Upload
eka-aryawan
View
46
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
m
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Musibah kebakaran merupakan sebuah musibah yang tidak asing lagi dalam kehidupan
kita,baik kebakaran tempat tinggal maupun lingkungan. Kebakaran yang terjadi disinyalisir
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain human error dan konsleting. Human error
merupakan salah satu penyebab terjadinya kebakaran dengan presentase terbesar karena
umumnya kebakaran besar berasal dari kebakaran kecil. Puntung rokok yang baranya masih
hidup pun tanpa sengaja dapat menyebabkan kebakaran sebagaimana yang terjadi di
beberapa daerah. Selain itu, banyaknya peralatan listrik yang digunakan dewasa ini juga
rentan menyebabkan kebakaran karena korsleting akibat pemakaian yang teledor.
Terjadinya kebakaran yang sering terjadi ini hendaknya dapat dicegah. Pencegahan
terjadinya kebakaran dapat diidentifikasi secara sederhana melalui asap yang timbul dari titik
api. Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan adanya sensor kebakaran melalui
pengembangan teknologi serat optik.
Pada saat ini, suatu alat deteksi kebakaran banyak digunakan di gedung-gedung
bertingkat, pusat perbelanjaan maupun perumahan. Deteksi kebakaran yang digunakan
adalah fire detection alarm. Dimana alarm akan memberikan peringatan ketika api
terdeteksi. Fire detection alarm diletakkan ditiap-tiap ruangan pada langit-langit. Fire
detection alarm menggunakan detektor sebagai sensor pendeteksinya. Detektor yang dipakai
antara lain detektor asap, api, gas, dan suhu. Detektor tersebut juga mempunyai kelemahan
selain memberikan keuntungan sebagai peringatan awal terjadinya kebakaran. Kelemahan
tersebut adalah menimbulkan false alarm yang diakibatkan oleh debu dan setelah habis umur
pakainya, detektor tersebut dikategorikan sebagai limbah radioaktif karena didalam detektor
tersebut terdapat ameresium.
Dengan demikian, dengan adanya alat ini dapat mengantisipasi terjadinya kerugian akibat
kebakaran. Serta dapat mencegah meluasnya api karena menunggu kedatangan petugas
pemadam kebakaran dengan jarak yang jauh dari tempat kejadian.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka penulis akan menjelaskan
mengenai definisi dari smoke detector dan fire alarm, ketentuan umum smoke detector,
jenis–jenis dari smoke detector dan fire alarm.
1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi dari fire alarm system
2. Dapat memahami prinsip kerja fire alarm system dengan menggunakan smoke detector
BAB II
PEMBAHASAN
Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur
kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas,
nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek
lainnya. Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran
dan mengawali suatu tindakan.
Suatu gambaran umum secara sederhana terhadap lingkup menyeluruh dari suatu sistem
deteksi dan alarm kebakaran sehingga dapat terlihat komponen/bagian-bagian dari sistem,
dan ini ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Gambaran Umum Suatu Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran
2.1. Definisi Smoke Detector
Suatu detektor asap (smoke detector) akan mendeteksi kebakaran jauh lebih cepat
dibanding detector panas. Detektor asap dikenali dari prinsip operasinya, yakni: sensor
ionisasi dan fotoelektrik.
Detektor asap sensor ionisasi berisi sejumlah kecil bahan radioaktif americium yang
dilekatkan pada suatu lembaran matriks emas di dalam suatu kamar ionisasi. americium pada
detektor asap akan mengionisasikan udara di dalam kamar (chamber) pengindera,
memberikan daya konduksi dan suatu aliran arus melalui udara antara dua muatan elektroda.
Hal ini memberi kamar pengindera suatu efek aliran listrik. Apabila partikel asap masuk
daerah ionisasi, maka asap tesebut akan mengurangi aliran listrik udara dengan menempelkan
diri pada ion, yang menyebabkan pengurangan gerak ion. Ketika arus listrik kurang dari
tingkat yang ditetapkan, maka detektor akan merespon.
Di dalam detektor asap sensor fotoelektrik, suatu sumber cahaya dan sensor cahaya diatur
sedemikian sehingga sinar dari sumber cahaya tidak menumbuk sensor cahaya. Ketika
partikel asap masuk alur cahaya, sebagian dari cahaya menyebar dan mengarah ke sensor,
menyebabkan detektor untuk mengaktifkan suatu bunyi Alarm.
2.2 Jenis-Jenis Smoke Detector Berdasarkan Prinsip Pendeteksiannya
1). Pendeteksian asap cara ionisasi.
Detektor Asap Ionisasi (Ionization Smoke Detector) adalah alat yang berkerja dengan
prinsip berkurangnya arus ionisasi oleh asap pada kosentrasi tertentu.
Pendeteksi jenis ini lebih murah dibandingkan dengan pendeteksi jenis optik, tetapi
terkadang pendeteksi ini ditolak karena alasan lingkungan. Pendeteksi ini menggunakan
ruang ionisasi dan sumber radiasi ionisasi untuk mendeteksi asap. Di dalam pendeteksi
ionisasi ini terdapat sejumlah kecil (sekitar 1/5000 gram) zat radioaktif americium-241.
Unsur dari radioaktif ini merupakan sumber partikel alpha yang baik. Ruang ionisasi terdiri
dari dua lempengan logam yang terpisah sekitar satu sentimeter. Sumber tegangan arus
searah diberikan ke lempengan yang membuat lempengan bermuatan.
Prinsip keja dari detektor asap ionisasi adalah partikel alpha yang dihasilkan oleh
americium mengionisasi atom oksigen dan nitrogen dari udara yang terdapat di dalam ruang
ionisasi. Ketika elektron terlepas dari sebuah atom, maka akan menghasilkan sebuah elektron
bebas (bermuatan negatif) dan sebuah atom yang kehilangan satu elektron (bermuatan
positif). Elektron negatif ditarik oleh lempengan yang bertegangan positif dan atom positif
ditarik oleh lempengan yang bertegangan negatif (persis seperti magnet) dan menghasilkan
sejumlah kecil arus listrik akibat pergerakan elektron dari atom ini melalui lempengan-
lempengan bertegangan tadi.
Ketika asap memasuki ruangan ionisasi, asap mengganggu aliran arus dimana partikel
asap menyatu terhadap ion dan menetralkannya, sehingga terjadi penurunan jumlah arus yang
mengalir di antara lempengan dan mengaktifkan alarm. Pendeteksi jenis ini sangat sensitif
terhadap asap dengan partikel kecil yang diproduksi oleh kebanyakan nyala api. Tetapi
menjadi tidak sensitif terhadap asap dengan partikel besar, seperti asap yang dihasilkan dari
pembakaran plastik.
2). Detektor asap jenis pancaran cahaya foto-elektrik.
Detektor Asap optik (Photo Electric Smoke Detector) adalah alat yang mendeteksi
adanya asap yang berkerja dengan prinsip berkurangnya cahaya oleh asap oleh kosentrasi
tertentu.
Pendeteksi jenis ini bekerja berdasarkan prinsip pembuyaran dan pemantulan cahaya.
Pendeteksi jenis ini sensitif terhadap asap dengan partikel besar dan tidak sensitif terhadap
asap dengan partikel kecil.
Gambar 2.2. Prinsip Pembuyaran Cahaya
Prinsip pembuyaran (Gambar 2.2) menggunakan sumber cahaya langsung dari sumber ke
penerimanya. Ketika asap melintasi di depan sumber cahaya, sejumlah cahaya dibuyarkan
yang menyebabkan sedikit cahaya terdeteksi oleh penerima cahaya. Penurunan jumlah
cahaya ini memicu alarm bekerja.
Sedangkan prinsip pemantulan cahaya menggunakan LED dan sebuah fotodioda atau
sensor fotoelektrik lainnya terletak di sebelah pembatas sebagai pendeteksi cahaya. Jika tidak
ada asap, cahaya melewati secara garis lurus di depan pendeteksi. Ketika asap memasuki
ruang deteksi, sejumlah cahaya dipantulkan oleh partikel asap ke foto dioda. Penambahan
cahaya yang masuk ke fotodioda memicu alarm. Gambar 2.3 memperlihatkan prinsip kerja
pemantulan cahaya dari pendeteksi optik.
Gambar 2.3. Prinsip kerja pemantulan cahaya pendeteksi optik
3). Detektor asap tipe ruang awan.
Suatu detektor asap menggunakan prinsip ruang awan biasanya dari tipe sampel (contoh),
Sebuah pompa udara menarik sampel udara dari daerah yang diproteksi ke dalam ruang
dengan kelembaban tinggi di dalam detektor.Setelah kelembaban sampel beranjak naik,
tekanan diturunkan secara perlahan. Bila terdapat partikel asap, uap air di dalam udara akan
berkondensasi bersama membentuk awan di dalam ruang. Densiti dari awan ini kemudian
diukur dengan prinsip foto-elektrik. Apabila densitinya lebih besar dari tingkat yang telah
ditentukan, detektor akan bereaksi.
2.3 Cara Kerja Smoke Detector Dan Penempatanya
Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik kelihatan maupun tidak
kelihatan hasil dari suatu pembakaran. Dikarenakan asap bersifat naik ke atas, umumnya
pendeteksi asap (Gambar 3) dipasang di langit-langit, atau di dinding dekat langit- langit.
Untuk mempertinggi tingkat kemungkinan membangunkan penghuni yang sedang tidur,
biasanya pendeteksi asap dipasang di dekat kamar tidur. Idealnya di ruang terbuka, atau
paling baik di dalam kamar tidur itu sendiri (SNI 03-6571-2001).
Gambar 2.4 Alat Pendeteksi Asap
Pendeteksi asap secara umum jauh lebih cepat mendeteksi kebakaran dari pada
pendeteksi panas. Umumnya pendeteksi asap bekerja menggunakan prinsip Optical
Detection atau Ionization. Tetapi dapat juga digunakan secara bersamaan untuk
mempertinggi sensitifitasnya sebagai pendeteksi asap. Pendeteksi ini dapat beroperasi
sendiri, dihubungkan satu sama lainnya untuk membuat pendeteksi-pendeteksi di satu area
menyalakan alarm jika salah satu pendeteksi terpicu, atau diintegrasikan ke Sistem Alarm
Kebakaran atau sistem pengamanan.
Kematian dari kebanyakan orang disebabkan oleh gumpalan padat asap tebal dimana
biasanya menjadi masalah yang lebih besar dari pada terbakar. Untuk alasan ini pendeteksi
asap fotoelektrik biasa digunakan pada jalan keluar seperti koridor dan tangga. Dan
pendeteksi asap ionisasi biasa digunakan dalam ruangan kantor dan tempat-tempat umum
lainnya.
Cara kerja smoke detector dipicu oleh asap yang masuk kedalam smoke detector, partikel
asap yang memenuhi ruang smoke chamber saat kebakaran terjadi. Saat kepadatan asap
(smoke density) sudah memenuhi ambang batas (threshold), rangkaian elektronik yang
terdapat didalam smoke detector akan aktif. Karena berisi rangkaian elektronik maka smoke
detector membutuhkan tegangan.
Smoke Ionisasi cocok untuk mendeteksi asap dari kobaran api yang cepat (fast flaming
fires), tetapi jenis ini lebih mudah terkena false alarm, karena sensitivitasnya yang tinggi.
Oleh karena itu perangkat ini lebih cocok untuk ruang keluarga dan ruangan tidur.
Smoke Optical (Photoelectric) lebih baik untuk mendeteksi asap dari kobaran api kecil,
sehingga cocok untuk hallway (lorong) dan tempat-tempat yang rata. Jenis ini lebih tahan
terhadap false alarm sehingga dapat diletakkan di dekat dapur.
2.4. Fire Alarm
Alarm secara umum dapat didefinisikan sebagai bunyi peringatan atau pemberitahuan.
Dalam istilah jaringan, alarm dapat juga didefinisikan sebagai pesan berisi pemberitahuan
ketika terjadi penurunan atau kegagalan dalam penyampaian sinyal komunikasi data ataupun
ada peralatan yang mengalami kerusakan (penurunan kinerja). Pesan ini digunakan untuk
memperingatkan operator atau administrator mengenai adanya masalah (bahaya) pada
jaringan. Alarm memberikan tanda bahaya berupa sinyal, bunyi, ataupun sinar. Alarm
memberitahukan apabila terjadi bahaya dan kerusakan ataupun kejadian yang tidak
diharapkan pada jaringan melalui sinyal sehingga memberikan peringatan secara jelas agar
dapat diantisipasi.
Sebuah sistem alarm kebakaran dirancang untuk mendeteksi terjadinya kebakaran
dengan memonitor perubahan pada lingkungan sekitar. Secara umum, sistem alarm
kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 2 antara lain secara otomatis (addressable) dan
secara manual (konvensional).
2.5. Jenis-Jenis Fire Alarm
1). Sistem Konvensional.
Gambar 2.5. Sistem Alarm Konvensional
Sistem Konvensional : yaitu yang menggunakan kabel isi dua untuk hubungan antar
detector ke detector dan ke Panel. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik NYM 2x1.5
mm atau NYMHY 2x1.5 mm yang ditarik di dalam pipa conduit semisal EGA atau Clipsal.
Pada instalasi yang cukup kritis kerap dipakai kabel tahan api (FRC=Fire Resistance
Cable) dengan ukuran 2x1.5 mm, terutama untuk kabel-kabel yang menuju ke Panel dan
sumber listrik 220V. Oleh karena memakai kabel isi dua, maka instalasi ini disebut dengan 2-
Wire Type. Selain itu dikenal pula tipe 3-Wire dan 4-Wire.
Pada 2-Wire Type nama terminal pada detectornya adalah L(+) dan Lc(-). Kabel ini
dihubungkan dengan Panel Fire Alarm pada terminal yang berlabel L dan C juga.Hubungan
antar detector satu dengan lainnya dilakukan secara parallel dengan syarat tidak boleh
bercabang yang berarti harus ada titik AWAL dan ada titik AKHIR.
Titik akhir tarikan kabel disebut dengan istilah End-of-Line (EOL). Di titik inilah
detector fire terakhir dipasang dan di sini pulalah satu loop dinyatakan berakhir (stop). Pada
detector terakhir ini dipasang satu buah EOL Resistor atau EOL Capacitor. Jadi yang benar
adalah EOL Resistor ini dipasang di ujung loop, bukan di dalam Control Panel dan
jumlahnyapun hanya satu EOL Resistor pada setiap loop. Oleh sebab itu bisa dikatakan 1
Loop = 1 Zone yang ditutup dengan Resistor End of Line (EOL Resistor).
Adapun tentang istilah konvensional, maka istilah ini untuk membedakannya dengan
system Addressable. Pada sistem konvensional, setiap detector hanya berupa kontak listrik
biasa, tidak mengirimkan ID Alamat yang khusus.
3-Wire Type digunakan apabila dikehendaki agar setiap detector memiliki output masing-
masing yang berupa lampu. Contoh aplikasinya, misalkan untuk kamar-kamar hotel dan
rumah sakit. Sebuah lampu indicator -yang disebut Remote Indicating Lamp- dipasang di
atas pintu bagian luar setiap kamar dan akan menyala pada saat detector mendeteksi. Dengan
begitu, maka lokasi kebakaran dapat diketahui orang luar melalui nyala lampu.
4-Wire Type umumnya digunakan pada kebanyakan Smoke Detector 12V agar bisa
dihubungkan dengan Panel Alarm Rumah. Seperti diketahui Panel Alarm Rumah
menggunakan sumber 12VDC untuk menyuplai tegangan ke sensor yang salah satunya bisa
berupa Smoke Detector tipe 4-Wire ini. Di sini, ada 2 kabel yang dipakai sebagai supply
+12V dan -12V, sedangkan dua sisanya adalah relay NO - C yang dihubungkan dengan
terminal bertanda ZONE dan COM pada panel alarm. Selain itu tipe 4-wire ini bisa juga
dipakai apabila ada satu atau beberapa Detector "ditugaskan" untuk men-trigger peralatan
lain saat terjadi kebakaran, seperti: mematikan saklar mesin pabrik, menghidupkan mesin
pompa air, mengaktifkan sistem penyemprot air (sprinkler system atau releasing agent)
dan sebagainya. Biasanya detector 4-wire memiliki rentang tegangan antara 12VDC sampai
dengan 24VDC.
2. Sistem Addressable.
Gambar 2.6 .Sistem Alarm Addressable
Sistem Addressable kebanyakan digunakan untuk instalasi Fire Alarm di gedung
bertingkat, semisal hotel, perkantoran, mall dan sejenisnya. Perbedaan paling mendasar
dengan sistem konvensional adalah dalam hal Address (Alamat). Pada sistem ini setiap
detector memiliki alamat sendiri-sendiri untuk menyatakan identitas ID dirinya. Jadi titik
kebakaran sudah diketahui dengan pasti, karena panel bisa menginformasikan deteksi berasal
dari detector yang mana. Sedangkan sistem konvensional hanya menginformasikan deteksi
berasal dari Zone atau Loop, tanpa bisa memastikan detector mana yang mendeteksi, sebab 1
Loop atau Zone bisa terdiri dari 5 bahkan 10 detector, bahkan terkadang lebih.
Agar bisa menginformasikan alamat ID, maka di sini diperlukan sebuah module yang
disebut dengan Monitor Module. Ketentuannya adalah satu module untuk satu,sehingga
diperoleh sistem yang benar-benar addressable (istilahnya fully addressable).
Sedangkan addressable detector adalah detector konvensional yang memiliki module
yang built-in. Apabila detector konvensional akan dijadikan addressable, maka dia harus
dihubungkan dulu ke monitor module yang terpisah.
Dengan teknik rotary switch ataupun DIP switch, alamat module detector dapat
ditentukan secara berurutan, misalnya dari 001 sampai dengan 127.
Satu hal yang menyebabkan sistem addressable ini “kalah pemasangannya” dibandingkan
dengan sistem konvensional adalah masalah harga. Lebih-lebih jika menerapkan fully
addressable dimana jumlah module adalah sama dengan jumlah keseluruhan detector, maka
cost-nya lumayan mahal. Sebagai "jalan tengah" ditempuh cara “semi-addressable”, yaitu
panel dan jaringannya menggunakan Addressable, hanya saja satu
module melayani beberapa detector konvensional. Dalam panel addressable tidak terdapat
terminal Zone L-C, melainkan yang ada adalah terminal Loop. Dalam satu tarikan loop bisa
dipasang sampai dengan 125 - 127 module. Apa artinya? Artinya jumlah detector-nya bisa
sampai 127 titik alias 127 zone fully addressable hanya dalam satu tarikan saja. Jadi untuk
model panel addressable berkapasitas 1-Loop sudah bisa menampung 127 titik detector (127
zone). Jenis panel addressable 2-Loop artinya bisa menampung 2 x 127 module atau sama
dengan 254 zone dan seterusnya.
2.6. Konstruksi Fire Alarm
Fire alarm protection (alarm kebakaran) merupakan salah satu alat pemadam kebakaran
yang akan berbunyi ketika terjadi kebakaran. Semua komponen dari alarm kebakaran harus
diperiksa secara teratu untuk memastikan bahwa peralatan tersebut bekerja dengan baik.
Bagian-bagian yang terdapat pada alarm kebakaran, antara lain :
1) Pendeteksi (detector)
2) Bel dan suara/sirine
3) Lampu tanda (healthy indicator and fire indicator)
4) Sinyal pengendali (remote signalling)
5) Tombol reset
6) Name plate berisi spesifikasi dari alarm kebakaran tersebut
Pada sistem kontrol alarm kebakaran ini yang menjadi variabel inputnya adalah asap dan
suhu tinggi. Sedangkan yang menjadi variabel outputnya adalah bunyi alarm dan nyala
lampu LED. Suatu detektor asap akan mendeteksi kebakaran jauh lebih cepat dibanding
detektor panas. Detektor asap dikenali dari prinsip operasinya, yakni: sensor ionisasi dan
fotoelektrik. Pada paper ini tipe smoke detector yang dibahas adalah tipe ionisasi. Di dalam
detektor asap sensor fotoelektrik, suatu sumber cahaya dan sensor cahaya diatur sedemikian
sehingga sinar dari sumber cahaya tidak menumbuk sensor cahaya. Ketika partikel asap
masuk alur cahaya, sebagian dari cahaya menyebar dan mengarah ke sensor, menyebabkan
detektor untuk mengaktifkan suatu bunyi alarm. Detektor asap sensor ionisasi berisi sejumlah
kecil bahan radioaktif americium yang dilekatkan pada suatu lembaran matriks emas di
dalam suatu kamar ionisasi. Americium pada detektor asap akan mengionisasikan udara di
dalam kamar (chamber) pengindera, memberikan daya konduksi dan suatu aliran arus
melalui udara antara dua muatan elektroda. Hal ini memberi kamar pengindera suatu efek
aliran listrik. Apabila partikel asap masuk daerah ionisasi, maka asap tesebut akan
mengurangi aliran listrik udara dengan menempelkan diri pada ion, yang menyebabkan
pengurangan gerak ion. Ketika arus listrik kurang dari tingkat yang ditetapkan, maka detektor
akan merespon (Anonim, 1989).
Detektor/sensor mendeteksi indikasi adanya kebakaran seperti asap dan suhu yang tinggi
dan mengirimkan sinyal kebakaran/api ke fire control panel (FCP) untuk diolah. Selain
melalui detektor, FCP juga menerima sinyal dari manual call point (break glass) yang berupa
penekanan tombol darurat oleh manusia yang melihat adanya kebakaran. Sinyal tersebut
diolah oleh FCP dan kemudian dilakukan aksi berupa pemberian peringatan.
Sistem alarm kebakaran disini terdiri dari 2 FCP. Tiap Panel terdiri dari 2 controller. FCP
1 terdiri dari controller 1 dan controller 2, sedangkan FCP 2 terdiri dari controller 3 dan
controller 4. Masing-masing controller menerima input dari detektor atau manual call point
dengan zona yang berbeda. Controller 1 menerima input dari zona 1-30, controller 2 dari
zona 31-60, controller 3 dari zona 61-90 dan controller 4 dari zona 91-120. Output controller
1 terhubung dengan ketiga annunciator yang merepresentasikan aktivasi zona 1-30, output
controller 2 untuk zona 31-60, output controller 3 untuk zona 61-90, output controller 4
untuk zona 90-120. Annunciator mempunyai lampu-lampu LED indikator yang masing-
masing merepresentasikan tiap zona dan buzzer yang akan selalu berbunyi dimana zona
terjadi kebakaran. Jika detektor mendeteksi adanya kebakaran, maka detektor akan
mengirimkan sinyal ke controller sesuai dengan dimana detektor tersebut terhubung. Selain
itu bell/horn juga berbunyi sesuai dengan controller aktif yang terhubung. Misalkan terjadi
kebakaran di zona 20, detektor akan mengirimkan sinyal ke controller 1 dan output
controller 1 akan menyalakan lampu LED indikator yang merepresentasikan zona 20 di
ketiga annunciator dan bell/horn akan berbunyi. Controller adalah bagian terpenting sistem
yang merupakan pusat segala pengolahan sinyal dan aksi atau perilaku dari sistem alarm
(Anonim, 1992).
Gambar 2.7. Koneksi pin pada controller
Controller mendapatkan tegangan dari power supply circuit yang sekaligus berfungsi
untuk mengisi power supply cadangan (battery) dan melakukan pemindahan power supply
dari main power ke power supply cadangan atau sebaliknya. Koneksi pin dapat dilihat di
gambar 3. Pada gambar 3, BC dan BF menunjukkan local alarm, PU dan PV menunjukkan
pilot lamp, T menunjukkan telepon, A menunjukkan manual alarm, I-, B+ dan I1-I
menunjukkan annunciator, dan C dan L1-L30 menujukkan ke tiap zona 1 – 30 (Anonim,
1985).
Gambar 2.8. Skema sistem alarm kebakaran di IRM
Hasil pengolahan sinyal indikasi adanya kebakaran oleh controller, kemudian dikirim ke
annunciator yang berfungsi sebagai alat berupa display panel yang memberikan informasi
zona dimana terjadinya kebakaran. Informasi terjadinya kebakaran berupa bunyi (buzzer),
serta lampu LED indikator yang menunjukan zona terjadinya kebakaran. Sinyal kebakaran
tersebut juga dikoneksikan ke horn pada combination panel untuk membunyikan alarm. Pada
combination panel terdapat juga tombol (manual call point) yang dapat ditekan (push) bila
seseorang melihat adanya kebakaran, selain itu terdapat juga socket telepon untuk
berkomunikasi dengan telepon yang ada pada fire control panel. Disamping itu juga pada
combination panel terdapat lampu yang menyala untuk menandakan fire control panel dalam
keadaan beroperasi (Anonim, 1985)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 1985. Fire Protection Handbook, fifteenth edition. National fire protection association Quincy,
Massachusetts.
[Anonim]. 1992. Fire Protection in Nuclear Plants. International Atomic Energy Agency, Vienna.
[Anonim]. 1989. An Introduction to Fire Detection, Alarm, and Automatic Fire Sprinklers. Fire Safety
Network, Middlebury, Vermont.
Setiawan, Iwan. 2006. Programmable Logic Controller dan Teknik Perancangan Sistem Kontrol. ANDI,
Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia. Sistem Pengendali Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung. SNI 03-6571-
2001.
Widodo, Budiharto. 2005. Perancangan Sistem dan Aplikasi Mikrokontroler. Elex Media Komputindo,
Jakarta.