Upload
agus-taruna
View
278
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Metode RDTR
Citation preview
1
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
BAB
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
4.1 Pendekatan Perencanaan
Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan akan menggunakan beberapa metode pendekatan.
Perlunya keterpaduan dalam rencana tata ruang di Kawasan Perkotaan merupakan hal
yang krusial, sebab potensi dan permasalahan di kawasan ini pun bersifat kompleks.
Pendekatan yang digunakan dalam RDTR dan Zoning Regulation diperlukan dalam upaya
menciptakan tujuan :
1. Menciptakan kelestarian lingkungan pemukiman dan kegiatan wilayah yang merupakan
usaha menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungannya, yang
tercermin dari pola intensitas penggunaan ruang kecamatan pada umumnya dan bagian
wilayah kecamatan pada khususnya.
2. Meningkatkan daya guna dan hasil pelayanan yang merupakan upaya pemanfaatan
secara optimal yang tercermin dalam penetapan jenjang fungsi pelayanan kegiatan-
kegiatan dan sistem jaringan jalan di wilayah kecamatan.
3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan yang pada prinsipnya;
merupakan upaya dalam menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan
intensitas penggunaan ruang bagian-bagian wilayah kecamatan pada khususnya.
4. Mengarahkan pembangunan wilayah kecamatan yang lebih tegas dalam rangka upaya
pengendalian pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik untuk masing-masing
bagian wilayah kecamatan secara terukur baik kualitas maupun kuantitas.
5. Membantu penetapan prioritas pengembangan wilayah kecamatan dan memudahkan
penyusunan RDTR untuk dijadikan pedoman bagi tertib bangunan dan tertib pengaturan
ruang secara rinci.
6. Membantu penetapan kawasan-kawasan tertentu untuk disusun pula Rencana Terinci
Ruang Kota (RTRK) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang
4
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
mampu dijadikan pedoman bagi tertib bangunan dan tertib pengaturan ruang secara
rinci.
Untuk memberikan hasil yang terbaik pada pekerjaan penyusunan RDTR digunakan
beberapa pendekatan, yang diuraikan sebagai berikut:
1. Pendekatan Partisipasi Pelaku Pembangunan
Penyusunan rencana tata ruang tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat dan swasta
sebagai pemanfaat ruang (pelaksana rencana tata ruang) dan sebagai pihak yang
terkena dampak positif maupun negatif dari pelaksanaan ruang itu sendiri. Oleh karena
itu dalam penyusunan rencana ini digunakan pendekatan partisipasi pelaku
pembangunan (stakeholder approach) untuk mengikutsertakan swasta dan masyarakat
di dalam proses penyusunan rencana tata ruang melalui forum dialog pelaku
pembangunan. Konsultan dalam hal ini berusaha untuk melibatkan secara aktif pelaku
pembangunan yang ada dalam setiap tahapan perencanaan.
Di dalam penyusunan rencana ini masyarakat tidak hanya dilihat sebagai pelaku
pembangunan (stakeholder) tetapi juga sebagai pemilik dari pembangunan
(stakeholder). Keterlibatan masyarakat sebagai stakeholder dimaksudkan untuk
mengurangi ketergantungan wilayah terhadap investor dari luar wilayah, tetapi yang
diharapkan adalah kerjasama antara investor dengan masyarakat sebagai pemilik lahan
di wilayah tersebut. Dengan posisi sebagai shareholder diharapkan masyarakat akan
benar-benar memiliki pembangunan di wilayahnya, dapat bersaing dengan penduduk
pendatang, dan dengan demikian masyarakat lokal tidak tergusur dari wilayahnya.
Pelibatan pelaku pembangunan dalam pekerjaan ini dapat digambarkan dengan diagram
seperti di bawah ini.
2. Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu
Merupakan pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu serta didasarkan
pada potensi dan permasalahan yang ada, baik dalam wilayah perencanaan maupun
dalam konstelasi regional. Pendekatan menyeluruh memberi arti bahwa peninjauan
permasalahan bukan hanya didasarkan pada kepentingan wilayah/kawasan dalam arti
sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula kepentingan yang lebih luas, baik antar wilayah
dengan daerah hinterlandnya yang terdekat maupun dengan yang lebih jauh lagi.
Secara terpadu mengartikan bahwa dalam menyelesaikan permasalahan tidak hanya
dipecahkan sektor per sektor saja tetapi didasarkan kepada kerangka perencanaan
Bab 4 | 2
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
terpadu antar tiap-tiap sektor, dimana dalam perwujudannya dapat berbentuk koordinasi
dan sinkronisasi antar sektor.
3. Pendekatan Ambang Batas
Adalah pendekatan untuk menentukan kebijaksanaan rencana tata ruang yang
didasarkan ambang batas daya dukung lingkungan. Pendekatan ini bertujuan untuk
menghasilkan kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Penekanan
terhadap pertimbangkan aspek lingkungan dilakukan karena lingkungan merupakan
aspek yang sangat berkepentingan dalam upaya pembangunan berkelanjutan.
4. Pendekatan Kesesuaian Ekologi dan Sumber Daya Alam
Pada pendekatan ini akan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Potensi Angin; Potensi angin dalam perencanaan meliputi arah dan kekuatan angin
untuk mendapatkan udara yang sejuk dan mengurangi kelembaban.
(2) Daerah Banjir; Perencanaan dan pengolahan daerah-daerah yang rendah
pemanfaatan saluran-saluran alam secara optimal diharapkan mampu mencegah
kemungkinan bahaya banjir. Saluran drainase direncanakan mengikuti arah
kemiringan kontur pada titik terendah dalam kawasan menuju saluran drainase
induk.
(3) Unit Visual dan Kapasitas Visual; Daerah yang berpotensi memiliki arah view yang
bagus antara lain adalah daerah hijau hutan, daerah sepanjang aliran sungai, dan
tepi pantai. Pemanfaatan daerah-aerah yang berpotensi ini diperuntukkan untuk
pariwisata, permukiman menengah ke atas.
(4) Area dengan Visibilitas Tinggi; Kawasan yang memiliki visibilitas tinggi adalah
kawasan yang memungkinkan untuk terlihat dari berbagai sudut (sebagai landmark
kawasan) dapat difungsikan untuk zona magnet pusat perkotaan.
(5) Topografi; Dalam suatu perencanaan perlu diperhatikan bagaimana kondisi topografi
eksisting wilayah tersebut, juga guna lahan dan karakter wilayahnya.
Selain hal-hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan kesesuaian/kelayakan kawasan itu
sendiri. Untuk itu yang perlu dipertimbangkan adalah:
(1) Kesesuaian untuk Preservasi, identifikasi yang disesuaikan dengan konsep dasar
perencanaan wilayah dan kondisi wilayah kawasan yang memiliki potensi untuk
dipreservasi baik yang buatan maupun alam. Buatan dapat berupa kawasan
Bab 4 | 3
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
bersejarah, monumen, atau peninggalan kuno. Kawasan preservasi alam dapat
dipreservasi karena perlu dilindungi seperti daerah aliran sungai, hutan, tepian
pantai, danau, terumbu karang, laut, atau daerah yang dianggap berbahaya seperti
daerah mudah longsor, patahan geologis, daerah gunung berapi dan sebagainya.
(2) Kesesuaian untuk Rekreasi, pemanfaatan lahan kawasan yang sesuai untuk
dikembangkan sebagai area rekreasi yang mendukung pelayanan fasilitas umum
untuk penghuni sekitar maupun sebagai daya tarik wilayah seperti danau/telaga,
pantai/ laut, daerah sepanjang sungai, hutan, taman dan bukit.
(3) Kesesuaian untuk Hunian, perencanaan wilayah sebagai daerah hunian, dengan
mempertimbangkan beberapa aspek perencanaan antara lain dari segi aksesibilitas,
kondisi topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur tanah, kebisingan dan potensi
alam dan buatan.
5. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Wilayah (Regional Development
Planning).
Dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perencanaan, pendekatan yang dilakukan adalah
memandang bahwa kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan dengan wilayah
yang lebih besar, lingkup propinsi, kota, Kota, atau antar daerah. Hal ini terjadi karena
kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan ruang yang dibatasi oleh aspek
geografi atau alam. Pendekatan ini mendudukan lokasi kegiatan dalam satu sistem
pengembangan yang saling terkait dengan wilayah sekitarnya. Kondisi-kondisi yang
memungkinkan bahwa pendekatan wilayah diperlukan dalam penentuan dan
pengembangan infrastruktur seperti jaringan listrik, telepon, jalan, dan sistem
transportasi.
Pendekatan wilayah dilakukan untuk mengetahui posisi atau kedudukan dan peluang
peran yang akan ditingkatkan di Kawasan Perencanaan dalam lingkup yang lebih luas,
khususnya dalam peningkatan peran perekonomian daerah.
Perencanaan pembangunan wilayah (Regional Development Plan) dilakukan dengan
proses:
(1) Analisis fisik alamiah dengan memanfaatkan SIG (sistem informasi geografis),
(2) Analisis geologi tata lingkungan, analisis ini sebagai upaya untuk
mempertimbangkan kondisi aspek bencana dalam penataan ruang.
Bab 4 | 4
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
6. Menyusun rencana tata ruang yang komprehensif
Rencana tata ruang sebuah wilayah tidaklah hanya mencakup bidang fisik, tetapi
seluruh aspek yang ada dalam kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan
bahkan politik. Oleh karena itu, rencana tata ruang haruslah merupakan rencana yang
komprehensif, yang mempunyai pandangan jauh ke depan dan mengantisipasi
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan masyarakat. Rencana tata ruang yang
komprehensif kemudian akan menjadi pedoman untuk mengembangkan suatu wilayah
secara teratur dalam angka meningkatkan kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan
kenyamanan penduduknya. Untuk menjadi suatu rencana yang komprehensif maka
rencana tata ruang harus:
a) Merupakan suatu rancangan umum yang seimbang dan menarik yang paling sesuai
dengan kebutuhan saat ini dan mungkin masa depan;
b) Sebanding dengan prospek penduduk dan ekonomi daerah, dan
c) Sebanding dengan sumber-sumber keuangan saat ini dan prospeknya.
Dengan demikian, rencana tata ruang adalah suatu desain bagi kerangka fisik, sosial,
ekonomi bagi kota, juga menjalin unsur-unsur sosiologis, ekonomis, dan geografis dari
kota itu ke dalam sebuah struktur.
7. Pelaksanaan rencana tata ruang melibatkan tiga kelompok pelaku pembangunan
(stakeholders) dengan karakteristiknya masing-masing
Pelaku pembangunan di Kawasan Perencanaan memiliki kepentingan sesuai dengan
kapasitas dan orientasi dari usaha yang dilakukan. Pemanfaatan ruang oleh pemerintah
yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat tentu akan berbeda dengan pihak swasta
yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, dalam penyusunan rencana ini
perlu adanya pemahaman terhadap karakteristik masing-masing pelaku pembangunan,
sehingga rencana yang dihasilkan akan berdaya guna dan berhasil guna.
Pemberdayaan Sumber daya Manusia (People Emporwerment) sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, harus diidentifikasi kondisi, kebutuhan dan
metode yang sesuai dalam upaya mengatasinya. Pendekatan ini perlu dilakukan
mengingat bahwa pelaku pembangunan berorientasi pada masyarakat lokal.
Mengapa peran serta masyarakat dalam sistem penataan ruang diperlukan? Pada tahap
perencanaan masyarakat paling tahu apa yang mereka butuhkan, dengan demikian
Bab 4 | 5
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional untuk
berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang yang
berlebihan untuk kegiatan tertentu. Pada tahap pemanfaatan masyarakat akan menjaga
pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu yang
direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Pada tahap
pengendalian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga
kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan.
Tujuan Peran Serta Masyarakat bila dikaitkan dengan penataan ruang, maka tujuan
peran serta masyarakat adalah:
(1) Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang;
(2) Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya
pemanfaataan tanah, air laut dan udara serta sumber daya alam lainnya demi
terciptanya tertib ruang (pendidikan dan information exchange);
(3) Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang
(transparansi kebijakan);
(4) Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat
dalam penatan ruang terutama membantu memberikan informasi tentang
pelanggaran pemanfaatan ruang (kontribusi tanggung jawab dan power sharing);
(5) Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan
ruang dengan hak dan kewajibannya (demokrasi partisipatori).
(6) Kesesuaian untuk Rekreasi, pemanfaatan lahan kawasan yang sesuai untuk
dikembangkan sebagai area rekreasi yang mendukung pelayanan fasilitas umum
untuk penghuni sekitar maupun sebagai daya tarik wilayah seperti danau/telaga,
pantai/ laut, daerah sepanjang sungai, hutan, taman dan bukit.
(7) Kesesuaian untuk Hunian, perencanaan wilayah sebagai daerah hunian, dengan
mempertimbangkan beberapa aspek perencanaan antara lain dari segi
aksesibilitas, kondisi topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur tanah,
kebisingan dan potensi alam dan buatan.
8. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Wilayah (Regional Development
Planning).
Bab 4 | 6
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perencanaan, pendekatan yang dilakukan adalah
memandang bahwa kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan dengan wilayah
yang lebih besar, lingkup propinsi, kota, Kota, atau antar daerah. Hal ini terjadi karena
kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan ruang yang dibatasi oleh aspek
geografi atau alam. Pendekatan ini mendudukan lokasi kegiatan dalam satu sistem
pengembangan yang saling terkait dengan wilayah sekitarnya. Kondisi-kondisi yang
memungkinkan bahwa pendekatan wilayah diperlukan dalam penentuan dan
pengembangan infrastruktur seperti jaringan listrik, telepon, jalan, dan sistem
transportasi.
Pendekatan wilayah dilakukan untuk mengetahui posisi atau kedudukan dan peluang
peran yang akan ditingkatkan di Kawasan Perencanaan dalam lingkup yang lebih luas,
khususnya dalam peningkatan peran perekonomian daerah.
Perencanaan pembangunan wilayah (Regional Development Plan) dilakukan dengan
proses:
(1) Analisis fisik alamiah dengan memanfaatkan SIG (sistem informasi geografis),
(2) Analisis geologi tata lingkungan, analisis ini sebagai upaya untuk
mempertimbangkan kondisi aspek bencana dalam penataan ruang.
9. Menyusun rencana tata ruang yang komprehensif
Rencana tata ruang sebuah wilayah tidaklah hanya mencakup bidang fisik, tetapi
seluruh aspek yang ada dalam kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan
bahkan politik. Oleh karena itu, rencana tata ruang haruslah merupakan rencana yang
komprehensif, yang mempunyai pandangan jauh ke depan dan mengantisipasi
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan masyarakat. Rencana tata ruang yang
komprehensif kemudian akan menjadi pedoman untuk mengembangkan suatu wilayah
secara teratur dalam angka meningkatkan kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan
kenyamanan penduduknya. Untuk menjadi suatu rencana yang komprehensif maka
rencana tata ruang harus:
a) Merupakan suatu rancangan umum yang seimbang dan menarik yang paling sesuai
dengan kebutuhan saat ini dan mungkin masa depan;
b) Sebanding dengan prospek penduduk dan ekonomi daerah, dan
c) Sebanding dengan sumber-sumber keuangan saat ini dan prospeknya.
Bab 4 | 7
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Dengan demikian, rencana tata ruang adalah suatu desain bagi kerangka fisik, sosial,
ekonomi bagi kota, juga menjalin unsur-unsur sosiologis, ekonomis, dan geografis dari
kota itu ke dalam sebuah struktur.
10. Pelaksanaan rencana tata ruang melibatkan tiga kelompok pelaku pembangunan
(stakeholders) dengan karakteristiknya masing-masing
Pelaku pembangunan di Kawasan Perencanaan memiliki kepentingan sesuai dengan
kapasitas dan orientasi dari usaha yang dilakukan. Pemanfaatan ruang oleh pemerintah
yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat tentu akan berbeda dengan pihak swasta
yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, dalam penyusunan rencana ini
perlu adanya pemahaman terhadap karakteristik masing-masing pelaku pembangunan,
sehingga rencana yang dihasilkan akan berdaya guna dan berhasil guna.
Pemberdayaan Sumber daya Manusia (People Emporwerment) sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, harus diidentifikasi kondisi, kebutuhan dan
metode yang sesuai dalam upaya mengatasinya. Pendekatan ini perlu dilakukan
mengingat bahwa pelaku pembangunan berorientasi pada masyarakat lokal.
Mengapa peran serta masyarakat dalam sistem penataan ruang diperlukan? Pada tahap
perencanaan masyarakat paling tahu apa yang mereka butuhkan, dengan demikian
mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional untuk
berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang yang
berlebihan untuk kegiatan tertentu. Pada tahap pemanfaatan masyarakat akan menjaga
pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu yang
direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Pada tahap
pengendalian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga
kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan.
Tujuan Peran Serta Masyarakat bila dikaitkan dengan penataan ruang, maka tujuan
peran serta masyarakat adalah:
(8) Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang;
(9) Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya
pemanfaataan tanah, air laut dan udara serta sumber daya alam lainnya demi
terciptanya tertib ruang (pendidikan dan information exchange);
(10) Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang
(transparansi kebijakan);
Bab 4 | 8
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
(11) Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat
dalam penatan ruang terutama membantu memberikan informasi tentang
pelanggaran pemanfaatan ruang (kontribusi tanggung jawab dan power sharing);
(12) Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan
ruang dengan hak dan kewajibannya (demokrasi partisipatori).
4.2 Metodologi Penyusunan RDTR
Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota/Kota maka maka penyusunan
RDTR kawasan perkotaan dapat dibagi ke dalam 4 tahapan tahapan utama, yaitu 1)
tahapan persiapan, 2) pengumpulan data , 3) pengolahan dan analisis data, 4) perumusan
konsep RDTR dan Peraturan Zonasi.
Untuk lebih jelasnya mengenai metodologi penyusunan RDTR, dapat dilihat pada Gambar
4.1 berikut.
4.2.1 Persiapan Penyusunan RDTR
Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi maka Persiapan penyusunan RDTR
terdiri atas:
1. Persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap KAK/TOR penyiapan anggaran
biaya;
2. Kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR sebelumnya dan kajian awal RTRW
Kota/kota dan kebijakan lainnya;
3. Persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik
analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.
4.2.2 Pengumpulan Data
Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota untuk keperluan pengenalan
karakteristik BWP dan penyusunan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana
BWP, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder.
Bab 4 | 9
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Pengumpulan data primer setingkat kelurahan dilakukan melalui:
1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket,
temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain sebagainya; dan/atau
2. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP secara langsung melalui kunjungan
ke semua bagian dari wilayah Kota/kota.
Data yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi: data wilayah administrasi;
1. Data fisiografis;
2. Data kependudukan.
3. Data ekonomi dan keuangan;
4. Data ketersediaan prasarana dan sarana ;
5. Data peruntukan ruang;
6. Data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan;
7. Data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata bangunan); dan
8. Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan,
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat ketelitian minimal
peta 1:5.000.
Bab 4 | 10
11
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Gambar 4. 1 Metodologi Penyusunan RDTR
12
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Seperti halnya dalam penyusunan RTRW, tingkat akurasi data, sumber penyedia data,
kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel
ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam
pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang
dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan
kedalaman data setingkat kelurahan. Data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan
dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada bagian dari wilayah
Kota/kota.
Analisis dan kajian local content Kawasan Pekotaan dilakukan dengan menggunakan
metodologi deskriptif analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk menunjang deskriptif analisis
kuantitatif akan digunakan beberapa teknik analisis yang relevan.
Berdasarkan jenis datanya maka kegiatan pengumpulan data melalui survei dilakukan
melalui 2 (dua) metode pengumpulan data, yaitu:
Survei Data Instansional atau Pengumpulan Data Sekunder, adalah metoda
pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data sekunder dari berbagai instansi
atau dari laporan beberapa instansi terkait. Misalnya data dari kantor/instansi/dinas/badan
yang ada dilingkungan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, instansi vertikal lainnya,
dan sebagainya.
Data-data sekunder yang akan dikumpulkan pada tahap ini antara lain:
Rencana Tata Ruang Kota terkait;
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD);
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD);
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD);
Statistik Kota Dalam Angka;
Kecamatan Dalam Angka;
Dokumen perencanaan lainnya yang berkaitan dengan wilayah perencanaan.
Survei Lapangan atau Pengumpulan Data Primer, yaitu kegiatan survei yang ditujukan
untuk mendapatkan data primer yang dilakukan melalui pengamatan, pengukuran kondisi
lapangan ataupun melalui interview dengan nara sumber serta penyebaran daftar
pertanyaan (questioner) pada reponden. Pengumpulan data primer pada dasarnya juga
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
dapat dilakukan dengan menggunakan metoda-metoda seperti di atas (wawancara dan
diskusi/FGD). Namun untuk pengumpulan data yang berkaitan dengan kondisi faktual
lapangan maka dilakukan metoda observasi lapangan yaitu melakukan peninjauan langsung
kelokasi wilayah studi/lapangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat observasi
lapangan adalah:
Potensi Fisik Tata Ruang wilayah perencanaan;
Masalah pembangunan dan perwujudan ruang kawasan;
Kondisi kependudukan;
Kondisi sosial budaya, ekonomi dan keuangan;
Kondisi topografi, kemiringan, daerah genangan dan daya dukung pengembangan
fisik kawasan;
Penggunaan lahan eksisting;
Pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan lahan;
Penyebaran fasilitas umum dan sosial;
Jaringan pergerakan (aksessibilitas/transportasi/sirkulasi);
Jaringan utilitas;
Kondisi perumahan dan permukiman;
Kondisi bangunan (bangunan tunggal, rendeng, kopel, tidak bertingkat, bertingkat
dan lain sebagainya.)
Kedua kegiatan survei tersebut diatas dilakukan secara bersama-sama oleh konsultan
pelaksana, untuk mendapatkan data yang valid dan dapat dipercaya serta dapat
menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan kondisi lapangan.
Berdasarkan jenisnya, kebutuhan data dan informasi dibagi ke dalam dua bagian yaitu data
sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data dalam bentuk
dokumen kebijaksanaan serta data-data tertulis lainnya sedangkan data primer adalah data-
data yang dikumpulkan di lapangan yang dilakukan melalui pengamatan langsung ke
wilayah perencanaan (on site-visit) serta survei dan pengumpulan pendapat (polling) melalui
kuisioner.
Bab 4 | 13
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Data Primer
Data primer yang akan dikumpulkan antara lain adalah:
- Issue atau pemikiran baru yang berkembang di masyarakat dunia usaha, atau
pemerintah daerah yang mendesak dan berpengaruh terhadap perubahan
kebijaksanaan penataan ruang wilayah Kota.
- Data pengggunaan lahan (dalam bentuk zona-zona) penggunaan lahan yang paling
baru.
- Data mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kesesuaian
penggunaan lahan.
Data Sekunder
Data sekunder yang akan dikumpulkan antara lain adalah:
- Dokumen yang berupa Undang-Undang dan atau Peraturan Pemerintah yang terbit
selama kurun waktu perencanaan yang berpengaruh atau berhubungan erat
terhadap penyusunan RDTR Kawasan.
- Dokumen kebijaksanaan tata ruang wilayah propinsi dan kebijaksanaan sektor dalam
skala regional propinsi.
- Dokumen lengkap dari RTRW Kota yang berupa Buku Laporan Pendahuluan, Fakta
dan Analisis, Rancangan Rencana serta Buku Rencana tahun terakhir.
- Dokumen perizinan penggunaan lahan dalam skala besar.
- Data mengenai perkembangan investasi berskala besar selama kurun waktu
perencanaan.
Untuk lebih jelasnya mengenai kebutuhan data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut.
Tabel 4. 1 Check List Data Survey Sekunder
NoKlasifikasi
DataData yang
dibutuhkanKeteranga
n
Ketersediaan (ada/tidak
ada)Instansi
1. Kebijakan / Pedoman / Peraturan
RTRW NasionalDeskripsi dan Peta
Kemen. ATR
RTRW Provinsi Deskripsi dan Peta
Bappeda Prov
Bab 4 | 14
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
NoKlasifikasi
DataData yang
dibutuhkanKeteranga
n
Ketersediaan (ada/tidak
ada)Instansi
RTRWDeskripsi dan Peta
Bappeda Kota
RDTR Kecamatan lainnya
Deskripsi dan Peta
Dinas PU/Bappeda Kota
Rencana tata ruang terkait lainnya yg sudah ada
Deskripsi dan Peta
Dinas PU/Bappeda Kota
Kebijakan terkait lainnya, terkait pengembangan wilayah
Deskripsi dan Peta
Kemen. ATR, Bappeda & dinas terkait lainnya
Berbagai peraturan terkait penataan ruang
Deskripsi Kemen. ATR
2. Fisik Dasar
Peta Topografi PetaBappeda Kota, Dinas PU, Bakosurtanal (BIG)
Peta Geologi Peta Puslitbang Geologi
Peta Jenis tanah PetaPuslit Tanah dan Agroklimat
Peta Hidrologi Peta Puslitbang Geologi
3. Demografi
Jumlah penduduk DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil
Sebaran penduduk DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil
Komposisi penduduk DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil
Mata pencaharian/ Pendapatan
DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil
Pertumbuhan penduduk
DeskripsiBPS, Bappeda, Dinas Kependudukan dan Capil
4. Sosial BudayaKondisi sosial dan budaya
Deskripsi Bappeda
5.
Kemampuan Tumbuh & Berkembang Dalam Skala Regional
Sektor unggulan wilayah sekitar
Deskripsi dan Peta
BPS, Bappeda
6.Pusat Kegiatan Dan Pola Ruang
Peta Penggunaan lahan / land use
Peta BPN, Bappeda
Peta Status Hutan Peta
Kemen. Kehutanan, Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
Bab 4 | 15
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
NoKlasifikasi
DataData yang
dibutuhkanKeteranga
n
Ketersediaan (ada/tidak
ada)Instansi
7.Transportasi & Komunikasi
Studi/Informasi/Kajian terhadap Trayek Angkutan Umum
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Studi/Informasi/Kajian terhadap Trayek Angkutan
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Peta Sebaran Fasilitas Pendukung (Terminal, Halte)
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Peta/Informasi/Kajian Jaringan Pendestrian Ways
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Masterplan Sistem Transportasi Darat
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Tatanan Transportasi Lokal
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Studi/informasi/kajian mengenai telekomunikasi
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Informasi sebaran menara BTS
Deskripsi dan Peta
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
8. Ekonomi
Jenis aktivitas perekonomian
Deskripsi Bappeda
Lokasi kegiatan ekonomi
Deskripsi dan Peta
Bappeda
Sektor unggulan & prioritas
Deskripsi
Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Bappeda, BKPMD
Jumlah produksi Deskripsi
Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan, Bappeda
PDRB Deskripsi BPS, Bappeda
Skala pelayanan ekonomi yang ada
Deskripsi
Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan, Bappeda
9.Fasilitas Umum & Sosial
Sebaran Fasilitas Umum dan Sosial
Deskripsi dan Peta
BPS, Bappeda
10. UtilitasData Air bersih
Deskripsi dan Peta
Dinas PU, Dinas Kesehatan
Data Air Limbah Deskripsi Dinas PU
Bab 4 | 16
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
NoKlasifikasi
DataData yang
dibutuhkanKeteranga
n
Ketersediaan (ada/tidak
ada)Instansi
dan Peta
Data PersampahanDeskripsi dan Peta
Dinas kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman/Dinas terkait lainnya
Data DrainaseDeskripsi dan Peta
Dinas PU
Data jaringan listrikDeskripsi dan Peta
PLN
11. Pertanahan
Status tanahDeskripsi dan Peta
BPN
Kepemilikan tanahDeskripsi dan Peta
BPN
Data ijin lokasiDeskripsi dan Peta
BPN
12. Pengendalian
Sistem perijinan eksisting
Deskripsi Dinas PU
Aturan insentif / disinsentif
Deskripsi Bappeda, Setda
13.Pembiayaan Pembangunan
Pola pembiayaan Deskripsi Bappeda
Sumber pembiayaan Deskripsi Bappeda
A. Teknik wawancara
Metode wawancara merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi
dari masyarakat atau para stakeholders lainnya. Kegiatan ini dipilih untuk dilakukan dengan
dua alasan. Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang
diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri
subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal
yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga
masa mendatang.
Wawancara pada dasarnya merupakan langkah pencarian atau pengumpulan data dengan
melakukan tanya-jawab secara langsung pada obyek/responden, yang dilaksanakan secara
sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Dalam pelaksanaanya teknik
wawancara dapat dibagi dalam dua jenis yaitu wawancara yang terstruktur dan wawancara
tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang menggunakan instrumen
wawancara, yang biasanya berupa pedoman wawancara (interview guidance), sedangkan
wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang dilakukan secara spontan, bebas yang
dikembangkan dari proses tanya jawab di lapangan. Secara ringkas dapat diuraikan sebagai
berikut.
Bab 4 | 17
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Wawancara Semi Terstruktur
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Artinya peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh
suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tentu saja peneliti
menyimpan cadangan masalah yang perlu ditanyakan kepada informan /masyarakat.
Cadangan masalah tersebut adalah kapan menanyakannya, bagaimana urutannya, akan
seperti apa rumusan pertanyaannya dan sebagainya yang biasanya muncul secara spontan
sesuai dengan perkembangan situasi wawancara itu sendiri. Dengan teknik ini peneliti
mengharapkan wawancara berlangsung luwes; arahnya bisa lebih terbuka, percakapan
tidak membuat jenuh kedua belah pihak, sehingga diperoleh informasi yang lebih kaya.
Wawancara Terstruktur dan Mendalam (In-depth Interview)
Metoda ini merupakan cara untuk menggali data dan informasi dari responden
(stakeholders) dengan menggunakan metoda wawancara mendalam dan terarah dengan
mengacu pada guide interview dan memiliki indikator kunci keberhasilan. Wawancara
secara mendalam pada responden dengan pertanyaan yang terstruktur maupun non
struktur (pengembangan dengan mengajukan pertanyaan berdasarkan jawaban responden).
B. Teknik Diskusi Kelompok
Salah satu metode untuk memperolah data kualitatif yaitu melalui metode Diskusi Kelompok
Terarah (Focus Group Discussion /FGD), dimana FGD dilakukan untuk membahas topik
tertentu secara rinci. Pesertanya terdiri dari orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang
tata ruang, mereka yang tertarik dengan topik tata ruang atau mereka yang akan terkena
dampak dari pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah. Metode yang dipakai dalam FGD
adalah diskusi dengan terlebih dahulu peserta diberikan paparan/informasi/pertanyaan yang
kompleks dan spesifik tentang pemanfaatan ruang (RDTR Kawasan Perencanaan) yang
akan dibahas dalam FGD. Diharapkan dalam FGD muncul feed back dari peserta FGD
sehingga informasi yang ingin digali oleh konsultan bisa diperoleh.
C. Teknik penjaringan aspirasi
- Metode Partisipatif
Dalam kaitannya dengan kegiatan ini, metoda analisa yang digunakan, yaitu: (1) pemetaan
kebijakan, (2) pemetaan stakeholder.
Bab 4 | 18
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Pemetaan Kebijakan
Pemetaan kebijakan adalah suatu metode untuk memetakan semua kebijakan
peraturan perundangan yang terkait untuk mendapatkan kesimpulan mengenai posisi
persoalan yang ada. Dalam kaitannya dengan kegiatan ini, pemetaan kebijakan ini
digunakan untuk melihat apakah kebijakan dan peraturan yang ada sudah mendukung
pada RTR yang telah ideal atau belum. Adapun dalam prosesnya, pemetaan
kebijakan ini dilakukan dengan menggunakan alat analisa berupa analisis isi (content
analysis).
Analisis Isi (Content Analysis), yaitu suatu metode untuk mengkaji substansi dan
konsistensi dari suatu kebijakan, program, dan/atau perangkat hukum tertentu yang
berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam rangkaian kegiatan ini, analisis
isi ini dilakukan sebagai satu kesatuan dalam studi literatur. Adapun dokumen
kebijakan dan peraturan yang dikaji antara lain meliputi:
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Permen No 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penysunan RDTR dan Peraturan
Zonasi.
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) baik tingkat nasional, provinsi maupun
Kota.
Dokumen Rencana Strategis Daerah.
Dokumen kebijakan sektoral yang terkait dengan pengembangan wilayah.
Pemetaan Stakeholders
Pemetaan stakeholder adalah suatu alat analisa dalam studi terkait dengan
pembangunan suatu wilayah. Pemetaan stakeholder ini dikenal juga sebagai analisa
pemangku kepentingan yaitu suatu analisis untuk melihat siapa pihak yang terkait dan
pihak tersebut memiliki peran sebagai apa. Analisis pemangku kepentingan ini
diperlukan pada suatu kondisi yang ternyata banyak pihak terlibat yang seringkali
mengalami kesulitan untuk membedakan peran dan fungsinya secara langsung.
Terkait dengan upaya integrasi perencanaan pembangunan dengan perencanaan
spasial, analisa ini menjadi penting, karena perencanaan pembangunan dan
Bab 4 | 19
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
perencanaan spasial melibatkan banyak pemangku kepentingan dari berbagai
tingkatan dan dari berbagai aspek, sehingga apabila tidak dilakukan proses analisis ini
akan menyebabkan tumpang tindih ataupun ketidakadaan pihak yang menjalankan
fungsi dan peran tersebut. Adapun dalam proses analisis pemangku kepentingan ini
dilakukan beberapa proses tahapan analisis, yaitu : (1) pemetaan pemangku
kepentingan, (2) analisis kepentingan pemangku kepentingan, (3) perumusan peran
dan fungsi dari tiap pemangku kepentingan.
Sebagai langkah awal dalam analisis pemangku kepentingan ini dilakukan proses
identifikasi. Dalam proses identifikasi ini perlu diperhatikan beberapa pertanyaan
sebagai tuntunan persiapan pemetaan pemangku kepentingan, yaitu:
Siapa saja pihak berkepentingan dalam penyusunan rencana tata ruang?
Siapa saja perwakilan-perwakilan dari mereka yang akan terpengaruh dengan
perubahan dalam penyusunan rencana tata ruang?
Siapa yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya penyusunan rencana
tata ruang?
Siapa yang cenderung tergerak untuk melaksanakan maupun menentang
penyusunan rencana tata ruang?
Siapa yang dengan partisipasinya dapat membuat penyusunan rencana tata
ruang menjadi lebih efektif?
Siapa yang dengan tidak berpartisipasi dapat membuat penyusunan rencana tata
ruang menjadi kurang efektif?
Siapa yang dapat memberikan kontribusi secara finansial maupun teknis dalam
upaya integrasi penyusunan rencana tata ruang?
Siapa yang perlu merubah pemikiran dan kebiasaannya guna mendukung upaya
terciptanya penyusunan rencana tata ruang l yang lebih efektif?
Dari hasil identifikasi awal tersebut dilakukan proses analisis lanjutan berupa
indentifikasi kelompok utama para pemangku kepentingan. Dengan didasarkan pada
teori Meltsner (1976), hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam proses identifikasi
dan penentuan kelompok unsur pembentuk pemangku kepentingan yang utama
tersebut adalah:
Bab 4 | 20
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
a. Actor, yaitu perorangan ataupun kelompok yang terlibat, terkena dampak, yang
memungkinkan untuk memberi dukungan ataupun menentang upaya penyusunan
rencana tata ruang tersebut. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melihat
aktor-aktor utama ini adalah:
Menyusun daftar kepentingan dan aktor-aktor potensial, baik grup maupun
perorangan, secara fleksibel,
Mengidentifikasikan orang /kelompok yang secara kasat mata tidak terlibat
langsung namun memiliki kemungkinan untuk menerima imbas / terkena
pengaruh apabila upaya integrasi perencanaan pembangunan dan perencanaan
spasial diimplementasikan.
Adapun aktor-aktor selaku pemangku kepentingan dimaksud umumnya terdiri
atas:
Badan perencanaan dan pembangunan Bappeda)
Badan koordinasi penataan ruang (BKPRD)
Dinas terkait
b. Beliefs and Motivations, yaitu hal-hal yang dipercayai atau diketahui oleh aktor-
aktor tersebut mengenai upaya integrasi yang dibahas serta kemungkinan
penyelesaian masalah. Hal ini juga berkaitan dengan apa yang diinginkan serta
diperlukan pemangku kepentingan tersebut. Untuk itu, diperlukan informasi
mengenai :
Apa yang dipercaya / diketahui pemangku kepentingan mengenai penyusunan
rencana tata ruang;
Tujuan dan sasaran pemangku kepentingan berkaitan dengan penyusunan
rencana tata ruang;
Identifikasi apa yang akan dan dapat dilakukan masing-masing pemangku
kepentingan untuk mencapai tujuan dan sasarannya,
Identifikasi kondisi-kondisi yang tidak dapat dikompromikan oleh masing-masing
pemangku kepentingan.
c. Resources, atau sumber daya yang dimiliki oleh pemangku kepentingan,
merupakan daftar mengenai apa yang dimiliki oleh masing-masing pemangku
Bab 4 | 21
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
kepentingan yang diperkirakan dapat mempengaruhi pelaksanaan penyusunan
rencana tata ruang sesuai dengan kepentingan masing – masing. Adapun sumber
daya yang perlu diidentifikasi antara lain:
Sumber daya finansial, yang dapat digunakan untuk mendukung kepentingan
pemangku kepentingan tersebut serta yang dapat mempengaruhi implementasi
perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial,
Power, pengaruh, atau kewenangan yang dimiliki pemangku kepentingan untuk
mempengaruhi perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial, dan yang
dapat mempengaruhi tindakan pemangku kepentingan yang lainnya.
Dari hasil identifikasi pemangku kepentingan tersebut dilakukan proses analisis kepentingan
pemangku kepentingan dan dampak potensial terhadap kepentingan tersebut. Analisis ini
dilakukan dengan melihat perbedaan latar belakangnya, harapan kebutuhan, serta
keuntungan maupun kerugian yang akan dialami pemangku kepentingan berkaitan dengan
integrasi perencanaan pembangunan dan perencanaan spasial. Semua ini terkait dengan 3
variabel utama yaitu:
Interest atau motivasi, ketertarikan yang menjadi alasan dasar pemangku
kepentingan untuk terlibat atau dilibatkan dalam penyusunan rencana tata ruang;
Influence atau besarnya pengaruh, keberadaan pemangku kepentingan berkaitan
dengan kemampuan kontrol sumber daya atau kekuatan tertentu yang dapat
mempengaruhi proses pendampingan penyusunan rencana tata ruang;
Importance atau suatu tingkatan dimana tujuan akhir dari proses pendampingan
penyusunan rencana tata ruang akan bergantung pada keterlibatan aktif pemangku
kepentingan.
Dari proses identifikasi di atas, selanjutnya dikembangkan suatu pemetaan terhadap unsur-
unsur pengaruh dan kepentingan dari masing-masing kelompok pemangku kepentingan,
yang kemudian dengan menggunakan matriks pemetaan akan diperoleh keterkaitan antara
tingkat kepentingan, pengaruh, dan permasalahan yang dihadapi terkait dengan
pendampingan pada penyusunan rencana tata ruang.
Hasil identifikasi pemangku kepentingan tersebut selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
suatu matriks analisa pemangku kepentingan yang dapat memperlihatkan bobot prioritas
pemangku kepentingan yang akan diikut sertakan dalam pendampingan penyusunan
Bab 4 | 22
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
rencana tata ruang. Tabel analisa pemangku kepentingan tersebut akan memberikan
pembobotan terhadap masing-masing aspek, yaitu:
Efek kebijakan terhadap kepentingan pemangku kepentingan: apakah negatif,
positif, atau tidak ada efek yang berarti apapun
Tingkat kepentingan pemangku kepentingan terhadap kebijakan: apakah sangat
penting atau tidak penting
Tingkat pengaruh pemangku kepentingan terhadap kebijakan: apakah sangat
berpengaruh, tidak berpengaruh sama sekali
Berdasarkan matriks analisa pemangku kepentingan tersebut, selanjutnya akan didapat
hasil analisa keseluruhan berupa matriks hasil pemetaan pemangku kepentingan,
khususnya berdasarkan tingkat kepentingan pemangku kepentingan untuk terlibat serta
tingkat pengaruhnya terhadap upaya pendampingan penyusunan rencana tata ruang.
D. Metode penjaringan aspirasi pakar
Keterlibatan Pakar
Dalam pemilihan Tim Pakar sebaiknya bersifat minimum requirement terdiri dari
seorang perencana wilayah dan kota, seorang ekologiwan, dan seorang ekonomi
wilayah. Dengan adanya minimum requirement ini diharapkan Kriteria dan Indikator
muatan-muatan dasar yang efektif dapat dicapai, tetapi dengan pelibatan tim pakar
yang lebih besar akan lebih memungkinkan untuk pemilihan K&I dengan yang lebih
baik karena:
Jika seorang anggota dari tim yang terdiri dari tiga orang tidak bisa berperan
karena sesuatu hal, tim ini tidak dapat lagi bekerja;
Tim yang lebih besar memberi kesempatan bagi disiplin ilmu, kelembagaan atau
pandangan pribadi untuk dapat dimasukkan.
Perekrutan pakar dalam bidang yang sesuai perlu benar-benar diusahakan, baik
dalam hal disiplin ilmu maupun lokasi yang terkait. Penting juga memasukkan
perspektif yang berbeda ke dalam tim (contoh: para akademisi, konsultan, LSM,
pegawai pemerintah). Tim sebaiknya tidak mewakili kelompok orang dalam, yang
sangat mengenal satu sama lain dan memiliki pandangan yang hampir sama. Situasi
seperti ini dapat mengurangi keragaman pendapat dan kualitas diskusi pada saat
Bab 4 | 23
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
evaluasi K&I. Hasilnya, kesempatan untuk memasukkan K&I baru dan penting
mungkin akan hilang. Pelibatan Pakar sebaiknya:
Mengetahui dengan baik semua perkembangan mengenai implementasi program
/kegiatan dari sektoral maupun pemerintah daerah di lapangan;
Memiliki pemahaman yang baik tentang perdebatan terbaru dalam implementasi
pemanfaatan ruang;
Berpengalaman dan siap bekerja dengan pakar antar disiplin ilmu;
Mematuhi prosedur yang telah ditetapkan untuk pengujian;
Prasayarat pelibatan pakar dalam kegiatan ini, adalah:
Komposisi tim berdasarkan pengalaman dan latar belakang keahlian sangat
penting;
Pemahaman yang jelas tentang muatan RDTR, ZR dan ranperda adalah penting;
Tinjauan bersama untuk seluruh K&I, dua sampai tiga kali selama masa
pengujian, terbukti sangat bermanfaat untuk menjamin interaksi di antara
anggota tim dan juga saling membagikan pemahaman masing-masing yang
semakin meningkat mengenai kondisi lokal; dan
Pemahaman yang jelas tentang strategi yang digunakan dalam mengevaluasi
K&I sangat meningkatkan keefektifan tim dan harus berdasarkan konsensus di
antara pakar.
4.2.3 Pengolahan Dan Analisis Data
A. Ruang Lingkup Data
Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/PRT/M/2011 Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota /Kota maka
Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi:
Analisis karakteristik wilayah, meliputi:
a. Kedudukan dan peran bagian dari wilayah Kota /kota dalam wilayah yang lebih
luas (Kota /kota);
b. Keterkaitan antar wilayah Kota /kota dan antara bagian dari wilayah Kota /kota;
c. Keterkaitan antar komponen ruang di BWP;
Bab 4 | 24
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
d. Karakteristik fisik bagian dari wilayah Kota /kota;
e. Kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk perubahan iklim;
f. Karakteristik sosial kependudukan;
g. Karakteristik perekonomian; dan
h. Kemampuan keuangan daerah.
Analisis potensi dan masalah pengembangan BWP, meliputi:
a. Analisis kebutuhan ruang; dan
b. Analisis perubahan pemanfaatan ruang.
Analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan.
B. Analisa Data
1) Analisis Pola Ruang
Dalam analisis pola pemanfaatan ruang ini secara umum kawasan dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu: (1) kawasan lindung; yaitu kawasan yang fungsi utamanya melindungi
kelestarian sumber daya alam, sumber daya buatan serta nilai budaya dan sejarah bangsa
dan harus dilindungi dari setiap kegiatan budidaya atau kegiatan produksi lainnya yang
dapat mengurangi atau merusak fungsi lindungnya, (2) kawasan budidaya, yaitu kawasan
yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan untuk
kepentingan produksi guna memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan, dan (3)
kawasan penyangga, yaitu kawasan yang terletak diantara kedua jenis kawasan yang
disebutkan terdahulu dan berfungsi sebagai penyangga agar pengembangan kawasan
budidaya tidak memasuki kawasan lindung. Pada kawasan ini, kegiatan budidaya secara
terbatas masih diperkenankan.
Menurut fungsinya, kawasan fungsi lindung dapat dibedakan menjadi empat, yaitu (1)
kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya, misalnya kawasan
hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air, (2) kawasan perlindungan
setempat, misalnya daerah sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
waduk/danau, dan kawasan sekitar mata air, (3) kawasan suaka alam dan cagar budaya
misalnya kawasan suaka alam pantai berhutan bakau, dan kawasan suaka alam laut dan
perairan lainnya, dan (4) kawasan rawan bencana.
Bab 4 | 25
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Kawasan penyangga dapat difungsikan sebagai kawasan hutan produksi terbatas, kawasan
hutan produksi tetap, dan kawasan hutan produksi konversi. Sedangkan kawasan budidaya
berupa kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata,
dan kawasan permukiman.
Analisis ini ditekankan pada kajian berdasarkan zona awal fisik dasar kawasan
perencanaan. Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang terdiri dari beberapa kegiatan analisis
meliputi:
Analisis Konservasi Lingkungan
Analisis ini ditujukan pada 3 lingkup bahasan:
i. Analisis untuk mengkaji kawasan lindung secara lebih mendetail yang ada di kawasan
perencanaan yang telah ditetapkan dalam RTRW propinsi maupun RTRW Kota dan
deliniasi atau pembatasan lingkup untuk masing-masing kawasan lindung.
ii. Analisis untuk mengkaji keberadaan fungsi lindung setempat, seperti sempadan
sungai, dan mata air.
iii. Analisis pengembangan dan pengelolaan masing-masing jenis kawasan lindung.
iv. Analisis untuk mengkaji lahan-lahan yang dikembangkan untuk menjaga
keseimbangan pemanfaatan ruang.
Analisis Fisik Daya Dukung /Kemampuan Lahan
Berdasarkan masukan zona fisik dan sumber daya alam, maka akan dilakukan analisis
keadaan fisik guna melihat daya dukung /kemampuan kawasan. Daya dukung
menggambarkan besarnya kapasitas yang dapat dikembangkan dan kemungkinan
kesesuaian pemanfaatan ruang.
Analisis yang terkait dengan kondisi fisik dasar dan kemampuan daya dukung lahan dan
lingkungan terhadap kegiatan budidaya akan dilakukan melalui metode (cara) super-
imposed (teknik overlay) yaitu digunakan untuk menentukan daerah yang paling baik untuk
perkembangan. Faktor-faktor yang dikaji adalah semua aspek fisik dasar yang terdiri dari
klimatologi, komponen fisiografi yaitu topografi, geologi, sifat tanah, kesuburan tanah dan
erosi serta komponen hidrologi yang terdiri atas sungai, mata air dan air bawah tanah.
1. Klimatologi
Bab 4 | 26
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Komponen iklim meliputi Tipe iklim, dianalisis menggunakan metode Schmidth dan
Fergusson dengan menentukan nilai nisbih rata-rata bulan kering dengan rata-rata
bulan basah. Nilai nisbih ini dikenal dengan nilai Q (%). Bulan-bulan kering adalah
bulan yang mempunyai curah hujan kurang dari 60 mm. Sedangkan bulan-bulan
basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan diatas 100 mm. Data curah hujan
tersebut diambil dari data Stasiun Klimatologi (Instansional).
2. Fisiografi
Komponen fisiografi ini meliputi:
Topografi, diamati di lapangan dengan mengukur tingkat kemiringan lereng, arah
lereng dan panjang lereng. Untuk mengukur kemiringan digunakan rumus:
∆hK
X 100%
Dimana :h = Beda Tinggi
K =Kelas kemiringan
Geologi, formasi geologi diamati langsung di lapangan melalui singkapan yang
ada dan untuk membantu singkapan dipergunakan peta geologi.
3. Erosi
Untuk mengetahui besarnya erosi, data di lapangan yang diamati adalah curah hujan
(data sekunder), morfologi dan sifat tanah, panjang dan kemiringan lereng,
penggunaan lahan beserta jenis tanaman dominan dan pengelolaannya, serta teknik
konservasi tanah yang diterapkan pada lahan tersebut.
4. Kajian komponen hidrologi yang akan dilaksanakan menyangkut komponen keadaan
air permukaan (sungai, mata air), dan air bawah tanah. Dalam melaksanakan kajian
komponen hidrologi tersebut, akan dilakukan metode pengukuran langsung, metode
survei dan metode pendekatan dengan penerapan rumus yang memanfaatkan data
yang telah dicatat dalam kurun waktu tertentu.
2) Analisis Sumber Daya Alam
Tujuan kajian dalam analisis ini adalah melihat kondisi dan potensi yang ada dan dapat
dikembangkan antara lain: sumber daya air, tanah, dan mineral. Misalnya analisis sumber
air baku, analisis ini akan menggambarkan kapasitas dan kebutuhan air di kawasan
perencanaan pada awal dan akhir tahun perencanaan.
Bab 4 | 27
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
- Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuaian lahan adalah penilaian lahan yang dilakukan secara sistematis
dengan jalan mengelompokkan ke dalam beberapa kategori didasarkan
kemampuannya dan faktor-faktor yang menghambat penggunaanya untuk jangka waktu
tertentu. Dengan adanya klasifikasi kesesuaian lahan diharapkan perlakuan yang
diberikan kepada lahan dapat diarahkan sedemikian rupa sesuai dengan
kemampuannya sehingga daya dukungnya dapat dipelihara dan dilestarikan dalam
jangka waktu tidak terbatas.
- Analisis Kawasan Budidaya Non Pertanian
Kawasan budidaya non pertanian meliputi permukiman, pariwisata, perindustrian,
penambangan golongan C, Pusat SKP/SP dan penggunaan lahan lainnya. Analisis
kawasan budidaya non pertanian lebih dititikberatkan kepada analisis kawasan
budidaya permukiman penduduk perkotaan beserta fasilitas penunjangnya, untuk dapat
menunjukkan struktur tata ruang yang ada di kawasan perencanaan.
Analisis ini akan bersifat rinci, yang menyangkut kapasitas daya dukung lahan,
kemampuan lahan pengembangan, dan batasan atau delineasi antara kegiatan
dominan dengan kegiatan penunjang. Berdasarkan metode analisis ini akan diketahui
kesesuaian pemanfaatan masing-masing penggunaan lahan sesuai dengan daya
dukung sumber daya alam yang ada di kawasan perencanaan.
- Analisis Pola Permukiman
Tujuan analisis ini adalah:
1. Menemukenali elemen-elemen yang berbeda dari sistem pemukiman regional,
yaitu jumlah dan lokasi satuan pemukiman dan interaksinya satu sama lain dalam
melakukan kegiatan ekonomi dan sosial.
2. Menentukan karakteristik fungsional masyarakat dan sejauh mana pemukiman-
pemukiman yang ada melayani penduduk yang tinggal di luar batas pemukiman
tersebut, yaitu sejauh mana pemukiman-pemukiman tersebut berfungsi sebagai
pusat pelayanan.
3. Memberikan gambaran mengenai pola pemukiman dalam wilayah, yaitu tingkat
hirarki dan penyebarannya dan sentralitas tempat-tempat yang ada di dalamnya.
Bab 4 | 28
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
4. Menentukan distribusi dan pola asosiasi antara fungsi-fungsi sosial dan ekonomi
(jasa-jasa, infrastruktur, organisasi, dan fasilitas) dalam pemukiman yang
merupakan hal penting untuk pembangunan lokal dan regional.
Analisis pola pemukiman dilakukan dengan menggunakan dua analisis dasar yaitu:
- Analisis pertumbuhan pemukiman
Analisis ini memberikan profil pendahuluan mengenai pola pemukiman untuk dianalisis
lebih lanjut. Selain itu, untuk mempermudah membedakan antara pemukiman kota dan
pemukiman desa, hasil analisis dapat pula memberikan pengertian mengenai besarnya
kelas-kelas pemukiman dan perubahannya dari waktu ke waktu.
- Analisis fungsi pemukiman
Analisis ini memberikan perhatian kepada fungsi-fungsi sosial dan ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat yang berlainan dan bagaimana masyarakat tersebut secara
bersama-sama membentuk pola atau sistem yang dapat mempengaruhi pembangunan
ekonomi atau sosial.
- Kriteria Kawasan Budidaya
Analisis ini lebih dititikberatkan pada analisis mengenai jenis-jenis kegiatan pertanian,
seperti pertanian tanaman pangan (sawah dan tegalan), perkebunan, peternakan,
perikanan, dan sebagainya, serta analisis mengenai luas lahan produktif yang dapat
dikembangkan.
3) Analisis Jaringan prasarana
Rencana jaringan prasarana merupakan pengembangan hierarki sistem jaringan prasarana
yang ditetapkan dalam rencana struktur ruang yang termuat dalam RTRW Kota /kota.
Rencana jaringan prasarana berfungsi sebagai:
a. Pembentuk sistem pelayanan, terutama pergerakan, di dalam BWP;
b. Dasar perletakan jaringan serta rencana pembangunan prasarana dan utilitas dalam
BWP sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan
c. Dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan
rencana teknis sektoral.
Rencana jaringan prasarana dirumuskan berdasarkan:
a. Rencana struktur ruang wilayah Kota /kota yang termuat dalam RTRW;
Bab 4 | 29
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
b. Kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi BWP;
c. Rencana pola ruang BWP yang termuat dalam RDTR;
d. Sistem pelayanan, terutama pergerakan, sesuai fungsi dan peran BWP; dan
e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Rencana jaringan prasarana dirumuskan dengan kriteria:
a. Memperhatikan rencana struktur ruang bagian wilayah lainnya dalam wilayah Kota/kota
dan/atau wilayah administrasi Kota/kota sekitarnya yang berbatasan langsung dengan
BWP;
b. Menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana dan utilitas
pada BWP;
c. Mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana dan utilitas BWP; dan
d. Mengakomodasi kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur
ruang BWP.
Materi rencana jaringan prasarana meliputi:
1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
Rencana pengembangan jaringan pergerakan merupakan seluruh jaringan primer dan
jaringan sekunder pada BWP yang meliputi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan
lingkungan, dan jaringan jalan lainnya yang belum termuat dalam RTRW Kota/kota, yang
terdiri atas:
a. Jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder;
b. Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder;
c. Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;
d. Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder; dan
e. Jaringan jalan lainnya yang meliputi:
i. Jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal orang/penumpang sesuai
ketentuan yang berlaku (terminal tipe A, B dan C hingga pangkalan angkutan
umum);
ii. Jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan keluarnya terminal
barang/orang hingga pangkalan angkutan umum dan halte); dan
Bab 4 | 30
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
iii. Jalan masuk dan keluar parkir.
Dalam hal terdapat jalur kereta api, jalur pelayaran, dan jalur pejalan kaki /sepeda, selain
memuat jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka
5, rencana jaringan pergerakan juga harus memuat rencana jalur kereta api, jalur pelayaran,
dan jalur pejalan kaki /sepeda.
2. Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
Rencana pengembangan jaringan energy /kelistrikan merupakan penjabaran dari jaringan
distribusi dan pengembangannya berdasarkan prakiraan kebutuhan energy /kelistrikan di
BWP yang termuat dalam RTRW, yang terdiri atas:
a. Jaringan subtransmisi yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari sumber daya
besar (pembangkit) menuju jaringan distribusi primer (gardu induk) yang terletak di
BWP (jika ada);
b. Jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, dan SUTT) yang berfungsi untuk
menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi menuju jaringan distribusi sekunder,
yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung yang meliputi:
i. Gardu induk yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari jaringan subtransmisi
(70-500 kv) menjadi tegangan menengah (20 kv); dan
ii. Gardu hubung yang berfungsi untuk membagi daya listrik dari gardu induk menuju
gardu distribusi;
c. Jaringan distribusi sekunder yang berfungsi untuk menyalurkan atau menghubungkan
daya listrik tegangan rendah ke konsumen, yang dilengkapi dengan infrastruktur
pendukung berupa gardu distribusi yang berfungsi untuk menurunkan tegangan primer
(20 kv) menjadi tegangan sekunder (220 v /380 v).
Dalam hal terdapat jaringan pipa minyak dan gas bumi, selain memuat jaringan energi
/kelistrikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 3, rencana jaringan
energy /kelistrikan juga harus memuat rencana jaringan pipa minyak dan gas bumi.
3. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas:
Bab 4 | 31
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
a. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi yang berupa penetapan
lokasi pusat automatisasi sambungan telepon;
b. Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel yang berupa penetapan
lokasi stasiun telepon otomat, rumah kabel, dan kotak pembagi;
c. Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel yang berupa penetapan
lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base Transceiver Station (BTS);
d. Rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk penetapan lokasi stasiun
transmisi;
e. Rencana penyediaan jaringan serat optik; dan
f. Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.
4. Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana kebutuhan dan sistem
penyediaan air minum, yang terdiri atas:
a. Sistem penyediaan air minum wilayah Kota/kota yang mencakup sistem jaringan
perpipaan dan bukan jaringan perpipaan;
b. Bangunan pengambil air baku;
c. Pipa transmisi air baku dan instalasi produksi;
d. Pipa unit distribusi hingga persil;
e. Bangunan penunjang dan bangunan pelengkap; dan
f. Bak penampung.
5. Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Rencana pengembangan jaringan drainase terdiri atas:
a. Sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah genangan; dan
b. Rencana kebutuhan sistem jaringan drainase yang meliputi rencana jaringan primer,
sekunder, tersier, dan lingkungan di BWP;
Dalam hal kondisi topografi di BWP berpotensi terjadi genangan, maka perlu dibuat kolam
retensi, sistem pemompaan, dan pintu air.
Bab 4 | 32
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
6. Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
Jaringan air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat (onsite) dan/atau
terpusat (offsite).
Sistem pembuangan air limbah setempat, terdiri atas:
a. Bak septik (septic tank); dan
b. Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).
Sistem pembuangan air limbah terpusat, terdiri atas:
a. Seluruh saluran pembuangan; dan
b. Bangunan pengolahan air limbah.
7. Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
Penyediaan prasarana lainnya direncanakan sesuai kebutuhan pengembangan BWP,
misalnya BWP yang berada pada kawasan rawan bencana wajib menyediakan jalur
evakuasi bencana yang meliputi jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara yang
terintegrasi baik untuk skala Kota/kota, kawasan, maupun lingkungan. Jalur evakuasi
bencana dapat memanfaatkan jaringan prasarana dan sarana yang sudah ada.
Peta rencana jaringan prasarana digambarkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Peta rencana jaringan prasarana memuat jaringan jalan dan sistem prasarana wilayah
lainnya yang digambarkan pada satu lembar peta secara utuh dan dapat digambarkan
secara tersendiri untuk masing-masing rencana jaringan prasarana;
2. Rencana jaringan prasarana digambarkan dalam peta dengan skala atau tingkat
ketelitian minimal 1:5.000 dan mengikuti ketentuan mengenai sistem informasi geografis
yang dikeluarkan oleh kementerian /lembaga yang berwenang;
3. Untuk BWP yang memiliki wilayah pesisir dan laut dapat dilengkapi dengan peta
batimetri yang menggambarkan kontur laut.
Rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (apabila ada, disusun sesuai
kepentingannya) dapat disiapkan sebagai bagian dari rencana jaringan prasarana, atau
sebagai rencana pada bab tersendiri, yang memuat rencana-rencana mitigasi dan/atau
adaptasi untuk mewujudkan daya tahan dan mengatasi kerentanan terhadap perubahan
iklim pada suatu BWP. Gambar 4.2 Berikut adalah ilustrasi rencana jaringan prasarana di
BWP.
Bab 4 | 33
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Gambar 4. 2 ilustrasi peta rencana jaringan prasarana di BWP
4) Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya dalam rangka
operasionalisasi rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam rencana penanganan Sub
BWP yang diprioritaskan. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki,
mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan dan /atau melaksanakan revitalisasi di
kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan Sub
BWP lainnya. Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi pelaksanaan
salah satu program prioritas dari RDTR.
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya berfungsi sebagai:
a. Dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis pembangunan sektoral; dan
b. Dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program prioritas RDTR.
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan:
a. Tujuan penataan BWP;
b. Nilai penting Sub BWP yang akan ditetapkan;
c. Kondisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan Sub BWP yang akan ditetapkan;
d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup BWP; dan
e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Bab 4 | 34
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan kriteria:
a. Merupakan faktor kunci yang mendukung perwujudan rencana pola ruang dan rencana
jaringan prasarana, serta pelaksanaan peraturan zonasi di BWP;
b. Mendukung tercapainya agenda pembangunan dan pengembangan kawasan;
c. Merupakan Sub BWP yang memiliki nilai penting dari sudut kepentingan ekonomi,
sosial-budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup, dan/atau memiliki nilai penting lainnya yang sesuai
dengan kepentingan pembangunan BWP; dan/atau
d. Merupakan Sub BWP yang dinilai perlu dikembangkan, diperbaiki, dilestarikan, dan/atau
direvitalisasi agar dapat mencapai standar tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi,
sosial-budaya, dan/atau lingkungan.
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya harus memuat sekurang-
kurangnya:
a. Lokasi
Lokasi Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya digambarkan dalam peta. Lokasi
tersebut dapat meliputi seluruh wilayah Sub BWP yang ditentukan, atau dapat juga meliputi
sebagian saja dari wilayah Sub BWP tersebut. Batas delineasi lokasi Sub BWP yang
diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan mempertimbangkan:
1) Batas fisik, seperti blok dan subblok;
2) Fungsi kawasan, seperti zona dan subzona;
3) Wilayah administratif, seperti RT, RW, desa/kelurahan, dan kecamatan;
4) Penentuan secara kultural tradisional, seperti kampung, desa adat, gampong, dan
nagari;
5) Kesatuan karakteristik tematik, seperti kawasan kota lama, lingkungan sentra
perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan, kawasan perkampungan tertentu,
dan kawasan permukiman tradisional; dan
6) Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan terbangun
yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan
kawasan gabungan atau campuran.
b. Tema Penanganan
Bab 4 | 35
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Tema penanganan adalah program utama untuk setiap lokasi. Tema penanganan Sub BWP
yang diprioritaskan penanganannya terdiri atas:
1. Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui penataan
lingkungan permukiman kumuh (perbaikan kampung), dan penataan lingkungan
permukiman nelayan;
2. Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui
peremajaan kawasan, pengembangan kawasan terpadu, serta rehabilitasi dan
rekonstruksi kawasan pascabencana;
3. Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui
pembangunan kawasan permukiman (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap
Bangun-Berdiri Sendiri), pembangunan kawasan terpadu, pembangunan desa
agropolitan, pembangunan kawasan.
4. Pelestarian/pelindungan blok/kawasan, contohnya melalui pelestarian kawasan,
konservasi kawasan, dan revitalisasi kawasan.
Ilustrasi penetapan Sub WP yang diprioritaskan penangannannya dengan contoh lokasi
berupa kawasan koridor utama BWP dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.
Analisis fisik dan tata guna lahan
Analisis fisik wilayah merupakan analisis yang penting dilakukan untuk mengembangkan
suatu Kota/kota. Pengetahuan tentang kondisi fisik wilayah diperlukan sebagai salah satu
dasar pertimbangan untuk menentukan jenis kegiatan atau penggunaan lahan yang akan
sesuai untuk dilakukan di Kota/kota yang bersangkutan.
Gambar 4. 3 Ilustrasi Kawasan Koridor Utama BWP
Bab 4 | 36
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Analisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik pengembangan wilayah serta
batasan dan potensi alam BWP dengan mengenali karakteristik sumber daya alam,
menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam
pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian akibat bencana. Secara umum
analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran sebagai berikut:
1. Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung kegiatan yang ada
maupun yang akan dikembangkan sampai akhir masa berlakunya RDTR;
2. Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung) ruang/lingkungan hidup dalam
menampung kegiatan sampai waktu yang melebihi masa berlakunya RDTR;
3. Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa datang berdasarkan
kondisi fisik/lingkungannya;
4. Gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan
5. Gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan fisik/lingkungan yang ada
di BWP.
Keluaran analisis fisik atau lingkungan BWP ini digunakan sebagai bahan dalam sintesa
analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang penataan ruang BWP dalam
penyusunan RDTR dan peraturan zonasi. Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan
wilayah yang perlu dilakukan mencakup beberapa analisis berikut:
1. Analisis sumber daya air
Dilakukan untuk memahami bentuk dan pola kewenangan, pola pemanfaatan, dan pola
kerjasama pemanfaatan sumber daya air yang ada dan yang sebaiknya dikembangkan di
dalam BWP. Khususnya terhadap sumber air baku serta air permukaan (sungai dan/atau
danau) yang mengalir dalam BWP yang memiliki potensi untuk mendukung pengembangan
dan/atau memiliki kesesuaian untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu yang sangat
membutuhkan sumber daya air. Analisis ini menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan
yang mengatur sumber-sumber air tersebut.
2. Analisis sumber daya tanah
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP
berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan rawan bencana. Analisis ini menghasilkan
rekomendasi bagi peruntukan zona budi daya dan zona lindung.
3. Analisis topografi dan kelerengan
Bab 4 | 37
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Analisis topografi dan kelerengan dilakukan untuk potensi dan permasalahan
pengembangan wilayah perencanaan berdasarkan ketinggian dan kemiringan lahan.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung serta kesesuaian lahan bagi
peruntukan kawasan budi daya dan lindung.
4. Analisis geologi lingkungan
Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan pengembangan BWP berdasarkan
potensi dan kendala dari aspek geologi lingkungan. Analisis ini menjadi rekomendasi bagi
peruntukan kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan
pertambangan.
5. Analisis klimatologi
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP
berdasarkan kesesuaian iklim setempat. Analisis ini menjadi bahan rekomendasi bagi
kesesuaian peruntukan pengembangan kegiatan budi daya.
6. Analisis sumber daya alam (zona lindung)
Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah perencanaan dalam
menunjang fungsi hutan/sumber daya alam hayati lainnya, baik untuk perlindungan maupun
kegiatan produksi. Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk menilai kesesuaian lahan bagi
penggunaan hutan produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat dikonversi, hutan lindung,
dan kesesuaian fungsi hutan lainnya.
7. Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budi daya)
Selain analisis tersebut diatas, perlu juga dilakukan analisis terhadap sumber daya alam
lainnya sesuai dengan karakteristik BWP yang akan direncanakan, untuk mengetahui pola
kewenangan, pola pemanfaatan, maupun pola kerjasama pemanfaatan sumber daya
tersebut.
Salah satu metoda yang digunakan untuk menganalisis kondisi fisik wilayah Kota/Kota
dilakukan dengan menggunakan teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System - GIS) yang meliputi beberapa
tahapan pekerjaan sebagai berikut :
Teknologi Penginderaan Jauh
Teknologi penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan
menganalisa informasi tentang bumi dimana informasi tersebut khusus berbentuk radiasi
Bab 4 | 38
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari permukaan bumi.
Adapun tahapan pekerjaan penginderaan jauh dalam pekerjaan ini antara lain :
a. Koreksi Radiometrik, Koreksi Radiometrik yang akan dilakukan pada tahap ini adalah
koreksi terhadap kesalahan eksternal atau kesalahan yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya.
b. Koreksi Geometrik, Koreksi geometrik dimaksudkan untuk menempatkan setiap piksel
pada posisi yang sebenarnya di permukaan bumi. Untuk menempatkan kembali posisi
tersebut, maka diperlukan beberapa titik yang diketahui koordinatnya dan dapat
diidentifikasi pada citra, misalnya : persimpangan jalan, persimpangan jalan dan
sungai/saluran, bangunan-bangunan penting dan titik pertemuan cabang sungai
c. Penajaman Citra, Penajaman citra dilaksanakan untuk mempertinggi kekontrasan yang
terdapat dalam citra. Penajaman citra dilaksanakan dengan tujuan mempermudah
interpretasi secara visual. Hal ini dilakukan dengan mengubah nilai piksel dengan
metode tertentu.
d. Klasifikasi Citra, Klasifikasi citra adalah kegiatan pengenalan suatu objek pada sebuah
citra. Dalam pekerjaan ini, pengenalan objek yang dilakukan adalah secara digital dan
visual pada layar monitor komputer. Pengenalan tersebut dilakukan dengan
menggunakan ciri-ciri objek yang terekam pada citra. Ciri-ciri tersebut ada 3, yaitu:
1. Ciri spektral, tercermin dalam tingkat kecerahan /keabuan atau rona yang
diakibatkan oleh nilai pantulan atau pancaran.
2. Ciri spasial yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs, dan
asosiasi.
3. Ciri temporal, yaitu ciri objek yang terkait dengan umur maupun saat perekaman.
Dalam pelaksanaannya, pengenalan objek pada citra dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
Deteksi, Identifikasi dan Pengenalan akhir.
a. Interpretasi Citra, Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengenali pola spektral yang
ditampakkan oleh citra satelit sesuai dengan kondisi eksisting di permukaan bumi, yang
selanjutnya akan dianalisis untuk kesesuaian lahan, pengembangan wilayah dan lain
sebagainya.
b. Survei Ground Truth dengan GPS, Pengukuran GPS dilakukan untuk mendapatkan
titik kontrol di lapangan, dimana selanjutnya titik-titik ini digunakan untuk melakukan
koreksi geometrik. Pengukuran titik kontrol tanah akan dilakukan dengan teknik GPS
(Global Positioning System) kinematik sedemikian rupa, sehingga diperoleh ketelitian
Bab 4 | 39
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
hasil koordinat titik yang memadai untuk dipakai pada pemetaan dengan citra yang
memiliki resolusi tinggi. Dari titik kontrol tanah hasil pengukuran GPS tersebut dipakai
beberapa titik tergantung pada jenis/sistem transformasi yang dipilih.
Teknologi Sistem Informasi Geografis
Teknologi sistem informasi geografis merupakan suatu perangkat alat untuk
mengumpulkan, menyimpan, memproses kembali, mentransformasi dan menyajikan data
spasial dari aspek-aspek permukaan bumi. Adapun tahapan pekerjaan yang dilakukan
untuk SIG antara lain :
a. Akuisisi data, akuisisi data meliputi pengumpulan data-data yang diperlukan, baik data
yang berupa peta, data tabel dan lain sebagainya. Data tersebut meliputi: peta dasar,
peta penggunaan lahan, peta batimetri, peta lingkungan pantai dan peta-peta lain yang
diperlukan serta data-data alpanumerik (tabular)
b. Penyusunan basis data dijital, Pekerjaan ini bertujuan untuk merubah data analog
yang berupa peta-peta diatas menjadi format dijital. Selain itu juga merubah data-data
dijital yang sudah tersedia menjadi format yang diinginkan, sehingga terbentuk
keseragaman format data dijital.
c. Analisis, Pekerjaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik wilayah Kota/Kota
dengan menggunakan metode tumpang susun (superimpose) masing - masing data
spatial dan atribut parameter-parameter kesesuaian.
Analisis tumpang tindih ini digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan
kemungkinan pengembangan. Prinsip dari analisis ini adalah untuk memperoleh lahan
yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan (kesesuaian lahan) dan menentukan
daerah di dalam wilayah studi yang paling baik untuk pengembangan.
Analisis Perekonomian
Dalam mewujudkan ekonomi BWP yang berkelanjutan melalui keterkaitan ekonomi lokal
dalam sistem ekonomi kota, regional, nasional, maupun internasional, analisis ekonomi
dilakukan dengan menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran pertumbuhan ekonomi,
potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah kota untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya investasi dan mobilisasi dana yang optimal.
Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra-regional (antar kawasan/ kawasan
perkotaan/perdesaan/Kota/kota) maupun inter-regional sehingga teridentifikasi sektor-sektor
riil unggulan, dan solusi-solusi secara ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi
Bab 4 | 40
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
wilayah kota. Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal terhadap pasar
regional, nasional maupun global.
Dari analisis ini, diharapkan diperoleh karakteristik perekonomian wilayah perencanaan dan
ciri-ciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi, sektor-sektor unggulan,
besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas pertumbuhan ekonomi di BWP.
Analisis ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR.
Analisis Kegiatan Ekonomi Penunjang (Non Basis)
Tujuannya adalah melihat kegiatan ekonomi yang berkembang di masyarakat dan potensi
yang dimilikinya sebagai peluang dalam menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.
Juga untuk melihat sejauh mana dampak kegiatan ekonomi terhadap kesejahteraan
ekonomi masyarakat. Sehingga dapat dikatakan analisis ini lebih mengarah kepada
perekonomian non basis yang diupayakan masyarakat di kawasan perencanaan.
Analisis terhadap potensi kegiatan ekonomi di kawasan perencanaan juga merupakan
tinjauan terhadap karakteristik/pertumbuhan perkonomian. Tujuan yang ingin dicapai melalui
analisis ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan dari masing-masing sektor
perekonomian. Aspek yang dikaji dalam menentukan pertumbuhan ekonomi meliputi:
1. Struktur Perekonomian dan Mata Pencaharian
Dengan kajian jenis-jenis kegiatan usaha, jumlah produksi dan struktur mata
pencaharian penduduk
2. Tingkat Pendapatan Perkapita
Melalui kajian terhadap pendapatan kawasan perencanaan, karena pertumbuhan
PDRB Kota tidak terlepas dari tingkat pertumbuhan perekonomian di wilayah
perencanaan kawasan Kintamani, berupa sumbangan beberapa sektor kegiatan
usaha yang cukup berarti bagi pertumbuhan perekonomian Kota.
Untuk melihat potensi ekonomi suatu daerah dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu
metode analisis shift-share (SS), Location Quotient (LQ) dan Klassen Typology. Teori Basis
Ekonomi (economic base theory) menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi
daerah adalah permintaan (demand) barang dan jasa dari luar daerah (ekspor).
1. Shift-Share
Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah
Bab 4 | 41
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,
analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu :
Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth effect),
yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap
perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proporsional shift) yang
menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang
sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proportional shift) disebut
juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk
mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada indutri-industri yang tumbuh
lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan referensi. Ketiga, pergeseran diferensial
(differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing
industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran
diferensial dari suatu industri adalah posisitf, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya
saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi.
Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif.
Formula yang digunakan untuk analisis shift share ini adalah sebagai berikut :
• Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah
D ij = N ij + M ij + C ij atau E ij* - E ij
• Pengaruh pertumbuhan ekonomi referensi
N ij = E ij x r n
• Pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh bauran industri
M ij = E ij (r in – r n)
• Pengaruh keunggulan kompetitif
C ij = E ij (r ij – r in)
Keterangan :
E ij = kesempatan kerja di sektor i daerah j
E in = kesempatan kerja di sektor i nasional
r ij = laju pertumbuhan di sektor i daerah j
r in = laju pertumbuhan di sektor i nasional
Bab 4 | 42
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
r n = laju pertumbuhan ekonomi nasional
2. Location Quotient (LQ)
Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena
industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar
daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan
bagi daerah. Secara umum metode analisis LQ dapat diformulasikan sebagai berikut
(Widodo, 2006).
LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)
Keterangan:
Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam
pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.
Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k
Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam pembentukan
PDRR daerah referensi p.
Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu
kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:
Nilai LQ di sector i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k
adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian
daerah referensi p;
Nilai LQ di sector lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di
daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor
yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i
merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi
untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k; dan
Nilai LQ di sector lebih kecil dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di
daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang
sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i bukan
Bab 4 | 43
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi
serta tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.
3. Klassen Typology
Analisis Klassen Typology digunakan untuk melihat gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan masing‐masing sektor ekonomi. Gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan daerah ini, dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospek
pertumbuhan ekonomi daerah pada masa mendatang. Selain itu, hal tersebut juga
dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan
pembangunan daerah.
Menurut Tipologi daerah, daerah dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu:
1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah daerah yang memiliki laju
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari rata‐rata
wilayah.
2. Daerah maju tapi tertekan adalah daerah yang memiliki pendapatan perkapita
yang lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata‐rata.
3. Daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan,
tetapi tingkat perkapita lebih rendah dari rata‐rata.
4. Daerah Relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita yang rendah.
Dalam analisis terdapat empat klasifikasi sektor‐sektor ekonomi yang mempunyai
karakteristik yang berbeda yaitu, sektor tumbuh cepat (rapid growth sector), sektor tertekan
(retarded sector), sektor sedang tumbuh (growing sector), sektor relatif tertinggal
(relatively backward sector) yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Klasifikasi Sektor Ekonomi menurut Klassen Typology
Bab 4 | 44
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Analisis Sosial Budaya
Analisis sosial bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran mengenai
permasalahan sosial yang ada di kawasan perencanaan.
1. Analisis dilakukan untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang
mempengaruhi pengembangan wilayah perencanaan seperti elemen-elemen kota yang
memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi (urban heritage, langgam arsitektur,
landmark kota) serta modal sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat (adat
istiadat) yang mungkin menghambat ataupun mendukung pembangunan, tingkat
partisipasi /peran serta masyarakat dalam pembangunan, kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
setempat.
2. Analisis ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan bagian dari
wilayah kota yang diprioritaskan penangannya di dalam penyusunan RDTR.
Sedangkan metode pengumpulan data yang dapat digunakan untuk membahas masing-
masing komponen di atas antara lain adalah:
Observasi/pengamatan lapangan;
Pengumpulan data sekunder;
Melalui teknik ini, data dan informasi yang berupa hasil-hasil penelitian, bahan-bahan
pustaka dan bahan-bahan lain yang relevan dikumpulkan dari berbagai instansi terkait.
Wawancara;
Pengumpulan data pada sejumlah responden terpilih melalui wawancara dengan
kuisioner yang terstruktur.
Analisis Kependudukan
Analisis ini terdiri atas :
1. Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi perubahan
demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi sosial
kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal
ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat
Bab 4 | 45
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas
minimum).
2. Selain itu analisis terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah
perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan kendala serta
potensi sumber daya manusia untuk keberlanjutan pengembangan, interaksi, dan
integrasi dengan daerah di luar BWP.
3. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan
daya dukung dan daya tampung BWP dalam jangka waktu rencana.
4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan
zonasi.
Metode Proyeksi Penduduk
Adapun model analisis yang digunakan untuk memproyeksi atau memprediksi
penduduk kawasan perencanaan sampai akhir tahun antara lain:
Model Bunga Berganda
Metode ini menggunakan patokan pertumbuhan rata-rata pada kurun waktu 5 –
10 tahun. Pertumbuhan penduduk diproyeksikan dengan menggunakan dasar
bunga berganda (bunga majemuk) dengan angka pertumbuhan yang sama
setiap tahun.
Rumus: Pn = Pa (1 + r)n
Dimana : Pn = jumlah penduduk tahun n
Pa = jumlah penduduk tahun awal
n = jumlah tahun perencanaan
r = tingkat prosentase pertumbuhan penduduk
Model Regresi
Analisis ini didasarkan pada data pola pertumbuhan penduduk pada 5 – 10 tahun
yang lalu yang didekati dengan salah satu pola regresi, yaitu linier, logaritma,
eksponensial, dan regresi berpangkat.
Linier Regresion
Rumus: Pn = Po + F (x); F(x) = a(n) Pn = Po + a(n)
Dimana:
Bab 4 | 46
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Pn = jumlah penduduk tahun yang akan datang (n),
F(x) = pertambahan penduduk selama tahun n
a = koefisien/rata-rata persentasi pertambahan
Rumus: Pt+x = a + b(x)
Dimana:
Pt+x = jumlah penduduk pada tahun t+x
a,b = konstanta
x = jumlah selang tahun dari tahun dasar t
n = sampel pengamatan
a = P. X 2 - P. PX
N X2 – (X)2
b = N PX - X . P
NX2 – (X)2
Exponential Regresion
Rumus : Y = A . 1 B . X
Dimana:
A = konstanta
B = Koefisien regresi
X = Tahun
Y = Jumlah Penduduk
Penentuan Nilai Perbandingan Jumlah Penduduk Perkotaan dengan Jumlah
Penduduk Keseluruhan
Perbandingan ini bertujuan memperoleh nilai sebagai pedoman dalam menentukan
distribusi jumlah penduduk di perkotaan atau pusat pengembangan dan wilayah
pengaruhnya (hinterland).
Rumus : P1
P1+h1
Dimana: P1 = Jumlah penduduk perkotaan (Urban)
h1 = Jumlah penduduk hinterland
Bab 4 | 47
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Data yang diperlukan untuk menentukan nilai perbandingan termasuk, diperlukan data
jumlah penduduk di suatu wilayah yang dirinci menurut jumlah penduduk perkotaan
(urban) dan jumlah penduduk wilayah belakang (hinterlandnya).
Cara Penghitungan:
Nilai perbandingan jumlah penduduk perkotaan dengan jumlah penduduk keseluruhan
kawasan ditentukan dengan menghitung rata-rata aritmatik jumlah penduduk perkotaan
dan jumlah penduduk keseluruhan (angka relatif) pada :
Kawasan yang bersangkutan (direncanakan) dan
Kawasaan-kawasan yang berdekatan atau berbatasan langsung (sebelah utara,
timur, selatan dan barat), perkecualian:
a. Apabila salah satu kawasan yang berdekatan memiliki pusat (Ibukota) yang
merangkap sebagai pusat (Ibukota Kota) dan atau daerah yang berdekatan
memiliki status Kota Administrasi atau Kotamadya, maka kawasan tersebut
tidak diperhitungkan.
b. Untuk kawasan yang memiliki bentuk geografis sebagai gugus kepulauan,
cukup dilihat data kawasan yang bersangkutan.
Akan tetapi dalam hal data tidak tersedia, bisa dilakukan dengan pendekatan yaitu
“meminjam” nilai perbandingan hasil penghitungan untuk RUTR (angka RUTR).
Analisis Daya Tampung Penduduk
Analisis daya tampung wilayah adalah analisis untuk melihat kemampuan suatu
wilayah/ kawasan dalam menampung kehidupan manusia dan segala kegiatan yang
berkaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya hingga mencapai tingkat
kehidupan yang layak dengan tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian
kondisi lingkungan.
Hasil analisis daya tampung diharapkan akan bisa menjadi salah satu bahan
pertimbangan (pedoman) untuk menentukan strategi dan kebijakan kependudukan
dimasa mendatang. Oleh karena itu analisis daya tampung wilayah menjadi salah
satu bagian yang penting di dalam perencanaan tata ruang.
Maksud dan tujuan dilakukannya analisis daya tampung wilayah adalah:
1. Memberikan gambaran mengenai kemampuan suatu wilayah dalam mendukung
kehidupan yang layak bagi penduduk yang berada dalam wilayah tersebut.
2. Memberikan bahan pertimbangan (pedoman) untuk penentuan strategi
/kebijakan kependudukan.
Bab 4 | 48
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Beberapa asumsi yang mendasari proses analisis ini adalah:
a. Kegiatan usaha (mata pencaharian) penduduk secara garis besar dibedakan
menjadi dua kelompok sesuai dengan tempat kedudukan penduduk yang
bersangkutan, yaitu:
Penduduk yang bertempat kedudukan didaerah belakang (hinterland)
dianggap seluruhnya bermata pencaharian di sektor pertanian (Agriculture
Oriented).
Penduduk yang bertempat kedudukan di pusat-pusat pengembangan
dianggap bermatapencaharian di sektor non pertanian (non Agriculture
Oriented).
b. Kota dianggap sebagai unit wilayah terbesar yang memenuhi homogenitas
karakteristik sosial dan ekonomi. Perbandingan jumlah penduduk yang bertempat
kedudukan di pusat pengembangan dan di daerah hinterland dianggap
mencerminkan struktur sosial dan struktur ekonomi wilayah yang bersangkutan.
c. Bagi penduduk yang bertempat kedudukan di daerah hinterland dianggap
keseluruhannya bermatapencaharian di sektor pertanian yang bertempat
kedudukan di pusat pengembangan dianggap keseluruhannya
bermatapencaharian di sektor non pertanian. Untuk mencapai taraf hidup yang
layak, masing-masing kelompok penduduk tersebut memerlukan luasan lahan
tertentu.
Data /informasi yang diperlukan dalam proses analisis daya tampung, yaitu:
Luas wilayah (SKP) secara planimetris
Nilai perbandingan jumlah penduduk pusat pengembangan dengan daerah
hinterland
Standar kebutuhan lahan bagi masing-masing penduduk untuk mencapai taraf
hidup yang layak, dibedakan antara penduduk di pusat pengembangan dan
penduduk di hinterland. Secara umum untuk perkotaan = 0,01 per-kapita dan
untuk daerah belakang (hinterland) = 0,3 Ha per-kapita.
Rumus : L=Pp+h
X Dt XSk 1+hp+h
X Dt X Sk 2
Dimana:
L = Luas wilayah (planimetris)
P = Jumlah penduduk yang berkedudukan di pusat pengembangan (WPP)
Bab 4 | 49
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Sk1 = Standar kebutuhan lahan perkapita untuk penduduk pusat pengembangan
(0,01 Ha/kapita)
Sk2 = Standar Kebutuhan lahan perkapita untuk penduduk daerah hinterland
(0,3 Ha /kapita)
Dt = Daya tampung wilayah
Dari perhitungan dengan rumus tersebut akan di peroleh hasil (output) berupa:
Daya tampung pusat
Daya tampung SKP (keseluruhan)
Selanjutnya apabila luas masing-masing SKP diketahui (hasil perhitungan diatas
peta), maka dengan menggunakan rumus dibawah ini :
Lskp= Pipi+hi
X Dt XSki+hipi+hi
X Dt X Sk2
Dimana: LSKP = Luas SKP
Pipi+hi
dan hipi+hi
= Seperti dalam perhitungan terdahulu
Sk1 dan Sk 2 = Seperti dalam perhitungan terdahulu
Hasil (output) yang akan diperoleh adalah:
Daya tampung masing-masing pusat SKP
Daya tampung hinterland masing-masing SKP
Perhitungan Daya Tampung Optimum Kawasan
1. Perbandingan Kawasan Terbangun dan Tidak Terbangun
- Asumsi perbandingan kawasan terbangun dan tidak terbangun. Kondisi ideal
perbandingan adalah 60 : 40.
- Daya tampung optimum = % kawasan terbangun x luas lahan
2. Rata-rata Luas Kapling
- Asumsi perbandingan luas kapling = 1 : 3 : 6 = 10
= 600 : 300 : 100
- Luas Kapling = 2100/10
= 210 m²/KK
- Asumsi 1 KK = 5 jiwa
= 210/5
= 42 m²/jiwa
Bab 4 | 50
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
3. Jumlah Penduduk Optimum
- Jumlah Penduduk Optimum = Daya tampung optimum/rata-rata luas kapling
- Proyeksi penduduk tahun n = P Xan
b
Analisis Distribusi Penduduk
Analisis ini dilakukan untuk melihat tingkat kepadatan penduduk serta pola
penyebarannya agar dapat diketahui indikasi pendapatan bagi kepentingan
perencanaan. Yang dimaksud dengan kepadatan penduduk adalah perbandingan
jumlah penduduk dan luas wilayah. Angka distribusi dan peta penyebaran pendduduk
akan memberikan gambaran kecenderungan perkembangan fisik kota. Hasil analisis ini
juga menjadi masukan bagi penentuan pusat dan sub pusat pelayanan serta
perencanaan sarana prasarana serta jaringan kota. Data yang dibutuhkan adalah data
jumlah penduduk dan luas wilayah.
Analisis Sarana Dan Prasarana
Bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang keadaan infrastruktur
pusat-pusat permukiman baik di luar kawasan maupun di dalam kawasan, hubungan
interaksi kawasan perencanaan (dengan kawasan luar dan di dalam kawasan
perencanaan), untuk kegiatan investasi, maupun pelayanan sosial ekonomi.
Analisis Penyebaran Fasilitas
Dalam penentuan lokasi fasilitas umum digunakan asumsi bahwa penentuan lokasi
fasilitas terkait pada berbagai pertimbangan,yaitu pertimbangan utama (mayor) dan
pertimbangan pelengkap (minor). Sebelumnya perlu dibuat suatu pembagian unit terkecil
(lingkungan) pada wilayah perencanaan. Yaitu dengan membagi wilayah perencanaan
menjadiunit-unit yang lebih kecil. Adapun batas-batas penentuan unit lingkungan
tersebut dapat digunakan batas-batas penentuan unit fisik (jalan, sungai).
Tentang penetapan pertimbangan mayor dan minor, dapat dikembangkan suatu alasan
yang rasional seperti ketersediaan lahan, aksesibilitas, hubungan fungsional, guna lahan
yang ada, status lahan, ketersediaan lahan, nilai lahan dan masih dapat dikembangkan
lebih luas lagi. Kemudian dari faktor-faktor tersebut untuk kemudahan penilaiannya
dapat dikuantitatifkan dengan menggunakan bobot sesuai dengan tingkatannya masing-
masing. Untuk kondisi yang baik menggunakan bobot 5, sedang 3 dan jelek 1,
pembobotan ini bisa diberlakukan untuk pertimbangan utama dan pertimbangan
Bab 4 | 51
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
pelengkap. Selanjutnya setelah dilakukan pembobotan, dijumlahkan bobot keseluruhan
untuk mengetahui bobot totalnya. Maka selanjutnya dibuat rangking atas calon-calon
lokasi tersebut. Yang bernilai (bobot) paling tinggi menunjukkan rangking yang paling
tinggi pula sebagai calon lokasi terpilih untuk ditempati suatu jenis fasilitas.
Penyebaran fasilitas sosial dan ekonomi menggambarkan karakteristik ketersediaan
fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi di dalam kawasan, sehingga akan dapat
ditentukan jenjang pusat pemukiman dalam kawasan. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan metode skalogram, yaitu analisis yang digunakan untuk menentukan
kelengkapan fasilitas yang nantinya merupakan masukan bagi penentuan hirarki zona-
zona berdasarkan ketersediaan fasilitas.
Analisis Sarana dan Prasarana Transportasi
Menggambarkan kondisi pelayanan transportasi, serta tingkat aksesibilitas/kemudahan
pencapaian serta keterkaitan antara satu pusat dengan pusat lainnya. Analisis
transportasi di kawasan perencanaan akan mencakup analisis sarana dan prasarana
transportasi darat.
Dalam hal ini model analisis transportasi antara lain adalah untuk melihat bangkitan
suatu pergerakan, distribusi, dan modal split suatu arus transportasi dari kawasan baik
untuk tahun (saat) ini maupun untuk proyeksi di masa yang akan datang. Model ini
sering disebut dengan 4 (four) step model. Manfaatnya untuk melihat masalah dan
kebutuhan prasarana dan sarana transportasi dalam mendukung pengembangan
wilayah. Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu
zone atau daerah per satuan waktu. Selain itu terdapat pula jenis analisis sumber daya
buatan, yakni:
1. Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,
permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana dan
prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi kebutuhan
sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi BWP.
2. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit kegiatan
dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap kapasitas atau skala
pelayanan prasarana dan sarana wilayah perencanaan atau intensitas pemanfaatan
ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas serta analisis daya dukung wilayah.
Bab 4 | 52
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
3. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap
program pembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis sumber daya buatan
sangat terkait erat dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi.
4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan
peraturan zonasi.
Analisis aksesibilitas
Menggambarkan tingkat kemudahan jangkauan pelayanan antara satu pusat dengan
pusat lainnya, yang ditinjau dari analisis aksesbilitas, indikator yang dapat dipakai adalah
tersedianya jaringan perhubungan di kawasan perencanaan.
Analisis Prasarana Kota
Menggambarkan keadaan prasarana yang meliputi jaringan air bersih, listrik, telepon,
drainase dan sampah, serta prasarana pengelolaan lingkungan seperti limbah. Analisis
ini juga mengkaji jaringan prasarana kawasan dan memprediksi kebutuhan sampai akhir
tahun perencanaan.
Analisis Kelembagaan
Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kota dalam
menyelenggarakan pembangunan yang mencakup struktur organisasi dan tata laksana
pemerintahan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk
pengaturan serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat. Analisis ini
juga diharapkan menghasilkan beberapa bentuk dan operasional kelembagaan di BWP
sehingga semua pihak yang terlibat dapat berpartisipasi dalam perencanaan, pemanfaatan,
dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu, analisis ini juga digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.
Analisis Pembiayaan Pembangunan
Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi besar pembelanjaan
pembangunan, alokasi dana terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang
terdiri dari :
a. Pendapatan asli daerah;
b. Pendanaan oleh pemerintah;
c. Pendanaan dari pemerintah provinsi;
Bab 4 | 53
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
d. Investasi swasta dan masyarakat;
e. Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
f. Sumber-sumber pembiayaan lainnya.
Analisis pembiayaan juga menghasilkan perkiraan besaran kebutuhan pendanaan untuk
melaksanakan rencana pembangunan wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan
program utama jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu, analisis ini digunakan
sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR terkait rencana pemanfaatan ruang
(program utama). Untuk lebih jelas mengenai rincian analisis pembiayaan pembangunan
dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
C. Keluaran Data
Keluaran dari pengolahan data meliputi:
1. Potensi dan masalah pengembangan di BWP;
2. Peluang dan tantangan pengembangan;
3. Kecenderungan perkembangan;
4. Perkiraan kebutuhan pengembangan di BWP;
5. Intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan dayatampung
(termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas); dan
6. teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan lingkungan.
Tabel 4. 3 Rincian Analisis Dalam Penyusunan RDTR Dan Peraturan Zonasi
No Jenis Analisis dan HasilnyaA. Analisis Wilayah yang Lebih Luas
Analisis BWP pada wilayah yang lebih luas, dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan BWP dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, sumber daya buatan atau sistem prasarana,budaya, pertahanan, dan keamanan. Sistem regional tersebut dapatberupa sistem kota, wilayah lainnya, Kota atau kota yang berbatasan,
pulau, dimana BWP tersebut dapat berperan dalam perkembangan regional.Oleh karena itu, dalam analisis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:
1. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi BWP pada wilayah yang lebih luas;
2. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang lebih luas;3. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah perencanaan
dengan wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam analisis ini adalah sistem prasarana Kota/kota dan wilayah;
Bab 4 | 54
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Jenis Analisis dan Hasilnya4. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan
SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas;a. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan
BWP; danb. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan BWP.
Keluaran dari analisis regional, meliputi:1. Gambaran pola ruang dan system jaringan prasarana BWP yang berhubungan
dengan BWP lain dan kota atau wilayah yang berbatasan;2. Gambaran fungsi dan peran BWP pada wilayah yang lebih luas (BWP sekitarnya
atau Kota/kota berdekatan secara sistemik);3. Potensi dan permasalahan pembangunan akan penataan ruang pada wilayah yang
lebih luas terkait dengan kedudukan dan hubungan BWP dengan wilayah yang lebih luas; dan
4. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan wilayah perencanaan dalam wilayah yang lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan.
Keluaran analisis regional digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR yang meliputi:1. Penetapan fungsi dan peran BWP dalam wilayah yang lebih luas yang
akan mempengaruhi pada pembentukan jaringan prasarana terutama lintassub wilayah/lintas kawasan atau yang mengemban fungsi layanan dengan skala yang lebih luas dari wilayah BWP; dan
2. Pembentukan pola ruang BWP yang serasi dengan kawasan berdekatan terutama pada wilayah perbatasan agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi dalam pemanfaatan ruang antar BWP dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang.
B Sumber Daya Alam dan Fisik atau Lingkungan BWPAnalisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik pengembangan wilayah serta batasan dan potensi alam BWP dengan mengenali karakteristik sumber daya alam, menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian akibat bencana.secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran sebagai berikut:1. Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung kegiatan yang ada
maupun yang akan dikembangkan sampai akhir masa berlakunya RDTR;2. Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung) ruang/lingkungan hidup
dalam menampung kegiatan sampai waktu yang melebihi masa berlakunya RDTR;3. Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa datang
berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya;4. Gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan
gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan fisik/lingkungan yang ada di BWP.
5. Keluaran analisis fisik atau lingkungan BWP ini digunakan sebagai bahan alam sintesa analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang penataan ruang BWP dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.
6. Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan wilayah yang perlu dilakukan men cakup beberapa analisis berikut:a. Analisis sumber daya air, dilakukan untuk memahami bentuk dan pola
kewenangan, pola pemanfaatan, dan pola kerjasama pemanfaatan sumber daya air yang ada dan yang sebaiknya dikembangkan di dalam BWP. Khususnya terhadap sumber air baku serta air permukaan (sungai dan/atau danau) yang
Bab 4 | 55
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Jenis Analisis dan Hasilnyamengalir dalam BWP yang memiliki potensi untuk mendukung pengembangan dan/atau memiliki kesesuaian untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu yang sangat membutuhkan sumber daya air.
b. Analisis ini menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan yang mengatur sumber-sumber air tersebut.
c. Analisis sumber daya tanah Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan rawan bencana. Analisis ini menghasilkan rekomendasi bagi peruntukan zona budi daya dan zona lindung.
d. Analisis topografi dan kelerengan Analisis topografi dan kelerengan dilakukan untuk potensidan permasalahan pengembangan wilayah perencanaan berdasarkan ketinggian dan kemiringan lahan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung serta kesesuaian lahan bagi peruntukan kawasan budi daya dan lindung.
e. Analisis geologi lingkungan Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi danmpengembangan BWP berdasarkan potensi dan kendala dari aspek geologi lingkungan. Analisis ini menjadi rekomendasi bagi peruntukan kawasan rawanbencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan pertambangan.
f. Analisis klimatologi Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan BWP berdasarkan kesesuaian iklim setempat. Analisis ini menjadi bahan rekomendasi bagi kesesuaian peruntukan pengembangan kegiatan budi daya.
g. Analisis sumber daya alam (zona lindung) Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah perencanaan dalam menunjang fungsi hutan/sumber daya alam hayati lainnya, baik untuk perlindungan maupun kegiatan produksi. Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk menilai kesesuaian lahan bagi penggunaan hutan produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat dikonversi, hutan lindung, dan kesesuaian fungsi hutan lainnya.
Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budi daya) Selain analisis tersebut diatas,perlu juga dilakukan analisis terhadap sumber daya alam lainnya sesuai dengan karakteristik BWP yang akan direncanakan, untuk mengetahui pola kewenangan, pola pemanfaatan, maupun pola kerjasama pemanfaatan sumber daya tersebut
C. Sosial Budaya1. Analisis dilakukan untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang
mempengaruhi pengembangan wilayah perencanaan seperti elemen-elemen kota yang memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi (urban heritage, langgam arsitektur, landmark kota) serta modal sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat (adat istiadat) yang mungkin menghambat
ataupun pendukungpembangunan,tingkatpartisipasi/peran serta masyarakat dalam pembangunan, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat setempat.
Analisis ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan bagian dari wilayah kota yang diprioritaskan penangannya di dalam penyusunan RDTR.
D. Kependudukan1. Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi
perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta kondisi sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas
Bab 4 | 56
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Jenis Analisis dan Hasilnyapenduduk, mobilisasi, tingkat pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas minimum). Selain itu analis terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan arahan kendala serta potensi sumber daya manusia untuk keberlanjutan pengembangan, interaksi, dan integrasi dengan daerah di luar BWP.
2. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan daya dukung dan daya tampung BWP dalam jangka waktu rencana.
3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.
E. Ekonomi dan Sektor Unggulan1. Dalam mewujudkan ekonomi BWP yang berkelanjutan melalui keterkaitan
ekonomi lokal dalam sistem ekonomi kota, regional,nasional,maupun internasional, analisis ekonomi dilakukan dengan menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran pertumbu han ekonomi, potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah kota untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya investasi dan mobilisasi dana yang optimal.
2. Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra-regional (antar kawasan/ kawasan perkotaan/perdesaan/Kota/kota) maupun inter-regional sehingga teridentifikasi sektor-sektor riil unggulan, dan solusi-solusi secara ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi wilayah kota. Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal terhadap pasar regional, nasional maupun global. Dari analisis ini, diharapkan diperoleh karakteristik perekonomian wilayah erencanaan dan ciri-ciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi, sektor –sektor unggulan,besaran kesempatan kerja, pertumbuhan
dan disparitas pertumbuhan ekonomi di BWP.3. Analisis ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR.
F. Sumber Daya Buatan1. Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,
permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana dan prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi BWP.
2. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit kegiatan dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan sarana wilayah Perencanaan atau intensitas pemanfaatan ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas serta analisis daya dukung wilayah.
3. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap programpembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis sumber daya buatan sangat terkait erat dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi.
4. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.
G. Penataan Kawasan dan Bangunan1. Untuk melihat kondisi dan tingkat pelayanan kawasan serta bangunan untuk
menunjang fungsi dan peran kawasan di BWP, dilakukan analisis terhadap jenis dan kapasitas fungsi/kegiatan kawasan serta kinerjanya. Demikian pula dengan kualitas bangunan dari aspek keselamatan.
2. Dengan informasi tersebut, diharapkan dapat diformulasikan kondisi kawasan terutama menyangkut pengaturan intensitas pemanfaatan ruang,
Bab 4 | 57
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Jenis Analisis dan Hasilnyatata massa bangunan, tindakan penanganan kawasan (diremajakan/revitalisasi), dan penanganan bangunan.
3. Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.
Sumber: Permen No 20/Prt/M/2011, tentang Pedoman RDTR dan PZ
4.2.4 Perumusan Konsep RDTR
Perumusan konsep RDTR dilakukan dengan:
1. Mengacu pada RTRW;
2. Mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
memperhatikan RPJP Kota/kota dan RPJM Kota /kota.
Konsep RDTR dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya
dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi:
1. Rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah Kota/kota
2. Dan konsep pengembangan wilayah Kota/kota.
Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan
RDTR. Hasil kegiatan perumusan konsepsi rdtr terdiri atas:
1. Tujuan penataan BWP;
2. Rencana pola ruang;
3. Rencana jaringan prasarana;
4. Penetapan dari bagian wilayah RDTR yang diprioritaskan penanganannya;
5. Ketentuan pemanfaatan ruang; dan
6. Peraturan zonasi.
Untuk lebih jelasnya mengenai perumusan subtansi RDTR dan Peraturan Zonasi dpat di
lihat pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4. 4 Rincian Perumusan Substansi RDTR Dan Peraturan Zonasi
No Data Analisis RencanaA. Perumusan Tujuan BWP
Tujuan pembangunan Kota /kota
a) RPJPDb) RPJMc) RTRW Kota/kota
Analisis tujuan penataan ruang wilayah perencanaan
Analisis kemampuan tumbuh dan berkembangnya wilayah
1. Fungsi dan peran wilayah perencanaan.
2. Tujuan penataan ruang wilayah
Bab 4 | 58
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Data Analisis Rencana Kependudukan
a) Jumlah dan penyebaran Komposisi penduduk
b) Pengembangan pendudukc) Sosial budaya
Perekonomiana) Produksi tiap sektor
kegiatan ekonomi dan penyebarannya
b) Perkembangan tiap sector kegiatan ekonomi
c) Pola aliran barang dan jasa dalam proses koleksi dan distribusi.
Sumber Daya Alam1. Keadaan tanah, geologi,
air, dan iklim2. Keadaan vegetasi dan
faunaSumber daya alam potensial
perencanaan:1. potensi wilayah dan
permasalahannya;2. Hubungan dan
ketergantungan bagian wilayah dan bagian wilayah sekitarnya; dan
3. pengaruh potensi dan permasalahan terhadap hubungan ketergantungan antarsektor.
Analisis kedudukan wilayah perencanaan dalam keseimbangan perkembangan dengan wilayah belakangnya:
1. kedudukan wilayah perencanaan dalam sistem kota-kota yang ada; dan perkembangan sektor-sektor
2. Kegiatan wilayah perencanaan dan pengaruhnya terhadap sistem kota/wilayah.
Analisis pengaruh kebijakan sektoral dan regional:
1. perkembangan sektor-sektor kegiatan di wilayah; dan
2. sektor-sektor kegiatan di pusat-pusat wilayah, khususnya wilayah.
perencanaan.
B. Rencana Jaringan Prasarana
Bab 4 | 59
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Data Analisis Rencana Perkembangan Kota
/kota dan wilayah perencanaan:
1. Rencana struktur dalam2. RTRW Kota/kota yang telah
ditetapkan3. Tata guna lahan Kota/kota
danwilayah perencanaan4. Sistem transportasi dan
sistem jaringan prasarana lainnya
Elemen struktur tata ruang Kota/kota dan wilayah perencanaan:
Kawasan perumahana) Distribusi fasilitas danutilitasb) Obyek-obyek khusus Kondisi prasarana dan
sarana pergerakan:a) Hirarki fungsi jaringan jalanb) Konstruksi dan lebar jalanc) Terminal/sub terminal,d) Pelabuhan, dan stasiun,
Jenis angkutan umume) Tingkat pertumbuhan
kendaraanf) Lahan parkir Sistem pergerakan:a) Pergerakan lokal dan
regionalb) Moda pergerakan Tingkat
kepadatan dan lokasi-lokasi rawankemacetan (tingkatpelayanan jalan)
Kebijakan pergerakan:a) Kebijaksanaan transportasib) Rencana tata ruang makro
/RTRW Kota /kota Data kondisi sistem air
minum saat ini:a) Sumber dan kapasitas
sumber air minumb) Sistem pelayanan dan
jaringan distribusic) Tingkat pelayanan dan
tingkat kebocorand) Daerah pelayanan
Survei kebutuhan air minum nyata:a. Tingkat kebutuhan
Analisis kemampuan tumbuh dan berkembangnya wilayah perencanaan:
a) Penilaian struktur pemanfaatan ruang
b) Penilaian struktur utamac) tingkat pelayanand) Penilaian sistem utama
transporasi dan prasarana lainnya
Analisis bentuk dan struktur wilayah perencanaan: Fisik dan alamiah serta buatan.
a) Tata guna lahanb) Perkiraan kebutuhan
ruangc) Dampak lingkungan Analisis kondisi sarana dan
prasarana pergerakan:a) Efektivitas fungsi jaringanb) Penilaian tingkat
pelayanan sarana dan prasarana
c) Optimasi fungsi sarana dan prasarana
Analisis pergerakan:a) Efektivitas pola
pergerakanb) Rasio kepadatan dengan
sarana dan prasaranac) Perkiraan volume
kepadatan di masa datang
d) Gambaran moda transportasi di masa datang
Alternatif pengembangan:a) Alternatif pengembangan
jaringanb) Alternatif aliran
pergerakan Analisis sistem air minum:a) Kemampuan sumber air
bakub) Penentuan sistem
pelayanan dan distribusic) Analisis efisiensi dan
efektifitas pelayanand) Analisis wilayah
Rencana pengembangan sistem air minuma) Sumber air bakub) Lokasi dan jenis
intakec) Penampungan
yang diperlukan (jika ada)
d) Sistem transmisie) Jaringan distribusif) Rencana
pengembangan
a) Sistem jaringan air limbah:
b) Sistem jaringan setempat
c) Sistem jaringan terpusat
d) Rencana pengembangan
Bab 4 | 60
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Data Analisis Rencanadomestik
b. Tingkat kebutuhan nondomestik
Tingkat curah hujan dan hidrologi:
a) Curah hujan maksimumb) Curah hujan minimuma. Potensi air permukaanc) Rencana Data kondisi jaringan air
limbah saat ini:a) Sistem pengelolaan limbah
Limbah domesticb) Limbah non domestikc) Buangan akhir Kualitas lingkungan:a) Permukimanb) Penggunaan non
permukiman
pelayananIdentifikasi persoalan dan kebutuhan pengembangan:a) Persoalan air bakub) Persoalan distribusic) Potensi pengembangan
dan alternatif pemecahan persoalan
Analisis proyeksi kebutuhan air:
a) Kebutuhan domesticb) Kebutuhan non domestikPengembangan alternatif sistem pelayanan air minum:a) Kajian teknisb) Kajian ekonomis
C Daya dukung dan daya tampung fisik RDTR dan peraturan zonasi Fisik dasar:a) Letak geografisb) Topografi dan kemiringanc) Klimatologi dan hidrologid) Jenis tanah dan standar
geologi Fisik Binaan:a) Tata guna lahanb) Status pemilikan tanahc) Penyebaran permukimand) Penyebaran fasilitas
umum Kebijakan Pengembangan:a) Izin pembangunanb) Kawasan-kawasan
khusus
Analisis fisik dasar:a) Posisi strategis geografisb) Karakteristik topografi dan
kemiringan lerengc) Iklim dan hidrologid) Curah hujan, arah angine) Kemungkinan
banjir/genanganf) Kemampuan lahang) Kesesuaian peruntukan
lahanh) Kemampuan daya tampung
lahan Analisis Fisik Binaana) Wilayah terbangunb) Kendala pengembanganc) Pola dan konsep
permukimand) Daya dukunge) Prasarana /infrastruktur
(jalan dsb) serta utilitas.
Alternatif pengembangan:a) Strategi pengembanganb) Prioritas pengembanganCatatan : analisis daya dukung dan daya tampung fisik dapat dilakukan melalui kajian lingkungan hidup strategis
Konsep pengembangan:a) Skenario
pengembangan fisik
b) Wilayah terbangun dan RTH serta RTNH
Permukiman:a) Pola permukimanb) Sistem
pelayanan
Intensitas pemanfaatan ruang.
D Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan peraturan zonasi
Bab 4 | 61
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Data Analisis Rencana Jenis kegiatan yang
ada di wilayah perencanaan
Intensitas kegiatan di wilayah perencanaan
Analisis keterkaitan antara zona dan kegiatan
Analisis karakteristik kegiatan di wilayah perencanaan
Kegiatan yang diperbolehkan,diperbolehkan bersyarat,diperbolehkan terbatas, dan yang tidak diperbolehkan
pada zona tertentu di wilayah perencanaan Kriteria terbatas dan bersyarat
E Intensitas pemanfaatan ruang peraturan zonasiData yang dibutuhkan : tingkat
pengisian/peresapan air (KDH Minimum) kapasitas drainase jenis penggunaan lahan harga lahan Ketersediaan dan tingkat
pelayanan prasarana (jalan)
Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan
Ekonomi dan pembiayaan
Analisis intensitas pemanfaatan ruang
Analisis koefisien dasar bangunan
Analisis koefisien lantai bangunan
Analisis ketinggian bangunan
Analisis koefisien dasar hijau
Koefisien dasar bangunan maksimum
Koefisien lantai bangunan maksimum
Ketinggian bangunan maksimum
Koefisien dasar hijau minimum
F Tata Bangunan Peraturan ZonasiGaris sempadan bangunana) keselamatanb) resiko kebakaranc) kesehatand) kenyamanan dan estetika Tinggi bangunana) keselamatanb) resiko kebakaranc) teknologid) estetika dan parasarana Jarak bebas antar
bangunana) Jenis peruntukanb) Tinggi bangunanc) Tampilan bangunan
(optional) seperti warna bangunan, bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan,
Analisis sempadan bangunan dan tinggi bangunan1) Tingkat keselamatan
bangunan2) Tingkat resiko
kebakaran3) Tingkat kenyamanan
bangunan
Analisis jarak bebas antar bangunan1) Identifikasi jenis
peruntukan2) sekitar sub zona3) ketinggian bangunan4) Kajian tampilan
bangunan
Garis sempadan bangunan minimum
Tinggi bangunan maksimum
Jarak bebas antar bangunan minimum
Bab 4 | 62
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
No Data Analisis Rencanagaya bangunan, keindahan,dan keserasian dengan lingkungan sekitar
G Saranan Prasarana Minimal Peraturan Zonasi Fisik Binaan:a) Tata guna lahab) Status pemilikan tanahc) Penyebaran fasilitas umum Jenis kegiatan yang
ada di wilayah perencanaan
Intensitas kegiatan di wilayah perencanaan
Analisis jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan
Analisis tingkat kebutuhan sarana dan prasarana
Analisis lokasi sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana minimum wilayah perencanaan
Sumber: Permen No 20/Prt/M/2011, tentang Pedoman RDTR dan PZ
4.2.5 Pelibatan Peran Masyarakat Dalam Penyusunan RDTR
Masyarakat sebagai pemangku kepentingan meliputi:
a. Orang perseorangan atau kelompok orang;
b. Organisasi masyarakat tingkat Kota
c. Perwakilan organisasi masyarakat Kota/kota yang berdekatan secara sistemik (memiliki
hubungan interaksi langsung) dengan daerah yang sedang disusun RDTR dan/atau
peraturan zonasinya; dan
d. Perwakilan organisasi masyarakat Kota/kota.
Pelibatan peran mayarakat di tingkat Kota/kota dalam penyusunan RDTR dan peraturan
zonasi meliputi hak, kewajiban dan bentuknya. Hak masyarakat meliputi:
a. Mengajukan inisiatif untuk melakukan penyusunan dan/atau mengevaluasi dan/atau
meninjau kembali dan/atau mengubah RDTR dan/atau peraturan zonasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Berperan memberikan masukan terkait penyusunan RDTR/peraturan zonasi serta
mengetahui proses penyusunan RDTR/peraturan zonasi yang dilakukan pemerintah;
c. Memberikan pendapat, saran, dan masukan dalam penentuan tujuan-tujuan arah
pengendalian, pembatasan, dan kelonggaran aturan, serta dalam penetapan peta
zonasi;
e. Mengetahui secara terbuka setiap produk rencana tata ruang dan peraturan zonasi
wilayah Kota/kota yang bersangkutan;
f. Memantau pelaksanaan RDTR/peraturan zonasi yang telah ditetapkan;
Bab 4 | 63
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
g. Melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar
RDTR/peraturan zonasi yang telah ditetapkan;
h. Mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan RDTR/peraturan zonasi; dan
i. Mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban masyarakat meliputi:
a. Memberikan informasi, data, dan keterangan secara konkrit dan bertanggung jawab
dalam setiap tahapan penyusunan RDTR/peraturan zonasi; dan
b. Berlaku tertib dan mendukung kelancaran proses penyusunan RDTR/peraturan zonasi.
Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:
a. Masukan mengenai:
1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
4. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. Penetapan rencana tata ruang
b. Kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam perencanaan tata ruang. Pelibatan masyarakat dalam penyusunan RDTR dan
peraturan zonasi secara umum sesuai Permen PU No.16/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan/atau Permen PU No.17/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Keterkaitan substansi, tahapan, dan keterlibatan pihak-pihak dalam penyusunan RDTR/
peraturan zonasi dapat dilihat dalam tabel berikut.
4.3 Konsep Peraturan Zonasi
Definisi Peraturan Zonasi dapat dijelaskan dari pemahaman mengenai apa itu zona, zoning,
dan zoning regulation (peraturan zonasi) secara kesatuan.
Zona merupakan kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang
spesifik. Sedangkan zoning, merupakan PEMBAGIAN lingkungan kota ke dalam zona-zona
dan MENETAPKAN PENGENDALIAN pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan
hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251).
Bab 4 | 64
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Dalam sebuah kajian yang pernah dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang
berjudul Pedoman Penyusunan Aturan Pola ruang (Zoning Regulation) Kawasan Perkotaan,
zona diartikan sebagai:
Kategori penggunaan atau aktivitas lahan, bangunan, struktur atau aktivitas yang
diijinkan oleh hukum yang berlaku;
Suatu area yang digambarkan dalam sebuah Peta Rencana Zoning serta disusun
dan dirancang berdasarkan suatu peraturan untuk penggunaan khusus;
Suatu area dalam hubungannya dengan ketetapan peraturan terkait; penggunaan
tertentu dari suatu lahan, bangunan dan struktur diijinkan dan penggunaan lainnya
dibatasi, dimana lapangan dan lahan terbuka diwajibkan; sementara untuk kapling,
batas ketinggian bangunan dan persyaratan lainnya ditetapkan, semua yang terlebih
dahulu diidentifikasikan untuk zona dan wilayah dimana penggunaan dilakukan;
Bagian wilayah kota, jalan, gang, dan jalan umum lainnya, yang merupakan
penggunaan tertentu dari suatu lahan, lokasi dan bangunan tidak diijinkan, dimana
lapangan tertentu dan ruang terbuka diwajibkan dan batas ketinggian bangunan
tertentu ditetapkan.
Pada dasarnya, suatu zona mempunyai aturan yang seragam, terutama dalam hal
jenis guna lahan, intensitas dan massa bangunan. Meskipun demikian, tidak tertutup
kemungkinan antara satu zona dengan zona lainnya untuk bisa berbeda ukuran dan
aturan.
Di beberapa negara, istilah zoning dikenal dalam berbagai sebutan, seperti land
development code, zoning code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by-law, urban
code, planning act, dll. Konsep zoning mulanya diperkenalkan oleh Jerman, namun Amerika
telah menyempurnakan konsep ini dengan beberapa varian. Pendekatan konsep zoning
yang dilakukan Jerman dan Amerika sangatlah berbeda dalam berbagai hal.
Zoning yang dilakukan Jerman mengutamakan keinginan penduduk dalam negara yang
padat untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan untuk melindungi penduduk dari
kegiatan industri atau komersial. Pada tahun 1920-an, konsep zoning menjadi suatu trend
yang kemudian informasi dan model konsep zoning diadopsi untuk berbagai kegiatan.
Di Amerika, peraturan zoning diterapkan pertama kali di Kota New York pada tahun 1916
sebagai reaksi atas pembangunan The Equitable Building yang sampai sekarang masih
berdiri di Broadway 120.
Bab 4 | 65
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Tujuan penerapan zoning di negara tersebut adalah sebagai berikut (Barnett, 1982:61):
Menentukan standar minimum sinar dan udara untuk jalan yang makin gelap akibat
banyak dan makin tingginya bangunan.
Memisahkan kegiatan yang dianggap tidak sesuai.
Zoning ditulis oleh suatu komisi yang diketuai oleh Edward Basset dan ditandatangani oleh
Walikota John Purroy Mitchel dan kemudian menjadi “blueprint” untuk semua wilayah
lainnya di negara tersebut.
Edward Basset kemudian juga mengepalai suatu kelompok hukum perencanaan yang
menuliskan The Standard State Zoning Enabling Act, yang pada waktu itu diterima
hampir tanpa perubahan oleh semua negara bagian. Di akhir era 1920-an sebagian besar
USA telah mengembangkan satu set peraturan zonasi yang memenuhi keinginan lokal
masing-masing.
Pada perkembangan selanjutnya, peraturan zonasi di Amerika ditujukan untuk beberapa hal
sebagai berikut (Barnett, 1982:61):
Mengatur kegiatan yang boleh ada di suatu zona.
Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar sinar matahari
jatuh ke jalan dan trotoar dan agar sinar matahari serta udara segar dapat mencapai
bagian dalam bangunan.
Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi kawasan
yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.
Di Indonesia, zoning secara umum berisikan:
Aturan-aturan atas jenis-jenis kegiatan yang akan diperbolehkan pada suatu
zona/kawasan (seperti ruang terbuka, perumahan, pertanian, komersial, atau
industri),
Kepadatan dari kegiatan-kegiatan tersebut, misalnya perumahan kepadatan rendah
seperti rumah tinggal, hingga perumahan kepadatan tinggi seperti bangunan-
bangunan apartemen.
Sempadan bangunan,
Ketinggian bangunan,
Koefisien dasar bangunan,
Bab 4 | 66
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Koefisien lantai bangunan,
Koefisien dasar hijau,
Penyediaan tempat parkir, dan sebagainya.
4.4 Fungsi Dan Peraturan Zonasi
Peraturan Zonasi memiliki 3 fungsi utama, yaitu:
Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zoning yang lengkap
akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara
pengawasannya.
Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zoning dapat
menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional,
karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat
makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.
Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Dalam hal ini,
ketentuan zoning mencakup guna lahan, intensitas pembangunan, tata bangunan,
prasarana minimum, dan standar perencanaan
Peraturan Zonasi terdiri dari zoning text/zoning statement/legal text maupun zoning map.
Zoning text/zoning statement/legal text berisi aturan-aturan tertulis, yang menjelaskan
tentang tata guna lahan dan kawasan, pemanfaatan yang diijinkan, persyaratan minimum,
standard pengembangan, serta administrasi pengembangan zoning.
Sementara zoning map berisi pembagian blok peruntukan (zona) dengan ketentuan aturan-
aturan untuk tiap blok peruntukan tersebut dan menggambarkan peta tata guna lahan dan
lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan. Untuk lebih jelasnya mengenai peraturan zonasi
dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.
Gambar 4. 4 Materi Peraturan Zonasi: Zoning Text Dan Zoning Map
Bab 4 | 67Zoning mapZoning text/zoning
statement/legal text
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Di Indonesia, Peraturan Zonasi dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kendala yang
umumnya dihadapi oleh Pemerintah Kota di Indonesia, dimana rencana tata ruang
ditetapkan berjenjang, namun di satu sisi, Pemerintah Kota memiliki keterbatasan
kemampuan untuk menyusun rencana sesuai dengan jenjang tersebut. Belum lagi dengan
tidak fleksibelnya rencana tata ruang kawasan perkotaan dengan isu-isu perkembangan
perkotaan yang ada. Diperlukan strategi / kebijakan untuk menjembatani rencana-rencana
tata ruang tersebut ke dalam langkah-langkah operasional pembangunan yang lebih konkrit.
Langkah-langkah tersebut diwujudkan dalam bentuk program tindak pelaksanaan dan
pengendalian rencana tata ruang (Peraturan Zonasi). Peraturan Zonasi ini juga dapat
berperan dalam evaluasi perijinan yang ada agar dapat menyelaraskannya dengan rencana
tata ruang.
Tujuan Peraturan Zonasi adalah:
Mengatur keseimbangan keserasian pemanfaatan ruang dan menentukan program
tindak operasional pemanfaatan ruang atas suatu satuan ruang;
Melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat;
Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan;
Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta
mendorong partisipasi masyarakat (pengendalian pemanfaatan ruang : pengaturan
perijinan).
4.5 Kedudukan Peraturan Zonasi
Kebijakan Peraturan Zonasi pada dasarnya merupakan pendekatan baru yang sudah
ditetapkan dalam peraturan perundangan terkait dengan penataan ruang. Kedudukannya
dalam hirarki penataan ruang sudah jelas terpetakan dalam Undang-undang Nomor 26
tahun 2007.
Berdasarkan pemahaman pengertian dan tujuan serta peran peraturan zonasi dalam
penataan ruang, terutama penataan ruang kawasan perkotaan, maka kedudukan peraturan
Bab 4 | 68
RTBL
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
zonasi dalam penataan ruang kota di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut. Untuk
lebih jelasnya mengenai kedudukan peraturan zonasi dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut
ini.
Gambar 4. 5 Kedudukan Peraturan Zonasi Di Dalam Perencanaan Ruang
4.6 Prosedur Penyusunan Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi sebagai dokumen tersendiri memuat secara lengkap zoning map dan
zoning text untuk keseluruhan kota yang telah disusun RDTR-nya. Proses penyusunan
peraturan zonasi meliputi:
Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/Prt/M/2011 Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi maka Persiapan penyusunan RDTR
terdiri atas:
a. Pra Persiapan
Bab 4 | 69
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Kegiatan pra persiapan dilakukan oleh pemerintah daerah dan tim teknis. Kegiatan dalam
tahap pra persiapan yang dilakukan oleh pemda meliputi:
1) Penyusunan kerangka acuan kerja (KAK);
2) Penganggaran kegiatan penyusunan peraturan zonasi;
3) Penetapan tim penyusun;
4) Pemenuhan dokumen tender terutama penetapan tenaga ahli yang terdiri atas:
i. Ahli perencanaan wilayah dan kota;
ii. Arsitek dan/atau perancang kota;
iii. Ahli sipil;
iv. Ahli lingkungan;
v. Ahli hukum;
vi. Ahli sosial; dan
vii. Keahlian khusus lainnya yang sesuai dengan karateristik kawasan.
b. Pengumpulan Data/Informasi yang Dibutuhkan
Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah Kota/kota dan penyusunan peraturan
zonasi, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan melalui:
1) Wawancara atau temu wicara kepada masyarakat untuk menjaring aspirasi masyarakat
terhadap kebutuhan yang diatur dalam peraturan zonasi serta kepada pihak yang
melaksanakan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
2) Peninjauan ke lapangan untuk pengenalan kondisi fisik wilayah Kota/kota secara
langsung.
Data sekunder yang harus dikumpulkan untuk penyusunan peraturan zonasi meliputi:
1) Peta-peta rencana kawasan dari RTRW/RDTR/RTBL; dan
2) Data dan informasi, meliputi:
i. Jenis penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
ii. Jenis dan intensitas kegiatan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
Bab 4 | 70
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
iii. Identifikasi masalah dari masing-masing kegiatan serta kondisi fisik (tinggi bangunan
dan lingkungannya);
iv. Kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang
bersangkutan;
v. Standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari peraturan perundang-
undangan nasional maupun daerah;
vi. Peraturan perundang-undangan pemanfaatan lahan dan bangunan, serta prasarana
di daerah terkait; dan
vii. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan lahan yang ada di
Kota/kota yang akan disusun peraturan zonasinya.
c. Analisis dan Perumusan Ketentuan Teknis
Mengacu pada keputusan peraturan Menteri Nomor : 20/PRT/M/2011 Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota/Kota maka analisis
untuk penyusunan RDTR meliputi:
Analis Tata Bangunan dan Lingkungan
(1)Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan
antara seluruh luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana yang ditetapkan. KDB diperlukan untuk
membatasi luas lahan yang tertutup perkerasan, sebagai upaya melestarikan ekosistem,
sehingga dalam lingkungan yang bersangkutan sisa tanah sebagai ruang terbuka masih
mampu menyerap/mengalirkan air hujan ke dalam tanah. Komponen yang termasuk
perhitungan KDB adalah bangunan (yang tertutup atap) dan tutupan lainnya seperti jalan
masuk, teras dan lain-lain yang tidak bisa menyerap air ke dalam tanah.
Rumus :
Luas Wilayah Terbangun x 100%
KDB Blok =
Luas Blok Peruntukkan
Bab 4 | 71
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, KDB dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari
75%);
2) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan tinggi (60% - 75%);
3) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%);
4) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan rendah (30% - 45 %);
5) Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).
(2)Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan antara jumlah seluruh luas
lantai seluruh bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai dengan rencana yang ditetapkan. KLB ditetapkan sesuai dengan rencana intensitas
penggunaan lahan yang sekaligus dapat membatasi ketinggian bangunan.
Penentuan KLB didasarkan pada rasio antara luas lantai dengan luas keseluruhan
lahan/persil. Nilai KLB maksimum dapat menunjukkan ketinggian bangunan maksimum yang
diperbolehkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986
tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, KLB dapat diklasifikasikan sebagai berikut Tabel.
Rumus :
Luas Total Lantai Seluruh Bangunan x 100%
KLB Blok =
Luas Blok Peruntukkan
(3)Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan adalah jumlah bangunan di atas satu luasan lahan tertentu yang
dinyatakan dalam bangunan/Ha.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan kepadatan bangunan adalah :
Faktor kesehatan (air bersih; sanitasi dan pembuangan limbah, cahaya, sinar matahari,
udara, dan ketenangan; ruang gerak dalam tempat tinggal), Faktor Sosial (ruang terbuka
Bab 4 | 72
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
probadai, privasi, perlindungan, fasilitas lingkungan); Faktor Teknis (resiko kebakaran,
ketersediaan lahan untuk bangunan, dan daya hubung, kondisi tanah).
Rumus :
Jumlah Bangunan
Kepadatan Bangunan =
Luas Lahan
Kepadatan bangunan sedang yang ideal tidak kurang dari 40 bangunan/ha, sebagaimana
diatur dalam Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987, Lampiran 22, dapat dilihat di Tabel
4.5 berikut.
Tabel 4. 5 Klasifikasi Kepadatan Bangunan
KlasifikasiKepadatan Bangunan (Bangunan/Ha)
Sangat Rendah < 10Rendah 11 – 40Sedang 41 – 60Tinggi 61 – 80Sangat Tinggi > 81
Sumber: Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987, Lampiran 22 .
(4)Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah
lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas
tanah/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Arahan ketentuan
KDH yaitu minimum ditetapkan sebesar 30% untuk berlaku untuk setiap fungsi peruntukan.
(5)Ketinggian Bangunan
Ketinggian Bangunan ialah suatu nilai yang menyatakan jumlah lapis/lantai (storey)
maksimum pada petak lahan.
Ketinggian bangunan dinyatakan dalam satuan lapis atau Ianlai (Lantai
Dasar = Lantai 1) atau meter.
Perhitungan ketinggian bangunan dapat ditentukan sebagai barikut :
Bab 4 | 73
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Ketinggian ruang pada lantai dasar ditentukan dengan fungsi ruang dan arsitektur
bangunannya;
Dalam hal perhitungan keinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh
ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bengunan dianggap
sebagai dua Iantai;
Mezanin yang luasnya 50% dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh
Terhadap bangunan tempat ibadat; gedung pertemuan, gedung pertunjukan,
gedung sekolah, bangunan monumental, gedung olah raga, bangunan serba guna
dan bangunan sejenis lainnya tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada
butir (2);
Apabila tinggi tartan pekarangan bertada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir
atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar pada tanah.
Perhitungan ketinggian bangunan dapat ditentukan sebagai berikut:
(1) Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan arsitektur
bangunannya;
(2) Dalam hal perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh
ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bangunan dianggap
sebagai dua lantai;
(3) Mezanin yang luasnya 50% luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh;
(4) Terhadap bangunan tempat ibadah, gedung pertemuan, gedung pertunjukan,
gedung sekolah, bangunan momumental, gedung oleh raga, bangunan serbaguna,
dan bangunan sejenis lainnya tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada
butir (2).
(5) Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir
also terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi, yang besar pada tanah
asli suatu perpetakan, make tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan oleh instansi
yang berwenang mengeluarkan IMB;
(6) Pada bangunan ruman tinggal kopel, apabila terdapat perubahan atau penambahan
pada ketinggian bangunan harus tetap diperhatikan kaidah-kaidah arsitektur
bangunan kopel;
Bab 4 | 74
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
(7) Pada bangunan rumah tinggal, tinggi puncak atap bangunan maksimal 12 meter
diukur secara vertikal dari permukaan tanah pekarangan atau dari permukaan lantai
dasar dalam hal permukaan tanah tidak teratur;
(8) Kepala Daerah menetapkan kekecualian dari ketentuan pada butir (1) di atas bagi
bangunan yang karema sifat atau fungsinya terdapat detail ornamen tertentu;
(9) Tinggi tampak rumah tinggal tidak boleh melebihi ukuran jarak antar kaki bangunan
yang akan didirikan sampai GSB yang berseberangan dan maksimal 9 meter;
(10) Tinggi tampak bangunan rumah susun diatur sesuai pola ketinggian bangunan atau
sesuai pedoman pembangunan.
(11) Pada bangunan yang menggunakan bahan kaca pantul pada tampak bangunan
sinar yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% dengan memperhatikan tata letak
dan orientasi bangunan terhadap matahari.
Untuk lebih jelas mengenai klasifikasi ketinggian bangunan dapat dilihat pada Tabel 4.6
berikut.
Tabel 4. 6 Klasifikasi Ketinggian Bangunan
(6)Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis bagi lahan yang boleh dan tidak boleh ada
bangunan di atasnya yang terdapat pada masing-masing blok peruntukan. Arahan GSB
ditentukan menurut hirarki jalan dan ditetapkan pertimbangan keamanan, kesehatan,
kenyamanan, keserasian dengan lingkungan dan ketinggian bangunan serta dapat berbeda
untuk tiap kelas bangunan pada kawasan campuran. Arahan GSB merupakan aturan wajib
yang harus diterapkan secara tegas dan konsisten.
Arahan GSB ditentukan setengah ROW. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku
umum di kota-kota di Indonesia terutama untuk kawasan yang tidak diatur GSB-nya secara
Bab 4 | 75
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
khusus. Untuk kawasan dengan intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan
samping dan garis sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan.
Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10
cm ke arah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal.
Untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan
bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan
untuk membuat dinding batas tersendiri di samping dinding batas terdahulu.
Pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping,
sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimum setengah dari besarnya
garis sempadan muka bangunan.
(7)Garis Sempadan Jaringan SUTT
Arahan garis sempadan Sambungan Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ditentukan
berdasarkan Undang Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 975/K/47/MPE/1999 yang disesuaikan dengan
kondisi SUTT. Garis sempadan SUTT ditetapkan dari titik terluar jaringan SUTT.
Rumusan Ketentuan Teknis
Perumusan Ketentuan Teknis, meliputi:
1) Tujuan peraturan zonasi;
2) Klasifikasi zonasi;
3) Daftar kegiatan;
4) Delineasi blok peruntukan;
5) Ketentuan teknis zonasi, terdiri atas:
i. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
ii. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
iii. Ketentuan tata bangunan;
iv. Ketentuan prasarana minimal;
Bab 4 | 76
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
v. Ketentuan tambahan; dan
vi. Ketentuan khusus;
6) Standar teknis;
7) Ketentuan pengaturan zonasi;
8) Ketentuan pelaksanaan meliputi:
i. Ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
ii Ketentuan insentif dan disinsentif; dan
iii. Ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming situasion) dengan
peraturan zonasi;
9) Ketentuan dampak pemanfaatan ruang;
10) Kelembagaan; dan
11) Perubahan peraturan zonasi.
Hasil dari tahap analisis didokumentasikan di dalam buku data dan analisis dan menjadi
bahan untuk menyusun peraturan zonasi. Adapun hasil kegiatan perumusan rancangan
peraturan zonasi berupa:
1) Text zonasi (zoning text); dan
2) Map zonasi (zoning map).
4.7 Materi Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan
lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan
prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang terdiri atas
ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan pengaturan zonasi.
Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam peraturan zonasi. Sedangkan materi
pilihan adalah materi yang perlu dimuat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan
lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan
Bab 4 | 77
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang terdiri atas
ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan pengaturan zonasi.
Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam peraturan zonasi. Sedangkan materi
pilihan adalah materi yang perlu dimuat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Materi Wajib
A. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan
penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat
secara terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan
penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona.
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan maupun
standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam peraturan bangunan
setempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan.
Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:
Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat
sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah Kota/kota tidak
dapat melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan
dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.
Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas
Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan
lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu beroperasinya
suatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan jangka waktu pemanfaatan
lahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan;
2) Pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun
ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilai
maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam peraturan
zonasi;
Bab 4 | 78
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
3) Pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada
mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka
pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan
pertimbangan-pertimbangan khusus.
Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis telah cukup
jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah termasuk dalam klasifikasi T.
Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu
Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu
kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang
dapat berupa persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan dimaksud
diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi
lingkungan sekitarnya.
Contoh persyaratan umum antara lain:
1) Dokumen AMDAL;
2) Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL);
3) Dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN); dan
4) Pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak pembangunan (development impact
fee).
Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan menambah tempat parkir, menambah luas
RTH, dan memperlebar pedestrian.
Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak
sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak
yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan
yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan.
Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi
didasarkan pada:
1. Pertimbangan Umum
Bab 4 | 79
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain
kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW Kota/kota,
keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah,
kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air,
udara, dan ruang bawah tanah), toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak
terhadap peruntukan yang ditetapkan, serta kesesuaian dengan kebijakan lainnya
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kota/kota.
2. Pertimbangan Khusus
Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan
atau komponen yang akan dibangun. Pertimbangan khusus dapat disusun
berdasarkan rujukan mengenai ketentuan atau standar yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang, rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan
setempat, dan rujukan mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau
komponen yang dikembangkan.
B. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai besaran
pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona yang meliputi:
1. KDB Maksimum;
KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau
peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.
2. KLB Maksimum;
KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan
tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan terhadap prasarana
tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan.
3. Ketinggian Bangunan Maksimum; dan
4. KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum pada
suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian
atau peresapan air dan kapasitas drainase.
Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan ruang, antara
lain meliputi:
Bab 4 | 80
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
1) Koefisien Tapak Basement (KTB) Maksimum;
2) KTB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan KDH minimal.
3) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) Maksimum;
4) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum; dan
Kepadatan bangunan atau unit maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan
faktor kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi, sampah, cahaya matahari, aliran
udara, dan ruang antar bangunan), faktor sosial (ruang terbuka privat, privasi, serta
perlindungan dan jarak tempuh terhadap fasilitas lingkungan), faktor teknis (resiko
kebakaran dan keterbatasan lahan untuk bangunan atau rumah), dan faktor ekonomi
(biaya lahan, ketersediaan, dan ongkos penyediaan pelayanan dasar).
5) Kepadatan Penduduk Maksimal.
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mendetailkan lebih lanjut intensitas
pemanfaatan ruang yang diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW
Kota/kota, atau juga bisa berisi sama dengan intensitas pemanfaatan ruang yang
diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW Kota/kota. Intensitas
pemanfaatan ruang yang terdapat dalam ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
dapat didetailkan kembali lebih lanjut dalam RTBL.
C. Ketentuan Tata Bangunan
Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan
tampilan bangunan pada suatu zona.
Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri atas:
1) GSB minimal yang ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko
kebakaran, kesehatan, kenyamanan, dan estetika;
2) Tinggi bangunan maksimum atau minimal yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, teknologi, estetika, dan
parasarana;
3) Jarak bebas antarbangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak
bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan ketinggian bangunan; dan
Bab 4 | 81
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
4) Tampilan bangunan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan warna bangunan,
bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan, keindahan
bangunan, serta keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya.
Ketentuan tata bangunan mendetailkan lebih lanjut tata bangunan yang diatur dalam
ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW Kota/kota, atau juga dapat berisi sama
dengan tata bangunan yang diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW
Kota/kota. Tata bangunan yang terdapat dalam ketentuan tata bangunan ruang dapat
didetailkan kembali lebih lanjut dalam RTBL.
D. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan dasar fisik
lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan
prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi secara optimal. Prasarana yang
diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana parkir, aksesibilitas untuk difabel,
jalur pedestrian, jalur sepeda, bongkar muat, dimensi jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan
kelengkapan prasarana lainnya yang diperlukan. Ketentuan prasarana dan sarana minimal
ditetapkan sesuai dengan ketentuan mengenai prasarana dan sarana yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang.
E. Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan terdiri atas:
1) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang merupakan ketentuan yang memberikan
kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi tertentu dengan tetap mengikuti
ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam peraturan zonasi. Hal ini dimaksudkan
untuk menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain
transfer of development rights (TDR) dan air right development yang dapat diatur lebih
lanjut dalam RTBL.
2) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang merupakan ketentuan yang
memberikan insentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana
tata ruang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, serta yang memberikan
disinsentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang dan memberikan dampak negatif bagi masyarakat.
Insentif dapat berbentuk kemudahan perizinan, keringanan pajak, kompensasi,
imbalan, subsidi prasarana, pengalihan hak membangun, dan ketentuan teknis
Bab 4 | 82
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
lainnya. Sedangkan disinsentif dapat berbentuk antara lain pengetatan persyaratan,
pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi, pengenaan denda, pembatasan
penyediaan prasarana dan sarana, atau kewajiban untuk penyediaan prasarana dan
sarana kawasan.
3) Ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai dengan
peraturan zonasi.
Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum
penetapan RDTR/peraturan zonasi, dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut
diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar.
Materi Pilihan
A. Ketentuan Tambahan
Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain yang dapat ditambahkan pada suatu zona untuk
melengkapi aturan dasar yang sudah ditetapkan. Ketentuan tambahan berfungsi
memberikan aturan pada kondisi yang spesifik pada zona tertentu dan belum diatur dalam
ketentuan dasar.
B. Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi
khusus dan diberlakukan ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan
kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona yang digambarkan di peta khusus yang
memiliki pertampalan (overlay) dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini.
Komponen ketentuan khusus antara lain meliputi:
1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);
2) zona cagar budaya atau adat;
3) zona rawan bencana;
4) zona pertahanan keamanan (hankam);
5) zona pusat penelitian;
6) zona pengembangan nuklir;
7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU);
8) zona gardu induk listrik;
Bab 4 | 83
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
9) zona sumber air baku; dan
10) zona BTS.
Ketentuan mengenai penerapan aturan khusus pada zona-zona khusus di atas ditetapkan
sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
C. Standar Teknis
Standar teknis adalah aturan-aturan teknis pembangunan yang ditetapkan berdasarkan
peraturan/standar/ketentuan teknis yang berlaku serta berisi panduan yang terukur dan
ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Standar teknis yang digunakan dalam penyusunan
RDTR mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI), antara lain SNI Nomor 03-1733-2004
tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Lingkungan dan/atau
standar lain.
Tujuan standar teknis adalah memberikan kemudahan dalam menerapkan ketentuan teknis
yang diberlakukan di setiap zona.
D. Ketentuan Pengaturan Zonasi
Ketentuan pengaturan zonasi adalah varian dari zonasi konvensional yang dikembangkan
untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan peraturan zonasi dasar. Ketentuan
pengaturan zonasi berfungsi untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan peraturan
zonasi dasar serta memberikan pilihan penanganan pada lokasi tertentu sesuai dengan
karakteristik, tujuan pengembangan, dan permasalahan yang dihadapi pada zona tertentu,
sehingga sasaran pengendalian pemanfaatan ruang dapat dicapai secara lebih efektif.
Bab 4 | 84
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)Kawasan Industri Batulicin
Gambar 4. 6 Ilustrasi Contoh Peta Rencana Zonasi
Bab 4 | 85