Upload
vanhuong
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Peramalan
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai pengertian peramalan, kegunaan metode
peramalan, jenis-jenis peramalan, langkah-langkah peramalan, pemilihan teknik dan
metode peramalan, pola data deret berkala, metode Rata-rata Bergerak Tunggal, metode
Box Jenkins, implementasi strategi pembentukan model, dan ukuran ketepatan ramalan.
3.1.1 Pengertian Peramalan
Perkembangan yang pesat sekali akhir-akhir ini dalam teknik dan metode analisa,
baik analisa ekonomi maupun analisa kegiatan usaha perusahaan, terutama di bidang
pemasaran, produksi dan keuangan sangat erat kaitannya dengan perkembangan teknik
dan metode peramalan.
Dalam melakukan analisa ekonomi atau analisa kegiatan usaha perusahaan,
haruslah diperkirakan apa yang akan terjadi dalam bidang ekonomi atau dalam dunia
usaha pada masa yang akan datang. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi
pada masa yang akan datang, dikenal dengan apa yang disebut dengan peramalan
(forescating).
Peramalan adalah tingkat perkiraan yang diharapkan untuk suatu produk atau
beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Dan dapat
diartikan bahwa peramalan adalah suatu taksiran yang ilmiah, meskipun akan terdapat
sedikit kesalahan (Biegel, 1992, p19).
17
Peramalan (forecasting) merupakan prediksi nilai-nilai sebuah peubah
berdasarkan kepada nilai yang diketahui dari peubah tersebut atau peubah yang
berhubungan. Meramal juga dapat didasarkan pada keahlian keputusan (judgement), yang
pada gilirannya didasarkan pada data historis dan pengalaman (Makridakis, 1991, p519).
Peramalan adalah alat/teknik untuk memprediksi dan memperkirakan suatu nilai
pada masa yang akan dating dengan memperhatikan data atau informasi yang relevan,
baik data/informasi masa lalu maupun data/informasi saat ini.
Peramalan adalah perpaduan antara seni dan ilmu dalam memperkirakan keadaan
di masa yang akan datang, dengan cara memproyeksikan data masa lampau ke masa yang
akan datang dengan menggunakan model matematika maupun perkiraan yang subjektif
(Heizer, 1996, p147).
3.1.2 Kegunaan Metode Peramalan
Menurut Assauri (1984, pp8-9), metode yang dipergunakan sangat besar
manfaatnya, apabila dikaitkan dengan keadaan informasi atau data yang dipunyai.
Apabila dari data yang lalu diketahui adanya pola musiman, maka untuk peramalan satu
tahun ke depan sebaiknya digunakan metode variasi musim. Sedangkan apabila dari data
yang lalu diketahui adanya pola hubungan antara variabel-variabel yang saling
mempengaruhi, maka sebaiknya dipergunakan metode sebab akibat atau korelasi.
Sebagaimana diketahui bahwa metode merupakan cara berpikir yang sistematis
dan pragmatis atas pemecahan suatu masalah. Dengan dasar ini, maka metode peramalan
merupakan cara memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa depan secara sistematis
dan pragmatis, sehingga metode peramalan sangat berguna untuk dapat memperkirakan
18
secara sistematis dan pragmatis atas dasar data yang relevan pada masa yang lalu, dengan
demikian metode peramalan diharapkan dapat memberikan objektifitas yang lebih besar.
Di samping itu, metode peramalan juga memberikan urutan pengerjaan dan
pemecahan atas pendekatan suatu masalah dalam peramalan, sehingga bila digunakan
pendekatan yang sama atas permasalahan dalam suatu kegiatan peramalan, maka akan
didapat dasar pemikiran dan pemecahan yang sama, karena argumentasinya sama. Selain
itu, metode peramalan memberikan cara pengerjaan yang teratur dan terarah, sehingga
dengan demikian dapat dimungkinkannya penggunaan teknik-teknik penganalisaan yang
lebih maju. Dengan penggunaan teknik-teknik tersebut, maka diharapkan dapat
memberikan tingkat kepercayaan atau keyakinan yang lebih besar, karena dapat diuji dan
dibuktikan penyimpangan atau deviasi yang terjadi secara ilmiah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode peramalan sangat berguna,
karena akan membantu dalam mengadakan pendekatan analisa terhadap tingkah laku atau
pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pengerjaan dan
pemecahan yang sistematis dan pragmatis, serta memberikan tingkat keyakinan yang
lebih besar atas ketepatan hasil ramalan yang dibuat atau yang disusun.
3.1.3 Jenis-jenis Peramalan
Menurut Assauri (1984, pp3-5), pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari
beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya,
maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
19
1. Peramalan yang subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi
dari orang yang menyusunnya. Pandangan atau “judgement” dari orang yang
menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan tersebut.
2. Peramalan yang objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan
pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-metode dalam
penganalisaan data tersebut.
Di samping itu, jika dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka
peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Peramalan jangka pendek, peramalan untuk jangka waktu kurang dari tiga bulan.
Peramalan seperti ini diperlukan dalam penyusunan rencana tahunan, rencana kerja
operasional, dan anggaran, contohnya penyusunan rencana produksi, rencana
penjualan, rencana persediaan, anggaran produksi, anggaran pemasaran, dan anggaran
perusahaan.
2. Peramalan jangka menengah, peramalan untuk jangka waktu antara tiga bulan sampai
tiga tahun.
3. Peramalan jangka panjang, peramalan untuk jangka waktu lebih dari tiga tahun.
Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan
atas dua macam, yaitu:
1. Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa
lalu, hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang menyusunnya.
Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran
yang bersifat intuisi, judgement atau pendapat, dan pengetahuan serta pengalaman
dari penyusunnya. Biasanya peramalan secara kualitatif ini didasarkan atas hasil
20
penyelidikan atau didasarkan atas ciri-ciri normative seperti decision matrices atau
decision trees.
2. Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada
masa lalu, hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang
dipergunakan dalam peramalan tersebut. Peramalan kuantitatif hanya dapat
digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut :
a. Adanya informasi tentang keadaan yang lain.
b. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data.
c. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang
akan datang.
3.1.4 Langkah-langkah Peramalan
Menurut Assauri (1984, p5), kualitas atau mutu dari hasil peramalan yang
disusun, sangat ditentukan oleh pelaksanaan penyusunnya. Peramalan yang baik adalah
peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah penyusunan yang baik.
Pada dasarnya ada tiga langkah peramalan yang penting, yaitu:
1. Menganalisa data yang lalu, berguna untuk pola yang terjadi pada masa yang lalu.
Analisa ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data yang lalu. Dengan
tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data tersebut.
2. Menentukan metode yang dipergunakan, bahwa metode peramalan yang baik adalah
metode yang memberikan hasil ramalan yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan
yang terjadi.
21
3. Memproyeksi data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, dan
mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahannya.
3.1.5 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan
Menurut Assauri (1984, pp11-14), faktor utama yang mempengaruhi pemilihan
teknis peramalan adalah identifikasi dan pemahaman akan pola data historis. Seringkali,
pola data tersebut merupakan karakteristik inheren dari kegiatan yang sedang diteliti.
Hubungan antar data dengan jangka waktu semakin jelas jika teramati bahwa pola trend
adalah merupakan kecenderungan jangka panjang. Sedangkan variasi musiman
menunjukkan pola data yang berulang dalam satu tahun. Teknik regresi cocok untuk
hampir semua pola yang dapat diidentifikasi, sedangkan teknik otoregresif lebih tepat
diterapkan untuk data runtut waktu yang mempunyai titik balik (turning points).
Dalam mengevaluasi teknik-teknik yang dikaitkan dengan pola data, bisa saja
diterapkan lebih dari satu teknik untuk data yang sama. Misalnya, teknik-teknik tertentu
mungkin lebih akurat dalam memprediksi titik balik, sedangkan lainnya terbukti lebih
handal dalam peramalan pola perubahan yang stabil. Bisa juga terjadi beberapa model
meramalkan terlalu tinggi (overestimate) atau terlalu rendah (underestimate) dalam
situasi tertentu. Selain itu, mungkin juga terjadi bahwa prediksi jangka pendek dari suatu
model lebih baik dari model lain yang memiliki prediksi jangka panjang yang lebih
akurat.
Pemilihan teknik peramalan juga berhubungan dengan tingkat akurasi yang
diinginkan, walaupun sulit untuk menyakinkan tingkat akurasi tersebut sebelum
mengevaluasi hasil kerja secara seksama. Misalnya, dalam banyak situasi suatu perkiraan
22
kasar tentang pola trend masa datang mampu memberikan proyeksi-proyeksi yang
akurat.
Untuk memilih teknik peramalan yang tepat secara benar, seorang peramal harus mampu
untuk:
1. Mendefinisikan sifat dari masalah yang akan diramalkan.
2. Menjelaskan sifat data/pola data yang akan digunakan.
3. Menjelaskan kelebihan dan keterbatasan teknik peramalan yang akan digunakan.
4. Menentukan beberapa kriteria di mana pemilihan keputusan dapat dibuat.
Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan adalah identifikasi
dan pemahaman akan pola data historis. Jika pola-pola tersebut diketahui, maka teknik-
teknik yang mampu digunakan secara efektif dipilih. Teknik pemilihan metode dapat
dilihat pada Tabel 3.1. Jenis-jenis pola data beserta teknik peramalan yang sesuai:
1. Teknik peramalan untuk data yang stasioner
Suatu data runtut waktu yang bersifat stasioner, merupakan suatu data berkala
yang nilai rata-ratanya tidak berubah sepanjang waktu. Situasi seperti itu muncul
ketika pola permintaan yang mempengaruhi data tersebut relatif stabil. Dalam bentuk
yang paling sederhana, peramalan suatu data runtut waktu yang stationer memerlukan
data historis dari runtut waktu tersebut untuk menduga nilai rata-ratanya, yang
kemudian menjadi peramalan untuk nilai-nilai masa datang. Teknik-teknik yang lebih
canggih memberikan hasil dugaan yang diperbaharui (updating) jika suatu informasi
baru tersedia. Teknik-teknik ini sangat berguna jika dugaan awal tidak dapat
dipercaya atau jika stabilitas dari nilai rata-rata diragukan. Selain itu, teknik-teknik
23
updating memberikan derajat kepekaan terhadap perubahan dalam struktur yang
mendasari data runtut waktu tersebut.
Teknik-teknik peramalan stasioner digunakan dalam keadaan-keadaan berikut
ini:
a. Jika kekuatan-kekuatan yang menghasilkan suatu data runtut waktu telah
menstabilkan dan lingkungan di mana data tersebut berada relatif tidak berubah.
Misalnya jumlah penjualan suatu produk atau jasa dalam tahap kejenuhan dari
siklus hidupnya atau jumlah penjualan yang disebabkan oleh suatu usaha yang
relatif tetap.
b. Jika suatu model yang sangat sederhana yang diperlukan karena keterbatasan data
atau untuk memudahkan penjelasan atau implementasi. Misalnya ketika suatu
perusahaan atau organisasi baru berkembang dan memiliki data historis yang
sangat sedikit.
c. Jika stabilitas dapat diperoleh dengan membuat koreksi sederhana terhadap
faktor-faktor seperti pertumbuhan penduduk atau inflasi. Misalnya perubahan
pendapatan menjadi pendapatan perkapita.
d. Jika suatu data runtut waktu dapat ditransformasikan menjadi suatu runtut waktu
yang stabil. Misalnya pentransformasian suatu serial data dengan
melogaritmakannya, akar, atau selisih.
e. Jika data runtut waktu tersebut merupakan sehimpunan kesalahan dari suatu
teknik peramalan yang dianggap memadai.
24
Beberapa teknik yang sebaiknya dipertimbangkan ketika meramalkan data
runtut waktu yang stasioner adalah model sederhana, metode rata-rata sederhana,
rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial sederhana, dan metode Box-Jenkins.
2. Teknik peramalan untuk data trend
Suatu data runtut waktu yang bersifat trend didefinisikan sebagai suatu
deretan yang mengandung komponen jangka panjang yang menunjukan pertumbuhan
atau penurunan dalam data tersebut sepanjang suatu periode waktu jangka panjang.
Dengan kata lain, suatu data runtut waktu dikatakan mempunyai trend jika nilai
harapannya berubah sepanjang waktu sehingga data tersebut diharapkan untuk
menaik atau menurun selama periode di mana peramalan diinginkan. Biasanya data
runtut waktu ekonomis mengandung suatu trend.
Teknik-teknik peramalan untuk data yang mengandung trend digunakan
dalam keadaan berikut ini:
a. Jika kenaikan produktiviktas dan teknologi baru cenderung mengubah gaya hidup.
Misalnya permintaan akan komponen-komponen elektronik akan meningkat
dengan semakin berkembanganya industri komputer, atau permintaan terhadap
jasa kereta api menurun dengan semakin berkembangnya teknologi jasa angkutan
udara.
b. Jika pertumbuhan penduduk meningkat permintaan akan barang dan jasa.
Misalnya penerimaan dari barang-barang konsumsi, permintaan akan konsumsi
energi, dan penggunaan bahan baku.
c. Jika daya beli rupiah mempengaruhi variabel-variabel ekonomi karena terjadi
inflasi. Misalnya gaji, biaya produksi, dan penggunaan bahan baku.
25
d. Jika penerimaan pasar meningkat. Misalnya periode pertumbuhan satu siklus
hidup dari suatu produk.
Teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk peramalan data runtut waktu
yang mengandung trend ini adalah rata-rata bergerak linear, pemulusan eksponensial
linear dari Brown, pemulusan ekponensial dari Holt, pemulusan ekponensial kuadrat
dari Brown, regresi sederhana, model Gomperzt, kurva pertumbuhan, model-model
eksponensial.
3. Teknik peramalan untuk data musiman
Suatu data runtut waktu yang bersifat musiman didefinisikan sebagai suatu
data runtut waktu yang mempunyai pola perubahan yang berulang secara tahunan.
Mengembangkan suatu teknik peramalan musiman biasanya memerlukan pemilihan
metode perkalian dan pertambahan dan kemudian menduga indeks musiman dari data
tersebut. Indeks ini kemudian digunakan untuk memasukkan sifat musiman dari
peramalan atau untuk menghilangkan pengaruh seperti itu dari nilai-nilai yang
diamati.
Teknik-teknik peramalan untuk data musiman digunakan dalam keadaan
berikut ini:
a. Jika cuaca mempengaruhi variabel yang diteliti, misalnya: konsumsi listrik,
kegiatan musim kemarau dan musim hujan, pakaian, dan musim tanam pertanian.
b. Jika kalender tahunan mempengaruhi varibel yang diteliti. Misalnya penjualan
eceran dipengaruhi oleh musim liburan, kalender sekolah, dan hari-hari besar
lainnya.
26
Teknik-teknik yang sebaiknya diperhatikan ketika meramalkan data runtun
waktu yang bersifat musiman adalah metode Dekomposisi klasik, Cencus II,
pemulusan eksponensial dari Winter, regresi berganda runtut waktu, dan metode Box-
Jenkins.
4. Teknik peramalan untuk data yang bersifat siklis
Pengaruh siklis didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang di sekitar
garis trend. Pola siklis cenderung untuk berulang setiap dua, tiga tahun atau lebih.
Pola siklis sulit untuk dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Turun naiknya
fluktuasi di sekitar trend jarang sekali berulang pada interval waktu yang tetap, dan
besarnya fluktuasi juga selalu berubah. Metode dekomposisi bisa diperluas untuk
menganalisis data siklis, maka penganalisaan komponen siklis dari suatu data runtut
waktu seringkali memerlukan temuan tak sengaja atau indikator-indikator ekonomi.
Teknik-teknik peramalan untuk data siklis digunakan dalam keadaan berikut
ini:
a. Jika siklus dunia usaha mempengaruhi variabel yang diteliti. Misalnya faktor
perekonomian, pasar, dan persaingan.
b. Jika terjadi pergesaran selera. Misalnya fashions, musik, dan makanan.
c. Jika terjadi perubahan jumlah penduduk. Misalnya perang, kelaparan,
epidemi,dan bencana alam.
d. Jika terjadi perubahan siklus hidup suatu produk. Misalnya pengenalan,
pertumbuhan, kematangan, kejenuhan pasar, dan kemudian penurunan.
27
Teknik-teknik yang sebaiknya diperhatian ketika meramalkan data runtut
waktu yang bersifat siklis adalah metode Dekomposisi klasik, indikator-indikator
ekonomi, model-model ekonometrik, regresi berganda, dan metode Box-Jenkins.
Tabel 3.1 Pemilihan Teknik Peramalan
Metode Pola Data Jangka Waktu
Model Jumlah Data Minimum
Sederhana Stationer Musiman
Trend
Pendek Time Series 1
Rata-rata sederhana Stasioner Pendek Time Series 30 Rata-rata bergerak Stationer Pendek Time Series 4-20
Pemulusan eksponensial
Stationer Pendek Time Series 2
Regresi sederhana Trend Menengah Kausal 10 Regresi berganda (Regresi Ridge)
Musiman Siklis
Menengah Kausal 10 * variabel
Dekomposisi klasik Musiman Pendek Time Series 5*panjang musiman
Model Trend Eksponensial
Trend Menengah Panjang
Time Series 10
Box-Jenkins Stationer Trend Siklis
Musiman
Pendek Time Series 24
Model Ekonometri Siklis Pendek Kausal 30 Regresi Berganda
Runtut Waktu Trend
Musiman Menengah Panjang
Kausal 6*panjang musiman
3.1.6 Pola Data Deret Berkala
Menurut Assauri (1984, pp45-47), langkah penting dalam memilih suatu metode
deret berkala yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga
dapat ditentukan metode yang paling tepat dengan pola tersebut untuk diuji. Menurut
28
Makridakis (1999, pp21-22), ada empat pola data yang dapat diramalkan untuk
peramalan data yang akan datang, yaitu:
1. Pola Horizontal (H) atau Stationary
Pola ini terjadi jika nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang
konstan. Dengan demikian dapat dikatakan pola ini sebagai stationary pada rata-rata
hitungnya (means). Contoh pola jenis adalah bila suatu produk mempunyai jumlah
penjualan yang tidak menaik dan tidak menurun selama beberapa periode. Contoh
pola ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Pola Horizontal / Stasionary
(Assauri, 1984, p46)
2. Pola Musiman(S) atau Seasonal
Pola ini terjadi bila suatu deret waktu dipengaruhi oleh faktor musiman
(misalnya kuartalan, bulanan, mingguan dan harian). Contohnya penjualan buku tulis
Waktu/ periode
Y
29
lebih tinggi pada waktu awal sekolah dibandingkan pada hari-hari biasanya. Contoh
pola ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Pola Musiman / Seasonal
(Assauri, 1984, p46)
3. Pola Siklus (C) atau Cyclical
Pola ini terjadi bila datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka
panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Contoh: ada beberapa produk
yang penjualannya menunjukkan pola siklus, seperti mobil sedan, besi baja, dan
peralatan bengkel. Contoh pola ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Waktu/ periode
Y
30
Gambar 3.3 Pola Siklis / Cyclical
(Assauri, 1984, p47)
4. Pola Trend (T)
Pola ini terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan dari data pengamatan
untuk jangka panjang. Pola ini terlihat pada penjualan produk dari banyak
perusahaan. Contoh pola ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Waktu/ periode
Y
31
Gambar 3.4 Pola Trend
(Assauri, 1984, p47)
3.1.7 Metode Rata-rata Bergerak Tunggal
Menurut Makridakis (1999, p101), metode ini banyak digunakan untuk
menentukan trend dari suatu deret waktu. Dengan menggunakan metode ini, deret
berkala dari data asli diubah menjadi deret rata-rata bergerak yang lebih mulus dan tidak
tergantung pada osilasi sehingga lebih memungkinkan untuk menunjukkan trend dasar
atau siklus dalam pola data sepanjang waktu.
Teknik Rata-rata Bergerak Tunggal dalam deret waktu terdiri dari pengambilan
suatu kumpulan nilai-nilai yang diamatii, mendapatkan rata-rata dari nilai ini, dan
kemudian menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan untuk periode yang akan
datang. Angka realisasi dari pengamatan yang lalu termasuk dalam nilai rata-rata yang
harus dispesifikasikan pada saat permulaan peramalan dilakukan.
Waktu/ periode
Y
32
Nilai rata-rata bergerak yang baru dengan memasukkan nilai data pengamatan
yang baru dan mengeluarkan nilai data pengamatan yang paling terdahulu, kemudian
dipergunakan sebagai ramalan untuk periode yang berikut. Dua hal yang ekstrim dari
perhitungan rata-rata bergerak, yaitu bila banyaknya data yang dimasukkan dalam
perhitungan tersebut atau N =1, maka dalam hal ini data pengamatan yang paling akhir
akan dipergunakan sebagai nilai ramalan untuk periode yang berikutnya. Sedangkan bila
banyaknya data yang dimasukkan dalam perhitungan tersebut adalah N=n atau seluruh
data pengamatan yang ada, maka dalam hal seperti ini rata-ratalah yang akan
dipergunakan sebagai nilai ramalan. Rata-rata merupakan angka perkiraan yang paling
baik, bila data bersifat acakan dengan jumlah N yang cukup besar. Pengaruh dari jumlah
N yang besar terdapat pada penggunaan garis lurus sebagai angka perkiraan, dimana
fluktuasi yang disebabkan variasi acakan akan dilicinkan (smoothing). Jumlah N yang
kecil dapat dipergunakan bila pola dengan fluktuasi acakan yang kecil dalam datanya.
Sedangkan penggunaan rata-rata bergerak untuk suatu jumlah data atau n yang kecil,
akan memungkinkan hasil ramalan yang diperoleh mengikuti pola dari data yang
terdapat.
Secara aljabar, teknik peramalan dengan metode Rata-rata Bergerak Tunggal
dapat dinyatakan dengan formula yang sederhana sebagai berikut :
( ) NXXXF Ntttt /..... 111 +−−+ +++= (3.1)
Atau
∑+−=
+ =t
Ntitt X
NF
11
1 (3.2)
Dimana t adalah nilai yang paling akhir dan t+1 adalah periode berikutnya, untuk
periode mana suatu ramalan dibuat.
33
1+tF = ramalan untuk periode yang berikut, t+1.
,....2,1, −− tttX = nilai amatan/ sebenarnya dari variabel itu pada periode t, t-1, t-2, ...
N = Jumlah amatan yang dipergunakan dalam menghitung Rata-rata Bergerak.
Ada beberapa pedoman yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan
penggunaan metode Rata-rata Bergerak yang tepat, yaitu :
1. Dari opini peramal terhadap trend dari variabel yang diramalkan, jika variabel
tersebut agak statis atau tetap, dengan nilai-nilai yang acakan, maka dengan rata-rata
bergerak dari sejumlah besar pengamatan mungkin akan menghasilkan nilai ramalan
yang lebih baik atau tepat, karena penyimpangan atau kesalahan ramalannya adalah
kecil. Jika terdapat fluktuasi data yang cukup besar, maka jumlah pengamatan yang
digunakan akan menghasilkan reaksi atau pengaruh yang lebih besar terhadap
perubahan data. Rata-rata bergerak dengan jumlah pengamatan yang sedikit akan
memberikan ramalan terbaik, bila perubahan data yang terdapat adalah karena faktor-
faktor yang fundamental atau mendasar, bukan karena unsur-unsuryang acakan
(random elements).
2. Ketepatan (accuracy) dari ramalan yang dibuat dengan bermacam-macam rata-rata
bergerak , ketepatan mana dapat dihitung oleh penyusun ramalan. Metode ramalan
rata-rata bergerak yang menghasilkan ketidaktepatan yang terkecillah yang sebaiknya
dipilih. Kesalahan ramalan yang ditunjukkan adalah nilai absolut dari kesalahan.
Kemudian nilai kesalahan ramalan itu dipangkat-duakan (squared error).
34
3.1.8 Metode Box Jenkins
Menurut Assauri (1984, p126), metode peramalan yang sangat sering
dipergunakan dalam ekonomi dan dunia usaha (business) adalah deret waktu (time
series), dimana sejumlah amatan diambil selama beberapa periode dan digunakan sebagai
dasar dalam penyusunan suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan yang
diinginkan. Seluruh metode peramalan menekankan kepada usaha untuk mengatasi
keadaan yang terdapat pada data historis yang diamati, dengan menggunakan asumsi
bahwa pola dasar yang ditunjukkan oleh data historis tersebut, adalah dengan pola acakan
atau randomness. Metode peramalan ditekankan untuk mengisolasikan pola dasar sedapat
mungkin dan menggunakan hasil isolasi tersebut sebagai dasar untuk meramalkan
periode mendatang. Tetapi dari sekian banyak metode peramalan jangka pendek, metode
Box Jenkins merupakan metode peramalan yang memiliki kemampuan untuk dapat
mengatasi kerumitan deret waktu dan variasi lainnya.
3.1.8.1 Konsep Dasar Metode Box Jenkins
Menurut Assauri (1984, pp126-128), metode Box Jenkins adalah suatu metode
yang sangat tepat untuk menangani atau mengatasi kerumitan deret waktu dan situasi
peramalan lainnya. Kerumitan itu terjadi karena terdapatnya variasi dari pola data yang
ada. Oleh karena itu diperlukan pendekatan untuk meramalkan data dengan pola yang
rumit tersebut dengan menggunakan beberapa aturan yang relatif baik. Disamping itu
metode ini dapat dipergunakan untuk meramalkan data historis dengan kondisi yang sulit
dimergerti pengaruhnya terhadap data secara teknis. Oleh karena itu perlu diketahui dan
dimengerti beberapa dasar tentang teknik pengaplikasian metode ini.
35
Dalam metode Box Jenkins tidak dibutuhkan adanya asumsi tentang suatu pola
yang tetap, yang agak berbeda dengan metode-metode lainnya. Pendekatan Box Jenkins
ini mulai dengan mengadakan asumsi adanya pola percobaan yang disesuaikan dengan
data historis, sehingga kesalahan akan dapat diminimalisasikan. Selanjutnya pendekatan
Box Jenkins ini memberikan informasi secara eksplisit untuk memungkinkan dapat
memikirkan atau memutuskan apakah pola yang secara tentatif diasumsikan tersebut
adalah tepat atau benar untuk keadaan atau situasi yang telah terjadi. Jika hal ini telah
dilakukan, maka peramalan dapat langsung disusun dan jika tidak sesuai pola yang
diasumsikan, maka pendekatan Box Jenkins memberikan lebih jauh tanda-tanda untuk
mengidentifikasikan pola yang benar.
Untuk menggambarkan pendekatan metodologi peramalan Box Jenkins, maka
George Box dan Gwilyn Jenkins telah mengembangkan suatu diagram skema yang dapat
dilihat pada Gambar 3.5 . Pendekatan ini membagi masalah peramalan dalam tiga tahap
yang didasarkan pada postulasi atas kelas yang umum dari model-model peramalan. Pada
tahap pertama, suatu model tertentu dapat dimasukkan secara tentative sebagai metode
peramalan yang sangat cocok untuk keadaan yang diidentifikasi. Tahap kedua, menduga
parameter dalam model yang dimasukkan. Tahap ketiga, mencocokan model tersebut
untuk data historis yang tersedia dan melakukan suatu pengecekan untuk menentukan
apakah model tersebut sudah cukup tepat. Jika tidak tepat, maka pendekatan ini kembali
ke tahap pertama dan suatu model alternatif diidentifikasi. Bila suatu model yang sudah
cukup tepat, hendaknya diisolasikan dan tahap ketiga dilakukan, yaitu penyusunan
ramalan untuk beberapa periode yang akan datang. Dalam rangka ini perlu diketahui
unsur-unsur yang penting untuk dapat mengaplikasikan pendekatan Box Jenkins.
36
Gambar 3.5 Diagram Arus untuk strategi Pembentukan Model Box-Jenkins
3.1.8.2 Autokorelasi
Menurut Assauri (1984, pp129-131), autokorelasi diantara nilai-nilai yang
berturut-turut dari data merupakan suatu alat penentu atau kunci dari identifikasi pola
dasar yang menggambarkan data itu. Seperti telah diketahui bahwa konsep korelasi di
antara dua variabel menyatakan asosiasi atau hubungan diantara dua variabel. Nilai
korelasi menunjukkan apa yang telah terjadi atas salah satu variabel, terdapat perubahan
dalam variabel lainnya.
Postulasi suatu kelas yang umum dari model-model
Identifikasi model yang dapat dimasukkan secara tentatif
Pengestimasian parameter dalam model yang Dimasukkan secara tentatif
Pengecekan diagnostika metode itu cukup tepat
Menggunakan model-model untuk peramalan
tidak
tahap 1
tahap 2
tahap 3
37
Tingkat korelasi ini diukur dengan koefisien korelasi yang besarnya bervariasi
diantara +1 dan -1. Suatu nilai koefisien yang mendekati +1 menunjukkan kuatnya
hubungan positif diantara dua variabel itu. Ini berarti bahwa bila nilai dari salah variabel
meningkat atau bertambah, maka nilai pada variabel lainnya juga cenderung bertambah.
Demikian pula halnya dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati -1, menunjukkan
bertambahnya nilai salah satu variabel akan mengakibatkan turunnya atau kurangnya
nilai dari variabel lainnya. Suatu nilai koefisien korelasi nol menunjukkan bahwa kedua
variabel secara statistik adalah bebas, tidak tergantung satu dengan lainnya, sehingga
tidak ada perubahan dalam satu variabel, bila variabel lainnya berubah.
Suatu koefisien autokorelasi adalah sama dengan suatu koefisien korelasi hanya
bedanya bahwa koefisien ini menggambarkan asosiasi atau hubungan antara nilai-nilai
dari variabel yang sama, tetapi pada periode waktu yang berbeda.
Autokorelasi memberikan informasi yang penting tentang susunan atau struktur
data dan polanya. Dalam suatu kumpulan data acakan atau random yang lengkap,
autokorelasi diantara nilai-nilai yang berturut-turut akan mendekati atau sama dengan
nol, sedangkan nilai-nilai data dari ciri yang musiman dan atau siklus akan mempunyai
autokorelasi yang kuat. Sebagai contoh, informasi yang menunjukkan suatu hubungan
yang positif diantara temperatur setiap dua belas bulan berturut-turut, merupakan
informasi yang diperoleh dengan perhitungan autokorelasi yang dapat dipergunakan
dalam pendekatan Box Jenkins untuk mengidentifikasikan model peramalan yang
optimal. Dengan mengetahui nilai koefisien autokorelasi dapat diketahui ciri, pola dan
jenis data, sehingga dapat memenuhi maksud untuk menidentifikasikan suatu model
tentatif atau percobaan yang dapat disesuaikan dengan data.
38
Menurut Makridarkis (1999, p 399-402), autokorelasi untuk time lag 1,2,3,4,...k
dapat dicarikan dan dinotasikan kr , sebagai berikut :
( )( )
( )∑
∑
=
−
=−
−
−−= n
tt
kn
tktt
k
YY
YYYYr
1
2
1 (3.3)
Dengan koefisien autokorelasi dari data acak mempunyai sebaran penarikan
contoh yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan galat standar 1/√n.
3.1.8.3 Koefisien Autokorelasi Parsial
Didalam analisis regresi, apabila variabel tidak bebas Y diregresikan kepada
variabel-variabel bebas X1 dan X2 maka akan timbul pertanyaan sejauh mana variabel X1
mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X2 dipisahkan (partialled out). Ini
berarti meregresikan Y kepada X2 dan menghitung galat nilai sisa (residual errors),
kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada X1. Didalam analisis deret berkala
berlaku konsep yang sama.
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association)
antara Y1 dan Yi-k, apabila pengaruh dari time lag 1, 2, 3, ..., dan seterusnya sampai k-1
dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret berkala adalah membantu
menetapkan model Box Jenkins yang tepat untuk peramalan, kenyataannya, mereka
memang dibentuk hanya untuk tujuan ini.
Koefisien autokorelasi parsial berorde m didefinisikan sebagai koefisien
autokorelasi terakhir dari model AR(m). Sebagai contoh, persamaan-persamaan 3.4 -3.8
masing-masing digunakan untuk menetapkan AR(1), AR(2), AR(3), ...AR(m). Koefisien
39
mφ yang terakhir pada masing-masing persamaan merupakan koefisien autokorelasi
parsial. Ini berarti notasi 1φ , 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ adalah m buah koefisien korelasi
parsial yang pertama untuk deret berkala tersebut.
ttt YY εφ += −11 (3.4)
tttt YYY εφφ ++= −− 2211 (3.5)
ttttt YYYY εφφφ +++= −−− 332211 (3.6)
tmtmttt YYYY εφφφ ++++= +−−−− 112211 ... (3.7)
tmtmmtmttt YYYYY εφφφφ +++++= −+−−−− 112211 ... (3.8)
Dari persamaan-persamaan ini dapat dicari nilai-nilai 1φ , 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ .
Perhitungan yang diperlukan akan memakan banyak waktu. Oleh karena itu lebih
memuaskan untuk memperoleh taksiran 1φ , 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ berdasarkan pada
koefisien autokorelasi. Penaksiran tersebut dapat dilakukan dengan metode di bawah ini.
Apabila ruas kiri dan kanan persamaan 3.4 dikalikan dengan Yt-1, hasilnya adalah
tttttt YYYYY εφ 11111 −−−− += (3.9)
Dengan mengambil nilai harapan pada persamaan 3.9 akan menghasilkan :
)()()( 11111 tttttt YEYYEYYE εφ −−−− += (3.10)
Yang dapat ditulis ulang sebagai :
011 γφγ = (3.11)
karena berdasarkan definisi 11 )( γ=−ttYYE , 011 )( γ=−− tt YYE , dan 0)( 1 =− ttYE ε .
Apabila kedua ruas persamaan 3.11 dibagi 0γ , hasilnya adalah
11 φρ = (3.12)
40
karena )(0
11 γ
γρ = merupakan cara untuk menetapkan autokorelasi pertama. Jadi
11 ρφ = ini berarti bahwa autokorelasi parsial yang pertama adalah sama dengan
autokorelasi pertama dan kedua-duanya ditaksir di dalam sampel dengan 1r secara
umum, karena )(0γ
γρ kk = , maka operasi yang terlihat pada persamaan 3.9 sampai 3.12
dapat diperluas sebagai berikut. Kalikan kedua ruas persamaan 3.10 dengan Yt-k, hitung
nilai harapan dan bagilah dengan 0γ , sehingga menghasilkan sekumpulan persamaan
simultan (disebut persamaan Yule-Walker), yang dapat dipakai untuk mencari nilai-nilai
1φ , 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ . Nilai-nilai ini dapat digunakan sebagi penduga nilai-nilai
autokorelasi parsial sampai m time lag. Untuk mendapatkan jawaban persamaan-
persamaan tersebut terdapat prosedur penaksiran rekursif.
Dari persamaan 3.5, dapat dihitung 1φ , untuk 2φ dengan menggunakan persamaan
3.6, dan seterusnya. Jika 1φ adalah nyata berbeda dari nol secara statistik, sedangkan 2φ
tidak, maka prosesnya adalah AR(1). Perhitungan nilai-nilai 1φ , 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ
dari persamaan-persamaan 3.4, 3.5, 3.6 …, 3.8 membutuhkan banyak waktu. Terdapat
kemungkinan lain untuk memperoleh nilai dugaan dengan menggunakan persamaan
berikut :
ktkttt −−− +++= ρφρφρφρ ...2211 (3.13)
Dimana:
tρ = autokorelasi time lag ke t
kφφφ ,..., 21 = parameter AR / Autokorelasi parsial
41
Sesudah mengerti apakah autokorelasi parsial itu dan bagaimana cara
memperolehnya, maka selanjutnya akan dibahas mengenai cara pemakaiannya untuk
menetapkan model Box Jenkins yang tepat. Apabila proses yang mendasari diperolehnya
rangkaian (series) adalah model AR(1), maka harus dimengerti bahwa 1φ secara nyata
akan berbeda dari nol, sedangkan 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ tidak akan berbeda nyata
secara statistika. Apabila proses pembangkit yang sebenarnya adalah AR(2), maka hanya
1φ dan 2φ , yang akan berbeda nyata, sedangkan nilai-nilai taksiran lainnya tidak akan
signifikan. Hal ini berlaku untuk proses-proses AR yang berorde lebih tinggi.
Dengan kata lain, karena cara pembentukan 1φ , 2φ , 3φ , ... 1−mφ , dan mφ , maka
koefisien yang akan berbeda nyata dari nol hanya sampai pada orde proses AR yang
digunakan untuk membangkitkan data. Di dalam identifikasi model, kemudian
diasumsikan bahwa apabila hanya terdapat dua autokorelasi parsial yang berbeda nyata
dari nol, maka generating prosesnya berorde dua dan orde dari model peramalannya
adalah AR(2). Apabila pada p autokorelasi parsial yang signifikan, maka orde yang
diambil haruslah AR(p)
Apabila proses pembentukan datanya adalah MA bukannya AR, maka
autokorelasi parsial tidak akan menunjukkan orde proses MA tersebut, karena nilai
tersebut dibentuk untuk mencocokkan proses AR. Kenyataannya, nilai tersebut
menunjukkan suatu ketergantungan dari satu lag ke lag berikutnya yang membuatnya
menyerupai cara autokorelasi untuk proses AR. Autokorelasi parsial akan menurun
mendekati nol secara eksponensial. Untuk tujuan identifikasi, apabila autokorelasi
parsial tidak memperlihatkan penurunan nilai secara acak sesudah p time lag, melainkan
42
menurun sampai nol secara eksponensial, hal ini diasumsikan habwa generating prosess
yang sebenarnya adalah MA.
Sebagai ringkasan, apabila hanya terdapat p autokorelasi parsial yang
signifikansinya berbeda dari nol, maka diasumsikan bahwa proses tersebut adalah AR(p).
Jika autokorelasi parsial menurun mendekati nol secara eksponensial, proses tersebut
diasumsikan sebagai proses MA.
Tabel 3.2 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
Autokorelasi Autokorelasi parsial MA(q) AR(p) ARMA(p,q)
Dipotong setelah proses orde ke q Menghilang Menghilang
Menghilang Dipotong setelah proses orde ke p Menghilang
Angka dari autoregresi dan rata-rata bergerak (orde p dan q) pada model ARMA
ditentukan dari pola sampel autokorelasi dan autokorelasi parsial dan nilai dari kriteria
seleksi model. Pola autokorelasi dan autokorelasi parsial dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Pada prakteknya, nilai p dan q masing-masing jarang melebihi dua.
3.1.8.4 Jenis-jenis Model Box Jenkins
Menurut Assauri (1984, p132), pada umumnya ada dua model dari metode Box
Jenkins, yaitu model linear untuk deret yang statis (ARMA) dan model linear untuk deret
yang tidak statis (ARIMA).
43
3.1.8.5 Model ARMA (Autoregressive-Moving Average)
Menurut Assauri (1984, pp132-142), bagi deret data yang tetap statis (stasionary),
metode Box Jenkins mempostulasikan tiga kelas yang umum dari model-model yang
dapat dipergunakan, terutama untuk menggambarkan jenis atau pola dari data waktu.
Ketiga model tersebut adalah :
1. Model Autoregressive (AR)
Model Autoregressive (AR) adalah suatu persamaan dengan bentuk umum :
tptptttt YYYYY εφφφφ +++++= −−−− ...332211 (3.14)
Dimana :
tY = variabel respon (terikat) pada waktu t
1−tY , 2−tY , 3−tY , …, ptY − = variabel respon pada masing-masing selang waktu t-1,
t-2, ..., t-p. Nilai Y berperan sebagai variabel bebas.
tε = Galat pada saat t yang mewakili dampak variabel-
variabel yang tidak dijelaskan oleh model.Asumsi mengenai galat adalah sama
dengan asumsi model regresi standar.
Dalam metode ini, variabel bebasnya adalah variabel yang sama (auto
variable), tetapi pada periode-periode sebelumnya(t-1, t-2, t-3, ... , t-p). Sedangkan tε
adalah unsur kesalahan atau residual yang menunjukkan persitiwa acakan atau
random events yang tidak dapat diuraikan atau dijelaskan oleh model.
Model Autoregressive (AR) pada persamaan 3.14 adalah sama dengan
persamaan regresi. Perbedaannya adalah bahwa pada model Autoregressive, variabel
bebas adalah nilai yang lalu dari variabel yang diramalkan (dependent variable).
Perbedaan lainnya adalah parameter regresi, diestimasikan dengan menggunakan
44
metode least squares yang linear, sedangkan parameter Autoregressive diperoleh
dengan menggunakan metode least Squares yang nonlinear.
Model Autoregressive (AR) terdapat dalam beberapa bentuk, tergantung pada
derajat susunan (order) dari p. Bila p = 1, bentuknya menjadi model Autoregressive
dengan susunan pertama atau AR(1). Dalam bentuk umum, model ini dituliskan
sebagai AR(p), sehingga sebelum model AR dapat dipergunakan maka susunan
(order) p tersebut harus dispesifikasikan. Nilai yang berlaku untuk p dapat diperoleh
dengan menyelidiki nilai koefisien autokorelasi parsial. Model AR akan lebih mudah
dimergerti dengan menyelidiki bentuk matematisnya.
Dalam praktiknya, dua kasus yang akan paling sering dihadapi adalah apabila
p=1 dan p=2, yaitu berturut-turut untuk model AR(1) dan AR(2).
a. Model AR(1)
Berdasarkan model AR umum :
ttt YY εφ += −11 (3.15)
121 −−− += ttt YY εφ , bila disubtitusikan kedalam persamaan 3.15 akan diperoleh:
tttt YY εεφφ ++= −− )( 121 (3.16)
bila subtitusi ini dilanjutkan dari tY untuk amatan pertama, maka akan
menghasilkan persamaan bentuk umum, yaitu :
11
1 ... +−
−++ +++= th
htth
ht YY εφφεφ (3.17)
dimana :
htY + = variabel yang diramalkan (dependent variabel)
tY = variabel bebas
45
h = lag waktu (1,2,3...,p periode)
perama lan yt+1 linear yang terbaik, yt+2,..., yt+h dihitung menggunakan
kaidah-rantai peramalan (law of iterated projections)
)()(
)())(()(
)(
|1|
|12
|1|1|2
|1
μφμμφ
μφμμφφμμφ
μφ
−+=−=
•••
−+=−+=−=
−=
−++
++++
+
th
thttht
tttttttt
ttt
YYY
YYYY
YY
Perhitungan kesalahan peramalan dapat diperoleh dengan
1111
11
1||
11212|22|2
1|11|1
......
+−−++
+−
−+++++
+++++++
++++
+++=
+++=−=
•••
+=+=−=
=−=
thhtht
th
hthtththttht
ttttttttt
tttttt
YY
YYYY
εφεφε
εφφεεε
εφεφεεε
εε
Perhitungan ragam (variance) kesalahan peramalan diperoleh dengan
21 )( σε =+ ttVar (3.18)
2
22)1(222
|
21
222|2
11)...1()var(
)1()1()var(
φφσφφσε
φσφσε
−−
=+++=
•••
+=+=
−+
+
hh
tht
tt
b. Model AR(p)
ttYL εμφ =− ))(( (3.19)
46
pp LLL φφφ ...1)( 1 −−= (3.20)
untuk p = 2 tttt YYY εφφ ++= −− 2211 (3.21)
untuk p =3 ttttt YYYY εφφφ +++= −−− 332211 (3.22)
AR(p) dalam bentuk state space :
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
+
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−
−
−
+−
−
0...0
.
.
.
010......0...01
...
.
.
.2
121
1
1
t
pt
t
tp
pt
t
t
Y
YY
Y
YY εφφφ
2. Model Moving Average (MA)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, model Autoregressive merupakan model
yang hampir sama dengan bentuk mutliple regression. Model Autoregressive pada
awalnya tidak dapat menangani seluruh deretan data. Oleh sebab itu, pendekatan Box
Jenkins mempertimbangkan dua kelas yang lain untuk menangani masalah tersebut.
Salah satunya adalah model Moving Average. Model Moving Average (MA)
memberikan hasil ramalan tY berdasarkan atas kombinasi linear dari kesalahan-
kesalahan yang lalu. Hal ini berbeda dengan model Autoregressive (AR) yang
menyatakan bahwa tY sebagai fungsi linear dari p nilai-nilai sebenarnya dari tY pada
masa-masa sebelumnya.
Bentuk umum dari model Moving Average (MA) adalah
qtqttttY −−− −−−−= εθεθεθε ...2211 (3.23)
dimana :
tε = kesalahan (error) atau residual
47
1−tε , 2−tε , 3−tε , …, qt−ε = nilai-nilai terdahulu dari kesalahan (error)
Nilai parameter 1θ , 2θ , 3θ ,…, pθ dari MA harus diduga. Dugaan ini
dilakukan dengan sistem coba-coba atau “trial and error”, seperti pada model AR.
Dalam hal ini nilai-nilai θ yang berbeda-beda dicoba, sehingga diperoleh θ yang
menghasilkan kuadrat rata-rata kesalahan (MSE) yang minimal. θ harus jatuh di
dalam jarak nilai (|θ | < 1).
Perbedaan model ini dengan model Autoregressive adalah model Moving
Average menyertakan variabel tidak bebas yang diramalkan Y tergantung pada nilai-
nilai sebelumnya dari unsur kesalahan (error term), yaitu 1−tε , 2−tε , 3−tε , …, qt−ε , dan
bukan dipengaruhi oleh variabel itu sendiri.Dengan kata lain, dalam model ini harus
diperhatikan autokorelasi diantara nilai berturut-turut dari residual atau kesalahan
(error).
Nilai-nilai 1θ , 2θ , 3θ ,…, pθ tidak perlu dijumlahkan menjadi satu, dan juga
nilai 1θ tidak bergerak (moving) dengan adanya pengamatan baru seperti pada
perhitungan rata-rata bergerak (Moving Average).
a. MA(1) atau Moving Average dengan susunan pertama
Model MA(1) merupakan model yang hampir sama dengan metode
exponensial smoothing. Bentuk umum model MA(1) adalah
11 −−= tttY εθεσ (3.24)
Dengan cara lain dapatlah dinyatakan :
bila 2211 −− −−= ttttY εθεθε
maka 2111 −−− += ttt Y εθε (3.25)
48
Persamaan 3.25 disubtitusikan kedalam persamaan 3.24 maka diperoleh
)( 2111 −− +−= tttt YY εθθεσ (3.26)
Bila pensubtitusian dilanjutkan maka akhirnya persamaan 3.26 akan
menjadi
ntn
ntn
tttt YY −−−−
−− −−−−−= εθεθεθθεσ 111
122
111 ... (3.27)
b. MA(2) atau Moving Average dengan susunan kedua
Bentuk umum model MA(2) adalah berbentuk :
2211 −− −−= ttttY εθεθεσ (3.28)
c. MA(3) atau Moving Average dengan susunan ketiga
Bentuk umum model MA(2) adalah berbentuk :
332211 −−− −−−= tttttY εθεθεθεσ (3.29)
3. Model Autoregressive-Moving Average (ARMA)
Metode Box Jenkins menggunakan prosedur yang praktis dan sederhana bagi
penerapan model atau skema Autoregressive dan Moving Average dalam penyusunan
ramalan. Sehingga dengan penggunaan gabungan kedua model itu, maka dapat
dipertimbangkan autokorelasi baik diantara nilai yang berturut-turut pada masa-masa
sebelumnya dari variabel yang diramalkan, maupun diantara nilai yang berturut-turut
dari residual atau kesalahan (errors) atas masing-masing periode yang lalu.
Model Autorefressive-Moving Average (ARMA) adalah kelas khusus yang
sangat kuat dan baik dari teknik penyaringan linear, dengan mana suatu data masukan
yang acak (random) disaring, sehingga hasilnya menunjukkan deret waktu yang
diamati dan yang ditransformasi.
49
Kedua model tersebut, yakni model Autoregressive , AR(p) dan model
Moving Average , MA(q), dapat digabungkan kedalam persamaan yang sama.
Gabungan kedua kelas yang umum dari model Autoregressive Moving Average
(ARMA). Misalnya model AR(1) dinyatakan sebagai ARMA(1,0), dan suatu model
MA(2) dinyatakan sebagai model ARMA(0,2). Model ARMA yang umum dalam
susunan p dan q, atau ARMA(p,q) adalah
qtqtttptpttt YYYY −−−−−− −−−−++++= εθεθεθεφφφ ...... 22112211 (3.30)
Persamaan 3.30 ini merupakan kombinasi dari persamaan-persamaan 3.14 dan
3.23.
Model ARMA menggunakan kombinasi kedua parameter AR dan MA,
sehingga menghasilkan model yang lebih lengkap dan komprehensip dalam
memperoleh ramalan yang baik. Jadi keuntungan dari suatu model ARMA mencakup
perbedaan model AR dan menggunakan kesalahan apa saja yang tidak tercakup
dalam suatu persamaan MA, yang dicoba untuk disempurnakan untuk penyusunan
ramalan. Dengan metode ini diharapkan tidak ada lagi perbaikan yang mungkin
dilakukan dengan penyesuaian model yang lebih tepat, sehingga acakan (randomnes)
ikut dipertimbangkan dalam penyusunan ramalan.
a. Model Autoregressive-Moving Average susuan pertama atau ARMA(1,1)
Model Autoregressive-Moving Average susunan pertama atau ARMA(1,1)
merupakan kombinasi persamaan 3.15 dan 3.24. Bentuk umum model
ARMA(1,1) adalah
1111 −− −+= tttt YY εθεφ (3.31)
50
b. Model Autoregressive-Moving Average ARMA(2,1)
Model Autoregressive-Moving Average ARMA(1,1) merupakan
kombinasi model-model AR(2) dan MA(1), adalah
112211 −−− −++= ttttt YYY εθεφφ (3.32)
c. Model Autoregressive-Moving Average ARMA(2,2)
Model Autoregressive-Moving Average ARMA(1,1) merupakan
kombinasi model-model AR(2) dan MA(2), adalah
22112211 −−−− −−++= tttttt YYY εθεθεφφ (3.33)
3.1.9 Maximun Likelihood Estimators
Menurut Mood (1974, p), metode Maximun Likelihood merupakan teknik
penurunan penduga(estimator) yang paling terkenal. Menurut Mood (1974, p279), Fungsi
likelihood untuk variabel acak nXXX ...,,, 21 adalah sebagai berikut:
),...,;()( 1 nxxLL θθ = (3.34)
Jika θ̂ [dimana )...,,,(ˆˆ21 nxxxϑθ = adalah sebuah fungsi pengamatan
nxxx ...,,, 21 ] adalah nilai dari θ dalam Φ yang memaksimalkan )(θL , kemudian
),...,(ˆˆ1 nxxϑ=Θ adalah maximun likelihood estimator dari θ . )...,,,(ˆˆ
21 nxxxϑθ = adalah
maximun likelihood estimate dari θ untuk sampel nxxx ...,,, 21 .
Jika nxxx ...,,, 21 merupakan sampel acak dari beberapa kepekatan );( θxf ,
sehingga fungsi likelihood sebagai berikut :
51
);()...;();()( 21 θθθθ nxfxfxfL = (3.35)
Banyak fungsi likelihood memenuhi kondisi standar. sehingga maximun
likelihood estimator adalah solusi dari persamaan :
0)(=
θθ
ddL (3.36)
Jika fungsi likelihood mengandung parameter k, maka
)...,,,;()...,,,( 211
21 ki
n
ik xfL θθθθθθ Π
=
= (3.37)
Kemudian maximun likelihood estimators dai parameter kθθθ ...,,, 21 adalah
variabel acak ),...,(ˆˆ111 nxxϑ=Θ , ),...,(ˆˆ
122 nxxϑ=Θ , …, ),...,(ˆˆ1 nKK xxϑ=Θ dimana
kθθθ ...,,, 21 adalah nilai dalam Φ yang memaksimalkan )...,,,( 21 kL θθθ .
Jika kondisi standar pasti terpenuhi, inti dimana likelihood adalah sebuah
maksimun adalah sebuah solusi dari persamaan-persamaan k :
0)...,,(
...
0)...,,(
0)...,,(
1
2
1
1
1
=∂
∂
=∂
∂
=∂
∂
k
k
k
k
L
L
L
θθθ
θθθ
θθθ
(3.38)
3.1.10 Implementasi Strategi Pembentukan Model
Seperti yang diperagakan pada gambar 3.5, pendekatan Box Jenkins
menggunakan strategi pembentukan model iteratif yang terdiri dari pemilihan model awal
52
(identifikasi model), pendugaan koefisien model (pendugaan parameter), dan
penganalisaan residual (pemeriksaan model). Jika diperlukan, model awal dimodifikasi
dan proses diulangi sampai didapat residual yang memberikan indikasi bahwa tidak ada
lagi modifikasi yang diperlukan. Sampai disini, model yang sesuai dapat digunakan untuk
meramal.
Kelas yang sangat umum dari suatu model Autoregressive-Moving Average
(ARMA) adalah:
qtqtttptpttt YYYY −−−−−− −−−−++++= εθεθεθεφφφ ...... 22112211
Persamaan diatas dapat tepat atau sesuai untuk hampir semua deret waktu yang
stastis (stasionary).
Menurut Assauri (1984, p143), tahapan strategi pembentukan model terinci
sebagai berikut :
Tahap 1 : Identifikasi Model
Langkah pertama identifikasi model adalah penentuan apakah deretnya stasioner,
yaitu apakah deret waktu muncul beragam disekitar tingkat tertentu. Teknik yang paling
mudah untuk melihat kestasioneran data adalah dengan membuat plot data antara waktu
dan nilai. Bila fluktuasi data berada di sekitar nilai rata-rata dengan besaran yang relative
tidak berbeda, maka data dapat disebut stasioner. Menurut Assauri (1984, p178), langkah
lain yang dapat dilakukan untuk lebih menyakinkan stasioneran data yakni dengan
membuat plot autokorelasi, dimana nilainya menjadi nol setelah time lags kedua dan
ketiga, sedangkan untuk deret waktu yang tidak memiliki kestasioneran, autokorelasinya
berbeda dari nol untuk beberapa periode waktu. Bila ditunjukkan secara grafik, maka
autokorelasi dari deret data tidak statis menggambarkan suatu trend yang bergerak secara
53
diagonal dari kanan ke kiri jika jumlah time lags bertambah. Besarnya nilai koefisien
autokorelasi untuk time lags berbeda-beda. Menurut Assauri (1984, p177), koefisien
autokorelasi mempunyai distribusi sampling, yang dapat dengan kurva normal dimana
rata-rata adalah nol, dan kesalahan standar (standar error) adalah 1/√n. Untuk
mengetahui nilai koefisien autokorelasi tidak berbeda nyata dari nol yakni dengan
memberikan batas-batas keyakinan atas dan bawah, dimana akan tidak berbeda dari nol
bila terletak di dalam batas-batas
)()( SdZSdZ k αα ρ +≤≤−
Dimana :
Z adalah nilai tabel Z dari kurva normal
α adalah tingkat kepercayaan yang diperlukan dalam menentukan nilai Z
kρ adalah koefisien korelasi ke k
Jika terlihat bahwa data tidak stasioner maka deret waktu dapat dikonversikan
menjadi deret stasioner melalui differencing. Maka model ARIMA pun digunakan dalam
pemodelan peramalan ini.
Apabila data menunjukkan kestasioneran, maka langsung menggunakan model
ARMA dalam pemodelan peramalan ini. Dalam hal ini, selanjutnya menentukan tingkat p
dan q dari model ARMA yang akan dipergunakan dengan cara menyelidiki dan
menggambarkan perilaku koefisien autokorelasi teoritis dan partial autokorelasi.
Pengidentifikasian susunan dari suatu proses AR dapat dilakukan dengan
menyelidiki partial autokorelasinya. Secara singkat susunannya akan sama dengan
jumlah autokorelasi secara statistik nyata berbeda dari nol. Partial autokorelasi sampai
54
dengan p time lag, akan nyata berbeda dari nol, sedangkan yang lainnya akan mendekati
nol. Jadi batasnya adalah p akan menjadi susunan dari proses AR.
Dalam proses Moving Average (MA) nilai tX yang berbeda-beda merupakan
faktor yang dipengaruhi atau tergantung dari faktor-faktor lainnya, karena itu suatu
jumlah yang tidak terbatas dari unsur 1φ akan dibutuhkan untuk menyesuaikan model AR
dalam data MA. Untuk data MA, nilai-nilai parameter partial autokorelasi akan mulai
dengan nilai-nilai yang lebih besar dan kemudian besarnya akan mengecil atau menurun
dengan bertambahnya time lag. Jadi partial autokorelasi dari suatu proses MA tidak
mempunyai suatu pembatas setelah p time lag, seperti pada proses AR, akan tetapi terus
berkelanjutan dan lambat laun menurun menjadi nol. Karena itu ada suatu penurunan
eksponensial dalam partial autokorelasi dari nilai yang besar menjadi nilai yang lebih
kecil, bila time lag dari autokorelasi menjadi lebih panjang.
Ingat, apabila autokorelasi sampel menghilang ke arah nol secara eksponensial
dan autokorelasi parsial sampel terpotong, modelnya akan memerlukan bentuk
Autoregresi. Jika autokorelasi sampel terpotong dan autokorelasi parsial menghilang,
modelnya akan membutuhkan bentuk rata-rata bergerak (Moving Average). Jika
autokorelasi sampel dan autokorelasi parsial sampel menghilang, bentuk Autoregresi
dan rata-rata bergerak terindikasi. Dengan menghitung jumlah autokorelasi sampel dan
autokorelasi parsial, orde dari bagian MA dan AR dapat ditentukan. Menilai
signifikansinya, kedua autokorelasi sampel dan autokorelasi parsial sampel biasanya
dibandingkan dengan n
2± , dimana n adalah jumlah pengamatan deret waktu. Batas
ini akan bekerja baik apabila n besar.
55
Jadi di dalam susunan (order) untuk peramalan deret waktu, pertama-tama harus
dihitung autokorelasi dan autokorelasi parsial. Grafik dari kedua unsur harus diperiksa
atau diselidiki secara hati-hati. Kadang-kadang pola dari autokorelasi dan autokorelasi
parsial yang dihitung dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk
teoritis. Identifikasi model lebih mudah dilakukan. Hal ini memerlukan beberapa asosiasi
untuk mampu mendapatkan pola dari autokorelasi atau lebih dari satu pola yang berlaku.
Dengan beberapa kali penyeleksian akan memberikan pengalaman, sehingga tidak lagi
menjadi kesulitan dalam mempertimbangkannya.
Tahap 2 : Estimasi Model
Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya
parameter-parameter AR dan Ma harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Misalnya
penggasumsian model tentaif adalah model ARMA(1,1), maka bentuk matematisnya
adalah:
1111 −− −+= tttt eeXX θφ
Untuk dapat menggunakan persamaan diatas, maka harus menduga nilai 1φ dan
1θ . Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yang mendasar yakni :
1. Dengan cara mencoba-coba.Menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih
satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu
parameter yang akan ditaksir) yang meminimkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of
squared residuals).
2. Perbaikan iterative. Memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program
komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iterative.
56
Metode terakhir lebih disukai dan telah tersedia algoritma yang sangat kuat yang
tersedia di bagian pusat komputer untuk melakukan hal tersebut. Salah satu metode
tersebut yakni menggunakan Maximun Likelihood Estimators.
Pendekatan yang umum biasanya dimulai dengan nilai-nilai awal untuk 1φ dan 1θ
dan kemudian dimodifikasikan dengan langkah-langkah untuk menyelidiki kesalahan
kuadrat rata-rata (MSE). Dengan demikian dimungkinkan arah dari perubahan dalam 1φ
dan 1θ , akan menghasilkan kesalahan kuadrat rata-rata (MSE) yang terkecil.
Kemungkinan terjadi bahwa 1φ dan 1θ yang menghasilkan kesalahan kuadrat rata-rata
yang terkecil, akan diperoleh dan dipergunakan sebagai dugaan terakhir dari model.
Prosedur pendugaan yang lain adalah dengan mencari kesalah kuadrat rata-rata untuk
seluruh kombinasi 1φ dan 1θ dan menspesifikasikan nilai-nilai parameter yang
menghasilkan kesalahan kuadrat rata-rata yang terkecil.
Tahap 3 : Pemeriksaan Model
Sebelum menggunakan model untuk peramalan, model hendaknya diperiksa
kecukupannya. Jika model yang diperoleh adalah suatu model yang cukup tepat, maka
perbedaan residual atau kesalahan antara nilai-nilai deret waktu dan nilai-nilai dugaan
dari model haruslah sangat kecil atau tidak berarti. Masing-masing autokorelasi residual
)(εkr sebaiknya kecil dan umumnya berkisar antara n
2± dari nol.
Selanjutnya dapat diperoleh koefisien autokorelasi dari residual atau kesalahan.
Adanya pola dalam residual dapat ditentukan dari hasil koefisien autokorelasi. Jika tidak
terdapat pola yang secara nyata berbeda dari nol, maka kesalahan diasumsikan menjadi
acakan atau tidak perlu diperhatikan dan model tersebut dianggap cukup tepat. Hal ini
57
agak sederhana dan mudah, karena pengetesan ketepatan dari suatu model dilakukan
hanya dengan perhitungan autokorelasi dari residual. Jika kesalahan tersebut tidak
acakan, maka harus kembali ke langkah kedua, dengan memilih model yang lain dan
mengulangi langkah ketiga dan keempat.
3.1.11 Ukuran Ketepatan Ramalan
Dalam semua situasi peramalan mengandung derajat ketidakpastian, Pengenalan
fakta ini dengan memasukkan unsur kesalahan (error) dalam perumusan sebuah
peramalan deret waktu. Sumber penyimpangan dalam peramalan bukan hanya
disebabkan oleh unsur error, tetapi ketidakmampuan suatu model peramalan mengenali
unsur yang lain dalam deret data yang mempengaruhi besarnya penyimpangan dalam
peramalan.
Jadi, besarnya penyimpangan hasil ramalan bisa disebabkan oleh besarnya faktor
yang tidak diduga (outliers) dimana tidak ada metode peramalan mampu menghasilkan
peramalan yang akurat, atau bisa juga disebabkan metode peramalan yang digunakan
tidak dapat memprediksi dengan tepat komponen trend, komponen musiman dan
komponen siklus yang mungkin terdapat dalam deret data yang berarti metode yang
digunakan tidak tepat (Bowerman, 1987, p12).
Ukuran ketepatan yang sering digunakan untuk mengetahui ketepatan suatu
model peramalan dalam memodelkan data deret waktu yaitu nilai MAPE (Mean Absolut
Percentage Error), MSE (Mean Squared Error) dan MAE (Mean Absolute Error).
MAPE merupakan ukuran ketepatan relatif yang digunakan untuk mengetahui
persentase error hasil ramalan.
58
Persamaannya adalah sebagai berikut:
%100*|/|
1 nX
MAPE ttn
t
ε=∑= (3.34)
MAE menyatakan kesalahan ramalan dalam unit yang sama pada data, dengan
merata-ratakan nilai absolut error (kesalahan) seluruh hasil ramalan. Nilai absolut
berguna untuk menghindari nilai error positif dan negatif saling meniadakan.
Persamaannya adalah sebagai berikut:
nMAE t
n
t
||1
ε=∑= (3.35)
Cara lain untuk menghindari nilai error positif dan error negatif saling
meniadakan adalah dengan mengkuadratkan nilai kesalahan tersebut. MSE merupakan
kesalahan ramalan dengan merata-ratakan kuadrat error (kesalahan semua ramalan).
Persamaannya adalah sebagai berikut:
nMSE t
n
t
2
1
)(ε=∑= (3.36)
Dimana :
tX = nilai aktual periode t
tε = nilai error/kesalahan periode t
n = jumlah periode ramalan
3.2 Konsep Penjualan
Menurut Kotler (2003, p18), konsep penjualan fokus pada pembeli dan penjual,
jika salah satu dari mereka tidak ada maka tidak akan terjadi proses penjualan. Maka
perusahaan harus melakukan penjualan secara agresif dan berusaha melakukan promosi.
59
Konsep ini dibuat berdasarkan tipe pembeli dalam melakukan pembelian membujuk
untuk melakukan pembelian.
3.2.1 Definisi Pemasaran
Definisi pemasaran merupakan proses/aktivitas yang terdiri dari individu dan
organisasi yang memudahkan mereka memperoleh kepuasaan dalam melakukan
pertukaran barang di lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, distribusi, promosi,
penawaran harga dan pelayanan (McLeod, 2001, p343).
3.2.2 Riset Pemasaran
Menurut Supranto (2001, p7), riset pemasaran ialah suatu kegiatan pengumpulan
(collecting), pengolahan(processing) dan analisis(Analysis) seluruh fakta atau data yang
menyangkut persoalan yang berhubungan dengan pemindahan dan penjualan (transfer
and sale) barang-barang dan jasa-jasa(goods and services) dari produsen ke para
konsumen (producer to consumers) .
Menurut Supranto (2001, p3), tujuan utama sebuah perusahaan adalah untuk bisa
meningkatkan sales/penjualan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan perencanaan personel,
produksi, keuangan, peralatan, dan pemasaran. Ramalan penjualan (sales forescasting) di
dalam hal ini memegang peranan penting, sebab merupakan light star yang perlu untuk
diperhatikan di dalam perencanaan-perencanaan tersebut. Hasil ramalan penjualan bisa
dipergunakan untuk menentukan/merencanakan berapa produksi yang harus diprodusksi,
berapa biaya penjualan yang harus disediakan, berapa gudang yang harus disediakan,
60
berapa salesman yang diperlukan, dan lain sebagainya. Data yang diperlukan tersebut
bisa diperoleh dari riset pemasaran (marketing research) atau kegiatan-kegiatan rutin
lainnya seperti pencatatan penjualan kalau diolah memberikan data tentang actual sales
atau penjualan sebenarnya. Data ramalan penjualan dapat dipergunakan untuk dasar
perencanaan produksi. Jumlah produksi di waktu yang akan datang seharusnya
disesuaikan dengan kemampuan menjual, sehingga tidak terjadi ”over production” atau
”under production” yang berakibat barang banyak yang tidak laku atau kehilangan
kesempatan menjual, banyak permintaan tidak terlayani.
Pada dasarnya riset pemasaran dalam arti yang lebih luas bisa dikategorikan
menjadi dua, yaitu :
1. Riset untuk mencari kesempatan menjual (opportunity to sale) yang kemudian bisa
dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Riset untuk mencari cara yang paling efesien untuk memanfaatkan kesempatan yang
telah diperoleh, jangan sampai kehilangan kesempatan menjual (loss of opportunity to
sale).
3.2.3 Definisi Penjualan
Menurut Kotler (2003, p21), penjualan adalah mempertahankan konsumen, jka
tinggal satu, tidak akan dapat cukup untuk membeli produk-produk organisasi. Organisasi
oleh karena itu harus melakukan penjualan yang agresif dan melakukan usaha promosi.
Menurut Supranto (2001, p129), untuk mengawasi penjualan diperlukan suatu
riset (sales Control Research). Untuk membuat keputusan-keputusan, maka pimpinan
perlu memperoleh data dari bagian yang mengurus riset pemasaran. Suatu teknik yang
61
dipergunakan untuk memperoleh data (informasi) yang tepat tersebut dinamakan ”sales
control research”. Di dalam arti yang lebih luas sales control research meliputi
identifikasi dan pengukuran (identification and measurement) dari semua faktor yang
mempunyai pengaruh langsung dan sangat penting terhadap penjualan yaitu hubungan
sebab dan akibat terhadap sales.
Sales control research pada dasarnya mencakup tiga kegiatan pokok sebagai
berikut :
1. Meramalkan penjualan (forescasting sales).
2. Menentukan potensi penjualan bagi bagian-bagian pasar (sales potentials for
segments of market).
3. Menentukan jenis produksi yang paling menguntungkan.
3.2.4 Kegiatan Penjualan
kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang dan jasa, baik secara
kredit maupun secara tunai. Dalam transaksi penjualan kredit, jika permintaan dari
pelanggan telah terpenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa, untuk jangka
waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya. Sedangkan daam
transaksi penjualan tunai, barang atau jasa baru diserahkan oleh perusahaan kepada
pembeli jika perusahaan telah menerima kas dari pembeli. (Mulyadi, 2001, p202).
3.3 Model Rekayasa Piranti Lunak
Menurut Pressman (2002, p10), perangkat lunak mempunyai definisi sebagai
berikut:
62
1. Perintah (program komputer) yang bila dieksekusi memberikan fungsi dan unjuk
kerja seperti yang diinginkan.
2. Struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi secara
proporsional.
3. Dokumen yang menggambarkan operasi dan kegunaan program.
Model rekayasa piranti lunak yang dipakai adalah model sekuensial linear. Model
ini biasa disebut juga model “air terjun” (waterfall). Model ini merupakan sebuah
pendekatan kepada perkembangan perangkat lunak yang sistematik dan sekuensial yang
mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian
dan pemeliharaan. Penjelasan tahapan dalam Waterfall Model adalah sebagai berikut :
a. Analisis kebutuhan
Proses pengumpulan kebutuhan difokuskan khususnya pada perangkat lunak.
Tujuan tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak, fungsi-fungsi
yang dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak tersebut.
b. Perancangan
Proses perancangan merupakan representasi kebutuhan ke bentuk perangkat
lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean. Tahap ini
meliputi perancangan struktur data, perancangan arsitektur piranti lnak, perancangan
rincian prosedur dan perancangan user interface.
c. Pengkodean
Tahapan mengkodekan hasil perancangan ke bahasa pemograman.
63
d. Implementasi dan Pengujian
Setelah program aplikasi selesai dikode, program akan diujicobakan dan juga
dilakukan pengujian. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua perintah
dan fungsi telah diuji sampai output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan
yang diharapkan.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan perangkat lunak dilakukan karena sering terjadinya perubahan
atau peningkatan fungsi piranti lunak. Hal ini sesuai dengan permintaan pemakai,
maka piranti lunak yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat
mengantisipasi permintaan pemakai terhadap fungsi-fungsi baru. Bila terjadi
perubahan berarti membalikkan tahapan ke tahapan yang lebih awal.
Untuk lebih jelasnya, tahapan model Waterfall dapat dilihat pada gambar 3.6
Gambar 3.6 Model Waterfall
(Pressman, 2002, p25)
Analisis
Desain
Coding dan development
Implementasi/ Testing
Maintenance
64
3.4 STD ( State Transition Diagram )
Menurut Yourdon (1998, p259), STD merupakan suatu alat bantu perancangan
yang menggambarkan sifat ketergantungan pada sistem.
STD adalah sebuah sarana atau alat untuk mengetahui perilaku dari sistem dari
waktu ke waktu. State diagram menunjukkan apa yang terjadi pada obyek-obyek dalam
sistem. Setiap obyek-obyek dalam sistem akan melalui beberapa keadaan yaitu keadaan
”aplikasi diterima”, keadaan ”checking” dan keadaan ”aplikasi disetujui” .
Komponen – komponen utama yang digunakan dalam STD adalah:
1. Keadaan sistem (System State)
Keadaan sistem adalah kumpulan yang terjadi didalam suatu sistem pada
waktu tertentu. Keadaan sistem ini dilambangkan dengan segi empat.
Gambar 3.7 State
2. Perubahan keadaan (Change of State)
Perubahan atau state digambarkan dengan garis panah yang menghubungkan
state 1 dengan state 2.
Gambar 3.8 Change of State
65
3.5 Interaksi Manusia dan Komputer (IMK)
Secara garis besar, IMK adalah ilmu yang berhubungan dengan perancangan,
evaluasi dan implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia,
serta studi fenomena – fenomena besar yang berhubungan dengannya
Saat ini sistem atau program yang interaktif lebih populer, karena itu penggunaan
komputer telah berkembang pesat sebagai suatu program yang interaktif yang membuat
orang tertarik untuk menggunakannya. Program yang interaktif perlu dirancang dengan
baik sehingga pengguna dapat merasa senang dan juga dapat ikut berinteraksi dengan
baik dalam menggunakannya.
Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly. Shneiderman
(1998, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang user
friendly yaitu:
1. Waktu belajar yang tidak lama.
2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat.
3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah.
4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu.
5. Kepuasan pribadi.
Suatu program yang interaktif dapat denga mudah dibuat dan dirancang dengan
suatu perangkat bantu pengembang sistem antarmuka, seperti Visual Basic, Borland
Delphi, C# dan sebagainya. Menurut Sheneiderman (1998, p74-75) untuk merancang
sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan aturan
utama dibawah ini, yaitu .
66
1. Strive for consistency (Bertahan untuk konsistensi).
2. Enable frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna sering
menggunakan shorcut).
3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang informatif).
4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna
mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi).
5. Offer simple error handling (Penanganan kesalah yang sederhanan).
6. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (undo) dengan
mudah).
7. Support internal locus of control (Pemakai menguasai siatem atau inisiator, bukan
responden).
8. Reduce short term memory load (Mengurangi beban ingatan jangka pendek, dimana
manusia hanya dapat mengingat 7 ± 2 satuan informasi sehingga perancangannya
harus sederhana).
3.6 Basis Data (Database)
Menurut Zukhri (2003, p113), basis data (database) adalah kumpulan data pada
suatu file yang dapat disimpan dan dibuka kembali, dengan jumlah data yang dapat
ditambah atau dikurangi, serta dapat juga dilakukan proses pengeditan. Kumpulan data
dapat berupa sebuah kelompok data sederhana, dapat juga berupa beberapa kelompok
data yang saling berhubungan.
67
Ketika menganalisa informasi yang diperlukan, perlu mencoba
mengidentifikasikan entity, attributes dan relationship. Entity adalah obyek nyata dalam
organisasi yang ingin direpresentasikan dalam database. Attribut adalah property yang
mendeskripsikan beberapa aspek dari obyek yang ingin disimpan, sedangkan relationship
atau relasi adalah hubungan antar entity. Jadi database menggambarkan atau
menrepresentasiakn entity, atribut dan hubunan logical antar entity (Connolly, 2002,
p.14).