Upload
lissa-alhabsyi
View
55
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka
antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh yang
sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta
perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan
dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka
juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik
(Monaco and Lawrence, 2003).
Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang
kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu
suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan
pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan.
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang
dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan
yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.
1
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Kedalaman luka
tergantung pada respon pasien terhadap luka tersebut. Luka yang dialami seseorang dapat
dapat beresiko pada keselamatan tubuh dan dapat merangsang penyembuhan yang komplek.
Pengetahuan tentang pola normal penyembuhan luka dapat membantu perawat mengenali
berbagai perubahan yang memerlukan intervensi.
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Lukaadalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995).Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ2. Respon stres simpatis3. Perdarahan dan pembekuan darah4. Kontaminasi bakteri5. Kematian sel
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan sifatnya:
Luka Akut.
Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang
diharapkan atau dengan kata lain sesuai dengan konsep penyembuhan. Luka akut
dapat dikategorikan sebagai:
Luka akut pembedahan, contoh: insisi, eksisi dan skin graft.
Luka akut bukan pembedahan, contoh: Luka bakar.
Luka akut akibat faktor lain, contoh:abrasi, laserasi, atau injuri pada
lapisan kulit superfisial.
Luka Kronis.
Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami keterlambatan
atau bahkan kegagalan. Contoh: Luka decubitus, luka diabetes, dan leg ulcer.
2
Berdasarkan Kehilangan Jaringan.
Superfisial; luka hanya terbatas pada lapisan epidermis.
Parsial (partial-thickness); luka meliputi lapisan epidermis dan dermis.
Penuh (full-thickness); luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan
bahan dapat juga melibatkan otot, tendon, dan tulang.
Berdasarkan Stadium.
Stage I.
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.
Stage II.
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.
Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, panasa, dan edema. Exudate sedikit
sampai sedang.
Stage III.
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub cutan, dengan terbentuknya
rongga (cavity), exudate sedang sampai banyak.
Stage IV.
Hilangnya jaringan sub cutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang
melibatkan otot, tendon dan atau tulang. Exudat sedang sampai banyak.
Berdasarkan mekanisme terjadinya.
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
3
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas,
listrik, kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.
Berdasarkan Penampilan Klinis.
Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau
lembab.
Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous.
Terinfeksi (kehijauan): Terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri,
panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.
Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat.
Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.
Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka
a) Clean Wounds (Luka bersih), y/ luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) & infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital & urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)à luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital / perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka : 3% – 11%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan & operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik / kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi non purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2.3 Proses penyembuhan luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan.
Dirinya Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing
dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan
4
terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu
untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas
dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan (Taylor, 1997).
Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
(1)Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
(2) Respon tubuh pada luka lebihefektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
(3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
(5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
(6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari
benda asing tubuh termasuk bakteri.
Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).
Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah
besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk
oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi
pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan
jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi.
Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan
mencegah masuknya mikroorganisme
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit
bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama
5
lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme
dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung
epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat
proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses
penyembuhan
Koagulasi merupakan respon yang pertama
terjadi sesaat setelah luka terjadi dan
melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan
menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini
bertujuan untuk homeostatis sehingga
mencegah perdarahan lebih lanjut.
Pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk
homeostatis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.
Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga
sekitar 3 hari. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil).
Neutrofil selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam
persiapan pembentukan jaringan baru.
Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).
Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses penyembuhan
selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau rekonstruksi.
Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam
pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang
disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah
kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang
diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa
fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini
disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
6
Tujuan utama dari fase ini adalah:
Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).
Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi bersamaan
dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat
bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan pembentukan atau deposit komponen
matrik baru.
Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan).
Menurut Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan
terjadinya penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan
sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan
tampak semakin mengecil atau menyatu.
Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1tahun).
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan
luka. Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-
serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong
oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang
utama pada matrks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu
serta berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan.
Akhir dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai
kekuatan 80 % dibanding kulit normal.
Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase:
Fase Penyembuhan Luka Waktu Sel yang Terlibat
Hemostasis Segera (menit) Patelet
Inflamasi Hari 1-3 Neutrofil, Makrofag
Proliferasi sel Hari 3-21 Makrofag
Granulasi & matrix repair Hari 7-21 Limfosit, AngiositNeurosit, Fibroblast
7
Epitelisasi Hari 3-21 Keratinosit
Remodeling/ pembentukan scar Hari 21-beberapa tahun Fibrosit
2.4 Tipe penyembuhan luka
Primary Intention Healing.
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat dirapatkan kembali melalui jahitan, klip
atau plester.
Delayed Primary Intention Healing.
Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat
penyembuhan.
Secondary Healing.
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi,
kontraksi dan epitelisasi. Secondary healing menghasilkan scar.
TYPE PENYEMBUHAN
Primary Intention Healing
Delayed Primary Intention Healing
Secondary Intention Healing
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Faktor yang Mempengaruhi Luka
1. Usia
8
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit
kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang
nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika
mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama
karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar
lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-
orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,
lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau
diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi
oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses
penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan
nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka
9
terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh
darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor lokal Faktor general
1. Suplai pembuluh darah
yang kurang.
2. Denervasi.
3. Hematoma.
4. Infeksi.
5. Iradiasi.
6. Mechanical stress.
7. Dressing material.
8. Tehnik bedah.
9. Irigasi.
10. Elektrokoagulasi.
11. Suture materials.
12. Antibiotik.
13. Tipe jaringan.
14. Facilitious wounds .
1. Usia.
2. Anemia.
3. Anti inflammatory drugs.
4. Cytotoxic and metabolic drugs.
5. Diabetes mellitus.
6. Hormon.
7. Infeksi sistemik.
8. Vitamin C dan A.
9. Penyakit menular.
10. Malnutrisi.
11. Obesitas.
12. Temperatur.
13. Trauma, hipovolemia dan
hipoksia.
14. Uremia.
10
2.6 Beberapa prinsip perawatan luka
1.Debridement:
Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik à “debris” & dapat menghambat
penyembuhan luka à diperlukan tindakan untuk membersihkan luka dari semua materi asing
ini. Nekrotomi (pembuangan jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka.
Debridemen dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound bed)
bersih & vital.
2. Moist wound bed:
Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti basah. Kassa yang
direndam dalam larutan seperti NaCl itu “basah” & bukan “lembab”, karena kassa yang basah
dapat menjadi kering, sehingga tidak pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah
adanya eksudat yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih,
growth factors, & enzim2 yang berguna dalam proses penyembuhan luka. Suasana lembab ini
harus dipertahankan dengan diikuti pencegahan infeksi & pembentukan pus.
3.Prevent further injury:
Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan antar selnya kurang
kuat. Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak membuat luka/kerusakan yang baru
pada jaringan di sekitarnya. Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan
lainnya misalnya terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia dll.
4.Nutritional therapy:
Nutrisi : suatu terapi & bukan hanya sebagai suplemen/tambahan. Terapi nutrisi sangat
penting dalam proses penyembuhan luka sebab komponen jaringan yang rusak & harus
diganti pada setiap luka memerlukan elemen pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi.
5. Treat underlying disease(s):
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka : penyakit yang
mendasari luka tersebut, mis., diabetes mellitus, chronic venous insufficiency. Jika penyakit
yang mendasarinya tidak diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.
6. Work with the law of nature:
“Time heals all wounds”. Sesungguhnya penyembuhan luka dilakukan oleh tubuh
penderita itu sendiri, yang dapat kita lakukan : memberikan suasana & kondisi yang ideal
11
agar luka dapat sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang
menghambat penyembuhan luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik sampai keadaan
status lokalis luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka tidak dapat sembuh.
2.7 Tahap perawatan luka secara umum
1. Describe: Luka akut/ kronis, luas/ kecil, permukaan / dalam, terbuka / tertutup (punctured
wound), dengan atau tanpa underlying diseases, dsb.
2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris, pus, jaringan
nekrotik, corpus alienum, & semua hal yang menghambat penyembuhan luka. Jika perlu,
lakukan debridement dengan anestesi umum agar pasien tidak kesakitan & debridement dapat
dilakukan dengan sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar luka. Irigasi
cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% / aqua (H2O). Hindari pemakaian
antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang sehat (H2O2, povidone iodine,
alkohol, dll). Debridement hendaknya dilakukan bertahap untuk mencegah kerusakan
jaringan sehat yang berlebihan.
3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang memenuhi prinsip
perawatan luka yakni “moist” / lembab, bukan “wet” atau basah. Jika memungkinkan, pilih
dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan negatif pada dasar luka (negative
pressure), artinya debris/pus/eksudat di dasar luka diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih
tipe wound dressing yang paling ideal & memenuhi prinsip penanganan luka.
4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya luka tidak
diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, dll), luka tidak akan dapat sembuh dengan
sempurna.
5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan luka.
Perawatan luka akut:
Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang
dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan).
Secara umum waktu 8 jam ditentukan sebagai “golden period” untuk luka. Jaringan
tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak mendapatkan asupan O2 dari darah) selama lebih
dari 8 jam akan menjadi nekrosis & kerusakannya tidak dapat dikembalikan ke
keadaan normal (sering disebut irreversible injury). Maka dari itu sebaiknya
perawatan luka dimulai secepatnya sejak luka/injury terjadi & tidak menunggu hingga
nekrosis.
12
Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan pisau yang
bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi penyembuhan luka secara
primer (primary wound healing). Luka akut yang kotor memerlukan penanganan
debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan luka, sesuai dengan prinsip perawatan
luka secara umum.
Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka terjadi.
Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa pendapat
mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril, & flora normal pada luka masih
diperlukan untuk melawan kuman patogen.
Drosou et al. mengatakan bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine, alkohol, atau
peroksida (H2O2) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak dianjurkan
untuk digunakan pada luka terbuka.
Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen luka adalah cairan fisiologis
(NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi bersih.
Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat
dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian dressing. Waktu
3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang diperlukan bagi luka untuk
melewati fase proliferasi & epitelisasi pada luka akut tipe primary healing/repair.
Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut bukan lagi dinamakan luka
terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound dressing & pencucian. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air / NaCl fisiologis untuk mencuci krusta &
kemungkinan adanya kuman yang menempel saat dressing dibuka.
2.8 Perawatan luka kronis
Luka kronis : luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-fase
penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka kronis melewati seluruh fase
13
penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi & struktur anatomis yang benar. Luka
dapat menjadi kronis jika terdapat hambatan/gangguan pada saat melewati fase-fase
penyembuhan, misalnya adanya penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula
seperti diabetes, dll.), nutrisi yang kurang, / akibat perawatan luka yang tidak benar.
Patologi Luka Kronik
Proses patologi dari luka kronik antara lain (Broderick, 2009):
a. Pemanjangan fase inflamasi
b. Penuaan sel (sel tua yang kurang viabel), dimana terjadi perubahan kemampuan sel
untuk berproliferasi.
c. Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor)
d. Tidak terdapat perdarahan awal yang dapat memicu kaskade penyembuhan luka
e. Peningkatan kadar protease (enzim yang memakan protein).
Gangren diabetikum à salah 1 luka kronis yang paling sering dijumpai dan sering
berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara baik & benar yang
dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur sesungguhnya dapat mencegah
tindakan amputasi yang berlebihan.
Penatalaksanaan
a. Perawatan Dasar
Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki peranan dalam
mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus dekubitus. Demikian pula
debridemen kalus secara teratur, perawatan kuku, dan sepatu khusus untuk
mengurangi tekanan penting untuk perawatan kaki diabetik akibat neuropati
diabetik. Penggunaan verban kompresi dan stoking penting dan efektif dalam
mengobati ulkus vena. (Harding and Morris, 2002)
b. Debridement yang adekuat
Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan jaringan
nekrotik yang menghambat penyembuhan. (Sudjatmiko, 2010)
c. Penanganan infeksi
Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan perhitungan
kwantitatif sebaiknya dilakukan. (Sudjatmiko, 2010)
d. Penutupan luka yang baik
14
Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan penyembuhan
luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010) Fokus utama dari
perawatan luka kronis dalam beberapa tahun terakhir adalah mengembangkan
metode penutupan luka yang baik sehingga dapat menciptakan lingkungan yang
lembab untuk membantu penyembuhan luka. Winter menunjukkan pada model
hewan bahwa proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka
ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam studi klinis
terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya masih memiliki manfaat
bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan dengan meningkatkan kenyamanan
serta efektivitas biaya. Kemajuan dalam teknologi penutupan luka belum dapat
menemukan zat yang dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka,
kecuali penutupan luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang
secara khusus membantu penyembuhan luka. (Harding and Morris, 2002)
e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal
Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam tipe sel ke
daerah luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu angiogenesis, serta mengatur
sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan
secara topikal belum memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan
sebelumnya. Hal ini tidak mengejutkan mengingat proses penyembuhan luka
sangatlah kompleks. Sampai saat ini hanya platelet derived growth factor yang
telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang tidak terinfeksi
samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik (becaplermin, Regranex).
Penelitian telah menunjukkan bahwa platelet derived growth factor juga memiliki
manfaat dalam mengobati ulkus dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte
colony stimulating factor telah diteliti bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki
yang terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat penyembuhan selulitis serta
menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu, fibroblast growth factor
dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan epidermal growth factor dapat
digunakan pada ulkus vena di kaki. Di masa yang akan datang faktor pertumbuhan
dapat diberikan secara bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu
tertentu agar semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal.
Keragaman faktor pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-
faktor tersebut memiliki potensi sebagai pengobatan baru jika kebutuhan individual
pasien dapat dikenali.
15
f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat penyembuhan
luka
Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan lokal, dan
gravitasi.
g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)
VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu penutupan
luka melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik atau tekanan negatif
ke permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi eksudat, merangsang
angiogenesis, mengurangi kolonisasi bakteri dan menngkatkan pembentukan
jaringan granulasi. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapat menutup
luka dengan lebih cepat, bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri.
(Harding and Morris, 2002)
Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka akut.
Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk menghilangkan faktor
penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat dilakukan secara bertahap untuk
mengurangi kemungkinan further injury pada jaringan sehat disekitar luka. Prinsip
moist wound bed pun harus dilakukan dengan pemilihan wound dressing yang tepat.
Nutrisi & pengobatan penyakit yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya
pasien memperoleh asupan gizi yang baik untuk mempercepat penyembuhan luka.
Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya sel-sel
neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan sebagai luka
kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti prinsip-prinsip di atas
dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik.
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap
lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi
oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik, seperti
”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers”.
Dan metode moist wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban
luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka
dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.
Keuntungan dari permukaan luka yang lembab:
Mengurangi pembentukan jaringan parut
Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan
16
Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan devitalisasi/yang
mati
Menambah pertahanan immun permukaan luka
Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast
Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis
Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari balutan kasa
konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi penggantian balutan dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat biaya yang dibutuhkan.
Balutan Luka
Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel, dan
film transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang
membantu pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan
melindungi lingkungan dasar luka secara alami.
Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada area luka.
Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.
Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi oklusive,
berarti air dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini dan termasuk
juga dapat mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.
BAB III
KESIMPULAN
17
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan
kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Luka dapat
diklasifikasi berdasarkan waktu penyembuhan luka, proses terjadinya, dan derajat
kontaminasi. Sementara itu proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori,
tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka, yaitu
primer, sekunder, dan tersier
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait
dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Fase hemostasis dan
inflamasi ditandai dengan adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan
pada jaringan lunak yang bertujuan menghentikan perdarahan dan sterilisasi. Selanjutnya
pada fase proliferasi, fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,
menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar
kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Selanjutnya fase remodelling yang
bertujuan menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang
kuat dan berkualitas.
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri (endogen) dan
oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah gangguan
koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan
darah akan menghambat penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan
dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh
terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi. Perawatan luka sebaiknya dijaga pada
kondisi lingkungan yang lembab karena mempercepat epitelisasi. Komplikasi penyembuhan
luka di antaranya keloid dan jaringan parut hipertrofik.
Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui tahapan penyembuhan
luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3 bulan.Luka kronik dapat disebabkan oleh
pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik
pasien sehat maupun mereka yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka kronik
antara lain: ulkus dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis
vena, ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.
2. Harding, KG; Morris, G K patel. 2002. Science, medicine, and the future
Healing chronic wounds. BMJ Vol 324
3. Libby Swope Wiersema. 2011. List of Surgical Wound Classifications Last. http://www.livestrong.com/article/220345-list-of-surgical-wound-classifications/, List of Surgical Wound Classifications ( diakses 1 des 2012)
4. Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing. Biomed Scient. 609-15.
5. Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical site infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80. www.medscape.com/vie war ticle/414393_4 ( diakses 1 des 2012)
6. Metcalfe, Anthony D and Ferguson, Mark W.J. Tissue engineering of replacement skin: the crossroads of biomaterials, wound healing, embryonic development, stemcells and regeneration. J. R. Soc. Interface 2007 4, 413-437
7. Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.
8. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC. 3: 72-81.
9. Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan.
10. Morison, Maya J. (2003). Seri Pedoman Praktis : Manajemen Luka. Jakarta : EGC
11. Handaya, Yuda. (2009) . Luka Wound Healing Dr Yuda Umm,http://www.slideshare.net/david1980/luka-wound-healing-dr-yuda-umm : Malang
12. Purwahyudi, Ari. (2008) . Perawatan Dekubitus.
, http://www.slideshare.net/aripurwahyudi/perawatan-dekubitus-3617137
19