20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat. Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang lain. Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pekerjaan profesi antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan, hakim, pengacara, akuntan, dan lain-lain. Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua masyarakat harus mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi pelanggar etika sanksinya adalah ‘moral” sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman (pidana atau perdata).1 Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terkait pada etika dan hukum, atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan hukum, peraturan. Perudangan-undangan yang berlaku. Apabila petugas kesehatan melanggar kode etik profesi

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ANJING

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.

Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang lain.Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pekerjaan profesi antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan, hakim, pengacara, akuntan, dan lain-lain.

Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua masyarakat harus mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi pelanggar etika sanksinya adalah moral sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman (pidana atau perdata).1

Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terkait pada etika dan hukum, atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan hukum, peraturan. Perudangan-undangan yang berlaku. Apabila petugas kesehatan melanggar kode etik profesi akan memperoleh sanksi etika dari organisasi profesinya, dan mungkin apabila juga melanggar ketentuan peraturan atau perudangan-undangan, juga akan memperoleh sanksi hukum (pidana atau perdana).

Persoalan biaya pelayanan kesehatan di rumah sakit semangkin kompleks dan krusial, karena pada saat otonomi daerah diberlakukan, rumah sakit tidak lagi sebagai unit pelaksana teknis, tetapi rumah sakit menjadi lembaga teknis. Akibatnya, masyarakat yang tergolong tidak mampu semangkin jauh dari jangkauan harapan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Persoalan klasik yang dihadapi adalah menyangkut masalah biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit yang kian tak terjangkau.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana rumah sakit dilema etik dan komersialisasi dalam pelayanan kesehatan

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui rumah sakit dilema etik dan hokum kesehatan

Tujuan KhususUntuk mengetahui konsep dasar etika

b. Untuk mengetahui ruangk lingkup kesehatan

c Untuk mengetahui pelayanan kesehatan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ruang lingkup kesehatan

Ruang lingkup hukum kesehatan meliputi sebagai berikut :

Hukum Medis (Medical Law);Hukum Keperawatan (Nurse Law);Hukum Rumah Sakit (Hospital Law);Hukum Pencemaran Lingkungan (Environmental Law);Hukum Limbah (dari industri, rumah tangga, dsb);Hukum peralatan yang memakai X-ray (Cobalt, nuclear);Hukum Keselamatan Kerja;dan Peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

Hukum Kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk peraturan khusus, tetapi letaknya tercecer dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan. Dapat diketemukan di dalam pasal-pasal khusus yang ada kaitannya dengan bidang kesehatan. Hukum Kesehatan merupakan suatu conglomeraat dari peraturan-peraturan dari sumber yang berlainan (Peter Ippel : Tijdschrift voor Gezondheidsrecht No. 86/4, 1986, hal 218.)

Batasan Ruang Lingkup Hukum Kesehatan

Hukum Kesehatan adalah penggabungan dari dua disiplin yang tertua, yaitu Hukum dan Medis. Kedua ilmu bekerja sama dengan bidang medis tetap mempertahankan wilayah keilmuan masing-masing. Di sini terletak kendala dalam perkembangan hukum medisnya. Karena Hukum Medis adalah cabang dari ilmu hukum, maka sebagai suatu cabang harus memenuhi prinsip-prinsip ilmu hukum. Disiplin medis merupakan komponen yang dibutuhkan oleh Hukum Medis, disiplin medis berfungsi untuk mengisi bidang-bidang tertentu yang diperlukan oleh hukum medis.

Pengertian Terminologi Hukum Kesehatan

Dunia ilmu sudah sejak lama merintis adanya disiplin baru yaitu Hukum Kedokteran, atau Hukum Medik sebagai terjemahan dari Medical Law. Atau juga ada yang menyebut Hukum Kesehatan atau Health Law atau Gezondheidsrech. Batasan ruang lingkup pengertian ini sangat penting artinya, karena akan relevan dengan perkembangannya di dunia internasional. Perkembangan bidang hukum baru ini di negara-negara yang menganut sistem kodifikasi seperti halnya Negeri Belanda, Perancis dan Jerman, agak berbeda bila dibandingkan dengan Negara-Negara yang menganut sistim kebiasaan (common law), seperti Amerika Serikat, Australia dan Inggris. Sehingga perlu ditetapkan batasan ruang lingkup pengertiannya, sehingga pembahasannya juga akan jelas.

Mengenai penyebutannya misalnya, Negara-Negara Eropa ( Belanda, Prancis, Jerman dan sebagainya) mempergunakan Pengantar Hukum Kesehatan dan masuk dalam kurikulum fakultas hukum. Penggunaannya belum terlalu lama dan penting adanya pemahaman yang sama tentang ruang lingkup dan pengertian hukum kesehatan, karena masih ada pendapat yang keliru, menganggap hukum kesehatan identik dengan hukum kedokteran. Kemudian belum pula ada pemahaman antara lingkup hukum kesehatan dan ilmu kedokteran kehakiman. Selanjutnya perlu juga dipahami bahwa dalam hukum kesehatan dikenal pendekatan dua ilmu, yaitu ilmu kesehatan / kedokteran dan ilmu hukum yang disebut pendekatan medicolegal.

Memakai istilahkan Medical Law, atau Medical Recht, sementara di Amerika, Inggris dan Australia lebih menyukai istilah Health Law atau hukum kesehatan.

B. Ruang Lingkup, Objek dan Subjek Hukum Kesehatan.

Seorang sarjana Belanda Leenen memberikan batasan ruang lingkup hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan hukum di bidang pemeliharaan kesehatan beserta studi ilmiahnya. Dari batasan ruang lingkup tersebut semakin jelas apa yang dimaksud dengan bidang hukum baru ini yaitu hal-hal yang menyangkut kesehatan yang berlaku disemua negara dan yang bersumber tidak saja pada hukum perundang-undangan, tetapi juga meliputi peraturan-peraturan internasional, asas-asas yang berlaku di dunia internasional, hukum yurisprudensi, serta doktrin ilmu pengetahuan dan kepustakaan.

Subjek Hukum Kesehatan adalah Pasien dan tenaga kesehatan termasuk institusi kesehatan sedangkan objek Hukum Kesehatan adalah perawatan kesehatan (Zorg voor de gezondheid).

Secara harafiah Gezondheidsrecht mengandung konotasi kearah pengertian health law atau hukum kesehatan, yang mencakup ruang lingkup yang lebih luas daripada sekedar produk profesi medik. Sedang medisch recth atau medical law lebih sempit, dan hanya mencakup segi medik sebagai produk profesi medik. Gezodheidsrecht atau health law dapat mencakup ruang lingkup yang luas, seperti misalnya masalah farmasi, keluarga berencana, pusat kesehatan masyarakat, asuransi kesehatan, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan dan lain sebagainya.

Sumber Hukum Kesehatan

Sumber dari hukum kesehatan adalah; peraturan perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung mengatur masalah bidang kesehatan, termasuk peraturan-peraturan internasional. Asas asas yang berlaku antar negara dalam perhubungan internasional, kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus menerus dalam bidang kesehatan, yurisprudensi atau keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap di bidang kesehatan / kedokteran dan doktrin ilmu pengetahuan.

Ide Dasar Perlindungan Pasien

Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan kemajuan teknoligi di bidang kesehatan biasanya juga tidak bebas dari permasalahan hukum seperti Malpraktek yang mulai menggejala di tahun empat puluhan, membawa pengaruh terhadap rumah sakit. Pada awalnya tujuan didirikan RS adalah memberi pelayanan dan orientasinya bukan ekonomi tetapi sosial, seperti memberikan pelayanan bagi korbam perang atau pendirian rumah sakit yang dilakukan oleh organisasi keagamanan dengan bermaksud memberi pertolongan bagi masyarakat sejalan dengan misi agama yaitu mengasihi sesama manusia.

Dengan orientasi pelayanan demikian rumah sakit (RS) pada waktu itu memiliki sifat kekebalannya (imunity). Selanjutnya dengan dimulainya era industri kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, yang diikuti dengan berkembang-biaknya bisnis rumah sakit dan medical group sehingga bagi rumah sakit yang bergerak di bidang sosial dan rumah sakit pemerintah mulai dipersoalkan. RS secara terbatas dianggap bertanggung jawab atas kelalaian baik yang dilakukan oleh staf medis maupun tenaga medis yang bekerja sebagai staf RS. Sejak itu mulai berkembang doktrin pertanggung-jawaban borrowed servant. Menurut Doktrin Captain of the ship, tenaga medis bertanggung awab atas segala kelalaian yang dilakukan oleh paramedis, meskipun paramedis adalah pegawai rumah sakit, sepanjang kelalain tersebut terjadi di ruang operasi.

Berdasarkan doktrin Respondeat Superior RS dapat diminta pertanggungan jawab atas kelalaian yang dilakukan pegawainya. Demikian juga doktrin non delable duty yaitu rumah sakit harus bertanggung jawab atas hal-hal yang ada dalam RS oleh karena dianggap merupakan tugas rumah sakit, seperti kelengkapan / fasilitas RS dan sebagainya.

Pendekatan Medikolegal

Hukum Kesehatan menganut method of approach medicolegal, cara pendekatan ini akan berbeda dengan pendekatan dari segi ilmu hukum pada umumnya dimana dalam mata kuliah hukum kesehatan harus memasukan pertimbangan ilmu hukum dan ilmu kesehatan / kedokteran. Ilmu Hukum tidak dapat menyelesaikan masalah dibidang kesehatan tanpa didukung pengetahuan atau kebiasaan yang berlaku dilingkungan profesi kesehatan / kedokteran.

Terdapat adagium dalam ilmu hukum bahwa hukum tidak perlu mengatur hal-hal yang kecil, dan cukup diserahkan kepada kelompok masyarakat profesi sepanjang pengaturan yang dilakukan tersebut tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat umumnya.

Berdasarkan doktrin ini dalam pembahasan materi hukum kesehatan akan dijumpai beberapa peraturan internal yang lasim berlaku dalam dunia kesehatan walau belum diatur dalam hukum positip, dapat dijadikan sumber hukum.

Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang kesehatan menyatakan yang disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Menurut Leenen, masalah kesehatan dikelompokkan dalam 15 kelompok: (Pasal 11 UUK)1. kesehatan keluarga2. perbaikan gizi3. pengemanan makanan dan minuman4. kesehatan lingkungan5. kesehatan kerja6. kesehatan jiwa7. pemberantasan penyakit8. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan9. penyuluhan kesehatan10. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan11. pengamanan zat adiktif12. kesehatan sekolah13. kesehatan olah raga14. pengobatan tradisional15. kesehatan matra

hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag lingkup yang ideal, sehingga yang diperlukan adalah:1. melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan yang sudah ada untuk dikaji sudah cukup atau belum.2. perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga kesehatan saja tetapi juga kalangan penagak hukum dan masyarakat3. perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-masalah kesehatan guna pembentukan perundang-undangan yang benar.

2.2 Tujuan Hukum Kesehatan

Kepastian Hukum Keadilan.

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

1. Teori keadilan (Teori etis), dikaji dari sudut pandang falsafah hukum2. Teori kegunaan/ kemanfaatan (Teori utility), dikaji dari sudut pandang sosiologi3. Teori kepastian hukum (Yuridis formal), dikaji dari sudut pandang Hukum normatif

1. Teori Keadilan (Teori Etis) Aristoteles

Yaitu sudut pandangnnya yang menyatakan bahwa hukum itu bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan antara warga masyarakat.

Yang pertama kali menganut teori ini adalah Aristoteles yang terkenal dengan Teori Etis yang dikemukakannya dalam buku Ethica Nieo Macheis dan Reterico. Ia mengajarkan bahwa tugas hukum adalah memberikan keadilan pada warga masyarakat.

Adapun pengertian keadilan menurut Aristoteles ialah memberikan pada setiap orang apa yang semestinya diterimanya. Untuk itu Aristoteles membagi keadian atas 2 macam, yaitu:

a. Keadilan Distributif

Suatu keadilan yang memberijatah/ imbalan sesuai dengan apa yang telah dilakukan/ diberikan/ prestasi/jasanya. Hal ini banyak berlaku dilapangan hukum publik. Misalnya:

Pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan pendidikan dan pengalamannya. Gaji seorang direktur berbeda dengan gaji tukang sapu Nilai yang diberikan pada mahasiswa yang bisa mengerjakan semua soal berbeda dengan mahasiswa yang hanya bisa mengerjakan sebagian tugas.

b. Keadilan Kumulatif

Suatu keadilan yang memberikan jatah/ imbalan sama banyak terhadap tiap-tiap orang dengan tidak mengingat jasa-jasa/ prestasi perseorangannya. Konsep ini banyak berlaku dilapangan hukum perdata. Misalnya:

Disuatu PT terdiri dari bagian subag, akademik, kepegawaian dan umum. Bagian akademik melayani mahasiswa yang banyak, bagian kepegawaian hanya melayani pegawai yang sedikit, tetapi masing-masing gaji yang diterimanya sama tanpa mempertimbangkan kesibukan/bebas pekerjaan perseorangan. Di toko sembako terdiri dari bagian-bagian seperti bagian penjualan beras, bagian penjualan minyak, gula, teriku, dan sebagainya. Masing-masing karyawan disatu bgaian dijaga 1 orang dan semua karyawan di toko tersebut diberi gaji yang sama tanpa memperhitungkan berapa banyak pembeli yang dilayani.

2. Teori Utiity (Kemanafaatan) Jeremy Bentham

Teori utility/ kemanfaatan ini yaitu Jeremy Bentham yang terkenal dengan teori utilitisnya (kegunaan) berpendapat bahwa hukum itu harus memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas. Jadi hukum itu bisa saja mengorbankan kepentingan individu/perorangan asalkan kepentingan masyarakat luas terpenuhi. Misalnya, sebuah rumah dan tanahnya terletak ditengah-tengah pertemuan 2 jalan. Jika rumah ini dipindahkan ke lokasi lain, jalanan bisa tersambung dan bisa dilalui yang berakibat kemanfaatan masyarakat luas terpenuhi, tetapi disisi lain si pemilik rumah merasa dirugikan/dikorbankan karena rumah dan tanahnya dipindahkan ke lokasi lain yang tidak stategis

3. Kepastian Hukum (Yuridis Formal) Van Kan

Yang menganut pertama kali teori ini adalah Kan Van dengan mengatakan bahwa hukum itu bertujuan untuk menjaga kepentingan tiap manusia/orang sehingga tidak dapat diganggu. Jadi meskipun aturan atau pelaksana hukum terasa tidak adil dan tidak memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak tidak menjadi masalah asalkan kepastian hukum terwujud, contohnya:

1) Dalam pasal 330 dan 1330 KUHPerdata

Dalam pasal 330 KUHPerdata dikatakan: Belum cukup umur (belum dewasa) apabila belum genap 21 tahun dan belum kawin.

Dalam pasal 1330 KUHPerdata juga dinyatakan antara lain: Yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa.

Apabila pasal 330 dan 1330 KUHperdata dihubungkan maka orang yang berumur 21 tahun (belum menikah) tidak dapat melakukan perbuatan hukum (membuat perjanjian). Jika ia melakukan perjanjian tertentu maka hal itu dianggap cacat dan dapat dibatalkan oleh hukum

Dengan adanya teks hukum seperti ini, maka perjanjian yang dibuat oleh anak dibawah umur dianggap tidak sah, tetapi orang yang sudah berumur 90 tahun yang sudah pikun dan tuli menurut hukum itu sah.

Dari kedua contoh aturan tersebut maka tercipta kepastian hukum bahwa yang bisa membuat perjanjian adalah orang yang telah berumur 21 tahun tersebut.

Disini timbul pertanyaan: Bagaimana jika perjanjian itu dibuat oleh seorang mahasiswa yang berumur 20 tahun yang sudah memahami tentang perjanjian? Aturan tersebut terasa tidak membei keadilan bagi anak yang berumur 20 tahun, tetapi tercapai kepastian hukum bahwa orang yang telah berumur 21 tahun keatas sudah tidak dapat diganggu gugat bila mengadakan perjanjian

2) Undang-Undang No 1 tahun1974 pasal 7 (1) dikatakan bahwa batas minimal usia untuk kawin laki-laki/ perempuan = 19/ 16 tahun. Bila ingin kawin dibawah umtu tersebut harus minta dispensasi pengadilan.

Batasan usia tersebut memberi kepastian kapan seseorang bisa kawin, padahal terasa tidak adil dan juga tidak ada manfaatnya bagi orang banyak.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa ada 3 aliran yang bisa dicapai oleh tujuan hukum. Menurut Gustav Radbruch, idealnya setiap aturan hukum yang mengatur suatu perbuatan harus mencapai atau meweujudkan ke-3 aliran tersebut. Tetapi terkadang dalam kasus tertentu, sering terjadi bentrok antara ke 3 aliran tersebut. Kadang terjadi bentrok antara nilai keadilan dengan kemanfaatan atau bentrok antara niai keadilan dengan kepastian hukum. Untuk itu, menurut Gustav Radbruch bila terjadi bentrokan harus dipakai skala prioritas, yaitu pertama memprioritaskan keadilan, baru kepastian lalu kemanfaatan.

2.3 Hukum Dan Etik Dalam Pelayanan Kesehatan

Etika dan hukum kesehatan

Etika berhubungan dengan moral orangHukum kesehatan merupakan aturan-aturan dalam kesehatan

Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang lain.Etik berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya yang baik/yang layak. Yang baik / yang layak ini ukurannya orang banyak.Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.Pekerjaan profesi antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan, hakim, pengacara, akuntan, dan lain-lain.Katanya, kedokteran adalah profesi yang paling duluan menyusun etika. Yang mana etika kedokteran itu adalah prinsip-prinsip moral atau azas-azas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungannya dengan pasien, sejawat, dan masyarakat umum.Sedangkan etika ahli kesehatan masyarakat adalah bagaimana bertingkah laku dalam memberikan jasa dalam pelayananya nanti.Ciri-ciri pekerjaan profesi :1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional2. Pekerjaannya berlandaskan etik profesi3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan4. Pekerjaannya legal melalui perizinan5. Anggotanya belajar sepanjang hayat (longlife education)6. Mempunyai organisasi profesi (ex: IDI, IAKMI, PWI, dll)Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur.Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan interrelasi (kedudukan sederajat) (1887)Hukum pidana adalah peraturan mengenai hokum KUHP di Indonesia (1 Januari 1918)Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan, contohnya hukum pelayanan kesehatan terhadap keluarga miskin (Gakin).Persamaan etika dan hukum :1. Alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat2. Objeknya tingkah laku manusia3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak saling merugikan.4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi5. Sumbernya hasil pemikiran para pakar dan pengalaman seniorEtika disusun oleh pengalaman seniorHukum disusun oleh yang memiliki kekuasaanPerbedaan etik dan hukum :ETIKA HUKUM1. Berlaku untuk lingkungan professional2. Disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi3. Tidak seluruhnya tertulis

4. Pelanggaran diselesaikan oleh majelis kehormatan etik5. Sanksi pelanggaran tuntunan6. Penyelesaian pelanggaran tidak selalu disertai bukti fisik 1. Berlaku untuk umum2. Disusun oleh badan pemerintah / kekuasaan3. Tercantum secara rinci dalam kitab UU dan lembaran/berita negara4. Pelanggaran diselesaikan melalui pengadilan5. Sanksi pelanggaran tuntutan6. Penyelesaian pelanggaran memerlukan bukti fisik

Etika kesehatan mencakup penilaian terhadap gejala kesehatan yang disetujui atau ditolak dan suatu kerangka rekomendasi bagaimana bersikap/bertindak secara pantas di dalam bidang kesehatan.Perihal hubungan tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarganya :1. Paternalisme kalanganProfesi kesehatan harus berperan sebagai orangtua terhadap pasien dan keluarganya2. IndividualismePasien mempunyai hak-hak mutlak terhadap badan dan kehidupannya3. ResiprokalismeKalangan profesi kesehatan harus bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam memberikan pelayanan kesehatanLandasan pembentukan perundang-undngan pelayanan kesehatan (WB Van Der Mijn 1982)1. Kebutuhan akan pengaturan pemberian jasa keahlian2. Kebutuhan akan tingkat kualitas keahlian tertentu3. Kebutuhan akan keterarahan4. Kebutuhan akan pengendalian biaya5. Kebutuhan akan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya dan identifikasi kewajiban pemerintah6. Kebutuhan pasien akan perlindungan hukum7. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi para ahli8. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi pihak ketiga9. Kebutuhan akan perlindungan bagi kepentingan umumPerlu sosialisasi peraturan hukum pada masyarakatMasalah pokok dalam pembentukan perundang-undangan kesehatan :1. Masalah prinsipil apa yang boleh dilakuakn dan yang tidak boleh dilakukan2. Masalah pragmatis sampai sejauh manakah pembentuk perundang-undagan dapat berbuat atau tidak berbuat

2.4 Hubunagn Hukum Dalam PElayanan Kesehatan

Hukum Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan Masayarakat Modern Hukum adalah merupakan salah satu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh sejarah sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan tersebut. Sebagaimana diperlihatkan pada zaman sekarang ini, kepastian hubungan sebab akibat antara setiap aspek tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu sama lain karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan. Perkembangan hukum dan kesehatan dapat dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya hukum harus bisa membiasakan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut, dari abad ke abad kehidupan manusia sering mengalami perubahan yang sangat cepat demikian halnya dengan kesehatan memasuki zaman modern sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan begitu cepat berdampak pada perubahan kondisi sosial masyarakat serta peran serta hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat. Semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan antara lain disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat dibidang ilmu teknologi kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara lebih luas dan mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang telah membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerjasama dengan pertanggungjawaban di antara meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan.

Dengan demikian, adanya gejala seperti itulah yang mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan kesehatan. Lagi pula, perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh para pelaksana pelayanan kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan. Pelayanan kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya, tindakan pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik. Timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan medik dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian bantuan dalam pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami

Sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien. Dalam hal ini antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan didalamnya ada dokter dan tenaga Kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga terciptanya hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian. Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1) mengatakan bahwa Pelayanan Kesehatan terdiri atas : Pelayanan kesehatan perseorangan ; dan Pelayanan kesehatan masyarakat. Sangat jelas dalam undang-undang mengatur hal tersebut merujuk dari pasal tersebut dalam pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 53 ayat (2) lebih tegas juga mengatakan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat, hal ini sangat jelas bahwa dalam keadaan bagaimanapun tenaga kesehatan harus mendahulukan pertolongan dan keselamatan jiwa pasien. Pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun masyarakat sangat dijamin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai Indonesia yang sehat pada tahun 2010 ini. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah baik itu berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat, serta pelayanan kesehatan itu sendiri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat.

Fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan Kesehatan Perseorangan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ini dilaksanakan oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang di bantu oleh pemerintah baik daerah maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan ini harus tetap mendapat izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, seperti yang termaktub di dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan (3). Yaitu : 1. Pasal 30 ayat (1) : Fasilitas Pelayanan Kesehatan, menurut jenis pelanyanannya terdiri : a. Pelayanan Kesehatan Perseorangan; dan b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2. Pasal 30 ayat (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagamana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak pemerintah, pemerintah daerah dan swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib, membeikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitain dan pengembangan dibidang kesehatan, dalam hal demikain fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien tersebut, hal ini dalam undang-undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kesehatan menyia-yiakan pasien dalam keadaan darurat untuk menolak pasien atau meminta uang muka sebagai jaminan.

Pelayanan kesehatan adalah kegiatan dengan melakukan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan kesehatan. Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maka hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat terlindungi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Standar pelayanan medis ini merupakan hukum yang mengikat para pihak yang berprofesi di bidang kesehatan, yaitu untuk mengatur pelayanan kesehatan dan mencegah terjadinya kelalaian staff medis dalam melakukan tindakan medis. Dalam kaitannya dengan profesi dokter di perlukan estndar pelayanan medis yang mencakup: standar ketenangan, standar prosedur, standar sarana, dan standar hasil yang di harapkan.

Untuk standar pelayanan medis baiknya ada persiapan lebih dulu sebelum memulai tindakan operasi agar tindakan pembedahannya berjalan dengan lancar sesuai dengan standar operasional prosedur medic. Untuk pertanggung jawaban kasus ini lebih menitik beratkan pada pihak rumah sakit sebagai penyedia sarana kesehatan yang kurang maksimal dimana fasilitas pelayanan rumah sakit tersebut masih di bawah standar di lihat dari segi kualitas mutu pelayanan kesehatan,

3.2 Saran

1. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja dengan cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek kedokteran sehingga dapat terhindar dari kelalaian/malpraktek.

2. Standar profesi kedokteran dan standar kompetensi rumah sakit merupakan hal penting untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar praktek kedokteran Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.

3. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek kedokteran dan tenaga kesehatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak

4. Baiknya sebelum melakukan kegiatan pembedahan, jangan lupa untuk mengecek alat-alat di dalam ruangan operasi .

daftar pustaka

http://chevichenko.wordpress.com/2009/11/28/batasan-ruang-lingkup-hukum-kesehatan/

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/07/11/makalah-etika-dan-hukum-kesehatan-operasi-cesar-menggunakan-silet-47

6289.html

http://srilestarichie2.blogspot.com/2011/04/

masalah-etika-dan-hukum-kesehatan.html

http://valentsimplewritter.blogspot.com/2012/04/makalah-aspek-etika-hukum-kesehatan.html