Upload
dita-devita
View
22
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jglal;k;a
Citation preview
3.1 Definisi operasional
3.1.1 Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Definisi : ekstrak yang dihasilkan dari proses ekstraksi daun Afrika (Vernonia amygdalina)
menggunakan pelarut etanol dengan metode maserasi
Alat ukur : labu ukur
Cara ukur : self assessment
Hasil ukur : ekstrak etanol daun Afrika dalam satuan gram
3.1.2 Fraksi n-Heksan Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Definisi : fraksi yang dihasilkan dari proses fraksinasi ekstrak daun Afrika (Vernonia
amygdalina) menggunakan pelarut n-heksan dengan metode FCC (Fraksinasi
Cair-Cair)
Alat ukur : labu ukur
Cara ukur : self assessment
Hasil ukur : fraksi n-heksan daun Afrika dalam satuan gram
3.1.3 Fraksi Etilasetat Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Definisi : fraksi yang dihasilkan dari proses fraksinasi ekstrak daun Afrika (Vernonia
amygdalina) menggunakan pelarut etilasetat dengan metode FCC (Fraksinasi
Cair-Cair)
Alat ukur : labu ukur
Cara ukur : self assessment
Hasil ukur : fraksi etilasetat daun Afrika dalam satuan gram
3.1.4 Fraksi Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Definisi : fraksi yang dihasilkan dari proses fraksinasi ekstrak daun Afrika (Vernonia
amygdalina) menggunakan pelarut etanol dengan metode FCC (Fraksinasi Cair-
Cair)
Alat ukur : labu ukur dan alat fraksinasi
Cara ukur : self assessment
Hasil ukur : fraksi etanol daun Afrika dalam satuan gram
3.1.5 Konsentrasi Fraksi Aktif Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Definisi : fraksi aktif daun Afrika (Vernonia amygdalina)
yang dibagi dalam enam gradien konsentrasi (10%, 5%, 2,5%, 1%, 0,5% dan
0,25%) dengan cara disuspensi menggunakan DMSO
Alat ukur : labu ukur
Cara ukur : self assessment
Hasil ukur : fraksi aktif daun Afrika dalam %
3.1.6 Diameter Zona Hambat
Definisi : diameter yang terbentuk karena adanya daya antibakteri hasil fraksinasi daun
Afrika (Vernonia amygdalina) dengan 3 pelarut (n-heksan, etilasetat, dan etanol)
dan ekstrak etanol terhadap pertumbuhan Salmonella typhi dalam beberapa
konsentrasi
Alat ukur : jangka sorong dengan ketelitian 1/1000 mm
Cara ukur : self assessment dengan mengamati zona bening yang terdapat disekitar kertas
cakram
Hasil ukur : hasil pengukuran diameter zona hambat dinyatakan dalam satuan millimeter
3.1.7 Konsentrasi Hambat Minimum
Definisi : konsentrasi terendah dari fraksi aktif daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang
dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhi
Alat ukur : pengamatan visual
Cara ukur : Self assessment dengan mengamati kekeruhan media (membandingkan kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan)
Hasil ukur : media yang terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KHM.
3.1.8 Konsentrasi sefiksim
Definisi : sefiksim dibagi dalam enam gradien konsentrasi (1000, 500, 100, 50, 10, dan 1
µg/ml)
Alat ukur : Labu ukur
Cara ukur : Self assessment
Hasil ukur : Konsentrasi dalam mg/ml
3.1.9 Golongan Senyawa Aktif
Definisi : golongan senyawa aktif dari fraksinasi daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang
didapat dari hasil uji bioautografi
Alat ukur : kromatografi lapis tipis (KLT)
Cara ukur : self assessment dengan mengukur nilai Rf senyawa antibakteri
Hasil ukur : senyawa aktif antibakteri
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserator, rotary evaporator,
kromatografi cair-cair, timbangan analitik, lampu Bunsen, blender, oven, labu pisah, labu
erlenmeyer, gelas beker, botol flacon, inkubator, cawan petri, jarum ose, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, pipet tetes, pipet mikro, penangas air, alat tulis, jangka sorong, sarung tangan, dan
masker.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah bakteri Salmonella typhi, simplisia daun
Afrika (Vernonia amygdalina), pelarut n-heksan, etilasetat, dan etanol, sefiksim, Dimethyl
sulfoxyde (DMSO), Nutrient Agar, Mueller Hinton Agar, aquades, kertas cakram, kertas
label, plat silika gel GF254, H2SO4 10%.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persiapan Penelitian
Daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang diperoleh, dikeringkan hingga menjadi
simplisia. Simplisia ditimbang kemudian dihaluskan sehingga diperoleh 250 gram serbuk kering
daun Afrika. Alat dan bahan lain yang diperlukan untuk semua proses penelitian disiapkan dan
dipastikan dalam keadaan yang baik.
3.3.2 Ekstraksi Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi, yaitu
seberat 250 gram serbuk kering dimaserasi menggunakan pelarut etanol 1000 ml selama 2x24
jam di dalam alat ekstraktor, kemudian disaring untuk mengeluarkan cairannya. Metode ini
dipilih karena peralatan yang digunakan sederhana. Setelah itu, masukkan kembali etanol dan
ulangi perendaman selama 2x24 jam, lalu disaring dan diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator sampai mengental seperti pasta. Apabila sudah diperoleh ekstrak etanol, simpan ke
dalam gelas beker. Ekstrak etanol dikeringkan dengan menggunakan hair dryer untuk
mendapatkan ekstrak kering yang nantinya akan digunakan untuk pengujian terhadap Salmonella
typhi.
3.3.3 Fraksinasi Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Fraksinasi dilakukan dengan metode FCC dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan etanol
secara sinambung dengan sifat kepolaran pelarut yang berbeda-beda. Ekstrak yang diperoleh
sebelumnya ditambahkan air dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu
pisah dan ditambahkan 250 ml n-heksan, dikocok secara perlahan-lahan. Setelah didiamkan
terjadi pemisahan antara fraksi n-heksan dan etanol. Fraksi n-heksan dipisahkan, kemudian
diulangi beberapa kali sampai larutan tidak berwarna. Fraksinasi dilanjutkan menggunakan
etilasetat dengan proses yang sama dengan n-heksan. Fraksi n-heksan cair, fraksi etilasetat cair
dan fraksi etanol diuapkan dengan rotary evaporator, sehingga diperoleh fraksi kental. Fraksi
kental diuapkan dengan penangas air sampai diperoleh fraksi kering (Saputra, 2013). Ketiga
fraksi yang diperoleh diujikan aktivitas antibakterinya.
3.3.4 Pembuatan Media Blood Agar dan Peremajaan Staphylococcus aureus
Ada beberapa media pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang dapat digunakan.
Pada penelitian ini, digunakan Medium Blood Agar sebagai media peremajaan. Sebanyak 14 g
Blood Agar dilarutkan dalam 500 mL aquades. Dipanaskan sampai mendidih di atas penangas air
listrik sambil diaduk menggunakan batang pengaduk kemudian didinginkan. Lalu, dibagi
kedalam beberapa tabung reaksi dan ditutup dengan kapas. Disterilisasi didalam autoklaf pada
suhu 121oC dan 15 psi selama 15 menit. Kemudian dituangkan pada cawan petri. Dibiarkan
sampai memadat dalam keadaan kering, sehingga agar darah siap digunakan sebagai
media biakan bakteri. Bakteri Staphylococcus aureus diinokulasikan sebanyak tiga ose,
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC (Oxoid, 1998).
3.3.5 Pembuatan Medium Standar Muller Hinton Agar
Medium agar Mueller Hinton digunakan sebagai tempat perlakuan terhadap biakan
bakteri Staphylococcus aureus. Medium ini dibuat dengan cara sebanyak 5,7 g Mueller
Hinton Agar dilarutkan dengan 200 mL aquades, dipanaskan sampai mendidih sambil
diaduk, ditutup dengan kapas dan disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121oC dan 15
psi selama 15 menit, selanjutnya dituang pada cawan petri steril dengan ketebalan 4 mm,
kemudian dibiarkan dingin dan padat (Oxoid, 1998).
3.3.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Uji aktivitas antibakteri ekstrak, fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi etanol daun
Afrika dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa aktif. Konsentrasi ekstrak dan masing-
masing fraksi yang digunakan adalah 10% dengan pelarut DMSO. Uji aktivitas antibakteri
dilakukan dengan metode difusi.
Satu ose biakan Staphylococcus aureus dimasukkan ke dalam cairan Nacl 0.9%. Suspensi
bakteri kemudian dibandingkan dengan larutan 0,5 Mc.Farland (range: 0,44 – 0,56)
menggunakan alat DensiCheck Plus untuk menentukan kekeruhannya. Kekeruhan suspensi
diatur dengan cara penambahan bakteri bila jumlah sel Staphylococcus aureus terlalu sedikit atau
penambahan medium cair bila jumlah selnya terlalu banyak. Lalu inokulasi biakan bakteri ke
dalam plat yang berisi Muller Hinton agar menggunakan cotton swab dan biarkan bakteri
berdifusi ke media agar beberapa saat. Kemudian, ke dalam medium Muller Hinton yang berisi
biakan bakteri tempatkan empat kertas cakram (diameter 6 mm) yang telah dicelupkan dengan
ektrak dan masing-masing fraksi. Setelah diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35-37oC diukur
diameter hambatan yang terbentuk. Pengujian aktivitas antibakteri dikatakan positif apabila di
sekitar kertas cakram terdapat zona bening yang bebas dari pertumbuhan bakteri.
3.3.7 Pembuatan Fraksi Aktif Daun Afrika (Vernonia amygdalina) Berbagai Konsentrasi
Untuk memperoleh fraksi aktif daun Afrika enam gradien konsentrasi (10%, 5%, 2,5%,
1%, 0,5% dan 0,25%), maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan rumus:
M1.V1 = M2.V2
Keterangan: M1 = Konsentrasi awal fraksi aktif daun Afrika
V1 = Volume awal fraksi aktif daun Afrika
M1 = Konsentrasi akhir fraksi aktif daun Afrika
V1 = Volume akhir fraksi aktif daun Afrika
Bahan yang digunakan untuk proses pengengenceran adalah DMSO. Konsentrasi Fraksi
aktif daun Afrika yang sudah diencerkan kemudian disimpan di dalam botol tertutup yang sudah
disterilkan untuk kemudian diuji daya hambatnya terhadap Salmonella typhi.
3.3.8 Diameter Zona Hambat Fraksi Aktif Daun Afrika (Vernonia amygdalina) terhadap
Salmonella typhi
Pengukuran diameter zona hambat fraksi aktif daun Afrika menggunakan metode difusi
dengan cakram Kirby-Bauer. Siapkan sediaan fraksi daun Afrika beberbagai konsentrasi.
Kemudian, sebanyak delapan kertas cakram dicelupkan di sediaan fraksi masing-masing
konsentrasi (10%, 5%, 2,5%, 1%, 0,5% dan 0,25%), kontrol positif berupa sefiksim 30 µg/ml,
dan kontrol negatif berupa DMSO. Kedepalan kertas cakram ditempatkan pada cawan petri
dengan diatur jaraknya satu sama lain ± 20-25 mm. Setelah cawan petri disimpan selama 24 jam
pada suhu 37oC, ukur diameter hambatan yang terbentuk.
3.3.9 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Masukkan masing-masing 1 ml nutrient agar ke dalam 8 tabung steril, yang terdiri dari 6
tabung perlakuan dan dua tabung kontrol. Kemudian masukkan fraksi daun Afrika enam gradien
konsentrasi. Konsentrasi fraksi aktif yang diperoleh semakin kecil pada tabung berikutnya, yaitu
dimulai dari konsentrasi 10%, 5%, 2,5%, 1%, 0,5% dan 0,25%. Lalu inokulasikan 1 ml suspensi
bakteri yang sesuai standar Mc.Farland 0,5 ke dalam tabung pertama hingga tabung ketujuh
(kontrol positif), sedangkan tabung kedelapan merupakan kontrol negatif berupa media dengan
fraksi aktif daun Afrika tanpa diinokulasikan suspensi bakteri. Kemudian kedelapan tabung
dinkubasikan dalam lemari inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC, lalu diamati kekeruhan
yang terjadi. Nilai KHM didapatkan pada tabung terakhir yang menghambat pertumbuhan
bakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan.
Ambil satu ose suspensi dari tabung yang digunakan untuk pengukuran KHM. Sampel
dioleskan pada blood agar kemudian diinkubasi di lemari inkubator selama 24 jam pada suhu
35-37oC.
3.3.10 Uji Kesetaraan Fraksi Daun Afrika (Vernonia amygdalina) dengan sefiksim
Uji kesetaraan fraksi daun Afrika dengan antibiotik standar sefiksim dilakukan dengan
cara memasukan data diameter hambatan ke dalam kurva standar sefiksim. Untuk menentukan
diameter hambatan sefiksim dibuat dalam konsentrasi 1000, 500, 100, 50, 10, dan 1 µg/ml.
Larutan ini diujikan terhadap pertumbuhan koloni bakteri lalu dibuat kurva standar antara
diameter hambatan dengan log konsentrasi antibiotik.
3.3.11 Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Uji Bioautografi
Kulit batang kayu manis yang telah difraksinasi dilakukan uji KLT untuk mengetahui
kemungkinan senyawa aktif menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Fraksi aktif dengan
konsentrasi 1% ditotolkan pada plat silica gel GF254. Kemudian hasil penotolan tersebut
dikembangkan dengan fase gerak sesuai untuk pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
fraksi, lalu disemprot dengan penampak bercak berupa H2SO4 10%. Kromatogram diletakkan
dalam cawan petri yang terlah berisi biakan bakteri, bercak-bercak pada kromatogram dibiarkan
menempel pada medium agar selama 1 jam supaya senyawa aktif berdifusi ke dalam medium
agar, kemudian angkat dengan hati-hati. Setelah 24 jam diinkubasi dapat dilihat bercak atau
daerah yang berwarna bening merupakan daerah senyawa aktif berada.
3.4 Parameter Keberhasilan
1. Terbentuk zona hambat pada biakan Salmonella typhi setelah paparan dengan fraksi
aktif daun Afrika (Vernonia amygdalina).
2. Semakin besar konsentrasi hambat minimum fraksi aktif maka semakin besar daya
hambat fraksi aktif daun Afrika (Vernonia amygdalina) terhadap Salmonella typhi
dan dapat dibandingkan dengan sefiksim.
3. Tidak ada perbedaan efektivitas fraksi aktif daun Afrika (Vernonia amygdalina)
dibandingkan dengan sefiksim.
Pengukuran dilakukan terhadap diameter zona hambat yang dibentuk oleh fraksi aktif di
sekitar cakram terhadap koloni bakteri. Besarnya diameter zona hambat berbanding lurus dengan
daya hambat fraksi aktif daun Afrika.
Tabel 2. Klasifikasi Diameter Zona Hambat
Diameter Zona Hambat Respon Hambat Pertumbuhan
>20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
<5 mm lemah
Sumber : Davis dan Stout, 1971
Penilaian aktivitas antibakteri juga dinilai dari nilai KHM, seperti tabel di bawah ini.
Tabel 3. Klasifikasi Kekuatan Aktivitas Antibakteri berdasarkan Konsentrasi
Hambat Minimumnya
Konsentrasi Hambat Minimum Tingkat Aktivitas Antibakteri
<10 mg/ml Sangat kuat
10-50 mg/ml Kuat
50-100 mg/ml Sedang
>100 mg/ml lemah
Sumber : Davis dan Stout, 1971
3.5 Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data diperoleh merupakan hasil pengamatan atas perlakuan yang diberikan terhadap
sampel di laboratorium. Data yang didapatkan kemudian diolah menggunakan software SPSS
version 22. Data dianalisis menggunakan statistik inferensif parametrik yaitu uji (t-test) untuk
melihat perbandingan rata-rata diameter antarfraksi aktif daun Afrika. Analisis dilanjutkan
dengan uji ANOVA Satu Arah (One-way ANOVA Test) untuk mengetahui apakah ada perbedaan
yang signifikan antara rata-rata diameter zona hambat dengan fraksi aktif daun Afrika antar dan
dalam kelmpok. Kemudian dilakukan uji kesesuaian menggunakan analisis Post-Hoc Test.
Pengujian statistik dilakukan untuk menguji hipotesis dan memperkuat kesimpulan efektivitas
daun Afrika. Kemudian uji dilakukan uji regresi liner untuk mengetahui nilai kesetaraan antara
fraksi daun Afrika dengan sefiksim terhadap pertumbuhanSalmonella typhi.
Persamaan garis regresi didapat dengan menghitung nilai a dan b. Nilai a dapat dihitung
dengan rumus (Riyanto, 2013):
3.6 Alur Penelitian
Daun Afrika (Vernonia amygdalina)dikeringkan dan dihaluskan 250 gram serbuk kering
Tahap EkstraksiMetode Maserasi: menggunakan pelarut etanol
Tahap FraksinasiMenggunakan pelarut etanol-air, n-heksan, dan etilasetat
Nilai a dan b kemudian dimasukkan ke
dalam persamaan Y = a + bX sehingga
akan didapatkan persamaan regresi.
Keterangan:
Xi = Log konsentrasi amoksisilin
Yi = Diameter zona hambat
Fraksi Etanol-air, n-Heksan, dan Etilasetat
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol,
Metode difusi, Cakram Kirby-Bauer
Pengukuran Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)10%, 5%, 2,5%, 1%, 0,5% dan 0,25%
Metode dilusi
Uji Kesetaraan Fraksi aktif daun Afrika (Vernonia amygdalina)
dengan sefiksim
Uji KLT dan Bioautografi Mengetahui warna dan nilai Rf dengan KLT
Hasil PenelitianDidapatkan fraksi yang sama efektif dengan sefiksim dan
diketeahui kemungkinan senyawa aktif