroiditis. Pada beberapa bayi dan anak dengan sindrom
down ditemukan kelainan hipertirotropinemia idiopatik dengan TSH yang
meningkat dan T4 yang normal. Hal ini dapat merupakan akibat defek
neuroregulator TSH yang berada dalam batas normal sampai batas atas, bila
47
dipantau selama 24 jam. Oleh karena itu, pemeriksaan TSH dan T4 dianjurkan
setiap 6bulan dan tidak diterapi kecuali bila didapatkan kadar T4 yang rendah.
Masalah gigi
Terdapat beberapa masalah orofasial pada anak sindrom down seperti masalah
erupsi gigi (terlambat, urutan erupsi yang tidak biasa), adanya gigi yang tidak
tumbuh baik primer maupun permanen, bentuk gigi yang kecil dan abnormal, fisura
pada lidah dan bibir serta gigi yang bertumpuk karena rongga mulut yang kecil dan
penyakit periodontal. Perlu dilakukan perawatan ortodonti setiap 6bulann
Gangguan psikiatri
Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan perilaku, penurunan intelektual
dan kemampuan fungsional. Anak sindrom down dengan retardasi mental sedang
atau berat mungkin tidak dapat mengungkapkan pemikiran dan persepsi mereka.
Anak yang menderita retardasi mental ringan masih dpat menjawab pertanyaan
pemeriksa dengan lebih akurat dan dapat mengungkapkan perasaan, pemikiran dan
persepsi mereka
Masalah neurologi
Angka kejadiannya mencapai 5-10%. Tampak hubungan antra umur dan prevalensi
kejang denga sindrom down, dengan puncak kejadian kejang pada masa bayi dan
berulang pada decade keempat atau kelima dalam hidupnya. Tampak pula bahwa
kejadian kejang menurun selama masa dewasa. Spasme infantile adalah tipe kejang
yang paling sering muncul pada bayi dan dapat terkontrol dengan steroid atau
antikonvulsan lainnya. Angka kejadian kejang yang meningkat tidak semata-mata
akibat adanya defek jantung, infeksi maupun gangguan neurotransmitter. Gangguan
autistic tampak lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa dengan sindrom down.
3.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari anak dengan Sindrom
Down:6
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan
sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal
juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
48
3. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau
mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan
sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS
merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh
kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui
pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin
tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan,
diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS
(mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau
amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
3.12 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk
mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga
dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun
kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian
penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. 14
Walaupun secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome lebih
banyak yang berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan kehidupan
yang lebih berkecukupan. Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu kehidupan para
penderitadown syndrome jauh meningkat beberapa tahun terakini. Perbaikan kualitas
hidup pengidap down sindrom dapat terjadi berkat perawatan kesehatan, pendekatan
pengajaran, serta penanganan yang efektif. 14
3.11.1 Stimulasi Dini
49
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena
otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan
permainan-permainan layaknya pada anak balita normal, walaupun respons dan daya
tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim karena keterbatasan
intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk
memberi lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan
untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu agar anak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,
mandi,yang akan memberi anak kesempatan. 14
Pada umumnya kelebihannya adalah penurut, periang, rajin, tepat waktu. Untuk
anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat menyenangi hal-
hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa sehingga bila sudah
diberikan suatu jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan sangat ngotot untuk
melakukan jatahnya, walaupun orang tua berusaha untuk menjelaskan, kadang-
kadang malah membuatnya sedih dan ngambek. Ini juga karena intelektual anak
yang kurang sehingga belum mempunyai pengertian yang baik. 14
3.11.2 Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek
pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat
adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan
penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan
monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
3.11.3 Fisioterapi 14
1. Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk
mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap
perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah
membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang
anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya.
Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan
pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.
50
2. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways).
Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat
menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu
posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.
3. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan
gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga
selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.
4. Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang
tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan
dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome seperti low
muscle tone, loose joint dan perbedaan yang terjadi pada otot-tulangnya.
5. Fisioterapi dapat dilakukan seminggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu
fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang
dibutuhkan anak dalam seminggu. Disini peran orangtua sangat diperlukan
karena merekalah nanti yang paling berperan dalam melakukan latihan dirumah
selepas diberikannya terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau
pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-
apa yg harus dilakukan dirumah.
1) Terapi Wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami
keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.
2) Terapi Okupasi. Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal
kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya.
Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS tergantung pada orang
lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan
tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan
kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.
3) Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan
kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan
pelajaran dari sekolah biasa
4) Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah
rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang
mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh,
51
motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan
aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
5) Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy) mengajarkan anak DS yang
sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang
tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
6) Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya
penanganan medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja
terapi jenis ini masih belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum
banyak penelitian yang membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim
dapat menyembuhkan DS. Orang tua harus bijaksana memilih terapi alternatif
ini, jangan terjebak dengan janji bahwa DSpada sang anak akan bisa hilang
karena pada kenyataannya tidaklah mungkin DS bisa hilang. DS akan terus
melekat pada sang anak. Yang bisa orang tua lakukan yaitu mempersempit
jarak perbedaan perkembangan antara anak DSdengan anak yang normal.
Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah :
(1) Terapi Akupuntur
Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian
tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan
dengan kondisi sang anak.
(2) Terapi Musik
Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang
dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka
dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan
mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik
(3) Terapi Lumba-Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat
mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak sindrom Down. Sel-
sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika
mendengar suara lumba-lumba.
(4) Terapi Craniosacral
Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf
pusat. Dengan terapi ini anak sindrom Down diperbaiki metabolisme
tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat. Dan tentu masih
52
banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin,
supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.
3.12 Perawatan Medis
Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi mental
pada penderita sindrom Down, masih belum ada yang mampu mengatasi kondisi ini.
Walau demikian usaha pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita
sindrom Down akan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita dan dapat
memperpanjang usianya. 15
Beberapa pemeriksaan secara reguler dapat dilakukan untuk memantau
perkembangan tingkat kesehatan penderita sindrom Down, baik anak ataupun
dewasa. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan audiologi,
pemeriksaan optalmologi secara berkala sebagai pencegah keratokonus, opasitas
kornea atau katarak. Untuk kelainan kulit seperti follikulitis, xerosis, dermatitis atopi,
dermatitis seboroik, infeksi jamur, vitiligo dan alopesia perlu dirawat segera.
Masalah kegemukan pada penderita sindrom Down dapat diatasai dengan
pengurangan komsumsi kalori dan meningkatkan aktivitas fisik. 15
Bagi pasien sindrom Down, baik anak atau dewasa harus sentiasa dipantau dan
dievaluasi gangguan prilaku, seperti fobia, ketidakmampuan mengatasi masalah,
prilaku streotipik, autisme, masalah makanan dan lain–lain. Tatalaksana terhadap
kondisi mental yang timbul pada penderita sindrom Down harus dilakukan. 15
Selain dari aspek medis, harus diperhatikan juga aspek sosial dan pergaulan,
yaitu dengan memberi perhatian terhadap fase peralihan dari masa anak ke dewasa.
Penting untuk memberi pendidikan dasar juga harus diberikan perhatian seperti
dimana anak itu akan bersekolah dan sebagainya. Hal–hal berkaitan dengan
kelangsungan hidup juga perlu diperhatikan, contohnya bagaimana mereka akan
meneruskan kehidupan dalam komunitas.15
Anemia Penyakit Kronik16
Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik,
anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial. Pengenalan
akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu
53
pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan
Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda kecil di sampel darah
pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya seperti siphilis dan
pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia penyakit infeksi. Pada
tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang infeksi dan ditemukannya gambaran
yang sama pada penyakit–penyakit kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama
anemia penyakit kronik diperkenalkan.16
Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang sering dijumpai
di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada pasien–pasien yang
sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis primer tetapi
merupakan respons sekunder normal terhadap berbagai penyakit di bagian tubuh
manapun.16
Anemia Penyakit Kronik
Defenisi anemia penyakit kronik
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses
infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita mengalami
penyakit tersebut selama 1–2 bulan. Tumor dulunya memang merupakan salah satu
penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi
dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik.17
Etiologi anemia penyakit kronik18
Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti
infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya
artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal
jantung kongestif dan idiopatik:
54
55
Tabel 5. Etiologi anemia penyakit kronik 17
56
N
oInfeksi kronik
Inflamasi
kronikLain–lain Idiopatik
1Infeksi paru: abses,emfisema,
tuberkulosis, bronkiektasis
Artritis
reumatoid
Penyakit hati
alkaholik
2 Endokarditis bakterial Demam reumatikGagal jantung
kongestif
3 Infeksi saluran kemih kronik
Lupus
eritematosus
sistemik (LES)
Tromboplebitis
4 Infeksi jamur kronik Trauma beratPenyakit jantung
iskemik
5Human immunodeficiency
virus (HIV)Abses steril
6 Meningitis Vaskulitis
7 Osteomielitis Luka bakar
8Infeksi sistem reproduksi
wanita
Osteoartritis
(OA)
9Penyakit inflamasi pelvik (PID:
pelvic inflamatory disease)
Penyakit
vaskular kolagen
(Collagen
vascular disease)
10 Polimialgia
11 Trauma Panas
12 Ulcus dekubitus
13 Penyakit Crohn
Patogenesis anemia penyakit kronik
Dari sejumlah penelitian disampaikan beberapa faktor yang kemungkinan
memainkan peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik, antara lain : 19
a) Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20–30% atau menjadi
sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada percobaan binatang
yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas.
Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama.
b) Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik.
Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik.
Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi
kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang
binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin.
c) Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit
besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan
terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang
mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast.
d) Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya
hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari
makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag.
Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap
pemendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi
eritropoetin yang aktif secara biologis.
e) Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh
suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.
f) Kegagalan produksi transferin.
Gambaran klinis anemia penyakit kronik 19
Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan
munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah
progresif atau stabil dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita
57
tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari
anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari
(asimptomatik).Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau
fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut
oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala. Pada
pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan
ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada
jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris serta dapat terjadi gangguan
serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara lain muka pucat, konjungtiva
pucat dan takikardi.
Diagnosa anemia penyakit kronik
Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan,
antara lain dari:
1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat,
konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.
2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:
a) Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11
gr/dL.
b) Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik
ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia
penyakit kronik.
c) Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau
menurun sedikit (= 80 fl).
d) Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL).
e) Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250
mug / dL).
f) Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).
g) Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan
konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun
58
pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang
kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel sumsum tulang dipengaruhi
oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang
cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan
lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan
dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin
eritrosit bebas lebih sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.
Penatalaksanaan anemia penyakit kronik 19
Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik,
kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit
yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan
membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada
pasien anemia penyakit kronik, tidak ada manfaatnya.Belakangan ini telah dicoba untuk
memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit
kronik, antara lain:
1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia
penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat
dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV)
atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat
dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons.
Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat
ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka
pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain,
seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis
eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.
2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah
memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya
jarang sampai berat.
3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada
pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik
dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan
59
gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam
beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera
dihentikan.
4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik
dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena
efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.
Bronkopneumonia
I. Definisi
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia (penumonia lobaris) adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut
bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,jamur, dan benda asing. 20
2. Etiologi 21
UMUR BAKTERI
< 1 bulan
Grup B streptococcusGram negativ
E.ColiKlebsiela
1-3 bulanChlamydia
Staphylococcus aureusGrup B streptococcus
3 bulan – 5 tahun
H. influenzaS. pneumonia
S. aureusGrup A streptococcus
Mycoplasma
5 – 10 tahun
MycoplasmaS. aureus
Grup A streptococcus
> 10 tahun
S. pneumoniaMycoplasma
Grup A streptococcusKlebsiela
60
3.Manifestasi klinis
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare; kadang-kadang
ditemukan geala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,takipnea, nafas
cuping hidung, air hunger , merintih, dan sianosis.
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40ºC dan mungkin disertai
kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, dispnoe pernapasan. 21
4.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :20
1. Gejala Klinis
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga
disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
2. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles (Ronkhi basah) sedang nyaring.
61
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
b. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-
40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.
c. Nilai Hb biasanya tetap normal atau menurun
d. Peningkatan LED
e. Kultur dahak dapat positif pada 20-50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok
(throat swat).
f. Analisa Gas Darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
g. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari
etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
h. Foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus.
4. Gambaran Radiologis
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat
tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus
bawah.Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen di daerah
hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhoute sign). Tampak juga
air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitas pada parenkim paru.
5. Penatalaksanaan 21
62
A. Penatalaksaan umum:
1. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang
2. Infus 20 tetes per menit mikro (untuk obat)
B. Penatalaksanaan khusus:
1. Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik
awal.
2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman
yang dicurigai.Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal
(24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Ampisilin 2x200 mg iv
Ampisilin (100mg/kgbb/hari IV) untuk Pneumonia ringan. Bayi dan anak
usia pra sekolah (2 bl-5 thn) betalaktam amoksisillin / amoksisillin/
amoksisillin klavulanat/ golongan sefalosporin / kotrimoksazol / makrolid
(eritromisin). Antibiotika selanjutnya tergantung dari pemantauan terhadap
respon 24-72 jam pengobatan. Apabila mengalami perbaikan teruskan sampai
3 hari klinis baik, sedangkan apabila bertambah berat/ tidak ada perbaikan
ganti antibiotik sesuai bakteri penyebab.
63