Upload
wiwit
View
1
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kesling proposal
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya penyehatan lingkugan pemukiman yang dilaksanakan pada sektor
kesehatan pada dasarnya merupakan suatu upaya peningkatan kualitas kesehatan
lingkungan dan juga meningkatkan kemampuan penduduk untuk mewujudkan
kondisi perumahan dan lingkugan yang sehat termasuk peningkatan mutu
perumahan. Adapun sasaran dari penyehatan lingkugan perumahan yaitu
diutamakan pada daerah pemukiman baru dan daerah yang mempunyai resiko
yang tinggi terhadap penularan penyakit menular, serta mencega adanya rumah-
rumah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga dapat mencegah
terjadinya penularan penyakit atau gangguan kesehatan. Kegiatan dari penyehatan
lingkugan itu sendiri di prioritaskan bagi penduduk yang mempunyai resiko tinggi
terhadap penularan penyakit baik didaerah perkotaan maupun pedesaan.
Menurut H.L. Blum derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antar lain, pelayanan medis, perilaku dan lingkugan. Dengan demikian H.L.
Blum menyimpulkan bahwa derajat kesehatan masyarakat tidak akan meningkat
secara nyata hanya dengan meningkatkan pelayanan medis yaitu dengan
memperbanyak rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan saja.
Derajat kesehatan masyarakat yang optimal tidak dapat dicapai hanya oleh
sektor kesehatan saja, melainkan memerlukan kerja sama lintas sektor yang
1
terkoordinasi dengan baik. Manusia atau masyarakat itu sendiri perlu di sadarkan
akan peranan dan potensinya, baik dalam menimbulkan masalah kesehatan
maupun dalam memecahkan masalah kesehatan yang di hadapi, dengan kata lain
peran serta masyarakat mutlak diperlukan dalam mencapai derajat kesehatan yang
optimal.
Lingkugan pemukiman sangat besar peranannya dalam penyebaran
penyakit menular, hal ini disebabkan karena kondisi perumahan yang tidak
memenuhi syarat rumah sehat terutama dilihat dari kondisi kesehatan lingkugan
yang buruk, sehingga berdampak pada masyarakat itu sendiri untuk terjadinya
suatu penyakit yang berbasis lingkugan yang dapat menular. Adapun penyakit
yang diakibatkan oleh keadaan tersebut adalah penyakit ISPA, Malaria, Diare,
Deman berdarah, TB Paru, Kecacingan, DHF, dan Filariasasi.
Berdasarkan data yang di peroleh dari puskesmas dan kantor kelurahan
Maccini tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa rumah yang ada pada kelurahan
Maccini Gusung yang tersebar dalam enam (6) RW dan 39 RT sebanyak 1580
buah yang memenuhi syarat kesehatan 780 buah (49,36 %) dan tidak memenuhi
syarat kesehatan 800 buah (50,63 %).
Untuk data 10 penyakit terbesar dipuskesmas ISPA cenderung menempati
urutan pertama dari tahun ke tahun yaitu tahun 2003 (58,4 %), tahun 2004
(43,1%), tahun 2005 (33,96 %).
2
Tingginya angka penderita ISPA diwilayah kerja Puskesmas Maccini,
khususnya dikelurahan Maccini Gusung dengan jumlah kunjungan penderita
ISPA yaitu 2.605 (24,39 %).
Jumlah penderita ISPA diduga dapat terjadi pada masyarakat di Kelurahan
Maccini Gusung mengingat perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
sepaerti ventilasi, kamarisasi, suhu, kelembaban serta kepadatan penghuni.
Data ini menentukan bahwa penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan
bagi masyarakat yang memerlukan penanganan secara terpadu dan terarah
dengan kerja sama masyarakat dan petugas dengan sasaran utamanya pada
perbaikan kondisi perumahan.
Berdasarkan kenyataan mengenai tingginya kejadian penyakit ISPA dan
masalah di Kelurahan Maccini Gusung penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian mengetahui kondisi perumahan dengan kejadian penyakit ISPA.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
Bagaimana Aspek Sanitasi perumahan hubungannya dengan kejadian
penyakit ISPA.
C. RUANG LINGKUP MASALAH
Adapun ruang lingkup masalah yang diambil, penulis membatasi penelitian
sebagai berikut :
3
1. Ventilasi
2. Kepadatan penghuni
3. Kamarisasi
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kondisi perumahan dihubungkan dengan kejadian
penyakit ISPA.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui keadaan
ventilasi/penghawaan hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA
b. Untuk mengetahui keadaan kepadatan penghuni
dengan kejadian penyakit ISPA.
c. Untuk mengetahui keadaan kamarisasi dengan
kejadian penyakit ISPA.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan
tentang aspek pengetahuan utamanya dalam ilmu Kesehatan Lingkungan
2. Dapat merupakan informasi bagi masyarakat agar dapat
memperhatikan kondisi perumahan dan kesehatan bagi penghuni terhadap
kejadian penyakit ISPA.
4
3. Memberikan tambahan informasi bagi profesi
Kesehatan Lingkungan tentang kondisi rumah dengan kejadian penyakit
ISPA.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TENTANG PERUMAHAN
1. Pengertian Perumahan
Perumahan (Housing) menurut WHO dalam Suyono (1985) adalah
suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu.
Berdasarkan pada pengertian sehat dan kesehatan oleh WHO dan
Undang-undang pokok kesehatan No. 9 tahun 1960 dalam Sanropie (1989)
dijelaskan bahwa rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat
berlindung/bernaung dan tempat untuk istirahat, sehingga menumbuhkan
kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial.
Menurut AZRUL AZWAR dalam Sanropie (1989), rumah bagi
manusia mempunyai arti :
5
a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah,
beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga
atau membina rasa kekeluargaan bagi segenab anggota keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari
bahaya yang datang mengancam.
d. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki
masih dirasakan saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau
menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang terutama masih
ditemukan pada masyarakat pedesaan.
2. Persyaratan Rumah Sehat
Rumah sehat menurut American Publik Health Association (APHA)
dalam Suyono (1985) rumah yang sehat harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain :
a. Memenuhi Kebutuhan Physiologis :
1. Pencahayaan
Untuk mengetahui terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya,
penerangan yang kurang maka hal itu perlu diperhatikan besarnya cahaya
yang diperlukan dalam suatu ruangan, baik cahaya alami maupun cahaya
buatan.
2. Pengawasan
6
Hawa segar dalam ruangan untuk menganti udara rungan yang sudah
terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan
kelembaban udara dalam ruangan. Ventilasi yang baik dalam ruangan
syarat antara lain :
a). Temperatur udara dalam ruangan, harus lebih rendah paling
sedikit 4 0C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis.
b). Luas lubang ventilasi tetap, minimal 10 % dari luas lantai
ruangan.
c). Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.
d). Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin, untuk
itu jangan menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada
posisi aliran udara.
e). Aliran udara diusahakan Cross Ventilasi dengan menempatkan
lubang hawa berhadapan antara dua dinding ruangan.
b. Memenuhi Kebutuhan Psychologis :
1. Tiap anggota terjamin ketenangannya
dan kebebasannya (Privacy), tidak terganggu oleh anggota keluarga,
atau orang yang lewat diluar rumah.
2. Mempunyai ruangan untuk berkumpul
dengan anggota keluarga.
7
3. Lingkungan yang sesuai, homogen
tidak ada perbedaan tingkat yang drastis di lingkungan, misalnya
tingkat ekonomi.
4. Mempunyai WC dan kamar mandi
sendiri.
5. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya
disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin.
6. Mempunyai halaman yang dapat
ditanami pohon-pohon, hewan/ternak peliharaan yang membuat lantai
kotor dan suara ribut hendaknya dipisahkan dari rumah dan kandang
sendiri yang dapat dibersihkan.
c. Mencegah Penularan Penyakit
1. Tersedia air minum yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.
2. Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan binatang lain
bersarang didalam dan luar rumah.
3. Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah yang memenuhi syarat
kesehatan.
4. Pembuangan sampah ditempat yang baik dan sehat.
5. Luas kamar tidur minimal 9 m2 per orang dan tinggi langit-langit
minimal 2,75 m. Ruangan terlalu luas akan menyebabkan masuk angin
dan bila terlalu sempit akan menyebabkan sesak nafas dan
memudahkan penularan penyakit karena terlalu dekat dengan kontak.
8
6. Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari
pencemaran atau gangguan binatang/serangga atau debu.
d. Mencegah Terjadinya Kecelakaan
1. Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam
ruangan dan menggantinya dengan udara segar.
2. Cukup udara dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan karena
tersandung (terantuk) teriris, tertusuk jarum dan lain-lain.
3. Jarak antara ujung atap dengan ujung atap rumah tetangga minimal
3 m.
4. Rumah dijauhkan dari pohon-pohon besar yang rapuh/mudah rontok
dan pohon yang berbuah besar/keras (misalnya kelapa).
5. Jarak rumah dengan jalan harus mengikuti peraturan pemerintah.
6. Lantai yang selalu basah (kamar mandi, kamar cuci) tidak licin dan
lumutan.
7. Didepan utama harus diberi lantai tambahan minimal 60 cm, untuk
mencegah jatuh setelah membuka pintu.
8. Bagian bangunan yang dekat api atau instalasi listrik harus terbuat dari
bahan tahan api.
9. Untuk rumah yang bertingkat : Tangga jangan tegak lurus, lebar anak
tangga minimal 25 cm, tinggi anak tangga minimal 17,5 cm (borders
lantai dasar).
9
10. Cara mengatur isi ruangan dibuat sedemikian rupa sehingga anak-anak
bebas bergerak (berlari, bermain dalam ruangan).
11. Racun serangga, minyak tanah, obat-obatan harus disimpan rapi
jangan sampai terjangkau anak yang belum mengerti.
12. Jangan menaruh benda-benda berat yang mudah terbalik atau jatuh di
jangkauan anak-anak.
13. Rumah jauh dari lokasi industri yang mencemari lingkungan.
3. Hubungan Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA
Perumahan yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu
upaya untuk memperbaiki kesehatan dan merupakan upaya peningkatan
kesehatan berbagai langkah awal pencegahan suatu penyakit menular.
Menurut ENTJANG (2000), hubungan rumah dengan kejadian penyakit
menular adalah sebagai berikut :
a. Kebersihan udara, rumah, terlalu sempit atau
terlalu banyak penghuninya, maka ruangan-ruangan akan kekurangan
oksigen sehingga menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang dapat
memudahkan terjadinya penyakit.
b. Fasilitas dalam ruangan untuk tiap orang akan
berkurang karena harus dibagi dalam jumlah yang banyak, misalnya air
walaupun kualitasnya menjadi lebih kurang, sehingga penghuni rumah ada
yang tidak mandi. Hal ini memudahkan terjadinya penyakit kulit.
10
c. Rumah yang terlalu sempit mempercepat
terjadinya perpindahan (Penularan) bibit penyakit dari manusia yang satu
kemanusia yang lain. Misalnya penyakit saluran pernafasan dan lain-lain.
d. Karena ruang terlalu sempit, maka tidak semua
anggota keluarga mempunyai kamar sendiri, sehingga pribadinya akan
terganggu. Hal ini akan menyebabkan tiap anggota keluarga, terutama
anak-anak mudah tidak suka tinggal dirumah, yang akan memudahkan
timbulnya kejahatan dan kenakalan remaja serta kehidupan rumah tangga
yang akan tidak harmonis dan dapat menyebabkan perkembangan jiwa
anak-anak dapat tidak baik dan dapat menimbulkan masalah sosial dalam
masyarakat.
B. KAJIAN TENTANG PENYAKIT ISPA
1. Pengertian Penyakit ISPA
ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun
bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan
virus) kedalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari
(http://www.Dinkes-dki.90.id/penyakit menular, April 2006).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menurut Ditjen PPM dan PLP
Depkes RI (1996) adalah infeksi pada saluran pernafasan sacara akut yang
berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan
proses akut, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
11
ISPA ditandai dengan gejala umum seperti batuk, bersin, cyanosis,
pilek, demam, sakit tenggorokan, dan sakit telinga, penyakit yang
dikategorikan dalam ISPA adalah Influensa, Bronchitis, dan Pneumonia.
ISPA yang diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris “Acute
Respiratory Infektion (ARI)” meliputi tiga unsur yakni : infeksi, saluran
pernafasan, dan akut dengan pengertian sebagai berikut :
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme
kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan
gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, sinus rongga telinga tengah
dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian
atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan
organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini jaringan paru
termasuk dalam saluran pernafasan (Respiratory traet).
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
2. Klasifikasi Penyakit ISPA
Menurut Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (1996) dalam Urang (2003)
ISPA dapat diklasifikasikan dalam tiga macam yaitu :
12
a. ISPA ringan dengan gejala seperti : Batuk,
pilek, serak, tidak ada tarikan sela-sela iga pada waktu bernafas.
b. ISPA sedang dengan gejala seperti : Pernafasan
cepat (lebih dari 50 kali permenit) sakit atau keluar cairan, suhu tubuh 39
0C atau lebih.
c. ISPA berat dengan gejala sperti : Kesadaran
menurun, sianosis, nafas ngorok waktu tenang, kejang dan difteri.
3. Etiologi Penyakit ISPA
Etiologi ISPA lebih dari 3.00 janis bakteri, virus bakteri dan riketsia.
Jenis bibit penyakit yang dapat menyebabkan penyakit ISPA yaitu :
a. Golongan virus seperti : Mixovirus,
Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Mikoplasma dan Heruesvirus.
b. Golongan bakteri seperti : Streptococcus,
Staphylacoccus, Pneumococcus, Hemovifilus, Bordetella, dan
Connobacterium.
c. Golongan jamur seperti : Candida, Albicena,
Blamises, dan Dermatitis.
4. Proses Terjadinya Penyakit
Menurut Nerawati dalam Ikbal Arif 2001, terjadinya penyakit ISPA
dapat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
a. Adanya Kuman Penyebab
13
ISPA disebabkan oleh kuman yang kadang-kadang dapat dijumpai
pada orang sehat. Kuman seperti ini biasanya menimbulkan penyakit, jika
daya tahan tubuh seseorang berkurang, sehingga penularan penyakit ISPA
oleh kuman dapat terjadi apabila kuman-kuman tersebut terhisap melalui
nafas, penularan penyakit ISPA dapat tertular pada waktu bicara, bersin,
batuk-batuk dan meludah.
b. Daya Tahan Tubuh
Daya tahan tubuh adalah kemampuan tubuh untuk mencegah masuk
dan berkembang biaknya kuman-kuman penyenbab didalam tubuh. Daya
tahan tubuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Keadaan Gizi
Gizi yang kurang baik atau buruk mempunyai resiko yang lebih
besar untuk menderita pneumonia. Kekurangan gizi berat secara klinis
ditandai dengan :
Marasmus yaitu keadaan seseorang kehilangan lemak
dan otot sehingga kelihatan tinggal tulang dan kulit.
Kwashiorkor, dengan ciri-ciri badan membengkak dan
kurus serta rambut tipis.
2. Kekebalan Tubuh
14
Kekebalan tubuh adalah salah satu yang dapat menentukan
terjadinya ISPA. Kekebalan tubuh seseorang dipengaruhi oleh umur,
misalnya ISPA pada anak-anak dan balita akan memberikan yang
lebih jelek karena belum diperoleh kekebalan alamiah, sedangkan pada
orang dewasa gambaran klinik lebih ringan karena telah terjadi
kekebalan tubuh yang terdapat dari infeksi tubuh terdahulu.
c. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit ISPA seperti polusi udara, kepadatan hunian tempat tinggal,
kualitas bangunan rumah, musim dan status sosial ekonomi (Lubis A
1996).
Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan terutama
pada kondisi perumahan yang kotor dan padat akan memudahkan
terjadinya penyakit ISPA melalui udara lewat saluran pernafasan manusia
dengan cara :
1. Secara langsung yaitu melalui
pernafasan dan percikan ludah.
2. Secara tidak langsung yaitu
melalui perantara benda-benda atau alat yang terkena percikan air
ludah orang yang menderita penyakit ISPA seperti alat makan, sapu
tangan, tempat tidur dan handuk yang terkontaminasi sekret hidung
penderita (Bemeson A. 1990).
15
3. Melalui udara yang mengandung kuman penyakit debu dan asap.
ISPA dapat menyerang semua golongan umur dan ras tetapi
lebih sering menyerang bayi dan balita serta resikonya lebih tinggi.
Pada negara maju walaupun angka kematian rendah tetapi angka
kesakitan dilaporkan tinggi adalah ISPA, dan di Indonesi kasus ISPA
lebih sering diderita pada pergantian musim.
5. Upaya Pemberantasan Penyakit ISPA
Menurut Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (1996), bahwa tujuan dan
sasaran P2 ISPA adalah mencegah dan memberantas penyakit ISPA serta
menurunkan angka kematian akibat penyakit ISPA terdiri dari 4 kegiatan
pokok yiutu :
a. Penyuluhan Kesehatan
Pada Masyarakat
Penyuluhan kesehatan merupakan kunci keberhasilan dalam upaya
pemberantasan penyakit ISPA karena kegiatan inilah yang akan merubah
sikap dan perilaku masyarakat serta menunjang seluruh upaya
pemberantasan, sehingga peranan petugas kesehatan dalam memotifasi
masyarakat sangat dibutuhkan dan hendaknya masyarakat mampu
membedakan apakah seorang penderita dapat diobati atau harus dibawah
ke petugas kesehatan.
b. Penatalaksanaan
Penderita Penyakit ISPA.
16
Karena kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan dan
pelaksanaan bukan hanya dilakukan oleh dokter, para medis tetapi oleh
kader dan masyarakat, terutama ibu-ibu. Maka perlu adanya klasifikasi
penatalaksanaan yang sederhana dan efektif seperti pada metode
penatalaksanaan yang telah ditetapkan oleh Ditjen PPM dan PLP Depkes
RI, metode didasarkan atas keparahan penyakit.
c. Imunisasi dan Gizi
Sebagian dari kasus penyakit ISPA dapat dicegah melaui imunisasi
seperti Difteri, Pertusis dan Campak, maka peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan penyakit
ISPA. Disamping itu peningkatan gizi pada masyarakat khususnya bayi
dan balita karena diketahui gizi perperan dalam menentukan mobilitas dan
mentalitas bayi atau balita akibat ISPA, hal ini karena status gizi (zat gizi
yang dikonsumsi) mempengaruhi imunisasi tubuh terhadap penyakit
ISPA.
d. Pengolahan Lingkungan
Rumah
Kegiatan pengolahan lingkungan rumah merupakan bagian dari
upaya pemberantasan penyakit ISPA. Pemerintah dan masyarakat perlu
adanya kerja sama yang baik dalam pengolahan lingkungan rumah.
Kegiatan yang dilakukan yaitu perbaikan rumah, kebersihan rumah,
penanganan sampah, penanganan sarana jamban keluarga dan sarana
17
pembuangan air bersih dan pencegahan lingkungan, kegiatan ini sangat
berperan dalam upaya pemberantasan penyakit.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PENYAKIT ISPA
1. Ventilasi
Menurut Gunawan dan Haryanto (1979), ventilasi adalah proses penyediaan
udara segar kedalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertentu
secara alamiah atau mekanis.
Selanjutnya Djasio Sanropie dalam Suyono (1985) mengemukakan bahwa
ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat lainnya, diantaranya :
a. Luas lubang ventilasi
tetap, minimal 5 % dari luas lantai ruangan sedangkan luas ventilasi insidentil
(dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % luas lantai. Jumlah keduanya menjadi
10 % kali luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus
udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah atau pabrik, knalpot
kendaraan, debu dan lain-lain.
c. Aliran udara diusahakan
cross ventilation dengan menempatkan lubang hawa berhadapan antara 2
dinding ruangan, aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang
bekas, misalnya lemari, dinding sekat, dan lain-lain.
18
d. Kelembaban udara dijaga
jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang berkeringat) dan jangan
terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecah-pecah, dan hidung
berdarah).
Suatu rumah akan memberikan kesegaran dan kenyamanan kepada para
penghuni apabila kesegaran udara dalam ruangan dijamin dengan baik. Oleh
sebab itu peletakan ventilasi sangat perlu diperhatikan yaitu harus cross
ventilation agar sirkulasi udara dalam ruangan dapat berjalan dengan baik. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap keberadaan kuman penyebab penyakit yang ada
dalam ruangan yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernafasan
apabila terhirup melalui saluran pernafasan.
Oleh sebab itu, dengan adanya ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan,
maka didalam ruangan tidak akan terasa pengap dan cahaya dapat masuk kedalam
rumah yang akan membunuh kuman dan bibit penyakit yang ada dalam rumah
tersebut.
2. Kepadatan Penghuni
Menurut Pedapotan Lubis (1985), kepadatan penghuni atau over crowding
dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan baik fisik, mental, dan moral
penyebaran penyakit menular dirumah yang padat penghuninya akan lebih cepat
dibanding dengan yang kurang penghuninya. Kepadatan penghuni dalam ruangan
yang berlebihan akan mempengaruhi kelembaban dalam ruangan. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap perkembangbiakan bibit penyakit dan penularan penyakit
19
bilamana terdapat suatu penderita, maka dengan mudah berpindah ke orang yang
lebih sehat baik secara langsung maupun tidak langsung (Azwar, 1990).
Menurut Keputusan Menkes RI tahun 1999, ruang tidur dinyatakan padat
apabila luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2
orang dalam satu tempat tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
3. Kamarisasi
Kamarisasi adalah pembagian ruangan didalam rumah apabila rumah
tersebut tidak terdapat pembagian ruangan maka lebih mudah terjadinya
penularan penyakit, misalnya didalam rumah terdapat penderita penyaki ISPA
karena tidak adanya kamar maka penularan tersebut lebih cepat.
Menurut Djasio Sanropie (1989), pembagian ruangan menurut jenisnya
adalah sebagai berikut :
a. Ruang Tidur
Agar terhindar dari penularan penyakit saluran pernafasan, maka luas
kamar tidur minimal 9 m3/orang, untuk setiap orang yang berumur diatas 5
tahun atau yang dewasa dan 4,5 m3 untuk anak-anak yang berumur dibawah 5
tahun dengan tinggi langit-langit 2,75 m. Ruangan yang sempit akan
menyesakkan nafas dan memudahkan penularan penyakit terutama ISPA
karena terlalu dekat sehingga memudahkan terjadinya kontak.
b. Ruang Tamu
20
Suatu ruangan sebaiknya terpisah dengan ruangan duduk yang dapat
dibuka/ditutup sehingga tamu tidak tidak dapat melihat kegiatan orang yang
ada diruang duduk.
c. Ruang Duduk/Keluarga
Ruang duduk/keluarga sebaiknya dilegkapi dengan jendela dan ventilasi
yang cukup jumlahnya dan cukup mendapat sinar matahari pagi. Ruang
duduk/keluarga ini sebaiknya lebih luas dari ruangan lainnya karena bisa
digunakan untuk berbagai jenis kegiatan keluarga.
d. Ruang Makan
Biasanya ditempatkan berdekatan dengan dapur agar mudah dalam
menghidangkan makanan. Bila rumah kurang luas, maka ruang makan biasa
ditempatkan pada ruangan yang ditempati keluarganya berbincang-bincang.
e. Ruang Masak/Dapur
Ruang dapur merupakan tempat kegiatan pokok bagi rumah tangga bagi
ibu-ibu, oleh sebab itu dapur hendaknya dibuat sedemikian rupa misalnya
ventilasinya harus baik agar mendapat penyegaran udara yang cukup dan
mudah mengadakan pembersihan dan juga dapur harus diselingi dengan
cerobong asap sampai diatas atap minimum 30 cm agar asap tidak masuk
kedalam rumah, karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Luas dapur minimal 4 m2 dan lebar minimal 1,5 m2, ruang dapur harus
dilengkapi fasilitas penyimpanan makanan dan harus bebas serangga dan
tikus.
21
f. Kamar Mandi/WC
Kamar mandi/WC pada setiap rumah mutlak ada baik didalam rumah
maupun diluar rumah dengan jarak yang mudah disampai. Lantai kamar
mandi dan WC harus kedap air, tidak berbau dan terpilahara kebersihannya
dan tidak licin. Dindingnya minimal 1,5 m dari lantai, bila kamar mandi dan
WC dalam rumah diusahakan ventilasinya berhubungan langsung dengan
udara luar agar tidak menimbulkan bau kedalam rumah.
22