Upload
nursepuspita
View
10
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kepatuhan CKD
Citation preview
`BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul
akibat berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi misalnya infeksi, tumor,
kelainan bawaan, penyakit metabolik atau degeneratif dan lain-lain. Kelainan
tersebut dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat
keparahan yang berbeda-beda. Pasien mungkin merasa nyeri, mengalami
gangguan berkemih, dan lain-lain. Terkadang pasien penyakit ginjal tidak
merasakan gejala sama sekali. Pada keadaan terburuk, pasien dapat terancam
nyawanya jika tidak menjalani cuci darah (hemodialisis) berkala atau
transplantasi ginjal untuk mengganti organ ginjalnya yang telah rusak parah.
Di Indonesia, penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai adalah penyakit
gagal ginjal dan batu ginjal (Riskesdas, 2013).
Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease [CKD]) tidak dapat
dikembalikan atau dipulihkan dan terjadi penurunan progresif jaringan fungsi
ginjal. Ketika massa ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan
internal tubuh, maka akibatnya adalah gagal ginjal. Penyakit ini disebut CKD
stadium 5 dan juga disebut penyakit ginjal stadium akhir (end state renal
disease [ESRD]). CKD dapat berkembang tanpa gejala selama beberapa
tahun, atau mungkin akibat dari episode (acute renal failure [ARF]) yang
belum pulih (Black dan Hawks, 2014).
1
2
CKD adalah masalah kesehatan yang tumbuh dengan cepat. 11% populasi
penduduk Amerika Serikat (AS) atau 19,2 juta orang diperkirakan mengidap
CKD. Insiden ESRD atau CKD stadium 5 sangat beragam bergantung
keadaan dan negara. Di Amerika Serikat, insidennya adalah 338 kasus baru
per satu juta orang. Menurut US Renal Data System (Sistem Data Ginjal AS),
pada akhir 2003 total 441.051 orang dirawat dengan ESRD. Kira-kira 28%
melakukan transplantasi, 66% menerima hemodialisis, dan 5% menjalani
dialisis peritoneal. The Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta
baru-baru ini telah membangun program penyakit ginjal kronis untuk
meningkatkan pengawasan dan program pencegahan CKD pada tingkat
federal dan negara (Black dan Hawks, 2014).
Di Indonesia jumlah penderita CKD menurut Perkumpulan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) mengatakan jumlah pasien baru dan aktif di Indonesia
pada tahun 2011 tercatat lebih banyak yaitu pasien baru sebanyak 15.353
orang dan pasien aktif sebanyak 6.951 orang. Diagnosis penyakit utama pasien
hemodialisa baru dari data unit hemodialisa yang terkirim adalah gagal ginjal
akut atau ARF sebanyak 6%, gagal ginjal terminal atau ESRD sebanyak
87%, dan gagal ginjal akut pada CKD sebanyak 7% (Indonesia Renal
Registry, 2011).
Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) mengemukakan
bahwa prevalensi CKD berdasarkan pernah didiagnosa dokter di Indonesia
sebesar 0,2%. Riskesda menyebutkan tiga provinsi dengan kasus CKD
tertinggi di Indonesia adalah provinsi Sulawesi Tengah 0,5%, Sulawesi Utara
3
0,4% dan Gorontalo 0,4%. Kasus CKD di provinsi Banten sebesar 0,2%.
Prevalensi penyakit CKD berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%) dan
umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%).
Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
prevalensi lebih tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak besekolah
(0,4%), pekerja wiraswasta, petani, nelayan, buruh (0,3%).
Pada pasien gagal ginjal kronik, penatalaksanaan konservatif tidak
mengobati CKD, tetapi mungkin memperlambat perkembangan penyakit.
Akhirnya banyak klien memerlukan terapi pengganti ginjal. Hemodialisis
digunakan bagi klien ARF atau gagal ginjal yang sudah tidak dapat diperbaiki
serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal
buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Pada
penyakit ginjal tahap akhir renal replacement therapy diperlukan untuk
memperpanjang hidup (Barnet et all, 2007 dalam Sulistyaningsih, 2012).
Terapi pengganti ginjal dapat berupa hemodialisa, peritoneal dialysis dan
transplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal tidak hanya untuk memperpanjang
hidup akan tetapi juga mengembalikan kualitas hidup dengan meningkatkan
kemandirian pasien. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal. Pasien akan tetap mengalami sejumlah
4
permasalahan dan komplikasi serta adanya berbagai perubahan pada bentuk
dan fungsi sistem dalam tubuh (Smeltzer dan Bare, 2008; Knap, 2005 dalam
Sulistyaningsih, 2012).
