28
BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Pembelajaran berbasis siswa sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru dalam proses pendidikan dan pengajaran. Kita pahami bahwa suatu kegiatan belajar dengan sendirinya melibatkan keaktifan peserta didik, meskipun keaktifan mereka berada dalam kadar atau derajat yang berbeda-beda. Peningkatan mutu pendidikan senantiasa harus dilakukan, diperbaharui dan disempurnakan. Hal ini terjadi karena pendidikan pada dasarnya menyiapkan peserta didik untuk mandiri terjun ke masyarakat. Pencapaian tujuan peningkatan mutu tersebut sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menunjukkan gejala semakin menuntut kualitas lulusan yang lebih cakap, terampil dibanding lulusan terdahulu. Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan adalah pembaharuan pendekatan pembelajaran. Dimana telah kita maklumi bersama pendidikan masa lalu menganut pendekatan Teacher Center, yaitu pendekatan yang otorita, aktivitas berada di tangan guru sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi ajang pementasan guru dan sering mengabaikan potensi anak, keadaan anak, dan kemauan/kehendak anak, serta kebutuhan anak dan masyarakat. Untuk memberi kesempatan dan keleluasaan kepada anak sesuai hakikat belajar, maka perlu kiranya dicari suatu alternatif

BAB I indif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

belum ada

Citation preview

Page 1: BAB I indif

BAB I

PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang

Pembelajaran berbasis siswa  sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru dalam proses pendidikan

dan pengajaran. Kita pahami bahwa suatu kegiatan belajar dengan sendirinya melibatkan

keaktifan peserta didik, meskipun keaktifan mereka berada dalam kadar atau derajat yang

berbeda-beda.

Peningkatan mutu pendidikan senantiasa harus dilakukan, diperbaharui dan disempurnakan. Hal

ini terjadi karena pendidikan pada dasarnya menyiapkan peserta didik untuk mandiri terjun ke

masyarakat.

Pencapaian tujuan peningkatan mutu tersebut sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang menunjukkan gejala semakin menuntut kualitas lulusan yang lebih cakap,

terampil dibanding lulusan terdahulu.

Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan adalah pembaharuan pendekatan pembelajaran.

Dimana telah kita maklumi bersama pendidikan masa lalu menganut pendekatan Teacher Center,

yaitu pendekatan yang otorita, aktivitas berada di tangan guru sehingga mengakibatkan proses

belajar mengajar menjadi ajang pementasan guru dan sering mengabaikan potensi anak, keadaan

anak, dan kemauan/kehendak anak, serta kebutuhan anak dan masyarakat.

Untuk memberi kesempatan dan keleluasaan kepada anak sesuai hakikat belajar, maka perlu

kiranya dicari suatu alternatif pembelajaran yang dapat mengantisipasi kebutuhan anak dan

masyarakat.

1

Pembelajaran berbasis siswa (aktif learning) atau lebih dikenal CBSA merupakan satu

pendekatan yang berusaha mengingatkan kepada kita untuk melaksanakan pembelajaran

manusiawi, yang memberikan keleluasaan anak berkembang seoptimal mungkin sesuai potensi

yang dimiliki, dan kehadiran CBSA nampaknya juga mengandung maksud hendak mendorong

guru-guru untuk bersungguh-sungguh menyelenggarakan proses pengajaran yang

memungkinkan peserta didik terlibat dalam kadar keaktifan belajar yang tinggi. Pengajaran juga

Page 2: BAB I indif

hendaknya berpusat pada peserta didik (student-centered instruction) karena pada dasarnya

mengajar adalah memberikan bekal kepada peserta didik untuk siap terjun dalam masyarakat.

1. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang melatar belakangi keaktifan siswa?

2. Apakah konsep keaktifan siswa itu?

3. Bagaimana arah, tujuan, dan prinsip keaktifan siswa?

4. Bagaimana kemampuan anak  yang diharapkan dalam aktif learning?

5. Bagaimana  cara pengembangan aktif learning?

6. Apa sajakah organisasi pembelajarannya?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pengembangan Pembelajaran Siswa Aktif

Kegiatan pendidikan pada hakikatnya telah berjalan sejak manusia ada. Upaya-upaya pendidikan

dilakukan dalam rangka memberikan kemampuan pada peserta didik untuk dapat hidup secara

mandiri dan hidup bersama masyarakat. Pada masyarakat yang peradabannya masih primitif,

pendidikan atau proses pendewasaan masih sederhana dan memerlukan waktu yang relatif

pendek. Seorang anak dianggap dewasa bila ia telah mampu berdiri sendiri atau mampu mencari

makan sendiri dengan membawa hasil buruannya serta memperlihatkannya pada orang tuanya.

Keterlibatan anak secara aktif pada saat itu merupakan ciri khas dalam proses pendewasaan anak.

Socrates dalam bentuk dialog telah berhasil melibatkan peserta didiknya secara aktif baik dalam

segi kemampuan mental maupun intelektual dan emosionalnya. Bahkan pada tahun 1935, belajar

aktif ini telah digalakkan oleh Jean Piaget. Melihat proses pendidikan di masa silam itu, upaya

melibatkan anak secara aktif dalam proses pendidikan bukanlah merupakan hal yang baru.

Proses pendidikan semacam ini sekarang lebih dikenal sebagai active learning. Adapun berbagai

konsep pembelajaran active learning, diantaranya PAKEM,  PAIKEM dan i2m3 (interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi).

Page 3: BAB I indif

3

Cara belajar mengajar berdasarkan CBSA memusatkan pada peranan, inisiatif, dan keikutsertaan

anak didik yang tinggi dalam menetapkan masalah, mencari informasi, dan memusatkan cara

pemecahan masalah. Sedangkan cara belajar mengajar yang tidak berdasarkan CBSA pada

dasarnya memusatkan aktivitas pada guru. Gurulah yang mengambil inisiatif, melakukan

aktivitas, dan menentukan cara pemecahan masalah. Strategi semacam ini akan menghasilkan

manusia-manusia yang konsumtif, kurang kreatif, dan berkurangnya kemampuan untuk

menghadapi tantangan-tantangan hidup di masa depan.

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan.PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif,

dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus

menciptakan suasana yang memotivasi siswa agar aktif bertanya, mempertanyakan, dan

mengemukakan gagasan.

Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan.

Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah

menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan

tertekan dengan tenggat waktu tugas, kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu

saja rasa bosan.

Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi

berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang

menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga

waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.

Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar.

Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu

tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung,

sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika

pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak

ubahnya seperti bermain biasa.Pada dasarnya PAKEM dan PAIKEM merupakan satu konsep

yang sama. Tetapi pada konsep PAIKEM ditambahkan istilah inovatif.

Kegiatan belajar bagi anak usia sekolah dasar mempunyai arti dan tujuan tersendiri. Hal ini

berkaitan dengan ciri-ciri atau karakteristik anak yang bersangkutan. Kegiatan belajar mengajar

Page 4: BAB I indif

yang secara praktis dikembangkan guru di sekolah dasar, dituntut untuk berorientasi pada

perkembangan anak secara tepat. Inilah suatu pendekatan pengajaran yang dikenal dengan

sebutan Developmentally Appropriate Practice (DAP).

Pendekatan ini mendasarkan pada pemahaman baik dimensi umur anak maupun dimensi

individualnya. Dengan pendekatan DAP pengajar berorientasi pada apa yang peserta didik sukai,

apa yang peserta didik harapkan, atau bahkan apa yang peserta didik mungkin inginkan.

Melalui pendekatan DAP, arti tujuan belajar bagi anak sudah tentu menjadi demikian penting.

Tujuan itu tidak cukup hanya dijelaskan dengan rumusan tujuan intruksional saja. Memahami

tujuan yang dicanangkan bagi terjadinya proses belajar yang diharapkan anak sekolah dasar,

seorang guru akan selalu dituntut untuk menyadari adanya tujuan-tujuan pengiring.

Developmentally Appropriate Practice (DAP) merupakan suatu kerangka acuan, filosofis atau

pendekatan mengenai bagaimana berinteraksi dan bekerja bersama anak (peserta didik).

Pendekatan DAP didasarkan atas akumulasi data atau fakta dan hasil-hasil penelitian yang

menerangkan tentang sesuatu yang disukai oleh peserta didik. Dalam setiap pelaksanaan

pengajaran, guru akan selalu dituntut untuk mampu membuat keputusan. Keputusan inilah yang

akan menetapkan apakah suatu pengajaran yang ditempuh guru itu telah mempertimbangkan

pengetahuan mengenai anak atau belum.

B. Konsep Keaktifan Siswa

Pendidikan bukan sekedar memberi, tetapi menumbuhkan keberanian pada siswa untuk berbuat

atau melakukan sesuatu. Setiap siswa berkesempatan untuk belajar sesuai dengan minat dan

kebutuhannya masing – masing. Namun sistem pembelajaran tersebut cenderung tidak tampak

jelas, melainkan masih berupa rencana belajar yang disusun bersama antara peserta didik dan

guru. Dengan menekankan pada minat dan kebutuhan siswa secara perorangan, maka siswa

dengan bantuan gurunya dapat menyusun rencana belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan

masing – masing.

Proses pembelajaran yang dilakukan dalam kelas merupakan aktivitas menstransformasikan

pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Pengajar diharapkan mengembangkan kapasitas belajar,

kompetensi dasar, dan potensi yang dimiliki oleh siswa secara penuh. Pembelajaran yang

dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa ikut berpartisipasi dalam proses

pembelajaran, dapat mengembangkan cara – cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan,

Page 5: BAB I indif

pelaksanaan, penilaian proses pembelajaran itu sendiri, maka disini pengalaman siswa lebih

diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.

Proses pembelajaran perlu mengarahkan perilaku dan perbuatan menuju ke tingkat

perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup itu perlu mendapatkan kesempatan yang

luas untuk berkembang. Namun bila tanpa pengarahan dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan

yang akan menggangu bahkan merusak perkembangan siswa, sehinggan para siswa tidak

menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang

dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari – hari.

Disamping itu pengajar dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga dapat

merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan antara guru dan siswa, harus mengacu pada

peningkatan aktivitas dan partisipasi siswa. Pengajar / guru tidak hanya melakukan kegiatan

menyampaikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kepada siswa. Akan tetapi, guru juga harus

mampu membawa siswa untuk aktif dalam berbagai bentuk belajar; berupa belajar penemuan,

belajar mandiri, belajar berkelompok, belajar memecahkan masalah, dsb.

Dengan melibatkan siswa berperan dalam kegiatan pembelajaran, berarti kita

mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimiliki siswa secara penuh. Dalam

konsep kompetensi, kita harus mampu mendeteksi kemampuan minimal siswa (kompetensi

dasar) kemudian mendeteksi tercapainya suatu indikator – indikator yang dilahirkan oleh

kompetensi dasar tadi. Sehingga guru akan lebih mudah dalam membuat soal evaluasi bagi

siswa. Hasil dari evaluasi tersebut akan mempengaruhi beberapa aspek sebelumnya seperti

Kompetensi Dasar (tujuan) dan proses penyampaian materi pembelajaran. Karena hasil evaluasi

tersebut juga merupakan suatu indikator  bagi seorang guru.

C. Arah, Tujuan, dan Prinsip Keaktifan Siswa

Akhir-akhir cukup ramai guru dan calon guru yang meng-klik ihwal PAIKEM,  ini

mengingatkan kita pada beberapa tahun yang silam, di mana masih kental kebiasaan guru

mengajar dengan D3CH (duduk, dengar, diam, catat, hafalkan). Pemerintah pun mencoba

membasminya dengan metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang pelaksanaannya dimulai

dari sekolah-sekolah dasar. Kemudian, pemerintah mengharapkan metode CBSA itu diminati

oleh guru se Indonesia. Tetapi entah kenapa dan salah siapa, kenyataannya sekarang banyak guru

Page 6: BAB I indif

kembali melakukan proses belajar-mengajar seperti biasanya. Dan seakan-akan belum pernah

mendengar adanya pendekatan CBSA.

Sampai kemudian muncul dan giat dikembangkan pendekatan PAKEM di era Kurikulum

Berbasis Kompetensi (2004) yang berapa saat kemudian dimantapkan lagi menjadi PAIKEM

(Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Secara normatif pemerintah

menuliskan pendekatan dalam proses pembelajaran itu di PP 19/2005 tentang Standar Nasional

Pendidikanm Pasal 19 ayat(1), yang oleh I Nyoman Degeng disebut sebagai i2m3 (interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi)

Meskipun cukup panjang waktu untuk mengenalkan dan memraktikkan PAIKEM dan i2m3

sampai menjelang dihadirkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke semua

sekolah/madrasah, tetapi belum banyak yang mengatakan, bahwa PAIKEM dan i2m3 mampu

menghasilkan perubahan nyata di ruang-ruang kelas hingga kini.

Sebab, jika para guru berhasil menerapkannya teori PAIKEM dan I2M3-nya, maka sekolah akan

betul-betul menjadi zona nyaman bagi anak-anak. Pada aspek sikap, anak-anak akan menjadi

dinamis, demokratis, aktif, kolaboratif, dan ceria. Sekolah bagi anak-anak tidak boleh menjadi

tempat yang menjemukan, apalagi menakutkan, tetapi mencerdaskan secara komprehensif.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses

belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan.

Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan

belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-

masing yang tidak sama dengan orang lain.

Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada

keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan

pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran

konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya

kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian

tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam

belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan

dalam proses pembelajaran di sekolah.

Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang

Page 7: BAB I indif

dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang

ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learningstrategy).

Secara umum tujuan pendidikan membentuk manusia yang mampu berpartisipasi bagi

penyempurnaan pembangunan bangsa. Dengan demikian aktif learning diarahkan tujuan

tersebut. Sedangkan aktif learning bertujuan untuk mengembangkan kemampuan murid agar

mampu belajar mandiri, sehingga ia memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap yang

menunjang pembentukkan kepribadian yang mandiri.

Aktif learning atau yang biasa dikenal CBSA mengembangkan pola berpikir antisipatif. Hal ini

didasarkan kenyataan tidak semua hasil pendidikan nantinya dapat diterapkan, yang diseabkan

perubahan yang sangat cepat di masyarakat. Sehingga belajar diharapkan dapat memperoleh

pengetahuan, kemampuan berpikir kritis, logis, dan sistematis, terampil dalam menerapkan iptek.

Serta memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk terus belajar.

Dari arah dan tujuan CBSA, maka pelaksanaan CBSA harus berpedoman pada prinsip yang

ditinjau dari siswa dan prinsip yang ditinjau dari peran guru. Prinsip CBSA ditinjau dari siswa,

pada prinsipnya adalah mengurangi dominasi guru dan mengarahkan kebiasaan siswa belajar

sendiri, sehingga murid terbiasa belajar teratur, murid mampu memanfaatkan sumber informasi,

murid mandiri dalam belajar, murid berani mewujudkan minat, keinginan dan gagasan, murid

berani berperan dalam persiapan PBM, timbul rasa ingin tahu, dll.

Prinsip CBSA ditinjau dari peran guru, yaitu guru harus dapat membuat perencanaan belajar

sehingga murid aktif secara mental, fisik dan sosial secara penuh dengan cara memberi

kesempatan anak dapat melakukan kegiatan belajar, menciptakan aneka situasi belajar,

mendorong keterlibatan siswa dalam belajar, mendorong interaksi siswa, mendorong anak

bergaul, melayani perbedaan individu.

Belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang aktif yang melibatkan panca indera atau

fisik dan psikis kita. Agar siswa mengalami proses belajar, kita harus merancang pembelajaran

agar siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Berkenaan dengan belajar aktif,

setiap individu harus melakukan sendiri aktifitas belajar karena belajar tidak dapat diwakilkan

kepada orang lain. Siswa yang tidak banyak bertanya ketika belajar, bukan berarti ia tidak aktif,

sebab mungkun saja pendengaran, penglihatan, perasaan, pikiran, dan unsure lainnya aktif

belajar. Oleh karena itu setiap kegiatan belajar harus dirancang untuk meningkatkan kadar

aktivitas pembelajaran.

Page 8: BAB I indif

Upaya umtuk mengaktifkan siswa perlu selalu kita lakukan mengingat setiap individu memiliki

potensi seperti rasa ingin tau, kemampuan menganalisis, memecahkan masalah, melakukan

sintesis, dan aspek aktivitas lainnya.

D. Kemampuan Anak yang diharapkan Melalui CBSA

Pembelajaran berbasis siswa memberi makna bahwa proses pendidikan harus mampu

mengantarkan peserta didik untuk menguasai kemampuan yang sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Siswa  belajar dengan caranya masing-masing untuk mencapai standar itu.

Pembelajaran dilakukan dengan menekankan pada interaksi individu dengan lingkungannya

sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuannya sendiri. Pembelajaran yang dilaksanakan di

kelas harus dapat membantu siswa untuk memahami makna pengetahuan melalui metode yang

memberikan kreasi untuk menemukan. siswa di didik untuk mampu memiliki daya saing yang

tinggi dengan sejumlah kompetitor. Pemerolehan dan penguasaan perubahan perilaku

(pengetahuan, sikap, ketrampilan) melalui pengalaman belajar dapat terwujud apabila anak

terlibat secara aktif dalam belajar.

Keaktifan dan keterlibatan itu terwujud dalam partisipasi siswa dalam mendengar, menulis,

bertanya, mengukur, membandingkan, mengatakan, bercerita, menjawab, bercakap, berdiskusi,

dan sebagainya. Keaktifan baik yang tampak maupun yang tak tampak, sebenarnya lebih

diutamakan pada keaktifan yang tak tampak berupa: berpikir, menganalisa, memecahkan

masalah, dengan menggunakan prinsip, teeori, konsep, dan sebagainya. Akan tetapi kedua

keaktifan tersebut tak dapat dipisahkan, dimana keduanya membentuk proses pengembangan.

Proses pengembangan kemampuan berpikir – pembentukan sikap nilai dan proses

pengembangan kemampuan mental, fisik, sosial – pembentukan ketrampilan sikap – penyaringan

– pembentukan merupakan wahana pengembangan kemampuan.

Sesuai dengan prinsip CBSA kemampuan yang diharapkan siswa dalam pembelajaran berbasis

siswa dapat berupa keberanin peserta didik untuk menunjukkan minat, keinginan, dan dorongan

yang ada pada dirinya. Keinginan dan keberanian untuk ikut serta dalam kegiatan belajar. Usaha

dan kreativitas peserta didik, keingintahuan yang kuat, dan rasa lapang dada, mampu berpikir

kritis dan kreatif.

Lewat desain pembelajaran yang variatif dan kreatif, anak-anak perlahan-lahan akan menyadari

betapa beragam dan kompleksnya hidup ini. Sebuah kekuatan refleksi akan masuk dalam spirit

pembelajaran itu sehingga secara bertahap akan mempertajam hati nurani mereka. Bahkan,

Page 9: BAB I indif

pembelajaran variatif dan kreatfi pun akan mengasah hati nurani guru itu sendiri untuk selalu

mengedepankan kebutuhan belajar anak demi masa depan mereka.

Pada akhirnya, sebuah harapan besar lahirnya kepedulian anak-anak pada dirinya sendiri, orang

lain, lingkungan, dan Sang Pencipta akan terwujud tatkala pembelajaran itu mampu memberi

ruang dan peluang bagi mereka untuk berekspresi dalam aksi nyata. Kaki menjadi sebuah simbol

yang kuat bagi anak-anak untuk peduli melakukan hal baik. Peduli dengan kemampuan dirinya

untuk membantu teman yang sedang dalam kesusahan belajar, bahkan kesusahan materi. Peduli

pada masyarakat miskin lewat usaha bakti sosial. Peduli akan mentalitas yang baik untuk

membuang sampah pada tempatnya, jujur dalam ulangan, sopan pada siapapun, dan sembahyang

sesuai agama dan kepercayaannya.

Akhirnya, pendidikan sudah waktunya untuk mengupayakan pendidikan menyeluruh dalam

tataran praktis dan nyata, bukan hanya formalitas belaka. Pendidikan yang sungguh-sungguh

merangkul kognitif, hati nurani, dan kepedulian dalam satu kesatuan yang utuh menjadi harapan

ibu pertiwi. Saatnya pula menjadi guru yang kompeten, berhatinurani, dan peduli akan proses

pembelajaran yang baik untuk anak-anak bangsa ini.

E. Cara Pengembangan KBM di SD dengan Strategi CBSA

Ada kecederungan seseorang mengajarkan sesuatu, sebagaimana sesuatu itu diajarkan

kepadanya. Sampai saat ini, model mengajar ceramah merupakan model yang mendominasi dan

menjadi umum dalam pendidikan formal di berbagai belahan dunia.

Tak pernah ada hasil yang berbeda bila kita selalu menggunakan cara yang sama. Metode

pengajaran satu arah jelas merupakan metode yang tidak optimal dalam mengembangkan

kemampuan, baik bagi guru maupun siswa. Sementara itu, dialog, perbedaan pendapat yang

dikomunikasikan akan lebih melibatkan keduabelah pihak untuk saling mencari, saling berbagi,

dan mengasah totalitas pribadi dosen dan mahasiswa.

Active learning merupakan jawaban alternatif untuk mendapatkan hasil yang berbeda. Kenapa?

Karena pendekatan active learning merupakan pendekatan yang sesuai dengan cara kerja otak.

Kata active learning atau belajar aktif sudah tidak asing di telinga kita. Banyak institusi

pendidikan menyatakan bahwa mereka menyelenggarakan belajar aktif. Pemerintah pun

menggalakkan program belajar aktif diterapkan di sekolah-sekolah.

Keaktifan bukan sekedar  belajar kelompok atau berpasangan. Seyogyanya, belajar mengaktifkan

secara fisik, sosial emosional, dan mental. Lebih lengkap: Keaktifan fisik dicapai melalui inkuri

Page 10: BAB I indif

pencarian bahan/materi, menyiapkan kerja, dan sebagainya. Keaktifan Sosial mencakup

bagaimana bekerja sama dalam berbagai situasi dan berbagai kegiatan. Ia secara tidak langsung

berinteraksi dengan orang lain (orang dewasa, teman sebaya). Dalam bersosialisasi ia belajar

bergaul, bekerjasama, berbicara dengan orang tak dikenal, orang yang memiliki kompetensi

(berkembanglah kemampuan berkomunikasi, bahasa komunikasi, memperluas pergaulan,

mengendalikan diri, munculnya keberanian, ketahanan mental, kegigihan).

Keaktifan intelektual melalui berbagai alat-alat berpikir dengan menggunakan berbagai

keterampilan-keterampilan intelektual . Terkembangkanlah kemampuan mendengar orang lain,

berbicara dan menyampaikan gagasan, berfikir untuk solusi, mempertajam penglihatan, dan

sebagainya (yang sebenarnya berbagai keaktifan itu tak terpisah, demikianpun dalam aktifitas

dan pengembangannya terjadi secara simultan).

Dalam cara belajr Duduk, Dengar, Cacat dan Hafal sudah dianggap biasa apabila guru dalam

mengelola kelas sekolah dasar tanpa menggunakan alat atau sumber yang lain selain buku seperti

peralatan elektronik, globe, dan peralatan laboraturium karena mereka menganggap alat – alat

bantu tersebut mahal. Beberapa cara pengembangan kegiatan belajar yaitu lingkungan sebagai

sumber belajar, lembar kerja dan fungsinya, alat peraga buatan, pengelolaan perbedaan individu, 

pengajaran klasikal, pengajaran dengan menggunakan kelompok  siswa.

Penggunaan lingkungan sebagai sarana dan bahan belajar mengingatkan kita akan pentingnya

interaksi siswa dengan lingkungan dengan segala persoalannya. Pembelajaran berbasis siswa

menuntut guru untuk lebih menaruh perhatian terhadap keberadaan dan kebutuhan siswanya

sehingga siswa merasa dihargai sebagai individu. Guru harus mampu menumbuhkan rasa

percaya diri siswa agar kelak mampu menghadapi segala tantangan yang menghadangnya. Selain

itu peran guru dalam pembelajaran yang berpedoman kepada pembelajaran berbasis siswa adalah

menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang kondusif. Suasana belajar yang kondusif dapat

tercapai apabila guru mampu mengelola siswa dan sarana pembelajran dengan baik, serta mampu

mengendalikannya agar selalu tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

Seorang guru pun harus mampu berinovasi dalam menciptakan dan mengoperasionalkan media

pengajaran. Guru memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada siswa untuk

berkembang melalui caranya sendiri melalui metode pembelajaran tertentu. Selain sebagai

motivator, dalam pembelajaran berbasis siswa guru juga berperan sebagai pengamat dan

fasilitator yang mampu membimbing dan memberi arah untuk mencapai tujuan. Kemampuan

Page 11: BAB I indif

berkomunikasi dengan siswa dan menyampaikan informasi pelajaran dengan baik dapat

menanamkan sikap positif pada diri siswa, seperti membantu siswa dalam memahami kelemahan

dan kelebihan yang ada pada dirinya, menumbuhkan kepercayaan diri, serta membantu

mengungkapkan pemikiran dan perasaan siswa.

Guru harus dapat menghargai siswa sebagai pribadi yang unik yang memiliki sifat-sifat yang

khas. Keterampilan interpersonal guru diperlukan untuk membantu siswa dalam mempelajari

berbagai hal yamg diperlukan dalam mencapai tingkat kedewasaan. Untuk dapat mengukur

kemampuan yang telah dicapai oleh siswa, guru juga harus mampu sebagai evaluator, baik

terhadap kegiatan pembelajaran maupunm terhadap kemampuan siswa.

Menurut pemikiran Gibbs, E. Mulyasa, 2003 (dalam http//akmadsudrajat.wordpress.com) hal-hal

yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah

dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut, memberikan

kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah, melibatkan

siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya, memberikan pengawasan yang tidak

terlalu ketat dan tidak otoriter, melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses

pembelajaran secara keseluruhan. Sikap menerima apa adanya, patuh, taat, menyebabkan guru

menjadi objek yang tidak pernah habis. Bila, sikap guru pasif seperti ini kemajuan/peningkatan

akan jauh dari harapan. Untuk itu, rekan guru beranilah untuk berubah, beranilah untuk mencoba

melakukan hal baru, pemecahan masalah kelas secara mandiri (bukan berarti tidak bertanya pada

pihak lain). Guru harus berani membebaskan diri dari keterkungkungan. Guru harus rajin

membaca, berinteraksi dengan pihak lain, bersikap kritis terhadap diri sendiri, senantiasa

merefleksi diri untuk menemukan kekurangan, dan segera bergerak untuk memperbaiki dirinya

dan memperbaiki kinerjanya.

Guru memiliki kewengan untuk menjadi guru yang merdeka dalam merencana, melaksanakan,

dan menilai hasil kinerjanya (meskipun pemerintah juga memiliki kewenangan untuk

mengevaluasi kinerja guru). Guru harus membaca lengkap isi undang-undang sistem pendidikan

nasional dan undang-undang guru dan dosen. Guru harus mampu menempatkan diri secara

proporsional, tentu demikian seluruh pendidikan nasional, hendaknya mampu menempatkan

sesuai proporsi masing.

Saat ini kesejahteraan guru sudah meningkat, meskipun belum seperti harapan, namun

peningkatan kesejahteraan perlu disyukuri dengan meningkatkan kualitas diri dan kinerjanya.

Page 12: BAB I indif

Bergeraklah guru sahabat semua orang, bergeraklah dan beranilah bergerak memperbaiki diri

(kalau sudah baik meningkatlah). Peningkatan kita sebagai insane pendidik, akan mengakselerasi

kualitas pendidikan kita segera mengejar ketertinggalan.

1. F. Organisasi Pengajaran

CBSA bukanlah belajar kelompok atau belajar mengelompok atau belajar bersama, akan tetapi

suatu strategi pendekatan yang mengembangkan keaktifan semua personil yang terlibat dalam

KBM.

Keaktifan utama yang dituntut adalah keaktifan mental dan bukan keaktifan gerak/fisik dan

sosial/interaksi semata. Kekatifan tersebut diupayakan agar logika, estetika, dan praktika anak

dapat berkembang seoptimal mungkin.

Dalam melaksanakan KBM keaktifan tidak harus dilaksanakan dengan diskusi atau kerja

kelompok, ajan tetapi dikembangkan dengan problem-problem sehingga merangsang anak untuk

senantiasa senang/emosi, cinta/emosi, butuh/need (mental), berpikir, memecahkan problem

(intelek), berkreasi/imajinasi. Dengan kondisi belajar yang menyenangkan anak akan dengan

sepenuh hati belajar dan belajar akan menjadi need dalam dirinya.

Pengajaran dapat diorganisasikan secara individual, kelompok, berpasangan. Pengelompokkan

perlu diperhatikan besar kelompok, organisasi kelompok, sifat kelompok, tujuan kelompok.

Dalam membuat kelompok harus memperhatikan kemauan anak, minat, bakat, prestasi belajar.

Pengelompokkan berdasar prestasi dalam KBM harus dilakukan dengan pertimbangan anak

pintar akan mudah bekerja dengan anak pintar, anak pintar akan cenderung aktif fan anak bodoh

pasif. Pengelompokkan tanpa memperhatikan tingkat prestasi akan meruskan mental anak.

Organisasi pembelajaran memiliki dimensi untuk menjadikan organisasi dapat terus bertahan.

Organisasi seperti ini dinamakan organisasi pembelajar, karena dimensi-dimensi ini akan

memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi. Dimensi-dimensi itu yaitu

:

1. 1. Mental Model

Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat dipengaruhi oleh asumsi

dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam organisasi, berlaku pula kesimpulan yang

Page 13: BAB I indif

diambil mengenai ’how things work’ di dalam organisasi. Hal ini disebut dengan mental model,

yang dapat terjadi tidak hanya pada level individual tetapi juga kelompok dan organisasi.

Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi

yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan

menghambat adaptasi yang dibutuhkan.

1. 2. Pemikiran System Thinking

Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerjasama untuk menghasilkan kinerja

yang optimal. Unit-unit antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang.

Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan

pekerjaan secara sinergik. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergik  ini hanya

akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain, dan memahami

juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya.

Seringkali dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dia kerjakan dan tidak memahami

dampak dari pekerjaan dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul fanatisme seakan-akan

hanya unit dia sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak berperan

sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral. Kerugian akan sangat sering terjadi

akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu dengan lainnya. Pemborosan biaya, tenaga dan

waktu. Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit diri sendiri adalah unit yang paling penting,  

tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota perusahaan tidak memahami konteks

keseluruhan dari organisai.

Kini semakin banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa batas(borderless

organization), atau kalaupun masih menggunakan struktur organisasi berbasis fungsi, kini

fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling melintas batas fungsi.

Organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross-functional organization.

Organisasi yang demikian ini akan membuat proses pembelajaran lebih cepat karena masing-

masing orang dari fungsi yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Page 14: BAB I indif

1. 3. Shared Vision

Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan,

kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organsasi untuk bekerja

secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang karyawan,

organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit

lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus

pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan

semua unit yang ada dalam organisasi.

1. 4. Personal Mastery

Organisasi pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi agar bisa

beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan

paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik (tenaga otot ) ke paradigma yang

berbasis pengetahuan (tenaga otak). Selain itu kecepatan perubahan tipe pekerjaan, telah

menyebabkan  banyak pekerjaan yang tidak diperlukan lagi oleh organisasi  karena digantikan

oleh tipe pekerjaan baru, atau digantikan oleh pekerjaan yang menuntut penggunaan teknologi.

Bilamana pekerja tidak mau belajar hal baru, maka dia akan kehilangan pekerjaan. Selain itu

banyak pekerjaan yang ditambahkan  pada satu pekerjaan (job-enlargement),  ataujob

rotation (mutasi karyawan) agar memudahkan karyawan untuk memahami kegiatan di unit kerja

yang lain demi terwujudnya sinergi.

Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua pekerja di sebuah organisasi

harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan kompetensi dirinya dengan terus

belajar. Kompetensi dirinya bukan semata-mata di bidang pengetahuan, tetapi kemampuan

berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan saling mengapresiasi pekerjaan orang

lain. Organisasi lintas fungsi seperti yang telah dibicarakan di atas akan mempercepat proses

pembelajaran individu di dalam organisasi.

Page 15: BAB I indif

1. 5. Team Learning

Kini makin banyak organisasi berbasis team, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas

fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan team

ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperi yang telah

dibicarakan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal

yang terjadi dalam suatu team, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan

berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan

dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu semangat belajar dalam team, cerita sukses atau gagal

suatu team harus disampaikan pada team yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim

menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal

intelektualnya.

Page 16: BAB I indif

BAB III

KESIMPULAN

Keaktifan siswa (aktif learning) atau lebih sering disebut CBSA merupakan konsep dalam

mengembangkan  keaktifan proses belajar mengajar baik keaktifan mengenai kegiatan guru

maupun siswa. Peserta didik dipandang sebagai komponen yang paling penting dalam system

dan proses pengajaran. Pendekatan CBSA memusatkan pada peranan, inisiatif, dan keterlibatan

anak didik dalam menetapkan masalah, mencari informasi, dan memecahkan masalah.

CBSA bertujuan untuk mengembangkan kemampuan murid agar mampu belajar mandiri,

sehingga ia memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap yang menunjang pembentukkan

kepribadian yang mandiri. Di samping itu, dengan CBSA diharapkan siswa dapat memperoleh

penguasaan materi seoptimal mungkin. Sehingga dalam pelaksanaannya CBSA harus

berpedoman pada prinsip yang ditinjau dari siswa dan prinsip yang ditinjau dari peran guru.

Dari arah dan tujuan CBSA, maka pelaksanaan kemampuan yang diharapkan siswa dalam

pembelajaran berbasis siswa dapat berupa keberanin peserta didik untuk menunjukkan minat,

keinginan, dan dorongan yang ada pada dirinya. Keinginan dan keberanian untuk ikut serta

dalam kegiatan belajar. Usaha dan kreativitas peserta didik, keingintahuan yang kuat, dan rasa

lapang dada, mampu berpikir kritis dan kreatif.

Cara pengembangan CBSA adalah dengan penggunaan lingkungan sebagai sarana dan bahan

belajar, guru pun harus mampu berinovasi dalam menciptakan dan mengoperasionalkan media

pengajaran, guru harus dapat menghargai siswa sebagai pribadi yang unik yang memiliki sifat-

sifat yang khas, guru sebagai  pendorong dan partisipatif serta bukan pemberi

informasi.Pengajaran dapat diorganisasikan secara individual, kelompok, berpasangan.

Pengelompokkan perlu diperhatikan besar kelompok, organisasi kelompok, sifat kelompok,

tujuan kelompok.

Page 17: BAB I indif

DAFTAR PUSTAKA

Atwi Suparman, 1977. Desain Intruksional. Jakarta: Pusat Antar Universitas.

http//akmadsudrajat.wordpress.com)

http//www.kompasiana.com)

http//pembelajaran berbasis siswa.sung wali.htm)

M. Ansyar dan H. Nurtain. 1991. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.Jakarta: Depdikbud

Dijen Dikti.

Mulyani Sumantri, Johar Permana.2001. Strategi Belajar Mengajar.Bandung: CV. MAULANA.

Page 18: BAB I indif

PENGEMBANGAN INOVASI KURIKULUMPEMBELAJARAN BERBASIS KEAKTIFAN SISWA

Di ajukan untuk memenuhi tugas UAS Matakuliah: Inovasi dan Difusi Teknologi Pendidikan

Oleh :

Yoni Tri Kushendarto

0906174

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia