30
TUGAS RESUME BAB V : TRANSFORMASI PENGELOLAAN EKONOMI NASIONAL DALAM PERSPEKTIF OPTIMALISASI PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN NEGARA (HKN) BAB VI : LEMBAGA BANK TANAH (LAND BANKING) SEBAGAI SALAH SATU ALAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BAB VII : PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH (URBAN RENEWAL) SEBAGAI BAGIAN DARI MASALAH SOSIAL DALAM PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Buku “MANAJEMEN ASET” Oleh Doli D. Siregar) OLEH: BETTA DESIRANI MUHAMMAD FADHLY A. SILVANA RESKI MULIAWAN SOFWAN SURYANATA SUPARIANTO (KELAS MAPP B ANGKATAN 49)

Bab 5,6,7.docx

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS RESUME

BAB V : TRANSFORMASI PENGELOLAAN EKONOMI NASIONAL DALAM PERSPEKTIF

OPTIMALISASI PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN NEGARA (HKN)BAB VI : LEMBAGA BANK TANAH (LAND BANKING)

SEBAGAI SALAH SATU ALAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

BAB VII : PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH (URBAN RENEWAL) SEBAGAI

BAGIAN DARI MASALAH SOSIAL DALAM PRINSIP PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

(Buku “MANAJEMEN ASET” Oleh Doli D. Siregar)

OLEH:BETTA DESIRANI

MUHAMMAD FADHLY A.SILVANA RESKI MULIAWAN

SOFWAN SURYANATASUPARIANTO

(KELAS MAPP B ANGKATAN 49)

MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2013

TRANSFORMASI PENGELOLAAN EKONOMI NASIONAL

DALAM PERSPEKTIF OPTIMALISASI PENGELOLAAN

HARTA KEKAYAAN NEGARA (HKN)

ingga pertengahan tahun 2003 sudah lebih dari lima tahun krisis ekonomi melanda Indonesia. Sampai saat ini belum tampak indikasi

pemulihan ekonomi yang benar-benar kuat, signifikan, dan berkelanjutan. Upaya pemulihan ekonomi nasional tersebut yang dalam hal ini juga karena peran dari International Monetary Fund (IMF) sebagai mitra pemerintah, dengan memberikan dua syarat. Yaitu stabilitas politik dan keamanan, serta adanya program pengelolaan ekonomi yang tepat. Dengan disepakatinya Indonesia mengakhiri kerjasama pemulihan ekonomi dengan IMF, pemerintah harus segera menentukan sikap untuk mengatasi krisisekonomi melalui optimalisasi pengelolaan HKN.

H

5.1. Evaluasi Kinerja Pengelolaan Aset Negara

Dalam konteks pengelolaan ekonomi yang tepat, evaluasi kinerja ekonomi sebenarnya lebih terkait dengan evaluasi strategi dan program pengelolaan ekonomi nasional menuju upaya pemulihan. Karena kunci dari pengelolaan ekonomi nasional adalah bagaimana mengelola harta kekayaan negara. Hal ini belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah, seperti yang dilakukan oleh BPPN dan BUMN terhadap aset yasng dikelolanya hampir selalu berujung pada penjualan aset tersebut. Tidak terlalu salah bila dikatakan bahwa kerja kedua lembaga tersebut mirip dengan makelar.

Berdasarkan perspektif penilaian ,pemulihan ekonomi nasional tidak cukup hanya dengan mengelola secra optimal aset-aset yang berada dibawah penguasaan BPPN dan BUMN. Aset-aset di kedua badan tersebut yang bila dijumlah sekitar Rp 1.500 triliun hanyalah sebagian kecil dari harta kekayaan negara (HKN) yang harus dikelola secara optimal. Dalam amandemen UUD 1945 ditekankan mengenai prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup tiga unsur yaitu sumber daya alam (SDA), infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).

BAB

V

Dengan demikian pandangan beberapa kalangan yang menyatakan bahwa aset di BPPN dan BUMN bila dijumlahkan adalah 70% dari aset Negara adalah tidak benar. Keberagaman budaya Indonesia yang dipandang sebagai aset SDM dan dapat dijual untuk menghasilkan devisa juga kurang mendapat perhatian. Hal tersebut terjadi karena pemahaman yang salah tentang HKN.

Untuk itu diperlukan undang-undang tentang HKN, karena tanpa pemahaman HKN secara benar, kita tidak akan mampu membangun sistem perekonomian secara benar dan sulit untuk economic recovery. Tanpa peraturan perundang-undangan yang jelas dan tegas tentang HKN dan pengelolaannya, semua HKN baik yang berada di kedua instansi tadi atau di manapun tidak akan dapat dioptimalkan pengelolaannya. Pentingnya pengelolaan aset Negara bukannya tidak disadari oleh Pemerintah, terbukti dengan amandemen UUD 1945 Pasal 33 yang berkaitan dengan pengelolaan aset Negara. Bunyi pasal tersebut antara lain :

Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional.

Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Dalam ayat 3 jelas disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini dipertegas dengan amandemen pada ayat 4 tersebut di mana dengan tegasdisebutkan kata-kata “berkelanjutan”. Pengertian “dikuasai oleh Negara” seperti tercantum di dalam UU Pokok Agraria (UUPA) Pasal 2 ayat 2 yang berarti mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya. Sehingga dalam pelaksanaannya, amandemen UUD 1945, Pasal 33 ini perlu

dituangkan dalam suatu undang-undang yang terkait dengan pengelolaan harta kekayaan Negara (HKN). Namun sebelum itu, perlu dijelaskan pengertian yang mendasar mengenai aset, dan aset Negara yang merupakan bagian dari HKN.

5.2. Pengertian Aset

Pengertian aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda. Yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi, atau individu perorangan. Dengan demikian aset dapat berarti kekayaan (harta kekayaan) atau aktiva atau property, atau yang meliputi “semua pos pada jalur debet suatu neraca yang terdiri dari harta, piutang, biaya yang dibayar lebih dahulu, dan pendapatan yang masih harus diterima”.

5.3. Pengertian Aset Negara

Aset Negara adalah bagian dari kekayaan Negara atau harta kekayaan Negara (HKN) yang terdiri dari barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai, oleh instansi Pemerintah, yang seluruhnya atau sebagian dibeli atas beban APBN serta dari perolehan yang sah, tidak termasuk kekayaan Negara yang dipisahkan (dikelola BUMN) dan kekayaan pemerintah daerah. Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP.225/MK/V/4/1971 pasal 1 dan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 350/KMK.03/1994 serta No. 470/KMKM.01/1994, bahwa yang dimaksud dengan aset Negara adalah barang milik/kekayaan Negara yang meliputi barang tidak bergerak (tanah atau bangunan) dan barang bergerak (inventaris):

Yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas APBN serta dari perolehan lain yang sah;

Yang dimiliki/dikuasai oleh instansi pemerintah, lembaga pemerintah non departemen, badan-badan yang didirikan oleh pemerintah seperti badan otorita.

Tidak termasuk kekayan Negara yang dipisahkan dan dikelola BUMN serta bukan kekayaan Pemerintah daerah.

Apabila ditinjau dari aspek keuangan Negara menurut undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, pengertian aset Negara adalah: “Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut” (pasal 1angka 1 UU tersebut).

5.4. Konsep Hukum Properti

Tanah adalah sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Pentingnya tanah menyebabkan tanah menjadi pusat perhatian bagi ahli hukum, ahli geografi, ahli masalah social dan ekonomi. Oleh karena itu wajib dicermati konsep hukum mengenai benda yang berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai nilai disebut properti, yang bisa juga disebut sebagai aset, sebagai dasar penilaian properti.

Dalam hal ini pengertian real estate dengan kaitannya dengan nilai ekonomi adalah tanah kosong maupun tanah yang sudah dibangun berikut dengan sarana perlengkapan yang ada di atasnya (prasarana lingkungan, fasilitas social, dan utilitas umum). Sedangkan pengertian real property adalah hakj perorangan atau badan hukum untuk memiliki dalam arti menguasai tanah dengan suatu hak atas tanah, misalnya Hak Milik atau Hak Guna Bangunan berikut bangunan (permanen) yang didirikan di atasnya atau tanpa bangunan.

Dalam perkembangan dunia penilaian property, property dikelompokkan menjadi empat jenis property seperti berikut ini:

1). Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Bangunan (Real Property)

Real property meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate.

2). Benda Bergerak (Personal Property)

Benda bergerak (personal property) merujuk pada hak pemilikan atas suatu benda bergerak di dalam bagian-bagian benda selain real estate (tanah dan bangunan secara fisik).

3). Kegiatan Usaha (Business)

Kegiatan usaha (business) adalah setiap kegiatan di bidang komersial, industri, jasa ata investasi yang menyelenggarakan aktivitas ekonomi.

4). Hak Kepemilikan secara Finansial (Financial Interest)

Hak kepemilikan secara finansial di dalam properti berasal dari pembagian hukum atas hak kepemilikan saham dalam kegiatan bisnisdan hak atas penguasaan tanah dan bangunan (Real property).

5.5. Perspektif Transformasi Pengelolaan Ekonomi Nasional

Melihat gambaran tersebut, nampaknya masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan terkait dengan evaluasi atas kinerja pengelolaan ekonomi dan harta kekayaan Negara tersebut. Perspektif terebut dapat menjadi wacana baru dalam pengeloalaan ekonomi nasional, mengingat cukup banyak manfaat dan keuntungan diperoleh.

Keberadaan visi, misi, dan tujuan pengelolaan harta kekayaan Negara yang jelas dan transparan akan memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak. Adapun manfaat yang bisa dirasakan dari pengelolaan harta kekayaan Negara yang optimal adalah:

Mengetahui nilai eksisting dan nilai potensi serta lokasi harta kekayaan Negara yang sangat bermanfaat dalam rangkan mendukung penguatan struktur ekonomi nasional.

Mempermudah pengendalian, efisiensi pemanfaatan, dan optimalisasi pemanfaatan harta kekayaan Negara.

Mendukung dan mendorong peningkatan kemampuan manajemen dan bisnis bagi institusi yang menguasai dan mengelola harta kekayaan Negara dalam rangka mengoptimalkan manfaat dan potensi yang ada.

5.6. Sistem Pengelolaan Harta Kekayaan Negara dengan Penyusunan Undang-undang Harta Kekayaan Negara (UU-HKN).

Dasar pengelolaan harta kekayaan Negara (HKN) selama ini adalah pasal 33 UUD 1945, di mana banyak pihak yang berpendapat bahwa pasal tersebut kurang sempurna dan menginginkan adanya amandemen. Pentingnya pembangunan berkelanjutan telah tercantum dalam salah satu ayat tambahan pada amandemen tersebut. Terlepas dari amandemen yang telah dilakukan, amandemen sebaiknya mencakup hal-hal yang relevan dengan keperluan sekarang, misalnya tentang:

Peranan dan kedudukan penanaman modal asing sebagai pelengkap dalam pendanaan untuk memperlancar pembangunan demokrasi ekonomi.

Penanganan aset Negara baik tanah dan bangunan maupun aset lainnya secara terpadu dan terarah dengan membentuk badan pengelola, namanya diusulkan, yaitu Badan Manajemen Aset Negara.

