Upload
yayan-maryandi
View
202
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata pelajaran IPA termasuk salah satu mata pelajaran yang diajarkan di
setiap jenjang pendidikan. Menurut Sapriati, dkk (2008) pembelajaran IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, dan prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Melalui pembelajaran IPA siswa diharapkan mampu memahami fakta
atau peristiwa sains yang terjadi di lingkungannya. Fisika termasuk salah satu
ilmu pengetahuan alam (IPA) yang membahas gejala dan perilaku alam, yang
dapat diamati oleh manusia. Fisika merupakan suatu teori yang menerangkan
gejala-gejala alam sederhana-sederhananya dalam upaya menemukan hubungan
antara kenyataan-kenyataannya, sehingga persyaratan-persyaratan dasar untuk
memecahkan soal fisika adalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut (Druxes,
1986 : 24).
Dalam KTSP, Materi bunyi merupakan salah satu materi fisika yang
diajarkan di kelas VIII SMP yang merupakan salah satu materi dalam ruang
lingkup pembelajaran fisika dan memiliki konsep yang berperan penting dalam
kehidupan sehari-hari. Pada materi bunyi ini diharapkan kepada siswa agar dapat
memahami konsep dan manfaat dari gelombang bunyi yang memegang peranan
penting dalam komunikasi antar manusia. Namun kenyataannya banyak siswa
yang belum memahami konsep tentang bunyi. Berkaitan dengan diberlakukannya
2
KTSP di tingkat SMP siswa diharapkan bisa memahami apa yang ada
disekitarnya untuk mendukung proses pembelajaran. Karena dalam KTSP
(khususnya fisika) pengalaman langsung siswa agar siswa dapat menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah lebih ditekankan dan diharapkan dapat
bermanfaat dan bisa meningkatkan mutu dan dalam taraf hidup manusia yang
akan datang. Dengan demikian pembelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan
diberbagai jenjang pendidikan baik ditingkat menengah maupun di perguruan
tinggi sudah sewajarnya dikembangkan.
Pada tanggal 10 September 2009 telah dilakukan pra riset di SMP Negeri 4
Ketapang dengan melakukan wawancara dan observasi kelas. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru fisika kelas VIII diketahui bahwa salah satu materi yang
dianggap sulit oleh siswa adalah materi bunyi dan ditemukan bahwa 70 % siswa
masih memperoleh skor dibawah standar ketuntasan belajar pada materi bunyi
yakni 60. Hasil ini menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap materi
bunyi masih belum memuaskan. Dalam wawancara tersebut, guru mengakui
bahwa dalam proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah,
sehingga siswa kurang tertarik dan kurang termotivasi yang menyebabkan siswa
sulit memahami materi bunyi. Selain itu, siswa kesulitan dalam kemampuan
menyelesaikan masalah sehingga setelah dilakukan evaluasi, hasil belajar siswa
masih rendah.
Kemudian dari observasi di kelas diperoleh informasi sebagai berikut:
1. Selama proses pembelajaran berlangsung banyak siswa yang sibuk dengan
kegiatannya masing-masing. Seperti ada yang mengobrol dengan teman
3
sebangkunya, tertidur, sibuk menggambar, dan ada juga yang sibuk
mengerjakan tugas dari mata pelajaran lainnya.
2. Guru lebih sering menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas, dan
jarang menggunakan model pembelajaran yang lain seperti diskusi kelompok
pada saat menyampaikan materi
3. Siswa banyak yang pasif, jarang mengajukan pertanyaan dan hanya
mendengarkan guru yang sedang menjelaskan pelajaran
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa proses pembelajaran masih terfokus pada guru. Hal ini berdampak pada
keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, guru berperan penting dalam
usaha pembelajaran siswa. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam memilih
strategi dan model pembelajaran yang tepat sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan efektif dengan melibatkan keaktifan siswa sehingga siswa dapat
memahami materi yang diajarkan, dan hasil belajar siswa meningkat. Untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, maka perlu diterapkan model
pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa salah satunya model
pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
berorientasi pada konstruktivisme yang lahir dari gagasan Vigotsky yang
menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan
kemampuan anggota yang berbeda-beda. Menurut Khoirul Anam (2002:2)
pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok kecil,
siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang
4
optimal baik pengalaman individu atau kelompok. Pembelajaran kooperatif bagi
siswa dapat membentuk sikap saling ketergantungan positif hal ini merupakan
tanggung jawab individu sekaligus kelompok, secara sadar dapat menciptakan
interaksi silih asah siswa lainnya atau antar siswa dengan guru sehingga mampu
mengembangkan pola pikir yang baik.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik yang salah satunya
adalah Think-Pair-Share (TPS). Muslimin Ibrahim, dkk (2002:26) menyatakan,
Think-Pair-Share (TPS) merupakan pembelajaran yang memiliki prosedur yang
ditetapkan secara eksplisit untuk memberikan siswa waktu lebih banyak untuk
berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dimana siswa belajar
dalam diskusi kelompok dengan membentuk pasangan-pasangan pada setiap
siswanya. Ketika guru menyampaikan pelajaran di kelas, para siswa duduk
berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberikan pertanyaan kepada
kelas. Siswa diminta untuk memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu
berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan bersama
terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban
yang telah mereka sepakati dengan seluruh kelas (Slavin, 2008:257).
Dalam pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) siswa dilibatkan
sehingga pembelajaran berorientasi pada siswa, dimana siswa saling bekerja sama,
mengajar dan diajar serta bersosialisasi dengan siswa yang lain sehingga mampu
mengembangkan pola pikir yang baik. Mereka akan mempunyai tanggung jawab
masing-masing untuk berbagi kepada teman-temannya maka mereka harus benar-
benar mengikuti tahapan-tahapan yang terdapat pada pembelajaran ini.
5
Dengan demikian pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share (TPS)
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas VIII SMP Negeri 4
Ketapang pada materi bunyi dan pada materi-materi lainnya.
B. Perumusan Dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi Bunyi di kelas VIII SMPN 04 Ketapang?”.
Adapun sub masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah pengetahuan awal siswa pada materi Bunyi sebelum
menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS)?
b. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada materi Bunyi setelah
menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS)?
c. Apakah keunggulan dan kelemahan menggunakan model pembelajaran
kooperatif Think-Pair-Share (TPS)?
2. Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka alternatif cara pemecahan
yang ditawarkan dari masing-masing sub masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengetahuan awal siswa pada materi bunyi digunakan
pretest.
b. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada materi bunyi setelah
menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dapat
6
dilihat dengan membandingkan hasil pretes dengan postes yang diberikan
setiap selesai satu siklus kegiatan belajar.
c. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif Think-
Pair-Share (TPS) dianalisis dari lembar hasil pengamatan kegiatan
pembelajaran
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi Bunyi melalui pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
Adapun sub tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengetahuan awal siswa (skor rata-rata pre-test) pada meteri Bunyi sebelum
menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
2. Peningkatan hasil belajar siswa (skor rata-rata post-test) setelah menggunakan
model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
3. Keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
dianalisis dari lembar hasil pengamatan kegiatan pembelajaran
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian tindakan kelas melalui
pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS):
1. Bagi siswa
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta melatih
diri siswa agar lebih berani mengeluarkan pendapat, kreatif dan mandiri
sehingga mudah memahami materi Bunyi dan materi-materi lainnya.
7
2. Bagi guru
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat membiasakan guru dalam
melakukan PTK untuk meningkatkan kompetensi profesionalitasnya sebagai
guru di lapangan.
3. Bagi mahasiswa program studi fisika
Sebagai salah satu referensi model pembelajaran yang dapat digunakan oleh
mahasiswa setelah mereka menjadi guru serta sebagai bahan referensi untuk
menyelesaikan tugas akhir.
E. Definisi Operasional
1. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai
materi di sekolah dalam bentuk skor yang diperoleh dari tes mengenai
sejumlah materi tersebut (Nawawi, 1991 : 24). Dalam penelitian ini hasil
belajar yang dimaksud adalah hasil belajar pada materi bunyi dalam bentuk
skor rata-rata yang diperoleh dari hasil tes yang diberikan setelah perlakuan.
2. Pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
Menurut Ibrahim (2000:26) Think-Pair-Share adalah model
pembelajaran yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk
memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab dan saling
membantu satu sama lain.
Model kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) memiliki langkah-
langkah sebagai berikut (Ibrahim, dkk, 2000 : 26-27) :
8
1) Tahap-1: Thinking (berpikir).
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan
kemudian siswa diminta untuk memikirkan sendiri mengenai jawaban
atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat.
2) Tahap-2: Pairing (Berpasangan).
Pada tahap ini guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan
berbagi ide mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkannya pada
tahap pertama.
3) Tahap-3: Sharing ( Berbagi).
Pada langkah akhir ini guru meminta kepada tiap pasangan untuk
berbagi atau bekerjasama dengan seluruh kelas mengenai apa yang
telah dibicarakan. Ini dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi
pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar 1/4 pasangan telah mendapatkan
kesempatan untuk melaporkan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pembelajaran
kooperatif Think-Pair-Share (TPS) adalah model pembelajaran yang
terdiri dari tahapan berfikir berpasangan dan berbagi dalam suatu diskusi
kelompok yang heterogen untuk memecahkan masalah/pertanyaan dalam
lembar kegiatan siswa (LKS) bersama pasangan dan berbagi hasil diskusi
kepada teman lainnya.
3. Pokok Bahasan Bunyi
Pokok bahasan bunyi merupakan salah satu pokok bahasan yang
terdapat dalam silabus Fisika SMP yang harus dikuasai siswa kelas VIII
9
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pokok
bahasan bunyi yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi:
a. Pengertian Bunyi dan Cepat Rambat Bunyi
b. Batas Pendengaran Manusia Dan Resonansi
c. Pemantulan Bunyi
F. Hipotesis Tindakan
Penelitian ini direncanakan terbagi dalam dua siklus, yaitu siklus I, dan
siklus II. Setiap siklus dilaksanakan mengikuti prosedur perencanaan (planning),
tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting). Melalui kedua
siklus tersebut dapat diamati peningkatan hasil belajar siswa. Dengan demikian,
dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut “Penerapan model
pembelajaran kooperatif Think-Paie-Share (TPS) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ketapang pada materi Bunyi”.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Fisika
Fisika menurut Marcelo Alonso (1990 : 2) dalam bahasa yunani “Physic”
yang berarti “Alam” adalah suatu ilmu yang ditujukan untuk mempelajari semua
gejala alam”. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
merupakan ilmu pengetahuan yang lahir dari keinginan manusia terhadap gejala-
gejala alam dan dari penemuan hukum-hukum fisika melalui proses penyelidikan
terhadap gejala yang diamati pada alam sekitar. Sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan
yang diprasyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pengetahuan fisika yang kita miliki sebagai
hasil belajar fisika di sekolah :
1. Mengerti berbagai gejala alam yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
2. Mengenal kamahiran serta bagaimana para ahli fisika berpikir memecahkan
masalah
3. Menjadi bekal untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang keahlian
11
4. Merupakan pengetahuan dasar yang dapat digunakan untuk mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Konstruktivisme
Tradisi pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu tradisi belajar
dalam psikologi pendidikan. Penganut konstruktivis berpendapat bahwa guru
tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswanya. Agar
pengetahuan yang diberikan bermakna, siswa sendirilah yang harus memproses
informasi yang diterimanya, menstrukturnya kembali dan mengintegrasikannya
dengan pengetahuan yang dimilikinya, dalam proses ini guru berperan memberi
dukungan dan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan sendiri dalam proses
belajar mengajar (Sakinah, 2005:11).
Vygotsky mengemukakan bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial,
yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara
bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan
berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat
budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar
individual. Pembangunan pengetahuan terjadi melalui interaksi sosial, begitupun
dengan bentuk perkembangan kognitifnya yang terjadi karena keterkaitan diantara
individu dan konteks sosial (Slavin dalam Azizah, 1998:30).
Menurut Von Glaserfeld dalam Suparno (2005 : 18) pengetahuan bukanlah
suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran orang atau
siswa. Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan
kepintarannya kepada siswa, pemindahan itu dikonstruksikan oleh siswa sendiri
12
melalui pengalaman mereka. Didalam konstruktivisme peranan guru bukan
pemberian jawaban akhir atas pertanyaan mereka, melainkan pengarahan mereka
untuk membentuk pengetahuan fisika sehingga diperoleh struktur fisika
Dalam proses pembelajaran menurut tradisi konstruktivisme, seorang guru
bukanlah mengajar kepada siswa bagaimana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan mendorong siswa agar dapat menemukan
penyelesaian suatu permasalahan dengan cara mereka sendiri. Ketika siswa
memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya
benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa setuju atau tidak setuju
kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide yang diwujudkan melalui
tantangan masalah, kerja kelompok kecil, dan diskusi kelas.
Berdasrkan prinsip-prinsip konstruktivis yang diuraikan diatas, maka belajar
adalah suatu proses kegiatan siswa secara aktif, dimana memandang kegiatan
seorang siswa membangun sendiri pengetahuannya dari pengalaman yang
dilakukan secara pribadi maupun sosial dan guru berperan memberi dukungan dan
kesempatan kepada siswa.
C. Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai
mkhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai
tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.
Memanfaatkan kenyataan itu dengan belajar berkelompok secara kooperatif,
siswa dilatih untuk dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
13
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
berinteraksi-komunikasi-sosialisasi, karena kooperatif adalah miniatur dari
hidup bermasyarakat, sehingga kita dapat belajar menyadari kekurangan dan
kelebihan masing-masing. Pembelajaran kooperatif membentuk kelompok
kerja dengan lingkungan positif dan meniadakan persaingan individu untuk
mencapai prestasi akademik.
Menurut Anam (2002:2), pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
belajar mengajar dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan
bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik
pengalaman individu maupun kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif
diharapkan siswa dapat menggali dan menemukan pokok materi secara
bersama-sama dalam kelompok atau secara individu. Esensi pembelajaran
kooperatif adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga
dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan
kerja kelompok jadi optimal. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar-mengajar dengan
mengelompokan siswa dalam kelompok kecil, di mana siswa belajar dan
bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik
pengalaman individu maupun kelompok.
14
2. Unsur- unsur dalam Pembelajaan Koopeatif
Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002 : 31), menyatakan
“Bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaan kooperatif.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu sebagai
berikut:
a. Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif menyebabkan anggota kelompok untuk
bekerjasama dalam mencapai keberhasilan yang melebihi kinerja individu,
sehingga setiap anggota kelompok berperan memberi kontribusi bagi
kelompok.
b. Tanggung Jawab Perseorangan
Tanggung jawab perseorangan bertujuan mempersiapkan semua anggota
kelompok agar dapat menyelesaikan tugas yang sama secara mandiri
dengan menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari dalam kelompok.
c. Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi
ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Pada akhirnya dapat mengembangkan
frekuensi belajar siswa dan hubungan interpersonal.
15
d. Komunikasi Antar Anggota
Keterampilan komunikasi berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan
kerja dan tugas agar kelompok belajar lebih produktif. Hubungan kerja
dibangun dengan mengembangkan komunikasi dan hubungan antar
anggota kelompok. Karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung
pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Maka dari itu,
pengajar perlu mengajukan cara-cara berkomunikasi.
e. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar
selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ibrahim, dkk (2000:7), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya 3 tujuan pembelajarn penting
yaitu :
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran model kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial,
akan tetapi pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam melaksanakan tugas-tugas akademik. Selain itu
pembelajaran kooperatif juga menunjukan bahwa struktur penghargaan
16
kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa dalam belajar
akademik dan perubahan normal yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Efek penting yang kedua dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
bekerja saling bergabung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan
melalui struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk saling menghargai
satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan, kerjasama, dan kolaborasi.
Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki dalam masyarakat di mana
sebagian besar pekerjaan banyak dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain.
4. Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif dapat dilihat dalam
tabel berikut ini
17
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran KooperatifFASE KEGIATAN GURUFase 1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembalajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks.
Fase 3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien.
Fase 4Membantu kerja kelompok dalam belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5Mengetes materi
Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka.
Fase 6Memberikan penghargaan
Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Sumber, Ibrahim: 2001)
Menurut Ibrahim (2001 : 20) walaupun prinsip dasar pembelajaran
kooperatif tidak berubah, tetapi terdapat variasi dari model tersebut. Adapun
teknik-teknik dalam pembelajaran kooparatif yang bisa digunakan guru yaitu:
a. Student Teams Achievement Division (STAD)
b. Jigsaw
c. Investigasi Kelompok
d. Struktural : - Think-Pair-share (TPS)
- Numbered Heads Together (NHT)
5. Kebaikan dan kelemahan pembelajaran kooperatif
18
Anita Lie (2004:17) menyebutkan ada beberapa kebaikan proses
pembelajaran koperatif adalah sebagai berikut :
a. Siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerjasama dengan
siswa yang lain.
b. Siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan.
c. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkat.
d. Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri).
e. Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif .
f. Meningkatkan prestasi belajar siswa.
Anita Lie (2000:46), mengemukakan bahwa kelemahan dari
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Model ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
b. Kerja kelompok sering hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, sebab
mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang.
c. Model ini akan gagal apabila siswa pasif, tidak komunikatif dan sifat-sifat
egois siswa yang tinggi.
D. Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)
1. Pengertian pembelajaran Think-Pair Share (TPS)
Think-Pair-share (TPS) dikembangkan oleh Fank Lyman dkk dari
universitas Maryland, yang terdiri dari tiga tahap dimana penekanannya
lebih kepada siswa untuk melakukan tahap-tahap tersebut, ini merupakan
19
cara efektif untuk mengubah pola diskusi di dalam kelas. Menurut ibrahim,
dkk (26-27), pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) adalah pembelajaran
yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi
siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu
satu sama lain.
Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan model
pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam diskusi kelompok
yang terdiri dari 2 orang secara heterogen dan bekerjasama saling
ketergantungan positif dengan menulis ide-ide dari pemikiran setiap
individu kemudian berbagi bersama untuk meningkatkan respon siswa
pada pertanyaan/masalah.
Pembelajaran teknik Think-Pair-Share (TPS) untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran orang
lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi siswa
harus mengembangkan pola pikir dengan ide-ide baru dalam memahami
materi yang diberikan sehingga dapat memotivasi siswa yang lainnya
agar memiliki pola pikir yang baik pula.
2. Tahap-tahap Model Think-Pair Share (TPS)
Pembelajaran teknik Think-Pair-Share (TPS) memiliki tahap-tahap
sebagai berikut (Ibrahim, dkk, 2000 : 26)
a. Tahap-1 : Thingking (Berfikir)
20
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran
dan siswa diberi waktu untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atau
isu tersebut secara mandiri beberapa saat.
b. Tahap-2 : Pairing (Berpasangan)
Guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah difikirkan.
c. Tahap-3 : Sharing (Berbagi)
Pada langkah akhir ini guru meminta kepada pasangan untuk berbagi
atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang
telah mereka bicarakan dengan cara bergiliran berpasang-pasangan
dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah
mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.
Dalam menerapkan pembelajarn kooperatif terdapat 6 fase
pembelajaran. Adapun fase pembelajaran model kooperatif tipe Think
Pair and Share (TPS) pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Fase-1 : Penyampaian tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
Fase-2 : Penyajian materi yang akan dipelajari, dan pemberian masalah/
pertanyaan berupa LKS kepada siswa, kemudian siswa
berfikir secara mandiri (tahap thinking).
Fase-3 : Pengorganisasian kelompok belajar, siswa dikelompokkan
secara berpasangan (tahap pairing).
Fase-4 : Proses belajar dalam kelompok kooperatif (tahap sharing)
21
Fase-5 : Kelompok mempresentasikan hasil belajarnya, guru
mengevaluasi (tahap sharing)
Fase-6 : Penghargaan kelompok.
Dalam penelitian ini model kooperatif Think Pair and Share akan
muncul diantara 6 fase pembelajaran kooperatif tersebut, yaitu langkah 1,
berpikir (thinking) pada fase 2, langkah 2 berpasangan (pairing) pada
fase 3, dan langkah 3 berbagi (sharing) pada fase 4 dan 5.
3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-
Share (TPS).
a. Kelebihan
1). Proses mengajar lebih menarik
2) Membuat pengajaran menjadi lebih jelas sehingga siswa lebih
mudah memahami apa yang telah mereka pelajari
3). Meningkatkan keterampilan berpikir siswa dalam menyelesaikan
masalah
4). Menghilangkan sifat mementingkan diri sendri atau egois
5). Meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui diskusi
kelompok (Sakniah, 2005 )
6). Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya
pengajar tetapi juga pendidik.
b. Kekurangan
1). Memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses pembelajaran.
22
2). Memerlukan keterampilan guru secara khusus karena guru dapat
mengalami kesulitan dalam membimbing siswa / kelompok yang
memerlukan bimbingan (Sakniah,2005 ).
3). Membutuhkan alat atau fasilitas yang lengkap.
E. Hasil Belajar
Belajar adalah usaha untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Kegiatan
belajar mengajar merupakan proses yang sistematik, yaitu proses yang dilakukan
oleh guru dan siswa di tempat belajar yang saling berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan paling pokok (Martinis Yamin,2007:6).
Selama terjadinya aktivitas belajar guru perlu membantu siswa dalam
memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berfikir untuk mencapai tujuan
yang diharapkan diantaranya adalah peningkatan hasil belajar. Hasil belajar
ditentukan oleh intensitas belajar yaitu adanya usaha yang tekun dari seorang
siswa. Semakin besar intensitas belajar seorang siswa maka akan semakin optimal
pula hasil belajar yang diperoleh.
Menurut Nawawi (2005 : 24) hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan
siswa dalam mencapai materi di sekolah dalam bentuk skor yang diperoleh dari
tes mengenai sejumlah materi tersebut. Sedangkan menurut Taksonomi Benyamin
S.Bloom (Sumarni, 2007 : 14 ) adapun hasil belajar secara umum adalah
perubahan tingkah laku (kemampuan) yang diharapkan terjadi pada siswa setelah
menyelesaikan kegiatan pembelajaran.
23
Menurut M. Ngalim Purwanto (2002 : 102), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang di golongkan menjadi dua
golongan, yaitu:
1. Faktor yang ada pada organisme itu sendiri, yang disebut sebagai faktor
individu, sedangkan termasuk faktor individual yaitu:
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan pribadi.
2. Faktor yang di luar individu yang disebut faktor sosial, yang termasuk dalam
faktor sosial antara lain: alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar,
rumah tangga/keluarga, guru dan cara mengajar, lingkungan dan kesempatan
yang tersedia serta motivasi sosial.
Dari pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa hasil belajar adalah tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah melakukan aktivitas dalam
mempelajari sejumlah materi pelajaran pada proses belajar mengajar disekolah
baik berupa angka maupun perubahan tingkah laku. Dalam penelitian ini hasil
belajar yang dimaksud adalah hasil belajar pada materi bunyi dalam bentuk skor
yang diperoleh dari hasil tes setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
F. Materi Fisika Tentang Bunyi
1. Materi Bunyi di Universitas
a. Karakteristik Bunyi
Bunyi dihasilkan oleh suatu benda yang bergetar. Getaran sumber
bunyi menimbulkan usikan pada udara di sekitarnya sehingga timbul
24
perapatan dan perenggangan dalam udara yang merambat ke segala arah
berupa gelombang bunyi (Halliday,1978;657).
Gelombang bunyi merambat di udara karena biasanya getaran
udaralah yang memaksa gendang telinga kita bergetar. Tetapi gelombang
bunyi juga dapat merambat di materi lain. Dua batu yang saling menumbuk di
bawah air dapat didengar oleh perenang dibawah permukaan, karena getaran
dibawa ketelinga oleh air. Jadi, bunyi tidak dapat merambat jika tidak ada
materi. Sebagai contoh sebuah bel yang berdering di dalam botol yang hampa
udara tidak dapat didengar, demikian juga dengan bunyi yang merambat di
luar angkasa.
Laju bunyi berbeda untuk materi yang berbeda. Pada udara di 0oC dan
1 atm, bunyi merambat dengan laju 331 m/s.
Tabel 2.2 Laju bunyi di berbagai Materi pada 20oC dan 1 atm.
Materi Laju (m/s)
Udara 343
Udara (0oC) 331
Helium 1005
Hidrogen 1300
Air 1440
Air laut 1560
Besi dan baja ≈ 5000
Kaca ≈ 4500
Aluminium ≈ 5100
Kayu keras ≈ 4000
(Giancolli, 2001: 408)
25
Nilai-nilai tersebut dalam beberapa hal bergantung pada temperatur,
betapa hal ini terutama tampak pada gas. Sebagai contoh, di udara laju
bertambah sekitar 0,60 m/s untuk setiap kenaikan temperatur satu derajat
Celciusv ≈ (331 + 0,60 T) m/s
(Giancolli: 2001, 410)
Di mana t adalah temperatur dlam oC, kecuai jika dinyatakan lain, dalam hal
ini akan dianggap bahwa T = 20oC, sehingga v = [331 + (0,60) (20)] m/s
= 343 m/s.
b. Frekuensi Bunyi
Ada dua aspek dari setiap bunyi yang dirasakan oleh pendengaran
manusia mendengar. Aspek ini adalah “kenyaringan” dan “ketinggian”, dan
masing-masing menyatakan sensasi dalam kesadaran pendengar. Tetap untuk
masing-masing sensasi subjektif ini, ada besaran yang bisa diukur secara fisis.
Kenyaringan berhubungan dengan energi pada gelombang bunyi.
Ketinggian bunyi menyatakan apakah bunyi tersebut tinggi, seperti
bunyi suling atau biola, atau rendah, seperti bunyi bass drum atau senar bass.
Besaran fisika yang menentukan ketinggian adalah frekuensi. Frekuensi bunyi
adalah jumlah gelombang bunyi yang terjadi setiap satuan waktu.
sebagaimana ditemukan untuk pertama kali oleh Galileo. Makin rendah
Frekuensi, makin rendah ketinggian, dan makin tinggi frekuensi, makin tinggi
ketinggian 20Hz sampai 20.000 Hz. ( 1Hz adalah 1siklus per detik).
Jangakauan ini disebut jangkauan pendengaran. Satu kecendrungan umum
adalah jika orang bertambah tua, mereka makin tidak bisa mendengar
26
frekuensi yang tinggi, sehingga batas frekuensi tinggi menjadi 10. 000 Hz
atau kurang.
Gelombang bunyi yang frekuensinya di luar jangkauan yang dapat
terdengar mungkin mencapai telinga, tetapi biasanya tidak menyadarinya.
Frekuensi di atas 20. 000 Hz disebut Ultrasonik. Banyak hewan yang
mendengar frekuensi ultrasonik: anjing, misalnya dapat mendengar bunyi
setinggi 50.000Hz, dan kelelawar dapat mendeteksi frekuensi sampai setinggi
100.000Hz. gelombang ultrasonik memiliki beberapa aplikasi dalam ilmu
kedokteran dan bidang lainya.
Gelombang bunyi yang frekuensinya di bawah jangkauan yang dapat
terdengar (yaitu, lebih kecil dari 20Hz) disebut infrasonik. Sumber
gelombang infrasonik termasuk gempa bumi, guntur, gunung berapi, dan
gelombang yang dihasilkan oleg getaran mesin-mesin yang berat.
c. Intensitas bunyi: Desibel
Seperti ketinggian, kenyaringan merupakan sensasi dalam kesadaran
manusia. Ketinggian juga berhubungan dengan besaran fisika yang dapat
diukur, yaitu intensitas gelombang. Intensitas didefinisikan sebagai energi
yang dibawa seluruh gelombang per satuan waktu melalui satuan luas dan
sebanding dengan kuadrat amplitudo gelombang. Karena energi per satuan
waktu adalah daya, intensitas memiliki satuan daya per satuan luas, atau watt/
meter2 (W/m2). Intensitas semakin besar maka semakin besar bunyi yang
dihasilkan, tetapi untuk menghasilkan bunyi dengan bunyi dua kali lebih
keras dapat memerlukan gelombang bunyi yang mempunyai kira-kira 10 kali
27
intensitas. Intensitas ini cocok pada setiap tingkat bunyi untuk frekuensi-
frekuensi yang mendekati pertengahan daerah pendengar (Tipler, 1991:514-
515).
Telinga manusia dapat mendeterksi bunyi dengan intensitas serendah
10-12W/m2 dan setinggi 1W/m2 (dan bahkan lebih tiggi, walaupun di atas aini
akan menyakitkan). Ini merupakan jangkauan intensitas yang aur biasa,
mencakup faktor satu trilyun (1012) dari paling rendah sampai paling tinggi.
Untuk menghasilkan bunyi yang terdengar dua kali lebih keras dibutuhkan
gelombang bunyi yang intensitasnya sekitar 10 kali lipat. Hal ini secara kasar
berlaku disetiap tingkat bunyi untuk frekuensi di dekat pertengahan
jangkauan yang bisa di dengar.
Tingkat intensitas bunyi dinyatakan dengan skala logaritmik. Satuan
skala ini adalah bel, dari Alexander Graham Bell (1847-1922), penemu
telepon, atau jauh lebih umum, desibel (dB), yang merupakan 1/10 bel (10 dB
= 1 bel). Tingkat intensitas, β, dari bunyi didefinisikan dalam intensitasnya І,
sebagai berikut:
β (dalam dB = 10 log I
Io
(Giancolli: 2001. 411)
Dimana Io adalah intensitas acuan dan logaritma adalah dari basis 10. I0
biaanya dari intensitas minimum yang dapat didengar orang rata-rata, yatu
“ambang pendengaran” yang bernilai I0 = 1,0 x 10-12 W/m2.P
28
Gambar 2.1 Bunyi yang dapat didengar terletak dalam daerah yang dibatasi oleh ambang pendengaran dan ambang rasa sakit (Sears, 1982 :525).
d. Sumber-Sumber Bunyi: Senar Yang Bergetar dan Kolom Udara
Semua sumber bunyi adalah benda yang bergetar. Hampir semua
benda dapat bergetar dan dengan demikian merupakan sumber bunyi. Pada
alat musik sumber digetarkan dengan dipukul, dipetik, di gesek, atau ditiup.
Gelombang berdiri dihasilkan dan sumber bergatar pada frekuensi resonan
alaminya. Sumber yang bergetar bersentuhan dengan udara (atau médium
lainnya) dan mendorongnya untuk menghasilkan gelombang bunyi yang
merambat ke luar. Frekuensi gelombang sama dengan sumbar, tetapi laju
dan panjang gelombang bisa berbeda. Sebuah drum memiliki membran
yang diregangkan yang bergetar. Xylophone dan marimba memiliki batang
logam atau kayu yang dapat digetarkan. Alat yang palinjg banyak dipakai
menggunakan senar yang bergetar seperti viola, gitar dan piano
menggunakan kolom udara yang bergetar.
Telah diketahui bahwa ketinggian dari bunyi yang murni
ditentukan oleh frekuensi. Ketinggian biasanya ditentukan oleh frekuensi
resonan paling rendah, frekuensi dasar, yang ditunjukan dengan simpul
29
tertutup yang hanya ada diujung-ujung. Panjang gelombang nada dasar pada
senar sama dengan dua kali panjang senar tersebut. Dengan demikian
frekuensi dasar adalah f = v/λ = v/2L, dimana v adalah kecepatan
gelombang pada senar. Ketika satu jari diletakan disenar, misalnya pada
gitar atau viola, panjang efektif senar dipendekkan. Jadi frekuensi dasarnya
dan ketinggiannya lebih tinggi karena panjang gelombang dasar lebih
rendah. Senar pada gitar atau viola semuanya memiliki panjang yang sama.
Semuanya mengeluarkan bunyi dengan ketinggian yang berbeda karena
senar memiliki massa persatuan panjang, m/L, yang berbeda, yang
mempengaruhi kecepatan. Dengan demikian, kecepatan pada senar yang
lebih berat lebih rendah dan frekuensi akan lebih rendah unyuk panjang
gelombang yang sama.
L = ½λ1
Harmoni dasar atau pertama f1
L = λ2
Nada tambahan pertama atau harmoni kedua, f2 = 2 f1
L = 3/2 λ3
Nada tambahan pertama atau harmoni kedua, f2 = 2 f1
Gambar 2.2 Gelombang berdiri pada senar hanya tiga frekuensi terendah yang digambarkan. (Giancoly,2001:617)
e. Kualitas Bunyi Dan Kebisingan
30
Ketika mendengar bunyi terutama bunyi musik, misalnya ketika
piano dan flute dimainkan dengan kenyaringan dan ketinggian yang sama
(katakanlah C tengah), ada perbedaan jelas bunyi secara keseluruhan. Inilah
yang dimaksud dengan kualitas bunyi atau warna bunyi.
Sama seperti kenyarinagan dan ketinggian dapat dihubungkan dengan
besaran yang bisa diukur secara fisik, kualitas juga demikian. Kualitas bunyi
bergantung pada adanya nada tambahan (jumlahnya dan amplitudo
relatifnya). Umumnya ketika suatu not dimainkan pada alat musik, nada
dasar dan nada tambahan akan ada pada waktu yang sama. Gambar 2.2
menunjukan bagaimana superposisi tiga bentuk gelombang , dalam hal ini
dasar dan dua nada tambahan yang pertama (dengan amplitudo tertentu)
akan bergabung untuk menghasilkan bentuk gelombang komposit. Tentu
saja, biasanya ada lebih dari dua nada tambahan. Amplitudo relatif dari
berbagai nada tambahan berbeda untuk alat musik yang berbeda, dan hal
inilah yang memberikan kualitas karakteristik atau timbre pada setiap alat
musik.
Jumlah ketiganya
31
Gambar 2.3 Amplitudo Nada dasar dan nada tambahan pertama dijumlahkan ada tiap titik untuk mendapatkan “jumlah” atau bentuk gelombang komposit.
f.Pemantulan Bunyi
Bila suatu gelombang datang pada suatu permukaan batas yang
memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda, maka sebagaian
gelombang akan dipantulkan dan sebagian yang lain akan ditransmisikan.
Ini terjadi ketika suatu gelombang bunyi di udara menumbuk suatu
permukaan padat atau cair. Berkas yang terpantul membentuk sudut dengan
garis normal permukaan yang besarnya sama dengan sudut berkas yang
datang, sebaliknya, berkas yang ditransmisikan akan dibelokkan atau
menjauh dari garis normal bergantung pada laju gelombang medium datang
(Tipler, 1991:532).
Gambar 2.4 Gelombang yang mengenai suatu permukaan batas antara dua medium yan laju gelombangnya berbeda. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian yang lain akan ditransmisikan. Perubahan arah berkas transmisi disebut refraksi (pembiasan) (Tipler, 1991:532).
g. Efek Doppler
32
Efek doppler dialami ketika ada suatu gerak relatif antara sumber
gelombang dan pengamat. Ketika sumber bunyi dan pengamat bergerak
saling mendekati, pengamat mendengar frekuaensi bunyi yang lebih tinggi
daripada frekuensi bunyi yang dipancarkan sumber tanpa adanya gerak
relatif. Ketika sumber bunyi dan pengamat bergerak saling menjauhi,
pengamat mendengar frekuensi bunyi yang lebih rendah daripada frekuensi
sumber bunyi tanpa adanya gerak relatif. (Kanginan M, 2007: 58)
Jika cepat rambat di udara adalah v, kecepatan pendengar
(pengamat) dan kecepatan sumber bunyi terhadap tanah, masing-masing
adalah vp dan vs, frekuensi yang dipancarkan sumber bunyi adalah fs, maka
frekuensi yang didengar oleh pendengar (pengamat) adalah:
fp = v - vp fs
v- vs
Pada persamaan tersebut, cepat rambat bunyi (v) selalu bertanda
positif, sedangkan vs dan vp bertanda positif jika searah dengan arah sumber
(s) ke pendengar (P), dan untuk bertanda negatif jika berlawanan arah.
(Lihat gambar 2.5) Untuk sumber diam, vs = 0, dan untuk pendengar diam,
vp = 0.
Persamaan Efek Doppler tersebut diperoleh dengan mengabaikan
kecepatan angin vw (vw dianggap nol). Jika kecepatan angin cukup berarti
sehingga tak dapat diabaikan, maka kecepatan angin vw harus dimasukan ke
dalam persamaan efek doppler. Dengan demikian efek doppler dengan
memasukan pengaruh angin adalah:
33
fp = ( v – vw ) – vp fs
( v + vw ) – vs
(Kanginan, M. 2007:58)
Perjanjian tanda untuk vw sama seperti vw dan vw yaitu positif jika searah
dengan arah dari sumber ke pendengar.
Gambar 2.5 tanda Positif atau negatif vs dan vp selalu ditetapkan berdasarkan arah dari S ke P yang ditetapkan positif. (Kanginan M. 2007:59)
h. Aplikasi Bunyi Dalam Kehidupan Sehari-hari
1). Aplikasi Dalam bidang Kedokteran
Gelombang frekuensi ultrasonik mempunyai manfaat dalam
bidang kedokteran yaitu digunakan untuk diagnosa dan pengobatan.
Pengobatan meliputi penghancuran jaringan yang tidak diinginkan oleh
tubuh, misalnya tumor dan batu ginjal. Penghancuran jaringan yang
tidak diinginkan tersebut dilakukan dengan menggunakan gelombang
ultrasonik dinamakan dengan pemeriksaan USG (ultasonografi) pada
intensitas yang sangat tinggi (setinggi 107 W/m2) yang difokuskan pada
jaringan yang tidak diinginkan tersebut. (Giancolli, 2001: 435).
Penggunaaan gelombang ultrasonik juga digunakan oleh dokter
gigi. Getaran-getaran ultrasonik dapat mengguncang kotoran dan plak
34
(karang) gigi sehingga terlepas dari gigi. Pemerikasaan kehamilan
dengan menggunakan (ultrasonografi) atau USG dapat melihat keadaan
janin dalam perut. Ultrasonik jauh lebih aman daripada sinar-X yang
dapat menimbulkan ionisasi. Karena itu, ultrasonik dapat digunakan
terus-menerus. (Kanginan, 2006:180).
2). Aplikasi Dalam Bidang Industri
Dalam bidang industri, dikenal istilah pantulan bunyi dan
navigasi atau dikenal dengan istilah sonar (Sound Navigation And
Ranging) yang digunakan dalam pembuatan kacamata tunanetra,
mengukur kedalaman laut, mendeteksi retak-retak pada sruktur logam,
mencuci benda dengan ultrasonik, survei geofisika dan pengaturan
fokus kamera (Kangingan, 2004: 199).
2. Materi Bunyi Di SMP
a. Pengertian Bunyi
1). Bunyi adalah Gelombang Longitudinal
Benda yang bergetar dapat menimbulkan bunyi. Benda tersebut dapat
disebut sumber bunyi. Getaran yang dihasilkan sumber getar hanya berupa
gerakan maju mundur disekitar posisi setimbangnya. Gerakan ini
mengakibatkan molekul-molekul udara pada suatu saat terdorong
mendekat (rapatan) dan pada saat yang lain molekul-molekul udara
terdorong menjauh (renggangan). Rapatan dan rengganagan menjalar ke
segala penjuru. Molekul-molekul udara hanya bergetar maju mundur di
35
sekitar posisi setimbangnya dan tidak ikut merambat. Jadi, gelombang
bunyi tergolong gelombang logitudinal.
2). Gelombang bunyi merambat memerlukan medium
Gelombang bunyi dapat didengar apabila ada zat antara atau
medium untuk merambat sampai ke telinga. Setiap hari, pada saat
bercakap-cakap atau ketika hujan, sering terdengar suara petir. Hal ini
menunjukkan bahwa bunyi dapat merambat melalui udara. Selain itu,
bunyi dapat merambat melalui zat padat dan zat cair.
3). Bagaimanakah Bunyi dapat terdengar ?
Bunyi ditimbulkan oleh benda-benda yang bergetar, sehingga
syarat terjadinya bunyi adalah adanya benda yang bergetar. Astronaut
yang berada di hanya dapat berkomunikasi dengan bantuan alat
komunikasi meskipun jarak mereka berdekatan. Percakapannya
dilakukan dengan menggunakan bahasa isyarat. Gaya gravitasi yang
kecil menyebabkan di permukaan bulan tidak ada udara. Dengan kata
lain tidak ada medium yang merambatkan bunyi (hampa udara).
Masih ada satu syarat lagi agar bunyi dapat didengar, yaitu ada
pendengar atau penerima.
Dengan demikian syarat terjadi dan terdengarnya bunyi adalah :
- Ada sumber bunyi (benda yang bergetar)
- Ada medium yang merambatkan bunyi
- Ada penerima (pendengar)
b. Cepat Rambat Bunyi
36
Bunyi memiliki cepat rambat yang terbatas. Bunyi memerlukan
waktu untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Cepat rambat
bunyi jauh lebih kecil dibandingkan dengan cepat rambat cahaya. Pada
saat terjadi petir, terlihat kilatan cahaya petir yang muncul lebih dulu.
Beberapa saat kemudian bunyi gemuruh petir baru terdengar. Sebenarnya,
kilat dan bunyi petir muncul pada saat yang bersamaan. Namun, kilat
merambat dalam bentuk gelombang cahaya, sedangkan bunyi merambat
dalam bentuk gelombang bunyi. Oleh karena itulah bunyi petir mencapai
pengamat lebih lambat daripada kilat.
Umumnya bunyi sampai ke telingga karena bunyi merambat
melalui udara (gas). Akan tetapi bunyipun dapat merambat melalui zat cair
dan zat padat.
Tabel 2.3 Cepat Rambat Bunyi Bergantung Pada suhu Udara
Suhu Cepat Rambat
0oC 332 m/s
15oC 340 m/s
25oC 347 m/s
Tabel 2.3 di atas menunjukan bahwa cepat rambat bunyi bergantung
pada suhu udara. Makin tinggi suhu udara, makin besar cepat rambat bunyi.
Karena bunyi merupakan salah satu jenis gelombang, cepat rambat
bunyi juga memenuhi persamaan cepat rambat gelombang.
Jika gelombang bunyi menempuh jarak s selama selang waktu t,
maka akan memenuhi hubungan :
37
(Mikrajudin Abdullah, 2007:114)
Dengan s = jarak tempuh (m)
t = waktu (s)
v = cepat rambat bunyi (m/s)
Telah diketahui bahwa selama satu periode gelombang menempuh
jarak sejauh satu penjang gelombang. Dengan demikian, jika t = T, maka
s = λ. Oleh karena itu, bentuk lain ungkapan cepat rambat gelombang
adalah:
oleh karena itu maka v = λ f
(Mikrajudin Abdullah, 2007:114).
Cepat rambat bunyi dipengaruhi oleh jenis medium perambatannya.
Medium udara, air, zat padat dan suhu akan menghasilkan cepat rambat
bunyi yang berbeda-beda. Semakin padat suatu medium makin rapat pula
partikel dalam medium dan makin kuat gaya kohesi diantara partikel
medium tersebut. Sehingga suatu bagian dari medium yang bergetar akan
menyebabkan bagian lain ikut bergetar secara cepat.
Demikian pula dengan suhu suatu medium. Makin tinggi suhu suatu
medium, makin cepat getaran partikel-partikel dalam medium tersebut,
sehingga proses perpindahan getaran semakin cepat. Berikut ini tabel cepat
rambat bunyi berbeda-beda pada medium yang kepadatan dan suhu berbeda
Tabel 2.4 Cepat Rambat bunyi pada beberapa medium
38
Medium Cepat Rambat Bunyi (m/s)
Udara (0oC) 331
Udara(15oC) 340
Udara (25oC) 347
Gas Hidrogen (0oC) 1 286
Gas Oksigen (0oC) 317
Air (25oC) 1 490
Air laut (25oC) 1 530
Timbal (20oC) 1 230
Aluminium (20oC) 5 100
Tembaga (20oC) 3 560
Besi (20oC) 5 130
Batu Granit 6 000
( Mikrajudin Abdullah, 2007: 115)
c. Batas Pendengaran Manusia
Manusia dapat mendengar bunyi karena mempunyai alat penerima bunyi,
yaitu telinga. Bunyi-bunyi yang terdengar masuk melalui lubang telinga,
kemudian akan menggetarkan gendang telinga dan menghasilkan
gelombang sinyal. Gelombang sinyal ini menjadi kejutan syaraf pada
rumah siput yang akan dikirim ke otak untuk diterjemahkan.
Kemampuan telinga manusia untuk mendengar bunyi yang terbatas.
Telinga manusia normal umumnya hanya dapat mendengar bunyi dengan
frekuensi antara 20- 20000Hz yang disebut audiosonik. Gendang telinga
manusia hanya dapat menghasilkan gelombang listrik syaraf yang dapat
diterjemahkan otak jika bergetar dengan frekuensi dalam jangkauan
39
audiosonik. Namun beberapa orang yang memiliki pendengaran tajam dapat
saja mendengar bunyi dengan frekuensi di bawah 20 Hz atau di atas 20.000
Hz. Hal itu sebagai pengecualian saja. seiring bertambahnya usia,
kemampuan pendengaran manusia berkurang, apalagi kalau sering
mendengar suara yang bising dan gaduh, misalnya suara mesin pabrik,
kendaraan bermotor, suara pesawat atau konser-konser musik.
Gambar 2.6 Batas pendengaran manusia ada pada frekuensi 20 – 20.000Hz (Sumarwan, 2007:162).
Bunyi dengan frekuensi di bawah 20Hz disebut infrasonik (infra
artinya lebih rendah). Sedangkan bunyi dengan frekuensi di atas 20000Hz di
sebut ultrasonik (ultra artinya lebih tinggi). Bunyi infrasonik dihasilkan
oleh bergetarnya benda-benda berukuran besar, seperti gempa bumi dan
getaran mesin-mesin besar di pabrik dan kendaraan berat di jalanan seperti
bunyi rel kereta api pada saat kereta api mau lewat. Ketika kereta api akan
tiba, terdengar suara gemuruh dari kereta, walaupun keretanya belum
terlihat. Selain itu bunyi infrasonik terjadi pada gunung yang akan meletus.
Ketika akan terjadi gempa atau gunung meletus, ada hewan-hewan tertentu
yang sudah dapat mendeteksi getaran yang dihasilkan sehingga hewan
tersebut akan lari mencari tempat yang aman.
40
Meskipun telinga manusia tidak mampu menangkap gelombang
bunyi infrasonik dan ultrasonik, hewan-hewan tertentu mampu menangkap
gelombang tersebut. Hewan-hewan itu memiliki kepekaan luar biasa
misalnya: jangkrik, anjing, lumba-lumba, dan kelelawar dapat mendengar
infrasonik. Kelelawar juga dapat menghasilkan dan mendengar bunyi
ultrasonik. Getaran ultrasonik merambat lebih cepat daripada kecepatan
terbang kelelawar.
Dengan memancarkan bunyi ultrasonik dan menangkap kembali
pantulannya, kelelawar dapat mengetahui jarak benda yang ada didepannya.
Jika benda waktu kembalinya pancaran ultrasonik cukup lama berarti jarak
benda didepan kelelawar masih cukup jauh, sehingga masih aman untuk
terbang lurus. Jika benda waktunya relatif singkat berarti jarak benda
di depan kelelawar sangat dekat.
Oleh karena itu kelelawar membelokan arah terbangnya. Dengan
cara ini kelelawar dengan gesit dapat terbang di malam hari tanpa
mengalami tabrakan. Selain kelelawar, ajing pun dapat mendengar bunyi
ultrasonik. Karena dapat mendengar bunyi infrasonik maupun ultrasonik,
anjing sering digunakan untuk penjaga rumah.
Gambar 2.7 Kelelawar dapat mendengar bunyi ultrasonik dan infrasonik. (Mikrajudin Abdullah, 2007: 115)
41
1). Manfaat Getaran ultrasonik
Dalam era modern dewasa ini ultrasonik dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, yaitu:
a) Sistem Pertahanan
Ultrasonik dimanfaatkan dalam alat sonar (sound navigation and
ranging), yaitu sebagai alat detektor di bawah air. misalnya ultrasonik
dipasang pada kapal pemburu untuk mengetahui posisi kapal selam
atau sebaliknya dipasang pada kapal selam untuk mengetahui
kedudukan kapal di permukaan laut
b). Kesehatan
Fungsi ultrasonik hampir menyerupai sinar-X, yaitu untuk melihat
organ-organ tubuh bagian dalam, khususnya organ tubuh yang tidak
boleh dilihat dengan sinar-X, misalnya janin dalam rahim. Alat
kesehatan itu dinamakan Ultrasonography (USG).
c). Industri
Dalam industri ultrasonik digunakan untuk meratakan campuran susu
agar homogen, membersihkan benda yang halus, meratakan campuran
besi dan timah yang dilebur dalam industri logam, untuk sterilisasi
pada pengawetan makanan dalam kaleng dan sebagainya.
d. Hal – hal yang Mempengaruhi Nada Bunyi
Nada yang dihasilkan oleh benda yang bergetar terdengar berbeda-
beda. Ada yang keras, lembut, tinggi, atau rendah.
1) Frekuensi bunyi
42
Setiap gelombang selalu mempunyai panjang gelombang, fekuensi
atau periode da amplitudo gelombang. Frekuensi adalah banyaknya getaran
setiap sekon, dengan satuan getaran per sekon atau hertz dan dilambangkan
Hz. Contonya frekunsinya adalah pada saat kamu berteriak, tenggorokan
akan bergetar lebih banyak dibanding kamu bicara pelan. Artinya, makin
banyak getaran dalam setiap sekon atau makin besar frekuensi, makin tinggi
suara atau nada. Jadi, nada bunyi bergantung pada frekuensi sumber bunyi
(Sumarwan, 2007:164). Semakin besar frekuensi makin tinggi nada dan
semakin kecil frekuensi sumber bunyi, makin rendah nada.
(a) Bunyi yang rendah (b) bunyi yang tinggi
Gambar 2.8 Frekuensi bunyi dipengaruhi oleh jumlah getaran. (a) bunyi yang rendah, makin sedikit jumlah getaran, makin rendah frekuensi dan makin rendah nadanya, (b) bunyi yang tinggi, makin banyak jumlah getaran, makin tinggi frekuensi dan makin tinggi nadanya (Sumarwan, 2007:164).
Secara eksperimen, hubungan antara frekuensi dan nada dapat
dilihat pada layar osiloskop. Gambar (2.7) menunjukkan perbedaan
bentuk gelombang nada yang tinggi dan nada yang rendah. Terlihat
bahwa nada yang tinggi (kanan) memiliki getaran yang lebih banyak
(frekuensi lebih tinggi) daripada nada yang rendah (kiri).
43
Persamaan λ yang menyatakan bahwa panjang gelombang
(λ) berbanding terbalik dengan frekuensi (Kanginan, 2002:168). Jadi,
nada tinggi dihasilkan oleh frekuensi tinggi sama artinya dengan nada
tinggi dihasilkan oleh panjang gelombang yang pendek. Nada rendah
yang dihasilkan oleh frekuensi rendah sama artinya dengan nada rendah
dihasilkan oleh panjang gelombang yang panjang.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Marsenne,
menyimpulkan empat faktor yang mempengaruhi frekuensi alami
sebuah senar atau kawat. Kesimpulannya itu disebut Hukum Marsenne
yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Frekuensi berbanding terbalik dengan panjang senar (l). Makin panjang senar makin kecil frekuensinya.
(2) Frekuensi berbanding terbalik dengan akar massa jenis senar (ρ). Senar yang ringan (massa jenisnya kecil) memiliki frekuensi tinggi, dan senar yang berat (massa jenisnya besar) memiliki frekuensi rendah.
(3) Frekuensi berbanding terbalik dengan akar luas penampang senar (A). Senar yang tebal memiliki frekuensi rendah, senar yang tipis memiliki frekuensi tinggi.
(4) Frekuensi sebanding akar tegangan senar (T). Senar yang kencang (tegangannya lebih besar) memiliki frekuensi lebih tinggi, dan senar yang kendur (tegangannya lebih rendah) memiliki frekuensi lebih rendah.
2). Tinggi Rendah Bunyi.
Setiap sumber bunyi mengeluarkan bunyi dengan frekuensi
tertentu tetapi bunyi yang dapat didengar manusia umumnya terdiri dari
gabungan getaran dan berbagai macam frekuensi. Ada juga sumber bunyi
yang menghasilkan frekuensi yang berubah-ubah atau tidak teratur.
44
Makin tinggi frekuensi sumber bunyi, maka makin tinggi bunyi yang
dihasikan. Bunyi yang sangat tinggi dapat menyebabkan telinga sakit.
Ketika mencapai telinga, bunyi yang tinggi menyebabkan gendang
telinga bergetar cepat. Akibatnya, gendang telinga terasa nyeri.
3). Kuat lemah Bunyi
Untuk frekuensi yang sama, ada bunyi yang terdengar keras dan
ada yang terdengar lemah. Jika suatu garpu tala yang digetarkan secara
perlahan atau dengan kuat, frekuensi yang dihasilkan tetap sama. Tetapi
garpu tala yang digetarkan dengan kuat menghasilkan suara yang lebih
keras. Perbedaan garpu tala yang digetarkan perlahan dan yang
digetarkan keras-keras adalah pada simpangannya. Simpangan garpu tala
yang digetarkan keras-keras besar sehingga amlitudo gelombang yang
dihailkan juga besar. Dengan kata lain, kuat lemahnya bunyi ditentukan
oleh amplitudonya. Makin besar amplitudo bunyi maka makin kuat bunyi
tersebut.
4). Kualitas Bunyi
Pada saat mendengar bunyi dua alat musik, misalnya gitar dan
trombón, yang dimainkan pada nada yang sama (misalnya nada C), dapat
dibedakan dengan jelas suara gitar dan suaru trombón. Meskipun
memainkan nada yang sama, gitar dan trombón memiliki karakter bunyi
yang khas. Inilah yang disebut kualitas bunyi. Kualitas bunyi sering
disebut timbre atau warna bunyi, kualitas bunyi inilah yang membedakan
bunyi yang dikeluarkan oleh berbagai henis alat musik.
45
e. Resonansi
Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena di
dekatnya ada getaran yang frekuensinya sama dengan frekuensi alamiah
benda tersebut.
Gambar 2.9 Resonansi ayunan. (Mikrajudin Abdullah, 2007: 119.
Ketika bandul A diayunkan, maka lama-kelamaan bandul C ikut berayun,
sedangkan bandul yang lainnya diam. Jika bandul B yang diayunkan, hanya
bandul D yang ikut berayun seirama dengan B. Jadi, hanya bandul yang
panjang benangnya sama atau frekuensinya sama yang ikut berayun.
1). Resonansi berbagai alat musik
Beberapa alat musik yang berkaitan dengan penggunaan prinsip
resonansi.
a). Gamelan
Gamelan terdiri dari kotak resonansi yang di atasnya terdapat
lempengan-lempengan logam yang berfungsi sebagai penghasil getaran
jika dipukul. Apabila lempeng logam gamelan dipukul, getarannya
menyebabkan udara yang ada di bawahnya ikut bergetar atau beresonansi
A B C
D
E
46
sehingga menghasilkan nada yang lebih tinggi. Yang termasuk gamelan
antara lain: saran, gambang, gender, dan gong.
b). Alat musik pukul
Gendang tambur dan rebana termasuk alat musik pukul yang
menggunakan selaput tipis. Di bagian sisi atau bawahnya diberi lubang
agar udara di dalamnya bebas bergetar. Apabila gendang atau tambur
dipukul, selaput tipisnya bergetar dan udara di dalamnya beresonansi.
Selaput tipis sangat mudah beresonansi, sumber getar yang
frekuensinya lebih besar ataupun lebih kecil dapat menyebabkan selaput
tipis ikut bergetar. Jadi tidak selalu frekuensi kedua benda harus sama.
Telinga manusia memiliki selaput tipis, yaitu selaput gendang
telinga. Selaput itu mudah sekali bergetar apabila di luar terdapat sumber
getar meskipun frekuensinya tidak sama dengan frekuensi selaput
gendang telinga.
c). Alat musik tiup
Yang termasuk alat musik tiup adalah seruling, terompet,
klarinet, trombon, dan saksofon. Apabila ditiup, kolom udara di
dalamnya beresonansi. Perbedaan antara alat musik tiup yang satu
dengan yang lain terletak pada cara mengubah panjang kolom udara
dalam pipa.
d). Alat musik petik/gesek
Apabila senar getar dipetik, getaran sinar menyebabkan udara
dalam kotak gitar beresonansi. Hal itu juga terjadi pada biola.
47
2) Kerugian akibat resonansi
Resonansi sangat menguntungkan karena dapat memperkuat bunyi
aslinya. Dengan demikian, alat-alat musik dapat dibuat dengan
memanfaatkan efek resonansi. Namun, di balik itu dapat terjadi beberapa
kerugian, antara lain sebagai berikut:
a). Bunyi ledakan bom dapat memecahkan kaca walaupun kaca tidak
terkena langsung pecahan bom.
b) .Amplitudo resonansi yang besar yang dihasilkan dari sumber getar,
misalnya getaran mesin pabrik dan kereta api, dapat meruntuhkan
bangunan.
c). Sepasukan prajurit tidak boleh melintasi jembatan dengan cara berbaris
dengan langkah yang bersamaan sebab amplitudo resonansi yang
ditimbulkannya menjadi bertambah besar sehingga dapat meruntuhkan
jembatan.
Salah satu contoh kerugian akibat resonansi adalah kejadian yang
menimpa jembatan gantung Selat Tacoma di Washington, Amerika Serikat.
Pada tanggal 1 Juli 1940 hanya empat bulan setelah peresmian, jembatan itu
ditiup angin sehingga menimbulkan getaran. Karena getaran menimbulkan
resonansi pada jembatan, akhirnya jembatan bergoyang dan patah.
f. Pemantulan Bunyi
Mengapa bunyi (suara) di ruang tertutup terdengar lebih keras
daripada di ruang terbuka? Mengapa jika seseorang berteriak di sekitar
tebing seperti ada yang menirukan suaranya? Peristiwa-peristiwa seperti ini
48
merupakan akibat adanya pemantulan bunyi. Bunyi termasuk gelombang
dan salah satu sifat gelombang adalah dapat mengalami pemantulan.
Dengan demikian, bunyipun dapat mengalami pemantulan jika menemui
permukaan yang keras.
Ketika berteriak ditengah lapangan, teriakan tidak akan kembali
terdengar. Sebaliknya, ketika berteriak di dalam ruangan atau depan tebing,
suara yang baru diucapkan akan terdengar kembali meskipun lebih lemah
daripada aslinya.
Hukum Pemantulan bunyi:
1)Bunyi datang (AP), garis normal (QP), dan bunyi pantul (PB) terletak
pada satu bidang, dan ketiganya berpotongan pada satu titik (titik P).
2) Sudut pantul sama dengan sudut datang ( r = i).
(Kanginan, 2006:176)
Gambar 2.10. Hukum Pemantulan Bunyi (Kanginan, 2006:177)
Sudut datang adalah sudut antara bunyi datang dan garis normal. Sudut pantul
adalah sudut antara bunyi pantul dan garis normal (Kanginan, 2006:177).
1) Jenis-jenis Bunyi Pantul
a) Gaung
Gaung adalah bunyi pantulan yang sebagian terdengar bersamaan
dengan bunyi asli sehingga bunyi asli menjadi tidak jelas. Untuk
49
menghilangkan gaung di dinding harus dilengkapi dengan bahan
peredam bunyi. Bunyi yang mencapai dinding akan diredam sehingga
bunyi yang dipantulkan menjadi sangat lemah. Walaupun gaung tetap
pada, namun karena sangat lemah, bunyi asli tidak mengalami
gangguan yang berarti.
Contoh gaung:
Suara asli fi – si – ka
Suara pantulan fi – si – ka
Suara yang terdengar fi ka
b). Gema
Gema adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli selesai
diucapkan. Gaung terjadi jika letak pantul cukup jauh dari sumber
bunyi.
Berikut contoh terjadinya gema:
Suara asli fi – si – ka
Suara pantulan fi – si – ka
Suara yang terdengar fi – si - ka – fi – si – ka
c). Bunyi pantul yang memperkuat bunyi asli
Jika jarak dinding pantul sangat dekat dengan sumber bunyi, waktu yang
diperlukan bunyi pantul untuk kembali sangat singkat. Oleh karena
itu, bunyi pantul yang terdengar dapat dianggap bersamaan dengan
bunyi asli. Karena diperkuat oleh bunyi pantul, bunyi asli akan
terdengar lebih nyaring. Dalam peristiwa ini bunyi pantul memperkuat
50
bunyi asli. Itulah sebabnya ketika bernyanyi di kamar mandi, suara
terdengar lebih nyaring. Konser musik di ruang tertutup juga terdengar
lebih keras.
2). Manfaat bunyi pantul
a). Mengukur cepat rambat bunyi
b). Mengukur kedalaman laut
Untuk mengukur kedalaman laut, dilakukan dengan cara memancarkan bunyi
ke dasar laut. Di dasar kapal diberi detektor untuk mendeteksi bunyi
pantul yang dipancarkan dari dasar laut. Dengan mengukur waktu
yang diperlukan sejak bunyi dipancarkan sampai ditangkap detektor.
Maka kedalaman laut dapat ditentukan menggunakan rumus:
(Mikrajuddin Abdullah, 2007: 125)
c). Mengetahui kandungan ikan di bawah laut
d). Mengukur panjang lorong goa
Untuk mengukur kedalaman suatu gua yang belum pernah dijamah
manusia, dapat dilakukan dengan menggunakan gelombang bunyi.
Gelombang bunyi tersebut dipancarkan dari mulut gua kemudian
gelombang tersebut akan dipantulkan jika mengenai dinding gua.
d = kedalam laut (m)
d = t = waktu (s)
v = kecepatan bunyi dalam air
51
Dengan mengukur waktu yang diperlukan gelombang kembali ke
pengirim dapat ditentukan panjang goa tersebut.
e). Menyelidiki lapisan bumi
f). Menyelidiki kerusakan logam
G. Pelaksanaan Pembelajaran Bunyi Dengan Menggunakan Model
Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
Adapun pelaksanaan pembelajaran setiap siklus dalam penelitian ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Perencanaan Awal
Sebagai acuan dari perencanaan awal peneliti berdiskusi dengan guru mata
pelajaran fisika untuk merencanakan strategi pembelajaran di kelas VIIIA.
Peneliti dan guru mengumpulkan catatan hasil pengamatan dari proses
pembelajaran. Proses pembelajaran direncanakan dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share (TPS) sebagai
upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIIB. Strategi
pembelajarannya dengan mengoptimalkan model pembelajaran yang telah
direncanakan dalam penyampaian materi pembelajaran serta peran aktif
siswa baik secara individu maupun kelompok dalam mengikuti proses
pembelajaran.
2. Menyusun Strategi Pembelajaran
Guru bersama peneliti menyusun strategi pembelajaran yang berkaitan
dengan waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi pembelajaran yang
52
telah direncanakan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Think-
Pair-Share (TPS).
3. Penyajian Materi pembelajaran
Guru bersama peneliti membagi kelompok menjadi 19 kelompok. Masing-
masing kelompok beranggotakan 2 orang yang membahas tugas yang sama.
Setiap anggota bertanggung jawab untuk mendiskusikan dan membahas
secara bersama dalam kelompok mengenai topik yang diberikan oleh guru.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share(TPS)
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan
Fase I
1) Guru mempersiapkan materi yang direncanakan untuk pembelajaran
kooperatif teknik Think-Pair-Share (TPS).
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
b. Kegiatan Inti
Fase II
1) Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran
2) Guru menyajikan materi kepada siswa dengan pemberian masalah /
pertanyaan
3) Guru memberikan LKS dan menjelaskan cara menggunakannya
4) Masing-masing siswa diminta mempelajarai LKS tersebut
5) Siswa diminta berpikir dan bekerja secara mandiri atas pertanyaan
soal tersebut beberapa saat.
53
Fase III
6) Guru mengelompokkan siswa untuk bekerja secara berpasangan.
Fase IV
7) Siswa diminta untuk mendiskusikan LKS dengan pasangannya,
saling memberikan pendapat dalam kelompoknya untuk menjawab
LKS dengan bimbingan guru.
8) Guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir
disetiap kelompok.
Fase V
9) Dengan cara diacak, beberapa pasang kelompok siswa diminta untuk
mempresentasikan jawaban dari pertanyaan/masalah tadi (presentasi
dilakukan secara bergiliran/pasangan demi pasangan).
10) Guru mengarahkan hasil diskusi untuk membahas materi
c. Penutup
Fase VI
1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil
menjawab pertanyaan dengan baik
2) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah
dipelajari.
4. Melakukan Pengamatan Kelas
Peneliti melakukan pengamatan selama berlangsung proses pembelajaran di
kelas dan mencatat prilaku siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar.
5. Melakukan Refleksi
54
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dilakukan refleksi, guru
bersama peneliti melakukan diskusi tentang temuan maupun masalah-
masalah yang direncanakan oleh guru tentang pemahaman materi yang
disampaikan, keaktifan siswa dalam mengemukakan pendapat, menjawab
pertanyaan, mempresentasikan hasil diskusi dan menyempurnakan jawaban
dari setiap kelompok. Selanjutnya dari hasil refleksi yang telah dilakukan,
guru menindaklanjuti hasil pengamatan dengan serangkaian rencana
tindakan yang perlu dilakukan pada pertemuan berikutnya.
6. Membuat Rencana Lanjutan
Berdasarkan hasil refleksi di atas, guru bersama peneliti menyusun
rencana tindakan selanjutnya dengan melakukan perbaikan serta
penyempurnaan dalam perencanaan tindakan yang dilakukan sebelumnya.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas.
Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi dengan guru fisika di SMP.
B. Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMPN 4 Ketapang dengan
subjek penelitian adalah siswa kelas VIIIA, yang merupakan kelas dengan nilai
rata-rata kelas paling rendah. yang terdiri dari 38 siswa dengan komposisi
perempuan 23 siswa dan laki-laki 15 siswa.
C. Teknik dan Alat Pengumpul Data
1. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk melihat dan menilai proses
kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Lembar observasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi hasil
pengamatan dan refleksi kegiatan pembelajaran pada guru dan siswa. Hal
ini bertujuan untuk menilai dan melihat apakah guru tersebut sudah
melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perangkat pembelajaran
yang digunakan dan langkah – langkah dalam pembelajaran teknik Think-
Pair-Share ( TPS ). Sedangkan pada siswa lembar observasi bertujuan
56
untuk melihat dan menilai apakah siswa tersebut berperan aktif selama
proses pembelajaran berlangsung dan apakah sudah sesui dengan langkah
– lamgkah pembelajaran teknik Think-Pair-Share ( TPS ).
b. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok
(Arikunto, 2006). Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian
ini berupa tes objektif. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya
dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 2007). Adapun kebaikan-
kebaikan dari tes berbentuk objektif adalah :
1) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih
representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat
dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi
maupun segi guru yang memeriksa
2) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat
menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
3) Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain
4) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi
(Arikunto, 2007)
Tes diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran. Soal tes yang
dibuat divalidasi dan direliabilitas sebelum diuji coba untuk menilai
kelayakan pemakaian di lapangan. Penulisan butir soal, dimulai dengan
57
penulisan kisi-kisi soal dengan berpedoman pada KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Kisi-kisi soal memuat standar kompetensi
dasar, indikator dan nomor soal. Soal yang telah dibuat diberi kunci
jawaban dan pedoman penskoran
D. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah tes dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang di inginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini, validitas yang
digunakan adalah validitas isi dengan penilaian menggunakan pedoman telaah
butir soal.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi, apabila mengukur tujuan
khusus tertentu yang sesuai dengan materi atau isi pelajaran yang akan diberikan
(Arikunto, 2007). Agar tes yang dibuat memiliki validitas isi, maka dalam
penyusunan tes peneliti berpedoman pada kurikulum dan isi bahan pelajaran pada
materi bunyi.
Untuk melihat validitas tes, maka seperangkat tes yang telah disusun dan
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing divalidasi oleh tiga orang validator
(penilai) yang terdiri dari dua orang dosen fisika dan satu orang guru fisika.
Dalam memberikan penilaian, para validator dapat memberikan penilaian berupa
komentar atau saran terhadap soal tes. Atas dasar komentar atau saran dari
validator, selanjutnya dilakukan revisi.
58
Setelah divalidasi dengan dua orang dosen fisika, peneliti melakukan
revisi, yaitu memperbaiki konteks bahasa yang digunakan pada soal pre-test
dan pos-test siklus I dan siklus II.
E. Reliabilitas
Suatu alat ukur yang baik adalah alat pengukur yang mempunyai
reliabilitas yang tinggi, artinya setiap kali alat pengukur digunakan untuk
mengukur hal yang sama, hasil pengukurannya tetap. Reliabilitas butir soal tidak
dapat dipertimbangkan, reliabilitas hanya dapat diketahui melalui uji coba
(Arikunto, 2007).
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes, maka tes yang telah dinyatakan
valid diuji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah mempelajari materi
bunyi. Oleh karena tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk
objektif, maka rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat reliabilitas yaitu
rumus KR-20 (Arikunto, 2007), sebagai berikut :
r11 = k S2 - ∑ pq
k–1 S2
Keterangan :
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab item/soal benar
q = Proporsi subjek yang menjawab item/soal salah (q= 1-p)
∑pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
k = Banyak item/soal
S2 = Varians
59
(Arikunto, 2007)
Berdasarkan kriteria yang diinterpretasikan sebagai nilai reliabilitas (r)
menurut Guilfort (Subana, 2005), yaitu:
r ≤ 0,20 = Tidak ada korelasi
0,20 – 0,40 = Korelasi rendah
0,40 – 0,70 = Korelasi sedang
0,70 – 0,90 = Korelasi tinggi
0,90 – 1,00 = Korelasi sangat tinggi
1,00 = Korelasi sempurna
Dari hasil uji coba yang diberikan pada siswa kelas IXA SMP Negeri 4
Ketapang yang terdiri dari 28 siswa, diperoleh koopefisien reliabilitas 0,57 pada
siklus I dan 0,53 untuk tes siklus II. Jadi tes hasil uji coba memiliki reliabilitas
cukup untuk tes siklus I dan tes siklus II. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran E-1.
F. Indikator Kinerja
Untuk mengukur keberhasilan tindakan yang dilakukan maka ditetapkan
indikator kinerjanya yaitu adanya peningkatan hasil belajar siswa dari hasil tes
berupa nilai yang diperoleh dari pretest dan posttest yang diberikan.
Tingkat keberhasilan dari tiap siklus penelitian adalah bila siswa dapat
mencapai tingkat ketuntasan belajar yaitu 65% dari jumlah siswa mampu
menjawab dengan benar minimal 60% dari skor total.
60
G. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam kegiatan yang berbentuk
siklus dengan mengacu pada model yang di adopsi dari Hopkins. Setiap siklus
terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan pokok, yaitu perencanaan, tindakan
pelaksanaan, observasi, refleksi. Pada siklus ke dua, empat tahap kegiatan ini
dilakukan kembali dengan memberikan modifikasi pada tahap tindakan
pelaksanaan.
Prosedur penelitian tindakan kelas sesuai dengan diagram di bawah ini :
Perencanaan
Refleksi
Pelaksanaan/ Observasi
Perencanaan Kembali
Refleksi
Pelaksanaan/ Observasi
Perencanaan kembali
Refleksi
Pelaksanaan/ Observasi
Gambar 3.1 Spiral Penelitian Tindakan Kelas, (Hopkins, 1993 dalam Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999).
61
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan:
1. Menyusun rancangan tindakan (planning), merupakan titik acuan atau
fokus peristiwa dalam melaksanakan tindakan.
2. Pelaksanaan tindakan (acting), merupakan implementasi atau penerapan isi
rancangan.
3. Pengamatan (observing), merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengamati apa yang terjadi ketika kegiatan berlangsung.
4. Refleksi (Reflecting), merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali
apa yang sudah dilakukan.
Keempat tahapan di atas adalah unsur-unsur untuk membentuk sebuah
siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali pada langkah
semula.
H. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2009/2010 semester ke II
yang dimulai pada bulan januari 2010. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa
kelas VIII SMP Negeri 04 Ketapang dengan sampel siswa kelas VIII A sebanyak
38 orang siswa.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif
Think-Pair-Share (TPS). Penelitian ini sesuai dengan jadwal pelajaran fisika yang
ada di sekolah yaitu 2 jam pelajaran (2 x 40 menit) untuk satu kali pertemuan
dalam tiap minggu. Adapun jadwal pelaksanaan pembelajaran pada tindakan
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
62
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan PenelitianNo Kegiatan Hari/ Tanggal Waktu (WIB)
1. Pra riset Kamis, 10 September 2009 08.00 – 09.30
2. Koordinasi dengan sekolah mitra Senin/20 April 2010 09:00 – 09.30
3. Uji Coba Soal Senin/20 April 2010 07:00 – 07.20
4. Tes Awal/ Pre-test Rabu/21 April 2010 07:00 – 07.20
5. Tindakan Siklus I Rabu/21 April 2010 09:15 – 10.35
6. Tindakan Siklus I Pertemuan II Rabu/28 April 2010 09:15 – 10.35
7. Post-Test Siklus I Rabu/28 April 210 10.35 - 10.50
8. Tindakan Siklus II Rabu/05 Mei 2010 09:15 – 10.35
9. Post-test Siklus II Rabu/06 Mei 2010 09.00 - 09.15
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam pengumpulan data selama penelitian diperoleh dua kelompok
data, yaitu data pre-test dan post-test. Hasil tes dan perubahan skor dari hasil pre-
test dan post-test dapat dilihat sebagai berikut :
1. Hasil Pre-Test
Tes awal (pre-test) dilaksanakan satu kali yaitu tanggal 21 April 2010,
yaitu berupa tes pilihan ganda berjumlah 20 soal, 10 soal untuk pre-tes siklus
I dan 10 soal untuk pre-tes siklus II dengan skor maksimal 100. Pemberian
pre-test kepada siswa bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan
awal siswa tentang materi Bunyi sebelum diberikan perlakuan. Kelas VIII A
digunakan sebagai kelas yang diberi perlakuan menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
Berdasarkan hasil pre-test siswa kelas VIIIA menunjukkan bahwa
100% siswa memperoleh skor dibawah 60 atau memperoleh skor dibawah
kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan skor rata-rata 42,89 pada pretes
siklus I dan 37,63 pada pretes siklus II. Rata-rata tersebut menunjukan bahwa
skor siswa masih sangat rendah. Data hasil pre-test siswa dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut:
64
Tabel 4.1. Hasil Tes Awal (pre-test)
NO Kode Siswa Pretes
Siklus I Siklus II
1. AF 40 202. AN 30 403. BT 50 404. DA 10 305. DD 50 506. DS 50 507. DT 50 308. DU 50 509. DO 50 4010. EG 40 5011. EK 50 3012. EL 50 5013. ER 50 4014. FI 40 3015. HE 40 5016. HW 40 5017. IR 30 018. IS 50 4019. JN 50 5020. MS 20 3021. MR 40 4022. MY 40 5023. RC 40 4024. ST 50 3025. SH 40 4026. SJ 50 4027. SN 50 3028. SU 50 2029. SP 20 3030. SL 30 3031. SN 50 3032. SR 50 3033. SS 50 2034. UM 50 4035. UL 50 5036. WH 50 4037. WN 40 5038. YL 40 50
∑ 1630 1430Rata-rata 42,89 37,63
2. Hasil Post-Test
65
Pemberian post-test dilaksanakan pada akhir siklus bertujuan untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS). Dari hasil Post-test siswa
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Pos-Test Siswa
NO Kode Siswa Postest
Siklus I Siklus II
1. AF 60 602. AN 60 503. BT 60 804. DA 60 505. DD 50 606. DS 60 707. DT 90 908. DU 50 509. DO 60 8010. EG 70 9011. EK 70 8012. EL 70 7013. ER 50 6014. FI 60 7015. HE 60 5016. HW 50 5017. IR 60 8018. IS 90 7019. JN 70 8020. MS 50 7021. MR 50 6022. MY 50 6023. RC 70 7024. ST 80 6025. SH 70 5026. SJ 60 6027. SN 50 5028. SU 80 9029. SP 60 8030. SL 90 7031. SN 80 9032. SR 60 6033. SS 80 8034. UM 70 8035. UL 50 6036. WH 70 7037. WN 90 6038. YL 60 70
66
∑ 2470 2580Rata-rata 65 67,89
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata post-test siswa pada
siklus I adalah 65 dengan skor maksimum yang diperoleh siswa yaitu 90.
Ditinjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh
sekolah yaitu sebesar 60, hasil pre-test siswa yang semula 100% siswa tidak
tuntas meningkat menjadi 29 orang siswa tuntas pada hasil post-test siklus I
atau terdapat peningkatan ketuntasan hasil belajar pada siklus I sebesar
76,31%. Sedangkan pada siklus II, rata-rata post-test siswa yaitu 67,89
dengan skor maksimum 90. Hasil pre-test siswa siklus II yang semula semua
siswa tidak tuntas meningkat menjadi 31 orang siswa tuntas pada hasil post-
test siklus II atau terdapat peningkatan ketuntasan hasil belajar sebesar
81,57%.
Untuk lebih jelasnya skor pre-test dan pos-test dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 4.3 Rekapitulasi skor Pre-Test dan Post-Test
Siklus I Siklus IIPre-Test Pos-Test Pre-Test Post-Test
Skor rata-rata 42,89 65 37,63 67,89Ketuntasan rata-rata 0% 76,31% 0% 81,57%
67
Grafik 4.1 Perbandingan skor rata-rata Pre-Test dan Post-Test
B. Pelaksanaan
1. Pelaksanaan Siklus I
a. Pertemuan I
Pada pertemuan 1 ini sebelum memulai proses pembelajaran siswa
diberikan pretest terlebih dahulu untuk mengetahui pengetahuan awal
siswa tentang materi bunyi. Hal-hal yang dilakukan pada pertemuan
pertama ini mula-mula yaitu merancang perangkat pembelajaran dan
instrumen penelitian yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) model Kooperatif Think-Pair-Share (TPS), pembagian LKS pada
tiap siswa, tugas tiap-tiap siswa, dan lembar observasi. Kegiatan ini
dilakukan dengan cara berdiskusi dengan guru mata pelajaran fisika yang
mengajar di kelas VIII SMP Negeri 4 Ketapang.
Pada awal pembelajaran guru membahas secara singkat tentang materi
bunyi dan pengertiannya. Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah dibuat peneliti, sebelum guru menyampaikan materi, di tahap
awal guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai kemudian menggali
68
konsepsi awal siswa dan memotivasi siswa dengan mengajak siswa
bermaian telepon benang. Guru menunjuk beberapa pasang siswa secara
bergiliran memainkan telepon benang dan meminta siswa untuk
berkomunikasi lewat telepon dengan posisi benang yang terik dan posisi
benang yang kendor. Setelah beberapa pasang siswa secara bergiliran
memainkan telepon benang tersebut, kemudian guru memberikan
pertanyaan ” Mengapa suara dapat didengar melalui benang?” Apakah
terdapat perbedaan suara pada saat benang diterikan dan dikendorkan?
Mengapa?”. Hal ini dilakukan untuk memotivasi siswa mengungkapkan
idenya dan menciptakan adu argumentasi pada siswa yang menjawab
pertanyaan, dan bagi siswa yang lain diharapkan memberi komentar. Siswa
menjawab dengan jawaban yang berbeda, ada yang menjawab ”pada saat
benang dalam posisi terik pantulan bunyi melewati benang sehingga suara
menjadi lebih jelas dibandingkan pada saat posisi benang dikendorkan”.
Setelah itu guru menyimpulkan tentang perbedaan suara yang ditimbulkan
dari kedua peristiwa tersebut yaitu ”benang adalah medium padat yang
bisa dirambati bunyi. Medium padat merupakan medium yang dirambati
bunyi lebih baik dari medium udara, karena itulah pada permaian telepon
benang tersebut saat posisi benang diterikan suara terdengar jelas
daripada saat posisi benang dikendorkan”. Pembelajaran dimulai dengan
mengaitkan peristiwa tersebut dengan materi yang akan dibahas yaitu
pengertian bunyi, syarat terjadinya bunyi, medium yang dirambati bunyi,
69
dan cepat rambat bunyi, dan menyesuaikannya dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
Guru kemudian menjelaskan aturan proses pembelajaran dengan
membagikan LKS serta memberikan waktu berpikir kepada siswa untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam LKS tersebut
secara mandiri (tahap Think) dan setelah itu mendiskusikannya bersama
teman sekelompoknya (tahap Pair) serta mempercayakan kepada setiap
kelompok untuk berdiskusi di depan kelas dan berbagi terhadap teman –
temanya (tahap Share).
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, pada saat proses
pembelajaran berlangsung, penyampaian materi yang dilakukan guru
sudah sesuai dengan langkah–langkah pembelajaran yang direncanakan
yaitu dengan model kooperatif Think-Pair-Share (TPS), namun guru
masih kurang memberikan bimbingan pada saat siswa melakukan diskusi
sehingga beberapa siswa kurang paham tentang aturan atau tahapan
pembelajaran, siswa masih terlihat malu-malu dalam mengemukakan
pendapat dan masih banyak siswa yang tidak serius dalam proses
pembelajaran (kurang bersemangat).
Setelah kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakan, dilanjutkan
dengan refleksi untuk membahas hasil observasi yang telah dilakukan.
Guru dan peneliti mengulas kembali tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Berdasarkan pelaksanaan tindakan, guru mengalami kendala
70
dalam pemanfaatan belajar sehingga pada pelaksanaan pertemuan
berikutnya dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Guru lebih mensosialisasikan model pembelajaran kooperatif Think-
Pair-Share (TPS) dengan memberikan pengarahan agar siswa mengerti
dalam aturan tahapan pembelajaran dan bisa lebih mengungkapkan
idenya.
b. Guru lebih memotivasi siswa untuk tampil ke depan kelas dan
memperhatikan alokasi waktu dalam pembelajaran.
c. Guru memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa dalam melakukan adu
pendapat dan melakukan adu pendapat dan melakukan diskusi serta ikut
membimbing siswa dalam memecahkan masalah.
b. Pertemuan II
Pada pertemuan II ini, peneliti berdiskusi kembali dengan pengajar.
Hasil diskusi dengan pengajar, disimpulkan bahwa hal – hal yang kurang
baik yang ditemukan saat observasi pada pertemuan I diupayakan untuk
dikurangi atau dihilangkan. Berdasarkan refleksi yang dilakukan peneliti
dan guru bidang studi, diketahui bahwa kegiatan pada pertemuan I perlu
dilakukan revisi agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan siswa dapat
lebih aktif dalam belajar yaitu dengan memperbaiki cara pengajar dalam
mengajar yang masih mendominasi dengan lebih banyak melibatkan siswa
dalam pembelajaran.
Pada pertemuan II ini membahas secara singkat tentang Batas
Pendengaran Manusia dan Resonansi. Berdasarkan rencana pelaksanaan
71
pembelajaran yang telah dibuat peneliti, di tahap awal guru menyampaikan
tujuan yang akan dicapai kemudian menggali konsepsi awal siswa dan
memotivasi siswa dengan bercerita tentang beberapa alat musik yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti gendang dan gitar.
Kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa ”Apa yang terjadi
lubang udara pada gita ditutup?”. Hal ini dilakukan untuk memotivasi
siswa mengungkapkan idenya dan menciptakan adu argumentasi pada
siswa yang menjawab pertanyaan, dan bagi siswa diharapkan memberi
komentar. Beberapa siswa sudah menjawab dengan benar yaitu suara gitar
mejadi pelan sehingga membuat bunyi yang dihasilkan gitar menjadi
kurang baik karena tidak adanya resonansi udara.
Kemudian pembelajaran berlangsung dan guru mengarahkan pada
jawaban yang benar dan mengaitkannya untuk membuka pelajaran
tentang resonansi, batas pendengaran manusia dan faktor-faktor yang
mempengaruhi bunyi yang disesuaikan dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran dan membagikan
LKS serta memberikan waktu berpikir kepada setiap siswa (Think) dan
setelah itu mendiskusikannya bersama teman sekelompoknya (Pair) serta
mempercayakan kapada setiap kelompok untuk berdiskusi dan berbagi
dengan teman-teman sekelas (Share).
Pada pertemuan kedua ini, selama proses pembelajaran
berlangsung tampak bahwa penyampaian materi yang dilakukan guru
72
sudah sesuai dengan langkah–langkah pembelajaran yang direncanakan
yaitu dengan model kooperatif Think-Pair-Share (TPS) begitu juga
dengan waktu yang direncanakan sudah sesuai. Pada saat siswa berdiskusi,
guru lebih memotivasi dan memberi penguatan dan lebih membuat siswa
aktif dalam berdiskusi serta membimbing siswa dengan memantau
kegiatan siswa dan mampir ke kelompok-kelompok diskusi. Siswa sudah
mulai tertarik dengan model yang digunakan karena sudah mengetahui
tahapan tindakannya, sehingga pada saat diskusi, siswa memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya untuk mencocokan hasil jawabannya. Ini
menandakan bahwa pembelajaran sudah berjalan seimbang dan tidak
didominasi oleh guru lagi karena beberapa pasang siswa sudah berani
tampil tidak dengan malu-malu.
Setelah kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakan. Guru dan
peneliti mengulas kembali tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Dalam proses pembelajaran guru lebih terlihat rileks dibanding pada
pertemuan pertama dengan menggunakan model kooperatif Think-Pair-
Share (TPS) karena tahapan-tahapannya sudah dimengerti begitu juga
dengan siswanya, dan diharapkan cara mengajar yang dilakukan pada
permemuan II ini tetap dipertahankan dengan tidak melebihi alokasi yang
diberikan. Pada saat menyampaikan materi, guru mengarahkan siswa yang
belum teliti dengan memeriksa jawaban pada lembar LKS dan berupaya
menimbulkan interaksi antar siswa, yaitu lebih memotivasi siswa agar
tampil di depan kelas sehingga sesuai dengan hasil yang diharapkan.
73
Rekomendasi
Setelah pada perteman II dilakukan perbaikan, hasilnya menunjukan
bahwa adanya peningkatan proses dan hasil belajar dalam setiap pertemuan dan
peningkatan tersebut sudah mencapai target yang ditentukan. Namun pengajar
beserta peneliti memutuskan untuk lebih meningkatkan hasil belajar yang
diperoleh siswa dan diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih baik. Maka
dari itu pengajar melakukan tindakan dengan cara lebih mensosialisasikan
model Kooperatif Think-Pair-Share (TPS), yaitu dengan menjelaskan kembali
aturan pembelajaran agar siswa lebih mengerti dalam mengikuti tahapan-
tahapannya. Kemudian guru lebih sering menciptakan adu pendapat atau
argumen. Karena dari awal penelitian ini sudah direncanakan untuk II siklus,
jadi pembelajaran dilanjutkan pada siklus II.
2. Pelaksanaan Siklus II
Hal yang sama dilakukan pada siklus II yaitu sebelum mulai
pembelajaran, terlebih dulu mempersiapkan instrumen penelitian dan
perancang penelitian seperti rencana pembelajaran, pembagian LKS pada tiap
siswa, tugas tiap-tiap siswa, dan lembar observasi.
Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran, pada siklus II ini
guru menjelaskan secara singkat tentang Hukum Pemantulan Bunyi. Ditahap
awal guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kemudian
menggali konsepsi awal siswa dengan bercerita tentang suara yang
ditimbulkan ketika berada disebuah gedung terdapat suara pantul yang
mengikuti suara asli. Kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa
74
Apa yang menyebabkan suara teriakan di lapangan luas berbeda dan
teriakan di dalam ruangan?”. Hal ini dilakukan untuk memotivasi siswa
mengungkapkan idenya dan menciptakan adu argumentasi pada siswa yang
menjawab pertanyaan dan bagi siswa diharapkan memberi komentar.
Jawaban siswa berbeda-beda, ada yang menjawab karena dilapangan luas
tempatnya luas sedangkan di dalam ruangan tempatnya sempit sehingga
menyebabkan suara yang dihasilkan di ruangan lebih keras daripada di
lapanagn terbuka. Setelah itu Guru mengarahkan jawaban siswa ke jawaban
yang benar dan kemudian pembelajaran berlangsung dengan penyampaian
materi dan mengaitkan contoh peristiwa tersebut dengan materi yang akan
dibahas yaitu tentang Hukum pemantulan Bunyi. Kemudian guru
membagikan LKS dan menjelaskan cara menggunakannya serta memberikan
siswa waktu berpikir kepada masing-masing siswa (tahap Think). Pada tahap
ini siswa diminta mengerjakan LKS kembali secara mandiri dengan tujuan
agar siswa mengetahui jawabannya sebelum mendiskusikannya. Setelah
selesai mengerjakan secara mandiri kemudian siswa diminta
mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya (tahap Pair) dan kemudian
berbagi dan mendiskusikannya dengan teman sekelas (Share).
Telah ditemukan beberapa temuan saat proses pembelajaran.
Penyampaian materi yang dilakukan guru sudah terlihat maksimal dan terlihat
santai dan tidak lagi dominan ceramah. Alokasi waktu yang diberikan sudah
cukup dan sesuai dengan rencana peaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah
disusun sebelumnya. Pada pembuka pelajaran, guru lebih sering melibatkan
75
siswa sehingga siswa termotivasi dalam belajar. Ini terlihat dari semangat dan
ketertarikan dalam proses pembelajaran yang disampaikan, yaitu saat mereka
mendiskusikan LKS dan tampil di depan kelas.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus
yaitu siklus I dan siklus II. Kedua sikus ini menekankan pada pemahaman tentang
penyebab timbulnya bunyi dan aplikasi bunyi dalam kehidupan sehari-hari seperti
halnya pada gendang saat dipukul akan menyebabkan suara gendang menjadi
lebih keras dan gitar yang menghasilkan suara yang indah karena adanya
reso nansi.
Penentuan tiap siklus tindakan yaitu berdasarkan pada indikator
pencapaian kompetensi yang termuat dalam kurikulum Fisika SMP. Berdasarkan
analisa hasil pre-test tentang kualitas pemahaman konsep dan penyelesaian
masalah siswa pada materi bunyi ditemukan bahwa secara umum hasil pre-test
masih tergolong rendah. Pada siklus I rata-rata skor yang dicapai adalah 42,89
dari skor minimum 10 dan skor maksimum 50. Sedangkan pada siklus II rata-rata
pre-test siswa adalah 37,63 dari skor minimum 0 dan skor maksimum 50 atau
100% siswa pada pretes siklus I dan II tidak ada yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM). Ini disebabkan siswa belum menerima pelajaran
sehingga pada saat megisi soal pre-tes yang diberikan siswa terlihat sulit
menjawabnya dan hanya menjawab sesuai dengan pengetahuan awal yang mereka
miliki sehingga menyebabkan hasil pre-tes yang didapat tidak memuaskan.
76
Berikut ini akan diuraikan tindakan dan pembahasan hasil penelitian pada
masing-masing siklus:
1. Pembahasan Siklus I
Pada Siklus I, pembelajaran difokuskan pada pemahaman siswa tentang
pengertian bunyi, batas pendengaran manusia, cepat rambat bunyi dan
resonansi. Pembelajaran pada Siklus I ini dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan ( 4 x 40 menit), yaitu pada hari rabu 21 April dan 28 April 2010.
Setelah dilakukan pembelajaran pada materi Bunyi dengan model
pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) pada siklus I, hasil belajar siswa
meningkat yaitu sudah mencapai indikator yang ditetapkan. 76,31% dari jumlah
seluruh siswa atau 29 dari 38 siswa telah berhasil menjawab minimal 60% dari
skor total soal secara benar. Rata-rata hasil post-test siswa adalah 65, dari skor
minimun 50 dan skor maksimum 90. Pada pertemuan pertama terlihat siswa
belum memahami tahapan-tahapan pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share
(TPS). Pada tahap Think, ada siswa yang sudah berdiskusi padahal belum
waktunya untuk berdiskusi kelompok. Selain itu, guru terlihat gugup dalam
penyampaian materi sehingga pembelajaran menjadi tidak teratur dan waktu
pembelajaran menjadi tidak cukup. Pada pertemuan kedua, hasil pembelajaran
tampak lebih baik dan hasilnya cukup memuaskan. Guru dan siswa sudah mulai
terbiasa dengan tahap-tahap model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share
(TPS). Guru lebih membimbing siswa sehingga proses pembelajaran menjadi
lebih teratur. Dilihat dari hasil pre-testnya, beberapa skor siswa mengalami
perubahan skor cukup memuaskan, namun masih banyak siswa yang memperoleh
77
skor ”cukup”, yaitu sesuai dengan standar minimal yang diberikan yaitu 60.
Perubahan nilai yang berpariasi ini dipengaruhi oleh kemampuan dari masing-
masing siswa yang berbeda-beda dalam menerima dan menyerap pelajaran, yaitu
ada yang sangat baik, ada yang baik dan ada yang cukup. Bahkan terdapat 9 siswa
yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ini disebabkan siswa
kurang termotivasi dan belum bisa memahami materi yang disampaikan dan
belum bisa mengikuti model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS).
Oleh karena itu peneliti dan guru melakukan diskusi untuk memperoleh hasil yang
lebih baik lagi dari pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya.
Dari hasil diskusi yang telah dilakukan, maka pengajar dan peneliti
memutuskan ingin meningkatkan skor yang diperoleh siswa walaupun skor
siswa sudah mencapai indikator yang ditetapkan. Maka untuk itu, pengajar
melakukan tindakan dengan cara lebih mensosialisasikan kembali model
pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dengan lebih sering
memotivasi siswa, lebih menggali apersepsi, lebih sering memberikan arahan
dan bimbingan kepada siswa terutama pada saat mengemukakan pendapat,
berdiskusi, dan mengerjakan soal, kemudian lebih sering menciptakan adu
pendapat atau argumen dan pengajar lebih sering bercerita dengan mengaitkan
materi dengan keadaan yang dialami dikehidupan sehari-hari, dengan demikian
siswa akan lebih bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran
sehingga hasil belajar siswa meningkat.
2. Pembahasan Siklus II
78
Pada siklus II, pembelajaran difokuskan pada Hukum Pemantulan Bunyi,
Macam-macam Bunyi Pantul serta aplikasi dan dampaknya dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran pada siklus II ini dilaksanakan 1 (satu) kali
pertemuan, yaitu pada hari rabu, 5 Mei 2010.
Dari data yang disajikan pada tabel 4.1, diketahui bahwa rata-rata nilai pre-test
pada siklus II adalah 37,63%. Berdasarkan hasil post-test siklus II, ditemukan
bahwa kualitas pemahaman siswa tentang materi bunyi meningkat dan sudah
mencapai indikator yang ditetapkan. 81,57% dari keseluruhan jumlah siswa
atau 31 dari 38 siswa telah berhasil menjawab minimal 60% dari skor total soal
secara benar. Dari hasil pos-tes pada siklus II ini hanya 7 orang siswa saja yang
belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Menurut pengajar siswa
ini dalam kesehariannya memang sulit dalam menerima dan menyerap
pelajaran. Sehingga ketika diterapkan pembelajaran ini siswa sulit dalam
mengikutinya, ketika ditunjuk tampil kedepan kelas siswa tersebut masih sulit
berkomunikasi dengan teman dan pengajar sehingga berpengaruh dalam
ketuntasan belajarnya.
Pada siklus II ini perubahan skor rata-rata sudah lebih baik lagi dan dan
sudah hampir merata yaitu 67,89, dari 50 skor minimun dan 90 skor
maksimum. Pada siklus I maupun siklus II, tidak ada seorangpun yang berhasil
menjawab dengan skor 100. Ini dikarenakan keadaan siswa pada saat itu
kurang telti dalam mengerjakan. Walaupun demikian, peningkatan hasil belajar
siswa bisa dikatakan cukup memuaskan karena telah terjadi peningkatan dari
siklus ke siklus, walupun tidak ada yang memperoleh skor maksimum100.
79
Dari hasil observasi juga dapat diketahui minat belajar siswa sudah baik
dan hasil belajar siswa meningkat dibandingkan siklus I. Di siklus II ini, guru
lebih membimbing siswa dalam menjalankan tahap-tahap dalam pembelajaran,
sehingga siswa benar-benar telah hafal dalam tahapan pembelajaran kooperatif
Think-Pair-Share ini. Guru memberikan contoh-contoh pemantulan bunyi
dalam kehidupan sehari-hari serta pemanfaatannya dan memberikan
pertanyaan umpan balik kepada siswa. Hal ini membuat siswa semakin
termotivasi dalam belajar karena contoh yang diberikan berkaiatan dengan
kehidupan disekeliling mereka sehingga mereka menjadi paham tentang materi
yang diajarkan. Namun demikian, di siklus II ini ada beberapa siswa yang
memperoleh skor tetap dibandingkan dengan siklus I, dan ada pula yang
nilainya menurun. Ini disebabkan oleh pemahaman siswa yang kurang tentang
materi dan minat siswa dalam belajar yang tidak selalu baik sehingga
berpengaruh pada hasil belajarnya. Namun, pada siklus II ini siswa makin
banyak yang terlihat aktif dalam bertanya jawab memberikan contoh
aplikasi dan dampak akibat pemantulan bunyi yang terjadi di kehidupan
sehari-hari.
Melalui pelaksanaan pengamatan pembelajaran, terlihat keunggulan model
pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, karena model ini cocok dengan materi bunyi yang diajarkan,
dalam proses pembelajaran siswa termotivasi untuk memberikan perhatiannya
pada materi yang sedang mereka pelajari serta siswa dapat terlibat langsung
dalam tahapan-tahapan yang digunakan dalam pembelajaran sehingga
80
keterampilan berpikir siswa menjadi meningkat yakni dimana awalnya siswa
itu mengerjakan berpikir sendiri, kemudian diberikan kesempatan untuk
berpasangan dengan teman sebangkunya mendiskusikan suatu masalah yang
dihadapinya, dan kemudian berbagi kepada teman-teman sekelas mengenai
masalah-masalah yang dihadapi tersebut. Disini siswa beradu argumen dengan
siswa lainnya mengenai jawaban dari soal yang diberikan, siswa bertanggung
jawab terhadap jawaban yang disampaikan. Dengan ini pengetahuan siswa
akan terekam dengan sendirinya, siswa akan mudah mengingat pelajaran yang
telah disampaikan, sehingga pada saat diberikan tes kembali siswa akan mudah
mengerjakannya, hasil belajar siswa menjadi meningkat, siswa menjadi lebih
aktif, dan memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) nya. Namun
demikian, dalam hal ini terdapat beberapa kendala dalam penerapan model
pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS). Pengaturan waktu sangat
dibutuhkan. Bimbingan dan arahan dari guru kepada siswa pada saat proses
pembelajaran berlangsung sangat dibutuhkan karena dengan cara ini guru dapat
mengatur wakt dengan baik sehingga waktu tidak terbuang begitu saja dan
menyebabkan kekurangan waktu.
Pengalaman-pengalaman serta pengetahuan baru yang diterima siswa ternyata
memberikan kemudahan bagi siswa untuk mengalami konsep/masalah yang
sedang dipelajari. Ini sejalan dengan kenyataan di mana belajar dengan
mengalami sendiri sangat penting untuk meningkatkan pemahaman siswa
mengenai konsep-konsep abstrak dari masalah yang disajikan dalam buku-
buku. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menjelaskan konsep-
81
konsep abstrak tidak selalu menggunakan alat-alat dengan teknologi yang
canggih, melainkan juga bisa .menggunakan media sederhana yang diperoleh
dilingkungan sekitar. Dengan demikian, hal tersebut membuat siswa lebih
berperan aktif dan memotivasi siswa sehingga dapat mempengaruhi hasil
belajar yang lebih baik lagi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share
(TPS) dapat meningkatkan hasil siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ketapang.
Secara terperinci kesimpulan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pengetahuan awal (pre-test) siswa kelas VIIIA SMPN 4 Ketapang sebelum
diajarkan dengan model pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
pada materi bunyi, diperoleh skor rata-rata pre-test 42,89 pada siklus I dan
37,63 skor rata-rata pre-test pada siklus II. Skor rata-rata ini masih di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
82
2. Hasil belajar siswa (post-test) setelah diajarkan dengan model pembelajaran
Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) pada materi bunyi pada siklus I terjadi
peningkatan skor rata-rata menjadi 65 atau sebesar 76,31% siswa sudah
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sedangkan hasil belajar
siswa (post-test) pada siklus II setelah diajarkan dengan model pembelajaran
Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) pada materi bunyi juga terjadi
peningkatan skor rata-rata yaitu menjadi 67,89. Pada siklus II siswa yang
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu sebesar 81,57%.
3. Keunggulan pembelajaran model Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) adalah
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Bunyi di kelas VIIIA
SMPN 4 Ketapang, karena model ini cocok dengan materi yang diajarkan,
dalam proses pembelajaran siswa termotivasi dalam belajar sehingga
berpengaruh pada hasil belajar yang baik. Kelemahan pembelajaran model
Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) yaitu memerlukan waktu pembelajaran
yang lebih lama sehingga diperlukan pengaturan waktu yang tepat.
B. Saran
Dilatar belakangi dari hasil penelitian, terdapat beberapa temuan yang
dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pengajaran
Fisika. Adapun saran-saran dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Karena model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, maka diharapkan guru fisika dapat
mengembangkannya sebagai alternatif dalam pembelajaran di sekolah.
83
2. Sebelum pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-
Share (TPS) dimulai, hendaknya siswa diberi penjelasan terlebih dahulu
tentang tahapan-tahapan dari model tersebut agar siswa tidak kesulitan
mengikuti tahapan-tahapannya.
3. Pada saat pelaksanaan pembelajatran khususnya model pembelajaran
kooperatif Think-Pair-Share (TPS) guru hendaknya memberikan arahan dan
bimbingan kepada siswa agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
4. Sangat diharapkan adanya penelitian lanjutan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) pada
konsep fisika yang lain dan jenjang pendidikan yang berbeda.
REFERENSI
Abdullah, Mikrajuddin.2007. IPA Fisika SMP dan MTs Untuk Kelas VIII. Jakarta: Esis
Alonso, Marcelo. 1990. Dasar-Dasar Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga
Anam, K. (2000). Implementasi Cooperatif Learning dalam Pembelajaran Geografi, Adaptasi model Jigsaw dan Field Study. Buletin Pelangi Pendidikan Vol. 6 No. 2. Jakarta : Depdikbud.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Azizah, U. 1998. Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia di SMU. Tesis: IKIP.
84
Druxes, Herbert, dkk. (1986). Kompendum Didaktik Fisika Alih Bahasa Oleh Yuhilza Hanum. Bandung : Remadja Karya.
Ishaq. 2007. Fisika Dasar. bandung:Binacipta
Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning. Jakarta: Grasindo
Giancolli, C Douglas. 2001. Fisika Edisi kelima Jilid 2 Penerjemah Yuhilza Hanum. Jakarta: Erlangga.
Halliday, D dan Resnick, R. 1978. Fisika.(Penerjemah;Pantur Silaban dan Erwin Sucipta), Jakarta: Erlangga.
Husen, Hasan A, dkk. 2009. Soal dan Pembahasan Fisika Untuk SMP kelas VII, VIII, dan IX. Bandung: CV. Pustaka setia.
Ibrahim,dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Kanginan, Marten. 2002. IPA Fisika Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Kanginan, Marten.2006. Sains Fisika SMP. Jakarta : Erlangga.
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tinadakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta : Paja Grafindo Persada
M. Ngalim Purwanto. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nawawi, H. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajahmada Universitas Press.
Oktavia, Eva. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Kooperatif Teknik Think-pair-share (TPS) Berbantuan LKS Pada Materi Hukum Newton Di Kelas VIII SMP Negeri 03 Sukadana. Skripsi.Pontianak: FKIP UNTAN.
Rahmadi. 2007. Deskripsi Miskonsepsi Siswa kelas VIII SMP 3 Sungai Raya Tentang Bunyi. Skripsi.Pontianak: FKIP UNTAN.
85
Sakniah. 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share Pada Materi Lingkaran Di Kelas II SMP Negeri 1 Sambas. Skripsi. Pontianak: FKIP UNTAN.
Sapriati, Amalia, dkk. 2008. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka
Sears, Francis Weston dan mark W. Zemansky. 1982. Fisika Universitas 1 Mekanika, Panas dan Bunyi. (Cetakan ke 4).(Penerjemah:Soedjana dan Amir Ahmad). Bandung: Binacipta.
Subana, dkk. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Sudarsono, A.S. 2009. Sains Fisika Untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: PT. Galaxi Puspa Mega.
Sumarni. 2007. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik Think-Pair-Share Pada Mata Pelajaran IPS Ekonomi Dengan Menggunakan LKS XC SMU Negeri 3 Pontianak. Skripsi. Pontianak: FKIP UNTAN.
Sumarwan, dkk. 2007. IPA SMP Untuk kelas VIII. Jakarta:Erlangga.
Suparno, Paul. 2001. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan.. Jogjakarta : Kanisius.
……………… 2005. Miskonsepsi Dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika. Jakarta : Grasindo.
Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Artika Maya.
Sutrisno. (1997). Konsepsi Awal Siswa dan Tradisi Konstruktivis. Universitas Tanjungpura Pontianak, tidak diterbitkan.
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (CLASSROOM Action Research). Jakarta: Debdikbud.
Tipler,Paul A.1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. (Penerjemah:Lea Prasetio dan Rahmadi W.Adi. Jakarta: Erlangga.
86
Young, Hugh.D dan Roger A.Freedman. 2002. Sears dan Zemansky Fisika Universitas Jilid 2. (Penerjemah: Endang Juliastuti). Jakarta: Erlangga.
87
LAMPIRAN A-1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS I PERTEMUAN I
1. Identitas Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan : SMP
Kelas : VIII
Semester : Genap
Program : IPA
Mata Pelajaran : Fisika
Jumlah Pertemuan : 1 x Pertemuan
2. Standar Kompetensi :Memahami konsep dan penerapan getaran,
gelombang dan optika dalam produk teknologi
sehari-hari.
3. Kompetensi Dasar :Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan
sehari- hari
4. Indikator
a. Memaparkan karakteristik gelombang bunyi
b. Menentukan medium perambatan bunyi
c. Menentukan cepat rambat bunyi di udara
5. Tujuan Pembelajaran
a. Siswa dapat menjelaskan pengertian bunyi
b. Siswa dapat menyebutkan syarat terjadinya bunyi
c. Siswa dapat mengetahui medium yang dirambati bunyi
d. Siswa dapat menghitung cepat rambat bunyi
6. Materi Ajar
Pengertian bunyi, Cepat Rambat Bunyi
7. Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
8. Model dan Metode Pembelajaran :
a. Model : Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
b. Metode : Diskusi, ekspositori
88
9. Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Awal / Pendahuluan ( ± 10 menit )
Fase I
1). Guru membuka pelajaran dan mengabsen siswa.
2). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan
mengajak siswa bermain dengan telepon benang. Guru memberikan
pertanyaan ” mengapa suara dapat didengar melalui benang?” apa yang
terjadi jika benang dikendorkan atau diterikan?”
b. Kegiatan Inti ( ± 65 menit )
Fase II
1). Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran
2). Guru memberikan LKS dan menjelaskan cara menggunakannya
3). Masing-masing siswa diminta mempelajari LKS tersebut
4).Siswa diminta berpikir dan bekerja secara mandiri atas pertanyaan soal
tersebut beberapa saat.
Fase III
5). Guru mengelompokkan siswa untuk bekerja secara berpasangan.
Fase IV
6). Siswa diminta untuk mendiskusikan LKS dengan pasangannya, saling
memberikan pendapat dalam kelompoknya untuk menjawab LKS dengan
bimbingan guru.
7). Guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir disetiap
kelompok.
Fase V
8). Dengan cara diacak, beberapa pasang kelompok siswa diminta untuk
mempresentasikan jawaban dari pertanyaan/masalah tadi (presentasi
dilakukan secara bergiliran/pasangan demi pasangan).
9). Guru mengarahkan hasil diskusi untuk membahas materi.
89
c. Kegiatan Penutup ( ± 5 menit)
Fase VI
1).Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil menjawab
pertanyaan dengan baik
2). Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
3). Guru menutup pelajaran
10. Penilaian Hasil belajar Siswa
a. Teknik Penilaia : Tes Tertulis
b. Bentuk Instrumen : Isian
c. Instrumen : Terlampir
11. Sistem Penilaian
Nilai = skor siswa x 100%
skor maksimal
12. Alat/Bahan dan Sumber Belajar
a. Alat/Media : LKS, Buku Fisika kelas VIII
b. Sumber :
1) Abdullah, Mikrajuddin. 2007. IPA FISIKA SMP dan Mts untuk Kelas VIII.
Jakarta : Esis. Hal 110-114.
2) Tim Abdi Guru. 2007. IPA Terpadu Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:
Erlangga. Hal 152.
3) Kanginan, M. (2006). Sains Fisika SMP. Jakarta : Erlangga. Hal 177.
Guru Mata Pelajaran Fisika, Ketapang, April 2010Peneliti,
MayasariNIM. F43108011
90
LAMPIRAN A-2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS I PERTEMUAN II
1. Identitas Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan : SMP
Kelas : VIII
Semester : Genap
Program : IPA
Mata Pelajaran : Fisika
Jumlah Pertemuan : 1 x Pertemuan
2. Standar Kompetensi : Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang
dan optika dalam produk teknologi sehari-hari.
3. Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-
hari
4. Indikator
a. Membedakan infrasonik, ultrasonik, dan audiosonik.
b. Menunjukan gejala akibat resonansi dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bunyi seperti frekuensi
bunyi, ampitudo, kuat lemah bunyi dan tinggi rendah bunyi.
5. Tujuan Pembelajaran
a. Siswa dapat membedakan infrasonik, aultrasonik dan audiosonik
b. Siswa dapat memberikan contoh gejala resonansi dalam kehidupan sehari-
hari
c. Siswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bunyi
seperti frekuensi bunyi, ampitudo, kuat lemah bunyi dan tinggi rendah
bunyi.
6. Materi Ajar
Batas Pendengaran Manusia dan Resonansi
7. Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
91
8. Model dan Metode Pembelajaran :
a. Model : Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
b. Metode : Diskusi dan Ekspositori
9. Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Awal / Pendahuluan ( ± 10 menit )
Fase I
1). Guru membuka pelajaran dan mengabsen siswa.
2). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan
bercerita tentang alat musik seperti gitar kemudian guru memberikan
pertanyaan kepada siswa ” Apa yang terjadi bila lubang udara pada gitar
ditutup?”
b. Kegiatan Inti ( ± 65 menit )
Fase II
1). Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran
2). Guru memberikan LKS dan menjelaskan cara menggunakannya
3). Masing-masing siswa diminta mempelajari LKS tersebut
4). Siswa diminta berpikir dan bekerja secara mandiri atas pertanyaan soal
tersebut beberapa saat.
Fase III
5). Guru mengelompokkan siswa untuk bekerja secara berpasangan.
Fase IV
6). Siswa diminta untuk mendiskusikan LKS dengan pasangannya, saling
memberikan pendapat dalam kelompoknya untuk menjawab LKS dengan
bimbingan guru.
7). Guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir disetiap
kelompok.
Fase V
8). Dengan cara diacak, beberapa pasang kelompok siswa diminta untuk
mempresentasikan jawaban dari pertanyaan/masalah tadi (presentasi
dilakukan secara bergiliran/pasangan demi pasangan).
92
9). Guru mengarahkan hasil diskusi untuk membahas materi.
c. Kegiatan Penutup ( ± 5 menit)
Fase VI
1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil menjawab
pertanyaan dengan baik
2). Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah
dipelajari.
3). Guru menutup pelajaran
10. Penilaian Hasil belajar Siswa
a. Teknik Penilaian : Tes Tertulis
b. Bentuk Instrumen : Isian
c. Instrumen : Terlampir
11. Sistem Penilaian
12. Alat/Bahan dan Sumber Belajar
a. Alat/Media : LKS, Buku Fisika kelas VIII
b. Sumber :
1). Abdullah, Mikrajuddin. 2007. IPA FISIKA SMP dan Mts untuk Kelas
VIII. Jakarta : Esis. Hal 114-122.
2). Tim Abdi Guru. 2007. IPA Terpadu Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:
Erlangga. Hal 153-156
3). Kanginan, M. (2006). Sains Fisika SMP. Jakarta : Erlangga. Hal 177.
Guru Mata Pelajaran Fisika,Ketapang, April 2010
Peneliti,
MayasariNIM. F43108011
93
LAMPIRAN A-3
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS II1. Identitas Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan : SMP
Kelas : VIII
Semester : Genap
Program : IPA
Mata Pelajaran : Fisika
Jumlah Pertemuan : 1x Pertemuan
2. Standar Kompetensi : Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang
dan optika dalam produk teknologi sehari-hari.
3. Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan
sehari-hari
4. Indikator
a. Mengetahui bunyi hukum pemantulan bunyi
b. Mengetahui macam-macam bunyi pantul
c. Memberikan contoh pemanfaatan dan dampak pemantulan bunyi dalam
kehidupan sehari-hari
d. Menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan pemantulan bunyi
5. Tujuan Pembelajaran
a. Siswa dapat menjelaskan bunyi hukum pemantulan bunyi
b. Siswa dapat mengetahui macam-macam bunyi pantul
c. Siswa dapat mengetahui pemanfaatan pemantulan bunyi dan dampaknya
d. Siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan
pemantulan bunyi
6. Materi Ajar
Pemantulan Bunyi
7. Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
94
8. Model dan Metode Pembelajaran :
a. Model : Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
b. Metode : Diskusi, Ekspositori.
9. Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Awal / Pendauluan ( ± 5 menit )
Fase I
1) Guru membuka pelajaran kemudian mengabsen siswa.
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa ”pernahkah kalian berteriak
dilapangan luas dan di mulut sumur? Apa yang terdengar?”
b. Kegiatan Inti ( ± 70 menit )
Fase II
1) Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran
2) Guru menyampaiakn materi dengan ringkas
3) Guru memberikan LKS dan menjelaskan cara menggunakannya
4) Masing-masing siswa diminta mempelajari LKS tersebut
5) Siswa diminta berpikir dan bekerja secara mandiri atas pertanyaan soal
tersebut beberapa saat.
Fase III
6). Guru mengelompokkan siswa untuk bekerja secara berpasangan.
Fase IV
7). Siswa diminta untuk mendiskusikan LKS dengan pasangannya, saling
memberikan pendapat dalam kelompoknya untuk menjawab LKS dengan
bimbingan guru.
8). Guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir disetiap
kelompok.
Fase V
9). Dengan cara diacak, beberapa pasang kelompok siswa diminta untuk
mempresentasikan jawaban dari pertanyaan/masalah tadi (presentasi
dilakukan secara bergiliran/pasangan demi pasangan).
95
10). Guru mengulas hasil diskusi kelas
c. Kegiatan Penutup ( ± 5 menit)
Fase VI
1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil menjawab
pertanyaan dengan baik
2) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
3) Guru menutup pelajaran
10. Penilaian Hasil belajar Siswa
a. Teknik Penilaian : Tes Tertulis
b. Bentuk Instrumen : Isian
c. Instrumen : Terlampir
11. Sistem Penilaian
12. Alat/Bahan dan Sumber Belajar
a. Alat/Media : LKS, Buku Fisika kelas VIII
b. Sumber
1) Abdullah, Mikrajuddin. 2007. IPA FISIKA SMP dan Mts untuk Kelas
VIII. Jakarta : Esis. Hal 123.
2) Tim Abdi Guru. 2007. IPA Terpadu Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:
Erlangga. Hal 157
3) Kangunan, M.(2006). Sains Fisika SMP. Jakarta:Erlangga. Hal. 177
Guru Mata Pelajaran Fisika,Ketapang, April 2010
Peneliti,
MayasariNIM. F43108011
96
Lampiran A-4
KISI-KISI SOAL PRE-TEST
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi : Bunyi
Alokasi waktu : 20 menit
Bentuk soal : Objektif
Standar Kompetensi:
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk
teknologi sehari-hari.
Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari
Materi Pokok
Indikator AspekNomor
SoalPengertian Bunyi dan Batas Pendengaran manusia dan Pemantulan Bunyi
Memaparkan karakteristik bunyi Menentukan medium perambatan bunyi Menentukan cepat rambat bunyi di udara Membedakan infrasonik, ultrasonik, dan
audiosonik. Menunjukan gejala akibat resonansi dalam
kehidupan sehari-hari Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi bunyi seperti frekuensi bunyi, ampitudo, kuat lemah bunyi dan tinggi rendah bunyi.
Menjelaskan bunyi hukum pemantulan bunyi
Mengetahui macam-macam bunyi pantul Memberikan contoh pemanfaatan serta
dampak pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari
Menyelesaikan soal yang berhubungan dengan pemantulan bunyi
C2
C2
C3
C2
C2
C2
C2
C2
C2
C3
12,34, 56, 7
8
9, 10, 11
1213,14,1516, 17, 18
19, 20
97
LAMPIRAN A-5
KISI-KISI SOAL POS-TEST SIKLUS I
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi : Bunyi
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
Bentuk soal : Objektif
Standar Kompetensi:
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk
teknologi sehari-hari.
Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari
Materi Pokok Indikator Aspek Nomor Soal
Pengertian Bunyi dan Batas Pendengaran manusia
Memaparkan karakteristik bunyi Menentukan medium perambatan
bunyi Menentukan cepat rambat bunyi di
udara Membedakan infrasonik, ultrasonik,
dan audiosonik. Menunjukan gejala akibat resonansi
dalam kehidupan sehari-hari Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi bunyi seperti frekuensi bunyi, ampitudo, kuat lemah bunyi dan tinggi rendah bunyi.
C2
C2
C3
C2
C2
C2
1, 23
4, 5
6, 7
8, 9
10
98
LAMPIRAN A-6
SOAL PRE-TEST
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi Pokok : Bunyi
Alokasi waktu : 1 x 20 menit
I. Pilihlah salah satu jawaban a, b, c, atau d yang menurut anda benar!
1. Di bawah ini yang termasuk sifat-sifat bunyi adalah . . . .
a. Bukan merupakan hasil getaran
b. Bunyi merambat tanpa melalui zat perantara
c. Bunyi dapat dipantulkan
d. Bunyi dapat merambat di ruang hampa
2. Pernyataan manakah yang benar?
a. Bunyi merambat memerlukan waktu
b. Bunyi merambat tidak baik pada zat padat
c. Sambil menyelam memukul-mukul batu, maka bunyi tidak dapat
didengar
d. Bersamaan dengan adanya kilat terjadi guruh
3. Pernyataan berikut ini yang benar adalah . . . .
a. Cepat rambat bunyi tidak dipengaruhi suhu
b. Cepat rambat bunyi untuk setiap zat sama
c. Cepat rambat bunyi dipengaruhi suhu
d. Cepat rambat bunyi sama setiap waktu
4. Misalkan, bunyi menempuh jarak 136 meter selama 0,4. Cepat rambat
bunyi di udara adalah . . . .
a. 240 m/s c. 340 m/s
b. 440 m/s d. 550 m/s
5. Jarak yang ditempuh gelombang bunyi dalam air setelah 3 sekon adalah
4320 meter. Berapakah cepat rambat bunyi dalam air?
99
a. 1240 m/s b. 1340 m/s c. 1440 m/s d. 1540 m/s
6. Bunyi yang frekuensinya kurang dari 20 Hz disebut . . . .
a. Infrasonik c. Supersonik
b. Audiosonik d. Ultrasonik
7. Hewan yang dapat menimbulkan dan mendengar bunyi ultrasonik
adalah. . . .
a. Manusia dan kelelawar c. Kelelawar dan lumba-lumba
b. Anjing dan ikan d. Ikan dan jangkrik
8. Perhatikan gambar di bawah ini!
Apa yang terjadi bila I digetarkan?
a. G ikut bergetar sedangkan E, F dan H tetap diam
b. E dan H ikut bergetar sedang F dan G tetap diam
c. E ikut bergetar sedang F dan G tetap diam
d. H ikut bergetar sedang E, F dan G tetap diam
9. Tinggi rendahnya bunyi ditentukan oleh . . . .
a. Amplitudo c. Pola gelombang
b. Panjang gelombang d. Frekuensi
10. Kuat lemahnya bunyi ditentukan oleh . . . .
a. Amplitudo c. Pola gelombang
b. Panjang gelombang d. Frekuensi
11. Bunyi alat musik yang satu dengan alat musik yang lain dibedakan
oleh…
a. Sumber bunyi c. frekuensi bunyi
b. Amplitudo d.kualitas bunyi
G H I
E
F
100
12. Arah bunyi pantul yang benar ditunjukan oleh . . . .
a. c.
b. d.
13. Yang termasuk pemantulan bunyi di bawah ini adalah . . . .
a. Gaung dan gema c. Kerdam dan nada
b. Gema dan nada d. Gaung dan Nada
14. Bila berteriak di mulut sumur yang dalam, terdengar bunyi ulang dari
dalam sumur. Bunyi ulang tersebut dinamakan . . . .
a. Gema b. Gaung c. Desah d. Resonansi
15. Bunyi pantul yang terdengar jelas setelah bunyi asli dinamakan . . . .
a. Kerdam c. Gema
b. Bunyi datang d. Gaung
16. Kedalaman laut dapat diketahui dengan bantuan . . ..
a. Gaung c. Kerdam
b. Gema d. Mistar Panjang
17. (1) Perencanaan gedung bioskop
(2) Pengukuran kedalaman laut
(3) Kelelawar melihat ke depan
(4) Mengetahui tempat yang banyak ikan
Pemanfaatan gejala pemantulan bunyi yang benar ditunjukan oleh
nomor….
101
a. 1, 2, 3 c. 1, 3, 4
b. 1, 2, 4 d. 2, 3, 4
18. Dari peristiwa berikut:
(1)Orang yang berpidato di dalam gedung
(2)Orang yang berteriak disuatu lembah yang dikelilingi tebing
Yang terjadi adalah . . . .
a. (1) menghasilkan gaung dan (2) menghasilkan gema
b) (1) menghasilkan gema dan (2) menghasilkan gaung
c) (1) dan (2) menghasilkan gaung
d) (1) dan (2) menghasilkan gema
19. Penggetar didasar kapal mengirimbunyi dan diterima kembali oleh
hidrofon setelah 4 sekon. Jika cepat rambat bunyi dalam laut 1400 m/s,
maka kedalaman laut adalah . . . .
a. 2,8 m c. 2800 m
b. 5,6 m d. 5600 m.
20. Bunyi yang dilepaskan ke dalam laut terdengar kembali setelah 5 sekon.
Cepat rambat bunyi dalam air 1500 m/s. Dalamnya air laut adalah . . . .
a. 7500 m c. 300 m
b. 3750 m d. 150 m
102
LAMPIRAN A-7
SOAL POST-TEST SIKLUS I
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi Pokok : Batas Pendengaran manusia,
Resonansi
Alokasi waktu : 10 menit
I. Pilihlah jawaban a, b, c, dan d yang menurut anda benar!
1. Semua benda yang menimbulkan bunyi dapat disebut . . . .
a. Gelombang c. zat perantara
b. Sumber bunyi d. meredam bunyi
2. Di bawah ini yang termasuk syarat terdengarnya bunyi adalah ...
a. Tidak ada benda yang bergetar (sumber bunyi)
b. Tidak ada medium yang merambatkan bunyi
c. Ada penerima (pendengar)
d. Ada diruang hampa
3. Perhatikan tabel berikut ini!
Suhu (oC) 30 35 36
Cepat rambat bunyi (m/s) 332 340 347
Dari data tersebut membuktikan bahwa sifat bunyi dipengaruhi oleh . . . .
a. Keadaan c. Derajat Celcius
b. Lamanya merambat d. Suhu
4. Sebuah bunyi memiliki panjang gelombang 2 meter. Jika frekuensi
tersebut 150 Hz, maka kelajuan rambat bunyi tersebut adalah . . . .
a. 200 m/s c. 300 m/s
b. 400 m/s d. 500 m/s
103
5. Gelombang bunyi merambat di air dengan kecepatan 1400 m/s. Berapakah
jarak yang ditempuh bunyi setelah merambat 5 sekon?
c. 7000 meter c. 700 meter
d. 2800 meter d. 280 meter
6. Bunyi yang frekuensinya antara 20 Hz sampai 20 KHz disebut . . .
a. Supersonik c. Audiosonik
b. Ultrasonik d. Infrasonik
7. Kelelawar yang terbang malam hari tidak pernah menabrak benda
didepannya. Hal ini disebabkan . . . .
a. Kelelawar dapat menangkap gelombang infrasonik
b. Kelelawar memancarkan gelombarng infrasonik
c. Kelelewar mengeluarkan frekuensi ultrasonik
d. Kelelawar dapat melihat dalam gelap
8. Di bawah ini yang merupakan pernyataan terjadinya resonansi adalah . . . .
a. Untuk ayunan, tali penggantung sama panjang
b. Untuk ayunan, tali penggantung tidak sama panjang
c. Selaput tipis tidak mudah beresonansi
d. Selaput suara tidak mudah beresonansi
9. Dibawah ini termasuk akibat yang ditimbulkan resonansi adalah . . .
a. Seorang penyanyi dapat memecahkan gelas kristal dengan suaranya
b. Kaca jendela rumah tidak bergetar jika ada kendaraan yang lewat
c. Beduk masjid terdengar pelan saat dipukul
d. Lubang pada gitar ditutup menyebabkan suara keras saat dipetik
10. Bunyi alat musik satu dengan alat musik yang lain dibedakan oleh . . . .
a. Sumber bunyi c. Amplitudo
b. frekuensi bunyi d. Kualitas bunyi
.
104
LAMPIRANA-8
KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN
SOAL PRE-TEST
No JAWABAN SKOR1.2.3. 4.5. 6.7.89. 10.11.12.
13.14.15. 16.17.18.19. 20.
C. Dapat dipantulkanA. Bunyi merambat memerlukan waktuC. cepat rambat bunyi dipengaruhi oleh suhu C. 340 m/sC. 1440 m/sA. InfrasonikC. Kelelawar dan lumba-lumba A. G ikut bergetar sedangkan E, F dan H tetap diamD. FrekuensiA. AmplitudoD. kualitas bunyiC.
A. Gaung dan gemaA. GemaC. GemaB. GemaB. 1, 2, 4A. (1) menghasilkan gaung dan (2) menghasilkan gemaB. 3750 meterC. 2800 meter
111111111111
11111111
105
LAMPIRAN A-9
KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN
SOAL POSTEST SIKLUS I
No JAWABAN SKOR1.2.3.4.5. 6.7.8.9.
10.
B. Sumber bunyi C. Adanya penerima (pendngar)
D. SuhuC. 300 m/sA. 7000 meterC. AudiosonikA. Kelelawar dapat menangkap gelombang infrasonik
A. Untuk ayunan, tali penggantung sama panjangA. Seorang penyanyi dapat memecahkan gelas kristal dengan
suaranyaD. Kualitas bunyi
111111111
1
106
LAMPIRAN A-10
KISI SOAL POS-TEST SIKLUS II
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi : Pemantulan Bunyi
Alokasi waktu : ±10 menit
Bentuk soal : Objektif
Standar Kompetensi:
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk
teknologi sehari-hari.
Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari
Materi Pokok
Indikator Aspek Nomor Soal
Pemantulan Bunyi
Menjelaskan bunyi hukum pemantulan bunyi
Mengetahui macam-macam bunyi pantul
Memberikan contoh pemanfaatan serta dampak pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari
Menyelesaikan soal yang berhubungan dengan pemantulan bunyi
C2
C2
C2
C3
1
2, 3, 4
5, 6, 7, 8,
9, 10
107
LAMPIRAN A-11
SOAL POST-TEST SIKLUS II
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi Pokok : Pemantulan Bunyi
Alokasi waktu : 10 menit
A. Pilihlah jawaban a, b, c, atau d yang menurut anda benar!
1. Jika sudut datang bunyi 40o , maka sudut pantul bunyi adalah . . .
a. 20o b. 30o c. 40o d. 50o
2. Dibawah ini yang termasuk bunyi pantul adalah . . . .
a. Gema dan nada c. Kerdam dan Gaung
b. Gaung dan nada d. Kerdam dan nada
3. Bunyi pantul yang hanya sebagian bersamaan dengan bunyi asli, sehingga
bunyi asli tidak jelas dinamakan . . . .
a. Gaung c. Gema
b. Bunyi pantul keras d. Bunyi datang
4. Bunyi pantul yang terdengar jelas setelah bunyi asli dinamakan . . . .
a. Kerdam c. Gema
b. Bunyi datang d. Gaung
5. Salah satu manfaat dari gema adalah . . . .
a. Mengukur kedalaman laut
b. Mengukur ketebalan dinding pemantulan
c. Mengukur volume air bendungan
d. Mengukur panjangnya laut
6. Di bawah ini yang merupakan manfaat dari pemantulan bunyi adalah . . . .
108
a. Mengukur cepat rambat bunyi
b. Melihat ikan di dasar laut
c. Mengukur tebal dinding goa
d. Mengetahui merdunya suara
7. Untuk menghilangkan gaung pada dinding gedung-gedung pertemuan
dipasang . . . .
a. Aluminium c. Karpet
b. Kaca d. Seng
8. Dari peristiwa berikut:
(1)Orang yang berteriak disuatu lembah yang dikelilingi tebing
(2)Orang yang berpidato di dalam gedung
Yang terjadi adalah . . . .
a (1) dan (2) menghasilkan gaung
c. (1) dan (2) menghasilkan gema
c. (1) menghasilkan gaung dan (2) menghasilkan gema
d. (1) menghasilkan gema dan (2) menghasilkan gaung
9. Kedalaman laut di suatu tempat adalah 210 m. Kelajuan rambat bunyi di air
laut adalah 1400 m/s. Getaran yang dikirimkan oleh kapal ke dasar laut akan
diterima pantulannya dalam waktu . . . (skor 40)
a. 3,3 sekon c. 4,4 sekon
b. 5.5 sekon d. 6,6 sekon
10 Gelombang bunyi dikirimkan ke dasar laut dari sebuah transmitter. 4 detik
kemudian ditangkap bunyi pantulannya oleh hidrofon. Jika cepat rambat
bunyi di dalam air 1.500 m/s. Berapakah dalamnya laut tersebut?
a. 2000 meter c. 3000 meter
b. 4000 meter d. 5000 meter
109
110
LAMPIRAN A-12
KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN
SOAL POST-TEST SIKLUS II
No JAWABAN SKOR
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10,
A. 40o
C. Kerdam dan Gaung A. GaungC. GemaA. Mengukur kedalaman lautA. Mengukur cepat rambat bunyi C. KarpetD. (1) menghasilkan gema dan (2) menghasilkan gaungA. 3,3 sekonC. 3000 m
1111111111
111
Lampiran B-1
LEMBAR KERJA SISWA (LKS) I
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi Pokok : Pengertian Bunyi dan Cepat
Rambat Bunyi
A. Standar Kompetensi:
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam
produk teknologi sehari-hari.
B. Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan pengertian bunyi
2. Siswa dapat menyebutkan syarat terjadinya bunyi
3. Siswa dapat mengetahui medium yang dirambati bunyi
4. Siswa dapat menghitung cepat rambat bunyi
D. Uraian Materi
1. Bunyi adalah Gelombang Longitudinal
Benda yang bergetar dapat menimbulkan bunyi. Benda tersebut
dapat disebut sumber bunyi. Sumber bunyi yang bergetar akan
menggetarkan molekul-molekul udara yang ada disekitarnya. Selanjutnya,
molekul-molekul udara yang bergetar akan menjalarkan getarannya ke
molekul-molekul udara di dekatnya. Demikian seterusnya, sampai
molekul-molekul udara yang ada disekitar telinga ikut bergetar sehingga
bunyi dapat terdengar.
Getaran yang dihasilkan sumber getar hanya berupa gerakan maju
mundur disekitar posisi setimbangnya. Gerakan ini mengakibatkan
112
molekul-molekul udara pada suatu saat terdorong mendekat (rapatan) dan
pada saat yang lain molekul-molekul udara terdorong menjauh
(renggangan). Rapatan dan rengganagan menjalar ke segala penjuru.
Molekul-molekul udara hanya bergetar maju mundur di sekitar posisi
setimbangnya dan tidak ikut merambat. Jadi, gelombang bunyi tergolong
gelombang logitudinal.
Syarat terjadi dan terdengarnya bunyi:
a. Ada benda yang bergetar (sumber bunyi)
b. Ada médium yang merambatkan bunyi, dan
c. Ada penerima yang berada di dalam jangkauan sumber bunyi.
2. Gelombang bunyi merambat memerlukan medium
Gelombang bunyi dapat didengar apabila ada zat antara atau
medium untuk merambat sampai ke telinga. Setiap hari, pada saat
bercakap-cakap atau ketika hujan, sering terdengar suara petir. Hal ini
menunjukkan bahwa bunyi dapat merambat melalui udara. Selain itu,
bunyi dapat merambat melalui zat padat dan zat cair.
3. Cepat rambat bunyi
Bunyi memiliki cepat rambat yang terbatas. Bunyi memerlukan
waktu untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Cepat rambat
bunyi jauh lebih kecil dibandingkan dengan cepat rambat cahaya. Pada
saat terjadi petir kita melihat kilatan cahaya petir yang muncul lebih dulu.
Beberapa saat terjadi petir kita melihat kilatan cahaya petir muncul lebih
dulu. Beberapa saat kemudian bunyi gemuruh petir baru terdengar.
Sebenarnya, kilatan dan bunyi petir muncul pada saat yang bersamaan.
Namun, kilatan petir merambat dalam bentuk gelombang cahaya,
sedngkan bunyi merambat dalam bentuk gelombang bunyi. Karena bunyi
mencapai pengamat (kamu) lebih lambat daripada cahaya,
113
Jika gelombang bunyi menempuh jarak s selama selang waktu t,
maka akan memenuhi hubungan :
Dengan s = jarak tempuh (m)
t = waktu (s), dan v = cepat rambat bunyi (m/s)
Telah diketahui bahwa selama satu periode gelombang menempuh jarak
sejauh satu panjang gelombang. Dengan demikian, jika t = T, mka s = λ. Oleh
karena itu, bentuk lain ungkapan cepat rambat gelombang adalah
oleh karena itu maka v = λ f
Berikut ini tabel cepat rambat bunyi berbeda-beda pada medium
yang kepadatan dan suhu berbeda.
Medium Cepat Rambat Bunyi (m/s)Udara (0oC) 331Udara(15oC) 340Udara (25oC) 347
Gas Hidrogen (0oC) 1 286Gas Oksigen (0oC) 317
Air (25oC) 1 490Air laut (25oC) 1 530Timbal (20oC) 1 230
Aluminium (20oC) 5 100Tembaga (20oC) 3 560
Besi (20oC) 5 130Batu Granit 6 000
114
SOAL
I. Petunjuk:
a. Selesaikan permasalahan berikut secara mandiri kemudian
diskusikan bersama pasangan / kelompokmu
b. Jika ada hal – hal yang tidak kamu pahami, tanyakanlah pada
guru
II. Kerjakan soal-soal di bawah ini!
1. Bagaimanakah bunyi dapat kita dengar? Jelaskan!
2. Sebutkan 3 syarat terdengarnya bunyi oleh telinga manusia! Bagaimana
jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi?
3. Perhatikan Tabel berikut!
Medium Cepat Rambat Bunyi (m/s)
Udara (0oC) 331
Udara (15oC) 340
Udara (25oC) 347
Mengapa Cepat rambat bunyi pada tabel di atas memiliki nilai yang
berbeda sedangkan medium yang dirambati bunyi sama? Jelaskan
pendapatmu!
4. Gelombang bunyi dengan frekuensi 320 Hz merambat di udara dengan
panjang gelombang tersebut 1,0625. Berapakah cepat rambat gelombang
bunyi tersebut?
115
Lampiran B-2
LEMBAR KERJA SISWA (LKS) II
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi Pokok : Batas Pendengaran manusia,
Resonansi
A. Standar Kompetensi:
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam
produk teknologi sehari-hari.
B. Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat membedakan infrasonik, aultrasonik dan audiosonik
2. Siswa dapat memberikan contoh gejala resonansi dalam kehidupan sehari-
hari
3. Siswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bunyi seperti
frekuensi bunyi, ampitudo, kuat lemah bunyi dan tinggi rendah bunyi.
D. Uraian Materi
1. Batas Pendengaran Manusia
Kemampuan telinga manusia untuk mendengar bunyi yang
terbatas. Telinga manusia normal umumnya hanya dapat mendengar bunyi
dengan frekuensi antara 20- 20000Hz yang disebut audiosonik. Bunyi
dengan frekuensi di bawah 20Hz disbut infrasonik (infra artinya lebih
rendah). Sedangkan bunyi dengan frekuensi di atas 20000Hz di sebut
ultrasonik (ultra artinya lebih tinggi). Bunyi infrasonik dihasilkan oleh
bergetarnya benda-benda berukuran besar, seperti gempa bumi dan getaran
mesin-mesin besar di pabrik dan gunung meletus. Sehingga kalau akan
116
terjadi gempa atau gunung meletus, ada hewan-hewan tertentu yang sudah
dapat mendeteksi dan hewan tersebut akan lari mencari tempat yang aman.
Meskipun telinga manusia tidak mampu menangkap gelombang
bunyi infrasonik dan ultrasonik, hewan-hewan tertentu mampu
menangkap gelombang tersebut. Hewan-hewan itu memiliki kepekaan
luar biasa misalnya: jangkrik, anjing, lumba-lumba, dan kelelawar dapat
mendengar infrasonik. Kelelawar juga dapat menghasilkan dan
mendengar bunyi ultrasonik.
2. Tinggi rendah bunyi.
Tinggi rendah bunyi ditentukan oleh frekuensinya. Makin tinggi
frekuensi sumber bunyi, maka makin tinggi bunyi yang dihasikan. Bunyi
yang sangat tinggi dapat menyebabkan telinga sakit. Ketika mencapai
telinga, bunyi yang tinggi menyebabkan gendang telinga bergetar cepat.
Akibatnya, gendang telinga terasa nyeri.
3. Kuat lemah Bunyi
kuat lemahnya bunyi ditentukan oleh amplitudonya. Makin besar
amplitudo bunyi maka makin kuat bunyi tersebut.
4. KualitasBunyi
Pada saat mendengar bunyi dua alat musik, misalnya gitar dan
trombón, yang dimainkan pada nada yang sama (misalnya nada C), dapat
dibedakan dengan jelas suara gitar dan suaru trombón. Meskipun
memainkan nada yang sama, gitar dan trombón memiliki karakter bunyi
yang khas. Inilah yang disebut kualitas bunyi. Kualitas bunyi sering disebut
timbre atau warna bunyi, kualitas bunyi inilah yang membedakan bunyi
yang dikeluarkan oleh berbagai henis alat musik
5. Resonansi
Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena di
dekatnya ada getaran yang frekunsinya sama dengan frekunsi alamiah benda
tersebut.
117
Ketika bandul A diayunkan, maka lama-kelamaan bandul C ikut
berayun, sedangkan bandul yang lainnya diam. Jika bandul B yang
diayunkan, hanya bandul D yang ikut berayun seirama dengan B. Jadi,
hanya bandul yang panjang benangnya sama atau frekuensinya sama yang
ikut berayun
SOAL
I. Petunjuk
b. Selesaikan permasalahan berikut secara mandiri kemudian
diskusikan bersama pasangan / kelompokmu
c. Jika ada hal – hal yang tidak kamu pahami, tanyakanlah pada
guru
II. Kerjakan soal-soal di bawah ini!
1. Jelaskan apa itu audiosonik, infrasonik dan ultrasonik.
2. Mengapa jangkrik sudah menghentikan suaranya, padahal orang masih
berada di tempat agak jauh?
3. Berikan masing-masing 3 gejala resonansi!
4. Perhatikan gambar berikut! Jika F dan B digetarkan? Bagaimana
dengan yang lainnya? Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Jelaskan!
A
C B
F G E D
A B C
D
E
118
Lampiran B-3
LEMBAR KERJA SISWA (LKS) III
Nama sekolah : SMP N 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas / semester : VIII / II
Materi Pokok : Pemantulan Bunyi
A. Standar Kompetensi:
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam
produk teknologi sehari-hari.
B. Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat meenjelaskan bunyi Hukum Pemantulan bunyi
2. Siswa dapat mengetahui macam-macam bunyi pantul
3. Siswa dapat mengetahui pemanfaatan pemantulan bunyi dan dampaknya
4. Siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan
pemantulan bunyi
D. Uraian Materi
1.Pemantulan Bunyi
Ketika berteriak ditengah lapangan, teriakan tidak akan kembali
terdengar. Sebaliknya, ketika berteriak di dalam ruangan atau depan tebing,
suara yang baru diucapkan akan terdengar kembali meskipun lebih lemah
daripada aslinya.
Hukum Pemantulan bunyi:
119
Hukum pemantulan bunyi menyatakan :
1). Sudut datang sama dengan sudut pantul (i = r)
2). Sudut datang, bunyi pantul dan garis normal berada pada satu bidang.
Ketiganya berpotongan di satu titik.
2. Jenis-jenis Bunyi Pantul
a. Gaung
Gaung adalah bunyi pantulan yang sebagian terdengar bersamaan dengan
bunyi asli sehingga bunyi asli menjadi tidak jelas. Untuk menghilangkan
gaung di dinding harus dilengkapi dengan bahan peredam bunyi. Bunyi
yang mencapai dinding akan diredam sehingga bunyi yang dipantulkan
menjadi sangat lemah. Walaupun gaung teta pada, namun karena sangat
lemah, bunyi asli tidak mengalami gangguan yang berarti.
Contoh gaung:
Suara asli fi – si – ka
Suara pantulan fi – si – ka
Suara yang terdengar fi ka
b. Gema
Gema adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli selesai
diucapkan. Gaung terjadi jika letak pantul cukup jauh dari sumber bunyi.
Berikut contoh terjadinya gema:
Suara asli fi – si – ka
Suara pantulan fi – si – ka
Suara yang terdengar fi – si - ka – fi – si – ka
c. Bunyi pantul yang memperkuat bunyi asli
Jika jarak dinding pantul sangat dekat dengan sumber bunyi, waktu yang
diperlukan bunyi pantul untuk kembali sangat singkat. Oleh karena itu,
bunyi pantul yang terdengar dapat dianggap bersamaan dengan bunyi
asli. Karena diperkuat oleh bunyi pantul, bunyi asli akan terdengar lebih
nyaring. Dalam peristiwa ini bunyi pantul memperkuat bunyi asli. Itulah
120
sebabnya ketika bernyanyi di kamar mandi, suara terdengar lebih
nyaring. Konser musik di ruang tertutup juga terdengar lebih keras.
d. Manfaat bunyi pantul
1). Mengukur cepat rambat bunyi
2). Mengukur kedalaman laut
Kedalaman laut dapat ditentukan menggunakan rumus:
d =
3). Mengetahui kandungan ikan di bawah laut
4). Mengukur panjang lorong goa
5). Menyelidiki lapisan bumi
` 6). Menyelidiki kerusakan logam
SOAL
I. Petunjuk
a.Selesaikan permasalahan berikut secara mandiri kemudian diskusikan
bersama pasangan / kelompokmu
b. Jika ada hal – hal yang tidak kamu pahami, tanyakanlah pada guru
II. Kerjakan soal-soal di bawah ini!
1. Jika bunyi datang dengan sudut 30o., Berapa sudut pantul yang dihasilkan?
Mengapa hakl tersebut dapat terjadi? Jelaskan!
2. Jelaskan pengertian gaung dan gema! Dan berikan masing-masing
contohnya!
3. Penggetar didasar kapal mengirim bunyi dan diterima kembali oleh
hidrofon setelah 4 sekon. Jika cepat rambat bunyi dalam laut 1400 m/s,
maka kedalaman laut adalah . . . .
4. Mengapa di dinding sebuah bioskop ditutupi kapet? Jelaskan!
d = kedalam laut (m)
t = waktu (s)
v = kecepatan bunyi dalam air
121
Lampiran B-4
KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN LKS I
No Kunci Jawaban Skor
1 Bunyi dapat kita dengar karena adanya sumber bunyi yang menggetarkan molekul-molekul udara yang ada disekitarnya. Selanjutnya, molekul-molekul udara yang bergetar akan menjalarkan getarannya ke molekul-molekul udara di dekatnya. Demikian seterusnya, sampai molekul-molekul udara yang ada disekitar telinga ikut bergetar sehingga bunyi dapat terdengar.
25
2 Syarat terdengarnya bunyi:a. Ada sumber bunyi (benda yang bergetar)b. Ada medium yang merambatkan bunyic. Ada penerima (pendengar)Apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka bunyi tidak akan terdengar. Contohnya jika tidak ada sumber bunyi, maka bunyi tidak akan terdengar karena tidak adanya sunber asal bunyi.
20
3. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa suhu mempengaruhi cepat rambat bunyi, walaupun dalam medium yang sama, semakin tinggi suhu maka cepat rambat bunyi semakin besar dapat dilihat dari suhu 0o C, 15o C, dan 25oC, cepat rambat bunyi juga makin besar dari 331 m/s, 340m/s dan 347 m/s
25
4. Diketahui: f =320 Hz λ = 1,0625?Ditanyakan: v ?Jawab:
v = λ . f = 1.0625 x 320
= 340 m/s
55
5510
122
Lampiran B-5
KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN LKS II
No Kunci Jawaban Skor
1 Audiosonik adalah bunyi dengan batas frekuansi antara 20Hz-20KHz, manusia dapat mendengar bunyi audiosonik.Infrasonik adalah bunyi dengan batas frekuensi di bawah 20Hz (infra artinya lebih rendah).
30
2. Karena jangkrik dapat menangkap gelombang infrasonik. sehingga jangkrik mendengar bunyi dari keauhan dan berhenti berbunyi sebelum bunyi sampai di dekat sarangnya.
20
3. 1. Resonansi yang terjadi pada gendang saat dipukul yang menyebabkan suara gendang menjadi nyaring
2. Kaca jendela ikut bergetar pada saat kendaraan lewat3. Bandul yang diayun lama kelamaan bandul yang panjang
talinya sama akan ikut berayun.
20
4. Jika F digetarkan, maka C dan G ikut bergetar karena panjang talinya sama, sedangkan A, B, D dan E akan tetap diam karena panjang talinya tidak sama.Jika B digetarkan, maka A, C, D, E, F, G akan tetap diam karena panjang talinya berbeda.
30
123
Lampiran B-6
KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN LKS III
No Kunci Jawaban Skor1 Sesuai dengan hukum pemantulan bunyi, sudut datang =
sudut pantul, jika sudut yang datang 30o maka sudut yang dipantulkan sama, yaitu30o .
20
2 Gaung adalah bunyi pantulan yang sebagian terdengar bersamaan dengan bunyi asli sehingga bunyi asli menjadi tidak jelas.Gema adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli selesai diucapkan. Gaung terjadi jika letak pantul cukup jauh dari sumber bunyi. Gaung: Orang yang berpidato di dalam gedungGema :Orang yang berteriak disuatu lembah yang dikelilingi tebing
10
10
55
3. Diketahui t = 4 sekonv = 1400 m/sDitanya s?
=
= 2800 meter
55
10
10
4. Hal ini dg tujuan untuk menghilangkan gaung di dinding yang harus dilengkapi dengan bahan peredam bunyi seperti karpet. Bunyi yang mencapai dinding akan diredam sehingga bunyi yang dipantulkan menjadi sangat lemah. Walaupun gaung tetap pada, namun karena sangat lemah, bunyi asli tidak mengalami gangguan yang berarti.
20
124
Lampiaran C-1
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
THINK-PAIR SHARE (TPS) SIKLUS I
Nama Sekolah : SMPN 4Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Pemantulan Bunyi
Kelas / Semester : VIII / Genap
Nama Guru : Eka Haswida, SP
Hari / Tanggal :
Waktu :
NO Aspek yang diamatiSkor
1 2 3 41. Motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran √2. Kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide
mengenai topik yang akan dibahas dengan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
√
3. Mengerjakan soal yang telah diberikan √4. Berbagi atau berdiskusi dengan teman
sekelompoknya dalam menyelesaikan masalah
5. Mempresentasikan tugas di depan kelas √6. Aktif bertanya pada saat diskusi √7. Aktif menjawab pada saat diskusi √8. Tidak memaksakan pendapat pribadi √
Keterangan :Skor 1 : Kurang Baik Skor 3 : Baik
Skor 2 : Cukup Skor 4 : Sangat Baik
125
LAMPIRAN C-2
LEMBAR OBSERVASI GURU DALAM PEMBELAJARAN DENGAN
MENGGUNAKANMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
THINK-PAIR-SHARE (TPS) PERTEMUAN I SIKLUS I
Nama Sekolah : SMPN 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Pengertian bunyi, Cepat Rambat Bunyi
Kelas / Semester : VIII / Genap
Nama Guru : Eka Haswida, SP.
Hari / Tanggal :
Waktu :
NO Aspek yang diamatiSkor
1 2 3 4I. Kegiatan Awal
.Fase I1. Guru mengucap salam
√
2. Guru membuat perangkat pembelajaran √3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai √
4. Guru memotivasi siswa √
II. Kegiatan intiFase II1. Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran
√
2. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada masing-masing siswa dan menjelaskan cara menggunakannya
√
3. Guru meminta masing-masing siswa untuk mempelajari LKS tersebut
√
4. Guru meminta siswa untuk berpikir dan bekerja secara mandiri untuk menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam LKS
√
Fase III5. Guru menggorganisasikan siswa ke dalam kelompok
belajar yang beranggotakan 2 orang siswa sesuai dengan pasangan masing-masing
√
Tabel Bersambung
126
Fase IV6. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan LKS yang
telah diberikan sebelumnya, dimana telah dipikirkan secara mandiri / individual kemudian didiskusikan dengan pasangan untuk menentukan hasil akhir
√
7. Pada saat siswa mengisi LKS guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir disetiap kelompok untuk mengamati pekerjaan siswa
√
Fase V8. Dengan cara diacak guru meminta beberapa pasang
kelompok untuk mendiskusikan pekerjaannya di depan kelas
√
III. Kegiatan AkhirFase VI1. Guru memimpin jalannya diskusi kelas, guru meminta
kelompok lainnya untuk memberikan tanggapan (pertanyaan atau komentar) terhadap hasil pekerjaan kelompok penyaji
2. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari
√
3. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik
√
Keterangan :Skor 1 : Kurang Baik Skor 3 : BaikSkor 2 : Cukup Skor 4 : Sangat Baik
Ketapang, April 2010 Observer
MAYASARINIM. F43108011
Tabel Sambungan
127
LAMPIRAN C-3
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
THINK-PAIR SHARE (TPS) PERTEMUAN II SIKLUS I
Nama Sekolah : SMPN 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Pengertian bunyi, Cepat Rambat Bunyi
Kelas / Semester : VIII / Genap
Nama Guru : Eka Haswida, SP
Hari / Tanggal :
Waktu :
NO Aspek yang diamatiSkor
1 2 3 41. Motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran √
2. Kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide mengenai topik yang akan dibahas dengan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
√
3. Mengerjakan soal yang telah diberikan √
4. Berbagi atau berdiskusi dengan teman sekelompoknya dalam menyelesaikan masalah
√
5. Mempresentasikan tugas di depan kelas √
6. Aktif bertanya pada saat diskusi √
7. Aktif menjawab pada saat diskusi √
8. Tidak memaksakan pendapat pribadi √
Keterangan : Skor 1 : Kurang Baik Skor 3 : Baik Skor 2 : Cukup Skor 4 : Sangat Baik
128
LAMPIRAN C-4
LEMBAR OBSERVASI GURU DALAM PEMBELAJARAN DENGAN
MENGGUNAKANMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
THINK-PAIR-SHARE (TPS) PERTEMUAN II SIKLUS I
Nama Sekolah : SMPN 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Batas pendengaran Manusia, Resonansi
Kelas / Semester : VIII / Genap
Nama Guru : Eka Haswida, SP
Hari / Tanggal :
Waktu :
NO Aspek yang diamatiSkor
1 2 3 4I. Kegiatan Awal
.Fase I1. Guru mengucap salam
√
2. Guru membuat perangkat pembelajaran √3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai√
4. Guru memotivasi siswa
II. Kegiatan intiFase II1. Guru menyampaikan aturan proses pembelajran
√
2. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada masing-masing siswa dan menjelaskan cara menggunakannya
√
3. Guru meminta masing-masing siswa mempelajari LKS tersebut
√
4. Guru meminta siswa untuk berpikir dan bekerja secara mandiri untuk menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam LKS
√
Fase III5. Guru menggorganisasikan siswa ke dalam kelompok
belajar yang beranggotakan 2 orang siswa sesuai dengan pasangan masing-masing
√
Tabel Bersambung
129
Fase IV6. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan LKS yang
telah diberikan sebelumnya, dimana telah dipikirkan secara mandiri / individual kemudian didiskusikan dengan pasangan untuk menentukan hasil akhir
√
7. Pada saat siswa mengisi LKS guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir disetiap kelompok untuk mengamati pekerjaan siswa
√
Fase V8. Dengan cara diacak guru meminta beberapa pasang
kelompok untuk mendiskusikan pekerjaannya di depan kelas
√
III Kegiatan AkhirFase VI1. Guru memimpin jalannya diskusi kelas, guru meminta
kelompok lainnya untuk memberikan tanggapan (pertanyaan atau komentar) terhadap hasil pekerjaan kelompok penyaji
2. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari
√
3. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik
√
Keterangan :Skor 1 : Kurang Baik Skor 3 : BaikSkor 2 : Cukup Skor 4 : Sangat Baik
Ketapang, April 2010 Observer
MAYASARINIM.F43108011
Tabel Sambungan
130
LAMPIRAN C-5
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
THINK-PAIR SHARE (TPS) SIKLUS II
Nama Sekolah : SMPN 4Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Batas pendengaran Manusia, Resonansi
Kelas / Semester : VIII / Genap
Nama Guru : Eka Haswida, SP
Hari / Tanggal :
Waktu :
NO Aspek yang diamatiSkor
1 2 3 41. Motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran √
2. Kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide mengenai topik yang akan dibahas dengan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
√
3. Mengerjakan soal yang telah diberikan √
4. Berbagi atau berdiskusi dengan teman sekelompoknya dalam menyelesaikan masalah
√
5. Mempresentasikan tugas di depan kelas √
6. Aktif bertanya pada saat diskusi √
7. Aktif menjawab pada saat diskusi √
8. Tidak memaksakan pendapat pribadi √
Keterangan: Skor 1 : Kurang Baik Skor 3 : Baik Skor 2 : Cukup Skor 4 : Sangat Baik
131
LAMPIRAN C-6
LEMBAR OBSERVASI GURU DALAM PEMBELAJARAN DENGAN
MENGGUNAKANMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
THINK-PAIR-SHARE (TPS) SIKLUS II
Nama Sekolah : SMPN 04 Ketapang
Mata Pelajaran : Fisika
Pokok Bahasan : Pemantulan Bunyi
Kelas / Semester : VIII / Genap
Nama Guru : Eka Haswida, SP
Hari / Tanggal :
Waktu :
NO Aspek yang diamatiSkor
1 2 3 4I. Kegiatan Awal
.Fase I1. Guru mengucap salam
√
2. Guru membuat perangkat pembelajaran √3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai √
4. Guru memotivasi siswa √
II. Kegiatan intiFase II
1. Guru menyampaikan aturan proses pembelajaran√
2. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada masing-masing siswa dan menjelaskan cara menggunakannya
√
3. Guru meminta masing-masing siswa mempelajari LKS tersbut
√
4. Guru meminta siswa untuk berpikir dan bekerja secara mandiri untuk menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam LKS
√
Fase III5. Guru menggorganisasikan siswa ke dalam kelompok
belajar yang beranggotakan 2 orang siswa sesuai dengan pasangan masing-masing
√
Tabel Bersambung
132
Fase IV6. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan LKS yang
telah diberikan sebelumnya, dimana telah dipikirkan secara mandiri / individual kemudian didiskusikan dengan pasangan untuk menentukan hasil akhir
√
7. Pada saat siswa mengisi LKS guru memantau kegiatan siswa dengan berkeliling dan mampir disetiap kelompok untuk mengamati pekerjaan siswa
√
Fase V8. Dengan cara diacak guru meminta beberapa pasang
kelompok untuk mendiskusikan pekerjaannya di depan kelas
√
III. Kegiatan AkhirFase VI1. Guru memimpin jalannya diskusi kelas, guru meminta
kelompok lainnya untuk memberikan tanggapan (pertanyaan atau komentar) terhadap hasil pekerjaan kelompok penyaji
2. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari
√
√
3. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik
√
Keterangan :Skor 1 : Kurang Baik Skor 3 : BaikSkor 2 : Cukup Skor 4 : Sangat Baik
Ketapang, Mei 2010 Observer
MAYASARI NIM.F43108011
Tabel Sambungan
133
LAMPIRAN D-1
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dr. H. Tomo Djudin
NIP : 196306031990021003
Jabatan : Validator
Menyatakan bahwa instrumen penelitian yang disusun oleh :
Nama : Mayasari
NIM : F43108011
Jurusan : Pendidikan MIPA
Program Studi : Pendidikan Fisika
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan
Model Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) Pada Materi
Bunyi Di Kelas VIII SMP Negeri 4 Ketapang
Telah diberi validasi untuk kelayakan pemakai dalam penelitian
Dr. H. Tomo Djudin NIP.196306031990021003
134
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Drs. Syaiful B. Arsyid
NIP : 195910031987031001
Jabatan : Validator
Menyatakan bahwa instrumen penelitian yang disusun oleh :
Nama : Mayasari
NIM : F43108011
Jurusan : Pendidikan MIPA
Program Studi : Pendidikan Fisika
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan
Model Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) Pada Materi
Bunyi Di Kelas VIII SMP Negeri 4 Ketapang
Telah diberi validasi untuk kelayakan pemakai dalam penelitian
135