BAB I Buah Merah Edit

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

Buah Merah termasuk terna berbentuk semak, perdu, atau pohon yang tingginya mencapai 16 m, tinggi batang bebas cabang 5 8 m di atas permukaan tanah. Ujung daun runcing dan pangkal daun memeluk batang. Buah Merah secara tradisional digunakan oleh masyarakat wamena untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti penyakit mata, cacingan, kulit, dan meningkatkan stamina. Minyak Buah Merah mengandung karotenoid 12.000 bpj, Tokoferol 11.000 bpj, Betakaroten 700 bpj dan Alfa Tokoferol 500 bpj. Hasil penelitian I Made Budi (2004) menyatakan bahwa Minyak Buah Merah dapat digunakan untuk penyakit kanker dan hasil penelitian Maria Immaculata (2007) menunjukkan Minyak Buah Merah sebagai

imunostimulansia. Minyak Buah Merah mempunyai rasa tidak enak untuk dikonsumsi selain itu mudah rusak dan berbau tengik. Melihat hal tersebut diatas maka Minyak Buah Merah berpotensi untuk diformulasi dalam bentuk sediaan, salah satunya adalah emulsi. Emulsi adalah sediaan cair yang terdiri dari dua zat yang tidak saling campur yaitu fase minyak dan fase air dimana salah satu fase terdispersi secara merata kedalam fase lainnya. Agar terbentuk emulsi maka dibutuhkan emulgator.

1

Pemilihan emulgator penting dalam menghasilkan suatu emulsi yang stabil. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan cara

menurunkan tegangan antarmuka, dengan membentuk film (lapisan) antarmuka dan membentuk lapisan ganda listrik sehingga dapat terjadi tolak menolak antara tetesan partikel. Salah satu emulgator adalah emulgator nonionik. Emulgator nonionik dipilih karena dalam Minyak Buah Merah mengandung berbagai macam zat yang tidak diketahui. Karena itu dipilih emulgator nonionik yang bersifat netral. untuk menghindari terjadinya interaksi antara emulgator dan zat didalam Minyak Buah Merah. Selain itu, emulgator nonionik memiliki keseimbangan lipofilik dan hidrofilik dalam molekulnya. Berdasarkan uraian diatas telah dilakukan penelitian pengaruh konsentrasi emulgator nonionik terhadap stabilitas emulsi Minyak Buah Merah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi emulgator nonionik terhadap stabilitas fisik emulsi Minyak Buah Merah. Adapun penelitian ini untuk mendapatkan formula sediaan emulsi minyak Buah Merah yang stabil dan enak untuk dikonsumsi.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Buah Merah (Pandanus Conoideus Lamk.) a) Klasifikasi (Wikipedia, 2008) Kerajaan : Plantae Divisi Kelas Ordo : Magnoliophyta : Liliopsida : Pandanales

Keluarga : Pandanaceae Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus Conoideus Lamk. Sinonim : Buah Merah (Indonesia), Kuansu (Papua). b) Morfologi Buah Merah (I Made Budi, 2005) Tanaman Buah Merah termasuk terna berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daun tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua, dan letaknya berseling. Ujung daun runcing dan pangkal daun memeluk batang. Batang tanaman bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna coklat berbercak putih. Tinggi tanaman mencapai 16 m dengan tinggi batang bebas cabang 5 8 m di atas permukaan tanah. Akar tanaman berfungsi sebagai penyokong tegaknya

tanaman dengan bentuk serabut dan tipe perakaran dangkal. 3

Bentuk Buah Merah menyerupai cempedak, agak panjang, dan berwarna merah. Buah tersusun dari ribuan biji yang berbaris rapi membentuk kulit buah. Biji kecil memanjang 9 13 mm dengan bagian atas meruncing. Bagian pangkal biji menempel pada bagian jantung sedangkan ujungnya membentuk totol-totol di bagian kulit buah. Biji berwarna hitam kecoklatan dibungkus daging tipis berupa lemak. Daging buah ada yang kuning, cokelat atau merah tergantung jenisnya. 2. Emulsi Emulsi dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan yang

mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan emulgator atau surfaktan yang cocok. (Depkes RI, 1979) Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, 1989) Dari kedua sumber diatas maka emulsi dapat pula diartikan sebagai sistem dua fase dalam (terdispersi) yang berupa batas-batas kecil terdistribusi keseluruh fase luar (pembawa) dengan bantuan emulgator yang cocok sebagai komponen penunjang emulsi.

4

3. Teori Pembentukan Emulsi Dalam pembuatan suatu emulsi terdapat teori yang menyangkut proses terbentuknya emulsi yang stabil. Adapun tiga teori pembentukan emulsi yaitu : a) Teori tegangan permukaan atau Surface Tension Theory Dalam teori ini dijelaskan bahwa untuk menurunkan tegangan permukaan antar dua cairan yang tidak tercampur diperlukan suatu zat aktif. Permukaan (surfaktan) atau zat pembasah (emulgator) yang mampu menahan bersatunya tetesan kecil menjadi tetesan besar dengan jalan mengurangi daya tolak menolak cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antar molekul masingmasing cairan, sehingga stabilitas emulsi tetap baik secara fisik maupun kimia. b) Oriented Wedge Theory Menurut teori ini emulsi dapat terbentuk akibat adanya emulgator yang melarut dalam suatu fase dan terikat dalam fase tersebut. Untuk zat pengemulsi yang memiliki karakteristik hidrofilik yang besar daripada sifat hidrofobiknya akan membentuk suatu emulsi minyak dalam air (M/A) dan suatu emulsi air dalam minyak sebagai hasil penggunaan zat pengemulsi yang lebih hidrofobik daripada hidrofilik.

5

c) Teori lapisan antarmuka atau Plastic Film Theory Teori ini menjelaskan proses pembentukan emulsi dengan memaparkan zat pengemulsi pada antarmuka masing-masing tetesan dari fase internal, lapisan film plastik tipis yang mengelilingi lapisan tersebut akan mencegah terjadinya kontak atau

berkumpulnya kembali tetesan kecil itu menjadi tetesan yang lebih besar, sehingga dengan stabilnya kondisi ini akan mampu mempertahankan stabilitas emulsi. 4. Klasifikasi Tipe Emulsi Suatu emulsi terdiri dari dua fase yang bersifat kontradiktif, tetapi dengan adanya zat pengemulsi maka salah satu fase tersebut terdispersi dalam fase lainnya. Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu : a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil) Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air. b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water) Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam 6

fase kontinu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci. Dari kedua emulsi diatas, emulsi tipe M/A yang paling banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral. Hal ini terjadi karena umumnya fase minyak memilik bau dan rasa yang tidak enak, sehingga minyak cenderung digunakan sebagai fase internal. Emulsi tipe A/M umumnya digunakan dalam formulasi untuk pemakaian luar, dimana minyak dapat menjaga kelembutan dan kelembapan kulit. 5. Pengujian Tipe emulsi a) Cara Pengenceran Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran ini hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air emulsi tidak pecah maka tipe emulsi minyak dalam air. Jika pecah maka tipe emulsi air dalam minyak. b) Cara Pewarnaan Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak dalam air (M/A). contoh : metilen-blue. c) Cara Flouresensi Minyak dapat berflouresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi minyak dalam air flouresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi air dalam minyak flouresensinya sempurna.

7

d) Hantaran Listrik Emulsi minyak dalam air dapat menghantarkan arus listrik karena adanya ion-ion dalam air, sedangkan emulsi air dalam minyak tidak dapat menghantarkan listrik. 6. Teknik Pembuatan Emulsi Dalam proses pembuatan emulsi diperlukan suatu tenaga atau energi yang dapat mereduksi fase intern menjadi butir-butir kecil, energi tersebut merupakan tenaga luar yang diperoleh dari kerja tangan ataupun mesin. Disamping energi juga diperlukan teknik pembuatan emulsi untuk memperoleh emulsi yang stabil yaitu dengan metode pembuatan emulsi: a) Metode gom basah (Anief, 2000) Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa. Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.

8

b) Metode gom kering Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada

pemakaian zat pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik. c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance) Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan

pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 6. 7. Emulgator Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) 9

menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan

antarmuka antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan emulgator biasanya diperlukan 5% 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004) Dalam pemilihan emulgator harus memenuhi beberapa syarat yaitu : a) Emulgator harus dapat campur dengan komponen-komponen lain dalan sediaan. b) Emulgator tidak boleh mempengaruhi stabilitas dan efek terapeutik dari obat. c) Emulgator harus stabil, tidak boleh terurai dan tidak toksik. d) Mempunyai bau, warna, dan rasa yang lemah. Emulgator dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut asalnya, yaitu (Anonim, 1992) : a) Emulgator Alam i. Berasal dari tumbuh-tumbuhan Misalnya : Gom Arab, Tragakan, Agar-agar, Pektin, Alginat, Karboksi Metil Selulosa Natrium, Metil Selulosa. ii. Berasal dari hewan Misalnya : Kuning Telur dan Adeps Lanae.

10

iii. Berasal dari tanah mineral Misalnya : Magnesium, Aluminium, Silikat, Bentonit. b) Emulgator sintetis i. Anionik misalnya Trietanolamin, Natrium Lauril Sulfat. ii. Kationik misalnya Benzetonium Klorida, Setil Piridivium iii. Nonionik misalnya Span, Tween, Gliseril Monostearat 8. Stabilitas emulsi Stabilitas suatu emulsi adalah suatu sifat emulsi untuk

mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. (Voigt. R, 1995) a) Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas emulsi yaitu : i. Pengaruh viskositas Ukuran partikel yang didistribusi partikel menunjukkan peranannya dalam menentukan viskositas emulsi. Umumnya emulsi dengan partikel yang makin halus menunjukkan viskositas yang makin besar dibandingkan dengan emulsi dengan partikel yang lebih kasar. Jadi, emulsi dengan distribusi partikel yang besar memperlihatkan viskositas yang kurang / kecil. Untuk mendapatkan suatu emulsi yang stabil atau untuk menaikkan stabilitas suatu emulsi dapat dengan cara

menambahkan zat-zat yang dapat menaikkan viskositasnya dari fase luar. Bila viskositas fase luar dipertinggi maka akan menghalangi pemisahan emulsi. 11

ii.

Pemakaian alat khusus dalam mencampur emulsi Dalam pencampuran emulsi dapat dilakukan dengan mortir secara manual dan dengan menggunakan alat pengaduk yang menggunakan tenaga listrik seperti mikser. Untuk membuat emulsi yang lebih stabil, umumnya proses pengadukannya dilakukan dengan menggunakan alat listrik. Disamping itu penggunaan alat dapat mempercepat distribusi fase internal kedalam fase kontinu dan peluang terbentuknya emulsi yang stabil lebih besar.

iii.

Perbandingan optimum fase internal dengan fase kontinu Suatu produk emulsi mempunyai nilai perbandingan fase dalam dan fase luar yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis bahan yang digunakan ataupun karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada setiap bahan emulsi yang digunakan. Umumnya emulsi yang stabil memiliki nilai range fase dalam antara 40% sampai 60% dari jumlah seluruh bahan emulsi yang digunakan.

a) Terdapat beberapa teori tentang tidak stabilnya emulsi yaitu : i. Creaming atau Flokulasi Adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki viskositas yang berbeda, dimana agregat dari 12

bulatannya fase dalam mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut dengan keadaan yang bersifat reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui pengocokan. (Ansel, 1989) ii. Inversi Ialah suatu peristiwa pecahnya emulsi dengan tiba-tiba dari satu tipe ke tipe yang lain. iii. Cracking atau Koalesensi Adalah peristiwa pecahnya emulsi karena adanya

penggabungan partikel-partikel kecil fase terdispersi membentuk lapisan atau endapan yang bersifat irreversibel dimana emulsi tidak dapat terbentuk kembali seperti semula melalui

pengocokan. (Anief, 2000) b) Pecahnya emulsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Nawir. M, 1987) : i. Jika emulsi yang terjadi belum sempurna lalu diencerkan maka emulsi akan pecah kembali. ii. Pengocokan yang keras dapat menggabungkan partikel

terdispersi sehingga emulsi menjadi pecah. iii. Teknik pembuatan, misalnya terlalu lama merendam gom dalam minyak. iv. Senyawa organik yang larut dalam air misalnya eter, ethanol, etil asetat, akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap 13

emulsi. Oleh karena itu harus ditambahkan sedikit demi sedikit diikuti dengan pengadukan. v. vi. vii. viii. Perubahan pH yang besar. Perubahan temperatur. Emulgator yang berlawanan misalnya gelatin dan gom. Penambahan garam atau elektrolit dalam kondisi yang besar.

9. Uraian bahan a) Minyak Buah Merah (I Made Budi, 2005) Minyak Buah Merah mengandung betakaroten dan tokoferol yang tinggi bermanfaat sebagai antioksidan. Betakaroten berfungsi memperlambat berlangsungnya flek pada aliran darah ke jantung dan ke otak menjadi lancar tanpa hambatan. Interaksinya dengan protein dapat meningkatkan produksi antibodi. Tokoferol berperan dalam memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan memperbaiki mobiditas dan mortalitas sel jaringan, kolesterol dalam darah pun dinetralisir. Sebagai zat aktif, Minyak Buah Merah mempunyai dosis 5 ml hingga 10 ml per pemberian. b) Gom Arab (Depkes RI, 1995) Gom arab adalah eksudat yang mengeras diudara seperti gom, yang mengalir secara alami atau dengan penorehan batang dan cabang tanaman Acacia Senegal L. Willdenow (Familia Leguminosae) dan spesiel lain yang berasal dari Afrika. Nama Resmi : Gummi Acaciae 14

Nama lain Pemerian Kelarutan

: Gummi Arabicum : Tidak Berbau : Larut hampir sempurna dalam 2 bagian bobot air, tetapi sangat lambat, meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit; praktis tidak larut dalam etanol dan dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Peningkat viskositas.

c) Tween 60 (Depkes RI, 1995) Tween 60 adalah campuran asam stearat dan palmitat dari sorbitol dan anhidratnya berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilen okksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Nama Resmi : Polisorbat 60 Nama lain Pemerian : Tween 60 : Cairan seperti minyak atau semi gel, kuning hingga jingga, berbau khas lemah. Kelarutan : Larut dalam air, dalam etil asetat dan dalam toluena; tidak larut dalam minyak mineral dan dalam minyak nabati. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. Kegunaan : Emulgator.

15

d) Span 60 (Weller J.P, 1994) Span merupakan ester dari asam lemah (Laurat, Palmitat, stearat dan oleat) Nama Resmi : Sorbitum Monostearat Nama lain Pemerian : Span 60 : Berupa padatan warna putih kekuningan,

mempunyai warna dan bau yang khas. Kelarutan Kegunaan : Mudah larut dalam minyak, tidak larut dalam air. : Emulgator.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. e) Metil Paraben (Depkes RI, 1995) Metil Paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Nama Resmi : Methylis Parabenum Nama lain Pemerian : Nipagin : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau berbau khas lemah; mempunyai sedikit rasa terbakar. Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam ethanol dan dalam eter.

16

Kegunaan

: Pengawet.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. f) Propil Paraben (Depkes RI, 1995) Propil Paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C10H12O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Nama Resmi : Prophylis Parabenum Nama lain Pemerian Kelarutan : Nipasol : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. : Sangat sukar larut dalam air; muda larut dalam ethanol, dan dalam eter; sukar larut dalam air mendidih. Kegunaan : Pengawet.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. B. Waktu dan Tempat Peneliltian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasetika Fakultas

Farmasi Universitas Hasanudin mulai dari tanggal 15 April sampai 15 Mei 2009. C. Alat dan bahan 1. Alat : 1) Gelas piala (Pyrex) 2) Timbangan analitik (Sartorius) 3) Gelas ukur (Pyrex) 4) Lemari pendingin (LG) 5) Objek gelas dan dek gelas 6) Viskometer (Brookfield) 7) Mikroskop mikrometer 8) Waterbath (Memmert) 9) Pengaduk elektrik (Panasonic)

18

2. Bahan : 1) Minyak Buah Merah 2) Gom Arab 3) Span 60 4) Tween 60 5) Metil Paraben 6) Propil Paraben 7) Pengaroma strawberry merek lezat 8) Aquadest D. Penyiapan Sampel Sampel yang digunakan berupa Minyak Buah Merah yang bermerek Wamena. E. Rancangan Formula Bahan Minyak Buah Merah Gom Arab Span 60 dan Tween 60 Metil Paraben Propil Paraben Pengaroma strawberry Aquadest Formula II 30% 7% 4% 0,05 % 0,025 % 1% 57,95%

I 30% 7% 3% 0,05 % 0,025 % 1% 58,95%

III 30% 7% 5% 0,05 % 0,025 % 1% 56,95%

F. Cara Kerja pembuatan sediaan emulsi minyak buah merah 1. Bahan ditimbang dan alat disiapkan. 2. Dibuat fase air. Aquadest dipanaskan pada suhu 70C ditambahkan metil paraben diaduk hingga homogen, ditambahkan gom arab dan tween 60 diaduk hingga homogen. 19

3. Dibuat fase minyak. Minyak Buah Merah dipanaskan pada suhu 70C ditambahkan span 60 dan propil paraben diaduk hingga homogen. 4. Fase minyak dicampurkan kedalam fase air sambil diaduk dengan pengaduk elektrik. Pengadukan dilakukan selama 2 menit dengan waktu antara 20 detik dan diaduk kembali selama 2 menit. 5. Ditambahkan pengaroma strawberry, diaduk sampai homogen. G. Pengujian 1. Pengujian tipe emulsi a. Metode Daya Hantar Listrik Emulsi yang telah dibuat dimasukkan kedalam gelas piala, kemudian dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika lampu menyala maka tipe emulsi adalah tipe minyak dalam air (M/A). Jika sistem tidak menghantarkan arus listrik atau lampu tidak menyala maka emulsi tersebut tipe A/M. b. Metode Pengenceran Emulsi yang telah dibuat dimasukkan dalam gelas piala, kemudian diencerkan dengan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka tipe emulsi adalah minyak dalam air (M/A) sebaliknya jika tidak dapat diencerkan maka tipe emulsinya A/M. 2. Inversi fase Sediaan yang telah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5C dan 35C masing-masing 20

selama 12 jam sebanyak 10 siklus kemudian diuji kembali tipe emulsinya dengan metode pengenceran dan metode hantaran listrik. 3. Tes organoleptik Tes organoleptik meliputi pengamatan perubahan warna, bau, dan rasa dari sediaan emulsi selama kondisi penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5C dan 35C masingmasing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. 4. Pengukuran viskositas Pengukuran viskositas dilakukan terhadap emulsi minyak Buah Merah sebelum dan sesudah penyimpanan dipercepat yaitu pada suhu 5C dan 35C masing-masing selama 12 jam secara bergantian sebanyak 10 siklus. Pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer Brookfield pada 50 putaran permenit (RPM) dengan spindel no. 4. 5. Pengukuran volume krimming Emulsi yang sudah jadi dimasukkan kedalam gelas ukur 50 ml. Kemudian diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5C dan 35C masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Pengamatan volume krimming dilakukan setiap 1 siklus penyimpanan. Hasil pengamatan volume krimming dihitung dalam prosen dengan menggunakan rumus : Volume krimming = Volume emulsi yang terpisah Volume total emulsi X 100% 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi emulgator nonionik terhadap kestabilan emulsi Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Pengujian Tipe Emulsi Tabel 1. Pengujian tipe emulsi sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat Pengujian Tipe Emulsi Metode hantaran listrik Metode pengenceran Keterangan : (M/A) tipe minyak dalam air 2. Pengamatan Organoleptik Tabel 2. Pengamatan organoleptik sebelum kondisi penyimpanan dipercepat Kondisi Pengamatan Warna Sebelum Bau Rasa Warna Sesudah Bau Rasa dan sesudah Kondisi Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Formula II M/A M/A M/A M/A

I M/A M/A M/A M/A

III M/A M/A M/A M/A

I Merah Minyak Buah Merah Tidak berasa Merah Minyak Buah Merah Tidak berasa

Formula II Merah Minyak Buah Merah Tidak berasa Merah Minyak Buah Merah Tidak berasa

III Merah Minyak Buah Merah Tidak berasa Merah Minyak Buah Merah Tidak berasa 22

3. Viskositas emulsi Tabel 3. Pengukuran viskositas (cps) sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat Kondisi Sebelum Formula I II III I II III Viskositas (cps) 2 300 340 400 340 400 440 Rata- Rata (cps) 300 353,33 402,67 340 386,67 402,67

Sesudah

1 320 360 420 340 380 420

3 280 360 400 340 380 420

4. Volume Krimming Tabel 4. Pengukuran Volume Krimming Siklus ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Volume krimming Formula I Formula II Formula III 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

B. Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi emulgator nonionik terhadap kestabilan emulsi minyak Buah Merah (Pandanus Conoideus Lamk.) dengan menggunakan emulgator Tween 60 dan Span 60 yang dibuat menjadi 3 formula yaitu formula I (Tween 60 dan span 60 3%), Formula II (Tween 60 dan span 60 4%) dan 23

formula III (Tween 60 dan span 60 5%) dan menggunakan nilai HLB 12. Emulsi Minyak Buah Merah menggunakan zat tambahan Gom Arab 7%. Efeknya sebagai zat tambahan ialah menaikkan viskositas fase luarnya. Pengujian tipe emulsi Minyak Buah Merah dilakukan sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat. Hasil yang didapatkan sebelum dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat adalah tipe emulsi M/A. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan emulsi minyak Buah Merah tidak mengalami inversi fase atau berubahnya tipe emulsi selama kondisi penyimpanan dipercepat. Pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa ketiga sediaan emulsi Minyak Buah Merah tidak mengalami perubahan warna, bau dan rasa sesudah kondisi penyimpanan dipercepat. Warna tetap merah dan beraroma dan rasa khas Minyak Buah Merah berarti emulgator tween 60 dan span 60 tidak berinteraksi dengan zat aktif dalam Minyak Buah Merah. Hasil pengujian viskositas formula I, formula II dan formula III secara berturut-turut 300 cps; 353,33 cps; 402,67 cps dan setelah 386,67 cps; 426,67 cps. Hasil

penyimpanan dipercepat 340 cps;

tersebut diuji statistik yang menunjukkan pengaruh nonsignfikan dari kondisi penyimpanan dipercepat terhadap viskositas emulsi minyak Buah Merah.

24

Pada pengukuran volume kriming tidak terlihat adanya krimming, tetapi terjadi 2 lapisan yang berwarna merah muda dan berwarna merah yang bersifat reversibel bila dikocok kembali. partikel terdispersi Hal ini

kemungkinan

disebabkan

ukuran

yang

menyebabkan kecenderungan partikel terdispersi menyatu kembali sehingga terbentuk 2 lapisan pada emulsi minyak Buah Merah. Ukuran partikel terdispersi ini dapat disebabkan penggunaan emulgator yang kurang tepat, sehingga emulgator tidak mampu mengemulsikan minyak Buah Merah.

25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji tipe emulsi, organoleptik, viskositas, dan volume krimming, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ketiga sediaan emulsi Minyak Buah Merah tidak mengalami perubahan warna, bau, viskositas, inversi fase dan krimming tetapi terbentuk 2 lapisan yang bersifat reversibel. 2. Secara keseluruhan dari data penelitian bahwa semua emulsi Minyak Buah Merah menggunakan konsentrasi emulgator tween 60 dan span 60 3%, 4%, dan 5% tidak stabil secara fisika.

B. Saran Disarankan agar dilakukan penelitian mengenai emulgator yang berbeda terhadap kestabilan emulsi Minyak Buah Merah.

26

DAFTAR PUSTAKA

Ansel. H.C 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat, Universitas Indonesia, Jakarta. Anonim, 1992, Ilmu Resep, Jilid II, SMF se Jawa Timur, Anief, M, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 2000, Farmasetika, Yogyakarta. Gadjah Mada University Press,

Anief, M,

Budi, I Made, 2005, Tanya Jawab Seputar Buah Merah, P.T Penebar Swadaya, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Lachman, L, Lieberman, H, A and Kanig, J, L, 1986, Terjemahan Teori dan Praktek Farmasi Industri. Oleh Siti Suyatmi, 1994, UI-Press, Jakarta Martin, E. L.,1971, Dispending of Medication 7th Edition. Mack Publishing Company Easton, Pennsylvania. Martin, Alfred., Swarbick, James., Cammarata, Arthur., 1990, Farmasi Fisik, UI-Press, Jakarta. Parfitt ,K. 1999. Martindale the Complete Drug Reference. Pharmaceutical Press : Jerman. Parrot, E.L, 1971, Pharmaceutical technology fundamental pharmaceutics, The Third Revition, Burgess Publishing company, Minneapolis. Rosen, Milton, J, 1976, Surfaktan and Interfacial Phenomena, A Wiley Inzerscience Publication, John Wiley and Son Inc. Gennaro, A.R (Eds.). Reningtons Pharmecutical Science. 18th Edition. Mack Publishing Company Easton, Pennsylvania. 27

Voigt. R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi University Press, Yogyakarta.

Farmasi,

Gadjah

Mada

Weller, J.P., (1994), Handbook of pharmaceutical Excipient, Second Edition, The Pharmaceutical Press, London.

28