Undang-undang HKN sangat diperlukan di Indonesia mengingat nilai dari HKN di Indonesia diperkirakan mencapai jutaan triliun rupiahdan tidak jelas wujudnya, dimana keberadaannya, siapa pemiliknya, dan bagaimana pengelolaannya. Oleh karena itu diperlukan suatu proses inventarisasi aset yang mencakup database dan system informasi manajemen aset (SIMA), suatu proses legal audit, optimalisasi aset (termasuk penilaian), dan analisis potensi ekonomi daerah.

Single identity number dapat memanfaatkan data yang sudah ada di Direktorat PBB, Ditjen Pajak.Seperti kita ketahui bahwa di PBB tersimpan data aset berupa tanah dan bangunan yang sudah tersisitem dengan baik. Karakterisitik data yang dipergunakan pada PBB tersebut terkait dengandengan aspek ruang dan waktu yang mengarah pada pemanfaatan suatu system informasi geografis (SIG)/ geographic information system (GIS). Dengan data yang akurat dan sistem yang dibangun untuk kepentingan banyak pihak akan membuat system pelayanan yang sinergis.

Kegiatan penilaian merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat dalam menilai HKN di Indonesia pada aset fisiknya. Kegiatan penilaian aset dengan benar adalah awal pengelolaan aset dengan benar pula. Bagaimanapun, pengelolaan HKN harus melibatkan tiga lembaga tinggi Negara yaitu: eksekutif, yudikatif dan legislatif. Dari sisi eksekutif, pengelolaan HKN adalah pleh pemerintah pusat dan daerah. Pengelolaan daya alam yang terkait dengan lingkungan agar sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, di mana hal tersebut sudah diatur dalam Propenas (Program Pembangunan Nasional). Pembangunan berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya

secara benar sehingga dapat lestari atau berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya secara benar dimulai dari inventarisasi sumber daya secara benar juga, sehingga kondisi eksisiting dari sumber daya diketahui dengan pasti guna untuk menyusun planning ke depan dengan benar.

5.7. Pentingnya BMAN dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah untuk Tetap Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kemandirian, serta Pembangunan Berkelanjutan Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 beserta Amandemennya

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan.

Koordinasi antar pusat daerah dan antardaerah yang dalam sub bab 8.6 Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dan Badan Pengendalian Otonomi Daerah digambarkan idealnya dilakukan oleh lembaga independen seperti misalnya dengan pembentukan Badan Pengendalian Otonomi Daerah (BPOD) adalah dalam rangka mengatasi permasalahan yang timbul.

Dengan pembentukan BMAN, aset total secara keseluruhan yang ada di Indonesia dapat di inventarisasi, termasuk yang berada di daerah-daerah. Pembentukan BMAN harus berdasarkan pada undang-undang. Dan undang-undang yang dapat melahirkan badan tersebut adalah Undang-undang Harta Kekayaan Negara (UU-HKN). Ide mengenai Rancangan UU-HKN telah diajukan ke DPR namun belum ada kejelasan kelanjutannya. Hal tersebut sangat berguna dalam mendukung pelaksanaan ekonomi daerah, terutama untuk koordinasi pusat daerah dalam menentukan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Selain itu juga untuk menjaga keberlanjutan pembangunan karena dengan mengetahui kondisi eksisting dan potensinya dengan tepat, kita akan dapat memprediksi sampai generasi ke berapa kekayaan alam yang tak tergantikan dapat dinikmati sambil mencari alternatif lain. Dalam kaitannya dengan aset berdasarkan pembangunan berkelanjutan, BMAN akan dapat mengetahui, berapa potensi sumber daya alam, seberapa tinggi tingkat kemampuan sumber daya manusianya, dan seberapa besar infrastruktur yang tersedia untuk mengoptimalkan SDA dan SDM-nya.

Skala prioritas yang ditetapkan dalam pembangunan benar-benar akan tepat sesuai dengan tingkat kepentingannya. Daerah minim SDA, SDM dan infrastruktur secara pelan tetapi pasti dibimbing untuk menjadi daerah yang mampu mandiri, baik dengan menjadikannya sebagai daerah pendukung bagi daerah lainnya seperti pelabuhan untuk transit maupun daerah pariwisata bila memungkinkan.

Untuk dapat mengimplementasikan pembentukan UU tentang HKN tersebut, dapat dimulai dari sekretariat Negara, yang fungsinya sebagai pembantu presiden. Bagi presiden yang bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, pengetahuan yang pasti tentang HKN sangat diperlukan. Ibarat seorang manajer sebuah perusahaan harus mengetahui tentang aset-asetnya sebelum menentukan kebijakan-kebijakan penting dalam perusahaannya.

LEMBAGA BANK TANAH (LAND BANKING) SEBAGAI SALAH SATU ALAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

ola pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bertujuan demi kesejahteran umat manusia, yakni

meningkatkan kualitas hidup dengan tetap memelihara lingkungan. Jadi pemeliharaan lingkungan tanpa suatu peningkatan kualitas hidup adalah sia-sia. Demikian juga bila

peningkatan kualiytas hidup tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok orang dapat berakibat munculnya rasa ketidakadilan. Untuk itu penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang harus dimonitor dengan suatu indicator bahwa peningkatan kualitas hidup seyogianya dinikmati oleh semua orang atau mayoritas.

P

Intensitas pembangunan di Indonesia yang semakin meningkat terutama dengan program industrialisasi di masa orde baru yang mengakibatkan keterbatasan persediaan tanah membawa dampak semakin sulitnya memperoleh tanah dengan harga yang wajar untuk berbagai keperluan.

BAB

VII

Harga tanah sering melonjak secara tidak terkendali, hal ini membuat pemerintah semakin sulit melakukan pembangunan khususnya untuk penyediaan prasarana dan fasilitas umum.Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dibentuk sebuah lembaga bank tanah (land banking) sebagai kegiatan penting yang harus diselenggarakan pemerintah, dalam rangka menyediakan tanah untuk keperluan kegiatan pembangunan.

Pemerintah sangat perlu melaksanakan bank tanah untuk menjaga suplai tanah di kota-kota besar dan mengatur distribusinya secara adil, yakni untuk golongan bawah dan menengah. Bank tanah dapat dipakai untuk mengatur distribusi tanah untuk pengembang, yakni untuk membatasi waktu izin lokal yang diberikan dan pelaksanaan penggarapannya.

Masalah mendesak yang pelu dapat mendapat perhatian di Indonesia terutama di kota-kota besar adalah masalah distribusi lahan yang tidak merata. Akibat lebih lanjut adalah minimnya tingkat kualitas perumahan secara umum. Dari lingkungan hunian yang berimpitan tidak beraturan inilah, mengakibatkan lahirnya rasa ketidakadilan social dan semakin bertambahnya tingkat kriminalitas.

6.1. Konsep Dasar Bank Tanah dalam Kaitannya dengan Penyediaan Satu Rumah untuk Satu Keluarga

Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dengan konsep Pancasila tidak akan pernah terwujud bila tidak dimulai dengan keadilan dalam distribusi aset berupa tanah. Aset-aset yang dapat diinventarisasi dan melalui peraturan dapat ditampung oleh bank tanah untuk selanjutnya didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan, adalah tanah-tanah yang antara lain masuk dalam kategori sebagai berikut:

- Aset-aset yang berada dibawah penguasaan BPPN, di mana ternyata banyak yang kembalike pemilik lama dengan harga murah lewat mekanisme perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dan PPAP.

- Aset-aset BUMN yang idle dan tidak digunakan untuk kepentingan bisnis BUMN itu sendiri sebaiknya digunakan untuk yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.

- Aset-aset departemen, lembaga/non lembaga pemerintah di mana banyak juga yang idle. Kasus ruislag tanah Bulog yang menghebohkan adalah salah satu contoh tidak optimalnya pengelolaan tersebut.

- Aset-aset pemda perlu diinventarisasi karena banyak yang tidak jelas statusnya. Status tanah tersebut harus diperjelas karena tujuannya untuk kepentingan masyarakat setempat yang benar-benar membutuhkan.

- Penguasaan berlebih oleh konglomerat seperti yang terjadi pada hak pengusahaan hutan (HPH), telah menimbulkan gejolak social di daerah-daerah HPH tersebut.

- Aset-aset berupa tanah lainnya yang dapat dikuasai oleh bank tanah melalui peraturan yang pasti dan berkekuatan hukum.

6.2. Tujuan, Fungsi dan Manfaat dari Lembaga Bank Tanah

Dalam buku “Harta Kekayaan Negara” karangan penulis ditegaskan bahwa tujuan, fungsi dan manfaat lembaga bank tanah harus mencerminkan dan mewujudkan pandangan dan paradigma baru tentang pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang menekankan keberpihakan pada rakyat.

Adapun tujuan dari pembentukan land banking, sebaiknya meliputi:

1. Menjamin tujuan dan kepentingan yang dirumuskan dalam UUD 1945 Pasal 33 beserta amandemennya.

2. Mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan, adil dan merata bagi kepentingan rakyat banyak.

3. Mampu mengendalikan perkembangan wilayah secara efisien dan efektif.

4. Mampu mengendalikan penguasaan dan pemanfaatan tanah secara adil dan wajar dalam melaksanakan pembangunan.

Sedangkan fungsi dari land banking adalah

1. Land Keeper Inventarisasi dan pengembangan database tanah Administrasi dan system informasi pertanahan

2. Land Warrantee Mengamankan penyediaan tanah untuk pembangunan Menjamin nilai tanah dan efisiensi pasar tanah yang berkeadilan

Mengamankan peruntukan dan pemanfaatan tanah secara optimal (highest and best use)

3. Land Purchaser Penguasaan tanah Penetapan harga tanah yang terkait dengan persepsi kesamaan

nilai tanah yang satu (PBB dan BPN)4. Land Valuer

Melakukan penilaian tanah yang obyektif dalam menciptakan satu sistem nilai dalam penetuan nilai tanah yang berlaku untuk berbagai keperluan.

Menentukan acuan nilai tanah yang baku untuk berbagai keperluan

5. Land Distributor Menjamin distribusi tanah yang wajar dan adil berdasarkan

kesatuan nilai tanah. Mengamankan perencanaan, penyediaan tanah dan distribusi

tanah6. Land management

Melakukan manajemen pertanahan yang merupakan bagian dari manajemen aset secara keseluruhan

Melakukan analisis, penetapan strategi dan pengelolaan implementasi berkaitan dengan pertanahan

Keberadaan land banking diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

Mampu mengendalikan keseimbangan antara kebutuhan tanah untuk pembangunan dan ketersediaan tanah

Mampu mengendalikan mekanisme pasar tanah yang menjamin efisiensi dan rasionalitas harga tanah

Mampu mengendalikandan dan menjamin nilai tanah yang wajar dan adil

Mampu memadukan kebijakan, strategi, implementasi, dan evaluasi yang berkaitan dengan tanah

6.3. landasan Hukum yang Dapat Digunakan untuk Mewujudkan Lembaga Bank Tanah

Mengingat begitu luasnya tujuan, fungsi dan manfaat lembaga bank tanah seperti uraian di atas, dibutuhkan dasar hukum yang kuat dan mampu

mewujudkan aturan yang menjamin pelaksanaan dari tujuan, fungsi dan manfaat tersebut.

