Upload
dhellaa-noviana
View
42
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jhjl
Citation preview
1
CARPAL TUNNEL SINDROM
Pendahuluan
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan tanda dan gejala klinik yang timbul
akibat tekanan terhadap N. Medianus yang berjalan melalui canalis carpi. Carpal tunnel
syndrome merupakan salah satu bentuk neuropathy pada ekstremitas superior yang
menimbulkan efek nyeri pada tangan berupa gangguan motorik dan sensorik yang dipersarafi
oleh N. Medianus.1
Carpal tunnel syndrome dapat terjadi pada siapa saja. Di Amerika Serikat didapatkan
sekitar 50 dalam populasi 1000 orang yang menderita carpal tunnel syndrome. Ras kaukasia
memiliki resiko tertinggi terkena CTS jika dibandingkan dengan ras yang lain. Perempuan
beresiko lebih tinggi dibandingkan laki – laki dengan tingkat perbandingan sebesar 3:1 pada
usia antara 45 – 60 tahun. Hanya sebesar 10% kasus CTS yang dilaporkan ditemukan pada
usia yang lebih muda di usia 30-an tahun. Kaum perempuan diduga memiliki ukurang canalis
carpi yang lebih kecil dibandingkan kaum laki – laki.Mayoritas kasus carpal tunnel syndrome
didiagnosis tanpa disertai dengan penyebab yang khusus dan pada beberapa penderita
dikarenakan oleh faktor genetik1
Carpal tunnel syndrome mulai dikenal sejak Perang Dunia II. Seseorang yang
menderita gejala – gejala carpal tunnel syndrome akan menjalani terapi pembedahan di
pertengahan abad ke 19. Tahun 1854, Sir James Paget pertama kali melaporkan tekanan pada
N. Medianus di pergelangan tangan akibat fraktur distal radius. Diikuti pada abad ke 20
didapatkan beragam kasus penekanan N. Medianus dalam ligamentum carpal transversum.
Kejadian Carpal tunnel syndrome sering dipublikasikan dalam literasi kedokteran pada awal
abad ke 20 dan mulai digunakan dalam praktek klinis tahun 1939. Dr. George S. Phalen dari
Cleveland Clinic pertama kali mengidentifikasi patologis dari carpal tunnel syndrome pada
sekelompok pasien di tahun 1950-an dan tahun 1960-an dan menyimpulkan carpal tunnel
syndrome merupakan cedera tangan akibat penggunaan dalam aktivitas rutin secara terus –
menerus yang sering didapatkan akibat pekerjaan.1
2
Anatomi
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan
tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang
dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot -
otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon –tendonnya berorigo pada epicondilus
medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal
proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam
pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm. 10
3
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi,
membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada
tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat
mengecilkan ukuran canalis.
Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam
ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada
otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang
diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi
oleh bagian distal N. Medianus.10
Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan
proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan
dan jari jempol.
4
Patogenesis
Melalui terowongan karpal ini terdapat saraf yang bernama saraf medianus, yang
mensarafi sistem perasa (sensorik) dan penggerak (motorik)) pada tangan dan jari-jari tangan.
Saraf medianus juga mensarafi otot-otot pada pangkal ibu jari (otot-otot tenar). 3
Kelainan ini dapat terjadi akibat adanya proses peradangan pada jaringan-jaringan di
sekitar saraf medianus (tendon dan tenosynovium) – dalam terowongan karpal. Penekanan
terhadap persarafan pergelangan tangan (carpal tunnel syndrome) merupakan kelainan yang
paling sering mengenai N. Medianus sebagai sindrom jebakan nervus yang paling sering
ditemukan. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma
repetitif akibat paparan okupasi berkelanjutan yang dapat menimbulkan peradangan.
Peradangan tersebut mengakibatkan jaringan di sekitar saraf menjadi bengkak, sendi menjadi
tebal, dan akhirnya menekan saraf medianus. Penekanan saraf medianus ini lebih lanjut akan
menyebabkan kecepatan hantar (konduksi) dalam serabut sarafnya terhambat, sehingga
timbulah berbagai gejala pada tangan dan pergelangan tangan.2,3
Ligamentum carpi transversum yang terinfiltrasi oleh jaringan amyloid (seperti yang
timbul pada myeloma multiple) atau penebalan jaringan ikat pada rheumatoid
artritis,acromegaly mucopolysaccharidosis, dan hipotiroidisme merupakan penyebab yang
mudah diidentifikasi untuk memicu timbulnya carpal tunnel syndrome. Kehamilan
merupakan faktor penyebab yang bisa memicu timbulnya sindroma ini, namun jarang
teridentifikasidengan jelas. Pada orang lanjut usia, penyebab timbulnya carpal tunnel
syndrome sering menimbulkan kerancuhan.
Dysesthesias dan nyeri pada jari tangan, mengacu pada “acroparesthesiae” merupakan
tanda klinis awal terjadinya sindrom penekanan N. Medianus pada awal tahun 1950-an.
Tahun 1949, Kremer dkk pertama kali mengemukakan penyebab timbulnya sindrom ini
dikarenakan oleh penekanan terhadap N. Medianus pada pergelangan tangan dan gejalanya
akan berkurang dengan pemisahan fleksor retinaculum yang membentuk dinding ventral
canalis carpi. Paresthesia timbul cukup parah di saat malam hari. Nyeri akibat carpal tunnel
syndrome sering kali menjalar hingga ke lengan dan pundak. Gejala yang timbul secara
esensial berupa sensorik satu, yakni hilangnya sebagian sensibilitas superfisial pada jari
5
jempol, jari telunjuk dan jari tengah. Kelemahan dan atrofi pada otot abduktor pollicis brevis
dan otot – otot lain yang dipersarafi oleh N. Medianus seringkali ditemukan pada kelainan
yang sudah cukup parah dan tak terobati. Uji elektrofisiologis membantu dalam penegakan
diagnosis dan memberikan kejelasan akan kemungkinan suksesi tindakan operasi2
Tindakan pembedahan dengan pemisahan ligamentum carpal dengan dekompresi
pada persarafan merupakan tindakan pengobatan terbaik. Splint pada pergelangan tangan,
untuk menghindari gerakan fleksi, seringkali dapat menimbulkan ketidaknyamanan, namun
bermanfaat agar penderita tidak terlalu sering menggunakan tangan yang mulai terkena
carpal tunnel syndrome. Splint bermanfaat untuk sementara waktu dan terapi yang lebih baik
dari splint berupa injeksi hidrokortison ke dalam canalis carpi.3
Gejala klinis
Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit sedang
hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah berat dan
penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan sensasi
mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada jari jempol, jari telunjuk dan jari
tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus. Pada beberapa penderita juga
sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya kekuatan
menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada tangan;
rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur.5
Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi oleh N.
Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi (carpal tunnel
entrapment). Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini
semakin tak terobati.5
6
Perempuan tiga kali lebih banyak daripada laki – laki pada penderita carpal tunnel
syndrome, yang diperkirakan karena ukuran canalis carpi pada perempuan lebih kecil
dibandingkan pada laki – laki.5
ETIOLOGI
Mayoritas kasus carpal tunnel syndrome tak diketahui etiologinya secara pasti
(idiopatik). Carpal tunnel syndrome dapat dihubungkan dengan beragam keadaan yang
memicu penekanan terhadap N. Medianus pada pergelangan tangan. Beberapa kondisi yang
dapat memicu timbulnya carpal tunnel syndrome, antara lain: obesitas, hipotiroidisme,
arthritis, diabetes dan trauma.3
Penyebab lainnya, faktor intrinsik dengan tekanan kuat dari dalam pada canalis dan
faktor ekstrinsik dengan tekanan kuat berasal dari luar canalis, yang dikarenakan oleh tumor
jinak berupa lipoma, ganglioma, dan malformasi vaskuler. Hingga saat ini masih belum
ditemukan hubungan yang jelas antara pekerjaan dan timbulnya carpal tunnel syndrome atau
dikarenakan adanya masalah kesehatan lain yang tak teridentifikasi.
Hubungan dengan Pekerjaan (Okupasi Ergonomik)
Sampai saat ini masih diperdebatkan hubungan antara insidensi carpal tunnel
syndrome dengan gerakan repetitif pergelangan tangan akibat pekerjaan. Occupational Safety
and Health Administration (OSHA) di Amerika Serikat mengeluarkan peraturan dan regulasi
berkaitan dengan trauma karena kelainan kumulatif akibat faktor pekerjaan. Faktor resiko
pekerjaan akibat penggunaan repetitif, pemaksaan, postur pergerakan, dan paparan vibrasi
berulang. Akan tetapi, perkumpulan The American Society for Surgery of the Hand (ASSH)
telah menyatakan literatur yang terkini tidak mendukung adanya hubungan kausal antara
aktivitas pekerjaan dan pengembangan penyakit akibat faktor pekerjaan seperti carpal tunnel
syndrome.3
Hubungan antara pekerjaan dan carpal tunnel syndrome masih kontroversi. Beberapa
ahli berspekulasi bahwa carpal tunnel syndrome dapat terjadi dikarenakan gerakan repetitif
dan aktivitas manipulatif akibat paparan yang telah berlangsung dalam waktu yang lama. Hal
ini juga ditegaskan gejala yang timbul dikarenakan eksaserbasi dengan pemaksaan dan
penggunaan tangan dan pergelangan tangan secara repetitif karena faktor pekerjaan, namun
7
tidak dijelaskan jika gejala ini berupa nyeri alih (yang bukan gejala carpal tunnel syndrome)
atau gejala mati rasa yang lebih tipikal.1,2
Sebuah data ilmiah yang dikeluarkan oleh National Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH) menyatakan jenis pekerjaan yang menyebabkan pergelangan tangan
terpostur melakukan pekerjaan secara repetitif berhubungan dengan insidensi carpal tunnel
syndrome, namun penyebabnya tidak dijelaskan secara terperinci dan perbedaan antara gejala
yang ditimbulkan oleh carpal tunnel syndrome dan nyeri pada lengan akibat hubungan kerja
tidak dijelaskan secara spesifik. Telah diketahui bahwa penggunaan lengan secara repetitif
dapat menimbulkan efek biomekanik pada ekstremitas superior atau menyebabkan kerusakan
pada jaringan. Juga telah diketahui assessment postural dan spinal bersamaan dengan
assessment ergonomic seharusnya dimasukkan sebagai kondisi determinasi. Saat ini belum
ada bukti konkrit tentang riwayat timbulnya carpal tunnel syndrome. 1,3
Carpal tunnel syndrome sering ditemukan pada populasi pekerja orang dewasa oleh
karena itu, ada kemungkinan baik dikarenakan oleh faktor pekerjaan atau bukan. Saat sebuah
otot berkonstraksi, sebagai contoh memelintir dan melakukan gerakan fleksi pergelangan
tangan, terjadi penambahan luas otot berlebihan yang dapat memicu timbulnya kelainan
muskuloskeletal. Disamping tingginya hubungan antara faktor pekerjaan dengan insiden
carpal tunnel syndrome, pengetahuan mengenai hal ini masih kurang jika ditinjau dari pola
dan kausalitas dari hubungan kedua hal ini. Penelitian yang lebih luas perlu dilakukan untuk
mengemukakan secara konkrit hubungan ergonomik dan kecelakaan kerja yang di dalamnya
termasuk carpal tunnel syndrome.5
Hubungan Carpal Tunnel Syndrome dengan Penyakit – Penyakit Lain
Beragam faktor yang dapat memicu timbulnya CTS (carpal tunnel syndrome) yakni
faktor keturunan, ukuran dari ruas canalis carpi, hubungan penyakit secara lokal dan sistemik,
dan kebiasaan hidup. Penyebab non-traumatik secara umum dapat timbul setelah lewat suatu
periode waktu, dan tidak dipicu oleh hal lain. Kebanyakan faktor pemicu ini dikarenakan
manifestasi penuaan secara fisiologi, antara lain:
Rheumatoid arthritis dan penyakit inflamasi lainnya yang dapat menyebabkan
peradangan pada tendon – tendon fleksor.
Kehamilan dan hipotiroidisme, terjadinya retensi cairan dalam jaringan
8
menyebabkan pembengkakan pada tenosynovium.
Perempuan hamil beresiko tinggi terkena CTS dikarenakan perubahan
hormonal danretensi cairan yang sering terjadi pada masa kehamilan. CTS
biasanya muncul danmulai dikeluhkan saat memasuki trimester ketiga dan
menghilang setelah persalinan,biasanya dikarenakan edema akibat retensi
cairan.
Cedera di waktu lalu berupa fraktur pada pergelangan tangan.
Kesalahan pengobatan dapat memicu terjadinya retensi cairan atau timbulnya
inflamasi berupa: artritis inflamasi, fraktur Colles, amyloidosis,
hipotiroidisme, diabetes mellitus, acromegaly, dan penggunaan kortikosteroid
dan estrogen secara berlebihan.
Carpal tunnel syndrome berhubungan dengan aktivitas repetitif pada tangan
danpergelangan tangan, bersamaan dengan adanya pemaksaan dan postur yang
kaku.
Acromegaly, kelainan hormon pertumbuhan yang menekan persarafan akibat
pertumbuhan tulang abnormal pada tangan dan pergelangan tangan.
Tumor, biasanya tumor jinak, yakni ganglion atau lipoma, dapat
menimbulkanmenekan secara aktif ke dalam canalis carpi dan mengurangi
ukuran ruang dalam canalis carpi. Kejadian ini jarang terjadi (kurang dari 1%
dari total insidensi).
Obesitas juga dapat meningkatkan resiko CTS. Individu yang termasuk di
dalamkelompok obese (BMI>29) memiliki resiko 2,5 kali lebih tinggi
dibandingkanindividu yang bertubuh kurus (BMI < 20).5
Diagnosis
Secara klinis CTS didiagnosis dengan kriteria yaitu rasa nyeri yang berupa
kesemutan, rasa terbakar dan baal pada jari I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV
dengan onset terjadi di waktu malam hari atau dini hari. Pada keadaan yang berat, rasa nyeri
dapat menjalar hingga ke lengan atas dan terdapat atrofi pada otot thenar. Penegakan
diagnosis baru dilakukan jika telah dilakukan tes provokasi berupa Tes Phalen, Tes Tinel dan
Tes Wormser (Reverse Phalen) positif.7
9
Untuk menegakkan diagnosis Sindroma Terowongan Karpal kita harus mengetahui
tanda dan gejalanya. Keluhan timbul berangsur-angsur, dan yang spesifik ialah:
o rasa nyeri di tangan pada malam atau pagi hari. Penderita sering terbangun karena
nyeri ini. Penderita biasanya berusaha sendiri mengatasi keluhannya misalnya dengan
meninggikan letak tangannya, menggerak-gerakkan tangannya ataupun mengurutnya,
ternyata dengan gerakan-gerakan itu keluhannya dapat mereda bahkan hilang.
Keluhan juga berkurang jika pergelangan tangan banyak beristirahat dan sebaliknya
keluhan menghebat pada pergerakan - pergerakan yang menyebabkan tekanan
intrakanal meningkat. Lama - kelamaan keluhan ini makin sering dan makin
berat bahkan dapat menetap pada siang dan malam hari.
o rasa kebas, kesemutan, baal atau seperti terkena aliran listrik pada jari-jari. Biasanya
pada jari jempol, telunjuk, tengah dan manis. Kadang tidak dapat dirasakan
dengan pasti jari mana yang terkena atau dirasakan gangguan pada semua jari.
Dapat pula terasa gangguan pada beberapa jari saja, misalnya jari ke 3 dan 4,
tetapi tidak pernah keluhan timbul hanya pada jari kelingking saja, hal ini
sesuai dengan distribusi dari n.Medianus.
o rasa nyeri kadang dapat terasa sampai ke lengan atas bahkan leher, tetapi rasa kebas,
kesemutan dan baal hanya terbatas pada daerah distal pergelangan tangan saja.
o bengkak, sembab dan kaku pada jari-jari, tangan dan pergelangan terutama pada pagi
hari dan terdapat perbaikan setelah beraktifitas, walau kadang tidak terlihat jelas tetapi
dirasakan penderita.
o gerakan jari - jemari kurang trampil misalnya waktu menyulam, menulis atau
memungut benda kecil. Kadang pasien sering tidak sadar menjatuhkan benda yang
dipegangnya. Bila terjadi pada anak - anak maka akan terlihat bahwa anak tersebut
bermain hanya dengan mengunakan jari 4 dan ke 5 saja.
o otot telapak tangan yang makin lama semakin menciut juga sering dikeluhkan.
Pada pasien didapatkan keluhan telah lebih dari 10 tahun mengeluh nyeri dan sulit
untuk menggunakan jari-jemarinya, terutama pada tangan kiri. Awalnya keluhan hanya
timbul saat pasien bekerja yaitu menjahit atau melakukan pekerjaan rumah tangga, tetapi
lama–kelamaan menetap. Keluhan ini juga dirasakan menjalar sampai ke bahu walau rasa
baal dan bengkak hanya pada telapak tangan. Hampir setiap malam pasien mengeluh
10
tangannya yang semakin sakit jika tidak sengaja tertindih atau tertekuk, keluhan ini awalnya
mudah hilang jika tangan dikibaskan atau diurut.7
Untuk menegakkan diagnosis Sindroma Terowongan Karpal pada keluhan -keluhan
tersebut, maka diperlukan pemeriksaan fungsi motorik, sensorik dan otonom pada tangan.
Untuk itu dapat dilakukan beberapa pemeriksaan dan tes provokasi untuk mempertajam
diagnosis.
1. Tes Phalen (Phalen’s test)
Penderita diminta untuk fleksi palmar secara maksimal. Bila sebelum 60 detik timbul
rasa tebal, kesemutan atau seperti kena listrik pada daerah distribusi n.Medianus, tes
dinyatakan positif. Banyak penulis yang menyatakan tes ini baik untuk diagnosis
Sindroma terowongan karpal, dengan sensitifitas 75% dan spesifisitas 95%.
(Pemeriksaan ini juga dilakukan serentak pada kedua tangan agar dapat dibandingkan).
Walaupun carpal tunnel sindrom banyak yang bilateral, tangan mana yang lebih dahulu
positif dapat menentukan bahwa carpal tunnel sindrom pada tangan tersebut lebih berat
dari tangan yang satu lagi. (Tes ini tak dapat dinilai bila ada gangguan pergerakan sendi).
2. Tanda dari Tinel (Tinel’s sign)
Dengan mengetok n.Medianus melalui fleksor retinakulum di lipat pergelangan
tangan, tepat lateral tendo palmaris longus, dalam posisi sedikit dorsofleksi, timbul rasa
seperti kena listrik atau nyeri pada daerah distribusi n.Medianus, distal pergelangan, tes
dinyatakan positif. Ketokan sebaiknya dengan perkusi yang cukup besar sehingga dapat
mengetok seluruh fleksor retinakulum. Ketokan dengan jari biasanya kurang memadai.
Bila rasa nyeri yang timbul menjalar ke arah proksimal, mungkin jebakan terletak
proksimal dari terowongan karpal. Dan bila rasa nyeri menjalar ke distal dan proksimal,
mungkin ada suatu “double crush” yaitu jebakan terjadi di terowongan karpal dan juga di
proksimal terowongan karpal. Tes ini memiliki sensitifitas 64% dan spesifisitas mencapai
99% untuk mendiagnosis carpal tunnel sindrom.
11
3. Tanda mengibaskan tangan (Flick sign)
Penderita diminta mengibaskan tangannya atau menggerak-gerakan jarinya. Bila
dengan cara ini keluhannya berkurang atau menghilang maka akan mendukung diagnosis
c.pal tunnel sindrom
4. Atrofi otot thenar (Thenar wasting)
Terlihat dan dapat diraba atrofi dari otot thenar.
5. Paresis otot (kekuatan, ketrampilan, ketepatan)
dapat dinilai dengan manual atau alat khusus (dinamometer). Penderita diminta
melakukan abduksi palmar secara maksimal, lalu mempertautkan ujung jari ke 1 dan ke 2,
kemudian jari 1, 2 dan 3 serta jari 1 dan 5. Begitu juga kekuatan jepitan antara jari 1 dan
2. Dengan cara-cara ini kekuatan otot yang dipersarafi n.Medianus dapat dinilai satu
persatu. Untuk ketrampilan/ketepatan, dilihat cara penderita melakukan gerakan rumit,
misalnya menyulam, menulis dan lain-lain.
6. Tes ekstensi pergelangan (Wrist extension test)
Penderita diminta ekstensi dorsal pergelangan secara maksimal. Bila sebelum 60 detik
timbul rasa kebas, semutan atau seperti kena listrik pada daerah distribusi n.Medianus,
dinyatakan tes positif hal ini dapat menyokong diagnosis carpal tunnel sindrom
(sebaiknya pemeriksaan dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan). Bila ada gangguan pergerakan sendi (arthritis, ankylose dll) tes ini tak
dapat dinilai.
7. Tes bendungan (Tourniquet test)
Dengan melakukan bendungan memakai alat pemeriksa tekanan darah (tensimeter)
proksimal siku sedikit diatas tekanan sistolik. Bila dalam 60 detik timbul rasa kesemutan,
kebas atau seperti kena listrik pada derah distribusi n.Medianus, tes dinyatakan positif hal
ini menyokong untuk diagnosis carpal tunnel sindrom. (Tes ini akan positif pula pada
beberapa penyakit lain misalnya penyakit Raynaud).
12
8. Tes Tekanan (Pressure test)
Dengan memakai ibu jari, n.Medianus di pergelangan (tempat memeriksa tanda dari
Tinel) ditekan dengan lembut. Bila dalam waktu < 120 detik timbul rasa kesemutan,
kebas, seperti kena listrik ataupun nyeri di daerah distribusi n.Medianus dinyatakan tes
positif, menyokong untuk diagnosis Sindroma Terowongan Karpal. (Pemeriksaan
dilakukan serentak pada kedua tangan).
9. Tanda dari Luthy (Lüthy’s sign) / tanda Botol (Bottle’s sign)
Penderita diminta menggenggam dengan melingkarkan ibu jari dan telunjuknya pada
benda yang berbentuk tabung misalnya botol atau gelas. Bila lipatan kulit penderita tidak
dapat menyentuh dinding tabung dengan rapat dinyatakan tanda Luthy positif, hal ini
menyokong dignosis Sindroma Terowongan Karpal.
10. Pemeriksaan sensibilitas
Diperiksa kemampuan penderita untuk diskriminasi dua titik. Bila dibutuhkan jarak > 6
mm untuk membedakan tekanan pada dua titik di daerah n.Medianus maka dianggap
positif. Diperiksa dengan benang khusus dari yang besar lalu diganti berturut – turut
dengan benang yang makin kecil dengan tekanan kecil pula, setelah itu dibandingkan
kepekaannya dengan daerah di luar distribusi n.Medianus. Untuk pemeriksaan hiperpati
sama dengan yang diatas (sentuhan halus/jarum). Bila untuk hiperpati di daerah distribusi
n.Medianus, tes dinyatakan positif. Semua pemeriksaan sensibilitas ini dapat menyokong
diagnosis Sindroma Terowongan Karpal.
11. Pemeriksaan Fungsi Otonom
Perhatikan apakah ada perbedaan keringat (walau jarang), kulit kering dan licin yang
berbatas tegas pada distribusi n.Medianus saja, akan menyokong diagnosis Sindroma
Terowongan Karpal.
12. Suntikkan steroid ke dalam terowongan karpal
Bila keluhan berkurang/menghilang, dianggap tes positif dan dapat menyokong diagnosis
Sindroma Terowongan Karpal.
13. Pemeriksaan rongent, USG resolusi tinggi, CT scan dan MRI
13
Dapat membantu mengetahui kondisi dalam terowongan karpal. Tapi karena biaya
pemeriksaan canggih ini cukup mahal, pemeriksaan ini hanya dilakukan pada kasus-kasus
tertentu saja sebelum tindakan operasi.
14. Pemeriksaan neurofisiologi
Dengan melakukan pemeriksaan elektromiografi (EMG) dapat dinilai fungsi motoris
dan sensoris suatu saraf. Bila terdapat gangguan setempat pada satu saraf, dapat
ditentukan dimana lokasi gangguan (lesi) tersebut. Banyak teknik pemeriksaan EMG
yang diajukan untuk pemeriksaan Sindroma Terowongan Karpal. Antara lain dengan
membandingkan pemeriksaan EMG konvensional, kecepatan hantar saraf (KHS) dan
masa laten distal (MLD) motoris dan sensoris n.Medianus dengan n.Ulnaris, atau dengan
n.Medianus sisi yang lainnya. Hanya bila dibandingkan dengan n.Medianus sisi lainnya
kadang-kadang sukar dinilai, karena Sindroma Terowongan Karpal cenderung bilateral.
Saat ini pemeriksaan EMG yang dianggap paling sensitif adalah dengan membandingkan
KHS dan MLD sensoris n.Medianus yang melewati terowongan karpal dengan cabang
kutaneus palmaris (cabang n.Medianus yang tidak melewati terowongan karpal). Pada
keadaan normal perbedaan KHS dan MLD sensoris kedua saraf ini kecil. Pada Sindroma
Terowongan Karpal terlihat perbedaan yang meningkat. (perbedaan MLD sensoris > 0,5
mili detik, perbedaan MLD motoris > 1,5 mili detik). Menurut Chein-Wei Chong dkk,
pemeriksaan dengan cara ini sensitifitasnya sangat tinggi.
De Krom dkk. Menyatakan bahwa pemeriksaan tes 1 sampai 13 kurang memadai untuk
menegakkan diagnosis Sindroma Terowongan Karpal. Karena itu penderita dengan tanda
dan gejala Sindroma Terowongan Karpal harus dilakukan pemeriksaan neurofisiologi.
Pada pasien hasil pemeriksaan yang mendukung diagnosis Sindroma Terowongan
Karpal adalah : Tes Phalen (+/+), tanda dari Tinel (+/+), tanda mengibaskan tangan (+/+), tes
ekstensi pergelangan (+/+), tes tekanan (+/+), tanda dari Luthy (-/+). Pasien juga pernah
mendapat suntikan steroid pada pergelangan tangannya dimana terdapat perbaikan walau
cuma untuk dua minggu. Pemastian diagnosis dengan pemeriksaan neurofisiologi
mendapatkan hasil : Carpal Tunnel Syndrome bilateral, kiri lebih berat dari kanan8
14
Penatalaksanaan
Berhubung Sindroma Terowongan Karpal ini sering didasari oleh penyakit atau
keadaan lain (10-50%), maka terapi ditujukan untuk Sindroma Terowongan karpal sendiri
atau untuk penyakit serta keadaan lain yang mendasarinya.
Konservatif
1) Pemasangan Bidai
Pemasangan bidai di pergelangan tangan pada posisi netral, diharapkan pergelangan dapat
istirahat secara fisiologis dan tekanan dalam terowongan karpal menjadi lebih minimal.
Tergantung dari beratnya keluhan, bidai dipasang terus menerus atau malam hari saja selama
2 - 6 minggu. Pemasangan bidai malam hari sangat berarti bagi penderita yang sering tidur
dengan fleksi pergelangan tangan. Pemakaian bidai ini efektif jika dilakukan dalam jangka
tiga bulan sejak timbul keluhan.
Splint (Bidai Immobilisasi)
Splint pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa dengan mengurangi fleksi
pergelangan tangan. Splint di malam hari dapat membantu pasien untuk tidur nyenyak.
Beragam terapi yang dilakukan oleh penderita carpal tunnels syndrome seperti
pemasangan splint, terapi sinar ultrasonik, gerakan peregangan saraf, mobilisasi tulang
carpal, terapi magnetik dan yoga memberikan keuntungan berupa perbaikan yang cukup
signifikan. Disamping itu, ada juga pengobatan secara fisioterapi atau teknik terapi okupasi
untuk carpal tunnel syndrome. Terapi ini berorientasi secara primer untuk nyeri karena
15
aktivitas non-spesifik dan kurang memberikan hasil yang baik pada gejala mati rasa karena
CTS.
Terapi okupasi memberikan penyaranan ergonomik untuk mencegah gejala yang
semakin parah. Terapi okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui terapi adaptif tradisional.
Segala bentuk penekanan paksa dan penggunaan berulang tangan dan pergelangan tangan
dapat menimbulkan nyeri pada anggota ekstremitas superior. Dengan istirahat yang sesering
mungkin dapat berguna jika jadwal kerja dapat dikurangi kepadatannya. Sebuah hasil
penelitian baru – baru ini menunjukkan dengan istirahat singkat beberapa kali saat aktivitas
yang cukup menegangkan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan istirahat
dalam waktu yang lama. Beragam jenis perangkat aksesoris komputer yang dapat digunakan
untuk menopang tangan dari kelelahan karena aktivitas berlebihan.6
Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot – otot lengan dan tangan
dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. Medianus. Massase atau pemijatan
merupakan salah satu metode terapi yang sering digunakan untuk mengobati gejala CTS.
Perengangan dan pelepasan myofascial dapat menghilangkan rasa nyeri, mati rasa, kesemutan
dan nyeri terbakar dalam beberapa menit.6
2) Penyuntikan steroid ke dalam terowongan karpal7
Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara temporer
dalam waktu yang singkat. Pada beberapa pasien, injeksi kortikosteroid dapat bernilai
diagnostik. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka waktu yang panjang.
Pada umumnya, para ahli medis hanya meresepkan penyuntikan steroid lokal hingga
pengobatan jenis lain bisa dilakukan dengan baik. Pada kebanyakan pasien, pembedahan
merupakan satu –satunya pengobatan yang bisa memberikan penyembuhan permanen.
Selain untuk terapi Sindroma Terowongan Karpal, penyuntikan steroid yang dapat
menghilangkan atau mengurangi keluhan Sindroma Terowongan Karpal ini merupakan salah
satu tes untuk menegakkan diagnosis Sindroma Terowongan Karpal. Penyuntikan steroid ke
dalam terowongan karpal, diharapkan dapat mengatasi edema dalam terowongan karpal.
Caranya:
Deksametason sebanyak 1 mg atau steroid lain disuntikkan dengan jarum no. 25 langsung
ke dalam terowongan karpal lebih kurang 1 cm proksimal dari lipat pergelangan medial tendo
otot palmaris longus dan medial n.Medianus yang terletak tepat di bawah tendo ini dengan
16
arah 60◦. Jaga suntikan steroid ini jangan langsung mengenai n. Medianus. Bila penusukan
jarum terasa nyeri, jarum ditarik sedikit, lalu tusukan lebih medial lagi (ada juga yang
memilih suntikan lateral otot palmaris longus). Sebaiknya suntikan steroid jangan dicampur
bahan anestesi, sebab akan menambah jumlah isi terowongan karpal yang telah sempit,
walaupun rasa nyeri cepat sekali menghilang bila ditambah bahan anestesi. Setelah disuntik,
bekas tusukan jarum ditekan dan penderita diminta menggerak-gerakan jari tangannya untuk
menyebarkan steroid tersebut. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah dua
minggu atau lebih. Maksimal dapat diberikan sampai 3 kali suntikan, bila belum memberi
hasil yang memuaskan dipertimbangkan tindakan operasi, karena dapat timbul efek samping
dari penyuntikan steroid ini.
Efek samping penyuntikan steroid:
a) obat masuk ke saraf (nyeri)
b) atrofi, hipopigmentasi, perdarahan
c) robeknya tendon secara spontan
d) radang lokal
3) Obat – obatan
Penggunaan obat – obatan anti-inflamasi tanpa resep seperti aspirin, ibuprofen atau
naproxen dapat secara efektif mengurangi gejala dengan baik. Penghilang nyeri seperti
paracetamol hanya bersifat sementara dalam menghilangkan nyeri, dan hanya anti-inflamasi
yang bisa mengurangi peradangan CTS. Obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) secara
teoritis bisa mengobati pembengkakan dan menghilangkannya dengan baik. Steroid oral
seperti prednisone dapat mengobati pembengkakan dengan baik, namun secara umum tidak
digunakan dalam terapi CTS karena efeks sampingnya yang kurang baik. Penggunaan obat
anti-inflamasi non-steroid dapat memperparah gejala asma pada pasien yang memiliki
riwayat asma, penggunaan steroid berupa prednisone adalah pilihan paling aman bagi pasien
asma yang mengalami CTS. Komplikasi yang paling sering muncul berhubungan dengan
pemakaian jangka lama obat anti-inflamasi adalah iritasi dan perdarahan saluran cerna.
Beberapa jenis obat anti-inflamasi juga memiliki kontraindikasi terhadap beberapa jenis
penyakit jantung. Penggunaan obat anti-inflamasi secara kronik, nyeri jangka lama sebaiknya
17
dipantau oleh dokter secara seksama.
Pengobatan yang lebih agresif untuk terapi CS adalah injeksi kortison
untukmengurangi pembengkakan dan tekanan pada persarafan dalam canalis carpi.
Methylcobalamin (vit B12 memberikan manfaat baik pada bebeapa kasus CTS.
Pengontrolan cairan misalnya diuretika
Dengan berkurangnya cairan tubuh secara sistemik, maka diharapkan cairan di daerah
terowongan karpal akan berkurang, hal ini akan mengurangi tekanan dalam terowongan
karpal.
Anti inflamasi non steroid atau steroid
Obat - obatan anti inflamasi baik steroid maupun non steroid akan mengurangi edema di
dalam terowongan karpal.
Estrogen
Karena penderita Sindroma terowongan karpal terutama pada wanita diatas 40 tahun
(menopause), Schiller dan Kolb menduga mungkin kekurangan estrogen akan mempengaruhi
pertumbuhan jaringan ikat, sehingga mereka memberi estrogen pada pasien-pasiennya yang
disebutnya sebagai suatu Sindroma menopause. Tapi pendapat ini ditentang oleh penulis-
penulis lain.
Vitamin Neurotropik
Ellis, Folker dkk dan beberapa penulis lain menyatakan defisiensi pyridoxin merupakan
salah satu faktor etiologi Sindroma Terowongan Karpal Sehingga memberikan pyridoxin
sebagai terapi Sindroma Terowongan Karpal dan menurut mereka, hasilnya cukup
memuaskan. Tapi penulis-penulis lain banyak pula yang menentang pendapat ini, apalagi
karena pyridoxin yang berlebihan dapat pula menyebabkan neuropati (karena intoksikasi).
Tapi menurut penulis yang setuju memakai pyridoxin, neuropati karena pyrodoxin ini hanya
terjadi pada penderita yang telah mempunyai kecenderungan akan timbulnya neuropati. Dosis
pyridoxin yang dianjurkan adalah 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Menurut Folker selain
defisiensi pyridoxin pada Sindroma Terowongan Karpal terdapat pula defisiensi riboflavin.
Terlepas benar atau salahnya teori defisiensi vitamin-vitamin ini pada Sindroma Terowongan
Karpal sebagai pelengkap terapi neuropati. Kita selalu memberi vitamin kombinasi golongan
18
B karena vitamin ini banyak mempengaruhi perbaikan-perbaikan saraf tepi yang rusak.
Begitu juga mecobalamin disebut-sebut berguna untuk regenerasi saraf perifer.
4) Fisioterapi untuk memperbaiki vaskularisasi pergelangan tangan Terdapat beberapa
terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih dipergunakan hingga saat ini, antara lain:
Peregangan ( Stretching ) Beragam gerakan peregangan dapat membantu pencegahan terhadap
CTS, namun banyak orang yang tidak tahu akan kegunaan peregangan otot – otot
pergelangan tangan dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang CTS, berikut ini adalah
gerakan pereganganyang bisa dilakukan:
Gerakan 1, Gerakan Mengepal dan Membuka
Kepalkan tangan dengan kencang selama 3 – 5 detik, lalu lepaskan dan ratakan
seluruh jari – jari tangan. Ditahan selama 3 – 5 detik juga. Ulangi gerakan ini sebanyak 5 kali
di tiap tangan.4
19
Gerakan 2 : Peregangan
Gerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang disebabkan oleh
pergerakan tangan repetitif dalam periode tertentu. Dengan menggunakan salah satu tangan,
jari – jari di tangan lain di lebarkan sebisa mungkin tanpa menimbulkan rasa nyeri. Hasil dari
peregangan dapat dirasakan pada telapak tangan dan pergelangan tangan. Tahan posisi
peregangan ini selama 3 – 5 detik lalu lepaskan. Lakukan gerakan ini sebanyak 5x di tiap
tangan yang telah dilakukan gerak mengepal dan meregang.4
5) Ultrasound
Ultrasound frekuensi tinggi diarahkan ke area inflamasi, gelombang suara itu
dikonversikan menjadi panas di dalam jaringan, diharapkan akan melancarkan vaskularisasi.
Terapi sinar radiasi secara ultrasonik terhadap pergelangan tangan pasien CTS memberikan
perbaikan yang cukup signifikan. Satu program terapi sinar terdiri atas 20 sesi dengan masing
– masing sesi selama 15 menit dengan pemaparan ultrasonik pada area canalis carpi dengan
frekuensi 1 MHz dan kekuatan 1.0 W/cm2.4
Pada pasien dalam 10 tahun telah mendapat banyak terapi konservatif baik obat oral, vitamin,
fisoterapi bahkan suntikan steroid, tetapi keluhan tetap timbul kembali, nampaknya bukan
karena sindroma Terowongan Karpal yan dideritanya berat, tetapi karena pasien tetap
melakukan aktifitas yang seharusnya dihindari sampai saat ini.
Operatif5
Tindakan operatif dilakukan bila:
o keluhan – keluhan yang berat sehingga sangat mengganggu penderita.
o atrofi otot-otot thenar.
o pemeriksaan EMG yang jelek (Sindroma Terowongan Karpal berat).
o terapi konservatif tanpa ada perbaikan.
20
o Sindroma Terowongan Karpal akut dengan gejala yang hebat/berat.
Operasi dapat dilakukan dengan cara konvensional atau endoskopi. Dengan konvensional
yang dilakukan sebagai berikut:
Operasi dapat dengan anestesi lokal, tapi bila dicurigai harus melakukan eksplorasi yang agak
lama sebaiknya pakai anestesi umum. Sebelumnya dipasang bendungan (tourniquet) untuk
mengurangi perdarahan.
Ligamen karpi-transversum dipotong lebih kurang 3 cm distal lipat pergelangan
tangan di sisi ulnar. Isi terowongan dibersihkan dari proses desak ruang. Mungkin perlu
dilakukan tenosinovektomi dan pada keadaan tertentu disertai suatu internal neurolisis.
Pada waktu operasi harus berhati-hati jangan sampai memotong cabang rekuren
n.Medianus atau struktur lainnya.
Pembedahan Carpal Tunnel Syndrom
Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome. Dua
teknikyang berbeda digunakan di dalamnya. Luka pada tangan kiri adalah bekaspembedahan
6 minggu yang lalu, sedangkan luka pada tangan kanan adalah bekas pembedahan 2 minggu
yang lalu. Dapat dilihat adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang merupakan
tanda kronik CTS.
21
Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome. Dapat dilihatteknik
pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga dikenal dengan sebutanpembedahan
“pembebasan canalis carpi”. Pembedahan ini sangat direkomendasikan bagi pasien yang telah
mengalami secara konstan dan static mati rasa, kelemahan otot tangan, atau atrofi, dan
penggunaan splint di malam hari sudah tidak bisa lagi mengontrol gejala – gejala intermiten
CTS. Secara umum, pada kasus – kasus dengan derajat sedang dapat dikontrol gejalanya
dengan baik dalam hitungan bulan dan tahun, namun untuk kasus – kasus dengan derajat
berat secara simptomatis sulit dikurangi ataupun dihilangkan sehingga terapi pembedahan
adalah metode pengobatan terbaik
Setelah operasi selesai dipasang bidai dengan pergelangan sedikit dorsofleksi untuk
mencegah prolaps tendo otot fleksor ataupun n.Medianus sendiri melalui bekas irisan
ligamen karpi transversum. Sendi-sendi kecil sudah harus mulai digerak-gerakan segera
setelah operasi, kemudian baru dilatih pergerakan pergelangan secara bertahap. Harus
dijaga jangan sampai timbul edema atau jaringan parut. Diusahakan agar posisi tangan lebih
tinggi dari jantung dan waktu tidur jangan diganjal dengan bantal agar tetap di tempat yang
lebih tinggi. Selama dua minggu pertama tidak diperkenankan mengangkat benda berat.
Setelah tindakan operasi tetap diberikan terapi tambahan vitamin kombinasi golongan B
(neurotropik) untuk mempercepat perbaikan metabolisme saraf.
Kegagalan / Komplikasi Operasi:
o gagal membebaskan ligamen karpi transversum secara lengkap/adekuat.
o terjadi edema dan jaringan parut, sehingga kompresi n.Medianus terulang lagi.
22
o prolaps isi terowongan di tempat irisan ligamen karpi transversum, karena bidai
terlalu cepat dilepas atau menggerakkan pergelangan terlalu cepat / maksimal.
o timbul kekakuan sendi karena terjadi perlengketan – perlengketan.
o Infeksi bekas operasi.
o komplikasi tidak langsung karena pemasangan tourniquet yang terlalu lama/keras,
sehingga menimbulkan neuropati (pressure neuropathy) pada n.Radialis.
Terapi keadaan yang mendasari Sindroma Terowongan Karpal 5
o Walaupun terapi yang ditujukan langsung pada Sindroma Terowongan Karpal
sendiri berhasil, tapi bila keadaan/penyakit yang mendasarinya tak ditanggulangi,
suatu saat Sindroma Terowongan Karpal yang disebabkan aktifitas tangan tertentu
yang berulang seperti pekerjaan rumah tangga (memasak, memotong, mencuci dan
memeras pakaian, menyapu dan mengepel, memeras kelapa, mengulek bumbu-
bumbu) memutar baut dengan obeng, menggerakkan kursi roda pada penderita
paralegi, mengetik dan menggunakan alat yang bergetar atau bekerja pada suhu
dingin (tukang daging dan ikan, pengemas makanan beku) dan ban berjalan
(asembling, pengepakan) harus diusahakan merubah kebiasaan atau menukar
pekerjaan dan memodifikasi alat yang dipakai.
o Bila Sindroma Terowongan Karpal yang didasari oleh penyakit lain, misalnya
Akromegali atau Arthritis, penyebab Akromegali atau Arthritis yang perlu
ditanggulangi. Sindroma Terowongan Karpal pada kehamilan biasanya akan
sembuh setelah melahirkan, tapi mungkin akan kambuh lagi pada kehamilan
berikutnya.
Prognosa7
Kebanyakan orang mendapatkan penyembuhan dan perbaikan akibat gejala CTS
melalui terapi konservatif atau pembedahan dengan resiko kerusakan saraf seminimal
mungkin. Carpal tunnel syndrome kronik jangka lama, biasanya ditemukan pada orang –
23
orang lanjut usia, dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen dengan gejala mati rasa
ireversibel, adanya muscle wasting dan kelemahan otot akibat atrofi otot – otot thenar.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan carpal tunnel syndrome, yakni
faktor mental yang labil dan pengguna minuman alkohol akan menyebabkan carpal tunnel
syndrome yang diderita semakin parah.
Banyak penderita carpal tunnel syndrome ringan dengan mengubah perilaku
penggunaan tangan saat bekerja dan perbaikan postur serta melakukan terapi konservatif
dengan baik dan rutin, melalui pengobatan tanpa pembedahan dapat memulihkan kondisi
kembali tanpa adanya lagi mati rasa ataupun rasa nyeri, dan tidak ada lagi gangguan saat
tidur. Beberapa orang menemukan perbaikan terhadap gejala CTS dengan merubah pola
pekerjaan dengan penggunaan tangan dan pergelangan tangan secara berulang, yakni waktu
aktivitas dan waktu istirahat disinkronkan. Pada beberapa orang juga menerapkan pola
pengerjaan berdasarkan prioritas sehingga mereka pun bisa menghindari aktivitas
penggunaan tangan berlebihan sehingga rasa nyeri bisa diminimalisir.
Kekambuhan carpal tunnel syndrome setelah pembedahan jarang terjadi. Jika
seseorang mengeluhkan gejala nyeri pada tangan setelah pembedahan, gejala tersebut bukan
karena carpal tunnel syndrome. Ada kemungkinan diagnosis carpal tunnel syndrome yang
tidak tepat pada pasien tersebut serta setelah pembedahan usai tidak ada pengurangan gejala
yang berarti bagi pasien.2
Pencegahan
Sebuah studi di tahun 2007 dibawah pimpinan Lozano-Calderon dkk dari Department
of Othopaedic Surgery at Massachusetts General Hospital menyatakan carpal tunnel
syndrome terjadi karena faktor genetik dan struktur. Oleh karena itu, carpal tunnel syndrome
berkemungkinan tak dapat dicegah untuk terjadi. Akan tetapi, beberapa pihak menyatakan
pencegahan dapat dilakukan dengan cara menerapkan pola gaya hidup sehat seperti
menghindari stress berulang, melakukan kebiasaan bekerja yang sehat seperti menggunakan
alat bantu kerja berupa wrist rest dan mouse pad, istirahat sejenak dari rutinitas pekerjaan
yang dilakukan oleh tangan dan pergelangan tangan secara berulang, menggunakan papan
ketik alternatif (pena digital, alat pengenal suara dan alat pendikte) dan mengkonsumsi
vitamin B, asam lemak omega-3 dan zat anti-inflamasi seperti turmerik.
Individu yang selalu melakukan aktivitas dan pekerjaan yang dapat memicu
timbulnya carpal tunnel syndrome di kemudian hari perlu memberikan batasan dalam
24
pekerjaan, namun sangat sedikit data yang mendukung konsep ini dan dianggap remeh akan
penggunaan lengan secara berulang dalam posisi yang kaku dapat menimbulkan sakit
KESIMPULAN
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan tanda dan gejala klinik yang timbul
akibat tekanan terhadap N. Medianus yang berjalan melalui canalis carpi. Carpal
tunnel syndrome merupakan salah satu bentuk neuropathy pada ekstremitas superior
yang menimbulkan efek nyeri pada tangan berupa gangguan motorik dan sensorik
yang dipersarafi oleh N. Medianus.
Gejala– gejala yang ditimbulkan oleh carpal tunnel syndrome berupa nyeri,
paresthesia, dan kelemahan pada regio yang dipersarafi oleh N. Medianus. Diagnosis
carpal tunnel syndrome berupa adanya nyeri, mati rasa (numbness) dan kesemutan
pada tangan yang dapat menjalar hingga pundak dan leher; gangguan ini sering terjadi
di malam hari saat tidur dengan posisi tidur berbaring ke satu sisi. Untuk mencegah
terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang menimbulkan mati
rasa (numbness) dan nyeri, perlu dilakukan gerakan meregang pergelangan tangan,
tangan dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif bagi penderita carpal
tunnel syndrome dengan menggunakan splint (balut tangan), injeksi kortikosteroid
dan pembedahan.
Carpal tunnel syndrome dapat dihubungkan dengan beragam keadaan yang memicu
penekanan terhadap N. Medianus pada pergelangan tangan. Beberapa kondisi yang
dapat memicu timbulnya carpal tunnel syndrome, antara lain: obesitas, hipotiroidisme,
arthritis, diabetes dan trauma.
Secara klinis CTS didiagnosis dengan kriteria yaitu rasa nyeri yang berupa
kesemutan, rasa terbakar dan baal pada jari I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV
dengan onset terjadi di waktu malam hari atau dini hari. Pada keadaan yang berat, rasa
nyeri dapat menjalar hingga ke lengan atas dan terdapat atrofi pada otot thenar.
Penegakan diagnosis baru dilakukan jika telah dilakukan tes provokasi berupa Tes
Phalen, Tes Tinel dan Tes Wormser (Reverse Phalen) positif.
Beragam terapi untuk carpal tunnel syndrome berupa gerakan relaksasi dan
25
peregangan otot dan persarafan tangan dan pergelangan tangan, penyuntikan
kortikosteroid, penggunaan obat anti-inflamasi, pembedahan, terapi sinar dan
fisioterapi okupasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maurice Victor, Allan H. Ropper.“Diseases of Spinal Cord, Peripheral Nerve,and
Muscle”.Adams and Victor’s Principles of Neurology.7th ed. New York: McGraw-Hill
Companies, 2001: 1433 – 1434.
2. Lewis P. Rowland, M.D. “Systemic Diseases and General Medicine”. Merritt’s
Neurology. 11th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins,2005 : 1116.
3. H. Jusuf M, Abdul Bar H., Adre M., M. Kurniawan S.”Sindroma Terowongan
Karpal”.Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur
Operasional (SPO) Neurologi.Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI).2006: 90 – 91.
4. Budiono. Carpal Tunnel Syndrome. Majalah Hiperkes dan Kesehatan Kerja. 4
(XXIX):62-65
5. Pakasi, Ronald E. 2006. Nyeri dan Kebas pergelangan Tangan Akibat Pekerjaan?.
Hati-hati CTS! (www.medicastore.com).
6. Tana, L. 2006. Penyusunan Model penyuluhan dalam Upaya Pencegahan Terjadinya
carpal Tunnel syndrome pada Pekerja dibeberapa Perusahaan Garmen di Jakarta.
Badan Litbangkes. Depkes. Jakarta
7. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.)
atau(Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.
8. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559
9. Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call
Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256.
10. Walshe III TM. Diseases of Nerve and Muscle. In: Samuels MA, editor. Manual of
Neurologic Therapeutics. 5th ed. Boston : Little, Brown and Co; 1995.p.381-382
26