8
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Faktor Predisposisi PPROM Etiologi dari PPROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998). Mekanisme rupture dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan yang berulang.melambangkan titik awalpecahnya ketuban. Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM. Faktor lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko terjadinya PPROM. Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi serum ascorbic acid. Selain itu, Cadmium dalam tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998). Faktor resiko lainnya adalah infeksi. Sebenarnya, telah lama diperdebatkan infeksi intrauterin merupakan 21

Bab 4 Pembahasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

for free don lot

Citation preview

22

BAB 4PEMBAHASAN

4.1 Faktor Predisposisi PPROMEtiologi dari PPROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998). Mekanisme rupture dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan yang berulang.melambangkan titik awalpecahnya ketuban. Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM. Faktor lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko terjadinya PPROM. Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi serum ascorbic acid. Selain itu, Cadmium dalam tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998).Faktor resiko lainnya adalah infeksi. Sebenarnya, telah lama diperdebatkan infeksi intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PPROM. Mekanisme pecah selaput ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor resiko melibatkan beberapa mekanisme, yang mana setiap mekanisme menginduksi degradasi dari matriks ekstraseluler (Parry and Strauss,1998)..Over distensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan multifetus menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya PPROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban menyebabkan terjadinya up-regulation dari produksi beberapa faktor amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8 (Parry and Strauss, 1998).Pada pasien ini, dari data anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh keputihan sejak 2 minggu yang lalu tetapi tidak berobat. Pada usia kehamilan yang sama pasien juga mengeluhkan anyang-anyangan, namun tidak disertai nyeri saat berkemih, maupun tidak disertai darah. Hal ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan hygiene pasien yang kurang baik. Kemungkinan faktor predisposisi terjadinya PPROM pada pasien ini adalah disebabkan adanya infeksi.4.2Diagnosis PPROMKetuban pecah dini atau dikenal juga sebagai preterm premature rupture of membrans (PPROM) adalah adanya ruptur dari membran fetus secara spontan sebelum onset dari persalinan pada kehamilan preterm (Saifuddin dkk., 2009). Penegakan diagnosis PPROM pada pasien ini sudah sesuai dengan teori karena berdasarkan data anamnesis didapatkan adanya cairan jernih keluar dari jalan lahir. Pada pasien ini, dari hasil pemeriksaan inspekulo tampak cairan jernih keluar dari Ostium Uretra Externa (OUE) genangan ketuban di fornix posterior, selaput ketuban telah pecah, cairan bening di vagina, pemeriksaan pH dengan menggunakan kertas lakmus (indikator nitrazine) menunjukkan perubahan warna kertas lakmus menjadi warna biru. Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan ketuban di vagina (Saifuddin dkk., 2009). Juga pada pemeriksaan inspekulo, didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis. Pada pasien ini, dari hasil pemeriksaan tampak cairan jernih keluar dari OUE bertumpuk di fornix posterior.Meskipun terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk mendeteksi pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis tetap tidak dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan pengukuran pH dari cairan vagina.Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5 sedangkan cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator Nitrazine untuk mengidentifikasi pecahnya ketuban merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes diimpregnasi dengan pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina diintepretasi dengan bagan warna standar. Tes Lakmus, perubahan warna merah menjadi biru (Saifuddin dkk., 2009). pH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah. Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang bersamaan, sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit (American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists, 2007). Penggunaan antiseptic alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Saifuddin dkk., 2009).4.3Penatalaksanaan PPROMBerdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA (2008), tata laksana Preterm Premature Rupture of the Membran (PPROM) adalah sebagai berikut:a. Induksi persalinan, jika: 12 jam belum ada tanda-tanda inpartu FWB baik Terdapat tanda infeksi intrauterin Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan Bila PS > 5 dilakukan induksi dengan Oksitosin drip Bila PS < 5 dilakukan ripening dengan Misoprostol 50 gram / 6 jam sampai PS > 5 dilanjutkan Oksitosin dripb. Berikan antibiotik Gentamycin 2 x 80 mg (I.V) c. Pada infeksi intrauterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam bebas demam, obat-obatan tersebut antara lain: Ampicillin 3 x 1 gr Gentamycin 2 x 80 gr Metronidazole 3 x 500 mgDari hasil pemeriksaan dalam pada tanggal 8 September 2014, didapatkan pembukaan sebesar 5 cm, eff 100%, Hodge II, ketuban (-), jernih, presentasi bokong, denominator sacrum jam 1, UPD dalam batas normal, sedangkan His (+) 10.3.35/K, sehingga perlu segera diterminasi mengingat pasien memiliki riwayat PPROM sebelumnya dan air ketuban semakin sedikit. Dengan perawatan konservatif saat MRS yang pertama keadaan pasien membaik setelah diberikan perawatan. Pasien kembali MRS dikarenakan air ketubannya kembali merembes dan juga adanya tanda-tanda inpartu (his adekuat, pembukaan dan dilatasi serviks). Berdasarkan pemeriksaan dalam didapakan letak sungsang yaitu terabanya sacrum arah jam 1 (presentasi bokong) dan pada pemeriksaan USG fetomaternal didapatkan kelainan kongenital pada bayi. Maka dari itu, dipilih prosedur SC CITO dengan alasan adanya riwayat PPROM, letak sungsang dan adanya kongenital anomali yang beresikot tinggi ruptur uteri bila dilahirkan per vaginam.4.4PrognosisPrognosis pasien pada kasus ini baik tetapi kondisi bayi yang dilahirkan oleh pasien ini buruk karena ditemukan multiple congenital anomaly.4.5Alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasienKondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik pada saat pasca persalinan maupun selanjutnya. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien terdapat riwayat mengalami keputihan sejak kehamilan 32 mnggu. Hal ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan hygiene pasien yang kurang baik, sehingga diperlukan edukasi tentang pentingnya hygiene pasien dan pemberian terapi di saat keputihan terjadi agar tidak menimbulkan keluhan yang berkepanjangan.Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha tersebut dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Kontrasepsi yang ideal harus memenuhi syarat-syarat antara lain dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerja dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah, dan dapat diterima oleh pasangan yang bersangkutan (Saifuddin,2008).Pasien ini merupakan wanita berusia 20 tahun, menikah satu kali selama 1 tahun, dan kehamilan ini merupakan hamil yang pertama. Kontrasepsi yang dapat menjadi pilihan dari segi keamanan dan efektifitas adalah pil hormonal (membutuhkan keteraturan dalam penggunaannya) dan IUD.

21