Adapun hal-hal yang dapat dan akan dapat dijadikan dasar hokum dalam mewujudkan lembaga bank tanah dalah sebagai berikut:

6.3.1. UUD 45 Pasal 33 beserta Amandemennya

Pada pasal 33 ayat 3 UUD 45 beserta penjelasannya dengan jelas menyebut bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ayat 3 ini masih dipertegas lagi dalam ayat 4 beserta penjelasannya mengenai demokrasi, dimana secar eksplisitjelas disebut mengenai mengutamakan kemakmuran masyarakat dan bukan orang perorang yang justru dapat menindas rakyat bila menguasai hajat hidup orang banyak.

6.3.2 TAP MPR RI No. XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi

Pasal 7

1. Pengelola dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya harus dilaksanakan secara adil dengan menghilangkan segala bentuk pemusatan penguasan dan pemilikan dalam rangka pengembangan kemampuan ekonomi usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat luas.

2. Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaaannya bagi pertunbuhan pertanian rakyat yang mampu melibatkan serta memberi sebesar-besarnya kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan koperasi.

6.4. Pentingnya Lembaga Bank Tanah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah

Dalam kaitannya degan pelaksanaan otonomi daerah, lembaga bank tanah ini jelas sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi daerah sangat diperlukan untuk kemajuan daerah, sementara pertumbuhan tersebut memerlukan aset yang diantaranya adalah tanah. Dengan demikian lembaga bank tanah adalah syarat mutlak sebagai salah satu pondasi dalam pembangunan ekonomi daerah. Banyak keuntungan lain yang akan didapat dengan adanya bank tanah dalam pelaksanaan otonomi daerah, antara lain:

- Investor akan merasa lebih aman berinvestasi ke daerah yang sudah ada bank tanahnya, karena jaminan peruntukannya menjadi lebih jelas.

- Investor yang membutuhkan lahan baru untuk pengembangan usaha prosesnya akan lebih mudah karena dapat melihat data di bank tanah dan tinggal menyelesaikan masalah legalitasnya bila ada lahan yang diminati.

- Bila tanah terdata dan terklarifikasi dengan jelas, penetapan pajak daerah akan lebih cepat, akurat dan obyek pajak akan menjadi lebih banyak karena semua dapat terdata dengan baik.

- Peningkatan produktivitas Land Use karena banyak aet daerah yang idle, dimana aset yang seharusnya dapat menghasilkan tersebut tidak menghasilkan apa-apa bahkan menimbulkan biaya perawatan.

- Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) akan lebih mudah dilakukan karena aset daerah terdata dengan jelas.

- Koordinasi dengan pemerintah dalam hal aset pusat yang berada di daerah dan aset daerah yang berada dipusat akan lebih mudah dilakukan.

- Penentuan Dana Alokasi Umum oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan lebih tepat karena pendapatan daerah dapat dihitung dengan tepat pula karena asetnya terdata dengan jelas.

Motivasi dari pendirian lembaga bank tanh tidak cukup hanya dengan motivasi ekonomi. Tanpa didorong oleh niat baik untuk tujuan sosial tersebut, pendirian lembaga bank tanah hanyalah mimpi belaka, sebb banyak pihak yang akan dirugikan dengan pendirian lembaga tersebut, yaitu pihak-pihak yang selama ini hanya berpikir secara komersial tanpa kesadaran akan pembangunan berkelanjutan. Lembaga bank tanah dan peremajaan pemukiman kumuh (urban renewal) yang merupakan tool dari pelaksanaan prinsip pembangunan berkelanjutan merupakan jalan keluar nyata dari permasalahan yang terjadi, yakni dimulai dari keluarga, dan keluarga membutuhkan rumah.

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH (URBAN RENEWAL) SEBAGAI BAGIAN DARI MASALAH SOSIAL DALAM PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BAB

VII

aat ini, pemerintah menetapkan bahwa penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas tertinggi. Hal ini termuat dalam Undang-undang

nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin tahun 2002 tercatat 38,4 juta jiwa atau 18,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Sebelum krisis, tahun 1996, jumlah penduduk miskin ada 22,5 juta jiwa atau 11,3% penduduk. Tahun 1999 menjadi 47,97 juta jiwa (15,64 juta jiwa di perkotaan dan sisanya di pedesaan).

S

7.1. Kemiskinan dan Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan kesejahteraan manusia terlebih dahulu merupakan koreksi terhadap pembangunan yang telah dijalankan selama ini, yaitu hasil yang dicapai di samping pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga dibarengi dengan kemiskinan yang semakin meningkat.

7.1.1 Kemiskinan di Negara-negara Sedang Berkembang

Komisi World Health Organisation (WHO) PBB memperkirakan bahwa 8 juta orang bosa diselamatkan setiap tahun melalui dana yang mencukupi. Kenyataannya Negara-negara kaya hanya memberikan US$ 2 per orang sehingga tak memungkinkan diadakannya pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kemiskinan tersebut sebagian besar terjadi di Negara-negara berkembang. Baldwin and Meier mengemukakan enam sifat ekonomis yang terdapat di Negara-negara “miskin” atau sedang berkembang sebagai berikut ini:

1). Produsen Barang-barang Primer

Produksi primer adalah produksi dari sector pertanian, kehutanan dan perikanan. Produksi sekunder meliputi hasil-hasil sektor industri, pertambangan dan bangunan. Sedangkan tersier mencakup hasil dari jasa-jasa seperti listrik, air minum, pemeliharaan kesehatan, pengangkutan, perdagangan, penyimpanan dan perhubungan. Konsentrasi pada produksi

primer ini disebabkan negara-negara berkembang memiliki faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja yang relative banyak.

2). Masalah Tekanan Penduduk

Pertumbuhan penduduk yang menurut hukum Malthus sesuai dengan deret ukur, sementara pertumbuhan bahan pangan hanya bertambah sesuai dengan deret hitung telah menimbulkan masalah tekanan penduduk. Tekanan penduduk dapat berbentuk sebagai berikut:

a) Adanya penganguran di desa-desab) Kenaikan jumlah penduduk yang pesatc) Tingkatkelahiran yang tinggi tersebut menyebabkan semakin

besarnya jumlah anak-anak yang menjadi tanggungan orang tua, sehingga menurunkan tingkat konsumsi rata-rata.

3). Sumber-sumber Alam Belum Banyak Diolah

4). Penduduk Masih Terbelakang

5). Kekurangan Kapital

6). Orientasi ke Perdagangan Luar Negeri

Sebagian besar negara berkembang mempunyai orientasi perdagangan ke luar negeri untuk memperdagangkan produk primernya. Barang-barang produksi primer yang diekspor ini tidakmenunjukkan adanya suatu surplus (kelebihan) di atas kebutuhan dalam negeri, tetapi sebenarnya karena ketidakmampuan dalam mengolah barang-barang tersebut menjadi lebih berguna atau lebih mempunyai nilai tambah.

7.1.2. Pembangunan Berkelanjutan Merupakan Penyelesaian Masalah Kemiskinan secara Konstruktif

Bila kita meninjau dari perspektif pembangunan berkelanjutan, di mana kekurangan kita adalah pada sumber daya manusia dan infrastruktur, sehingga sumber daya alam yang melimpah tidak dapat dikelola dengan maksimal. Penyusunan neraca yang memuat nilai potensi dan nilai eksisting sumber daya daerah berdasar konsep pembangunan berkelanjutan yaitu SDA, SDM dan infrastruktur merupakan dasar yang kokoh dalam mengoptimalkan sumber daya daerah. Hal ini mampu mengatasi masalah kemiskinan di daerah-daerah.

7.1.3. Subsidi dan Masalah Kemiskinan

Subsidi dan masalah kemiskinan merupakan masalah internasional, sebab kemiskinan sebenarnya adalah residu dari pembangunan berdasarkan konsep kapitalisme barat. Intervensi dari pemerintah diperlukan untuk menutup kelemahan dari konsep kapitalisme ini dalam bentuk subsidi.

7.1.4. Subsidi dan Konsep Ekonomi Islam

Bila kita cermati metode subsidi dan bantuan dalam konsep kapitalisme barat, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep zakat, infak dan sedekah dalam konsep ekonomi Islam. Hitungan 2,5% yang ditentukan sebagai zakat dalamkonsep ekonomi Islam bila diterapkan secara komprehensif dan terkoordinasi dengan baik akan sangat efektif seperti pemberian subsidi.

7.1.5. Alternatif dalam Penyelesaian Masalah Kemiskinan

Menurut Ketua Bappenas, Kwik Kian Gie, ada empat strategi untuk menanggulangi kemiskinan. Pertama, penciptaan kesempatan berkaitan dengan sasaran pemulihan ekonomi makro. Kedua, pemberdayaan masyarakat, berkaitan dengan penyediaan akses masyarakat miskin dengan sumberdaya ekonomi dan keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan. Ketiga, peningkatan kemampuan berkaitan dengan sasaran peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan pangan, perumahan agar masyarakat memiliki produktivitas. Keempat, perlindungan social, berkaitan dengan sasaran pemberian jaminan kehidupan bagi masyarakat yang mengalami kecacatan, fakir miskin, keterisolasian, konflik social dan kehilangan pekerjaan sehingga berpotensi menjadi miskin.

7.2. Upaya Pencegahan Terjadinya Pemukiman Kumuh

Urbanisasi adalah penyebab utama terjadinya permukiman kumuh di kawasan perkotaan, untuk itu pencegahan yang paling efektif dari munculnya permukiman kumuh adalah bagaimana caranya agar tidak terjadi urbanisasi.

7.2.1. Penciptaan Lapangan Kerja di Sektor Pertanian

Masalah utama pada sektor pertanian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah hak kepemilikan lahan. Struktur kepemilikan lahan yang tidak merata merupakan penyebab utama ketimpangan distribusi pendapatan dan kesejahteraan di daerah perdesaan. Di samping masalah kepemilikan lahan, masalah semakin sempitnya lahan pertanian dari tahun ke tahun juga menyebabkan semakin sempitnya

lapangan kerja di sektor pertanian. Kemudian dibuatlah program land reform untuk mengatsi hal ini yang biasanya meliputi redistribusi hak-hak kepemilikanlahan dan/atau pembatasan penggunaan lahan yang terlalu luas oleh tuan-tuan tanah, serta membagikannya pada para petani.

7.2.2. Penciptaan Lapangan Kerja di Sektor Non Pertanian

Meskipun sebagian besar penduduk pedesaan hidup di sekti samping utnuk mengantisipasi dari kegagalan pelaksanaan land reform, juga untuk mengimbangi lapangan kerja di perkotaan yang merupakan lapangan kerja di sektor non pertanian. Otonomi daerah telah membuka peluang yang sebsar-besarnya bagi penciptaan lapangan kerja di sektor non pertanian ini.

Kewajiban dari pemerintah daerah adalah mempersiapkan tenaga-tenaga local agar mampu bekerja pada perusahaan swasta lokal/asing yang akan dibuka didaerahnya. Hal yang harus lebih diutamakan dalam penciptaan lapangan pekerjaan di sektor non pertanian adalah membuka kesempatan berusaha yang seluas-luasnya di daerah perdesaan.

7.3. Pelaksanaan Peremajaan Permukiman Kumuh (Urban Renewal)

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) pada tahun 1994 membentuk kelompok kerja (Pokja) dalam rangka peremajaan permukiman kumuh (urban renewal), dimana penulis terlibat di dalamnya. Paket kerjasama terpadu pada dasarnya (intinya) mencakup 3 (tiga) kepentingan, yang saling mendukung, yaitu:

- Pemerintah daerah

- Developer/investor swasta

- Bekas penghuni permukiman kumuh

7.3.1 Tujuan

Tujuan pelaksanaan paket kerja samaterpadu adalah sebagai berikut:

a) Peningkatan kesejahteraan penghuni permukiman kumuh sebagai sumber daya manusia (SDM) dan sebagai warga kota akan mendapatkan hunian yang sehat dan sekaligus pembinaan untuk peningkkatan taraf hidup serta penghasilannya.

b) Pemerataan hasil pembangunan antara pembangunan antara pemerintah daerah, pengusaha swasta dan warga kota dalam suasana aman, tertib, lancar dan serasi (ATLAS).

7.3.2. Penanganan

a) Merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

b) Harus menjadi bagian yang integral dari kegiatan pembangunan di bagian wilayah kota yang bersangkutan.

c) Penataaan areal tanahnya melalui pendekatan konsolidasi tanah perkotaan (urban land consolidation) dalam rangka melaksanakan pembangunan tanapa menggusur.

d) Subsidi silang (cross subsidize) dari masyarakat mampu kepada warga yang kurang mampu melalui kerja sama investasi antara investor swasta dan pemerintah daerah.

7.3.3. Sumber Pembiayaannya

(1) Pinjaman dari bank

(2) Menjual Obligasi

(3) Menjual saham

(4) Menjual kavling siap bangun (KSB)

(5) Joint Venture dengan investor asing (jika diperlukan)

7.3.4. Mekanisme Pengawasan dan Pengamanannya

Pengawasan dan pengamanan proyeknya melalui:

(1) Penunjukan konsultan, khususnya penilai yang independen untuk menetapakan biaya kompensasi (bukan sekedar ganti rugi) dalam pembebasan areal tanahnya.

(2) Penunjukan konsultan yang independen untuk mengawasi pelaksanaan proyek urban renewal, agar developer/investor swasta yang bersangkutan benar-benar mengembangkan dan membangun di atas areal tanah tersebut sesuai dengan rencana proyeknya yang teah diatur dalam perjanjian kerjasama yang bersangkutan.

7.3.5. Hak dan Kewajiban Paket Kerjasama Terpadu bagi Pemerintah Daerah, Developer/Investor Swasta, dan Bekas Penghuni Permukiman Kumuh.

Dalam paket kerjasama terpadu tersebut terdapat keuntungan/manfaat yang merupakan hak bagi pihak-pihak yang bersangkutan, namun sekaligus juga terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi agar paket kerjasama tersebut dapat berjalan lancar dan menghasilkan output seperti yang diharapkan. Adapun hak kewajiban bagi piahk-pihak terkait tersebut diuraikan sebagai berikut:

7.3.5.1. Hak dan Kewajiban bagi Pemerintah Daerah Setempat

Menguasai areal tanah dengan status hak pengelolaan (HPL) Mengendalikan dan mengatur penguasaan dan penggunaan

tanah secara konsepsional dan terpadu (di atas areal tanah HPL). Penyediaan permukiman yang layak huni: rumah susun

sederhana dan sarana usahanya sebagai upaya untuk: Mengurangi permukiman kumuh dan berperan serta

dalammengentaskan kemiskinan. Mencegah/mengurangi kriminalitas Membudayakan hidup dirumah susun sebagai wujud dari

kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah setempat.

7.3.5.2. Hak dan Kewajiban bagi Developer/Investor Swasta

Memperoleh areal tanah status HGB yang lokasinya strategis. Mengembangkan areal tanahnya menjadi mix use (super block). Ikut mewujudkan tanggung jawab social dan kepedulian sosial. Ikut bertanggung jawab atas kualitas sumber daya manusia (SDM)

dengan menyelenggarakan pendidikan dabergunan latihan keterampilan sehubungan dengan mata pencaharian pokoknya.

7.3.5.3. Hak dan Kewajiban bagi Bekas Penghuni Permukiman Kumuh (yang areanya diremajakan)

Mendapatkan rumah susun sederhana yang layak huni dengan cara menyewa atau membeli.

Mendapatkan nilai lebih berupa pelatihan keterampilan yang berguna untuk meningkatkan penghasilannya atau keterampilan lain utnuk alih profesi.

Berperan serta dalam mewujudkan lingkungan yang sehat, dan terbinanya suasana ATLAS di lingkungan pemukiman yang baru.

7.3.5.4 Manfaat bagi Bekas Penghuni Permukiman Kumuh (yang Arealnya Diremajakan)

Suasana hidup dalam kebersamaan/kekeluargaan tetap dapat dilanjutkan.

Relatif dekat dengan tempat kerjanya karena hunian dan sarana usahanya dibangun di bekas tempat semula.

Diharapkan tidak lagi dibebani biaya transportasi yang tinggi. Dapat membina keluarganya dengan sejahtera dan menjadi keluarga

yang sakinah.

7.4. Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 yang Terkait dengan Penyelesaian Permasalahan Permukiman Kumuh (Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 2000 Tanggal 20 November 2000)

Bila Program Pembangunan Nasional (Propenas), seperti sudah disinggung pada bab 3 Pembangunan berkelanjutan di Indonesia khususnya untuk mempercepat pengembangan wilayah da pemerataan pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar, permasalahan pemukiman kumuh otomatis dapat terselesaikan.

Dalam Propenas mengenai Pembangunan Daerah disebutkan, untuk mempercepat pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan sudah terkandung isi dari pemecahan permukiman kumuh. Dalam program nasional mempercepat pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan, arah kebijakan dalam GBHN adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

7.4.1. Peningkatan Ekonomi Wilayah

a. Tujuan dan Saran

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan memperhatikan keunggulan komparatif dn keunggulan kompetitif daerah melalui peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap faktor-faktor produksi.

b. Kegiatan pokok

1. Pengembangan jaringan dan pengelolaan prasarana dan sarana ekonomi wilayah;

2. Pengembangan kapasitas kelembagaan ekonomi lokal;3. Penyediaan faktor produksi;4. Penyediaan bantuan alih teknologi dan manajamen produksi termasuk

pelayanan perbankan yang menjangkau masyarakat;5. Pengembangan kemitraan antar pelaku ekonomi dalam kegiatan

produksi dan pemasaran.

c. Indikator Kinerja

1. Meningkatkan aksesibilitas hingga ke daerah terpencil dan terisolasi2. Lancarnya aliran investasi dan produksi antar wilayah3. Semakin lengkapnya prasarana dan saranandi kawasan potensial,

cepat, tumbuh, transmigrasi, perbatasan dan tertinggal4. Berkembang/tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru5. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan terciptanya lapangan

usaha6. Berkembangnya usaha ekonomi masyarakat

7.4.2. Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh

Program ini untuk mengembangkan wilayah strategis yang sudah ada dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang potensial cepat tumbuh berdasarkan keunggulan geografis dan produk unggulan daerah yang berorientasi pada pasar lokal, regional, dan global.

7.4.3. Pembangunan Pedesaan

Tujuan dari program pembangunan perdesaan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi perdesaan yang berkeadilan dan mempercepat industrialisasi pedesaan.

7.4.4. Pengembangan Perumahan

Perumahan adalah salah satu kebutuhan dasar bagi peningkatan kualitas hidup manusia sehingga pengembangan perumahan yang sehat dan layak bagi masyarakat Indonesia merupakan wadah untuk pengembangan sumber daya masyarakat.

7.4.5. Pengembangan Perkotaan

Program pengembangan perkotaan ini bertujuan meningkatkan kinerja pengelolaan kota dalam rangka mewujudkan kota layak huni; menanggulangi masalah kemiskinan dan kerawanan sosial: memperkuat fungsi internal dan eksternal kota, serta mengupayakan sinergi pembangunan perkotaan dan perdesaan.

7.4.6. Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman

Program ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman yang baik yang berada di kawasan perkotaan maupun perdesaan; meningkatkan peranan dunia usaha/swasta dalam penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana permukiman; meningkatkan pemugaran, dan pelestarian kawasan bersejarah, dan kawasan tradisional; meningkatkan keamanan dan keselamatan bangunan.

7.4.7. Pembangunan Wilayah Tertinggal

Arah kebijakan GBHN dalam Pembangunan Wilayah Tertinggal adalah untuk meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di kawasan timur Indonesia, daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan prinsip desentralisasi dan ototnomi daerah.

7.4.8. Pengembangan Daerah Perbatasan

Program ini bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi wilayah perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain.

7.4.9. Penataan Ruang

Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem penyusunan rencana tata ruang, memantapkan pengelolaan pemanfaatan ruang, dan memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang terutama untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dankawasan-kawasan lindung.

7.4.10. Pengelolaan Pertanahan

Arah kebijakan GBHN dalam pengelolaan adalah mengembangkan kebijakan pertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan tanah secara adil, transparan dan produktif dengan mengutamakan hak-hak rakyat setempat, termasuk hak ulayat dan masyarakat adat serta berdsarkan tata ruang wilayah yang serasi dan seimbang.

7.4.11. Meningkatkatkan Pemberdayaan Masyarakat

Untuk mendukung amanat GBHN 1999-2004, program-program pembangunan yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut.

7.4.11.1 Penguatan Organisasi Masyarakat

Tujuan program ini adalah meningkatkan kapasitas organisasi sosial dan ekonomi masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat setempat sebagai wadah bagi pengembangan usaha produktif, pengembangan interaksi sosial, penguatan ketahanan sosial, pengelolaan potensi masyarakat setempat dan sumber daya dari pemerintah, serta wadah partisipasi dalam pengambilan keputusan publik.

7.4.11.2. Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan dan keberdayaan keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pelayanan umum berupa sarana dan prasarana sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, perumahan dan penyediaan sumber daya produksi. Sasaran yang ingin dicapai program ini adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin dan meningkatnya kondisi sosial ekonomi keluarga dan kelompok masyarakat yang miskin danberpotensi menjadi miskin.

7.4.12. Peningkatan Keswadayaan Masyarakat

Tujuan program ini adalah mengembangkan jaringan kerja keswadayaan masyarakat untuk meningkatkan keswadayaan dan memperkuat solidaritas dan ketahanan sosial kemasyarakatan dan membantu masyarakat miskin dan rentan sosial.

Bila kita kelompokkan, Propenas tersebut di atas dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga), pengelompokan berdasarkan ketiga aspek pokok tersebut adalah seperti berikut ini:

1. Aspek Teknik

2. Aspek Ekonomi

3. Aspek Sosial

Masalah peremajaan permukiman kumuh (urban renewal) di Indonesia sebenarnya merupakan masalah internasional, di mana hal tersebut merupakan fenomena yang wajar terjadi terutama dinegara-negara berkembang. Dengan demikian untuk mengatasi masalah permukiman kumuh harus dari dua sisi, yakni dari sisi daerah agar arus urbanisasi bisa dicegah/diturunkan dan dari sisi permukiman kumuh itu sendiri melalui peremajaan permukiman kumuh.