28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Percobaan Untuk mengetahui cara kerja PCT 40 Level Control. Mengetahui pengendalian dengan metode direct action dan reverse action. Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan menggunakan solenoid valve (sol 1) Mempelajari karakter kerja float switch sensor. Mempelajari karakter kerja differential level switch sensor. Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan mode on/off. Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan mode PID Mempelajari karakter kerja PSV untuk kontrol level pada mode kontrol manual 1.2. Dasar Teori 1.2.1. Pengendalian Sistem Proses Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani konversi material dan atau energi sehingga material dan atau energi itu berada dalam keadaan yang diinginkan. Keadaan itu dapat berupa besaran fisika atau kimia, seperti suhu, tekanan, laju alir, level, komposisi, pH dan lain sebagainya, Disini pengertian sistem proses sudah mencakup bahan dan alir proses beserta peralatannya. Sengaja tidak

BAB I Dan II Control

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Page 1: BAB I Dan II Control

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui cara kerja PCT 40 Level Control.

Mengetahui pengendalian dengan metode direct action dan reverse action.

Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan menggunakan solenoid valve (sol

1)

Mempelajari karakter kerja float switch sensor.

Mempelajari karakter kerja differential level switch sensor.

Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan mode

on/off.

Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan mode PID

Mempelajari karakter kerja PSV untuk kontrol level pada mode kontrol manual

1.2. Dasar Teori

1.2.1. Pengendalian Sistem Proses

Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani konversi material dan

atau energi sehingga material dan atau energi itu berada dalam keadaan yang diinginkan.

Keadaan itu dapat berupa besaran fisika atau kimia, seperti suhu, tekanan, laju alir, level,

komposisi, pH dan lain sebagainya, Disini pengertian sistem proses sudah mencakup

bahan dan alir proses beserta peralatannya. Sengaja tidak membedakan sistem proses dan

pemroses. Sebab kata sistem mengandung pengertian seluruh komponen yang terlibat

dalam suatu proses.

1.2.2. Jenis Variabel

Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang pengendalian

proses adalah variabel proses (process variable, PV) atau disebut juga variabel terkendali

(controlled variable). Variabel proses adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan

keadaan proses. Variabel ini bersifat dinamik artinya nilai variabel dapat berubah spontan

atau oleh sebab lain baik yang diketahui maupun tidak. Diantara banyak macam variabel

Page 2: BAB I Dan II Control

Variabel termanipulasi

Gangguan terukur

Variabel tak terukur

Variabel terkendali

SistemProses

Variabel tak terkendali

proses , terdapat empat macam variabel dasar, yaitu : suhu (T), tekanan (P), laju alir (F)

dan tinggi permukaan cairan (L).

Dalam teknik pengendalian proses , titik berat permasalahan adalah menjaga agar

nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur (trayektori) tertentu. Variabel yang

digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan variabel proses disebut variabel

termanipulasi (manipulated variable, MV) atau variabel pengendali. Sedang nilai yang

diinginkan dan dijadikan acuan atau referensi variabel proses disebut nilai acuan (setpoint

value, SV). Selain ketiga jenis variabel tersebut masih terdapat variabel lain yaitu

gangguan (disturbance) baik yang terukur (measured disturbance) maupun tidak terukur

(unmeasured disturbance) dan variabel keluaran tak terkendali (uncontrolled output

variable). Variabel gangguan adalah variabel masukan yang mampu mempengaruhi nilai

variabel proses, tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan. Variabel keluaran tak

terkendali adalah variabel keluaran yang tidak dikendalikan secara langsung.

Gambar 1.1 Jenis variabel dalam sistem proses

Sebagai contoh proses destilasi fraksionasi dalam kolom piring memiliki jenis

variabel sebagai berikut :

- Gangguan terukur : laju alir umpan

- Gangguan tak terukur : komposisi umpan

- Variabel termanipulasi : - laju refluks

- laju kalor ke pendidih ulang

- laju destilat

- laju produk bawah

- laju alir pendingin

- Variabel terkendali : - komposisi destilat

Page 3: BAB I Dan II Control

- komposisi produk bawah

- tinggi permukaan akumulator refluks

- tinggi permukaan kolom bawah

- tekanan kolom

- Variabel tak terkendali : suhu tiap piring sepanjang kolom

1.2.3. Jenis Sistem Pengendalian

Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian automatik yang diterapkan

di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai yang diinginkan.

Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian

atau sistem kontrol.

a. Sistem Pengendalian Simpal terbuka dan Tertutup

Berdasarkan atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem pengendalian

dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka (open – loop control system) dan

sistem pengendalian simpal tertutup (closed loop control system).

Sistem pengendalian simpal terbuka bekerja tanpa membandingkan variabel

proses yang dihasilkan dengan nilai acuan yang diinginkan. Sistem ini bekerja semata –

mata bekerja atas dasar masukan yang telah dikalibrasi. Sebagai contoh sederhana adalah

keran air yang terkalibrasi. Dengan memandang keran sebagai suatu sistem, maka bukaan

keran (sudut putaran keran) adalah sebagai masukan dan laju alir air sebagai keluaran

sistem. Berdasarkan hukum dinamika fluida, laju air tergantung pada beda tekanan yang

melintas keran. Misal pada posisi keran X1 dengan beda tekanan P2 mengalir air pada

laju Q2 (gambar 2.2). Jika oleh sebab tertentu tiba – tiba beda tekanan berubah menjadi

P1, maka posisi keran tetap X1 dan menghasilkan laju alir Q1. Dengan demikian sistem

pengendalian simpal terbuka tidak dapat mengatasi perubahan beban atau gangguan yang

terjadi.

Meskipun dari uraian di atas, sistem simpal terbuka merupakan sistem yang

buruk, karena tidak mampu mengatasi gangguan, tetapi memiliki keuntungan sebagai

berikut :

Lebih murah dan sederhana dibandingkan sistem simpal tertutup

Jika sistem mampu mencapai kestabilan sendiri, maka akan tetap stabil

Page 4: BAB I Dan II Control

Q2

Q1

Q3

X1

P1

P2

P3

X QKeran air

terkalibrasi

Untuk mengatasi kekurangan sistem simpal terbuka , operator pabrik akan

mengatur kembali besarnya gangguan agar diperoleh sasaran yang diinginkan. Tetapi

dengan tinadakan operator ini berarti telah membuat sistem simpal tertutup.Berbeda

dengan sistem simpal terbuka , pada sistem pengendalian simpal tertutup terdapat

tindakan membandingkan nilai variabel proses dengan nilai acuan yang diinginkan.

Perbedaan ini digunakan untuk melakukan koreksi sedemikian rupa sehingga nilai

variabel proses sama atau dekat dengan nilai acuan. Dengan demikian terdapat

mekanisme umpan balik. Sehingga sistem pengendalian simpal tertutup lebih dikenal

dengan sistem pengendalian umpan balik.

Gambar 1.2 Sistem Pengendalian Simpal Terbuka

Meskipun sistem simpal tertutup mampu mengatasi gangguan atau perubahan

beban tetapi memiliki kelemahan sebagai berikut :

Lebih mahal dan kompleks dibanding sistem simpal terbuka

Dapat membuat sistem tidak stabil, meskipun sebenarnya tanpa umpan balik sistem

dapat mencapai kestabilan sendiri.

keran

Page 5: BAB I Dan II Control

b. Sistem Pengaturan dan Pengendalian

Berdasarkan nilai acuan, sistem pengendalian umpan balik dibedakan atas dua

jenis yaitu sistem pengendalian dengan nilai acuan tetap (dibidang elektro sering disebut

sistem pengaturan) dan sistem pengendalian dengan nilai acuan berubah (dibidang

mekanik sering disebut sistem pengendalian, sistem servo atau tracking). Tujuan utama

sistem pengaturan adalah mempertahankan agar nilai variabel proses tetap pada nilai

yang diinginkan. Sedangkan pada sistem pengendalian, tujuan utamanya adalah

mempertahankan agar nilai variabel proses mengikuti perubahan nilai acuan.

Di bidang teknologi proses termasuk teknik kimia, meskipun hampir semuanya

bekerja dengan titik acuan tetap tetapi lebih populer dengan istilah sistem pengendalian

dan bukan sistem pengaturan. Hal ini disebabkan karena istilah pengendalian lebih

mencerminkan kondisi dinamik.

c. Sistem Pengendalian Umpan balik

Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik adalah mengukur

variabel proses dan kemudian melakukan koreksi bila nilainya tidak sesuai dengan yang

diinginkan. Ciri utama pengendalian umpan balik negatif. Artinya jika nilai variabel

proses berubah terdapat umpan balik yang melakukan tindakan untuk memperkecil

perubahan itu.

1.2.4 Langkah pengendalian

Langkah – langkah pengendalian adalah sebagai berikut :

a. Mengukur

Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau mengamati nilai

variabel proses

b. Membandingkan

Hasil pengukuran atau pengamatan variabel proses (nilai terukur) dibandingkan dengan

nilai acuan (setpoint)

c. Mengevaluasi

Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk menentukan langkah

atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu

Page 6: BAB I Dan II Control

d. Mengoreksi

Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses agar perbedaan nilai terukur dan

nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.

1.2.5. Armfield PCT 40

Armfield PCT 40 merupakan salah satu alat kontrol yang memberikan cara efekif

biaya mengajarkan berbagai teknik kontrol proses dalam sebuah unit dasar yang

sederhana lebih lanjut aspek kontrol proses dapat diatasi dengan menambahkan opsional

untik sistem dasar. Suatu sistem pengendalian proses dengan pengajaran multifungsi,

yang mampu menunjukkan level, aliran, tekanan dan suhu.

Untuk jenis sensor level, dimana tangki sebagai sistem proses dan terdapat katup

pengendali yang bentuknya berupa selenoid (SOL). Pada sensor level ini terdapat 3 buah

SOL, yang berfungsi :

1. SOL 1 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran masuk

2. SOL 2 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran keluar

Dimana dibagi menjadi 3 modul yaitu PCT 40 yang digunakan untuk level, PCT

41 yang digunakan untuk temperatur dan PCT 42 untuk pH dan konduktivitas.

Sedangkan pada praktikum ini digunakan PCT 40 yaitu untuk pengukuran level suatu

proses dimana menggunakan sensor level yaitu diferential level, level (float) switch dan

tekanan.

1.2.6 Jenis Sensor yang digunakan pada alat ini

1. Floating Switch Level

Sensor ini bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat dalam tangki. Cara

kerjanya adalah pada saat sistem membuka (SOL 1=1), maka ketinggian (level) air dalam

tangki akan bertambah. Jika ketinggian air telah mengenai pelampung yang

menyebabkan pelampung tersebut tenggelam hingga batas tertentu maka sistem dengan

sendirinya akan mati dan SOL akan menutup (SOL 1=0) sebagai nilai ofset atas

begitupun sebaliknya jika fluida dalam tangki berkurang dan membuat pelampung

tersebut turun hingga batasan tertentu maka sistem akan membuka kembali (SOL 1=1).

Page 7: BAB I Dan II Control

Sensor ini bekerja dengan sistem ON-OFF (buka-tutup), dimana Set Point akan

sama dengan ofset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL 1=1). Pada saat sistem

menutup maka sensor ini akan bekerja secara buka-tutup untuk menstabilkan ketinggian

air yang ada dalam tangki. Sensor floating switch ini merupakan jenis sensor yang paling

sederhana dari sensor level namun memiliki offset dan respon yang paling cepat

dibanding sensor level yang ada pada alat PCT 40.

2. Differential Level

Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah. Cara kerja dari

sensor ini adalah elektroda negatif dipasang lebih rendah dari elektroda positif sehingga

jika fluida diisi kedalam tangki maka elektroda negatif akan tersentuh fluida tersebut

lebih dulu dan membuat larutan memiliki muatan listrik dan ketika larutan menyentuh

elektroda positif maka sistem akan mati dengan sendirinya. Sensor ini memiliki ofset

yang lebih kecil dari pressure control dan respon yang lebih cepat namun sangat

berbahaya untuk cairan yang mudah terbakar karena sensor ini bekerja dengan adanya

loncatan elektron

Batas bawah pada sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu seandainya

jika sistem membuka hingga air mencapai batas atas, namun selenoid tidak bekerja maka

selambat-lambatnya pada batas bawah selenoid harus bekerja sebelum ditinggalkan oleh

cairan (air). Sensor jenis ini juga bekerja dengan sistem ON-OFF, dimana nilai Set Point

akan sama dengan ofset bawah (SOL 1=1)

3. Pressure Sensor

Sensor ini bisa bekerja dengan sistem ON-OFF (0 dan 100) maupun sistem PSV (0-

100) serta nilai Set Point (SP) dapat ditentukan sesuai dengan keinginan. Cara kerja

sensor pressure adalah mengukur ketinggian cairan pada tangki berdasarkan tekanan yang

diberikan oleh cairan dalam tangki namun sensor ini memiliki offset yang besar dan

respon lambat.

Hal pertama yang dilakukan untuk memperoleh data dari tiap-tiap jenis sensor

tersebut adalah dengan cara mengkalibrasi alat sensor flow untuk mengetahui seberapa

besar kesalahan dan error yang dipunya. Alat tersebut harus disetting hingga laju alir

Page 8: BAB I Dan II Control

1400 mL/menit sesuai dengan spesifikasi alat dengan range laju alir 1400-1500

mL/menit.

Kalibrasi sensor flow dilakukan secara manual dengan cara memutar regulator

dengan cara menarik regulator keluar terlebih dahulu baru kemudian memutarnya hingga

diperoleh laju alir yang diinginkan (1400-1500 mL/menit). Setelah itu, menekan regulator

tersebut kedalam dengan tujuan untuk mengunci agar aliran yang masuk agar tidak

melebihi laju alir yang telah ditentukan. Jika kalibrasi telah selesai dilakukan, maka

proses untuk sensor level sudah bisa dilakukan.

1.2.7 Instrumentasi proses

Pelaksanaan keempat langkah pengendalian seperti yang telah dijelaskan pada

point 2.4 memerlukan instrumentasi berikut :

a. Unit Pengukuran

Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel proses yang berupa besaran fisik atau

kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, pH, konsentrasi dan sebagainya menjadi sinyal

standar. Bentuk sinyal standar yang populer di bidang pengendalian proses adalah berupa

sinyal pneumatik (tekanan udara) dan sinyal listrik. Unit pengukuran terdiri atas dua

bagian besar yaitu :

1. Sensor yaitu elemen perasa yang langsung bersentuhan dengan variabel proses

2. Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor (gerakan

mekanik, perubahan hambatan, perunahan tegangan atau arus) menjadi sinyal standar.

Dalam bidang pengendalian proses, istilah transmiter lebih populer dibandingkan

dengan tranduser. Meskipun keduanya berfungsi serupa, tetapi transmiter mempunyai

makna pengirim sinyal pengukuran ke unit pengendali yang biasanya terletak jauh dari

tempat pengukuran, ini lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di pabrik.

b. Unit Pengendali

Bagian ini bertugas membandingkan, mengevaluasi, dan mengirimkan sinyal ke

unit kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa operasi matematika seperti

penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian , integrasi dan diferensiasi. Hasil

evaluasi berupa sinyalkendali yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa

sinyal standar yang serupa dengan sinyal pengukuran.

Page 9: BAB I Dan II Control

keranSudutputar

lajuair

sistemmasukan keluaran

c. Unit kendali akhir

Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan

koreksi melalui pengaturan variabel termanipulasi. Unit ini terdiri atas dua bagian besar,

yaitu aktuator dan elemen kendali akhir. Aktuator adalah penggerak elemen kendali

akhir. Bagian ini dapat berupa motor listrik, solenoida dan membran pneumatik.

Sedangkan elemen kendali akhir biasanya berupa katup kendali (control valve) atau

elemen pemanas.

1.2.8 Diagram blok

Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem dapat berbentuk blok

(kotak) yang dilengkapi dengan garis sinyal masuk dan keluar. Sinyal dapat berupa arus

listrik, tegangan (voltase), tekanan, aliran cairan, tekanan cairan, suhu, pH, kecepatan,

posisi dan sebagainya. Sinyal yang perlu digambarkan hanyalah sinyal masuk dan sinyal

keluar yang secara langsung berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau massa

yang masuk biasanya tidak digambarkan.

Sebagai contoh , keran air yang dipakai mengalirkan air dari tangki , cadangan air

sebagai sumber massa, sinyal masukan adalah sudut putar keran (posisi bukaan keran),

sinyal keluaran adalah laju alir air. Disini yang perlu digambarkan adalah sudut putar

(posisi bukaan keran) dan laju alir air.Sedangkan cadangan air tidak perlu digambarkan.

Gambar 1.3 Diagram blok pengaturan laju air dengan keran

Page 10: BAB I Dan II Control

Termometer raksa

Suhuteganga

n

tinggi

raksa

Transmiter tekanan

Suhutekanan

Aruslistrik

Suhu Termokopel

Penukarpanas

Aliranpemanas

Sistem proses

Pemanas air

Variabel termanipulasi (S) Variabel

proses (T)

Gangguan (P)

Gambar 1.4 diagram blok sistem

Berikut ini disajikan contoh diagram blok sistem

Gambar 1.5 Beberapa diagram blok system

Diagram Blok Sistem Pengendalian

Dengan meninjau alat penukar panas (dari contoh di atas) sebagai suatu sistem,

maka dapat dibuat diagram blok sebagai berikut :

Gambar 1.6 Diagram Blok Sistem Pemanas Air

Diagram blok umum sistem proses ditunjukkan oleh gambar (2.8) . Dalam

diagram tersebut masukan sistem terdiri atas variabel termanipulasi (M) dan gangguan

Page 11: BAB I Dan II Control

Sistem proses

M

W

C

Ce U M+

W-

y-

r+

H

GC GV GP

(W). Tanda bulat yang menjadi titik temu keduanya adalah simbol penjumlahan

Gambar 1.7 diagram blok umum sistem proses

Keterangan :

M = variabel termanipulasi (MV)

W = variabel gangguan

C = variabel proses (PV)

Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses pemanasan digambarkan

sebagai berikut :

Keterangan gambar :

r+ = nilai acuan atau setpoint value (SV)

e = sinyal galat (error) dengan e = r –y

y = sinyal pengukuran

u = sinyal kendali

M+ = variabel termanipulasi

W- = variabel gangguan

C = variabel proses

GC = unit pengendali

GV = katub pengendali

GP = sistem proses

H = transmiter

Page 12: BAB I Dan II Control

GC GPr u

w

y

W

SISTEM PENGENDALIAN

r

y

Untuk keperluan praktis , diagram tersebut sering disederhanakan dengan

meniadakan blok katup kendali dan transmiter. Hal ini disebabkan karena sinyal kendali

(u) pada dasarnya mempresentasikan nilai variabel termanipulasi sedangkan sinyal

pengukuran (y) mempresentasikan nilai variabel proses. Sehingga dalam diagram blok

sistem pengendalian pada gambar berikut, sinyal kendali (u) sebagai variabel

termanipulasi (MV).

Gambar 1.8 diagram blok singkat sistem pengendalian

Tanggapan transien sistem tertutup

Sistem pengendalian dapat lebih disederhanakan, yaitu dengan memandang

sistem sebagai suatu blok dengan dua masukan (r dan w) dan satu keluaran (y)

Gambar 1.9 Penyederhanaan sistem pengendalian sebagai satu blok

Jika ke dalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai acuan, idealnya nilai

variabel proses dapat mengikuti nilai acuan baru. Tetapi kondisi demikian biasanya tidak

terjadi. Nilai variabel proses akan mengalami beberapa kemungkinan perubahan yaitu :

Tanpa osilasi (overdamped)

Osilasi teredam (underdamped)

Osilasi kontinyu (sustained oscillation)

Tidak stabil (amplitudo membesar)

Page 13: BAB I Dan II Control

yy

y

Keempat tanggapan di atas dibuat dengan memberi masukan berupa step function

yaitu dengan perubahan mendadak dari satu nilai masukan konstan ke nilai masukan

konstan yang lain. Besarnya perubahan tersebut biasanya paling besar 10 %.

Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun stabil. Sedangkan tanggapan

osilasi teredam memiliki sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya

amplitudo mengecil dan akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit

terjadi kestabilan. Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu variabel proses secara terus

menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir tanggapan

tidak stabil, memiliki amplitudo membesar. Kondisi demikian sangat berbahaya karena

dapat merusak sistem keseluruhan.

Gambar 1.10 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada perubahan nilai acuan

Dari keempat kemungkinan tadi yang paling dihindari bahkan sama sekali tidak

boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil dengan amplitudo membesar. Sedangkan

tanggapan osilasi kontinyu dalam beberapa hal masih bisa diterima , meskipun cukup

berbahaya. Sekedar perhatian untuk praktisi industri , meskipun variabel proses secara

terus menerus terlihat berayun seperti mengalami osilasi kontinyu, tetapi belum tentu

benar-benar terjadi osilasi dalam sistem pengendalian . Boleh jadi kondisi demikian

memang sifat variabel itu sendiri, misalnya aliran gas atau turbulensi fluida.

1.2.9 Model-model pegendalian

a. Pengendalian Proportional

Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya sebanding

dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan lancar antara variabel

Osilasi kontinyu ( ζ = 1)

Tanggapan teredam ( ζ > 1) Tanggapan osilasi teredam ( 0 < ζ < 1)

Tak stabil ( ζ < 0)

Page 14: BAB I Dan II Control

proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain pengendali proportional adalah

perubahan posisi katub dibagi dengan perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri

besaran gain kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB)

yaitu perubahan galat / variabel proses yang dapat menghasilkan perubahan sinyal

kendali sebesar 100%. Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian

dibandingkan gain proportional.

Lebar proportional band menentukan kestabilan sistem pengendalian. Semakin

kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat). Offset yang terjadi

semakin kecil tetapi sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset besar.

Pada PB sama dengan nol maka perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan

pengendali on – off. Satu – satunya problem pengendalian proportional adalah selalu

menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang disebabkan perubahan beban,

sebab dengan perubahan beban memerlukan nilai sinyal kendali (u) yang berbeda.

Dengan demikian offset memang diperlukan untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (u)

yang berbeda dengan Uo, untuk menjaga keseimbangan massa dan atau energi yang baru.

Sifat – sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali terjadi

seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0).

b. Pengendali Proportional Integral (PI)

Penambahan integral pada pengendali proportional dimaksudkan untuk

menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu dengan

membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai acuan untuk

mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan

ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral (T) tergantung pada waktu mati sistem

proses. Waktu integral tidak boleh kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral

lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding

tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat –

sifat pengendali proportional integral (PI) adalah :

- Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat

- Tidak terjadi offset

- Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil

Page 15: BAB I Dan II Control

c. Pengendali Proportional Integral Derivative (PID)

Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi derivatif

pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian PID. Aksi derivatif

bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel

proses. Namun penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise.

Selain itu penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati

dominan (lebih dari setengah konstanta waktu).

Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif :

- Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise

- Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)

Page 16: BAB I Dan II Control

BAB IIMETODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah armfield PCT 40 level control

Bahan yang digunakan adalah air PDAM

2.2 Prosedur Percobaan

2.2.1 Safety (Keamanan Operasi) dan Prosedur Umum

1. Memastikan seluruh sambungan kabel dan unit komputer pengendali bebas dari

genangan air untuk menghindari korslet.

2. Memastikan seluruh valve dalam keadaan tertutup sebelum menyalakan peralatan.

3. Memasang selang air dari valve input ke kran sumber air.

4. Memasang kabel power unit armfield ke komputer dan ke saklar listrik.

5. Memasang kabel USB yang menghubungkan unit armfield dengan komputer.

6. Menyalakan saklar power yang terdapat dibagian belakang unit armfield.

7. Menyalakan saklar power yang terdapat dibagian depan unit armfield.

8. Menyalakan komputer, memilih Start dan mengklik icon Armfield PCT 40.

2.2.2 Prosedur Kerja

Percobaan 1.1: On/off level switch (floating switch)

1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang terdapat pada

bagian bawah tangki proses

2. Memastikan kran air input sudah dibuka

3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “section 1: Level Control (inflow)”

4. Membuka valve SOL 1 sehingga air mengalir kedalam tangki dengan cara memilih

icon “control” dan memilih mode operasi “manual”, kemudian set ‘manual output’

pada 100% dan click ‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID Controller”

5. Memeriksa flowrate air diantara 350 ml/min – 1450 ml/min dengan mengatur

pressure regulator

6. Memilih icon ‘go’ untuk memulai percobaan

Page 17: BAB I Dan II Control

7. Mengamati respon dari float switch saat air telah menyentuh sensor tersebut

8. Mengklik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati lagi respon dari

float switch

9. Memilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan

10. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control”, mode “off” dan set ‘Manual

Output’ pada 0% dan click ‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID Controller”

11. Membuka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di

record selama percobaan

Percobaan 1.2: differential level switch

1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang terdapat pada

bagian bawah tangki proses

2. Memastikan kran air input sudah dibuka dan men-setting ketinggian elektroda

sensor (catatan: disarankan dimulai dengan posisi elektroda biru 20 mm dari bagian

atas tangki dan elektroda merah 50 mm dari bagian atas tangki)

3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “section 1: Level Control (inflow)”

4. Memilih “differential level”

5. Memilih icon “control” dan memilih mode operasi “otomatic”. Setelah itu tutup

screen “PID Controller”

6. Memeriksa flowrate air diantara 350 ml/min – 1450 ml/min dengan mengatur

pressure regulator

7. Memilih icon ‘go’ untuk memulai percobaan

8. Mengamati respon dari differential sensor saat air telah menyentuh sensor tersebut

9. Mengklik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati lagi respon dari

differential sensor

10. Memilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan

11. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control” dan “off” kemudian click

‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID Controller”

12. Membuka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di

record selama percobaan

Page 18: BAB I Dan II Control

Percobaan 1.3: Kontrol on/off pada proportional pressure sensor dengan

menggunakan solenoid valve

1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang terdapat pada

bagian bawah tangki proses

2. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “section 1: Level Control (inflow)”

3. Memilih icon “control” , set Proportional Band (P) pada 0%,Integral Time (I) pada

0s dan Derivative Time (D) pada 0s. masukkan nilai set point pada level 150 mm

kemudian “apply”

4. Memilih icon ‘go’ untuk memulai percobaan

5. Mengamati respon yang terjadi saat set point tercapai

6. Mengubah nilai set point pada level 250 dan amati respon yang terjadi saat set point

tercapai

7. Mengubah kembali set point pada 150 mm, klik SOL 2 untuk membuka valve

tersebut kemudian amati lagi respon dari sensor

8. Melakukan pengamatan ulang pada set point 250 mm

9. Menutup SOL 2. Pilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan

10. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control” dan “off” kemudian click

‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID Controller”

11. Membuka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di

record selama percobaan

Percobaan 1.4: Kontrol PID pada Proportional pressure sensor dengan

menggunakan solenoid valve

1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang terdapat pada

bagian bawah tangki proses

2. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “section 1: Level Control (inflow)”

3. Memilih icon “control” , set Proportional Band (P) pada 20%,Integral Time (I) pada

0s dan Derivative Time (D) pada 0s. masukkan nilai set point pada level 150 mm

kemudian “apply”

4. Memilih icon ‘go’ untuk memulai percobaan

5. Mengamati respon yang terjadi saat set point tercapai

Page 19: BAB I Dan II Control

6. Memvariasikan nilai Proportional Band (P), Integral Time (I) dan Derivative Time

(D) dan amati respon yang dihasilkan

7. Mengklik SOL 2 untuk membuka valve kemudian masukkan kembali nilai variasi

P, I, D yang digunakan pada langkah 6, kemudian amati lagi respon dari sensor

8. Menutup SOL 2. Pilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan

9. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control” dan “off” kemudian click

‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID Controller”

10. Membuka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di

record selama percobaan

Percobaan 2.2: Kontrol level mode PID controller menggunakan PSV

1. Memasang selang penghubung dari output PSV ke konektor yang terdapat pada

bagian bawah tangki proses

2. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “section 1: Level Control (outflow)”

3. Memilih ‘Configure’ pada menu “Sample” dan set pada ‘Automatic sampling’

dengan interval 30s dan ‘Continuous duration’

4. Memilih icon “control” , set Proportional Band (P) pada 20%, Integral Time (I)

pada 0s dan Derivative Time (D) pada 0s. masukkan nilai set point pada level 150

mm kemudian “apply”

5. Memilih icon ‘go’ untuk memulai percobaan

6. Mengamati respon yang terjadi saat set point tercapai

7. Memvariasikan nilai Proportional Band (P), Integral Time (I) dan Derivative Time

(D) dan amati respon yang dihasilkan

8. Mengklik SOL 2 untuk membuka valve kemudian masukkan kembali nilai variasi

P, I, D yang digunakan pada langkah 7, kemudian amati lagi respon dari sensor

9. Menutup SOL 2. Pilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan

10. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control” dan “off” kemudian click

‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID Controller”

11. Membuka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di

record selama percobaan