32
BAB I PENDAHULUAN Rumah Sakit Hasan Sadikin merupakan rumah sakit terbesar di Provinsi Jawa Barat serta pusat rujukan di wilayah Jawa Barat. Rumah Sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa- mahasiswa kedokteran dan keperawatan serta ilmu kesehatan lainnya. Mahasiswa keperawatan melakukan praktek keperawatan dengan menerapkan ilmu atau teori yang didapatkan untuk diaplikasikan dalam bentuk asuhan keperawatan. Ruang Bedah Ortopedi merupakan salah satu lahan praktek yang disediakan RS Hasan Sadikin, dimana di ruangan ini terdapat pasien dengan masalah pada sistem muskuloskeletal. Data yang diambil dari tanggal 18-22 Juni 2012 di ruang Bedah Ortopedi lantai IV gedung Kemuning, rata- rata pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal sebanyak 12 orang dan 4 orang atau 33,3% dari total pasien tersebut mengalami kerusakan integritas kulit. Dari keempat pasien tersebut, 2 diantaranya yaitu Tn.Sarya (55 thn) dan Tn Yanto (34 thn) post debridement dimana luka masih mengeluarkan pus, jaringan nekrotik positif dan granulasi minimal. Sedangkan 2 pasien lainnya yaitu tn. Heri (52 thn) 1

BAB I EBP (1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I EBP (1)

BAB I

PENDAHULUAN

Rumah Sakit Hasan Sadikin merupakan rumah sakit terbesar di Provinsi

Jawa Barat serta pusat rujukan di wilayah Jawa Barat. Rumah Sakit ini juga

merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa-mahasiswa

kedokteran dan keperawatan serta ilmu kesehatan lainnya.

Mahasiswa keperawatan melakukan praktek keperawatan dengan

menerapkan ilmu atau teori yang didapatkan untuk diaplikasikan dalam bentuk

asuhan keperawatan. Ruang Bedah Ortopedi merupakan salah satu lahan praktek

yang disediakan RS Hasan Sadikin, dimana di ruangan ini terdapat pasien dengan

masalah pada sistem muskuloskeletal.

Data yang diambil dari tanggal 18-22 Juni 2012 di ruang Bedah Ortopedi

lantai IV gedung Kemuning, rata-rata pasien dengan gangguan sistem

muskuloskeletal sebanyak 12 orang dan 4 orang atau 33,3% dari total pasien

tersebut mengalami kerusakan integritas kulit. Dari keempat pasien tersebut, 2

diantaranya yaitu Tn.Sarya (55 thn) dan Tn Yanto (34 thn) post debridement

dimana luka masih mengeluarkan pus, jaringan nekrotik positif dan granulasi

minimal. Sedangkan 2 pasien lainnya yaitu tn. Heri (52 thn) terdapat luka

dekubitus dengan eksudat dan darah, serta tn. Mr X pasien dengan massa disertai

jaringan kulit yang nekrotik.

1

Page 2: BAB I EBP (1)

BAB II

TINJAUAN JURNAL

A. PENGERTIAN LUKA

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka

adalah kerusakan keutuhan kulit, mukosa membran dan tulang atau organ

tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

B. Etiologi / Penyebab Luka

Timbulnya luka dapat dipengaruhi/disebabkan oleh terjadinya hal – hal

berikut ini :

1. Trauma

2. Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia

3. Gigitan binatang atau serangga

4. Tekanan

5. Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena

6. Immunodefisiensi

7. Malignansi

8. Kerusakan jaringan ikat

9. Penyakit metabolik, seperti diabetes

10. Defisiensi nutrisi

11. Kerusakan psikososial

12. Efek obat-obatan

2

Page 3: BAB I EBP (1)

C. JENIS-JENIS LUKA

1. Berdasarkan Kategori

a. Luka Accidental

Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak,

luka bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril

b. Luka Bedah

Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle

introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan

dengan asepsis bedah

2. Berdasarkan integritas kulit

a. Luka terbuka

Adalah sebuah jejas dimana terjadi skin breaks (kulit robek, tersayat,

terpotong, atau tertusuk) sehingga bagian dibawahnya menjadi

terekspos ke daerah luar tubuh.

b. Luka tertutup

Adalah jejas yang terjadi biasanya disebabkan oleh trauma dari benda

tumpul yang akhirnya menyebabkan memar atau hemaoma. Pada luka

tertutup tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat

kerusakan jaringan lunak,serta kemungkinan terjadi cedera internal

dan perdarahan.

3. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka

a. Luka insisi (Incised wounds),

Luka terbuka dimana kulit terpotong atau tersayat dengan cukup rapi.

Luka jenis ini adalah luka yang sengaja dibuat pada proses

pembedahan. Luka ini biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh

pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).

b. Luka Abrasi

Luka terbuka yang disebabkan oleh goresan atau gesekan pada bagian

epidermis atau bagian terluar dari kulit. Luka ini dikategorikan

sebagai luka superficial namun sering menimbulkan rasa sakit dan

perih yang disebabkan ujung saraf yang terekspos. Pada luka ini

3

Page 4: BAB I EBP (1)

terkadang tidak terjadi perdarahan meskipun pada sebagian besar

kasus terjadi perdarahan kapiler.

c. Luka Tusuk (Puncture)

Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja

oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di

bawah kulit

d. Luka laserasi

Luka terbuka dimana terjadi keretakan pada kulit dengan kedalaman

yang bervariasi. Bagian pinggiran luka dapat bersifat regular atau

iregular. Luka ini biasanya disebabkan oleh trauma dari benda tumpul.

Perdarahan yang terjadi dapat cukup banyak terutama jika terjadi

perdarahan arteri.

e. Luka Memar (Contusio)

Luka yang terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan

bengkak. Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan

tumpul; memar

f. Luka Penetrasi

Luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka

masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya

akan melebar. Luka ini biasanya disebabkan oleh benda tajam seperti

tertusuk pisau.

g. Luka Avulsi

Luka terbuka dimana kulit seperti di robek dan terdapat lapisan kulit

yang hampir lepas atau bahkan sampai lepas /amputasi.

h. Luka Bakar

4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka

yang terjadi pada lapisan epidermis ( paling luar ) kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit

pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka

stadium satu dan ditambah dengan adanya tanda klinis seperti abrasi

4

Page 5: BAB I EBP (1)

(pengulupasan yang tidak normal), blister (kantung yang berisi

cairan/darah ) atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit

keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang

dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang

mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan

fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai

suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan

sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

5. Klasifikasi Luka Bedah

a. Luka bersih

Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal,

pernafasan atau system genitourinary, dan memiliki risiko infeksi

yang rendah. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Luka Bersih terkontaminasi

Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,

genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak

selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

c. Luka terkontaminasi

Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk;

memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi.

d. Luka Infeksi

Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi

D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

1. Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997)

yaitu:

Antibodi tubuh

5

Page 6: BAB I EBP (1)

Nutrisi adekuat

Aliran pembuluh darah berfungsi dengan baik dan lancar

Keutuhan kulit dan tingkat sensitivitas

2. Fase Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan

hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase

penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka

pembedahan :

a. Fase Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari.

Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan

pagositosis. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka.

Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah

kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel

berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier

antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya

mikroorganisme.

Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan

respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan

jaringan mati. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit

bengkak. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses

penyembuhan.

b. Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari

ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel

jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama

setelah pembedahan. Jumlah kolagen yang meningkat menambah

kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.

Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah

garis irisan luka. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka

membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan

6

Page 7: BAB I EBP (1)

perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan

yang lunak dan mudah pecah.

c. Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun

setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen

menjalin dirinya menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas

luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis

putih.

3. Komplikasi Penyembuhan Luka

a. Infeksi

Infeksi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama

pembedahan atau setelah pembedahan.

b. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit

membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi (pengikisan) dari

pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).

c. Terbukanya lapisan luka dan Keluarnya pembuluh darah melalui

daerah irisan

7

Page 8: BAB I EBP (1)

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUKA

a. Usia

b. Nutrisi

c. Infeksi

d. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

e. Hematoma

f. Benda asing

g. Iskemia

h. Diabetes

i. Keadaan Luka

j. Obat-0batan

F. PERAWATAN LUKA

a. Pengertian

Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit,

membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya

trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.

Merawat luka merupakan langkah menggati balutan yang lama (kotor)

dengan balutan yang baru (steril) untuk mencegah infeksi dan

mempercepat proses penyembuhan.

8

Page 9: BAB I EBP (1)

b. Tujuan merawat luka

a. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan

membran mukosa

b. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan

c. Mempercepat penyembuhan

d. Membersihkan luka dari benda asing atau debris

e. Mencegah perdarahan

f. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain

g. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

h. Menekan dan imobilisasi luka

i. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

j. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

G. Perkembangan Perawatan Luka

Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970,

tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan

bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering.

Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup

polyetylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial

lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang

perkembangan balutan luka modern (Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab

tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua

jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan

kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan

lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya

sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik

lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi

perkembangan balutan lembab (Potter. P, 1998). Penggantian balutan

dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan

disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.

9

Page 10: BAB I EBP (1)

Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek

toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai

normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam

asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka

karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka

dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang

dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan.

(Walker. D, 1996). Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan

sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit

bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga

normal dan tepi luka menyatu.. Bahan Yang Digunakan Dalam Perawatan

Luka adalah Natrium Klorida 0,9 %

Natrium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh

karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida.

Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker,

1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama

seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson,

1992). Natrium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling

sering adalah natrium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari

Natrium klorida dan untuk alasan ini natrium klorida disebut juga normal

saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk

tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering,

menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses

penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah

(http://rpromise.com/woundcare/)

H. PERAWATAN LUKA MODERN

Perawatan luka modern adalah perawatan luka dengan menerapkan

konsep lembab secara kontinyu dimana akan mempercepat proses

pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi (Turner,1990).Perawatan luka

modern adalah menciptakan lingkungan lembab yang optimal untuk

penyembuhan luka (Prof.G.D.Winter ,1962).

10

Page 11: BAB I EBP (1)

Kenapa harus lembab?

1. Mempercepat proses fibrinolisis

2. Mempercepat angiogenesis

3. Menurunkan risiko infeksi

4. Mempercepat pertumbuhan Growth Factor

5. Mempercepat pertumbuhan sel aktif

Apa saja keuntungan dengan perawatan luka modern:

1. Meminimalkan rasa sakit pada saat pergantian dressing

2. Memiliki daya serap yang sangat baik dan mudah berubah bentuk

3. Dressing mudah di aplikasikan(dipotong sesuai ukuran luka) dan

ekonomis

4. Menjaga sirkulasi udara sekitar luka, mengurangi resiko maserasi

5. Memudahkan inspeksi luka

6. Mengikuti lekuk tubuh, lentur dan lembut

7. Mempertahankan kelembaban luka

8. Tahan air(waterproof)

9. Melindungi dari friksi, kontaminasi dan bakteri

10. Fiksasi aman dan nyaman untuk pasien

11. Pergantian dressing lebih jarang

12. Bebas latex dan gelatin (resiko alergi rendah)

Secara garis besar dilihat dari cara kerjanya perawatan luka modern terbagi 3

1. Luka Basah berarti menyerap air seperti absorbent dressing,

antimicrobial dressing calcium alginate, foam dressing.

2. Luka Lembab berarti menjaga kelembaban seperti hydrocolloid,

transparant dressing

3. Luka Kering berarti member kelembaban seperti hidrogel, antimicrobial

dressing with hidrogel , ointment dressing

Dilihat dari Tipe Lukanya, perawatan luka modern terbagi dalam:

1. Luka akut memakai dressing luka lembab+ Kasa Non Adherent+

Transparan film

2. Kronik ; hitam, kering (Nekrotik) memakai autolytic debridement,

enzymatic debridement, transparan film

11

Page 12: BAB I EBP (1)

3. Kronik ; kuning, basah (slough) memakai produk enzymatic

debdridement, autolytic debridement, absorben dressing, foam dressing,

transparan film

4. Kronik; merah dengan cairan kuning kehijauan/pus (infeksi) memakai

mechanical debridement, antibiotik lokal dan sistemik, antimicrobial

dressing, foam dressing, transparan film

5. Kronik; merah, basah (granulasi); absorben dressing, foam dressing,

calcium alginate, cellulose dressing, transparan film

6. Merah muda (epitelisasi) ; hydrocolloid dressing, foam dressing,

cellulose dressing, transparan film

I. PERAWATAN LUKA DENGAN MADU

Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun

yang lalu, misalnya dalam pengobatan penyakit lambung, batuk, dan mata

(Subrahmanyam et al., 2001). Selain itu madu jugadapat digunakan sebagai

terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Sampai saat initelah

banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu efektif untuk

perawatan luka, baiksecara klinis maupun laboratorium. Ada beberapa hasil

penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan sebagai

terapi topikal pada luka melalui peningkatan jaringan granulasidan kolagen

serta periode epitelisasi secara signifikan (Suguna et al., 1992;1993; Aljady et

al.,2000). Menurut Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu

kontraksi pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal karena kandungan

nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah diketahui secara luas.

Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum bahwa madu mengandung

40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin biotin, asam

nikotinin, asam folit, asam pentenoik, proksidin, tiamin, kalsium, zat besi,

magnesium, fosfor, dan kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan

H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebagai penetral radikal bebas.

12

Page 13: BAB I EBP (1)

1. Kandungan madu

a. Gula ( fruktosa 41%, glukosa35%, sukrosa 1,9%)

b. Air : hanya madu yang memiliki kadar air kurang dari 18% yang dapat

disimpan dalam waktu lama tanpa khawatir akan mengalami proses

fermentasi

c. Kalori : 1 kg madu mengandung  3.280 kalori atau setara dengan 50

butir telur ayam, 5,7 liter susu, 25 buah pisang, 40 buah jeruk, 4 kg

kentang, 1,68 kg daging

d. Enzim : madu mengandung banyak enzim diantaranya adalah

invertase, diastase, katalase, peroksidase, katalase, protease. Enzim

katalase mengubah hydrogen peroksidase menimbulkan efek anti

bakteri

e. Hormon : gonadotropin, yang berfungsi menstimulasi  kelenjar

seksual

f. Asam amino : proline, tyrosine, phenilalanin, glutamine, asam aspartat

g. Berbagai vitamin dan mineral : madu mengandung berbagai vitamin

dan mineral yg dibutuhkan tubuh: A, B komplek, C,D,E dan K,

mineral : zat besi, kalium, kalsium, magnesium, tembaga, mangan,

natrium, fospor, dll.

2. Keistimewaan madu dalam mengobati luka:

Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber

madu (Gheldof et al., 2002; Gheldof and Engeseth, 2002). Pada saat ini

salah satu madu yang cukup dikenal luas dalam perawatan luka

adalah Manuka Honey. Keefektifan madu indonesiapun telah diteliti oleh

Heryanto 2010 dengan hasil penelitian menunjukan bahwa madu

indonesia juga efektif mempercepat penyembuhan luka. Madu lebih

efektif digunakan sebagai terapi topikal karena kandungan nutrisi dan

sifat madu.

13

Page 14: BAB I EBP (1)

Sifat madu

a. Osmolaritas Yang Tinggi

Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi

dengan kandungan gula yang tinggi dan mempunyai interaksi kuat

dengan molekul air sehingga akan dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan mengurangi aroma pada luka. Salah satunya

adalah pada luka infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Staphylococcus aureus. Seperti yang dilaporkan Cooper et al

(1999), hasil studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek

anti bakteri pada beberapa jenis luka infeksi, misalnya

bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian lain melaporkan

madu alam dapat membunuh bakteri Pseudomonas

aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 1992). Luka

dapatmenjadi steril terhadap kuman apabila menggunakan madu

sebagai dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang rendah

(3,6-3,7) dari madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan

kolonisasikuman (Efem, 1998). Apabila terjadi kontak dengan cairan

luka khususnya luka kronis, cairan luka akan terlarut akibat

kandungan gula yang tinggi pada madu, sehingga luka menjadi

lembab dan hal ini dianggap baik untuk proses penyembuhan. Kadar

air dalam madu kurang dari 17%).

b. Hidrogen Peroksida

Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka,

hidrogen peroksida akan diproduksi. Hal ini terjadi akibat adanya

reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu yang

memiliki sifat antibakteri. Proses ini tidak menyebabkan kerusakan

pada jaringan luka dan jugaakan mengurangi bau yang tidak enak

pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen peroksida dihasilkan

dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak membahayakan

kondisi luka (Molan,1992). Selain itu hidrogen peroksida yang

dihasilkan tergantung dari jenis dan sumber madu yang digunakan.

14

Page 15: BAB I EBP (1)

c. Aktivitas Limfosit dan Fagosit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah

lymphosit B and lymphosit T dapat distimulasi oleh madu dengan

konsentrasi 0.1% (Abuharfeil et al.,1999). Adanya aktivitas

limfositdan fagosit ini menunjukkan respons kekebalan tubuh

terhadap infeksi khususnya pada luka.

d. Sifat Asam Madu

Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan asam

pada luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan

penetrasi dan kolonisasi. Selain itu kandungan air yang

terdapatdalam madu akan memberikan kelembapan pada luka. Hal

ini sesuai dengan prinsip perawatanluka modern yaitu "Moisture

Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008) melaporkan madu

dapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus

vena/arteri dan luka dekubitus) dalam waktu dua minggu secara

signifikan. Hal ini akan memudahkan terjadinya proses granulasidan

epitelisasi pada luka.

3. Manfaat Madu Untuk Perawatan Luka

Madu dapat digunakan untuk terapi topikal

sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka dekubitus,ulkus kaki diabet,

infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. Madu dapat

mempercepat masa penyembuhan luka bakar (Evan and Flavin, 2008;

Jull et al.,2008). menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh haryono

tahun 2010 menyatakan bahwa luka yang dirawat dengan madu

manuaba dan madu indonesia menunjukan percepatan proses

pembentukan granulasi dan efitelisasi dibandingkan dengan luka yang

dirawat tanpa madu.

4. Cara Menggunakan Madu Saat Perawatan Luka

Ada beberapa tips yang dapat dipakai saat merawat luka dengan terapi

madu (Molan, 2001):

15

Page 16: BAB I EBP (1)

a. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9 % terlebih dahulu.

b. Gunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat

yang keluar dari luka.

c. Frekuensi penggantian balutan tergantung pada cepatnya madu

terlarut dengan eksudat luka.Jika tidak ada cairan luka, balutan dapat

diganti dua kali seminggu supaya komponen antibakteri yang

terkandung di dalam madu dapat terserap ke dalam jaringan luka.

d. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, gunakan second

dressing yang bersifat absorbent. Jikamadu digunakan langsung

pada luka, madu akan meleleh sehingga keluar area luka. Hal ini

tidak akan efektif untuk merangsang proses penyembuhan luka.

e. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif", yaitu menutup semua

permukaan luka untukmencegah madu meleleh keluar dari area luka.

f. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparent

film sebagai second dressing. 

g. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong), perlu lebih

banyak madu untukmencapai jaringan di dalamnya. Dasar luka harus

diisi dengan madu sebelum ditutup dengansecond dressing seperti

kasa ataudressing pad lainnya. Untuk memasukkan madu pada luka

berkantong, sebaiknya gunakan kasa atau dressing pad sehingga

kerja kandungan madu lebih efektif.

5. Hasil penelitian

a. Tonk A. J. at all. 2003. menyatakan Semua madu secara

signifikan meningkatkan TNF-alpha, IL-6 yang dilepaskan dari sel

MM6 ( dan monosit manusia) ketika dibandingkan dengan sel

madu buatan treated dan untreated (P < 0,001). Madu jelly Bush

secara signifikan memaksimalkan pelepasan setiap sitokin

dibandingkan dengan manuka, pasture atau madu-madu buatan ( P

< 0,001). Hasil-hasil ini menyatakan bahwa efek madu pada

16

Page 17: BAB I EBP (1)

penyembuhan luka menjadi bagian yang berhubungan pada

stimulasi inflamasi sitokin dari sel monosit. Sel tipe ini diketahui

memainkan peran penting dalam penyembuhan dan perbaikan

sel.ang perawatan dengan madu

b. Visavadia, at all. 2006. menyatakan bahwa madu manuka

mempercepat proses penyembuhan luka pada tumor dengan

menstimulasi pelepasan sytokin dari monosit.

c. Mandal, at all. 2011. mengatakan bahwa Madu dan serbuk

propolis dicampur dalam rasio 7:3. Lotion kemudian diletakkan

pada luka 3 hari sekali. Luka dari 80% pasien menunjukkan

peningkatan luar biasa diakhir hari keempat;  60% dari luka

mereka sembuh total di akhir hari ke-10; sisa 40% sembuh total

diakhir hari ke-15. Semua luka sembuh tanpa bekas luka. Bisa

disimpulkan bahwa lotion dari madu dan propolis memiliki

potensi besar dalam perawatan dan penyembuhan luka septik.

d. Lustby, at all. 2004 menyatakan bahwa 12 dari 13 bakteri

pertumbuhannya dihambat oleh madu kecuali bakteri serratia

marcesscens dan jamur candida albicans. madu dengan

konsentrasi kurang dari 1 % tidak menunjukan aktivitas inhibisi.

madu menunjukan proses inhibisi pada konsentrasi > dari 1 %.

e. Haryanto. 2010. menyatakan bahwa madu manuka dan madu

indonesia menunujukan keefektifan yang hampir sama dalam

penyembuhan luka sama dengan Tegaderm Hydrocolloid dressing,

proses granulasi luka dengan madu indonesia dan mauka lebih

cepat dari grup kontrol. Pennyatuan luka pada luka yang dirawat

dengan madu indonesia dan madu manuka hampir sama dengan

hydrocolloid drassing.

f. Yusof at all, 2007. Madu Gelam yang telah disteril dengan radiasi

menstimulasi tingkat penyembuhan luka bakar pada tikus

Sprague-Dwaley yang didemonstrasikan dengan tingkat

peningkatan kontraksi luka dan penampilannya. Madu Gelam

mengurangi inflamasi luka dan re-ephitelialization lebih maju

17

Page 18: BAB I EBP (1)

dibandingkan dengan perawatan menggunakan krim silver

sulphadiazine (SSD)

g. Maeda at all. 2007. semua madu mampu mengurangi jumlah CA-

MRSA (community-associated methicilin-resistant Staphilococcus

aureus ) kira-kira 10 juta koloni perunit (cfus) (berarti = 6,46 log

10 cfu/g) sehingga benar-benar hilang dalam 24 jam pada

pemisahan organisme CA-MRSA dengan semua pemeriksaan 4

jenis madu. Penelitian ini menunjukkan bahwa, in vitro, produk

alami ini memiliki aktivitas antimikroba melawan organisme CA-

MRSA yang diuji. Penelitian lebih lanjut sekarang dibutuhkan

untuk menunjukkan apakah aktivitas antimikroba ini memiliki

aplikasi secara klinis

h. Wang, at all. 2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa HS

( hicrogel seet) mempunyai efek signifikan pada kontraksi luka

dengan jangka perawatan terpendek 12 hari dibandingkan dengan

salep MEBO dan tanpa perawatan. Pemeriksaan histologikal

menunjukkan bahwa luka bakar yang dirawat dengan HS

diperbaiki dengan kulit baru pada hari ke-12 tetapi luka yang

dirawat dengan MEBO tidak sembuh sepenuhnya. Karena itu HS

menunjukkan potensinya sebagai sebuah perawatan.

BAB III

18

Page 19: BAB I EBP (1)

PEMBAHASAN

Jumlah pasien yang dirawat Di Ruang perwatan bedah Orthopaedi

dengan keluhan gangguan integritas kulit (luka) cukup tinggi. Dalam hal ini

perawat mempunyai peranan yang cukup tinggi dalam melakukan perawatan

luka pada pasien-pasien yang dirawat terkait dengan perannya sebagai care

giver. SOP pelaksanaan perawatan luka di Ruang Orthopaedi gedung

kemuning lt. IV telah menggunakan prinsip modern wound dressing yaitu

perawatan luka dengan tidak menggunakan lagi larutan iodine dan dengan

menjaga kelembaban luka. Perawat telah melakukan perawatan luka sesuai

SOP yang ada, tetapi dalam upaya meningkatkan proses penyembuhan luka

pasien para perawat belum bisa menggunakan produk-produk modern wound

dressing terkait dengan masalah pembiayaan. Dalam mensiasati masalah ini

perawat dapat menggunakan madu dalam perawatan luka sebagai alternatif

dari penggunaan produk-produk modern wound dressing dalam hal ini

dikarenakan madu lebih ekonomis, aman, mudah didapat, dan mudah

digunakan oleh tenaga medis, serta madu secara ilmiah telah terbukti

mempercepat penyembuhan luka dengan mempercepat proses granulasi dan

epitelisasi hal ini berdasarkan dari penelitian-penelitain yang telah dilakukan

baik secara klinis maupun laboratorium.

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

19

Page 20: BAB I EBP (1)

A. SIMPULAN

Seiring dengan banyaknya peneliti-peneliti yang melakukan penelitian

dalam hal perawatan luka, maka ilmu pengetahuan dalam perawatan luka

berkembang dengan sangat pesat. Seperti kita ketahui sekarang perawatan

luka sudah tidak menggunakan larutan iodine karena berdasarkan penelitian

larutan ini dapat menghambat proses penyembuhan luka dan bersifat toksik

pada sel atau jaringan yang sehat. Pada era perawatan luka modern luka

dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9 % dan kelembaban luka dijaga, karena

menurut penelitian hal ini dapat mempercepat penyembuhan luka seperti

mempercepat proses polifersi atau proses glanurasi. Selain dengan

menggunakan produk – produk modern wound dressing, penggunaan madu

juga dapat digunakan sebagai alternatif penggati produk modern wound

dressing dalam perawatan luka, hal ini dikarenakan madu lebih ekonomis,

mudah dijumpai dan dari hasil penelitian masu mempercepat peneyembuhan

luka karena.

B. SARAN

Kiranya para perawat di Ruang Bedah Orthopaedi dapat menggunakan madu

sebagai alternatif dalam perawatan luka guna meningkatkan kualitas mutu

pelayanan keperawatan khususnya dengan dalam hal perawatan luka dengan

terlebih dahulu melakukan informed conced kepada pasien dan keluarga dan

berkolaborasi dengan tim kesehatan lain atau berkoordinasi dengan pihak

yang berwenang.

BAB V

LAMPIRAN

20

Page 21: BAB I EBP (1)

Jurnal-jurnal penelitian terlampir.

DAFTAR PUSTAKA\

21

Page 22: BAB I EBP (1)

Barbara C.Long. (2000). Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.Morison, M.J. (2004). Seri Pedoman Praktis Manajemen luka, Jakarta: EGCSmeltzer and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Sudarth

Edisi 8. Jakarta: EGC.http://www.docstoc.com/docs/75472878/PATOFISIOLOGI-DAN-

PATOGENESIS-LUKA

http://blog.umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-luka.pdf

http://tandakehidupan.blogspot.com/2009/05/faktor-yang-memperlambat-

penyembuhan_9771.html

22