Pada pasien CKD yang menjalani Hemodialisa rutin sering mengalami
kelebihan volume cairan dalam tubuh, hal ini disebabkan penurunan fungsi
ginjal dalam mengekresikan cairan (Kamaludin dan Rahayu, 2008). Menurut
Yayasan Diatrash Indonesia (YDGI) Pada pasien CKD apabila tidak
melakukan pembatasan asupan cairan maka cairan akan menumpuk di dalam
tubuh dan akan menimbulkan edema di sekitar tubuh seperti tangan, kaki dan
muka. Penumpukan cairan dapat terjadi di rongga perut disebut acites. Kondisi
ini akan membuat tekanan darah meningkat dan memperberat kerja jantung.
Penumpukan cairan juga akan masuk ke paru-paru sehingga membuat pasien
mengalami sesak nafas. Secara tidak langsung berat badan klien juga akan
mengalami peningkatan berat badan yang cukup tajam, mencapai lebih dari
berat badan normal (0,5 kg /24 jam) yang dianjurkan bagi klien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Karena itulah perlunya pasien gagal
ginjal kronik mengontrol dan membatasi jumlah asupan cairan yang masuk
dalam tubuh. Pembatasan asupan cairan penting agar pasien gagal ginjal tetap
merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi hemodialisis
(YGDI, 2008).
Pembatasan cairan seringkali sulit dilakukan oleh klien, terutama jika
mereka mengkonsumsi obat-obatan yang membuat membran mukosa kering
seperti diuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan klien berusaha untuk
5
minum. Hal ini karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan
lebih lama tanpa asupan cairan dibandinkan dengan makanan (Potter dan
Perry, 2008 dalam Sari, 2009).
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama mortility dan
morbidity pada pasien yang menjalani hemodialisa serta dapat menyebabkan
kematian sampai 50%. Penelitian menunjukan 33% - 50% pasien hemodialisis
tidak patuh terhadap pembatasan asupan cairan. Hal ini dapat merusak
efektivitas terapi sehingga mengakibatkan progresivitas penyakit yang tidak
terduga dan kemungkinan akan memperbesar terjadinya komplikasi. Oleh
karena itu, diperlukan kepatuhan terhadap intake cairan pada populasi ini
(Sulistyaningsih, 2012).
Nutrisi (diet) juga mempunyai peranan yang penting pada seluruh stadium
penyakit ginjal kronis. Hipertensi, obesitas, hiperlipidemia dan kontrol gula
yang buruk akan berpengaruh terhadap progresifitas CKD. Disisi lain, kondisi
uremik dan pembatasan diit yang berlebihan (terutama protein) tanpa disertai
jumlah energi yang cukup pada masa pra-dialisis ikut berperan pada terjadinya
malnutrisi saat dialisis berkesinambungan. Malnutrisi sendiri dilaporkan
memperburuk fungsi ginjal secara progresif. 50%-70% pasien diperkirakan
menunjukan tanda dan gejala malnutrisi. Terdapat bukti yang menunjukan
bahwa status nutrisi yang buruk pada saat pasien mulai memerlukan dialisis
merupakan prediktor kuat peningkatan mortalitas pada masa dialisis
(Mardiana, 2010).
6
Ketidakpatuhan memiliki dampak yang sangat memprihatinkan sebab
akan berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis, lamanya
perawatan dan berdampak pada produktivitas dan menurunkan sumber daya
manusia. Selain itu, dampak masalah ini bukan hanya mengenai individu dan
keluarga saja, lebih jauh akan berdampak pada sistem kesehatan suatu negara.
Negara akan mengeluarkan biaya yang banyak untuk mengobati dan merawat
pasien CKD dengan hemodialisis yang umumnya menjadi pengobatan seumur
hidup. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat dilakukan hanya
oleh pemerintah saja tetapi harus dibantu oleh semua pihak baik masyarakat
maupun profesi yang terkait, khususnya tenaga kesehatan. Perawat sebagai
salah satu profesi kesehatan memiliki peran yang sangat besar karena
memiliki waktu interaksi terlama dengan pasien di institusi kesehatan,
khususnya dalam memberikan informasi yang penting untuk meningkatkan
kepatuhan pasien (Syamsiah, 2011).
Salah satu sumber dukungan sosial adalah keluarga. Keluarga
rnerupakan tempat bercerita dan mengeluarkan keluhan- keluhan bila
individu mengalami persoalan (Irwanto, 2002 dalam Pangatiti, 2011).
Keluarga merupakan tempat yang paling nyaman untuk seseorang dalam
menghadapi segala persoalan hidup, berbagi kebahagiaan dan tempat
tumbuhnya harapan-harapan akan hidup yang lebih baik. Dukungan sosial
keluarga bekerja sebagai pelindung untuk melawan perubahan peristiwa
kehidupan . Melalui dukungan sosial keluarga, kesejahteraan psikologis
akan meningkat karena adanya perhatian dan pengertian akan
7
menimbulkan perasaan memiliki, meningkatkan harga diri dan kejelasan
identitas diri serta memiliki perasaan positif mengenai diri sendiri. Menurut
friedman (1998) dalam rini, rahmalia, dewi (2012) menyatakan bahwa
ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika pasien menghadapi
masalah, hal ini dikarenakan keluarga adalah orang yang paling dekat
hubungannya dengan pasien. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan emosional, dan dukungan
instrumental.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh Syamsiah (2011) dengan
judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien CKD
Yang Menjalani Hemodialisa di RSPAU Dr Esnawan Antariksa Halim
Perdana Kusuma Jakarta” menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien CKD yang
menjalani hemodialisis diperoleh sebanyak 59 (67,8%) responden yang
mendapat dukungan baik dari keluarga yang patuh. Sedangkan responden
yang mendapatkan dukungan keluarga yang kurang baik terdapat sebanyak 33
(47,1%) yang patuh. Hasil Penelitian lain yang dilakukan Sukanadi NM
(2013), tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan
Pembatasan Asupan Cairan Pada Pasien Hemodialisa reguler Di Unit
Hemodialisis RSUP Sanglah kota Denpasar Tahun 2013” menyimpulkan
bahwa ada korelasi/hubungan dukungan keluarga terhadap pembatasan asupan
cairan pada pasien hemodialisis reguler di unit hemodialisis RSUP Sanglah
kota Denpasar tahun 2013 dengan hasil penelitian di dapatkan 55 (61,8%)
8
responden mendapatkan dukungan keluarga kurang dan data kepatuhan
pembatasan asupan cairan didapatkan hasil 57 (64%) responden tidak patuh.
Rumah Sakit Umum Daerah Kab Tangerang merupakan rumah sakit milik
Pemda Kab Tangerang yang berlokasi di tengah pusat kota Tangerang, dengan
tipe RS kelas B. RSUD Kab Tangerang mempunyai ruang khusus hemodialisa
yang melayani pasien hemodialisa, dengan menyediakan 18 unit mesin
hemodialisa. 15 mesin untuk pasien rutin, satu mesin untuk pasien yang
mengidap penyakit hepatitis B dan dua mesin untuk cadangan. Jumlah pasien
hemodialisa di RSUD Kab Tangerang saat ini mencapai 90 orang. Dengan
frekuensi hemodialisa dua kali perminggu. Setiap hari kegiatan hemodialisa
dilakukan dalam dua shift, pagi dan siang. Ruang hemodialisa RSUD Kab
Tangerang melayani pasien-pasien umum, askes, perusahaan kerjasama,
jamsostek, jamkesmas dan jamkesda (RSUD Kab Tangerang, 2008).
Berdasarkan observasi dan wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti pada bulan agustus selama praktek di ruang hemodialisa RSUD Kab
Tangerang bahwa pasien mengerti tentang pembatasan asupan cairan dan
nutrisi tetapi pasien mengakui terkadang tidak mematuhi anjuran tersebut
walaupun keluarga telah melarang. Rata-rata pasien sulit membatasi asupan
cairan karena pasien merasa haus terutama saat cuaca panas, hal ini
menyebabkan pasien sering merasa sesak jika cairan yang dikonsumsi terlalu
banyak. Pasien juga kurang menjaga asupan nutrisi dan cairan sesaat setelah
hemodialisa karena merasa badannya telah segar kembali. Kelebihan protein
dan cairan membuat fungsi ginjal semakin menurun sehingga frekuensi
9
menjalani hemodialisa menjadi meningkat. Peningkatan frekuensi menjalani
hemodialisa tentunya menambah biaya dan waktu serta dapat meningkatkan
stress baik bagi pasien maupun keluarga.
Dukungan keluarga diharapkan dapat membuat pasien patuh terhadap
pembatasan asupan cairan dan nutrisi yang berupa dukungan informasional
dan dukungan penilaian tentang pola, komposisi dan jumlah asupan nutrisi
dan cairan bagi pasien. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan dan nutrisi pada pasien CKD
(chronic kidney disease) yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kab
Tangerang.
1.2 Rumusan Masalah
CKD (chronic kidney disease) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis
atau transplantasi ginjal). Hemodialisis merupakan salah satu terapi ginjal
pengganti yang paling umum dijalani oleh pasien CKD. Berdasarkan
penjelasan dari latar belakang diatas peneliti menyimpulkan bahwa, tingginya
insiden dan prevalensi CKD baik di negara-negara maju maupun berkembang
termasuk indonesia menjadi masalah baik medik, ekonomi dan sosial bagi
pasien, keluarga maupun beban negara. Ketika seseorang memulai terapi
ginjal pengganti (hemodialisis) maka ketika itulah pasien harus merubah
10
seluruh aspek kehidupannya dalam jangka waktu yang lama, bahkan untuk
seumur hidup.
Kepatuhan pasien CKD yang menjalani hemodialisis merupakan aspek
yang sangat penting untuk kesuksesan terapi. Penelitian menunjukan 33% -
50% pasien hemodialisis tidak patuh terhadap pembatasan asupan cairan
(Sulistyaningsih, 2012). Ketidakpatuhan dapat memberikan dampak negatif
yang luar biasa. Menurut Mardiana (2010) diperkirakan 50% - 70% pasien
dialisis menunjukan tanda dan gejala malnutrisi. Terdapat bukti yang
menunjukan bahwa status nutrisi dan kepatuhan terhadap asupan cairan yang
buruk pada saat pasien mulai memerlukan dialisis menyebabkan angka
mortalitas dan morbiditas yang sudah tinggi pada pasien CKD menjadi
semakin tinggi lagi.
Dukungan yang dibutuhkan klien bukan hanya dari perawat, tetapi juga
dukungan dari keluarga. Bentuk dukungan keluargalah yang mempunyai
pengaruh besar terhadap kesehatan klien. Untuk memenuhi kebutuhan klien
terhadap dukungan keluarga maka perawat dapat menjalankan perannya
sebagai fasilitator yang memfasilitasi klien dengan keluarganya. Berdasarkan
hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan dalam pembatasan asupan
cairan dan nutrisi pada pasien CKD (chronic kidney disease) yang menjalani
terapi hemodialisa di RSUD Kab Tangerang.
11
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka pertanyaan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk dukungan keluarga dalam pembatasan asupan
cairan dan nutrisi yang diberikan kepada pasien CKD yang menjalani
terapi hemodialisa di RSUD Kab Tangerang Tahun 2015 ?
2. Bagaimana tingkat kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan dan
nutrisi pada pasien CKD yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD
Kab Tangerang Tahun 2015 ?
3. Apakah dukungan keluarga mempengaruhi kepatuhan dalam
pembatasan asupan cairan dan nutrisi pada pasien CKD yang
menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kab Tangerang Tahun 2015 ?
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengetahui hubungan
dukungan keluarga terhadap kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan
dan nutrisi pada pasien CKD (chronic kidney disease) yang menjalani
terapi hemodialisa di RSUD Kab Tangerang
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Teridentifikasinya karakteristik keluarga pasien yang menjalani
hemodialisa (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan
dan hubungan dengan pasien) di Rumah Sakit Umum Kab Tangerang.
12
2. Teridentifikasinya dukungan keluarga (dukungan emosional, dukungan
informasi, dukungan instrumental dan dukungan penilaian) di Rumah
Sakit Umum Kab Tangerang.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Ilmu Keperawatan
Menambah informasi terutama dalam ilmu keperawatan yang terkait
dengan munculnya masalah kesehatan, terutama pada kepatuhan pasien
CKD (chronic kidney disease) terhadap pembatasan asupan cairan dan
nutrisi di RSUD kota Tangerang.
b. Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan bentuk dukungan
keluarga yang berhubungan dengan kepatuhan pasien CKD terhadap
pembatasan asupan cairan dan nutrisi, sebagai masukan bagi dunia
keperawatan dalam keperawatan hemodialisa.
c. Institusi
Sebagai informasi tambahan agar dapat digunakan sebagai sumber
informasi ilmu pengetahuan bagi mahasiswa.
d. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan
terkait dengan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
13
e. Peneliti
Memperoleh pengalaman baru dalam melakukan penelitian khususnya
tentang bentuk dukungan keluarga yang berhubungan dengan kepatuhan
pasien CKD terhadap pembatasan asupan cairan dan nutrisi bagi pasien
yang menjalani terapi hemodialisa.
f. Penelitian selanjutnya.
Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan
dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya
mengenai bentuk dukungan keluarga yang berhubungan dengan kepatuhan
terhadap asupan cairan dan nutrisi pada pasien hemodialisa.