35
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya penyehatan lingkugan pemukiman yang dilaksanakan pada sektor kesehatan pada dasarnya merupakan suatu upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan juga meningkatkan kemampuan penduduk untuk mewujudkan kondisi perumahan dan lingkugan yang sehat termasuk peningkatan mutu perumahan. Adapun sasaran dari penyehatan lingkugan perumahan yaitu diutamakan pada daerah pemukiman baru dan daerah yang mempunyai resiko yang tinggi terhadap penularan penyakit menular, serta mencega adanya rumah-rumah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit atau gangguan kesehatan. Kegiatan dari penyehatan lingkugan itu sendiri di prioritaskan bagi penduduk yang 1

BAB I DWI

  • Upload
    wiwit

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesling proposal

Citation preview

Page 1: BAB I  DWI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Upaya penyehatan lingkugan pemukiman yang dilaksanakan pada sektor

kesehatan pada dasarnya merupakan suatu upaya peningkatan kualitas kesehatan

lingkungan dan juga meningkatkan kemampuan penduduk untuk mewujudkan

kondisi perumahan dan lingkugan yang sehat termasuk peningkatan mutu

perumahan. Adapun sasaran dari penyehatan lingkugan perumahan yaitu

diutamakan pada daerah pemukiman baru dan daerah yang mempunyai resiko

yang tinggi terhadap penularan penyakit menular, serta mencega adanya rumah-

rumah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga dapat mencegah

terjadinya penularan penyakit atau gangguan kesehatan. Kegiatan dari penyehatan

lingkugan itu sendiri di prioritaskan bagi penduduk yang mempunyai resiko tinggi

terhadap penularan penyakit baik didaerah perkotaan maupun pedesaan.

Menurut H.L. Blum derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor antar lain, pelayanan medis, perilaku dan lingkugan. Dengan demikian H.L.

Blum menyimpulkan bahwa derajat kesehatan masyarakat tidak akan meningkat

secara nyata hanya dengan meningkatkan pelayanan medis yaitu dengan

memperbanyak rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan saja.

Derajat kesehatan masyarakat yang optimal tidak dapat dicapai hanya oleh

sektor kesehatan saja, melainkan memerlukan kerja sama lintas sektor yang

1

Page 2: BAB I  DWI

terkoordinasi dengan baik. Manusia atau masyarakat itu sendiri perlu di sadarkan

akan peranan dan potensinya, baik dalam menimbulkan masalah kesehatan

maupun dalam memecahkan masalah kesehatan yang di hadapi, dengan kata lain

peran serta masyarakat mutlak diperlukan dalam mencapai derajat kesehatan yang

optimal.

Lingkugan pemukiman sangat besar peranannya dalam penyebaran

penyakit menular, hal ini disebabkan karena kondisi perumahan yang tidak

memenuhi syarat rumah sehat terutama dilihat dari kondisi kesehatan lingkugan

yang buruk, sehingga berdampak pada masyarakat itu sendiri untuk terjadinya

suatu penyakit yang berbasis lingkugan yang dapat menular. Adapun penyakit

yang diakibatkan oleh keadaan tersebut adalah penyakit ISPA, Malaria, Diare,

Deman berdarah, TB Paru, Kecacingan, DHF, dan Filariasasi.

Berdasarkan data yang di peroleh dari puskesmas dan kantor kelurahan

Maccini tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa rumah yang ada pada kelurahan

Maccini Gusung yang tersebar dalam enam (6) RW dan 39 RT sebanyak 1580

buah yang memenuhi syarat kesehatan 780 buah (49,36 %) dan tidak memenuhi

syarat kesehatan 800 buah (50,63 %).

Untuk data 10 penyakit terbesar dipuskesmas ISPA cenderung menempati

urutan pertama dari tahun ke tahun yaitu tahun 2003 (58,4 %), tahun 2004

(43,1%), tahun 2005 (33,96 %).

2

Page 3: BAB I  DWI

Tingginya angka penderita ISPA diwilayah kerja Puskesmas Maccini,

khususnya dikelurahan Maccini Gusung dengan jumlah kunjungan penderita

ISPA yaitu 2.605 (24,39 %).

Jumlah penderita ISPA diduga dapat terjadi pada masyarakat di Kelurahan

Maccini Gusung mengingat perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

sepaerti ventilasi, kamarisasi, suhu, kelembaban serta kepadatan penghuni.

Data ini menentukan bahwa penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan

bagi masyarakat yang memerlukan penanganan secara terpadu dan terarah

dengan kerja sama masyarakat dan petugas dengan sasaran utamanya pada

perbaikan kondisi perumahan.

Berdasarkan kenyataan mengenai tingginya kejadian penyakit ISPA dan

masalah di Kelurahan Maccini Gusung penulis tertarik untuk melakukan suatu

penelitian mengetahui kondisi perumahan dengan kejadian penyakit ISPA.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

Bagaimana Aspek Sanitasi perumahan hubungannya dengan kejadian

penyakit ISPA.

C. RUANG LINGKUP MASALAH

Adapun ruang lingkup masalah yang diambil, penulis membatasi penelitian

sebagai berikut :

3

Page 4: BAB I  DWI

1. Ventilasi

2. Kepadatan penghuni

3. Kamarisasi

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kondisi perumahan dihubungkan dengan kejadian

penyakit ISPA.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui keadaan

ventilasi/penghawaan hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA

b. Untuk mengetahui keadaan kepadatan penghuni

dengan kejadian penyakit ISPA.

c. Untuk mengetahui keadaan kamarisasi dengan

kejadian penyakit ISPA.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan

tentang aspek pengetahuan utamanya dalam ilmu Kesehatan Lingkungan

2. Dapat merupakan informasi bagi masyarakat agar dapat

memperhatikan kondisi perumahan dan kesehatan bagi penghuni terhadap

kejadian penyakit ISPA.

4

Page 5: BAB I  DWI

3. Memberikan tambahan informasi bagi profesi

Kesehatan Lingkungan tentang kondisi rumah dengan kejadian penyakit

ISPA.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TENTANG PERUMAHAN

1. Pengertian Perumahan

Perumahan (Housing) menurut WHO dalam Suyono (1985) adalah

suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung,

dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan

pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan

jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan

individu.

Berdasarkan pada pengertian sehat dan kesehatan oleh WHO dan

Undang-undang pokok kesehatan No. 9 tahun 1960 dalam Sanropie (1989)

dijelaskan bahwa rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat

berlindung/bernaung dan tempat untuk istirahat, sehingga menumbuhkan

kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial.

Menurut AZRUL AZWAR dalam Sanropie (1989), rumah bagi

manusia mempunyai arti :

5

Page 6: BAB I  DWI

a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah,

beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari.

b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga

atau membina rasa kekeluargaan bagi segenab anggota keluarga yang ada.

c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari

bahaya yang datang mengancam.

d. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki

masih dirasakan saat ini.

e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau

menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang terutama masih

ditemukan pada masyarakat pedesaan.

2. Persyaratan Rumah Sehat

Rumah sehat menurut American Publik Health Association (APHA)

dalam Suyono (1985) rumah yang sehat harus memenuhi beberapa

persyaratan antara lain :

a. Memenuhi Kebutuhan Physiologis :

1. Pencahayaan

Untuk mengetahui terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya,

penerangan yang kurang maka hal itu perlu diperhatikan besarnya cahaya

yang diperlukan dalam suatu ruangan, baik cahaya alami maupun cahaya

buatan.

2. Pengawasan

6

Page 7: BAB I  DWI

Hawa segar dalam ruangan untuk menganti udara rungan yang sudah

terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan

kelembaban udara dalam ruangan. Ventilasi yang baik dalam ruangan

syarat antara lain :

a). Temperatur udara dalam ruangan, harus lebih rendah paling

sedikit 4 0C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis.

b). Luas lubang ventilasi tetap, minimal 10 % dari luas lantai

ruangan.

c). Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap

dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.

d). Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin, untuk

itu jangan menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada

posisi aliran udara.

e). Aliran udara diusahakan Cross Ventilasi dengan menempatkan

lubang hawa berhadapan antara dua dinding ruangan.

b. Memenuhi Kebutuhan Psychologis :

1. Tiap anggota terjamin ketenangannya

dan kebebasannya (Privacy), tidak terganggu oleh anggota keluarga,

atau orang yang lewat diluar rumah.

2. Mempunyai ruangan untuk berkumpul

dengan anggota keluarga.

7

Page 8: BAB I  DWI

3. Lingkungan yang sesuai, homogen

tidak ada perbedaan tingkat yang drastis di lingkungan, misalnya

tingkat ekonomi.

4. Mempunyai WC dan kamar mandi

sendiri.

5. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya

disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin.

6. Mempunyai halaman yang dapat

ditanami pohon-pohon, hewan/ternak peliharaan yang membuat lantai

kotor dan suara ribut hendaknya dipisahkan dari rumah dan kandang

sendiri yang dapat dibersihkan.

c. Mencegah Penularan Penyakit

1. Tersedia air minum yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.

2. Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan binatang lain

bersarang didalam dan luar rumah.

3. Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah yang memenuhi syarat

kesehatan.

4. Pembuangan sampah ditempat yang baik dan sehat.

5. Luas kamar tidur minimal 9 m2 per orang dan tinggi langit-langit

minimal 2,75 m. Ruangan terlalu luas akan menyebabkan masuk angin

dan bila terlalu sempit akan menyebabkan sesak nafas dan

memudahkan penularan penyakit karena terlalu dekat dengan kontak.

8

Page 9: BAB I  DWI

6. Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari

pencemaran atau gangguan binatang/serangga atau debu.

d. Mencegah Terjadinya Kecelakaan

1. Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam

ruangan dan menggantinya dengan udara segar.

2. Cukup udara dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan karena

tersandung (terantuk) teriris, tertusuk jarum dan lain-lain.

3. Jarak antara ujung atap dengan ujung atap rumah tetangga minimal

3 m.

4. Rumah dijauhkan dari pohon-pohon besar yang rapuh/mudah rontok

dan pohon yang berbuah besar/keras (misalnya kelapa).

5. Jarak rumah dengan jalan harus mengikuti peraturan pemerintah.

6. Lantai yang selalu basah (kamar mandi, kamar cuci) tidak licin dan

lumutan.

7. Didepan utama harus diberi lantai tambahan minimal 60 cm, untuk

mencegah jatuh setelah membuka pintu.

8. Bagian bangunan yang dekat api atau instalasi listrik harus terbuat dari

bahan tahan api.

9. Untuk rumah yang bertingkat : Tangga jangan tegak lurus, lebar anak

tangga minimal 25 cm, tinggi anak tangga minimal 17,5 cm (borders

lantai dasar).

9

Page 10: BAB I  DWI

10. Cara mengatur isi ruangan dibuat sedemikian rupa sehingga anak-anak

bebas bergerak (berlari, bermain dalam ruangan).

11. Racun serangga, minyak tanah, obat-obatan harus disimpan rapi

jangan sampai terjangkau anak yang belum mengerti.

12. Jangan menaruh benda-benda berat yang mudah terbalik atau jatuh di

jangkauan anak-anak.

13. Rumah jauh dari lokasi industri yang mencemari lingkungan.

3. Hubungan Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA

Perumahan yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu

upaya untuk memperbaiki kesehatan dan merupakan upaya peningkatan

kesehatan berbagai langkah awal pencegahan suatu penyakit menular.

Menurut ENTJANG (2000), hubungan rumah dengan kejadian penyakit

menular adalah sebagai berikut :

a. Kebersihan udara, rumah, terlalu sempit atau

terlalu banyak penghuninya, maka ruangan-ruangan akan kekurangan

oksigen sehingga menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang dapat

memudahkan terjadinya penyakit.

b. Fasilitas dalam ruangan untuk tiap orang akan

berkurang karena harus dibagi dalam jumlah yang banyak, misalnya air

walaupun kualitasnya menjadi lebih kurang, sehingga penghuni rumah ada

yang tidak mandi. Hal ini memudahkan terjadinya penyakit kulit.

10

Page 11: BAB I  DWI

c. Rumah yang terlalu sempit mempercepat

terjadinya perpindahan (Penularan) bibit penyakit dari manusia yang satu

kemanusia yang lain. Misalnya penyakit saluran pernafasan dan lain-lain.

d. Karena ruang terlalu sempit, maka tidak semua

anggota keluarga mempunyai kamar sendiri, sehingga pribadinya akan

terganggu. Hal ini akan menyebabkan tiap anggota keluarga, terutama

anak-anak mudah tidak suka tinggal dirumah, yang akan memudahkan

timbulnya kejahatan dan kenakalan remaja serta kehidupan rumah tangga

yang akan tidak harmonis dan dapat menyebabkan perkembangan jiwa

anak-anak dapat tidak baik dan dapat menimbulkan masalah sosial dalam

masyarakat.

B. KAJIAN TENTANG PENYAKIT ISPA

1. Pengertian Penyakit ISPA

ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun

bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan

virus) kedalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari

(http://www.Dinkes-dki.90.id/penyakit menular, April 2006).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menurut Ditjen PPM dan PLP

Depkes RI (1996) adalah infeksi pada saluran pernafasan sacara akut yang

berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan

proses akut, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan

dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

11

Page 12: BAB I  DWI

ISPA ditandai dengan gejala umum seperti batuk, bersin, cyanosis,

pilek, demam, sakit tenggorokan, dan sakit telinga, penyakit yang

dikategorikan dalam ISPA adalah Influensa, Bronchitis, dan Pneumonia.

ISPA yang diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris “Acute

Respiratory Infektion (ARI)” meliputi tiga unsur yakni : infeksi, saluran

pernafasan, dan akut dengan pengertian sebagai berikut :

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme

kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan

gejala penyakit.

Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai

alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, sinus rongga telinga tengah

dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian

atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan

organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini jaringan paru

termasuk dalam saluran pernafasan (Respiratory traet).

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan

14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Klasifikasi Penyakit ISPA

Menurut Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (1996) dalam Urang (2003)

ISPA dapat diklasifikasikan dalam tiga macam yaitu :

12

Page 13: BAB I  DWI

a. ISPA ringan dengan gejala seperti : Batuk,

pilek, serak, tidak ada tarikan sela-sela iga pada waktu bernafas.

b. ISPA sedang dengan gejala seperti : Pernafasan

cepat (lebih dari 50 kali permenit) sakit atau keluar cairan, suhu tubuh 39

0C atau lebih.

c. ISPA berat dengan gejala sperti : Kesadaran

menurun, sianosis, nafas ngorok waktu tenang, kejang dan difteri.

3. Etiologi Penyakit ISPA

Etiologi ISPA lebih dari 3.00 janis bakteri, virus bakteri dan riketsia.

Jenis bibit penyakit yang dapat menyebabkan penyakit ISPA yaitu :

a. Golongan virus seperti : Mixovirus,

Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Mikoplasma dan Heruesvirus.

b. Golongan bakteri seperti : Streptococcus,

Staphylacoccus, Pneumococcus, Hemovifilus, Bordetella, dan

Connobacterium.

c. Golongan jamur seperti : Candida, Albicena,

Blamises, dan Dermatitis.

4. Proses Terjadinya Penyakit

Menurut Nerawati dalam Ikbal Arif 2001, terjadinya penyakit ISPA

dapat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

a. Adanya Kuman Penyebab

13

Page 14: BAB I  DWI

ISPA disebabkan oleh kuman yang kadang-kadang dapat dijumpai

pada orang sehat. Kuman seperti ini biasanya menimbulkan penyakit, jika

daya tahan tubuh seseorang berkurang, sehingga penularan penyakit ISPA

oleh kuman dapat terjadi apabila kuman-kuman tersebut terhisap melalui

nafas, penularan penyakit ISPA dapat tertular pada waktu bicara, bersin,

batuk-batuk dan meludah.

b. Daya Tahan Tubuh

Daya tahan tubuh adalah kemampuan tubuh untuk mencegah masuk

dan berkembang biaknya kuman-kuman penyenbab didalam tubuh. Daya

tahan tubuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Keadaan Gizi

Gizi yang kurang baik atau buruk mempunyai resiko yang lebih

besar untuk menderita pneumonia. Kekurangan gizi berat secara klinis

ditandai dengan :

Marasmus yaitu keadaan seseorang kehilangan lemak

dan otot sehingga kelihatan tinggal tulang dan kulit.

Kwashiorkor, dengan ciri-ciri badan membengkak dan

kurus serta rambut tipis.

2. Kekebalan Tubuh

14

Page 15: BAB I  DWI

Kekebalan tubuh adalah salah satu yang dapat menentukan

terjadinya ISPA. Kekebalan tubuh seseorang dipengaruhi oleh umur,

misalnya ISPA pada anak-anak dan balita akan memberikan yang

lebih jelek karena belum diperoleh kekebalan alamiah, sedangkan pada

orang dewasa gambaran klinik lebih ringan karena telah terjadi

kekebalan tubuh yang terdapat dari infeksi tubuh terdahulu.

c. Keadaan Lingkungan

Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya

penyakit ISPA seperti polusi udara, kepadatan hunian tempat tinggal,

kualitas bangunan rumah, musim dan status sosial ekonomi (Lubis A

1996).

Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan terutama

pada kondisi perumahan yang kotor dan padat akan memudahkan

terjadinya penyakit ISPA melalui udara lewat saluran pernafasan manusia

dengan cara :

1. Secara langsung yaitu melalui

pernafasan dan percikan ludah.

2. Secara tidak langsung yaitu

melalui perantara benda-benda atau alat yang terkena percikan air

ludah orang yang menderita penyakit ISPA seperti alat makan, sapu

tangan, tempat tidur dan handuk yang terkontaminasi sekret hidung

penderita (Bemeson A. 1990).

15

Page 16: BAB I  DWI

3. Melalui udara yang mengandung kuman penyakit debu dan asap.

ISPA dapat menyerang semua golongan umur dan ras tetapi

lebih sering menyerang bayi dan balita serta resikonya lebih tinggi.

Pada negara maju walaupun angka kematian rendah tetapi angka

kesakitan dilaporkan tinggi adalah ISPA, dan di Indonesi kasus ISPA

lebih sering diderita pada pergantian musim.

5. Upaya Pemberantasan Penyakit ISPA

Menurut Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (1996), bahwa tujuan dan

sasaran P2 ISPA adalah mencegah dan memberantas penyakit ISPA serta

menurunkan angka kematian akibat penyakit ISPA terdiri dari 4 kegiatan

pokok yiutu :

a. Penyuluhan Kesehatan

Pada Masyarakat

Penyuluhan kesehatan merupakan kunci keberhasilan dalam upaya

pemberantasan penyakit ISPA karena kegiatan inilah yang akan merubah

sikap dan perilaku masyarakat serta menunjang seluruh upaya

pemberantasan, sehingga peranan petugas kesehatan dalam memotifasi

masyarakat sangat dibutuhkan dan hendaknya masyarakat mampu

membedakan apakah seorang penderita dapat diobati atau harus dibawah

ke petugas kesehatan.

b. Penatalaksanaan

Penderita Penyakit ISPA.

16

Page 17: BAB I  DWI

Karena kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan dan

pelaksanaan bukan hanya dilakukan oleh dokter, para medis tetapi oleh

kader dan masyarakat, terutama ibu-ibu. Maka perlu adanya klasifikasi

penatalaksanaan yang sederhana dan efektif seperti pada metode

penatalaksanaan yang telah ditetapkan oleh Ditjen PPM dan PLP Depkes

RI, metode didasarkan atas keparahan penyakit.

c. Imunisasi dan Gizi

Sebagian dari kasus penyakit ISPA dapat dicegah melaui imunisasi

seperti Difteri, Pertusis dan Campak, maka peningkatan cakupan

imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan penyakit

ISPA. Disamping itu peningkatan gizi pada masyarakat khususnya bayi

dan balita karena diketahui gizi perperan dalam menentukan mobilitas dan

mentalitas bayi atau balita akibat ISPA, hal ini karena status gizi (zat gizi

yang dikonsumsi) mempengaruhi imunisasi tubuh terhadap penyakit

ISPA.

d. Pengolahan Lingkungan

Rumah

Kegiatan pengolahan lingkungan rumah merupakan bagian dari

upaya pemberantasan penyakit ISPA. Pemerintah dan masyarakat perlu

adanya kerja sama yang baik dalam pengolahan lingkungan rumah.

Kegiatan yang dilakukan yaitu perbaikan rumah, kebersihan rumah,

penanganan sampah, penanganan sarana jamban keluarga dan sarana

17

Page 18: BAB I  DWI

pembuangan air bersih dan pencegahan lingkungan, kegiatan ini sangat

berperan dalam upaya pemberantasan penyakit.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

PENYAKIT ISPA

1. Ventilasi

Menurut Gunawan dan Haryanto (1979), ventilasi adalah proses penyediaan

udara segar kedalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertentu

secara alamiah atau mekanis.

Selanjutnya Djasio Sanropie dalam Suyono (1985) mengemukakan bahwa

ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat lainnya, diantaranya :

a. Luas lubang ventilasi

tetap, minimal 5 % dari luas lantai ruangan sedangkan luas ventilasi insidentil

(dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % luas lantai. Jumlah keduanya menjadi

10 % kali luas lantai ruangan.

b. Udara yang masuk harus

udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah atau pabrik, knalpot

kendaraan, debu dan lain-lain.

c. Aliran udara diusahakan

cross ventilation dengan menempatkan lubang hawa berhadapan antara 2

dinding ruangan, aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang

bekas, misalnya lemari, dinding sekat, dan lain-lain.

18

Page 19: BAB I  DWI

d. Kelembaban udara dijaga

jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang berkeringat) dan jangan

terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecah-pecah, dan hidung

berdarah).

Suatu rumah akan memberikan kesegaran dan kenyamanan kepada para

penghuni apabila kesegaran udara dalam ruangan dijamin dengan baik. Oleh

sebab itu peletakan ventilasi sangat perlu diperhatikan yaitu harus cross

ventilation agar sirkulasi udara dalam ruangan dapat berjalan dengan baik. Hal ini

sangat berpengaruh terhadap keberadaan kuman penyebab penyakit yang ada

dalam ruangan yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernafasan

apabila terhirup melalui saluran pernafasan.

Oleh sebab itu, dengan adanya ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan,

maka didalam ruangan tidak akan terasa pengap dan cahaya dapat masuk kedalam

rumah yang akan membunuh kuman dan bibit penyakit yang ada dalam rumah

tersebut.

2. Kepadatan Penghuni

Menurut Pedapotan Lubis (1985), kepadatan penghuni atau over crowding

dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan baik fisik, mental, dan moral

penyebaran penyakit menular dirumah yang padat penghuninya akan lebih cepat

dibanding dengan yang kurang penghuninya. Kepadatan penghuni dalam ruangan

yang berlebihan akan mempengaruhi kelembaban dalam ruangan. Hal ini dapat

berpengaruh terhadap perkembangbiakan bibit penyakit dan penularan penyakit

19

Page 20: BAB I  DWI

bilamana terdapat suatu penderita, maka dengan mudah berpindah ke orang yang

lebih sehat baik secara langsung maupun tidak langsung (Azwar, 1990).

Menurut Keputusan Menkes RI tahun 1999, ruang tidur dinyatakan padat

apabila luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2

orang dalam satu tempat tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

3. Kamarisasi

Kamarisasi adalah pembagian ruangan didalam rumah apabila rumah

tersebut tidak terdapat pembagian ruangan maka lebih mudah terjadinya

penularan penyakit, misalnya didalam rumah terdapat penderita penyaki ISPA

karena tidak adanya kamar maka penularan tersebut lebih cepat.

Menurut Djasio Sanropie (1989), pembagian ruangan menurut jenisnya

adalah sebagai berikut :

a. Ruang Tidur

Agar terhindar dari penularan penyakit saluran pernafasan, maka luas

kamar tidur minimal 9 m3/orang, untuk setiap orang yang berumur diatas 5

tahun atau yang dewasa dan 4,5 m3 untuk anak-anak yang berumur dibawah 5

tahun dengan tinggi langit-langit 2,75 m. Ruangan yang sempit akan

menyesakkan nafas dan memudahkan penularan penyakit terutama ISPA

karena terlalu dekat sehingga memudahkan terjadinya kontak.

b. Ruang Tamu

20

Page 21: BAB I  DWI

Suatu ruangan sebaiknya terpisah dengan ruangan duduk yang dapat

dibuka/ditutup sehingga tamu tidak tidak dapat melihat kegiatan orang yang

ada diruang duduk.

c. Ruang Duduk/Keluarga

Ruang duduk/keluarga sebaiknya dilegkapi dengan jendela dan ventilasi

yang cukup jumlahnya dan cukup mendapat sinar matahari pagi. Ruang

duduk/keluarga ini sebaiknya lebih luas dari ruangan lainnya karena bisa

digunakan untuk berbagai jenis kegiatan keluarga.

d. Ruang Makan

Biasanya ditempatkan berdekatan dengan dapur agar mudah dalam

menghidangkan makanan. Bila rumah kurang luas, maka ruang makan biasa

ditempatkan pada ruangan yang ditempati keluarganya berbincang-bincang.

e. Ruang Masak/Dapur

Ruang dapur merupakan tempat kegiatan pokok bagi rumah tangga bagi

ibu-ibu, oleh sebab itu dapur hendaknya dibuat sedemikian rupa misalnya

ventilasinya harus baik agar mendapat penyegaran udara yang cukup dan

mudah mengadakan pembersihan dan juga dapur harus diselingi dengan

cerobong asap sampai diatas atap minimum 30 cm agar asap tidak masuk

kedalam rumah, karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

Luas dapur minimal 4 m2 dan lebar minimal 1,5 m2, ruang dapur harus

dilengkapi fasilitas penyimpanan makanan dan harus bebas serangga dan

tikus.

21

Page 22: BAB I  DWI

f. Kamar Mandi/WC

Kamar mandi/WC pada setiap rumah mutlak ada baik didalam rumah

maupun diluar rumah dengan jarak yang mudah disampai. Lantai kamar

mandi dan WC harus kedap air, tidak berbau dan terpilahara kebersihannya

dan tidak licin. Dindingnya minimal 1,5 m dari lantai, bila kamar mandi dan

WC dalam rumah diusahakan ventilasinya berhubungan langsung dengan

udara luar agar tidak menimbulkan bau kedalam rumah.

22