BAB I Fisioterapi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal tesis

Citation preview

8

1

BAB IPENDAHULUANLatar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit. Menurut kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi (Kozier,at al, 1995; Potter & Perry, 2005)

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes pada tahun 2004, proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien berisiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien berisiko 130.047 (35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien berisiko 1.672 (9,1%). Plebitis adalah infeksi yang tertinggi dirumah sakit swasta atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168 pasien dari jumlah pasien berisiko 124.733 (1,7%). (Depkes, 2004).Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi atau peradangan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dimana disebabkan oleh masuknya bakteri, virus, jamur ataupun parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Namun penyebab yang paling sering ialah serangan bakteri streptococcus pneumoniae atau pneumokokus (Brunner, 2002; Depkes RI, 2002).Pneumonia nosokomial merupakan salah satu komplikasi perawatan di rumah sakit yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Insiden pneumonia nosokomial mencapai 30%. Pneumonia nosokomial yang terjadi dirumah sakit dapat dibagi dua, yaitu: Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Kedua jenis pneumonia ini masih jadi penyebab penting dalam angka kematian dan kesakitan pada pasien yang dirawat dirumah sakit (Sedono, 2007). Salah satu bentuk pneumonia nosokomial yang terjadi pada klien yang menggunakan ventilasi mekanik dan intubasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif (Dahlan, 2006).Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan bagian dari pneumonia nosokomial di rumah sakit khususnya di Intensive Care Unit (ICU) dimana terjadi setelah 48 jam pasien tersebut di intubasi dan terpasang ventilasi mekanik. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) sering terjadi karena pipa endotrakeal atau trakeostomi memungkinkan bagian bebas dari bakteri masuk ke dalam paru-paru, bakteri juga dibawa melalui penghisapan (suctioning) dan bronkoskopi (Kollef, 2008; Wiryana, 2007; Chastre, 2002).Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) meningkat seiring dengan peningkatan durasi penggunaan ventilasi mekanik. Meskipun belum ada penelitian mengenai jumlah kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negri diperoleh data bahwa kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) cukup tinggi, berkisar 9-27%. Sedangkan estimasi insiden sesuai lama perawatan adalah 3% per hari selama 5 hari pertama, 2% per hari selama 6-10 hari, dan 1% per hari setelah 10 hari. Presentase Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik sekitar 22,8%, dan pasien yang terpasang ventilator mekanik dari kasus infeksi nosokomial sebesar 86%. Sehingga resiko terjadinya pneumonia meningkat 3 sampai 10 kali lipat pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik ( Sallam, 2005; Agustyn, 2007; Amanullah dan Posner, 2010)Dalam pencegahan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: strategi non farmakologi dan strategi farmakologi. Dalam strategi non farmakologi, yaitu: mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan (handscoon), pelindung muka atau masker, posisi pasien dengan setengah duduk (semi fowler), menghindari pemberian nutrisi enteral dengan volume besar, intubasi oral, pemeliharaan sirkuit ventilator, penghisapan sekret dan perubahan posisi pasien miring kiri, telentang, miring kanan. Strategi farmakologi diantaranya, yaitu: pemberian antibiotik (Sedono, 2007). Ventilator mekanik merupakan alat yang berperan sebagai pengganti fungsi ventilasi untuk pasien yang mengalami gangguan pernafasan serta penyakit kritis lainnya. Dalam penggunaan ventilator mekanik tersebut dapat timbul berbagai komplikasi pada paru, system syaraf pusat, system kardiovaskuler dan system gastrointestinal. Sedangkan ventilator mekanik memberikan tekanan positif secara kontinu yang dapat meningkatkan pembentukan sekresi pada paru-paru. Perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi dengan cara auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam (selama pasien masih terpasang ventilasi mekanik dan post ekstubasi). Tindakan untuk membersihkan jalan napas diantaranya yaitu: fisioterapi dada seperti penepukkan pada dada/punggung, menggetarkan, perubahan posisi, seperti; posisi miring, posisi telentang, dan termasuk penghisapan (Sundana, 2008; Dudut, 2003). Fisioterapi merupakan teknik membersihkan jalan nafas untuk mengeluarkan secret. Sangat berguna bagi penderita penyakit paru baik yang bersifat akut maupun kronis, serta efektif dalam upaya memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkhus dan untuk mencegah penumpukan secret pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik (Balachandran, 2005; Afiyah, 2009). Didukung dari penelitian Antonio, et.all (2012) menyatakan bahwa fisioterapi dada di Intensive Care Unit (ICU) dapat mempercepat masa penyembuhan pasien yang terpasang ventilator mekanik, mengurangi lama rawat inap maupun angka kejadian infeksi pada saluran pernafasan dan kematian. Penelitian lain dari Renu (2010) menyatakan bahwa fisioterapi dada dapat menurunkan terjadinya Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik dimana membandingkan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol meggunakan Clinical Pulmonary Infeksi Score (CPIS) skor. Mengambil 101 pasien yang terpasang ventilator mekanik sebagai responden dalam penelitian, kemudian membagi menjadi kelompok eksperimen sebanyak 50 pasien dan 51 pasien kelompok kontrol.Data pasien yang terpasang ventilator mekanik di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto pada bulan Januari-Desember 2013 sebanyak 233 pasien. Adapun bulan Januari sebanyak 25 pasien, Februari 15 pasien, Maret 19 pasien, April 16 pasien, Mei 13 pasien, Juni 20 pasien, Juli 27 pasien, Agustus 21 pasien, September 24 pasien, Oktober 29 pasien, November 22 pasien dan Desember 12 pasien. Sesuai dari hasil wawancara dengan salah satu perawat Intensive Care Unit (ICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto, mengatakan bahwa kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik sudah dilakukan tindakan farmakologi dengan pemberian antibiotik, sedangkan untuk pencegahan non farmakologi dilakukan tindakan seperti penghisapan lendir (suction), dekontaminasi oral hygiene, cuci tangan sebelum tindakan dan sesudah tindakan sesuai Standar Operasional Prosedur yang ada di ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Tetapi untuk tindakan fisioterapi dada belum dilakukan secara penuh oleh petugas kesehatan dikarenakan belum ada Standar Operasional Prosedur untuk dijadikan pedoman pelaksanaan. Sedangkan sesuai penelitian yang dilakukan oleh Renu (2010) dan Antonio, et.al (2012) menyatakan tindakan fisioterapi dada sangat berpengaruh untuk mengurangi kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik.Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan tindakan pencegahan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) oleh Yuldanita tahun 2008 di Unit Perawatan Intensif RS Dr. M. Djamil Padang terhadap 25 orang responden, didapatkan hasil perawat yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang tindakan pencegahan Ventilator Asociated Pneumonia (VAP) berjumlah 15 orang (60%) dan yang mempunyai pengetahuan rendah 10 orang (40%). Menurut Dudut (2003), tenaga perawat harus memahami dan mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan cara pemasangan ventilasi mekanik, operasional pemakaian alat dan perawatan ventilasi mekanik. Menurut Hudak (1997), dalam tindakan perawatan ventilasi mekanik perawat harus berhati-hati karena mempunyai resiko yang besar seperti terjadinya infeksi nosokomial pneumonia.Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh fisioterapi dada terhadap kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang Ventilator di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan permasalahan pada penelitian adalah bagaimana pengaruh fisioterapi dada terhadap kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien terpasang ventilator Di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto ?.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisa pengaruh mobilisasi dan fisioterapi dada terhadap kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien terpasang ventilasi mekanik.

Tujuan Khusus Mengetahui kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien terpasang ventilasi mekanik yang dilakukan mobilisasi dan fisioterapi dada sesuai dengan kebiasaan ruangan. Mengetahui kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien terpasang ventilasi mekanik yang dilakukan mobilisasi fisioterapi dada sesuai dengan konsep teori. Mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

Bagi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pimpinan RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto dalam upaya meningkatkan tindakan yang akan dilakukan pada pasien supaya pneumonia nosokomial tidak akan terjadi pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik. Bagi Perawat ICU

Sebagai data acuan bagi perawat untuk menambah ilmu dan keterampilan dalam tindakan pencegahan infeksi nosokomial pneumonia terutama pada pasien yang terpasang ventilator. Bagi ICU

Sebagai data acuan dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan di masa yang akan dating.

Bagi Penelitian selanjutnya

Sebagai data awal atau pendukung bagi peneliti selanjutnya yang membahas pengaruh lamanya waktu pemakaian ventilasi mekanik terhadap kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP).