Upload
vongoc
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sektor pariwisata di Indonesia dewasa ini lebih diperkuat untuk menjadi salah
satu sektor yang dapat menyumbangkan peran penting dalam perekonomian dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut didorong oleh perkembangan dunia
pariwisata Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, terlihat
dari bertambahnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata di
Indonesia.
Pada tingkat daerah, sektor pariwisata diperkirakan akan menjadi penunjang
pendapatan daerah yang kontribusinya di masa mendatang memiliki prospek yang
menjanjikan. Sektor pariwisata juga mampu menggerakkan industri-industri kecil
sebagaimana dampak multiplier effect dari pariwisata itu sendiri. Secara nasional,
pariwisata diharapkan akan menjadi sektor utama penyumbang devisa terbesar yang
mampu menjadi pengganti pemasok devisa utama setelah menurunnya peran migas.
Sedangkan secara internasional, UNWTO (United Nations World Tourism
Organization), Badan Pariwisata Dunia, menegaskan bahwa pariwisata akan menjadi
industri terbesar di abad 21 bersama-sama dengan telekomunikasi dan teknologi
informasi. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar,
menyatakan pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39
persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu di atas pertumbuhan ekonomi
nasional yang mencapai 5,7 persen.1 Meskipun pertumbuhan ekonomi global saat ini
terpuruk, namun pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia malah mengalami
peningkatan yang signifikan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut
1http://travel.tempo.co/read/news/2014/03/06/202559869/pariwisata-indonesia-lampaui-pertumbuhan-
ekonomi. pada tanggal 8 Mei 2015 pukul 02.01
2
tentu menjadi tolak ukur bagi pemerintah untuk meningkatkan pembangunan sektor
pariwisata, dimulai dari sektor pariwisata daerah.
Yogyakarta sendiri adalah kota yang memiliki daya tarik pariwisata yang
tinggi di Indonesia. Kearifan lokal, kekayaan budaya, kekayaan akan sumber daya
alam yang mampu memikat mata wisatawan lokal maupun mancanegara dimiliki kota
yang menyandang predikat sebagai Kota Pelajar dan Budaya. Merujuk peta
kepariwisataan nasional, potensi Yogyakarta menduduki peringkat kedua setelah
Bali.2 Penilaian tersebut didasarkan pada keragaman obyek dan spesifitas obyek
pariwisata. Yogyakarta memiliki keragaman obyek wisata yang relatif menyeluruh
baik dari segi fisik maupun non fisik. Selain itu kesiapan sarana penunjang wisata dan
sumber daya manusia yang berkualitas menjadi faktor penting mengapa Yogyakarta
menjadi salah satu kota destinasi utama pariwisata di Indonesia.
Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai wilayah yang memiliki
situs-situs kebudayaan dan kepurbakalaan yang tersohor. Di samping itu, berbagai
ragam seni budaya masih tetap lestari hingga kini serta mendapat apresiasi yang
tinggi dari berbagai kalangan, bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga
mancanegara. Keberadaan museum di Yogyakarta tentu menjadi hal yang strategis,
dikarenakan museum dapat berperan sebagai rumah kebudayaan yang mengabadikan
peradaban adiluhung Nusantara, sekaligus memberikan pengetahuan dan wawasan
bagi siapa saja yang ingin mendalami sejarah, kebudayaan dan kehidupan masyarakat
negeri ini.
Namun keberadaan museum sebagai tempat wisata yang bersifat edukatif
tampaknya masih sangat jarang sekali dilirik oleh wisatawan. Kebanyakan akan lebih
memilih mengunjungi obyek-obyek wisata lain yang bersifat rekreatif seperti taman
hiburan dan pantai. Padahal di museum, wisatawan juga dapat memperoleh
pengalaman rekreasi sekaligus edukasi dengan biaya yang cukup murah. Sejatinya
2 http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-di-yogyakarta/pariwisata. pada tanggal 8
Mei 2015 pukul 00.08 WIB
3
museum merupakan sebuah tempat pembelajaran dimana pengunjungnya dapat
memperoleh pengetahuan, informasi tentang sejarah, budaya dan warisan bangsa
Indonesia. Banyak sekali kegiatan positif yang dapat dilakukan di museum, apabila
wisatawan telah berbekal rasa senang dahulu saat mengunjungi museum, museum
akan menjadi sebuah ajang dalam berkreasi-rekreasi, memperoleh informasi-edukasi,
nostalgia, berkompetisi dan inovasi.
Museum memiliki perbedaan koleksi antara museum yang satu dengan yang
lain sesuai dengan kriteria museum itu sendiri. Benda-benda koleksi yang berada di
museum seni tentu berbeda dengan benda koleksi di museum perjuangan atau
museum sains dan teknologi. Dari benda koleksi yang terdapat di sebuah museum
banyak hal yang dapat digali oleh pengunjung. Bukan hanya sebagai hiburan semata,
namun bermanfaat dalam bidang pengetahuan sosio-edukasi. Seperti dikemukakan
oleh M. Amir Sutaarga,
“…, padahal apabila musea kita disesuaikan dengan keadaan dan
tantangan djaman —ini hanja bisa, bila ia dikembangkan setjara
sewadjarnja dalam waktu yang singkat—nistjaja masyarakat kita akan
dapat mengambil faedah2 nja, istimewa untuk tujuan2 sosio-edukatif”3
Tujuan umum dari museum sendiri adalah sebagai sarana publik dalam
pemenuhan kebutuhan dibidang pendidikan dan ilmu pengetahuan serta pelestarian
benda-benda cagar budaya yang perlu diketahui oleh masyarakat. Museum tidak
hanya sebagai sebuah bangunan mati yang digunakan memajang benda-benda cagar
budaya. Lebih dari itu museum merupakan warisan manusia dari masa ke masa yang
amat penting untuk masa depan. Makna museum yang tinggi ini bahkan sudah
disadari sejak beberapa dekade lalu. Mohammad Amir Sutaarga dalam sebuah
tulisan berjudul “Museum problemen in Indonesie” (1956) menyebutkan bahwa
museum bukan semata-mata sebagai alat pencegah kemiskinan budaya, tetapi
3 M. Amir Sutaarga dalam R. Tjahjopurnomo dkk. 2011. Sejarah Permuseuman di Indonesia. Jakarta :
Direktorat Permuseuman. hal 103.
4
museum juga suatu lembaga untuk memajukan peradaban bangsa.4
Jumlah museum di Indonesia pada saat ini, tercatat sedikitnya 414 museum
menurut direktori Asosiasi Museum Indonesia pada bulan Mei 2015.5 Museum-
museum ini terdiri atas museum di lingkungan departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, museum-museum swasta, dan museum-museum Pemerintah Daerah.
Jumlah ini terus berkembang dengan munculnya museum-museum baru di Indonesia.
Dari koleksi-koleksi museum ini, pengunjung bisa mendapatkan banyak hal yang
menarik, seperti belajar sejarah, budaya suatu daerah atau bangsa, mengenal hal-hal
dari masa lalu ataupun melihat benda-benda yang sangat langka dan masih banyak
lainnya. Jumlah museum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri ada 33
museum yang tergabung dalam AMIDA (Asosiasi Museum Indonesia Daerah)
Yogyakarta dikenal juga sebagai BARAHMUS (Badan Musyawarah Musea). Ragam
museum di Yogyakarta mulai dari museum batik, museum kraton, museum seni,
museum purbakala, museum kelautan, museum vulkanologi, dan masih banyak lagi
yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Namun keberadaan museum sebagai
destinasi berwisata masih cukup rendah peminatnya. Rendahnya minat masyarakat
untuk datang mengunjungi museum menyebabkan museum tidak seramai obyek
wisata lainnya.
Penelitian ini akan mencoba mengungkapkan bagaimana Museum Tembi
Rumah Budaya yang pada awalnya adalah Pusat Studi Kebudayaan Jawa menjadi
sebuah museum budaya Jawa yang menyimpan ribuan koleksi dan kesusastraan Jawa
yang mampu menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung. Museum Tembi
Rumah Budaya adalah museum yang menyimpan benda-benda warisan budaya Jawa.
Museum yang diresmikan pada 21 Oktober 1999 bermula dari Lembaga Studi Jawa
yang pindah ke dusun Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul pada 6 September 1995.
Tembi Rumah Budaya tidak dibiayai oleh lembaga manapun sehingga semua
4 Tulisan berjudul Museum problemen in Indonesie dimuat dalam Majalah Indonesie, Van Hoeve, Den
Haag, Th ke-9, 1956. hal 510-514. 5 http://asosiasimuseumindonesia.org/ anggota/html/ pada tanggal 12 Oktober 2015 pukul 20.41 WIB
5
kegiatannya bersifat nirlaba. Untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya, pihak
pengelola mendapatkan pemasukan dari penyewaan dan pendapatan fasilitas yang
ada di dalam Tembi Rumah Budaya. Selain itu sumber dana juga didapat dari
kolektor barang-barang seni yang menitipkan karyanya. Tembi Rumah Budaya
digunakan juga sebagai wadah bagi seniman-seniman lokal Yogyakarta sebagai
media untuk menyalurkan kecintaan mereka pada dunia seni budaya, baik itu hanya
sekedar berdiskusi ringan tentang seni, seminar, mengadakan pertunjukan hingga
menggelar pameran seni dan budaya. Dalam penelitian ini, komunikasi museum pada
masyarakat akan dilihat melalui kacamata komunikasi pemasaran. Pendekatan ini
dilakukan dengan melihat museum sebagai intitusi non profit yang akan melakukan
usaha-usaha pemasaran untuk merepresentasikan dirinya pada masyarakat sehingga
tercipta sebuah hubungan yang positif, terbangunnya sebuah apresiasi dan pencitraan
yang baik dari masyarakat terhadap daya tarik yang ditawarkan oleh museum. Dalam
hal ini Tembi Rumah Budaya menawarkan museum yang sarat dengan nilai-nilai
budaya jawa yang mampu mengedukasi pengunjung bukan hanya dari koleksi-
koleksinya namun juga kegiatan di dalam museum itu sendiri ditambah dengan
fasilitas akomodasi hospitality yang mampu memberikan kesan berlibur ke masa lalu.
Berdasarkan uraian singkat latar belakang masalah tersebut, peneliti merasa
tertarik untuk mengambil judul:
“Pemanfaatan Media dalam Komunikasi Pemasaran oleh Museum Tembi Rumah
Budaya Yogyakarta untuk Menarik Minat Wisatawan”
6
1.2 Rumusan Masalah
Memasarkan museum konsep dasarnya hampir sama dengan memasarkan
produk-produk yang bersifat komersial. Hanya saja, hasilnya memang harus kembali
untuk kemajuan museum itu sendiri. Dan faktor-faktor pemasaran dalam museum
sedikit lebih unik dan spesifik dibandingkan pemasaran produk komersial pada
umumnya. Penelitian ini akan memfokuskan diri pada bagaimana sebuah museum
memanfaatkan media dalam melakukan komunikasi pemasaran pada masyarakat.
Agar mempermudah penelitian ini nantinya serta memiliki arah yang jelas
dalam menginterpretasikan fakta dan data kedalam penulisan skripsi, maka terlebih
dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan uraian latar
belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa saja media yang dimanfaatkan oleh Tembi Rumah Budaya dalam
komunikasi pemasaran untuk menarik minat wisatawan domestik?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui media apa saja yang digunakan oleh Tembi Rumah Budaya
dalam komunikasi pemasaran untuk menarik minat wisatawan domestik.
2. Mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh Tembi Rumah Budaya dalam
memanfaatkan media dalam komunikasi pemasaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini diharapkan akan
memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
7
1. Secara teoritis, yaitu sebagai referensi bagi peneliti lain dalam kerangka
pengembangan bidang ilmu komunikasi untuk melakukan penelitian lebih
lanjut.
2. Bagi pengelola, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan objektif
berupa kajian/penelitian mengenai kegiatan komunikasi yang telah dilakukan.
3. Bagi mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana pengembangan wawasan
dan pengembangan kemampuan analisis perencanaan strategis, dan juga
sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mendapat gelar sarjana.
1.5 Objek Penelitian
Objek penelitian yang menjadi fokus penelitian ini adalah komunikasi
pemasaran yang dilakukan oleh Museum Tembi Rumah Budaya.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1 Konsep Pemasaran Permuseuman
Pergeseran pandangan tentang permuseuman yang awalnya “collection
oriented”, berubah menjadi “public oriented” merubah banyak aspek dalam
komunikasi pemasaran museum. Museum tidak lagi statis hanya sebagai bangunan
mati yang menunggu datangnya pengunjung tapi dituntut untuk selalu dinamis
mengikuti perkembangan masyarakat sekarang. Kebijakan dan teknis
penyelenggaraan permuseuman harus mampu memenuhi kepuasan pengunjung dan
masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu museum kemudian memasukkan metode
dan strategi pemasaran ke dalam pengelolaan museumnya.
Hull (1990) dalam artikelnya yang berjudul “A new leaflet for the service or
the beginnings of a marketing strategy”, mengatakan bahwa, “Marketing is about
listening to our public and helping them understand who we are, what we do and why
museums could be important and relevant to them”. 6
6 Eilean Hooper-Greenhill. 1996. Museums and Their Visitors. London dan New York: Routledge. hal
24.
8
Strategi pemasaran museum saat ini dianggap dapat menjadi salah satu jalan
keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh museum berkaitan dengan upaya
membuka akses kepada masyarakat luas untuk mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman di museum, sekaligus memenuhi kebutuhan pengunjung.
1.6.2 Komunikasi Pemasaran Wisata Museum
Kegiatan pemasaran sangat menentukan keberhasilan pemasaran wisata
museum yang bertujuan untuk menarik lebih banyak pengunjung, lebih sering
melakukan kunjungan, lebih lama tinggal dan lebih banyak mengeluarkan uang di
tempat tersebut. Indikator tersebut adalah komponen dari permintaan jasa pariwisata.
Untuk mencapai keberhasilan indikator tersebut, dibutuhkan suatu komunikasi
pemasaran yang baik agar masyarakat dapat tertarik untuk dating berkunjung.
Komunikasi pemasaran dapat dipahami dengan menguraikan dua unsur
pokoknya yaitu komunikasi dan pemasaran. Dalam buku Onong Effendy (2003) kata
atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara etimologis
atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini
bersumber pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki makna “berbagi”
atau “menjadi milik bersama” yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau “kesamaan makna”, jadi komunikasi terjadi apabila terdapat
kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan
diterima oleh komunikan.7
Harrold Lasswell dalam Effendy (2003) mengatakan bahwa “Cara yang baik
untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai
berikut:
Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? Atau Siapa
Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?
7 Onong U Effendy. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
hal 30.
9
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima
unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?)8
Model Komunikasi Lasswell
Gambar 1.1
Semua aktivitas komunikasi melibatkan delapan elemen antara lain : Sumber,
penerjemah, pesan, saluran, penerima, interpretasi, gangguan, dan umpan balik.
Gambar 1.2
Unsur-unsur dalam proses komunikasi
Sumber : Terrence A Shimp, Periklanan dan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu (2003:164)
8 Ibid. hal 301.
Who
Communicator
Says What
Message
In Which
Channel
Medium
To Whom
Receiver
With What Effect Effect
Sumber
(menerjemahkan
pesan)
Sumber
(menerjemahkan
pesan)
Sumber
(menerjemahkan
pesan)
Sumber
(menerjemahkan
pesan)
Gangguan
Umpan Balik
10
Dari gambar dapat dijelaskan bahwa sumber (source) atau pengirim adalah
orang atau kelompok orang (misalnya sebuah perusahaan) yang memiliki pemikiran
(ide, rencana, dan lain-lain) untuk disampaikan kepada orang atau kelompok orang
lain. Sumber tersebut menerjemahkan (encoding) sebuah pesan untuk mencapai
tujuan komunikasi. Encoding adalah suatu proses menerjemahkan pemikiran kedalam
bentuk-bentuk simbolis. Sumber tersebut memilih tanda-tanda spesifik dari berbagai
kata, struktur kalimat, simbol dan unsur non-verbal yang amat luas pilihannya untuk
menerjemahkan sebuah pesan sehingga dapat dikomunikasikan dengan efektif kepada
khalayak sasaran.
Pesan (message) sendiri adalah suatu ekspresi simbolis dari pemikiran sang
pengirim. Dalam komunikasi pemasaran, pesan dapat berbentuk sebuah iklan, sebuah
presentasi penjualan, sebuah rancangan kemasan, berbagai petunjuk di tempat-tempat
pembelian (point of purchase) dan sebagainya. Saluran penyampaian pesan (message
channel) adalah suatu saluran yang dilalui pesan dari pihak pengirim bisa melalui
media cetak maupun elektronik, ataupun dilakukan secara langsung melalui
wiraniaga, telepon, brosur-brosur, display di tempat pembeli serta berita dari mulut ke
mulut.
Penerima (receiver) adalah orang atau kelompok orang yang dengan mereka
pihak pengirim berusaha untuk menyampaikan ide-idenya. Dalam komunikasi
pemasaran, penerima adalah pelanggan dan calon pelanggan suatu produk atau jasa
perusahaan. Decoding melibatkan aktivitas yang dilakukan penerima dalam
mengintepretasikan atau mengartikan pesan pemasaran. Sebuah pesan yang melintas
dalam suatu saluran dipengaruhi oleh stimulus-stimulus eksternal yang mengganggu.
Stimulus itu mengganggu penerimaan pesan dalam bentuk yang murni dan orisinil.
Gangguan atau distorsi tersebut dinamakan noise.
Unsur yang terakhir adalah umpan balik (feedback), memungkinkan sumber
pesan memonitor seberapa akurat pesan yang disampaikan dapat diterima. Umpan
balik memungkinkan sumber untuk menentukan apakah pesan sampai pada target
11
secara akurat atau apakah pesan tersebut perlu diubah untuk memberikan gambaran
yang jelas dibenak penerima. Karenanya mekanisme umpan balik member sumber
suatu kendali ukuran dalam proses komunikasi.9
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
penyampaian pesan yang berupa rangsangan, pikiran, ide, gagasan baik verbal
maupun non-verbal dari komunikator kepada komunikan melalui suatu media
sehingga menimbulkan efek tertentu.
Definisi pemasaran menurut William J. Stanton dalam Swastha (1999), adalah
suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, serta mendistribusikan barang
dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik pada pembeli yang ada maupun pembeli-
pembeli potensial.10
Dalam kaitannya dengan pariwisata, Salah Wahab, L.J. Crampon dan L.M
Rothfield dalam Soekadijo (1996) menjabarkan pemasaran pariwisata sebagai proses
manajemen yang digunakan oleh organisasi-organisasi pariwisata nasional atau
perusahaan-perusahaan kepariwisataan untuk mengidentifikasikan wisatawan-
wisatawan yang mereka pilih, baik yang aktual maupun yang potensial, dan
berkomunikasi dengan mereka untuk menentukan dan mempengaruhi keinginan,
kebutuhan, motivasi, kesenangan dan ketidaksenangan (likes and dislikes) mereka
pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional, dan untuk merumuskan dan
menyesuaikan produk pariwisata sesuai dengan situasi dengan maksud untuk
mencapai kepuasan wisatawan yang sebesar-besarnya, dan dengan demikian
mencapai sasaran mereka.11
9 Terence A Shimp. 2003. Periklanan dan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu.
Jakarta: Erlangga. hal 164. 10
Basu Swastha dan Irawan. 1999. Manajeman Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty. hal 5. 11
R.G Soekadijo. 1996. Anatomi Pariwisata. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. hal 218.
12
Pemasaran pariwisata menurut Krippendorf, dalam Salah Wahab (1997) adalah
sebagai berikut :
“Penyesuaian yang sistematis dan terkoordinasi mengenai kebijakan
dari badan-badan usaha wisata maupun kebijakan dalam sektor
pariwisata pada tingkat pemerintah, local, regional, nasional dan
internasional, guna mencapai suatu titik kepuasan optimal bagi
kebutuhan-kebutuhan kelompok pelanggan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya sekaligus untuk mencapai tingkat keuntungan yang
memadai.”12
Definisi tersebut selaras dengan definisi pemasaran pada umumnya,
khususnya dalam hal kepuasan konsumen sebagai tujuan utama, yang mengendalikan
penyesuaian kebijakan badan usaha pariwisata maupun kebijakan pemerintah.
Dari berbagai keterangan tersebut, dapat dirumuskan bahwa komunikasi
pemasaran secara umum adalah salah satu kegiatan pemasaran yang berusaha
menyebarkan informasi, mempengaruhi pasar yang menjadi target sasaran atas
perusahaan atau produk agar mengetahui, menerima, membeli dan loyal terhadap
produk yang ditawarkan.
Produk adalah sesuatu yang dihasilkan melalui proses produksi. Sedangkan
produk dari usaha pariwisata adalah segala barang dan layanan jasa yang dibutuhkan
oleh wisatawan sejak berangkat meninggalkan tempat kediamannnya, sampai ia
kembali ke tempat tinggalnya. Sebagian besar produk usaha pariwisata adalah jasa
atau layanan, sehingga memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk yang
dihasilkan oleh industri yang menghasilkan barang.
Karakteristik yang dimiliki oleh produk wisata tersebut berimplikasi terhadap
strategi pemasaran. Sebagaimana dilihat bahwa pemasaran masa kini berorientasi
kepada konsumen dengan titik berat pada inovasi produk di satu sisi dan kebutuhan
konsumen di lain pihak. Keberhasilan dalam memasarkan produk yang abstrak
tersebut sangat tergantung pada strategi pemasaran yang diterapkan. Itulah sebabnya
maka perlu dilakukan segmenting, targeting, positioning dan marketing mix.
12
Salah Wahab. 1997. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita. hal 27.
13
Sebagai produsen, konsumen diposisikan sebagai pihak yang kurang
mengetahui bagaimana untuk memenuhi kebutuhan, tidak sadar akan adanya produk
barang atau jasa yang ditawarkan. Sehingga konsumen juga berusaha mencari
informasi tersebut yang akhirnya ditangkap produsen untuk menyebarkan informasi
tentang produk kepada konsumen. Konsumen yang telah tahu atas informasi produk
barang atau jasa yang ditawarkan juga belum tentu tertarik pada barang atau jasa
yang ditawarkan. Sehingga produsen menggencarkan bujuk rayunya melalui kegiatan
promosi dengan berkomunikasi dengan konsumen. Disinilah pemahaman komunikasi
produsen dan konsumen sangat penting peranannya. Menurut Soemanagara
komunikasi pemasaran merupakan bentuk komunikasi yang ditujukan untuk
memperkuat strategi pemasaran guna memperoleh segmentasi yang lebih luas
sehingga dapat dikatakan bahwa posisi komunikasi pemasaran merupakan bagian
dalam sebuah desain kegiatan pemasaran yang ditetapkan perusahaan.13
Museum dapat dikatakan memasarkan jasa yaitu jasa dalam memberikan ilmu
pengetahuan dan hiburan kepada pengunjung museum. Cara pemasarannya ialah
dengan menunjukkan tata pameran, menjelaskan tentang benda-benda koleksi secara
baik, mengedukasi pengunjung bahwa museum dapat digunakan untuk menimba ilmu
pengetahuan, menyajikan dan memberitahukan apa saja agenda dan fasilitas yang
dapat memanjakan pengunjung, serta menawarkan keunikan dari museum itu sendiri.
Sehingga semua hal tersebut meyakinkan pengunjung atau wisatawan museum bahwa
mengunjungi museum itu mampu meningkatkan ilmu pengetahuannya secara singkat
sambil berekreasi.
Menurut Lovelock dalam Vellas (1999), positioning merupakan proses untuk
menciptakan dan mempertahankan tempat khusus bagi penawaran produk organisasi
dan atau individu di pasar.14
Menurut Craven (1991) bahwa positioning memegang
peran yang sangat besar dalam strategi pemasaran, setelah melakukan analisis pasar
13
Rd. Soemanagara. 2008. Strategic Marketing Communication, Konsep Strategi dan Terapan.
Bandung: Alfabeta. hal. 4. 14
Francois Vellas dan Lionel Becherel. 1999. The International Marketing of Travel and Tourism : A
Strategic Approach. Press Ltd: MacMillan. hal 397.
14
dan pesaing dalam suatu analisis internal perusahaan (total situation analysis).15
Menurut Kotler dan Amstrong (2008), positioning merupakan aktivitas yang akan
membedakan produk dan merek dari pesaing dibenak konsumen berdasarkan atribut
atau manfaat yang ditawarkan merek atau produk tersebut.16
Positioning merupakan
salah satu dari tiga strategi pemasaran yang terdiri dari segmenting, targeting dan
positioning. Strategi ini adalah sebuah strategi yang berusaha menciptakan
diferensiasi yang unik dalam benak konsumen sehingga terbentuk citra (image)
merek atau produk yang lebih menarik daripada merk atau produk pesaing sehingga
museum memiliki ciri khasnya sendiri.
Menurut Kotler dan Fox, citra didefinisikan sebagai jumlah dari gambaran-
gambaran, kesan-kesan dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap suatu objek.17
Ibrahim dan Gill (2005) dalam Martaleni (2011) menyatakan bahwa untuk
pengembangan strategi pemasaran, mengharuskan pelaku pariwisata mengukur image
konsumen tentang produk daerah tujuan wisata dan mengidentifikasi seberapa puas
mereka dengan produk yang telah ditawarkan.18
Setelah itu promosi dilakukan agar
objek wisata tersebut dapat bersaing dengan objek-objek pariwisata sejenis yang
terdapat di daerah-daerah lainnya. Selain itu promosi juga dilakukan agar
menciptakan sebuah citra yang kuat dalam benak konsumen.
Menurut Lupiyoadi, marketing mix adalah seperangkat komponen pemasaran
yang bertujuan untuk terus menerus mencapai target dari sebuah kegiatan pemasaran.
Marketing mix terdiri dari empat variabel yang saling berkaitan dan mempengaruhi
pembuatan keputusan-keputusan pemasaran, yaitu :
15
David W. Cravens dalam jurnal Positioning dalam Strategi Pemasaran. Diakses dari http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/04/peran-positioning-dalam-strategi.html. pada tanggal 6 mei 2015 pukul
15.26 16
Philip Kotler dan Neil Amstrong. Loc.Cit. 17
Sutisna. 2003. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja Rosda Karya. hal
83. 18
Martaleni. 2011. Positioning Daerah Tujuan Wisata Berdasarkan pada Kepuasan, Image dan
Loyalitas Konsumen: Studi pada Daerah Tujuan Wisata Malang Raya. Jurnal Aplikasi Manajemen
Gajayana Vol. 9, No1. hal 292.
15
a. Product
Setiap produk barang atau jasa merupakan suatu komunikasi. Menurut Kotler
(2001) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat
perhatian, dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau
kebutuhan. Produk dapat berupa objek secara fisik, jasa, orang, tempat, ide,
organisasi, dan sebagainya.19
Produk juga merupakan suatu keseluruhan konsep objek
atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen.20
Keputusan-
keputusan tentang produk ini mencakup bentuk penawaran secara fisik, merknya,
kemasan, garansi dan servis sesudah penjualan.21
Setelah setiap hal tersebut telah
dikaji maka keputusan tentang harga, distribusi dan promosi dapat diambil. Dalam
hal produk pariwisata sendiri, merupakan suatu bentukan yang nyata (tangible
product) dan tidak nyata (intangible product), dikemas dalam suatu kesatuan
rangkaian perjalanan yang hanya dapat dinikmati apabila seluruh rangkaian
perjalanan tersebut telah memberikan pengalaman seperti yang diharapkan pada
orang yang telah melakukan perjalanan atau menggunakan produk tersebut. Produk
pariwisata pada dasarnya adalah tidak nyata, karena dalam suatu rangkaian perjalanan
terdapat berbagai macam unsur yang saling melengkapi, tergantung pada jenis
perjalanan yang dilakukan oleh wisatawan. Dengan demikian produk pariwisata dapat
diartikan sebagai keseluruhan fasilitas dan pelayanan yang dapat dinikmati oleh
wisatawan mulai dari daerah asal, daerah transit, selama berada di destinasi wisata,
sampai kembali ke daerah asal wisatawan. Karena merupakan suatu kesatuan, produk
pariwisata juga harus ditunjang oleh keanekaragaman atraksi wisata, fasilitas dan
pelayanan, aksesibilitas pendukung yang mempermudah wisatawan dalam melakukan
perjalanan wisata. Produk dalam museum dapat diasumsikan sebagai benda koleksi,
19
Philip Kotler dan AB. Susanto. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
hal 560. 20
Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba Empat. hal
71. 21
Basu Swastha dan Irawan. 1985. Manajeman Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty. hal 79.
16
galeri utama, pameran khusus, atraksi, wahana ataupun bagian lain museum yang
terbuka untuk umum seperti restoran atau kafe.
b. Price
Pada setiap produk atau jasa yang ditawarkan, bagian pemasaran berhak
menentukan harga pokoknya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penetapan harga tersebut antara lain biaya, keuntungan, praktek persaingan, dan
perubahan keinginan pasar.22
Strategi dalam penentuan harga sangat signifikan dalam
memberikan nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk, serta kepuasan
konsumen untuk membeli. Penentuan harga juga berhubungan dengan pendapatan
dan turut mempengaruhi penawaran atau saluran pemasaran. Akan tetapi hal
terpenting adalah keputusan dalam penentuan harga harus konsisten dengan strategi
pemasaran secara keseluruhan.23
Harga digunakan untuk menarik perhatian
wisatawan. Harga tiket masuk museum tidak harus sama untuk setiap pengunjung,
semakin terjangkau harga tiket masuk dan harga-harga di fasilitas penunjang dan
kegiatan di museum akan lebih menarik untuk wisatawan datang.
c. Place
Variabel place berkaitan dengan proses distribusi yang dilakukan. Keputusan-
keputusan yang menyangkut dengan variabel ini adalah: (a) Sistem transportasi, (b)
Sistem penyimpanan, dan (c) Pemilihan saluran distribusi.
Sistem pengangkutan antara lain keputusan tentang pemilihan alat transportasi
(pesawat, kereta, kapal, truk, pipa), penentuan jadwal pengiriman, penentuan rute
yang harus ditempuh, dan seterusnya. Dalam sistem penyimpanan, bagian pemasaran
harus menentukan letak gudang, jenis peralatan yang dipakai untuk menangani
material maupuun peralatan lainnya. Sedangkan pemilihan saluran distribusi
menyangkut keputusan-keputusan tentang penggunaan penyalur (pedagang besar,
22
Ibid. Loc. Cit. 23
Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani. Op. Cit. hal 72.
17
pengecer, agen, makelar), dan bagaimana menjalin kerjasama yang baik dengan
penyalur tersebut.24
Dalam hal produk jasa wisata museum variabel place dapat
diasumsikan sebagai keterjangkauan obyek wisata yang ditawarkan dan latar
belakang dari tempat obyek wisata itu sendiri serta berbagai acara yang
diselenggarakan maupun diikuti oleh museum.
d. Promotion.
Promotion, promosi merupakan semua jenis kegiatan pemasaran yang
ditujukan untuk mendorong permintaan.25
Termasuk dalam kegiatan promosi adalah :
periklanan, personal selling, promosi penjualan dan publisitas. Beberapa keputusan
yang berkaitan dengan periklanan ini adalah pemilihan media (majalah, televisi, surat
kabar, dan sebagainya), penentuan bentuk iklan dan beritanya.26
Promosi penjualan
dilakukan dengan mengadakan suatu pameran, peragaan, demonstrasi, contoh-contoh,
dan sebagainya. Sedangkan publisitas merupakan kegiatan yang hampir sama dengan
periklanan, hanya biasanya dilakukan dengan tanpa biaya.27
Evans dan Berman
(1992) mendefinisikan promosi sebagai segala bentuk komunikasi yang digunakan
untuk menginformasikan (to inform), membujuk (to persuade) atau mengingatkan
orang-orang tentang produk yang dihasilkan organisasi individu atau rumah tangga
dari penjual kepada para pembeli potensial (konsumen).28
Kotler dan Kotler (2008), menambahkan bauran pemasaran ini menjadi
tactical marketing, yang merupakan alat dan keahlian pemasaran yang digunakan
24
Basu Swastha dan Irawan. Loc. Cit. 25
Martin L. Bell dalam Basu Swastha. Ibid. hal 349. 26
Ibid. hal 80. 27
Ibid. Loc. Cit. 28
Evans dan Berman dalam Bilson Simamora. 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif
dan Profitabel. Jakarta: Gramedia. hal 285.
18
untuk mencapai aktivitas pemasaran, dengan menambahkan elemen people, yang
kemudian kenal dengan sebutan 5P.29
Variabel-variabel marketing mix tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk
merumuskan suatu strategi pemasaran yang dapat menempatkan produk ataupun jasa
yang ditawarkan menjadi lebih mapan posisinya di dalam pasar. Dari kelima variabel
dalam marketing mix tersebut promosi adalah alat utama dalam menjalankan strategi
komunikasi pemasaran. Variabel lainnya adalah penentu agar komunikasi yang
dilakukan dapat efektif dalam menyampaikan isi pesan kepada konsumen.
Penelitian ini juga akan membahas tentang pengembangan wisata museum
melalui salah satu variabel komunikasi pemasaran yaitu promosi. Promosi pada
dasarnya merupakan usaha komunikasi dari (produsen) organisasi atau pengusaha
pada konsumen dalam menyampaikan informasi mengenai produk atau jasa yang
ditawarkan. Promosi juga dapat diartikan sebagai arus informasi atau persuasi satu
arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang
menciptakan pertukaran dalam pemasaran.30
Promosi adalah semua jenis kegiatan
pemasaran yang ditujukan untuk mendorong permintaan.31
Dalam hal ini ada delapan langkah pengembangan promosi dan komunikasi
yang dapat dipakai agar kegiatan tersebut dapat berjalan efektif.
a. Mengidentifikasi target audiens
Tahap ini untuk menentukan target audiens yang diinginkan, bisa
merupakan individu, kelompok masyarakat khusus atau umum. Bila
perusahaan telah melakukan segmentasi dan penargetan, maka segmen itulah
yang menjadi target audience.
29
Neil, Phillip and Wendy Kotler. 2008. Museum Strategy and Marketing: designing missions, building
audiences, generating revenue and resources 2nd edition. San Fransisco: Jossey Bass. hal 28. 30
William G. Nickels dalam Basu Swastha. Op.Cit. hal 349 31
Martin L. Bell dalam Basu Swastha. Loc.Cit.
19
b. Menentukan tujuan promosi
Setelah mengetahui target audience dan karakteristiknya, maka
kemudian dapat menentukan tanggapan apa yang dikehendaki. Perusahaan
harus menentukan tujuan komunikasinya, bisa untuk menciptakan
kesadaran, pengetahuan, kesukaan, pilihan, keyakinan atau pembelian.
c. Merancang pesan
Perusahaan harus dapat menyusun pesan yang efektif. Idealnya, suatu
pesan harus mampu mengundang perhatian (attention), menarik (interest),
membangkitkan keinginan (desire), dan menghasilkan tindakan (action),
yang semuanya dikenal sebagai metode AIDA. Pesan yang efektif juga
harus dapat menyelesaikan empat masalah, yaitu how, what, when dan who.
d. Menyeleksi saluran komunikasi
Perusahaan harus menyeleksi saluran-saluran komunikasi yang efisien
untuk membawakan pesan. Saluran komunikasi itu bisa berupa komunikasi
personal ataupun non-personal.
e. Menetapkan jumlah anggaran untuk promosi
Menetapkan anggaran sangat penting karena untuk menentukan media
promosi pastilah bergantung pada jumlah anggaran yang tersedia.
f. Menentukan bauran promosi
Alat promosi bisa melalui periklanan, penjualan perorangan, promosi
penjualan, atau hubungan masyarakat, dan lain-lain. Alat promosi bisa juga
berupa bauran dari alat-alat tersebut.
g. Mengukur hasil promosi
Setelah melaksanakan rencana promosi, perusahaan harus mengukur
dampaknya pada target audiens, apakah mereka mampu mengenal dan
mengingat pesan-pesan yang diberikan. Berapa kali melihat pesan tersebut,
apa saja yang masih diingat, bagaimana sikap mereka terhadap produk atau
jasa tersebut, dan sebagainya.
20
h. Mengelola dan mengkoordinasi proses komunikasi
Hal ini perlu karena jangkauan komunikasi yang luas dari alat dan
pesan komunikasi yang tersedia untuk mencapai target audiens. Jika tidak
dikoordinasikan dengan baik, pesan bisa menjadi tidak powerful saat produk
tersedia, tidak konsisten, atau efektif lagi.`32
Dalam upaya promosi terdapat bauran promosi yang merupakan kombinasi
strategi yang paling baik dari variabel-variabel alat-alat promosi yang semuanya
direncanakan untuk mencapai tujuan program penjualan.33
Menurut Kotler (1995) bauran komunikasi pemasaran disebut juga bauran promosi
terdiri dari lima kiat utama yaitu :34
1. Periklanan : semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang
atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dengan mendapat bayaran.
2. Pemasaran langsung : penggunaan surat, telepon, dan alat penghubung non
personal lainnya untuk berkomunikasi dengan atau mendapatkan respon dari
pelanggan tertentu.
3. Promosi penjualan :
insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli
produk/jasa.
4. Humas dan publisitas :
berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau melindungi
citra perusahaan/produk individualnya.
5. Penjualan personal :
interaksi langsung antara satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan
melakukan penjualan.
32
Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani. Op. Cit. hal 123-124. 33
William J. Stanton dalam Basu Swastha. Op. Cit. hal. 350. 34
Philip Kotler. 1995. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Salemba Empat. hal 704.
21
1.6.3 Elemen Komunikasi Pemasaran
Menurut Brannan (1998), tujuan setiap komunikasi pemasaran adalah untuk
menyampaikan pesan tertentu kepada kelompok sasaran tertentu dengan cara yang
jelas dan efektif untuk melaksanakan komunikasi bagi sebuah lembaga atau
perusahaan, orang harus memahami hierarki komunikasi. Selain itu juga untuk
menyampaikan pesan tertentu yang berhubungan dengan produk yang dipasarkan dan
kemudian bisa diperoleh umpan balik dari konsumen.35
Secara sistematis model komunikasi pemasaran tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1.3
Model Komunikasi Pemasaran
Sumber : Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran (1997:221)
Terdapat tiga unsur pokok dalam struktur proses komunikasi pemasaran
sebagaimana terlihat pada bagan diatas, antara lain :36
1. Pelaku Komunikasi
Pelaku komunikasi terdiri atas pengirim (sender)/komunikator yang
bertugas menyampaikan pesan pada penerima (receiver). Komunikator
dalam hal ini adalah perusahaan sebagai produsen, sedangkan penerimanya
35
Tom Brennan. 1998. Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal 2. 36
Fandy Tjiptono. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. hal 221.
Gagasan
Pemahaman
Pengirim
Media
Encode
Decode
Pesan
Feedback
Encode
Decode
Pemahaman
Penerima
Respon Gangguan
Gangguan fisik
Masalah semantic
Perbedaan budaya
Ketiadaan feedback
Efek status
22
adalah khalayak, seperti halnya pasar, pribadi, organisasi, juga masyarakat
umum.
2. Material Komunikasi
Terdapat beberapa material komunikasi pemasaran yang penting, yaitu :
a. Ide/gagasan, yakni suatu materi pokok yang akan disampaikan
pengirim.
b. Pesan (message), yakni himpunan berbagai simbol dari suatu gagasan.
Pesan dapat dikomunikasikan melalui suatu media.
c. Media, yakni merupakan pembawa pesan komunikasi. Pilihan media
bisa bersifat personal maupun non personal. Media personal dapat
dipilih dari tenaga penganjur (misalnya konsultan), tenaga ahli
profesional, atau dari masyarakat umum. Media non personal meliputi
media massa (radio, televisi, internet, surat kabar, majalah, tabloid,
pamflet, spanduk, dan sebagainya), kondisi lingkungan (ruangan,
gedung) ataupun peristiwa tertentu (hari-hari besar)
d. Response, yaitu merupakan reaksi pemahaman atas pesan yang
diterima oleh penerima.
e. Feed back, yaitu umpan balik dari sebagian atau keseluruhan respon
yang dikirim kembali oleh penerima.
f. Gangguan atau (noise), yaitu segala sesuatu yang dapat menghambat
kelancaran proses komunikasi. Paling tidak terdapat lima macam
gangguan yang biasanya menghambat proses komunikasi pemasaran,
yakni gangguan fisik, masalah semantik/bahasa, perbedaan budaya,
efek status dan ketiadaan umpan balik.
23
3. Proses Komunikasi
Proses komunikasi dapat terlihat pada proses penyampaian pesan dari
pengirim kepada penerima, maupun pengiriman kembali respon dari penerima kepada
pengirim. Dalam proses ini akan terjadi kegiatan encoding (fungsi mengirim) dan
decoding (fungsi menerima)
a. Encoding merupakan proses merancang/mengubah gagasan secara
simbolik menjadi suatu pesan untuk disampaikan kepada penerima.
b. Decoding merupakan proses menguraikan/mengartikan simbol
sehingga pesan yang diterima dapat dimengerti.
Komunikasi pemasaran meliputi tiga tujuan utama yakni untuk menyebarkan
informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi untuk melakukan pembelian atau
menarik konsumen (komunikasi persuasif) dan mengingatkan khalayak untuk
melakukan pembelian ulang (komunikasi mengingatkan kembali).37
Dalam strategi pemasaran, tercakup konsep dasar komunikasi yang
direncanakan. Program-program kegiatan ini merupakan pesan yang ingin
disampaikan perusahaan agar dapat mencapai sasaran yang dituju. Konsep yang
sering digunakan untuk menyampaikan pesan adalah apa yang disebut dengan bauran
komunikasi pemasaran yang disebut juga dengan bauran promosi. Menurut William
J. Stanton dalam Swastha (1999) mendefinisikan bauran promosi atau promotional
mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan,
personal selling,dan alat promosi lain, yang semuanya direncanakan untuk mencapai
tujuan program penjualan.38
Menurut Philip Kotler (1995), bauran komunikasi
pemasaran terdiri atas lima alat utama, yaitu iklan (advertising), promosi penjualan
(sales promotion), humas dan publisitas (public relations) penjualan personal
(personal selling), serta pemasaran langsung (direct marketing).
37
Fandy Tjiptono. Loc. Cit. 38
Basu Swastha dan Irawan. Op.Cit. hal 349.
24
Komponen-komponen serta karakteristik masing-masing bauran promosi tersebut
adalah :39
1. Periklanan
Semua bentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang ide, barang
dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu. Keuntungan-keuntungan
penggunaan iklan untuk berkomunikasi dengan para pembeli antara lain :
biaya yang rendah per pemasangan, keragaman media (surat kabar, majalah,
TV, radio, surat-surat pos dan iklan di jalanan), pengendalian pemasangan, isi
pesan yang konsisten dan kesempatan untuk mendesain pesan yang kreatif.
Selain itu daya tarik dari pesan dapat disesuaikan bila tujuan komunikasi
berubah.40
2. Promosi penjualan
Promosi penjualan terdiri dari semua kegiatan pemasaran yang
mencoba merangsang terjadinya aksi pembelian suatu produk yang cepat atau
terjadinya pembelian dalam waktu yang singkat.41
Walaupun kiat promosi penjualan melalui kupon, kontes, premi dan
sejenisnya sangat berbeda, mereka memiliki tiga karakteristik yang menonjol
yaitu :42
a. Komunikasi : mereka menarik perhatian dan bahasanya memberi
informasi yang dapat menuntun konsumen keproduk itu.
b. Insentif : mereka menggabungkan kelonggaran, bujukan/kontribusi yang
memberi nilai bagi konsumen.
c. Undangan : mereka mencakup undangan yang nyata untuk terlibat dalam
transaksi itu sekarang.
Perusahaan menggunakan kiat promosi penjualan untuk menciptakan respon
yang lebih kuat dan lebih cepat.
39
Philip Kotler. Op. Cit. hal 704. 40
David W Cravens. 1996. Pemasaran Strategis. Jakarta: Erlangga. hal 77. 41
Terence A Shimp. Op. Cit. hal 6. 42
Philip Kotler dan AB Susanto. Op. Cit. hal 774.
25
3. Pemasaran langsung (direct marketing)
Pemasaran langsung memiliki beberapa bentuk surat langsung, pemasaran
jarak jauh, pemasaran lewat elektronik dan seterusnya, pemasaran langsung ini
memiliki beberapa karakter sendiri yaitu :43
a. Tidak umum : pesan itu biasanya ditujukan untuk orang tertentu dan tidak
menjangkau yang lain.
b. Dibuat khusus : pesan itu dapat dibuat khusus untuk menarik individu
yang dituju.
c. Up to Date : suatu pesan dapat disiapkan dengan sangat cepat untuk
disampaikan pada seorang individu.
4. Humas dan Publisitas (Public Relations dan Publicity)
Berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan/atau
melindungi citra perusahaan atau masing-masing produk. Hubungan masyarakat dan
publikasi juga memegang peranan yang penting dalam kegiatan komunikasi
pemasaran. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pejabat humas yang berkoordinasi
dengan bagian pemasaran untuk lebih aktif menyampaikan kegiatan-kegiatan yang
mampu mengangkat citra perusahaan dimata publik.
Menurut Brennan daya tarik humas terletak pada tiga kualitas khusus44
a. Kredibilitas tinggi : cerita dan keistimewaan baru tampak lebih otentik dan
dapat dipercaya bagi pemberi daripada iklan.
b. Terbuka : humas dapat menjangkau banyak calon konsumen yang
mungkin menghindari iklan dari wiraniaga. Pesan sampai ke pembeli
sebagai berita bukan komunikasi yang diarahkan untuk penjualan.
c. Dramatisasi : humas memiliki fungsi seperti iklan, potensi untuk
mendramatisir suatu perusahaan atau produk.
43
Ibid. Loc. Cit. 44
Tom Brennan. Op. Cit. hal 75.
26
5. Penjualan Personal
Penjualan personal (personal selling) adalah bentuk komunikasi antar
individu dimana tenaga penjual/wiraniaga menginformasikan, mendidik dan
melakukan persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau jasa
perusahaan.45
Penjualan personal adalah kiat yang paling efektif biaya-biaya dalam
tahap-tahap dan tindakan, alasannya adalah penjualan personal bila dibandingkan
dengan iklan memiliki kualifikasi khusus yaitu :46
a. Konfrontasi personal : penjualan personal melibatkan hubungan yang
hidup, cepat dan interaktif antara dua atau lebih orang. Tiap pihak dapat
saling mengamati kebutuhan dan karakteristik masing-masing dengan
dekat dan membuat penyesuaian yang cepat.
b. Pengembangan : penjualan personal memungkinkan semua jenis
hubungan berkembang dari hubungan berdasarkan penjualan sampai
hubungan personal yang dalam. Wakil penjualan yang efektif biasanya
akan mengingat minat pelanggan mereka bila menginginkan hubungan
yang berlangsung lama.
c. Respons : penjualan personal membuat pembeli merasa berkewajiban
untuk mendengar perkataan wiraniaga itu. Pembeli akan lebih
memperhatikan dan merespon bahkan bila responnya adalah terima kasih
yang sopan.
Sedangkan dalam buku Manajemen Pemasaran Jasa karangan Rambat
Lupiyoadi dan A. Hamdani bauran promosi terdiri atas enam komponen alat promosi.
Masing-masing alat promosi akan dijelaskan secara lebih spesifik dalam tabel bauran
promosi barang dan jasa.
45
Terence A Shimp. Op. Cit. hal 5. 46
Philip Kotler dan AB Susanto. Op. Cit. hal 74.
27
Tabel 1.1
Bauran Promosi Barang dan Jasa47
No. Perangkat Promosi Tujuan/Peranan Alat/Media/Personal
1.
Periklanan
Memberi informasi secara panjang lebar dan menerangkan
produk jasa dalam tahap perkenalan Surat kabar, Majalah, Televisi
Membujuk calon pelanggan sehingga menciptakan permintaan
yang selektif akan merk tertentu Televisi
Menjaga pelanggan agar tetap ingat terhadap produkatau jasa Radio dan Surat kabar (lakukan dengan
frekuensi yang temporer)
Meyakinkan pelanggan bahwa mereka telah mengambil pilihan
yang tepat
Televisi dan Surat kabar (dengan
penekanan terhadap pencapaian optimal
yang pernah diraih perusahaan)
2.
Penjualan Perorangan
Meningkatkan interaksi secara personal antara penyedia jasa dan
pelanggan
Salesman dan Sales Promotion Girls
(SPG)
Memberikan pemahaman tentang penguasaan produk secara
lebih persuasive
Mengarahkan dan menanamkan keyakinan kepada pelanggan
untuk melakukan tindakan pembelian
3.
Promosi Penjualan
Memberikan pemahaman tentang penguasaan produk secara
lebih persuasive Brosur, Lembar informasi, Demo produk
Mempengaruhi citra pelanggan terhadap jasa yang diberikan
Penawaran Gratis, Sampel, demo produk,
kupon, pengembalian tunai, hadiah,
perlombaan, dan garansi
Memperkenalkan jasa yang diberikan kepada pelanggan
Diskon, Advertising Allowance, iklan
kerjasama, distribution contest, demo
produk
4.
Public Relation
Membangun citra perusahaan dan memperkuat positioning
perusahaan
Acara-acara penting/ Publikasi/
Sponsorship
Melakukan komunikasi public yang efektif dan mengantisipasi
isu-isu yang berkembang Personal Incharge
Melakukan peluncuran produk atau jasa baru yang diberikan Acara-acara penting/ Pameran
5.
Informasi dari mulut ke
mulut
Menyampaikan pesan tentang keunggulan jasa yang diberikan Account Executive/Salesman/Sales
Promotion Girls/ Personal Incharge
Mempengaruhi calon konsumen dengan memanfaatkan
pelanggan yang loyal terhadap jasa yang diberikan (costumer get
costumer)
Konsumen/ Pelanggan yang loyal
Meyakinkan calon konsumen tentang keunggulan jasa Account Executive/Salesman/Sales
Promotion Girls/ Personal Incharge
6.
Penjualan Langsung
Memberikan pemahaman tentang pengetahuan produk secara
lebih persuasive
Direct Mail, Mail order, Direct Selling,
Telemarketing, Digital Marketing
Mempengaruhi citra pelanggan terhadap jasa yang diberikan Direct Selling, Telemarketing, Digital
Marketing
Memperkenalkan jasa yang diberikan kepada pelanggan Direct mail, mail order, Telemarketing
Tujuan dari adanya komunikasi pemasaran pariwisata secara umum adalah
untuk memberitahukan dan mengingatkan produk pariwisata, memberikan informasi
tentang perubahan harga jasa-jasa yang disediakan, meluruskan informasi yang
47
Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani. Op. Cit. hal 132-133.
28
keliru, mengurangi ketakutan atau kekhawatiran calon wisatawan dan membangun
citra perusahaan atau destinasi wisata. Selain itu komunikasi pemasaran pariwisata
yang tepat juga berfungsi untuk membujuk calon wisatawan berwisata dan mengubah
persepsi wisatawan terhadap produk pariwisata yang ditawarkan. Promosi pada
dasarnya merupakan proses penting dalam suatu perusahaan, tak terkecuali bagi
pengelola Tembi Rumah Budaya dalam memasarkan produk wisatanya. Dalam hal
ini Tembi Rumah Budaya memanfaatkan berbagai media yang ada sebagai piranti
bauran promosi untuk menarik minat wisatawan.
1.7 Kerangka Konseptual
Sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat menjanjikan dalam
menggerakan roda perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Namun
kerasnya persaingan usaha dalam sektor pariwisata membuat para pelaku bisnis
dalam industri pariwisata dituntut agar lebih aktif dan kreatif untuk melakukan
kegiatan pemasaran. Industri pariwisata tidak akan dapat berkembang apabila tidak
ada kunjungan dari wisatawan ke obyek wisata yang ditawarkan. Oleh sebah itu
kegiatan pemasaran sangat menentukan keberhasilan industri pariwisata yang
bertujuan untuk menarik lebih banyak wisatawan, lebih sering kunjungan, lebih lama
tinggal dan lebih banyak mengeluarkan uang di tempat yang dikunjunginya. Untuk
mencapai keberhasilan indikator tersebut suatu strategi komunikasi pemasaran yang
baik sangat dibutuhkan. Dalam hal pemasaran museum, intensitas kunjungan
wisatawan yang tinggi dan berkesinambungan merupakan indikator utama
keberhasilan strategi komunikasi pemasaran suatu museum.
Museum adalah lembaga nirlaba yang tidak hanya berfungsi mengoleksi dan
merawat, tetapi juga meneliti dan mengkomunikasikan informasi yang dikandung koleksinya.
Museum bukan lagi menjadi “gudang budaya”, tetapi merupakan pusat pengetahuan budaya
yang menjadi pemancar ilmu pengetahuan yang diperoleh dari koleksi dan menjadikannya
informasi bagi masyarakat banyak. Informasi adalah elemen dasar dari pengetahuan.
Keberadaan dan aktualisasinya adalah hasil dari proses komunikasi antara individu dengan
29
dunia di sekitarnya (Maroevic, 1995). Dalam konteks museum, informasi yang dihasilkan
adalah proses komunikasi antara pengetahuan yang didapat dari koleksi, diolah oleh
pengelola museum dan kemudian disajikan di ruang publik dalam kemasan yang beragam.
Pengolahan ini menjadi suatu proses yang selalu harus mengalami tinjauan ulang, karena
untuk menjaga kesegaran dan relevansi informasi yang dihasilkan. Museum sendiri
merupakan sebuah media komunikasi yang juga mempergunakan media komunikasi
pemasaran untuk menarik pengunjungnya. Perencanaan media menjadi hal yang krusial
dalam pemasangan iklan dan promosi sebuah produk barang dan jasa, brand, ataupun
perusahaan, dalam hal ini museum juga merupakan sebuah produk budaya. Persiapan
yang matang dalam menentukan komunikasi yang efektif sangat diperlukan agar
pesan yang disampaikan mendapat perhatian lebih dari target audiens.
Terdapat beberapa macam media untuk menyampaikan pesan maupun
promosi. Televisi memiliki karakteristik yang menggabungkan antara gambar dan
suara. Majalah dapat menyampaikan lebih banyak informasi yang dapat disimpan
atau dibaca kembali oleh target audiens. Surat kabar juga memiliki keunggulannya
sendiri begitu juga dengan media interaktif seperti internet. Jenis produk (barang dan
jasa) yang diiklankan juga mempengaruhi pemilihan media. Proses perencanaan
media bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam hal ini terdapat sejumlah media,
seperti televisi, surat kabar, radio, dan majalah termasuk juga media luar seperti
poster, spanduk, dan sebagainya. Berbagai macam bentuk media pendukung lainnya
seperti pemasaran langsung, media interaktif, media peraga(display) juga harus
dipertimbangkan dalam perencaan media. Menurut George dan Michail Belch (2001),
perencanaan media (media planning) adalah serangkaian keputusan yang terlibat
dalam menyampaikan pesan informasi kepada calon pembeli dan pengguna produk
atau merek. Sebelum membuat perencanaan media maka diperlukan terlebih dahulu
perencanaan tujuan media (media objectives) yang spesifik dan strategi media
(rencana tindakan) yang spesifik pula yang dirancang untuk mencapai tujuan. Jika
tujuan dan strategi media telah dirumuskan, maka informasi ini dapat digunakan
dalam perencanaan media.
30
1.7.1 Strategi Penentu Media
Rencana pemasaran suatu perusahaan memberikan informasi kepada
perencanaan media siapa target konsumen suatu produk. Tugas perencanaan media
adalah memilih kendaraan media dan menentukan pasar dengan konsumen yang
memilki sifat atau karakteristik paling sesuai dengan konsumen sasaran. Semakin
besar persamaannya, maka akan semakin baik. Perencanaan media harus
memutuskan apakah lebih mengutamakan iklan yang dapat menjangkau lebih banyak
konsumen (mengutamakan jangkauan) atau lebih sedikit konsumen namun mereka
lebih banyak atau lebih sering menerima pesan iklan (mengutamakan frekuensi).
Kedua hal tersebut perlu diperhitungkan karena pemasang iklan memilki tujuan yang
berbeda selain faktor keterbatasan anggaran.
Pada dasarnya tidak ada patokan yang pasti mengenai frekuensi penayangan
iklan. Untuk menentukan berapa kali suatu iklan harus muncul pada suatu media agar
dapat menimbulkan efek, seorang perencana media harus mempertimbangkan tiga
faktor.
1. Faktor pemasaran mencakup hal-hal berikut :
a) Sejarah merek, apakah merek suatu produk tersebut merek baru
ataukah merek lama, merek baru membutuhkan frekuensi iklan yang
lebih tinggi agar diingat masyarakat.
b) Loyalitas merek, semakin tinggi loyalitas konsumen terhadsp merek,
makan semakin rendah frekuensi iklan.
c) Siklus penggunaan, produk yang tidak sering dibeli konsumen
membutuhkan frekuensi iklan yang lebih lama.
d) Persaingan iklan, jika promosi produk pesaing tinggi, maka frekuensi
iklan pun harus tinggi.
e) Target konsumen, frekuensi iklan juga dipengaruhi pemahaman
konsumen terhadap iklan tersebut.
31
2. Faktor pesan mencakup hal-hal berikut:
a) Kompleksitas pesan, semakin sederhana sebuah iklan maka
frekuensinya semakin sedikit.
b) Keunikan pesan, semakin unik suatu pesan memerlukan frekuensi
yang lebih rendah, begitupula sebaliknya.
c) Citra produk, jika iklan tersebut dimaksudkan untuk membentuk citra
produk maka memerlukan frekuensi yang lebih tinggi.
d) Variasi pesan, iklan yang menampilkan banyak variasi pesan
memerlukan frekuensi lebih sering.
3. Faktor media, mencakup sebagai berikut:
a) Perhatian audiens, semakin tinggi minat audiens pada suatu iklan
maka semakin rendah frekuensi iklan tersebut.
b) Penjadwalan, metode penjadwalan iklan yang berkelanjutan memiliki
frekuensi yang lebih sedikit.
c) Jumlah media, semakin banyak media yang digunakan, maka semakin
rendah penggunaan frekuensi iklan.
d) Dukungan media.
1.7.2 Media dalam Komunikasi Pemasaran
Media promosi yang dapat digunakan dalam kegiatan komunikasi pemasaran
terbagi dalam beberapa kriteria, peneliti akan menjelaskan menurut bentuk dan lini
media tersebut.
Media promosi disini memiliki arti umum sebagai suatu sarana untuk
mengkomunikasikan suatu produk, jasa, image, perusahaan atau yang lain agar dapat
lebih dikenal masyarakat luas. Media promosi juga sebagai sarana untuk komunikasi
seperti teks atau gambar foto (Pujiryanto, 2005:15). Media promosi dibagi menjadi 3
jenis dalam periklanan yaitu:
32
a. Above The Line (ATL) atau Media Lini Atas
Pemasaran atau marketing Above The Line (ATL) merupakan pemasaran
produk atau jasa yang menggunakan media massa. Media yang digunakan biasanya
adalah media televisi, radio, media cetak, internet, dan sebagainya. Media lini atas
merupakan media tidak langsung yang mengenai audience karena sifatnya yang
terbatas pada penerimaan audience.
Ciri-ciri media promosi Above The Line (ATL):
1. Target audience yang luas.
2. Lebih untuk menjelaskan sebuah konsep atau ide dan tidak ada interaksi langsung
dengan audience.
3. Media yang digunakan merupakan media massa berupa TV, radio, majalah, surat
kabar, billboard, dan sebagainya.
b. Below The Line (BTL) atau Media Lini Bawah
Below The Line (BTL) merupakan aktifitas marketing atau promosi yang
dilakukan di tingkat retail atau konsumen dengan salah satu tujuannya adalah
merangkul konsumen agar tertarik dengan suatu produk. BTL merupakan media
langsung yang mengenai audience, contohnya: program bonus atau hadiah, event,
pembinan konsumen, dan sebagainya.
Ciri-ciri media promosi Below The Line (BTL):
1. Target audience terbatas.
2. Media atau kegiatannya memberikan audiens kesempatan untuk merasakan,
menyentuh atau berinteraksi, bahkan langsung membeli.
3. Media yang digunakan adalah event, sponsorship, sampling, point of sales (POS)
material, consumer promotion, dan sebagainya.
33
c. Trough the Line (TTL) atau Media Antar lini
Trough the Line (TTL) adalah rancangan pengiklanan yang menggabungkan
ATL dan BTL. Terdapat kegiatan ATL yang mengandung unsur BTL dan juga
sebaliknya. Konsep Through The Line pada mulanya merupakan upaya untuk
membangun bentuk periklanan yang terintegrasi antara media lini atas dan media lini
bawah. Media lini atas dan media lini bawah dinilai tidak mampu memenuhi
fungsinya secara optimal. Through The Line (TTL) merupakan bentuk pendekatan
holistik dan disinyalir merupakan bentuk masa depan periklanan (Lwin, 2002:93).
Para praktisi iklan tidak hanya mengandalkan media massa sebagai media penyampai
pesan yang efektif. Contoh pengiklanan ATL yang mengandung unsur BTL adalah
print ad yang sering menyertakan sampel produk yang diiklankan. Sedangkan untuk
BTL yang mengandung unsur ATL adalah activation atau event-event untuk
menunjang promosi produk yang sering kali diiklankan di media.
Seiring berjalannya waktu dan publik yang juga terus berubah, penyajian serta
pemilihan kemasan untuk menarik pengunjung tentu tidak lepas dari elemen
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Menggunakan berbagai
macam media sebagai sarana promosi tentu sangat berpengaruh dalam mencapai
target pemasaran barang dan jasa. Namun harus diingat, sesuaikah anggaran belanja
promosi dengan pendapatan. Pelaku komunikasi pemasaran tentu harus cerdas dan
jeli dalam memanfaatkan media yang ada dimasyarakat dengan anggaran belanja
seminimal mungkin. Tentunya dengan berkembangnya teknologi saat ini serta
bermacam media promosi murah meriah melalui internet dapat menjadi pilihan dalam
melakukan komunikasi pemasaran yang efektif dan efisien. Selain itu kegiatan yang
bersifat kehumasan serta publisitas media juga dapat menjadi pilihan dalam
melakukan komunikasi pemasaran dengan anggaran belanja yang sangat murah.
Dalam penelitian ini elemen yang dimaksud adalah media yang dimanfaatkan
dalam komunikasi pemasaran. Oleh sebab itu peneliti akan mempelajari bagaimana
penanganan komunikasi pemasaran khususnya dalam hal promosi Museum Tembi
34
Rumah Budaya dalam merancang dan menyampaikan pesan pada konsumen (calon
pengunjung dan pengunjung). Penelitian ini akan fokus mendeskripsikan bagaimana
Tembi Rumah Budaya memanfaatkan media yang ada dalam komunikasi pemasaran
yang dilakukan oleh Tembi Rumah Budaya untuk menarik minat wisatawan.
1.8 Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif
dan metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Menurut Sutopo (2002) dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan terutama
berwujud kata-kata, kalimat atau gambar yang mempunyai arti lebih dari sekedar
angka atau jumlah.48
Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif karena objek yang menjadi
fokus penelitian ini merupakan fenomena kontemporer dimana peneliti hanya ingin
memaparkan situasi dan peristiwa, mendeskripsikan secara rinci dan mendalam
mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Penelitian deskriptif juga dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek
atau objek penelitian suatu lembaga, masyarakat, dan lain lain.49
Penelitian deskriptif biasanya mempunyai dua tujuan yaitu :50
(1) untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi
terjadinya suatu aspek fenomena sosial tertentu.
(2) untuk mendeskripsikan fenomena sosial tertentu, umpamanya sistem sosial,
sistem kekerabatan, dan lain-lain, penelitian seperti ini biasanya dilakukan tanpa
hipotesa yang dirumuskan secara kilat.
48
Sutopo HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian.
Surakarta: Sebelas Maret University Press. hal 35. 49
Jallaludin Rakhmad. 1989. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi dengan Contoh Analisis
Statistik. Bandung: CV Remaja Karya. Hal 37. 50
Masri Singarimbun dan Sofian Effendy. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Hal. 4.
35
Surakhmad memberikan sifat-sifat metode deskriptif yang terdiri dari :
(1) Memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, yakni
masalah-masalah actual.
(2) Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian
dianalisa.
Sedangkan Furchan mengemukakan bahwa metode penelitian deskriptif
memiliki karakteristik-karakteristik :
a) Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan fenomena apa adanya
dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan
obyektivitas, dan dilakukan secara cermat.
b) Tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan.
c) Tidak adanya uji hipotesis.
Penelitian ini dilakukan tanpa adanya hipotesa yang telah dirumuskan. Hal ini
disebabkan karena metode deskriptif berfungsi untuk mengamati sebuah kejadian.
Data yang dikumpulkan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Fokus
dari penelitian ini adalah kegiatan komunikasi pemasaran khususnya pemanfaatan
media dalam komunikasi pemasaran Tembi Rumah Budaya Yogyakarta untuk
menarik kunjungan wisatawan domestik. Dalam penelitian ini peneliti tidak memiliki
kontrol sama sekali atas permasalahan yang ada, kegiatan komunikasi pemasaran
yang ada ditempatkan sebagai objek yang tidak bisa dipengaruhi oleh peneliti. Data
yang dikumpulkan dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, sehingga
penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini juga mengharuskan peneliti
menyajikan teori deskriptif yang berkaitan dengan obyek yang diteliti yang nantinya
akan menjadi panduan pokok yang memberikan arah penelitian. Tujuan dari
penelitian ini adalah memaparkan secara rinci, jelas, komprehensif, dan menyeluruh
36
tentang bagaimana Tembi Rumah Budaya memanfaatkan media yang ada untuk
melakukan komunikasi pemasaran.
1.8.1 Teknik Pengumpulan Data
Dengan menggunakan data primer yang bersumber dari data penelitian
lapangan ,dan data sekunder melalui studi kepustakaan. Untuk memperoleh data
sebagai penunjang utama dalam penulisan ini, maka metode pengumpulan data yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Observasi yaitu dengan pengamatan langsung di lokasi penelitian terhadap
objek, untuk mengumpulkan informasi atau data sebanyak mungkin yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Menurut Nawawi dan Martini
(1991) dalam Afifudin observasi merupakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau
gejala-gejala dalam objek penelitian.51
Peneliti akan mencoba mengamati
kegiatan promosi yang telah dilakukan rencana kerja untuk kegiatan promosi
objek wisata.
Pengamatan sangat dibutuhkan untuk memahami lebih jauh proses
wawancara dan konteks hasil dari wawancara. Observasi dilakukan terhadap
subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti
dan hal-hal yang mendukung penelitian sehingga mampu memperkaya hasil
wawancara.
2. Wawancara
Wawancara yang dilakukan peneliti menggunakan pedoman umum
wawancara. Wawancara merupakan sumber informasi yang esensial bagi
penelitian ini. Sehingga segala informasi yang didapat nantinya sangat penting
51
Nawawi dan Martini dalam Afifudin dkk. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Hal 134.
37
dalam merumuskan hasil penelitian. Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam
Moleong, wawancara dimaksudkan untuk mengkontruksi mengenai orang,
kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain,
kemudian merekonstruksinya, memproyeksi, memverifikasi, mengubah, dan
memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain yang dikembangkan
oleh peneliti.52
Selain itu, wawancara akan diselingi dangan percakapan non
formal untuk memperoleh informasi baru yang mungkin tidak diprediksi oleh
peneliti.
Wawancara secara tak terstruktur merupakan wawancara yang berbeda
dengan yang terstruktur. Cirinya kurang diinterupsi dan arbiter. Wawancara
semacam ini digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau
informasi tunggal. Hasil wawancara semacam ini menekankan kekecualian,
penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, pendekatan
baru, pandangan ahli, atau perspektif tunggal. Wawancara ini sangat berbeda
dari yang wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara
memberikan respons, yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Responden
biasanya terdiri atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas.
Biasanya mereka memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka
lebih mengetahui informasi yang diperlakukan.53
Wawancara dilakukan pada dua tipe responden. Pertama adalah responden
kunci, responden kunci akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kunci tentang
permasalahan yang diteliti. Responden kunci adalah orang-orang yang terlibat
langsung dengan kegiatan pemasaran objek wisata Tembi Rumah Budaya serta pihak-
pihak lain yang direkomendasikan oleh informan sebelumnya. Kedua adalah
responden yang dipilih secara acak namun masih dalam koridor topik permasalahan
penelitian. Misalnya opini konsumen atau pengunjung, masyarakat atau calon
52 Lincoln dan Guba dalam Lexy J. Moleong.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya. hal 186. 53
Lexy J. Moleong. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. hal 139.
38
wisatawan yang mengetahui tentang objek yang diteliti. Hasil dari responden acak
nantinya akan menjadi second opinion untuk memperkaya wawasan terhadap objek
penelitian. Fakta dan opini yang akan dikumpulkan mengenai tataran strategi
komunikasi dari proses kegiatan pemasaran Tembi Rumah Budaya (perencanaan,
implementasi, dan evaluasi), strategi promosi yang sudah dijalankan, media
komunikasi pendukung, dan cara mengukur keberhasilan dari kegiatan komunikasi.
Peneliti akan memaparkan dan menganalisa data-data yang peneliti temukan
dalam penelitian ini. Data-data tersebut merupakan hasil dari wawancara dengan
pihak museum: Kepala Bagian Sales Marketing Tembi Rumah Budaya, Bagian
FO/Front Office Tembi Rumah Budaya, Supervisor Banquet Restoran Pulosegaran
(Restoran, Angkringan, MICE), Kepala Bagian Kebudayaan dan Museum, Staf
Bagian SCR Kebudayaan dan Museum Tembi Rumah Budaya (kegiatan dan acara)
juga beberapa karyawan museum yang lain yang berkaitan dengan pengembangan
dan pelaksanaan komunikasi pemasaran mereka jalankan. Selain itu peneliti juga
mewawancarai beberapa orang pengunjung Tembi Rumah Budaya. Peneliti juga
melakukan observasi langsung ke Museum Tembi Rumah Budaya dan
mengumpulkan data lainnya yang berasal dari dokumen dan rekam arsip.
Peneliti akan memaparkan dan menganalisa data-data yang diperoleh dalam
rangka mengungkap bagaimana komunikasi pemasaran Museum Tembi Rumah
Budaya terkait dengan pemanfaatan media dalam komunikasi pemasarannya. Sesuai
dengan metodologi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, pemilihan informan
dilakukan secara purposive sampling dimana nantinya informan tersebut benar-benar
berkompeten dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang benar dan
mengetahui permasalahan secara mendalam. Dari penelusuran singkat peneliti selama
observasi lapangan serta informasi dari beberapa orang staf maka didapatkan satu
narasumber utama. Data yang didapat dari narasumber ini akan digunakan serta
dicocokkan dengan data-data yang diperoleh dari narasumber lain maupun sumber
lain yang digali oleh peneliti. Narasumber tersebut adalah Sugihandono Kurniawan
39
yang merupakan Kepala Bagian Sales dan Marketing serta 4 narasumber lain juga 3
informan pengunjung Museum Tembi Rumah Budaya.
Karakteristik informan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1.2
Karakteristik Informan
Informan Usia Jenis
Kelamin
(L/P)
Jabatan/
Kedudukan
Masa
Kerja/
Frekuensi
Kunjungan
Pendidikan/
Pekerjaan
Sugihandono
Kurniawan
45 th L Kepala Bagian Sales
dan Marketing
Promosi
8 th Kepala Bagian
Sales dan
Marketing
Promosi
Vincentius Istriyono 34 th L Kepala Bagian Front
Office
8 th Kepala Bagian
Front Office
Abu Bakar Kaliarto 32 th L Supervisor Banquet,
Restoran Pulosegaran,
Angkringan, MICE
4 th Supervisor
Banquet, Restoran
Pulosegaran,
Angkringan,
MICE
Anindya
Bharata
53 th L Kepala
bidang
kebudayaan
dan Museum
5 th Kepala bagian
kebudayaan dan
Museum
Petrus Agus Herjaka /
Herjaka Hs
58 th L Wakil bidang
kebudayaan dan
museum
20 th Seniman, Wakil
bidang
kebudayaan dan
museum
Sri Kusnarini 45 th P Pengunjung Sering Guru
Unik Ika Pertiwi 26 th P Pengunjung 4 x Swasta
Supriyono 61 th L Pengunjung 2 x Tani
3. Studi pustaka
Studi pustaka yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji beberapa
literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang dibahas baik dalam
bentuk searching internet maupun kepustakaan. Studi pustaka memiliki sifat utama
data yang tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberikan peluang pada
peneliti untuk mengetahui hal-hal yang telah lewat.
40
Instrumen lain yang digunakan dalam studi pustaka adalah dokumen-dokumen
yang diperoleh dari pihak Museum Tembi Rumah Budaya yang berkaitan dengan
strategi pemasaran dan kegiatan promosi yang sudah ada maupun dokumentasi
pribadi peneliti.
1.8.2 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton dalam bukunya Moleong (1990) adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan satuan
uraian besar.54
Analisis kualitatif yaitu analisis terhadap data yang diperoleh baik
secara primer maupun sekunder dalam bentuk utama dan tidak menggunakan kaidah
statistik. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data deskriptif. Hasil pengamatan akan disajikan dalam laporan yang bersifat
deskriptif yang akan memberikan uraian bagaimana pemanfaatan media yang
dilakukan oleh Tembi Rumah Budaya untuk menarik minat wisatawan domestik.
Setelah data terkumpul peneliti akan melakukan reduksi data untuk mendeskripsikan
data hasil temuan di lapangan, kemudian mengkategorisasikannya. Analisis data
dilakukan selama penelitan, hal ini dimaksudkan agar fokus penelitian tetap diberi
perhatian khusus melalui wawancara, selanjutnya analisis secara kualitatif. Kemudian
setelah dipelajari dan ditelaah, dibuat rangkuman inti dari proses wawancara tersebut.
Dalam menganalisa data kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang
perlu dilakukan, diantaranya :
a. Mengorganisasikan Data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam, dimana data tersebut direkam dengan tape recorder dibantu
dengan alat tulis. Kemudian dibuatkan transkripnya dengan mengubah
hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara
54
Ibid. Hal 103.
41
verbatim. Data yang telah dapat, dibaca berulang-ulang agar penulis
mengerti benar data hasil yang telah didapatkan.
b. Pengelompokan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban
Pada tahap ini peneliti membutuhkan ketelitian yang cukup tinggi untuk
memberikan coding (pengkodean data) atau indexing (indeksasi data).
Peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan
pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti
kemudian kembali membaca transkrip.
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang
terukur benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Teknik yang dapat
digunakan untuk memastikannya adalah dengan triangulasi. Triangulasi digunakan
untuk melakukan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang
dikumpulkan.
Menurut Patton dalam Sutopo (2002), ada empat macam triangulasi sebagai
teknik analisis untuk mencapai keabsahan antara lain: (1) triangulasi data, (2)
triangulasi pengamat, (3) triangulasi teori, (4) triangulasi metode. Dalam penelitian
ini untuk memudahkan peneliti dalam menganalisa maka digunakan teknik
triangulasi data.55
Teknik ini sangat membantu dalam memperoleh data-data yang
dianggap valid. Data yang diperoleh berasal dari berbagai macam sumber, dapat
dibandingkan antara data dari sumber yang satu dengan yang lain untuk memperoleh
informasi yang sebenarnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan triangulasi data
kemudian peneliti memetakan hasil penelitian. Hasil pemetaan kemudian digunakan
untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi pemasaran objek wisata yang
dilakukan responden kunci khususnya dalam pemanfaatan media yang digunakan.
Kemudian peneliti menggunakan pemetaan tersebut menjadi sebuah deskripsi analisis
55
Sutopo HB. Op. Cit. hal 77.
42
yang bisa digunakan sebagai penarik kesimpulan atas jalannya aktivitas komunikasi
pemasaran yang telah dilakukan dalam mempromosikan Tembi Rumah Budaya.
1.9 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di obyek wisata Museum Tembi Rumah Budaya
yang berlokasi di Jalan Parangtritis Km 8,4 Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul,
Yogyakarta. Peneliti mengambil obyek penelitian di sini karena Museum Tembi
Rumah Budaya merupakan salah satu museum swasta di Yogyakarta yang mampu
menghidupi dirinya sendiri serta berperan aktif dalam pelestarian budaya lokal.
Selain itu peneliti juga merasa dekat untuk melakukan penelitian dikarenakan
keterbatasan waktu penelitian yang ada. Museum Tembi Rumah Budaya bukan hanya
tempat untuk memamerkan benda-benda cagar budaya, namun juga tempat
berekreasi, berwisata dan belajar tentang budaya jawa karena dahulunya Museum
Tembi Rumah Budaya merupakan Pusat Studi Budaya Jawa. Waktu penelitian
dilakukan dari bulan September – November 2015.