26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. 1 Tuberkulosis juga merupakan penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding pyramid di Mesir kuno. 2 Tuberkulosis (TB) adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat ini sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB, yang mungkin akan berkembang menjadi penyakit TB di masa datang. Selain jumlah kematian dan infeksi TB yang amat besar, pertambahan kasus baru TB pun amat signifikan, mencapai jumlah sembilan juta kasus baru setiap tahunnya. Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun mendatang TB akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB sebagai kedaruratan global sejak tahun 1993. 3 1

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat Tuberkulosis (TB)

Citation preview

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru.1 Tuberkulosis juga

merupakan penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada

manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban,

lingkungan yang padat, dibuktikan dengan penemuan yang berasal dari mumi

dan ukiran dinding pyramid di Mesir kuno.2

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu masalah kesehatan yang harus

dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB menyebabkan hampir dua

juta kematian, dan diperkirakan saat ini sekitar sepertiga penduduk dunia telah

terinfeksi kuman TB, yang mungkin akan berkembang menjadi penyakit TB di

masa datang. Selain jumlah kematian dan infeksi TB yang amat besar,

pertambahan kasus baru TB pun amat signifikan, mencapai jumlah sembilan

juta kasus baru setiap tahunnya. Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun

mendatang TB akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, Badan

Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB sebagai kedaruratan global sejak

tahun 1993.3

Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2010), masih menempatkan

Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan

Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar

101.000 pertahun. Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7

juta kematian karena TB pada tahun 2009. Perkiraan insidensinya adalah 9.2

juta kasus baru TB pada tahun 2009. Diperkirakan 1,7 juta orang (25/100.000)

meninggal karena TB pada tahun 2009, termasuk mereka yang juga

memperoleh infeksi HIV (200.000). India, Cina dan Indonesia berkontribusi

lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi di 22 negara dengan beban

berat TB.

B. Tujuan

1

Page 2: BAB I

2

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami tentang tuberkulosis, meliputi

definisi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, dan prognosisnya.

2. Tujuan Khusus

- Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit Dalam

di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

- Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit

Dalam di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

.

BAB II

LANDASAN TEORI

Page 3: BAB I

3

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh

lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen

infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang

aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap

panas dan sinar ultraviolet.9

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

di dunia.10 Angka mortalitas dan morbiditasnya terus meningkat. TB

sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh,

perumahan dibawah standard dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat.

Jumlah kasus TB meningkat ditunjang oleh beberapa faktor, termasuk

peningkatan imigrasi epidemik HIV strain TB yang resisten terhadap

banyak obat, dan tidak adekuatnya dukungan sistem kesehatan

masyarakat.9

2. Epidemiologi

Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dalam jumlah penderita

TB, setelah India dan China. Pada tahun 2009, survey prevalensi TB BTA

positif di Indonesia adalah 110 per 110.000 jiwa. Setiap tahunnya, di

Indonesia terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian

terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB. Sekitar 75% pasien TB adalah

kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).

TB adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular, TB juga

adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan

penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.10 Indonesia telah

berhasil mencapai angka keberhasilan pengobatan sesuai dengan target

global yaitu 85% dan tetap dipertahankan dalam empat tahun terakhir.3

3. Mikrobiologi

Page 4: BAB I

4

Mikrobakteria ini berbentuk basil, merupakan bakteri aerobik yang

tidak membentuk spora. Meskipun kuman tidak terwarnai dengan baik,

segera setelah di warnai kuman mempertahankan dekolorisasi oleh asam

atau alkohol, oleh karena itu dinamakan BTA (Basil Tahan Asam).11

Kuman TB mudah mati apabila terkena sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.1 Dalam

jaringan tubuh penderita kuman ini dapat tetap tidur (dormant), selama

berpuluh-puluh tahun dan mungkin seumur hidup penderita.12

Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.2,10 Kuman ini hanya dapat

dilihat dengan mikroskop. Spesies kuman ini yang dapat menginfeksi pada

manusia adalah M. bovis, M. kansasi, M. intra celloteire. Sebagian kuman

terdiri dari asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap

asam.2 Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,

lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord

factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur

lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida

seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang

kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan

asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya

penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.10

Kuman dapat bertahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan

dingin (dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini

terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant, sehingga kuman dapat

bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi.2

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit infra selular yakni

dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula mengfagositosis akan

tetapi kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa

kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.

Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi

Page 5: BAB I

5

dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat

predileksi penyakit tuberkulosis.2

Basil tersebut berbentuk batang, sifat aerob, mudah mati pada air

mendidih (5 menit pada suhu 80°C, 20 menit pada suhu 60°C), mudah

mati dengan sinar matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar

yang lembab.1

4. Penularan dan faktor-faktor risiko.

Menurut Smeltzer and Bare (2001), tuberkulosis ditularkan dari orang

ke orang oleh transmisi melalui udara.9 Individu terinfeksi, melalui

berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar

(lebih besar dari 100 mikro) dan kecil (1 sampai 5 mikro). Droplet yang

besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup

oleh individu yang rentan. Risiko untuk tertular tuberkulosis juga

tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara. Individu

yang berisiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah sebagai berikut:

a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB

aktif,

b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,

mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi

dengan HIV),

c. Pengguna obat-obat intravena dan alkoholik,

d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,

rumah tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah

usia 15 tahun dan usia produktif),

e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya

(misalnya diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, bypass gatrektomi

atau yeyunoileal),

f. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,

Afrika, Amerika Latin, Karibia),

g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas perawatan

jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara),

Page 6: BAB I

6

h. Individu dengan status sosioekonomi rendah,

i. Petugas kesehatan.9

5. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis

a. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga

dapat melewati sistem pertahanan mukosillier broncus, dan terus

berjalan sehingga sampai alveolus dan menetap disana.1 Infeksi

dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara

pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam

paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di

sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu

antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah

4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya

perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.1

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran getah

bening hilus (limfadenitas regional). Sarang primer limfangitis lokal

(+) limfadenitis regional (=) komplek primer.2

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi; sembuh sama

sekali tanpa menimbulkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit

bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks

(sarang) ghon dan bisa berkomplikasi serta menyebar secara

perkontimutatom yakni menyebar ke sekitarnya, dan bisa menyebar

secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus. Selanjutnya bisa menyebar secara

limfogen, ke organ tubuh lainnya dan secara hematogen, ke organ

tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan

tuberkulosis primer.2

Page 7: BAB I

7

Pada infeksi primer (peradangan permulaan), gambaran patologi,

berupa gambaran bronchopneumonia yang dikelilingi oleh sel-sel

radang fokal. Pada tahap permulaan tersebut fokus infeksi primer dapat

menimbulkan keluhan (terutama pada anak-anak), suhu badan

meningkat (subfebril), tampak sakit, nyeri persendian (anak rewel),

malaise (anak tidak mau makan), uji kulit dengan PPD/tuberkulin

menunjukkan reaksi negatif.1

Setelah infeksi primer ini berjalan kurang lebih 12 minggu yakni

setelah timbulnya kekebalan spesifik terhadap basil TB, maka

terjadilah pembesaran kelenjar limfe regional yang sering dinamakan

penyebaran limfogen (limfohematogenous), dan pada saat ini reaksi

tubuh masih seperti tersebut diatas ditambah dengan; uji kulit dengan

PPD/tuberkulin yang semula negatif menjadi positif, batuk-batuk oleh

karena adanya pembesaran kelenjar yang menekan saluran pernapasan

(bronchus), pada foto toraks tampak adanya pembesaran kelenjar limfe

di daerah hilus, trakea dan leher. Disamping itu juga tampak infiltrat

halus yang tersebar luas pada seluruh lapangan paru yang dikenal

sebagai TB paru milier, panas badan menjadi lebih tinggi, sering

terjadi kejang-kejang (konvulsi) oleh karena adanya meningitis.1

Infeksi primer setelah terbentuknya kekebalan tubuh yang spesifik

(imunitas spesifik), dapat sembuh dengan sendirinya, dengan

meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas. Yang dimaksud bekas

pada penyembuhan infeksi primer tersebut, dapat berupa fibrotik dan

kalsifikasi, sangat jarang dalam bentuk lainnya (pada foto toraks).1

b. Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan

atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tubuh

menurun akibat malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,

gagal ginjal.2 Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan

paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Page 8: BAB I

8

Reaksi tubuh terhadap tuberkulosis paru post primer berupa

peradangan TB paru post primer dapat secara; peradangan endogen

yaitu fokus lama (dormant) mengalami kekambuhan dan peradangan

eksogen yaitu infeksi baru yang berasal dari luar.1

Jadi TB paru post primer sebagian besar berasal dari infeksi ulang,

ditunjukkan adanya permulaan peradangan pada gambaran foto

rontgen di daerah di bawah klavikula bukan pada puncak paru (apek

pulmunum).1

6. Tes Anergi

Anergi adalah tidak ada respon hipersensitifitas tipe lambat terhadap

pajanan antigen terdahulu, seperti tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak

ada reaktivitas antigen seseorang; anergi nonspesifik secara keseluruhan

adalah ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap berbagai antigen.

Pada seseorang dengan imunosupresif, respons selular hipersensitivitas

tipe lambat seperti reaksi tuberkulin dapat menurun atau menghilang.

Penyebab anergi dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau demam,

campak (atau infeksi virus lainnya), penyakit hodgkin, sarkoidosis,

vaksinasi virus hidup, dan pemberian obat kortikosteroid atau obat

imunosupresif.

Berdasarkan CDC 10 % sampai 25 % pasien dengan penyakit TB

memiliki reaksi yang negatif ketika diuji dengan tes tuberkulin intradermal

pada saat didiagnosis sebelum pengobatan dimulai. Kira – kira ⅓ pasien

yang terinfeksi HIV dan lebih dari 60 % pasien dengan AIDS dapat

memperlihatkan hasil reaksi tes kulit yang kurang dari 5 mm, walaupun

mereka terinfeksi dengan MTB. Infeksi HIV dapat menekan respon tes

kulit karena jumlah CD4 dan Limfosit T yang menurun hingga kurang dari

200 sel/mm3. Anergi juga dapat muncul bila jumlah CD4+ Limfosit T

cukup tinggi.

Anergi dideteksi dengan memberikan sedikitnya 2 antigen

hipersensitivitas dengan menggunakan metode Mantoux. Tidak ada

standarisasi dan hasil data, membatasi evaluasi keefektifan tes anergi.

Page 9: BAB I

9

Karena alasan ini, CDC tidak lagi menyarankan tes anergi untuk penapisan

rutin TB diantara orang – orang yang menderita HIV positif di Amerika

Serikat.

7. TB HIV

AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus

ini secara berangsur-angsur menghancurkan sel-sel pertahanan tubuh,

sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan diri terhadap infeksi. Pada

negara-negara dengan prevalensi TB tinggi, 30-60% orang dewasa

terinfeksi dengan TB. Pertahanan tubuh pada sebagian besar orang dapat

mencegah TB menjadi penyakit. Akan tetapi, bila pertahanan tubuh

mereka dirusak oleh HIV, TB tidak lagi dapat dikendalikan. Kuman TB

akan bertambah banyak dan menimbulkan penyakit. Dengan cara yang

sama, orang yang terinfeksi HIV, meskipun ia belum sakit, tidak dapat

menahan infeksi TB baru dari pasien lain dengan sputum positif. Dengan

demikian, akan makin banyak terjadi kasus tuberculosis dinegara-negara

dengan infeksi HIV yang meningkat.

8. Manifestasi Klinis

Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien

menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat

badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada

awalnya mungkin nonproduktif tetapi dapat berkembang kearah

pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis.9

Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti

perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan

penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam

keadaan dormant.9 Tuberkulosis juga dapat memiliki manifestasi

ekstrapulmonal, yaitu limfadenitis, meningitis, tuberkuloma otak,

tuberkulosis vertebral, tuberkulosis intestinal, dan tuberkulosis renal.10

9. Pemeriksaan Radiologi

Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis

untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan

Page 10: BAB I

10

keuntungan seperti pada kasus tuberkulosis anak – anak dan tuberkulosis

milier. Pada keadaan tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui

pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir

selalu negatif.

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas

indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto

toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk

(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed lung ) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang

berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi

luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis

parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologi tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti

proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak

Page 11: BAB I

11

di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus

spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta

tidak dijumpai kaviti

Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

10. Standard untuk diagnosis

Standard 1

• Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang

tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberculosis

• Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk diagnosis adalah

berat badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir

atau gizi buruk.

Standard 2

• Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat mengeluarkan

dahak) yang diduga mengalami TB Paru harus menjalani pemeriksaan

dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Jika mungkin

minimal satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.

Standard 3

• Pada semua pasien (dewasa, remaja, anak) yang diduga mengalami TB

Ekstra Paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil

untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia fasiliti dan sumber

daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.

• Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui

ada tidaknya TB Paru dan TB Milier. Pemeriksaan dahak perlu

dilakukan, bila mungkin juga pada anak.

Standard 4

• Semua orang dengan temuan foto toraks diduga TB seharusnya

menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

Standard 5

Page 12: BAB I

12

• Diagnosis TB Paru sediaan apus dahak Negatif harus didasarkan kriteria

berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif

(termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari) ; temuan foto toraks sesuai

TB dan Tidak Ada Respons terhadap antibiotika spektrum luas

(Fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M. TB complex

sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada pasien TB.

• Untuk pasien ini, jika tersedia fasiliti, biakan dahak seharusnya

dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik

harus disegerakan.

Standard 6

• Diagnosis TB Intratoraks (paru, pleura dan KBG hilus atau

mediastinum) pada Anak dengan gejala namun sediaan apus dahak

negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai TB

dan paparan pada kasus TB menular atau bukti infeksi TB (uji kulit

tuberkulis positif atau interferron gamma release assay).

• Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti, bahan dahak seharusnya

diambil untuk biakan (dengan cara batuk, bilas lambung atau induksi

dahak).

• Untuk pelaksanaan di Indonesia, diagnosis TB intratoraks pada anak

didasarkan atas pajanan kepada kasus TB yang menular atau bukti

infeksi TB (uji kulit tuberkulin positif atau interferon gamma release

assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.

11. Strategi DOTS (directly observed treatment, short-course)

DOT ialah Strategi Program pemberantasan TB yang direkomendasi

oleh WHO untuk memastikan mencapai hasil penyembuhan pasien TB

yang tinggi. Strategi observasi langsung pada program ini maksudnya satu

pengawas makan obat (PMO) melihat pasien menelan obat anti-TB yang

diberikan. Hal ini menjamin bahwa pasien makan obat dengan benar, dosis

benar dan interval waktu yang benar. Pengawas makan obat (PMO) bisa

seorang petugas kesehatan atau anggota masyarakat yang sudah dilatih.

Karena semua pasien diobati dengan regimen jangka pendek (short-course)

Page 13: BAB I

13

maka DOTS merupakan strategi yang dianjurkan, kecuali terdapat

kontraindikasi terhadap rifampisin

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :

Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh

menanggulangi TB & dukungan dana

Diagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi

secara langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO).

Tersedianya paduan obat anti-TB jangka pendek secara konsisten

Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TB sesuai standar

12. Pengobatan

Obat anti tuberkulosis diberikan dalam kombinasi dari beberapa jenis

obat dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan

supaya semua kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan dalam 2

tahap, yaitu:

a. Tahap Intensif

Pada tahap awal penderita minum obat setiap hari dengan

pengawasan langsung dari PMO. Hal ini untuk mencegah terjadinya

kekebalan terhadap rifampisin. Bila tahap intensif dilakukan dengan

benar maka penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap ini penderita mendapat obat dalam jangka waktu yang

lebih lama dan jenis obat yang lebih sedikit untuk mencegah terjadinya

kekambuhan.

Kategori Pengobatan

WHO dan IUALTD (International Union Againts Tuberculosis and

Lung Disease) merekomendasikan OAT standar, yaitu:

a. Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)

Page 14: BAB I

14

Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z), Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap

hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap

lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan

tiga kali seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk:

i. Penderita baru TB paru BTA positif

ii. Penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif yang “Sakit

Berat”

iii. Penderita TB ekstra paru berat

b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan

dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (P) dan suntikan

Streptomisin setiap hari, lanjutkan 1 bullan dengan Isoniazid (H),

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (H) setiap hari.

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan

HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat ini diberikan

untuk:

i. Penderita kambuh (Relaps)

ii. Penderita gagal (Failure)

iii. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (After Default)

c. Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap 2 bulan (2HRZ)

diteruskan dengan tahap terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali

seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

i. Penderita baru BTA negatif dan Rontgen positif skit ringan

ii. Penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe

(limfadenitis), pleuritis eksudative unilateral, TB tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

d. OAT sisipan (HRZE)

Page 15: BAB I

15

Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori 1 dan

kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih tetap BTA positif diberikan

obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

INH

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +

asam klavulanat

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

o Kapreomisin

o Sikloserin

o PAS

o Derivat rifampisin dan INH

o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Tabel 1. Ringkasan paduan obat Kategori Kasus Paduan obat yang

diajurkanKeterangan

I TB paru BTA +, BTA - , lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE

Page 16: BAB I

16

*2RHZE / 4R3H3 II - Kambuh

-Gagal pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE

Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II TB paru putus berobat

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III TB paru BTA neg. lesi minimal

2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3

IV Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB