BAB I a

Embed Size (px)

DESCRIPTION

thalasemia

Citation preview

5

BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar BelakangPre-Eklampsia (PE) adalah gangguan yang terjadi pada wanita hamil sehingga berefek pada ibu dan bayi. Selain itu, PE masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi sampai 5 kali lipat setelah perdarahan dan infeksi (Dhanardono, 2004). PE merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa hipertensi, edema dan disertai proteinuria. Kriteria minimum diagnosis PE ialah hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu dan proteinuria minimal yaitu terdapatnya 300 mg protein dalam urin per 24 jam (Cunningham, 2006). Insiden PE sebesar 4 5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara maju. Di negara berkembang insidennya bervariasi antara 6 10 kasus per 10.000 kelahiran hidup (Hatsari, 2011). Kejadian PE di Amerika Serikat berkisar antara 2 6% dari ibu hamil nulipara yang sehat. Pre-Eklampsia Ringan (PER) mencapai 75% dan Pre-Eklampsia Berat (PEB) mencapai 25% (Ariani, 2010). Menurut Kusumah dan Affandi (2009), PE merupakan komplikasi 1,6 3,6% kehamilan di Asia. Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes di 12 Rumah Sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 1983 menunjukkan kejadian PEB sebesar 5,3% dengan angka kematian perinatal sebesar 10,83 per 1000 kelahiran hidup (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan angka yang ditemukan pada kehamilan normal). Di Indonesia PE-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama dari kematian ibu. PE bertanggung jawab terhadap 30 40% kematian ibu dan 30 50% terhadap kematian perinatal. Angka kejadian PEB dan eklampsia di dunia adalah berkisar 0 13% (Joko dan Dewi, 2007). Kematian maternal dan perinatal merupakan masalah besar khususnya di negara berkembang dengan persentase 98 99%, sedangkan di negara maju hanya 1 2%. World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman (Manuaba, 2007).Pada pertemuan WHO dengan menteri kesehatan di wilayah Asia Tenggara dan Asia Barat tahun 2008 tentang tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), menyatakan bahwa 98% dari seluruh kematian ibu dan anak terjadi di kawasan India, Bangladesh, Indonesia, Nepal dan Myanmar. Berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SKDI) 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Malaysia (62 per 100.000 kelahiran hidup), Srilanka (58 per 100.000 kelahiran hidup) dan Philipina (230 per 100.000 kelahiran hidup). Padahal berdasarkan sasaran pembangunan milenium atau Milenium Development Goals (MDGs), AKI ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran pada tahun 2015 (Ilmah dan Retnowati, 2013). Data Departemen Kesehatan (Depkes) Aceh Utara, AKI tahun 2010 mencapai 134 per 100.000 kelahiran, sedangkan pada tahun 2011 mencapai 186 per 100.000 kelahiran. Penyebab utama kematian ibu yang terjadi di Aceh Utara adalah perdarahan (50%), hipertensi saat hamil atau PE (15%), infeksi saat melahirkan (5%) dan penyakit penyerta saat kehamilan maupun persalinan (20%), serta anemia (10%) .WHO sejak tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut Low Birth Weight Infant (LBWI) atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Proverawati dan ismawati, 2010). BBLR merupakan masalah besar di dunia yang menyebabkan kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir (Maryunani dan Nurhayati, 2009).Menurut Ariani (2010), PE merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR. PE menyebabkan terjadinya retardasi pertumbuhan janin bahkan kematian janin. Terjadinya retardasi pertumbuhan janin diduga karena koagulasi intravaskular, deposit fibrin dan hipoperfusi darah ke plasenta yang dapat menyebabkan hipoksia kronis pada janin atau gangguan nutrisi janin (Joko dan Dewi, 2007). Pada penderita PE, aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta. Plasenta yang tidak baik akan menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga berat badan janin yang dilahirkan rendah (Asih, 2006). Masalah yang dapat timbul pada bayi dengan BBLR antara lain gangguan metabolik, gangguan imunitas, gangguan pernafasan, gangguan sistem peredaran darah, gangguan cairan dan elektrolit yang memerlukan penanganan khusus (Proverawati dan Ismawati, 2010). Menurut Asih (2006), dari hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap periode Januari Desember 2005 terdapat 52 kasus bayi dengan BBLR sebesar 59,1% yang disebabkan oleh PE. Data Rekam Medik di Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2011 2013, didapatkan penderita PE 185 orang dengan jumlah PER 113 orang dan PEB 73 orang.Menurut Anggana dan Dwi (2011), kasus PEB di RSUP DR. Kariadi pada tahun 2004 didapatkan 227 kasus. Komplikasi maternal akibat PEB yang terjadi antara lain 3 kasus PEB yang menjadi eklampsia, 7 kasus dengan HELLP(Hemolisis, Elevated, Liver Fungtiontest and Low Platelet count) syndrome , 1 kasus dengan perdarahan otak, 4 kasus dengan edema paru, dan 13 kasus mengalami trombositopenia. Pada keluaran perinatal terdapat kasus BBLR sebanyak 35,3%, neonatal yang lahir dengan APGAR (Appearance, Pulse rate, Grimace, Activity, Respiration) skor dibawah 8 sebanyak 44% dan angka kematian janin sebesar 5,7%. Penelitian yang dilakukan pada ibu melahirkan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005 sebanyak 90 orang, dimana ibu dengan PEB berjumlah 54 orang dengan luaran BBLR mencapai 32,3% (Wahyuni dan Nur, 2005).Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut sejauh mana hubungan PE dengan berat badan bayi yang dilahirkan sehingga peneliti melakukan penelitian berjudul Hubungan Antara Pre-Eklampsia dengan Luaran Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Tahun 2011 2013.

1.2Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka pertanyaan yang diajukan peneliti dalam penelitiannya adalah adakah hubungan antara PE dengan luaran bayi BBLR di Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2011 2013.1.3Tujuan Penelitian1.3.1Tujuan UmumMengetahui hubungan antara PE dengan luaran bayi BBLR di Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2011 2013.1.3.2Tujuan Khusus1.3.2.1Mengetahui angka kejadian kasus PE di Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2011 2013.1.3.2.2Mengetahui angka kejadian kasus BBLR di Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2011 2013.1.3.2.3Mengetahui hubungan antara PE dengan luaran bayi BBLR di Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2011 2013.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1Bagi Rumah Sakit Umum Cut MeutiaHasil penelitian ini diharapkan dapat membuat Rumah Sakit Umum Cut Meutia mampu mempertahankan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas kesehatan serta sarana dan prasarana rumah sakit untuk menangani bayi dengan BBLR yang dilahirkan oleh pasien PE.

1.4.2Bagi PendidikanHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi perpustakaan dan untuk mengembangkan wawasan serta pengetahuan bagi pembaca.1.4.3Bagi PenelitiManfaat yang dicapai oleh peneliti adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan antara PE dengan luaran bayi BBLR di Rumah Sakit Umum Cut Meutia.1.4.4Bagi Peneliti SelanjutnyaHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal pada penelitian berikutnya yang meneliti lebih lanjut tentang PE dan bayi dengan BBLR.

1