35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu kondisi dimana saluran kemih mengalami infeksi yang disebabkan karena masuknya bakteri ke dalam saluran kemih. Corwin (2009) mengatakan ISK adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sedangkan menurut Yulianto (2009) ISK merupakan penyakit infeksi saluran kemih yang mengenai laki- laki dan perempuan dari semua kelompok umurN. ational Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) (2000) mengemukakan bahwa pada dasarnya di dalam urin tidak terdapat bakteri. Bakteri dapat masuk ke dalam saluran kemih dari daerah rektum melalui uretra dan akan menginflamasi daerah kandung kemih dan hal inilah yang disebut dengan ISK. Sistitis adalah infeksi kandung kemih, merupakan tempat tersering untuk infeksi. Gejala yang timbul yaitu disuria (nyeri waktu berkemih). Peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel – sel darah putih dalam urin, nyeri punggung bawah / suprapubis, demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah. ( Corwin, Elizabeth , J. 2000) Jenis kelamin bukanlah satu-satunya faktor penyebab ISK. ISK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kerusakan anatomi sampai kebiasaan yang sering dilakukan dapat menjadi faktor terjadinya ISK. Naseri dan Alamdaran (2007) menunjukan bahwa ada beberapa faktor predisposisi yang membuat sesorang mengalami ISK, yaitu kerusakan refluks vesikoureter, 1

BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangInfeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu kondisi dimana saluran kemih mengalami infeksi yang disebabkan karena masuknya bakteri ke dalam saluran kemih. Corwin (2009) mengatakan ISK adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sedangkan menurut Yulianto (2009) ISK merupakan penyakit infeksi saluran kemih yang mengenai laki-laki dan perempuan dari semua kelompok umurN. ational Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) (2000) mengemukakan bahwa pada dasarnya di dalam urin tidak terdapat bakteri. Bakteri dapat masuk ke dalam saluran kemih dari daerah rektum melalui uretra dan akan menginflamasi daerah kandung kemih dan hal inilah yang disebut dengan ISK. Sistitis adalah infeksi kandung kemih, merupakan tempat tersering untuk infeksi. Gejala yang timbul yaitu disuria (nyeri waktu berkemih). Peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel sel darah putih dalam urin, nyeri punggung bawah / suprapubis, demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah. ( Corwin, Elizabeth , J. 2000)Jenis kelamin bukanlah satu-satunya faktor penyebab ISK. ISK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kerusakan anatomi sampai kebiasaan yang sering dilakukan dapat menjadi faktor terjadinya ISK. Naseri dan Alamdaran (2007) menunjukan bahwa ada beberapa faktor predisposisi yang membuat sesorang mengalami ISK, yaitu kerusakan refluks vesikoureter, nephrolithiasis, disfungsi kandung kemih, kerusakan neurogenik pada kandung kemih, dan obstruksi urin. Agustino (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor penyebab ISK diantaranya adalah kebiasaan hygiene, sanitasi lingkungan yang kurang baik, dan sirkumsisi pada orang laki-laki.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui definisi dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui etiologi dn faktor resiko dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui manifestasi klinik dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit glomerulonefritis Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit glomerulonefritis

BAB IITEORI DAN KONSEP2.1 DefinisiBerdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK simpleks dan kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi tanpa penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK kompleks/ dengan komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih disertai penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya.Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah vesico ureteric junction. (Ramayati Rusjidas, 2002)Salah satu penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan gagal ginjal adalah infeksi saluran kemih. ISK adalah penyakit yang disebabkan karena mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran perkemihan menginvasi dan mengkolonisasi kandung kemih yang bersifat steril. Bakteri yang masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah yaitu uretra, kandung kemih, dan prostat disebut dengan sistitis, uretritis, dan prostatitis. Sedangkan bakteri yang menyerang saluran kemih bagian atas yaitu ureter dan ginjal disebut pyelonephritis (Figueroa, 2009; Price & Wilson, 1995 dalam Eny Dewi Pamungkas, 2012). Chang dan Shortliffe (2006) dalam Eny Dewi Pamungkas (2012) mengatakan ISK adalah kolonisasi bakteri yang terjadi di berbagai tempat di sepanjang saluran perkemihan, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Zieve (2010) menjelaskan bahwa ISK dapat dibagi atas simtomatik dan asimtomatik. Disebut asimtomatik bila dijumpai bakteriuria bermakna namun tidak disertai gejala klinis ISK. Sedangkan disebut simtomatik bila dijumpai bakteriuria bermakna disertai gejala klinis ISK seperti nyeri saat buang air kecil (BAK) dan peningkatan frekuensi BAK. Schnarr dan Smaill (2008) mengemukakan bahwa simtomatik ISK dibagi menjadi sistitis dan pyelonephritis. ISK simtomatik terbagi menjadi dua yaitu ISK bagian bawah (sistitis) dan bagian atas (pielonefritis). Kedua bagian ini paling berperan dalam menimbulkan morbiditas penderitanya. ISK bagian atas (pielonefritis) merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari ginjal. Pielonefritis biasanya terjadi karena kegagalan pada refluks vesikoureter yang menyebabkan aliran balik urin ke dalam ureter dari kandung kemih. ISK bagian bawah (sistitis) merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan karena infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan karena aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks vesikouretra), dapat juga disebabkan karena kontaminasi bakteri fekal, dan karena pemakaian kateter yang tidak aseptik (Price & Wilson, 1995; Smeltzer & Bare, 2001).Sistitis adalah infeksi kandung kemih, merupakan tempat tersering untuk infeksi. Gejala yang timbul yaitu disuria (nyeri waktu berkemih). Peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel sel darah putih dalam urin, nyeri punggung bawah / suprapubis, demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah. (Corwin, Elizabeth , J. 2000)Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari (Smeltzer and Bare, 2001). Cystitis adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi olehbakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra (Nursalam & Fransisca, 2009). Terdapat sistitis intersitial yaitu fibrosis dinding kandung kemih yag bersifat progresf dengan berkurannya kapasitas kandung kemih (Kapita Selekta Kedoktera, 2002)

2.2 Epidemiologi Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit terbesar yang dapat menyerang laki-laki dan perempuan. Hal ini dibuktikan dalam laporan rawat inap di RSUD kota Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan yang menyebutkan bahwa penyakit ISK menempati posisi ke 4 dari 10 penyakit terbesar pada balita (DepKes RI, 2007). Yulianto (2009) mengatakan bahwa sekitar 150 juta orang di dunia mengalami ISK baik ringan maupun yang komplikasi. NIDDK (2005) menyebutkan pada tahun 1988-1994 sebanyak 794 per 10.000 orang dewasa berusia di atas 20 tahun memiliki satu kejadian ISK. Pada tahun yang sama sebanyak 13,9% laki-laki dan 53,5% wanita berusia 20-74 tahun mengalami ISK di Amerika Serikat. Kolawole et al. (2009) dalam penelitiannya terhadap responden berusia 15-30 tahun menemukan bahwa ISK terjadi pada 33,3% laki-laki dan sebanyak 66,7% terjadi pada perempuan (n =180).Ramzan, Bakhsh, Salam, Khan, dan Mustafa (2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sebanyak 10% wanita memiliki ISK di usia 17 tahun. Amiri, Rooshan, Ahmady, dan Soliamani (2009) mengemukakan bahwa kejadian ISK pada wanita muda berhubungan dengan aktivitas seksualnya seperti membersihkan genitalia setelah koitus. Selain itu Ramzan et al. mengatakan bahwa seseorang dengan penyakit serius juga memiliki resiko mengalami ISK. Hal ini bergantung dari penyakit yang dideritanya. Sebesar 20% kejadian ISK terjadi pada pasien dengan DM, 14% pada pasien hipertensi, dan lebih dari 50% pada seseorang yang terpasang kateter. (Eni Dewi Pamungkas, 2012)

2.3 Etilogi Bakteri penyebab infeksi saluran kemih yang paling sering adalah Escherichia coli. Sebanyak 80-90% anak dengan ISK penyebabnya adalah Escherichia coli. Penyebab lainnya adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus faecalis (Samirah, Darwati, Windarwati, & Hardjoeno, 2006; Shulman, Phair, & Sommer, 1994). Penelitian lain menemukan bahwa Escherichia coli merupakan bakteri terbanyak penyebab ISK yaitu sebesar 30,56%, kemudian bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 23,33%, dan Proteus mirabilis 29% (Kolawole et al., 2009) Bakteri gram negatif Escheria coli merupakan penyebab 80% dari seluruh kasus ISK. Sisanya 20% disebabkan bakteri gram negatifseperti Proteus , Peseudomonas, Klebsiella, Haemophilus dan stafilokokus koagulase negatif, bakteri gram poitif, staphylococcus aureus. Pada neonatus, traktus urinarius dapat terinsfeksi melalui aliran darah. Pada anak yang lebih besar, bakteri naik ke uretra sehingga meningkatkan inseidensi pada anak perempuan. Faktor pendukung antara lan: Statis urine (salah atu fakto penjamu paling penting), refluks urine, supan cairan yang tiak adekuat, kebersihan perineum yang buruk, konstipasi, kehamilan, tidak disirkumssi, pemasangan kateter menetap, agans antimikroba yang menaganggu flora normal saluran urinarius, pakaian atau popok yang ketat, peradangan lokal (misal dari vaginitis) yang meningkatkan resiko naik ke saluran atas, mandi dengan berenam dalam air sabun (Mary E. Muscary, 2005)Menurut Kapita Slekta Kedokteran (2002) Penyebab dari sistitis antara lain: 1. Pada wanita, kebanyakan infeksi kandung kemih diakibatkan oleh infeksi ascenden yang berasal dari uretra dan seringkali berkaitan dengan aktivitas seksual2. Pada pria, dapat diakibatkan infeksi ascenden dari uretra atau prostat tetapiagaknya lebih sering bersifat sekunder terhadap kelainan anatomik dari traktusurinarius.3. Mungkin berkaitan dengan kelainankongenital traktus genitourinarius, sepertibladder neck obstruction, stasis urine, refluks ureter, dan neurogenic bladder.4. Lebih sering terjadi pada penderita diabetes5. Dapat meningkat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi atau diafragmayang tidak terpasang dengan tepat.6. Kateterisasi urine mungkin menyebabkan infeksi

2.4 Faktor ResikoFaktor resiko infeksi saluran kemih yaitu jenis kelamin wanita, usia tua, kehamilan, adanya obstruksi pada saluran kemih seperti batu ginjal, pembesaran prostat, dan penyempitan uretra, penggunaan kateter, aktivitas seksual, diabetes, refluks (vesico-ureteric reflux), kelainan kongenital saluran kemih, serta tindakan operasi pada saluran kemih. Uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga memudahkan bakteri mencapai daerah kandung kemih. Selain itu, letak uretra wanita dekat dengan anus dan vagina yang merupakan sumber bakteri. (Gillespie & Bamford, 2009) Pada usia tua, terjadi peningkatan sisa urin dalam kandung kemih akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif, nutrisi yang sering kurang baik , sistem imunnitas yang menurun, adanya hambatan pada saluran urin, hilangnya efek bakterisida dari sekresi prostat, peningkatan penggunaan kateter urin, dan perubahan pH vagina pada wanita karena penurunan hormon estrogen. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri. Pada wanita hamil, terjadi perubahan anatomis dan fisiologis seperti menurunnya tonus dan peristaltik uretra, serta inkompeten katup vesikouretra secara temporal. Bakteri penyebab infeksi saluran kemih pada penggunaan kateter dapat berasal dari urin maupun dari permukaan kateter. (Stamm, 2010)Salah satu faktor penyebab ISK adalah jenis kelamin. Jenis kelamin perempuan lebih berisiko terkena ISK daripada laki-laki. Penelitian menunjukan bahwa presentase perempuan terkena ISK sebanyak 54,5% pada kelompok umur 0 sampai >75 tahun. Hasil penelitian Sawalha (2009) juga membuktikan bahwa kejadian ISK lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Yaitu sebanyak 7,5% anak perempuan mengalami ISK sedangkan pada anak laki-laki tidak ada yang mengalami ISK. Anak perempuan lebih sering terkena ISK dikarenakan perempuan memiliki uretra lebih pendek daripada laki-laki sehingga bakteri yang masuk lebih mudah untuk sampai di kandung kemih dan menyerang organ sekitarnya. Letak meatus uretra perempuan yang berdekatan dengan anus, membuat bakteri lebih mudah masuk ke dalam saluran perkemihan dan menginfeksi (Samirah et al., 2006; Shulman et al., 1994). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi infeksi saluran kemih yaitu kelainan Refluks. Refluks uretrovesikal adalah refluks aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih. Ini merupakan salah satu kelainan fisiologi yang terjadi pada saluran perkemihan. Batuk, bersin, dan mengejan dapat menimbulkan refluks aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih. Hal ini akan menimbulkan tekanan pada kandung kemih yang akan mendorong urin dari kandung kemih ke uretra. Ketika tekanan kembali normal, urin akan mengalir balik dari uretra ke dalam kandung kemih dengan membawa bakteri dari anterior uretra. Refluks uretrovesikal dapat disebabkan karena menopause, kerusakan saraf, dan karena obat-obatan seperti diuretik (Smeltzer & Bare, 2001; Vasavada, 2012). Kateterisasi merupakan tindakan medis yang dilakukan di rumah sakit yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial ISK. Katetersisasi adalah tindakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih seseorang karena ketidakmampuan pengeluaran urin secara spontan. Infeksi nosokomial saluran kemih merupakan infeksi yang sering terjadi. Salah satu faktor penyebabnya adalah lama kateter terpasang dan kualitas perawatan kateter. Ramzan et al. (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa kateterisasi merupakan faktor resiko terbesar ke 3 dari 11 faktor penyebab ISK. Foxman dan Chi (2002) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa resiko ISK akan meningkat tergantung dari lama pemasangan kateter. Kasmad, Sujianto, dan Hidayati (2007) mengemukakan bahwa pemasangan kateter dapat menjadi sarana masuknya mikroorganisme ke dalam saluran perkemihan. Kasmad et al. (2007) juga mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya mikroorganisme yaitu; 1) Prosedur pemasangan yang tidak aseptik dan tidak benar, sehingga menimbulkan iritasi dan trauma yang dapat menjadi sumber infeksi; 2) Lama pemasangan kateter. Semakin lama kateter dipasang maka angka kejadian ISK akan semakin tinggi; 3) Kualitas pemasangan kateter. Perawatan kateter yang berkualitas dapat mengurangi angka kejadian ISK. Sedangkan perawatan kateter yang berkualitas rendah akan menimbulkan angka kejadian ISK yang lebih tinggi. Kualitas pemasangan kateter didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang dilakukan oleh perawat yang meliputi standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan ISK.Wong et al. (2008) mengatakan satu-satunya faktor penjamu yang paling penting mempengaruhi terjadinya ISK adalah stasis urin. Dalam keadaan normal, pengosongan kandung kemih secara komplit dan berkali-kali akan membilas keluar setiap organisme sebelum organisme tersebut sempat memperbanyak diri dan menginvasi jaringan sekitar. Elder (2000) dalam Lumbanbatu (2003) mengatakan proses berkemih merupakan proses pembilasan mikroorganisme yang ada di kandung kemih. Orang yang suka menahan kencing memungkinkan bakteri tumbuh dan berkembang dalam saluran kemih karena urin merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Jika urin ditahan dan cenderung tidak dikeluarkan maka mikroorganisme yang ada di kandung kemih akan memperbanyak diri dan menginvasi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan ISK. Roberts (1996) mengatakan bahwa ada 2 faktor penyebab ISK yaitu host dan bakteri. Beberapa dari faktor bakteri yang mempengaruhi kemampuan bakteri dalam menginfeksi saluran kemih adalah; 1) Kemampuan bakteri dalam tumbuh di dalam urin; 2) Kemampuan bakteri dalam mengkolonisasi; 3) Dan kecepatan dalam mereplikasi diri di dalam urin. Bakteri yang masuk ke dalam saluran perkemihan akan menyebabkan ISK. Salah satu faktor yang membuat bakteri dapat tumbuh dengan baik di dalam urin adalah karena bakteri memiliki dinding sel pelindung terhadap osmolalitas urin. Sehingga bakteri yang masuk ke dalam saluran kemih dapat bertahan dan dapat mengkolonisasi saluran perkemihan. Bakteri penyebab ISK terbanyak adalah Escherichia coli. Hal ini dikemukakan oleh Aiyegoro et al. (2007) dalam penelitiannya yang menunjukan Escherichia coli adalah bakteri penyebab ISK terbesar, yaitu sebanyak 52,77% (n =36).Puri et al. (2010) mengatakan bahwa sirkumsisi adalah tindakan medis yang dilakukan hanya karena alasan kesehatan dan tidak dapat dilakukan berulang kali. Risiko ISK meningkat 10-12 kali lipat pada anak laki-laki yang tidak isirkumsisi (Roberts & Akintemi, 1999 & Wiswell, 2000, dalam WHO, 2005). Cason, Carter, dan Bhatia (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa bayi laki-laki prematur yang tidak dilakukan sirkumsisi memiliki resiko tinggi ISK. WHO (2007) juga mengatakan dengan dilakukan sirkumsisi, dapat terlindung dari beberapa penyakit seperti sifilis dan ISK. Ahmet Nayir (2001) membuktikan dalam penelitiannya yang menunjukan bahwa anak dengan ISK mengalami penurunan jumlah bakteriuria setelah dilakukan sirkumsisi. Sedangkan anak yang tidak dilakukan sirkumsisi tidak mengalami perubahan jumlah bateriuria. Penelitian yang dilakukan Agustino (2009) menunjukan bahwa sirkumsisi terbukti bermakna secara statistik sebagai faktor protektif ISK. Pearson (2009) juga mengemukakan bahwa anak laki-laki yang tidak dilakukan sirkumsisi lebih rentan terhadap ISK. Menurutnya, hal itu karena adanya kulit preputium yang merupakan lipatan kulit di sekitar ujung penis, dimana bakteri sesaat setelah buang air kecil cenderung berkembang dan tumbuh. Hal itu akan mudah menimbulkan ISK jika anak memiliki kebiasaan hygiene yang buruk.

2.5 Pathofisiologi

2.6 Manifestasi klinisSistitis (Kapita Selekata, 2002) Disuria, polakisuria, okturia, rasa tidak enak diaderah suprapubis, nyeri tekan pada palpasi di daerah suprapubis Gejala sistemik berupa pireksia, kadang-kadang menggigil, sering lebih nyata pada anak-anak, kadang-kadang tanpa gejala atau tanda-tanda infeksi lokal dari traktus urinarius Urin keruh dan mungkin berbau tidak enak dengan leukosit, eritrosit dan organisme Dapat menyebabkan pielitis dan pielenefritisTanda dan Gejala Sistitis Intersitial (Kapita Selekta, 2002) Polakisuria dan Nokturia yang progresif lambat,sering kali hebat Nyeri bila kandung kemih penuh (Lokasi biasanya pada suprapubis), mungkin pula terasa pada perineum atau uretra Pada pemeriksaan biasanya normal, kadang-kadang terdapat nyeri suprapubik Urin tidak terinfeksi tetapi sering terjadi hematuria (makroskopik atau mikroskopik)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik1. Pemeriksaan mikroskopik urin. Adanya lebih dari 10 bakteri per lapangan pandangan sampel yang tidak diwarnai menunjukkan hitung bakteri lebih dari 100.000/ml urin2. Biak urin. Biasanya digunakan metode slide celup3. Uji kimiawi urin. Ini mengandalkan pada aktivitas enzimatik dari bakteri yang hidup4. Identifikasi mikroorganisme dan uji kepekaan5. Pemeriksaan untuk mengidentifikasi sebab primer misalnya X ray dan sistouretrogram berkemih. 6. Urinalisis dapat memperlihatkan hematuria, proteiuria, dan piuria. Urine dapat memiliki bau yang tidak sedap dan keruh dengn adanya mukus7. Kultur urine digunakan untuk menegakkan diagnosis melalui deteksi bakteri dalam kultur urine. Tepukan suprapubik dan kateterisasi paling sering dilakukan pada bayi dan anak yang lebih kecil. Kultur lanjutan diperlukan, dan banyak anak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menangani abnormalitas struktural8. Kateterisasi ureter, prosedur apusan kandung kemih dan retenografi radioisotop mungkin diperlukan untuk menentukan letak infeksiPemeriksaan Lain Pemeriksaan LaboratoriumUrinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria > 5/LPB atau dipstick positif untuk lekosit) dan biakan urin adalah pemeriksaan yang penting dalam penegakkan diagnosis ISK. Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya diambil dengan urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteri > 100.000 koloni/ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan > 10.000 koloni tetapi disertai gejala yang jelas dianggap ISK.. Cara pengambilan sampel lain yaitu melalui kateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan menampung urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada bayi. Akurasi cara pengambilan urin tersebutmemberikan nilai intepretasi yang berbeda. Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan selain pemeriksaan rutin adalah: kadar CRP, LED, LDH dan Antibody Coated Bacteria.

UltrasonografiPemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk menggantikan urografi intravena sebagai skrining inisial, karena lebih cepat, non-invasif, aman, tidak mahal, sedikit menimbulkan stres pada anak, dapat diulang untuk kepentingan monitoring dan mengurangi paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat terlihat formasi parut ginjal, tetapi beberapa parut juga dapat luput dari pemeriksaan karena pemeriksaan USG sangat tergantung dengan keterampilan orang yang melakukan USG tersebut. Danpemeriksaan dengan USG saja tidak cukup, kombinasi dengan pemeriksaan foto polosabdomen dapat membantu memberikan informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi,spina bifida occulta, kalsifikasi ginjal dan adanya batu radioopak. Secara teori, obstruksi dan RVU dapat mudah dideteksi, tetapi kadang-kadang lesi yang ditemukan dikatakansebagai kista jinak atau penyakit polikistik apabila pemeriksaan USG tersebut tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologi

Voiding Cystourethrography ( VCUG )VCUG biasanya dilakukan apabila terdapat kelainan yang bermakna pada pemeriksaan USG seperti hidronefrosis, disparitas panjang ginjal atau penebalan dinding kandung kemih. VUR merupakan kelaianan yang paling sering ditemukan dengan VCUG yaitu sekitar 40%. Kapan waktu yang tepat dilakukan VCUG masih kontroversi, mengingat dapat timbulnya efek transien infeksi. Apabila tersedia, VCUG radionuklid lebih baik dibandingkan VCUG kontras pada anak perempuan karena dapat mengurangi efek radiasi pada gonad. Pemeriksaan VCUG merupakan tindakan invasif dan traumatik bagi anak, sehingga tidak rutin dilakukan.

Isotope CystogramMeskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidaknyamanan seperti kateterisasi kandung kemih pada VCUG, isotope cystogram memiliki dosis radiasi 1% dari VCUG, dan monitoring kontinyunya juga lebih sensitif untuk identifikasi refluks dibandingkan fluoruskopi, intermiten VCUG.

2.8 Penatalaksanaan1. Obat yang umum digunakan untuk infeksi saluran kemihObatImplikasi Keperawatan

Anti infeksi Bacterim Septral1. Tingkatkan asupan cairan sampai 1500 ml per hari2. Pantau asupan dan haluaran3. Pantau efek samping seperti urtikaria

Nitrofurantoin Macrodantin Macrobid1. Beri bersamaan dengan makanan atau air susu2. Hindari obat dari dinar matahari

Siprofloksasin Cipro1. Beri tahu pasien agar tidak memakan obat antasida2. Tingkatkan asupan cairan sampai 2500 ml per hari3. Pantau asupan dan haluaran cairan4. Kaji efek samping seperti mual, muntah dan diare

Amoksilin (Amoxil, Polymox, Trimox)

1. Amati timbulnua urtikaia2. Kaji fungsi hepatik renal dan hematologis3. Tidak boleh ada dosis yang terlewati (harus dihitung 24 jam)

Analgesik (Pyiridium, Urogesic, Pyidate)1. Beri setelah makan2. Beri tahu pasien bahwa urin dapat berwarn orange3. Beri paling lama 5 hari

Antikolinergik (Pro-Banthine)1. Beri satu jam setelah makan2. Kaji bunyi peristalsis3. Kaji hipotesi postural

Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin : Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari. Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa leukosuria.Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) : Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti dengankoreksi faktor resiko. Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan adalah asupan cairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulanPasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan mikroorganisme anaerobikdiperlukan antimikroba yang serasi (misal golongan kuinolon)

2.9 Asuhan Keperawatan TriggerSeorang perempuan usia 27 tahun memeriksakan diri ke rumah sakit dengan keluhan nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih meningkat, terasa panas di akhir berkemih, dan urine berwarna merah sejak kemarin. Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit dengan gejala seperti itu sebelumnya. Lima hari yang lalu klien mengalami diare selama tiga hari. Dari pemeriksaan fisik diketahui TD 130/80 mmHg, N 90x/menit, RR 24x/menit, S 38oC. Hasil pemeriksaan urinalisis diketahui urine berwarna merah keruh, berat jenis 1.010, pH 8, leukosit 9-10/LPB, eritrosit 75-85/LPB. Direncanakan pemeriksaan kultur urine. Klien dirawat dengan mendapat terapi cairan Ringer Laktat 2000 cc/24 jam, dan antibiotik levofloxacin 1x500 mg iv.

Pengkajian1. Identitas Klien Nama: Nyonya M Usia: 27 tahun Jenis kelamin: Perempuan Tanggal Pengkajian: 11 juni 2014 Sumber informasi : Pasien2. Status kesehatan klien saat ini Keluhan utama: Klien mengeluh nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih meningkat, terasa panas di akhir berkemih, dan urine berwarna merah sejak kemarin Lama keluhan: Sejak kemarin sebelum datang ke rumah sakit Kualitas keluhan: - Faktor pencetus: Lima hari yang lalu klien mengalami diare selama tiga hari Faktor pemberat: - Diagnosa medis: Infeksi Saluran Kemih Bawah

3. Riwayat kesehatan saat iniSeorang perempuan usia 27 tahun memeriksakan diri ke rumah sakit dengan keluhan nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih meningkat, terasa panas di akhir berkemih, dan urine berwarna merah sejak kemarin. Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit dengan gejala seperti itu sebelumnya.

4. Riwayat Kesehatan TerdahuluLima hari yang lalu (sebelum datang ke RS) klien mengalami diare selama tiga hari.

5. Pemeriksaan Fisik Tekanan darah: 130/80 mmHg RR: 24x/menit Nadi: 90x/menit Suhu: 38oC

6. Hasil pemeriksaan penunjang dan laboratoriumHasil pemeriksaan urinalisis diketahui urine berwarna merah keruh, berat jenis 1.010, pH 8, leukosit 9-10/LPB, eritrosit 75-85/LPB. Direncanakan pemeriksaan kultur urine.

7. TerapiKlien dirawat dengan mendapat terapi cairan Ringer Laktat 2000 cc/24 jam, dan antibiotik levofloxacin 1x500 mg iv.

8. KesimpulanPasien menderita penyakit infeksi saluran kemih bawah dan memerlukan intervensi lanjut dan segera

DAFTAR PRIORITAS

NoDaftar PrioritasTTD

1Nyeri akut b.d. agens cedera (fisik) d.d. perubahan tekanan darah 130/80 mmHg dan melaporkan nyeri secara verbal (mengeluh nyeri saat berkemih)

2Gangguan eliminasi urin b.d. infeksi saluran kemih d.d. sering berkemih

3Hipertermi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diantara kisaran normal b.d penyakit

ANALISA DATA 1DataEtiologiMasalah Keperawatan

Ds: Pasien mengeluh nyeri saat berkemih,

Do: TD 130/80 mmHg, RR 24x/menit, Hasil pemeriksaan urinalisis diketahui urine berwarna merah keruh, berat jenis 1.010, pH 8,

Etologi

Invansi kuman ke kandung kemih

Bakteri berkembangbiak dan berkoloni

Sistitis

Reaksi ag-ab

Jaringan teriritasi

Teraliri oleh urin

Dysuria

Nyeri akut

Nyeri akut

RENCANA KEPERAWATAN 1Diagnosa Keperawatan No. 1 :Nyeri akut b.d. agens cedera (fisik) d.d. perubahan tekanan darah 130/80 mmHg dan melaporkan nyeri secara verbal (mengeluh nyeri saat berkemih)Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam, tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri berkurangKriteria Hasil: Mencapai skor 4 pada NOC, tingkat nyeri terkontrol dengan: Klien melaporkan nyeri berkurang saat berkemih, Ekspresi wajah tenang, klien dapat istirahatNOC : Pain levelNOINDIKATOR12345

123Melaporkan nyeriPanjangnya episode nyeriBlood pressureVVV

Kriterian Penilaian :1. Severe2. Moderate3. Mild4. Substantial5. NoneIntervensi NIC : Pain management1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi2. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri3. Melakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan4. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien( suhu ruangan, cahaya dan suara)6. Pemberian analgesic

ANALISA DATA 2

DataEtiologiMasalah Keperawatan

Ds: Pasien mengatakan bahwa frekuensi berkemih meningkat, terasa panas di akhir berkemih, dan urine berwarna merah sejak kemarin.

Do: Hasil pemeriksaan urinalisis diketahui urine berwarna merah keruh berat jenis 1.010 pH 8

Etologi

Invansi kuman ke kandung kemih

Bakteri berkembangbiak dan berkoloni

Sistitis

Reaksi ag-ab

Inflamasi

Kandung kemih meregang

Distensi kandung kemih

Sering berkemih

Gangguan pola eliminasi

Gangguan Eliminasi Urin

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 2Diagnosa Keperawatan No. 2 :Gangguan eliminasi urin b.d. infeksi saluran kemih d.d. sering berkemih Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 7x24 jam, gangguan eliminasi urin yang dialami klien dapat disembuhkanKriteria Hasil: mencapai skor 3 pada NOC, pola eliminasi urin pasien dapat dipertahankan kembali secara optimalNOC : Urinary eliminationNOINDIKATOR12345

12345Urine colorKelihatan ada darah di urineNyeri saat urinasiRasa terbakar saat urinasiFrekuensi urinasiVVVVV

Kriterian Penilaian :1. Severe2. Substantial3. Moderate4. Mild5. NoneIntervensi NIC : Urinary elimination management1. Pantau eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna, yang sesuai 2. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih pasien 3. Masukkan uretra supositoria, yang sesuai 4. Mendapatkan urin tengah spesimen untuk urinalisis, sesuai 5. Rujuk ke dokter jika tanda dan gejala infeksi saluran kemih terjadi 6. Ajarkan pasien untuk memperoleh spesimen urin tengah pada tanda pertama dari kembalinya tanda-tanda dan gejala infeksi 7. Anjurkan pasien untuk memantau tanda-tanda dan gejala infeksi saluran kemih8. Mencatat waktu akhir eliminasi urin, jika perlu9. Instruksikan pasien atau keluarga untuk mencatat pengeluaran urinFluid management1. Menjaga asupan akuratdan mencatat pengeluaran2. Memonitor TTV3. Memberikan terapi cairan

ANALISA DATA 3

DataEtiologiMasalah Keperawatan

Ds: Pasien mengatakan bahwa terasa panas di akhir berkemih, dan urine berwarna merah sejak kemarin.

Do: Hasil pemeriksaan urinalisis diketahui urine berwarna merah keruh berat jenis 1.010 pH 8 leukosit 9-10/LPB eritrosit 75-85/LPB Tekanan Darah 130/80 mmHg Suhuh 380C

Etologi

Invansi kuman ke kandung kemih

Bakteri berkembangbiak dan berkoloni

Sistitis

Reaksi ag-ab

Inflamasi Pyuria

IL 1

Menstimulus hipotalamus

suhu tubuh naik

Hypertermi

Hipertermi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 3Diagnosa Keperawatan No. 3 :Hipertermi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diantara kisaran normal b.d penyakit Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 5x24 jam, suhu tubuh klien dapat kembali normalKriteria Hasil: mencapai skor 5 pada NOCNOC : Infection SeverityNOINDIKATOR12345

123Pyuria DemamNyeriVVV

Kriterian Penilaian :6. Severe7. Substantial8. Mmoderate9. Mild10. NoneIntervensi NIC : Infection Control1. mengajarkan pasien untuk memperoleh spesimen urin tengah pada tanda pertama dari kembalinya gejala2. Mendukung masukan nutrisi3. Meberikan intake cairan, 4. Mendukung istirahat5. Memberikan terapi antibiotik6. Menginstruksikan pasien untuk menggunakan antibiotik sesuai resep yang dianjurkan7. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan segera melapor ke petugas kesehatan8. Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara mencegah infeksi9. Memonitor vital signPerineal care1. Menjaga perineum tetap kering2. Mencatat karakteristik pengeluaran3. membersihkan perineum secara menyeluruh pada interval regulerTemperature Regulation dan Fever Treatmeant1. memonitor suhu tubuh paling sedikit setiap 2 jam2. Memonitor tekanan darah, nadi dan respirasi3. Menyediakan intaken caira dan nutrisi yang adekuat4. Memonitor keseimbangan asm basa5. Memonitor intake dan output6. Memonitor nilai WBC, HGb dan Hct7. Menyediakan obat yang dapat menurunkan gejala demam

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanISK simtomatik terbagi menjadi dua yaitu ISK bagian bawah (sistitis) dan bagian atas (pielonefritis). ISK bagian bawah (sistitis) merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan karena infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan karena aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks vesikouretra), dapat juga disebabkan karena kontaminasi bakteri fekal, dan karena pemakaian kateter yang tidak aseptik.Bakteri yang masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah yaitu uretra, kandung kemih, dan prostat disebut dengan sistitis, uretritis, dan prostatitis

3.2 SaranDiharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai penyakit infeksi saluran kemih bawah ini sehingga dapat membantu tenaga keehatan khususnya perawat dalam memberikan intervensi yang tepat dan dapat menurunkan angka kejadian pada pasien yang menderita penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA1. Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T, Trihono PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak. Jakarta: IDAI, 2002; 142-1632. Pamungkas, Eny Dewi. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Kemih pada Anak Usia Sekolah di SDN Pondok Cina 1 Depok. Jakarta FIK Unversitas Indonesia3. Stamm, W. E., 2010. Urinary Tract Infection. In: Harrison's Infectious Disease. USA: Mc Graw Hill, pp. 272-274.4. Gillespie, S. H. & Bamford, K. B., 2009. Infeksi Saluran Kemih. In: R. Astikawati & A. Safitri, eds. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Jakarta: Erlangga, pp. 104-105.5. Shulman, Phair., & Sommer. (1994). The biologic and clinical basis of infectious diseases. (4th ed). (Samik Wahab, Penerjemah). Philadelphia: Saunders Company. (Sumber asli diterbitkan 1992). 6. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. edisi 8. (Agung Waluyo, et al, Penerjemah). Jakarta: EGC. (Sumber asli diterbitkan 1996). 7. Kolawole. S. et al. (2009). Prevalence of urinary tract infections (UTI) among patients attending dalhatu araf specialist hospital, lafia, nasarawa state, Nigeria. International Journal of Medicine and Medical Sciences, 1(5), 163-167. 10 Oktober 2011. http://www.academicjournals.org/ijmms/contents/ 2009cont/May.htm8. Hidayanti, Emma dan Racmadi, Dedi. 2008. Infeksi Saluran Kemih Kompleks. Bandung: FK Universitas padjajaran Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung24