Upload
zuhri090
View
1
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat Tuberkulosis (TB)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru.1 Tuberkulosis juga
merupakan penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada
manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban,
lingkungan yang padat, dibuktikan dengan penemuan yang berasal dari mumi
dan ukiran dinding pyramid di Mesir kuno.2
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu masalah kesehatan yang harus
dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB menyebabkan hampir dua
juta kematian, dan diperkirakan saat ini sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman TB, yang mungkin akan berkembang menjadi penyakit TB di
masa datang. Selain jumlah kematian dan infeksi TB yang amat besar,
pertambahan kasus baru TB pun amat signifikan, mencapai jumlah sembilan
juta kasus baru setiap tahunnya. Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun
mendatang TB akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB sebagai kedaruratan global sejak
tahun 1993.3
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2010), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun. Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7
juta kematian karena TB pada tahun 2009. Perkiraan insidensinya adalah 9.2
juta kasus baru TB pada tahun 2009. Diperkirakan 1,7 juta orang (25/100.000)
meninggal karena TB pada tahun 2009, termasuk mereka yang juga
memperoleh infeksi HIV (200.000). India, Cina dan Indonesia berkontribusi
lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi di 22 negara dengan beban
berat TB.
B. Tujuan
1
2
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang tuberkulosis, meliputi
definisi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, dan prognosisnya.
2. Tujuan Khusus
- Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit Dalam
di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
- Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit
Dalam di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
.
BAB II
LANDASAN TEORI
3
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen
infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultraviolet.9
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia.10 Angka mortalitas dan morbiditasnya terus meningkat. TB
sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh,
perumahan dibawah standard dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat.
Jumlah kasus TB meningkat ditunjang oleh beberapa faktor, termasuk
peningkatan imigrasi epidemik HIV strain TB yang resisten terhadap
banyak obat, dan tidak adekuatnya dukungan sistem kesehatan
masyarakat.9
2. Epidemiologi
Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dalam jumlah penderita
TB, setelah India dan China. Pada tahun 2009, survey prevalensi TB BTA
positif di Indonesia adalah 110 per 110.000 jiwa. Setiap tahunnya, di
Indonesia terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian
terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB. Sekitar 75% pasien TB adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).
TB adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular, TB juga
adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.10 Indonesia telah
berhasil mencapai angka keberhasilan pengobatan sesuai dengan target
global yaitu 85% dan tetap dipertahankan dalam empat tahun terakhir.3
3. Mikrobiologi
4
Mikrobakteria ini berbentuk basil, merupakan bakteri aerobik yang
tidak membentuk spora. Meskipun kuman tidak terwarnai dengan baik,
segera setelah di warnai kuman mempertahankan dekolorisasi oleh asam
atau alkohol, oleh karena itu dinamakan BTA (Basil Tahan Asam).11
Kuman TB mudah mati apabila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.1 Dalam
jaringan tubuh penderita kuman ini dapat tetap tidur (dormant), selama
berpuluh-puluh tahun dan mungkin seumur hidup penderita.12
Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.2,10 Kuman ini hanya dapat
dilihat dengan mikroskop. Spesies kuman ini yang dapat menginfeksi pada
manusia adalah M. bovis, M. kansasi, M. intra celloteire. Sebagian kuman
terdiri dari asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam.2 Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord
factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan
asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.10
Kuman dapat bertahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant, sehingga kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi.2
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit infra selular yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula mengfagositosis akan
tetapi kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi
5
dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.2
Basil tersebut berbentuk batang, sifat aerob, mudah mati pada air
mendidih (5 menit pada suhu 80°C, 20 menit pada suhu 60°C), mudah
mati dengan sinar matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar
yang lembab.1
4. Penularan dan faktor-faktor risiko.
Menurut Smeltzer and Bare (2001), tuberkulosis ditularkan dari orang
ke orang oleh transmisi melalui udara.9 Individu terinfeksi, melalui
berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar
(lebih besar dari 100 mikro) dan kecil (1 sampai 5 mikro). Droplet yang
besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup
oleh individu yang rentan. Risiko untuk tertular tuberkulosis juga
tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara. Individu
yang berisiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah sebagai berikut:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif,
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi
dengan HIV),
c. Pengguna obat-obat intravena dan alkoholik,
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
rumah tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah
usia 15 tahun dan usia produktif),
e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalnya diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, bypass gatrektomi
atau yeyunoileal),
f. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika Latin, Karibia),
g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara),
6
h. Individu dengan status sosioekonomi rendah,
i. Petugas kesehatan.9
5. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
a. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosillier broncus, dan terus
berjalan sehingga sampai alveolus dan menetap disana.1 Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam
paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah
4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.1
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran getah
bening hilus (limfadenitas regional). Sarang primer limfangitis lokal
(+) limfadenitis regional (=) komplek primer.2
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi; sembuh sama
sekali tanpa menimbulkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit
bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks
(sarang) ghon dan bisa berkomplikasi serta menyebar secara
perkontimutatom yakni menyebar ke sekitarnya, dan bisa menyebar
secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus. Selanjutnya bisa menyebar secara
limfogen, ke organ tubuh lainnya dan secara hematogen, ke organ
tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan
tuberkulosis primer.2
7
Pada infeksi primer (peradangan permulaan), gambaran patologi,
berupa gambaran bronchopneumonia yang dikelilingi oleh sel-sel
radang fokal. Pada tahap permulaan tersebut fokus infeksi primer dapat
menimbulkan keluhan (terutama pada anak-anak), suhu badan
meningkat (subfebril), tampak sakit, nyeri persendian (anak rewel),
malaise (anak tidak mau makan), uji kulit dengan PPD/tuberkulin
menunjukkan reaksi negatif.1
Setelah infeksi primer ini berjalan kurang lebih 12 minggu yakni
setelah timbulnya kekebalan spesifik terhadap basil TB, maka
terjadilah pembesaran kelenjar limfe regional yang sering dinamakan
penyebaran limfogen (limfohematogenous), dan pada saat ini reaksi
tubuh masih seperti tersebut diatas ditambah dengan; uji kulit dengan
PPD/tuberkulin yang semula negatif menjadi positif, batuk-batuk oleh
karena adanya pembesaran kelenjar yang menekan saluran pernapasan
(bronchus), pada foto toraks tampak adanya pembesaran kelenjar limfe
di daerah hilus, trakea dan leher. Disamping itu juga tampak infiltrat
halus yang tersebar luas pada seluruh lapangan paru yang dikenal
sebagai TB paru milier, panas badan menjadi lebih tinggi, sering
terjadi kejang-kejang (konvulsi) oleh karena adanya meningitis.1
Infeksi primer setelah terbentuknya kekebalan tubuh yang spesifik
(imunitas spesifik), dapat sembuh dengan sendirinya, dengan
meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas. Yang dimaksud bekas
pada penyembuhan infeksi primer tersebut, dapat berupa fibrotik dan
kalsifikasi, sangat jarang dalam bentuk lainnya (pada foto toraks).1
b. Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tubuh
menurun akibat malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,
gagal ginjal.2 Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
8
Reaksi tubuh terhadap tuberkulosis paru post primer berupa
peradangan TB paru post primer dapat secara; peradangan endogen
yaitu fokus lama (dormant) mengalami kekambuhan dan peradangan
eksogen yaitu infeksi baru yang berasal dari luar.1
Jadi TB paru post primer sebagian besar berasal dari infeksi ulang,
ditunjukkan adanya permulaan peradangan pada gambaran foto
rontgen di daerah di bawah klavikula bukan pada puncak paru (apek
pulmunum).1
6. Tes Anergi
Anergi adalah tidak ada respon hipersensitifitas tipe lambat terhadap
pajanan antigen terdahulu, seperti tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak
ada reaktivitas antigen seseorang; anergi nonspesifik secara keseluruhan
adalah ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap berbagai antigen.
Pada seseorang dengan imunosupresif, respons selular hipersensitivitas
tipe lambat seperti reaksi tuberkulin dapat menurun atau menghilang.
Penyebab anergi dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau demam,
campak (atau infeksi virus lainnya), penyakit hodgkin, sarkoidosis,
vaksinasi virus hidup, dan pemberian obat kortikosteroid atau obat
imunosupresif.
Berdasarkan CDC 10 % sampai 25 % pasien dengan penyakit TB
memiliki reaksi yang negatif ketika diuji dengan tes tuberkulin intradermal
pada saat didiagnosis sebelum pengobatan dimulai. Kira – kira ⅓ pasien
yang terinfeksi HIV dan lebih dari 60 % pasien dengan AIDS dapat
memperlihatkan hasil reaksi tes kulit yang kurang dari 5 mm, walaupun
mereka terinfeksi dengan MTB. Infeksi HIV dapat menekan respon tes
kulit karena jumlah CD4 dan Limfosit T yang menurun hingga kurang dari
200 sel/mm3. Anergi juga dapat muncul bila jumlah CD4+ Limfosit T
cukup tinggi.
Anergi dideteksi dengan memberikan sedikitnya 2 antigen
hipersensitivitas dengan menggunakan metode Mantoux. Tidak ada
standarisasi dan hasil data, membatasi evaluasi keefektifan tes anergi.
9
Karena alasan ini, CDC tidak lagi menyarankan tes anergi untuk penapisan
rutin TB diantara orang – orang yang menderita HIV positif di Amerika
Serikat.
7. TB HIV
AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus
ini secara berangsur-angsur menghancurkan sel-sel pertahanan tubuh,
sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan diri terhadap infeksi. Pada
negara-negara dengan prevalensi TB tinggi, 30-60% orang dewasa
terinfeksi dengan TB. Pertahanan tubuh pada sebagian besar orang dapat
mencegah TB menjadi penyakit. Akan tetapi, bila pertahanan tubuh
mereka dirusak oleh HIV, TB tidak lagi dapat dikendalikan. Kuman TB
akan bertambah banyak dan menimbulkan penyakit. Dengan cara yang
sama, orang yang terinfeksi HIV, meskipun ia belum sakit, tidak dapat
menahan infeksi TB baru dari pasien lain dengan sputum positif. Dengan
demikian, akan makin banyak terjadi kasus tuberculosis dinegara-negara
dengan infeksi HIV yang meningkat.
8. Manifestasi Klinis
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat
badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada
awalnya mungkin nonproduktif tetapi dapat berkembang kearah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis.9
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti
perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan
penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam
keadaan dormant.9 Tuberkulosis juga dapat memiliki manifestasi
ekstrapulmonal, yaitu limfadenitis, meningitis, tuberkuloma otak,
tuberkulosis vertebral, tuberkulosis intestinal, dan tuberkulosis renal.10
9. Pemeriksaan Radiologi
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan
10
keuntungan seperti pada kasus tuberkulosis anak – anak dan tuberkulosis
milier. Pada keadaan tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui
pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir
selalu negatif.
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed lung ) :
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi
luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti
proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak
11
di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kaviti
Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
10. Standard untuk diagnosis
Standard 1
• Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang
tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberculosis
• Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk diagnosis adalah
berat badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir
atau gizi buruk.
Standard 2
• Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga mengalami TB Paru harus menjalani pemeriksaan
dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Jika mungkin
minimal satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.
Standard 3
• Pada semua pasien (dewasa, remaja, anak) yang diduga mengalami TB
Ekstra Paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia fasiliti dan sumber
daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.
• Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui
ada tidaknya TB Paru dan TB Milier. Pemeriksaan dahak perlu
dilakukan, bila mungkin juga pada anak.
Standard 4
• Semua orang dengan temuan foto toraks diduga TB seharusnya
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Standard 5
12
• Diagnosis TB Paru sediaan apus dahak Negatif harus didasarkan kriteria
berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif
(termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari) ; temuan foto toraks sesuai
TB dan Tidak Ada Respons terhadap antibiotika spektrum luas
(Fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M. TB complex
sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada pasien TB.
• Untuk pasien ini, jika tersedia fasiliti, biakan dahak seharusnya
dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik
harus disegerakan.
Standard 6
• Diagnosis TB Intratoraks (paru, pleura dan KBG hilus atau
mediastinum) pada Anak dengan gejala namun sediaan apus dahak
negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai TB
dan paparan pada kasus TB menular atau bukti infeksi TB (uji kulit
tuberkulis positif atau interferron gamma release assay).
• Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti, bahan dahak seharusnya
diambil untuk biakan (dengan cara batuk, bilas lambung atau induksi
dahak).
• Untuk pelaksanaan di Indonesia, diagnosis TB intratoraks pada anak
didasarkan atas pajanan kepada kasus TB yang menular atau bukti
infeksi TB (uji kulit tuberkulin positif atau interferon gamma release
assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.
11. Strategi DOTS (directly observed treatment, short-course)
DOT ialah Strategi Program pemberantasan TB yang direkomendasi
oleh WHO untuk memastikan mencapai hasil penyembuhan pasien TB
yang tinggi. Strategi observasi langsung pada program ini maksudnya satu
pengawas makan obat (PMO) melihat pasien menelan obat anti-TB yang
diberikan. Hal ini menjamin bahwa pasien makan obat dengan benar, dosis
benar dan interval waktu yang benar. Pengawas makan obat (PMO) bisa
seorang petugas kesehatan atau anggota masyarakat yang sudah dilatih.
Karena semua pasien diobati dengan regimen jangka pendek (short-course)
13
maka DOTS merupakan strategi yang dianjurkan, kecuali terdapat
kontraindikasi terhadap rifampisin
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TB & dukungan dana
Diagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi
secara langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO).
Tersedianya paduan obat anti-TB jangka pendek secara konsisten
Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TB sesuai standar
12. Pengobatan
Obat anti tuberkulosis diberikan dalam kombinasi dari beberapa jenis
obat dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan
supaya semua kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan dalam 2
tahap, yaitu:
a. Tahap Intensif
Pada tahap awal penderita minum obat setiap hari dengan
pengawasan langsung dari PMO. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap rifampisin. Bila tahap intensif dilakukan dengan
benar maka penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap ini penderita mendapat obat dalam jangka waktu yang
lebih lama dan jenis obat yang lebih sedikit untuk mencegah terjadinya
kekambuhan.
Kategori Pengobatan
WHO dan IUALTD (International Union Againts Tuberculosis and
Lung Disease) merekomendasikan OAT standar, yaitu:
a. Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)
14
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap
hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap
lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan
tiga kali seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk:
i. Penderita baru TB paru BTA positif
ii. Penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif yang “Sakit
Berat”
iii. Penderita TB ekstra paru berat
b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (P) dan suntikan
Streptomisin setiap hari, lanjutkan 1 bullan dengan Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (H) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat ini diberikan
untuk:
i. Penderita kambuh (Relaps)
ii. Penderita gagal (Failure)
iii. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (After Default)
c. Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap 2 bulan (2HRZ)
diteruskan dengan tahap terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
i. Penderita baru BTA negatif dan Rontgen positif skit ringan
ii. Penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe
(limfadenitis), pleuritis eksudative unilateral, TB tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
d. OAT sisipan (HRZE)
15
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori 1 dan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih tetap BTA positif diberikan
obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
INH
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserin
o PAS
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Tabel 1. Ringkasan paduan obat Kategori Kasus Paduan obat yang
diajurkanKeterangan
I TB paru BTA +, BTA - , lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE
16
*2RHZE / 4R3H3 II - Kambuh
-Gagal pengobatan
-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE
Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin
II TB paru putus berobat
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
III TB paru BTA neg. lesi minimal
2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3
IV Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)
IV MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB