30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh peristiwa emboli. Emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Insiden sebenarnya dari PE tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat diagnosis klinis, tetapi PE merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pasien-pasien di rumah sakit, dan telah dilaporkan sebagai penyebab lebih dari 200.000 kematian di Amerika Serikat tiap tahunnya. PE masif adalah salah satu penyebab kematian mendadak yang paliing sering, penyebab kematian kedua setelah penyakit arteri koronaria. Penelitian-penelitian pada autopsi memperlihatkan bahwa sebanyak 60% pasien yang meninggal di rumah sakit disebabkan oleh PE, namun sebanyak 70% kasus tiak diketahui. Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian antikoagulasi, antitrombolitik, terapi oksigen, meningkatkan status pernafasan dan vaskuler. baik dengan intervensi pembedahan dan intervernsi kegawatdaruratan. 1.2. TUJUAN 1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pernapasan. 2. Untuk mengetahui histologi dari pembuluh darah dan paru. 3. Untuk mengetahui pengertian trombosis dan patogenesisnya . 4. Untuk mengetahui pengertian emboli paru serta epideminologinya. 5. Untuk mengetahui etiologi dari emboli paru. 6. Untuk mengetahui patofisiologi dari emboli paru. 7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari emboli paru 8. Untuk mengetahui faktor resikonya emboli paru. 9. Untuk mengetahui Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan emboli paru. 10. Untuk mengetahui komplikasi dari emboli paru. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru

akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh

peristiwa emboli. Emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa

juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau

gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat

pembuluh darah.

Insiden sebenarnya dari PE tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat

diagnosis klinis, tetapi PE merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas

pasien-pasien di rumah sakit, dan telah dilaporkan sebagai penyebab lebih dari

200.000 kematian di Amerika Serikat tiap tahunnya. PE masif adalah salah satu

penyebab kematian mendadak yang paliing sering, penyebab kematian kedua

setelah penyakit arteri koronaria. Penelitian-penelitian pada autopsi

memperlihatkan bahwa sebanyak 60% pasien yang meninggal di rumah sakit

disebabkan oleh PE, namun sebanyak 70% kasus tiak diketahui.

Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian

antikoagulasi, antitrombolitik, terapi oksigen, meningkatkan status pernafasan dan

vaskuler. baik dengan intervensi pembedahan dan intervernsi kegawatdaruratan.

1.2. TUJUAN 1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pernapasan.2. Untuk mengetahui histologi dari pembuluh darah dan paru.3. Untuk mengetahui pengertian trombosis dan patogenesisnya .4. Untuk mengetahui pengertian emboli paru serta epideminologinya.5. Untuk mengetahui etiologi dari emboli paru.6. Untuk mengetahui patofisiologi dari emboli paru.7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari emboli paru 8. Untuk mengetahui faktor resikonya emboli paru.9. Untuk mengetahui Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan emboli

paru.10. Untuk mengetahui komplikasi dari emboli paru.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

11. Untuk mengetahui penatalaksana dari emboli paru.12. Untuk mengetahui Prognosis dari emboli paru.

1.3. MAMFAAT

Mamfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang

emboli paru.

BAB II

PEMBAHASAN

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

1.2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan.

Pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan

tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari

metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer

kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida yang dihasilkan sel-

sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam

produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh

melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran

pernapasan dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai

berikut: rongga hidung - faring – laring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus

dan alveolus).

Adapun alat-alat Pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :

1. Alat Pernafasan Atasa. Rongga hidung (cavum nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).

Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak

(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir

berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.

Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring

partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang

mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang

masuk.Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara

sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu

lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas

yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2).

Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang

sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari

menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan

mengalir ke faring.

b. Faring

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan

dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang

faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita

vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar

dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan

makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat

tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar

peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga

mengakibatkan gangguan kesehatan.

(Gambar 1.1 Faring)

c. Laring

Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).

Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan

terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk

melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat

tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya

infeksi dan tumor).

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

(Gambar 1.2 Laring)

2. Alat Pernafasan Bawaha. Trakea

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di

leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,

dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-

silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran

pernapasan.

b. Bronkus

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan

dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya

tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih

besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus

bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

c. Paru-paruParu-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping

dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang

berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)

yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2

lobus.Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput

bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan

tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).

(Gambar 1.3 Paru-Paru)

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura

yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma

darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel

terhadap air dan zat-zat lain.

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan

pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah

permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter

± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus

ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus

memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.

Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam

campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). mempunyai silia dan

di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara

(alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil

yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang

tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler

darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

1.2.2 Histologi Dari Pembuluh Darah Dan Paru.

Struktur pembuluh darah

(Gambar 2.1 dinding arteri, vena dan kapiler)

Pembuluh darah umumnya terdiri atas lapisan atau tunika, yakni :

Tunika intima memiliki satu lapis sel endotel, yang ditopang oleh selapis tipis

subendotel jaringan ikat longgar yang kadang-kadang mengandung sel otot

polos. Pada arteri, intima dipisahkan dari tunika media oleh suatu lamina

elastica interna, yaitu komponen terluar intima. Lamina ini, yang terdiri atas

elastin, memiliki celah (fenestra) yang memungkinkan terjadinya difusi zat

untuk memberikan nutrisi ke sel-sel bagian dalam dinding pembuluh. Karena

tekanan darah dan kontraksi pembuluh darah pembuluh. Tunika media, yaitu lapisan tengah, terutama terdiri atas lapisan konsentris sel-

sel otot polos yang tersusun secara berpilin. Di antara sel-sel otot polos,

terdapat berbagai serat dan lamela elastin, serat retikular kolagen tipe III,

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

proteoglikan, dan glikoprotein yang kesemuannya dihasilkan sel-sel ini. Pada

arteri, tunika media memiliki lamela elastica yang lebih tipis, yang

memisahkannya dengan tunika adventitia. Tunika adventitia, atau tunika eksterna terutama terdiri atas serat kolagen tipe I,

dan elastin. Lapisan adventisia berangsur menyatu dengan jaringan ikat stromal

organ tempat pembuluh darah berada.

Pembuluh besar umumnya memiliki vasa vasorum (“pembuluh dari

pembuluh”), yang berupa arteriol, kapiler atau venula, yang bercabang-cabang di

tunica adventitia dan tunica media bagian luar. Vasa vasorum membawa metabolik

ke sel-sel lapisan tersebut, karena pada pembuluh besar, lapisannya terlalu tebal

untuk mendapat makanan secara difusi dari darah yang mengalir didalam

lumennya. Darah dalam lumen itu sendiri menyediakan nutrien dan oksigen untuk

sel tunica intima. Karena membawa darah yang terdeoksigenasi, vena-vena besar

biasanya memiliki lebih banyak vasa vasorum ketimbang di arteri.

Bronkus

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

a)

b) c)

(Gambar 2.2 (a) Percabangan Bronkus (b) Bronkus (segmental) tersier, (c)

Dinding bronkus)

Setiap bronkus primer bercabang-cabang dengan setiap cabang yang

mengecil sehingga tercapai diameter sekitar 5 mm. Mukosa bronkus besar secara

struktural mirip dengan mukosa trakea, kecuali pada susunan kartilago dan otot

polosnya (Gambar 2.2b). Di bronkus primer, kebanyakan cincin kartilago

sepenuhnya mengelilingi lumen bronkus, tetapi seiring dengan mengecilnya

diameter bronkus, cincin kartilago secara Perlahan digantikan lempeng kartilago

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

hialin. Seiumlah besar kelenjar mukosa dan serosa juga ditemui dengan saluran

yang bermuara ke dalam lumen bronkus. Di lamina propria bronkus, terdapat

berkas menyilang otot polos yang tersusun spiral (Gambar 2.2b dan 2.2c), yang

menjadi lebih jelas terlihat di cabang bronkus yang lebih kecil. Kontraksi lapisan

otot ini bertanggung jawab atas tampilan berlipat mukosa bronkus yang diamati

pada sediaan histologis. Lamina propria juga mengandung serat elastin dan

memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa (Gambar 2.2c), dengan saluran yang

bermuara ke dalam lumen bronkus. Banyak limfosit ditemukan baik di dalam

lamina propria dan di antara sel-sel epitel. Terdapat kelenjar getah bening dan

terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus. Serat elastin, otot

polos dan MALT relatif bertambah banyak seiring dengan mengecilnva bronkus

dan berkurangnya kartilago dan jaringan ikat lain.

Bronkiolus

a) b) Gambar 2.3 a) bronkiolus, b) bronkiolus terminalis

Bronkiolus, yaitu jalan napas intralobular berdiameter 5 mm atau kurang,

terbenfuk setelah generasi kesepuluh percabangan dan tidak memiliki kartilago

maupun kelenjar dalam mukosanya (Gambar 2.3a). Pada bronkiolus yang lebih

besar, epitelnya masih epitel bertingkat silindris bersilia, tetapi semakin

memendek dan sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau

selapis kuboid di bronchiolus terminalis yang lebih kecil. Sel goblet menghilang

selama peralihan ini, tetapi epitel bronchiolus terminalis juga mengandung

sejumlah besar sel kolumnar lain: sel bronkiolar eksokrin, yang lazim disebut sel

Clara (Gambar 2.3b). Sel yang aktif bermitosis ini menyekresi komponen

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

surfaktan dan memiliki berbagai fungsi pertahanan yang penting. Sebaran sel

neuroendokrin juga dijumpai, yang menghasilkan serotonin dan peptida lain yang

membanlu mengatur tonus otot polos setempat. Kelompok sel serupa, yang

disebut badan neuroepitel, dijumpai di sejumlah bronkiolus dan pada tingkat yang

lebih tinggi di percabangan bronkus. Badan ini dipersarafi oleh serabut saraf

sensoris dan autonom serta sejumlah sel tampaknya berfungsi sebagai reseptor

kemosensorik dalam memantau kadar O2. udara. Sel punca epitelial juga dijumpai

pada kelompok sel-sel tersebut. Lamina propria bronkiolus sebagian besar terdiri

atas otot polos dan serat elastin. Otot-otot bronkus dan bronkiolus berada di

bawah kendali nervus vagus dan sistem saraf simpatis, selain pengaruh peptida

neuroendokrin. Stimulasi nervus vagus mengurangi diameter struktur-struktur

tersebut; stimulasi simpatis menghasilkan efek kebalikannya.

Bronchiolus Respiratorius

(Gambar 2.4 Bronchiolus Respiratorik )

Setiap bronchiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih

bronchiolus respiratorius yang berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian

konduksi dan bagian respiratorik sistem pernapasan (Gambar 2.4). Mukosa

bronchiolus respiratorius secara strukfural identik dengan mukosa bronchiolus

terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus tempat

terjadinya pertukaran gas. Bagian bronchiolus respiratorius dilapisi oleh epitel

kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus

menyatu dengan sel-sel alveolus gepeng (sel alveolus tipe I). Semakin ke distal di

sepanjang bronkiolus ini, jumlah alveolusnya semakin banyak, dan jarak di

antaranya semakin pendek. Di antara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri atas

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

epitel kuboid bersilia, meskipun silia dapat tidak dijumpai di bagian yang lebih

distal. Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di bawah epitel bronchiolus

respiratorius.

Ductus Alveolaris

(Gambar 2.5 Duktus Alveolaris)

Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke

dalam dinding bronkiolus semakin banyak. Bronkiolus respiratorius bercabang

menjadi saluran yang disebut ductus alveolaris yang sepenuhnya dilapisi oleh

muara aiveoli (Gambar 2.5). Ductus alveolaris dan alveolus dilapisi oleh sel

alveolus gepeng yang sangat halus. Di lamina propria yang mengelilingi tepian

alveolus terdapat anyaman sel otot polos, yang menghilang di uiung distal ductus

alveolaris. Sejumlah besar matriks serat elastin dan kolagen memberikan

sokongan pada duktus dan alveolusnya. Dukfus aiveolaris bermuara ke dalam

atrium di dua saccus alveolaris atau lebih .Serat elastin dan retikular membentuk

jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium, saccus alveolaris, dan alveoli.Serat-

serat elastin memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi dan

berkontraksi secara pasif selama ekspirasi. Serat-serat retikular berfungsi sebagai

penunjang yang mencegah pengembangan berlebih dan kerusakan kapiler-kapiler

halus dan septa alveolar yang tipis. Kedua serabut tersebut menunjang jaringan

ikat yang menampung jalinan kapiler di sekitar setiap alveolus.

Alveolus

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Alveolus merupakan evaginasi mirip kantong (berdiameter sekitar 200

µm) di bronchiolus respiratorius, ciuctus alveolaris, dan saccus alveolaris. Alveoli

bertanggung jawab atas terbentuknya struktur berongga dalam paru (Gambar 2.4-

dan 2.5). Secara struktural, alveolus menyerupai kantong kecil yang terbuka pada

satu sisinya, yang mirip dengan sarang

lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk ini, berlangsung Perfukaran O2, dan CO2,

antara udara dan darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk

memudahkan dan memperlancar difusi antara lingkungan luar dan dalam.

Umumnya, setiap dinding terletak di antara dua alveolus yang bersebelahan

sehingga disebut sebagai septum interalveolus. Satu septum interalveolar

memiliki sel dan matriks ekstrasel iaringan ikat, terutama serat elastin dan

kolagery yang dipendarahi oleh sejumlah besar jalinan kapiler tubuh (Gambar

2.4). Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh tiga komponen

yang secara kolektif disebut sebagai membran respiratorik atau sawar darah-

udara:

Lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, Lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel kapiler, dan Sitoplasma sel endotel

Tebal keseluruhan ketiga lapisan ini bervariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm. Di

dalam sepfum interalveolus, anastomosis kapiler paru ditunjang oleh jalinan serat

retikular dan elastin, yang merupakan penyangga strukfural utama alveolus.

Makrofag dan leukosit lain dapat juga ditemukan di dalam interstisium septum.

Lamina basal sel endotel kapiler dan sel epitel (alveolar) bersatu sebagai satu

struktur bermembran.

Pori berdiameter 10-15 µm dijumpai pada septum interalveolus dan

menghubungkan alveolus yang berdekatan dan bermuara keberbagai bronkiolus.

Pori-pori tersebut menyetarakan tekanan udara di alveolus dan meningkatkan

sirkulasi kolateral udara ketika sebuah bronkiolus tersumbat. O2, dari udara

alveolus masuk ke darah kapiler melalui sawar udara-udara CO2, berdifusi ke arah

yang berlawanan. Pembebasan CO2, dari H2CO2. dikatalisis oleh enzim karbonat

anhidrase yang terdapat dalam eritrosit. Sekitar 300 juta alveoli dalam paru

menambah luas permukaan internal Paru-Paru untuk berlangsungnya pertukaran

gas, yang diperkirakan mencapai 140 m2.

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Pembuluh Darah dan Saraf Paru

Sirkulasi dalam paru mencakup pembuluh nutrien (sistemik) maupun

pembuluh fungsional (pulmonal). Arteri-arteri dan vena-vena paru

menggambarkan sirkulasi fungsional dan arteri tersebut memiliki dinding yang

tipis akibat tekanan yang rendah (25 mmHg sistolik dan 5 mmHg diastotik) di

dalam sirkulasi paru. Di dalam paru, a. pulmonalis bercabang mengikuti

percabangan bronkus, dengan cabang-cabang yang dikelilingi adventisia bronkus

dan bronkiolus. Di tingkat ductus alveolaris, cabang-cabang arteri ini membentuk

jalinan kapiler di dalam septum interalveolus dan berkontak erat dengan alveolus.

Paru-paru mempunyai jalinan kapiler yang paling berkembang di dalam tubuh,

dengan kapiler di antara semua alveoli, termasuk kapiler dalam bronchiolus

respiratorius. Venula yang berasal dari jalinan kapiler ditemukan satu-satu di

dalam parenkim, dan agak menjauh dari jalan napas, yang ditopang oleh selapis

tipis jaringan ikat. Setelah meninggalkan lobulus, vena mengikuti percabangan

bronkus ke arah hilus. Pembuluh nutrien mengikuti percabangan bronkus dan

mendistribusikan darah ke sebagian besar paru sampai pada bronchiolus

respiratorius, di tempat pembuluh ini beranastomosis dengan cabang-cabang kecil

dari a. pulmonalis. Pembuluh limfe muncul di iaringan ikat bronkiolus. Pembuluh

ini mengikuti bronkiolus, bronkus dan pembuluhpembuluh pulmonal serta

semuanya mencurahkan isinya ke dalam kelenjar getah bening di daerah hilus.

Jalinan limfatik ini disebut jalinan dalam untuk membedakannya dari jalinan

superfisial pembuluh limfe di pleura viseral. Kedua jalinan tersebut bermuara

menuju hilum, baik dengan mengikuti pleura maupun setelah memasuki jaringan

Paru melalui septa interlobularis. Pembuluh limfe tidak ditemukan di bagian

terminal percabangan bronkus atau di luar ductus alveolaris. Serabut saraf

simpatis maupun parasimpatis menginervasi paru dan serabut aferen viseral

umum, yang membawa sensasi nyeri yang kurang terlokalisasi. Kebanyakan saraf

terdapat dalam jaringan ikat di sekitar saluran napas besar.

1.2.3 Pengertian trombosis dan patogenesisnya .

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Trombosis merupakan proses pembentukan bekuan darah yang tidak

sesuai di dalam sistem vaskular manusia hidup, dan bekuan darah tersebut disebut

trombus. Trombus dapat terbentuk dalam sistem arteri maupun sistem vena.

Tiga pengaruh utama yang mempengaruhi terjadinya pembentukan

trombus, disebut dengan TRIAS VIRCHOW, yaitu (1) jejas endotel, (2) statis atau

turbulensi aliran darah, (3) hiperkoagulabilitas darah.

(Gambar 3.1. Trias Virchow pada trombosis. Integritas endotel merupakan

satu-satunya faktor terpenting. Jejas pada sel endotel juga dapat mengubah aliran

darah lokal dan mempengaruhi koagulabilitas. Aliran darah abnormal (stasis dan

turbulensi) selanjutnya dapat menyebabkan jejas endotel. Faktor tersebut dapat

bekerja secara independen atau dapat bergabung menyebabkan pembentukan

trombus )

a. Jejas endotel

Jejas endotel merupakan pengaruh yang menonjol dan dengan sendirinya

dapat menyebabkan trombosis. Pengaruh ini secara khusus penting dalam

pembentukan trombus pada sirkulasi jantung dan arteri. Misalnya dalam rongga

jantung jika telah terjadi jejas endokard (misalnya infark miokard atau valvulitis),

diatas plak yang mengalami ulserasi pada arteri yang mengalami ateroskelerotik

berat, atau pada lokasi terjadinya jejas vaskular akibat trauma atau peradangan.

Penting untuk diperhatikan bahwa endotel tidak perlu dikikis atau dilukai secara

fisik untuk menimbulkan trombosis; setiap terjadi gangguan dalam keseimbangan

efek protrombosis dan antitrombosis yang dinamis dapat mempengaruhi peristiwa

pembekuan lokal.

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

(Gambar 3.2. Ilustrasi skematik beberapa aktivitas pro dan antikoagulan

sel endotel. Tidak terliihat perangkat pro dan antifibrolisis. NO (nitrat oksidasi),

PGI2 (prostasiklin), t-PA (tissue plasminogen activator), vWF (faktor von

willebrand))

Oleh karena itu, disfungsi endotel yang bermakna dapat terjadi karena

turbulen pada katup yang terdapat jaringan parut, endotoksin bakteri. Bahkan,

pengaruh yang relatif kecil, seperti homosistinuria, hiperkolestrolemia, radiasi,

atau produk yang diserap dari asap rokok dapat menjadi sumber terjadinya jejas

dan disregulasi endotel. Tanpa memperhatikan penyebab, hilangnya endotel secara

fisik mengakibatkan hilangnya pajanan kolagen subendotel (dan aktivator

trombosit lain), perlekatan trombosit, pelepasan faktor jaringan, dan deplesi PGI2

dan PA lokal. Endotel yang mengalami disfungsi dapat menghasilkan faktor

prokoagulasi dalam jumlah yang lebih besar (misalnya, molekul adhesi untuk

mengikat trombosit, faktor jaringan, PAI, dll) dan efektor antikoagulan dalam

jumlah yang lebih kecil (misalnya, trombomodulin, PGI2, t-PA).

b. Perubahan pada aliran darah normal.

Turbulensi turut berperan pada trombosis arteri trombosis arteri dan

trombosis kardiak dengan menyebabkan cedera atau disfungsi endotel, serta

membentuk aliran kebalikan dan kantong stasis lokal; stasis merupakan faktor

utama dalam pembentukan trombus vena. Aliran darah normal adalah laminar

sedemikian rupa sehingga unsur trombosis mengalir pada bagian sentral dari

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

lumen pembuluh darah, yang terpisah dari endotel oleh suatu zona jernih plasma

yang bergerak lebih lambat. Oleh karena itu, stasis dan turbulensi akan

mengganggu (1) mengganggu aliran laminar dan melekatkan trombosit pada

endotel, (2) mencegah pengenceran faktor pembekuan yang teraktivasi oleh darah

segar yang terus mengalir, (3) menunda aliran masuk inhibitor faktor pembekuan

dan memungkinkan pembentukan trombus, (4) meningkatkan aktivasi sel endotel,

mempengaruhi pembentukan trombosis lokal, perlekatan leukosit, serta berbagai

efek sel endotel lain.

Turbulensi dan stasis turut berperan pada terjadinya trombosis dalam

sejumlah kasus klinis. PIak aterosklerotik yang mengalami ulserasi tidak hanya

memajankan ECM subendotel, tetapi juga menghasilkan turbulensi lokal. Dilatasi

aorta dan arteri abnormal yang disebut aneu risma menyebabkan stasis lokal dan

merupakan tempat yang cocok untuk terjadinya trombosis. Infark miokard tidak

hanya disertai dengan jejas endotel, tetapi juga disertai daerah miokard yang

nonkontraktil, yang menambahkan suatu unsur stasis dalam pembentukan trombus

mural. Stenosis katup mitral (misalnya, setelah penyakit jantung rematik)

mengakibatkan dilatasi atrium kiri. Dalam kaitannya dengan fibrilasi atrium,

atrium yang berdilatasi merupakan lokasi terjadinya stasis berat dan lokasi utama

terjadinya trombus. Sindrom hiperviskositas misalnya, polisitemia) meningkatkan

resistensi terhadap aliran darah dan menyebabkan stasis pembuluh darah kecil;

kelainan bentuk sel darah merah pada anemia sel bentuk sabit akan menyebabkan

oklusi pembuluh darah, yang mengakibatkan stasis sehingga mudah terjadi

trombosis.

c. Hiperkoagulabilitas

Hiperkoagulabilitas pada umumnya kurang berperan pada keadaan

trombosis, tetapi merupakan komponen penting (dan menarik) dalam

perimbangantersebut. Hiperkoagulabilitas kurang bisa ditentukan secara tegas

seperti pada setiap perubahan pada jalur pembekuan yang memudahkan terjadi

trombosis, dan gangguan ini dapat dibagi menjadi gangguan primer (genetik) dan

gangguan sekunder (didapat). Di antara penyebab hiperkoagulabilitas yang

diturunkan, yang paling lazim adalah mutasi pada gen faktor V dan gen

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

protrombin. Perubahan yang khas adalah faktor Va mutan yang tidak dapat

diinaktifkan oleh protein C; akibatnya, jalur counter regulatory antitrombosis yang

penting hilang (Gambar 3.2).

Jika seorang pasien mampu bertahan dari efek segera oleh suatu obstruksi

vaskular karena trombosis, trombus akan mengalami kombinasi tertentu dari

keempat peristiwa berikut ini yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu

kemudian.

(Gambar 3.3. Akibat yang mungkin terjadi pada trombosis vena)

a. Propagasi. Trombus dapat menumpukkan lebih banyak trombosit dan fibrin

(memperbanyak), yang akhirnya menyumbat pembuluh darah penting tertentu.b. Embolisasi. Trombus dapat terlepas dan diangkut ke tempat lain dalam

pembuluh darah.c. Dissolusi. Trombus dapat dihilangkan melalui aktivitas fibrinolisis.d. Organisasi dan rekanalisasi. Trombus dapat menginduksi inflamasi dan fibrosis

(organisasi) dan akhirnya dapat mengalami rekanalisasi (mengembalikan aliran

vaskular), atau trombus dapat bergabung ke dalam dinding vaskular yang

menebal.

1.2.4 Pengertian Emboli Paru Dalam Serta Epideminologinya.

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

(Gambar 4.1 Emboli Paru)

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total

sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli

thrombus atau emboli yang lain. Bila obstruksi tadi akibat tersangkutnya emboli

thrombus disebut tromboemboli paru. Pada bahasan ini istilah emboli paru di

samaartikan dengan tromboemboli paru. Akibat lanjut dari emboli paru dapat

terjadi infark paru, yaitu keadaan terjadnya nekrosis sebagian jaringan parenkim

paru akibat tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan paru tersebut oleh

tromboemboli. Oleh karena jaringan parenkim paru memperoleh aliran darah dari

dua jenis peredaran darah (cabang arteri pulmonalis dan cabang arteri bronkialis.

Insiden sebenarnya dari PE tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat

diagnosis klinis, tetapi PE merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas

pasien-pasien di rumah sakit, dan telah dilaporkan sebagai penyebab lebih dari

200.000 kematian di Amerika Serikat tiap tahunnya. PE masif adalah salah satu

penyebab kematian mendadak yang paliing sering, penyebab kematian kedua

setelah penyakit arteri koronaria. Penelitian-penelitian pada autopsi

memperlihatkan bahwa sebanyak 60% pasien yang meninggal di rumah sakit

disebabkan oleh PE, namun sebanyak 70% kasus tiak diketahui.

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

1.2.5 Etiologi dari Emboli Paru.

Penyebab emboli paru semula belum jelas, tapi hasil hasil penelitian dari

autopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas

bahwa penyebab penyakit tersebut adalah trombus pada pembuluh darah.

Umumnya tromboemboli berasal dari lepasnya trombus di pembuluh darah vena

di tungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang lain misalnya

tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena (sirkulasi tumor), amnion, udara,

lemak, sum-sum tulang, fokus septic (pada endikarditis) dan lain-lain. Kemudian

material emboli beredar dalam peredaran darah sampai di sirkulasi pulmonal dan

tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala

klinis. Emboli paru karena trombus di arteri pulmonalis(in situ) sangat jarang.

Tiga faktor utama yang menyebabkan timbulnya trombosis vena dan

kemudian menjadi PE : (1) stasis vena atau melambatnya aliran darah, (2) luka

dan peradangan pada dinding vena, dan (3) hiperkoagulabilitas. Beberapa

penyakit dan aktivitas agaknya meningkatkan resiko pembentukan trombus, dan

pasien-pasien dengan kondisi ini harus diawasi dengan cermat agar dapat

diketahui adanya pembentukan trombus. Resiko pembentukan trombus bertambah

besar pada kehamilan, penggunaan obat kontrasepsi oral, obesitas, gagal jantung,

vena varikosa, infeksi abdomen, kanker anemia sel sabit dan setiap keadaan

inaktif yang berlangsung lamaseperti naik pesawat terbang, kereta api atau bus.

Kondisi-kondis ini banyak ditemukan pada pasien-pasien yang dirawat dirumah

sakit. Trombosis vena atau PE terutama terjadi pada pasien yang tirah baring.

Keadaan yang paling penting sebagai predisposisi trombosis vena adalah gagal

jantung kongestif; kondisi penting berikutnya adalah pasca bedah. Tempat

tersering terbentunya bekuan darah adalah vena ileofemoralis profunda pada

tungkai (90%), meskipun bekuan darah juga dapat terbentuk dalam vena-vena

pelvis dan jantung kanan. Emboli yang bukan berasal dari trombosis jarang terjadi

(kurang dari 10% emboli paru), tetapi meliputi sumbatan yang disebabkan oleh

udara, lemak, sel-sel ganas, cairan amnion, parasit, vegetasi, dan benda asing.

1.2.6 Patofisiologi Dari Emboli Paru.

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Emboli paru (PE) terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan

darah yang terlepas dari perlekatannya pada vena ektremitas bawah, lalu bersirkulasi

melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri

pulmonalis utama atau pada salah satu percabangan . infark paru adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan fokus nekrosis lokal yang diakibatkan oleh

penyumbatan vaskular.

Trombus dapat berasal dari pembuluh darah arteri dan pembuluh darah

vena. Trombus arteri karena rusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan intima).

Trrombus vena terjadi terutama karena aliran darah vena yang lambat, selain dapat

pula karena pembekuan darah dalam vena bila ada kerusakan endotel vena.

Trrombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian terbawa

aliran vena. Biasanya trrombus vena berisi partikel-partikel fibrin (terbanyak),

eritrosit, dan trombosit. Ukurannya bervariasi, bisa dari beberapa milimeter

sampai sebesar lumen venanya sendiri. Biasanya trombus makin bertambah besar

oleh tumpukan trombus lain yang kecil-kecil. Adanya perlambatan aliran darah

vena akan makin mempercepat terbentuknya trrombus yang lebih besar. Adanya

kerusakan dinding pembuluh darah vena (misalnya operasi rekonstruksi vena

femoralis) jarang menimbulkan vena.

Kondisi darah yang mudah membeku juga amat berpengaruh pada

pembentukan trrombus. Factor penting yang berperan adalah diaktifkannya factor-

faktor pembekuan darah oleh kolagen, endotoksin, dan prokoagulan dari jaringan

maligna, selanjutnya tromboplastin dilepaskan kedalam peredaran darah dan

pembekuan drah intravascular (trombus) mudah terjadi. Keadaan ini sering di

temukan pada persalinan, operasi dan trauma pada organ-organ tubuh.

Secara umum dapat dikaitkan bahwa tromboemboli paru merupakan

komplikasi trrombosis vena dalam pada tungkai bawah atau di tempat lain .

trrombus yang lepas ikut aliaran darah vena ke jantung kanan dan sesudah

mencapai sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis

dapat menimbulkan obstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih

lanjut. Trombus pada vena dalam tidak seluruhnya akan lepas dan menjadi

tromboemboli, tetapi kira-kira 80% nya akan mengalami pencairan spontan.

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Trombus primer pada aliran darah arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya

sangat jarang terjadi.

Thrombus pada tempat asal terjadinya (misalnya thrombus vena dalam di vena

femoralis atau dari jantung kanan) lepas dan ikut aliran darah vena sebagai

tromboemboli diarteri pulmonalis tersangkut di situ, menimbulkan obstruksi total

atau parsial, selanjutnya menimbulkan akibat atau konsekuensi dua hal:

a. Gangguan hemodinamik : timbul vasikonstriksi, emboli paru menimbulkan

obstruksi mekansis total atau parsial pada cabang-cabang arteri pulmonalis akan

menimbulkan reflex neurohumoral dan menyebabkan vasokonstriksi pada cabang-

cabang arteri pulmonalis yang terkena obstruksi tadi. Terjadilah dua keadaan

ialah: a. peningkatan resistensi vascular paru dan. b. pada kasus yang berat akan

terjadi hipertensi pulmonal sampai mengakibatkan terjadinya gagal jantung kanan.

b. Gangguan respirasi : timbul bronkokonstriksi, adanya obstruksi total atau

parsial oleh tromboemboli paru akan menimbulkan :

Reflex bronkokonstriksi yang terjadi setempat pada daerah parau yang

terdapat emboli (pneumokonstriksi). Wasted ventilation (suatu peninggian pshikological dead space). Ventilasi

paru daerah terkena tidak aktif. Hilang atau menurunnya surfaktan paru pada alveoli daerah paru yang

terkena dan Hipoksemia arterial

Reaksi bronkokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat

berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan paru. Dan terjadi pula akibat

pengeluaran histamine dan 5 hidroksi isoptamin yang dapat membuat

vasokonstriksi dan bronkokonstriksi bertambah besar, wasted ventilation terjadi

karena adanya obstruksi oleh emboli paru yang menimbulkan suatu zona paru

dengan ventilasi paru yang cukup tetapi tidak terdapat perfusi. Sehingga

menimbulkan dead pace di dalam paru. Bagian paru ini tidak ikut mengalami

proses pertukaran gas. Hilang atau menurunnya produksi surfaktan paru

menyebabkan stabilitas alveoli menurun, yang berakibat atelectasis pada daerah

22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

paru yang terkena. Hipoksemia arterial disebabkan oleh karena adanya gangguan

ventilasi perfusi daerah paru yang terkena.

Dari penelitian klinis dan eksperimental pada binatang diketahui bahwa

infark paru jarang terjadi pada pasien yang mengalami tromboemboli paru.

Diketahui bahwa hanya 10% kasus emboli paru pada manusia diikuti terjadinya

infark paru. Mengapa pada paru jarang terjadi infark paru sesudah ada emboli

paru, karena jaringan paru memperoleh oksigen lewat tiga cara yaitu 1. Dari

sirkulasi arteri pulmonalis 2. Dari sirkulasi darah arteri bronkialis dan 3. Dari

saluran udara pernapasan. Infark paru akan lebih mudah terjadi apabila terdapat

gangguan pada arteri bronkialis disertai gangguan pada saluran udara pernapasan.

1.2.7 Faktor Resiko dari Emboli Paru.

Faktor – faktor resiko terjadinya emboli paru terdiri dari :

a. Keadaan yang menyebabkan stasis vena 1. Tirah baring atau immobilisasi yang lama2. Keadaan postpartum 3. Bedah tulang atau memakai gips4. Obesitas 5. Usia lanjut

b. Cedera pada dinding vena 1. Pasca bedah, terutama yang berhubungan dengan toraks, abdomen,

pelvis atau tungkai2. Fraktur pelvis atau tulang panggul3. Terapi intervena

c. Keadaan yang meningkatkan bekuan darah1. Keganasan 2. Kontrasepsi oral tinggi estrogen3. Polisitemia

d. Gangguan-gangguan resiko tinggi1. Gagal jantung kongestif tingkat 42. Keadaan pasca operasi

a. Bedah tulang panggulb. Bedah pelvis atau abdominal akibat keganasan yang meluas

3. Keadaan postpartum4. Riwayat trombosis vena dalam (DVT), emboli paru (PE), varises5. Fraktur tulang panjang 6. Infeksi abdominal7. Diabetes melitus8. Anemia sel bulan sabit 9. Penyakit paru kronik

1.2.8 Manifestasi Klinis dari Emboli Paru.

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Tanda dan gejala PE sangat bervariasi bergantung pada besar bekuan.

Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai

kematian mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan arteria

pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada seluruh aliran darah

ventrikel kanan. Pasien yang mempunyai tanda-tanda tromboflebitis pada vena

tungkai, menunjukkan sindrome klasik PE ukuran sedang berupa awitan

mendadak dispnea yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takipnea, takikardia

dan gelisah. Nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis, dan demam jarang

ditemukan kecuali bila telah terjadi infark. PE masif dapat mengakibatkan

keadaan seperti syok yang mendadak, disertai takikardia, hipotensi, sianosis,

stupor, atau sinkop. Suara gesekan pleura dan sedikit efusi pleura merupakan

tanda yang paling sering ditemukan.

1.2.9 Pemeriksaan Yang Dilakukan Untuk Mendiagnosa Emboli Paru.

Pada pemeriksaan fisik, tanda umum dan lokal yang ditemukan bergantung

pada besarnya arteri yang tersumbat. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan

leukositosis (biasanya kurang dari 15.000/mm3). Pada elektrokardiografi, terdapat

perubahan pada segmen QRS dan gelombang ST, pada analisis gas darah, PO2

jelas menurun (biasanya < 80 mmHg). Pada foto toraks, biasanya ditemukan

gambaran infark paru, kadang dengan diafragma yang tinggi, dan sering disertai

efusi pleura. Ventilasi atau perfusi lung scanning merupakan prosedur permulaan

yang dipakai untuk menentukan emboli paru. Selain itu, helical CT (CT spiral)

dan MRI sudah dipakai luas untuk menentukan emboli paru. Diagnosis pasti

dibuat dengan membuat skintigram paru dengan bahan radioaktif xenon atau

talium. D- dimer adalah produk degradasi anyaman fibrin. Kadar D-dimer normal

menunjukkan kemungkinan EP yang sangat kecil. D-dimer yang tinggi didapatkan

pada berbagai keadaan (baru mengalami pembedahan, keganasan, dan penyakit

radang) termasuk EP. Scan ventilasi-perfusi adalah scan V/Q dengan isotop

dilakukan berdasarkan kenyataan bahwa EP signifikan menyebabkan hipoperfusi

regional pada suatu segmen atau lobus paru tanpa menimbulkan defek ventilasi.

Untuk menyederhanakan prosedur ini, kadang-kadang digunakan foto thoraks

normal sebagai standar ventilasi normal. Metode ini banyak digunakan. Namun

24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

memiliki keterbatasan diagnostik yang signifikan. Angiografi paru merupakan

pemeriksaan penunjang baku emas untuk diagnosis EP. Invasif, mahal, sehingga

jarang digunakan hanya bermamfaat bila dibutuhkan penegakan diagnosis cepat.

Pemeriksaan penunjang, penilaian kemungkinan adanya EP, berdasarkan

klinis, analisis gas darah dan foto thoraks tetap penting dalam menegakkan

diagnosis EP, dan memberi petunjuk untuk terapi awal. Terapi lanjut berpedoman

pada tes yang lebih spesifik, seperti scan ventilasi-perfusi (V/Q), walaupun

pemeriksaan ini seringkaali hanya memberikan kemungkinan diagnosis, bukan

menegakkan diagnosis pasti.

1.2.10 Komplikasi dari Emboli Paru.

Akibat PE adalah terbentuknya daerah-daerah paru yang mendapat

ventilasi, tetapi perfusinya kurang memadai, sehingga akan meningkatkan

ventilasi ruang mati fisiologis. Bronkokontriksi refleks terjadi pada daerah yang

terserang dan diduga sebagai akibat pengeluaran histamin atau serotonin dari

bekuan darah. Bronkokontriksi refleks dianggap sebagai kompensasi pada daerah

yang tersumbat, karena refleks ini mengurangi ketidakseimbangan ventilasi dan

perfusi. Akan tetapi, bronkospasme refleks pada daerah sekitarnya mengakibatkan

hipoksemia yang cukup bermakna. Jika jaringan vaskular paru berkurang cukup

banyak akibat embolus yang besar atau emboli yang banyak dan berulang, maka

dapat terjadi hipertensi pulmonal. Diperkirakan dua per tiga jaringan vaskular

harus mengalami obliterasi sebelum peristiwa itu terjadi.

Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi PE yang jarang

terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan

dengan penyumbatan arteria lobaris atau lobularis ukurang sedang dan insufisiensi

aliran kolateral dari sirkulasi bronkus.

1.2.11 Penatalaksana Dari Emboli Paru.

Pengobatan utama untuk PE akut terdiri dari terapi dengan fibrolitik untuk

semua pasien dengan PE masif atau tidak menetap. Regimen fibrolitik biasa

digunakan untuk PE, termasuk juga dua bentuk aktivator plasminogen jaringan

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

rekombinan. T-PA (alteplase) dan r-PA (reteplase) yang digunakan dengan

urokinase dan streptokinase. Bedah embolektomi dilakukan bila terapi dengan

fibrolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan tambahan yang juga penting adalah

menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi bonsteroid, suplemen oksigen,

pemantauan perawatan intensif, dan stocking-stocking penekan yang memberikan

gradien tekanan sebesar 30 hingga 40 mmHg. Dobutamin digunakan untuk

mengobati gagal jantung kanan dan syok kardiogenik.

Pegobatan utama diikuti dengan pencegahan sekunder PE dengan

menggunakan heparin. Heparin adalah antikoagulan yang penting karena

menghambat pembesaran bekuan tapi tidak mampu menghancurkan bekuan yang

sudah ada. Heparin meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah

konversi fibrinogen menjadi fibrin. Sehingga heparin mencegah pembentukan

trombus dan membiarkan mekanisme fibrinolitik endogen untuk melisiskan

bekuan yang telah terbentuk. Terapi antikoagulan sendiri mungkin sudah cukup

jika PE berukuran sedang atau kecil dan fungsi ventrikel kanan normal. Standar

khusus bolus heparin utuh adalah 5.000 hingga 10.000 unit di lanjutkan dengan

infus yang terus menerus sebanyak 1.000 hingga 1.500 unit/jam. Kadar heparin

sebagai suatu terapeutk diberikan berdasarkan waktu tromboplastin parsial aktif

(aPTT) yang dinilai paling tidak dua kali pengontrolan. Efek samping heparin

yang paling penting adalah perdarahan.

Akhir-akhir ini LMWH (enoksaparin, dalteparin, dan ardeparin) diketahui

lebih aman dan lebih efektif daripada heparin utuh yang digunakan untuk

profilaksis DVT atau PE. LMWH dapat diberikan melalui subkutan dengan dosis

satu atau dua kali sehari dan tidak membutuhkan observasi aPTT untuk

menentukan dosis, seperti yang dilakukan bila menggunakan heparin untuk

standar.

Setelah pemberian awal antikoagulan berupa heparin, lanjutkan dnegan

pemberian antikoagulan jangka panjang berupa warfarin. Warfarin adalah

antagonis vitamin K yang mencegah pengaktifan faktor-faktor pembekuan II, VII,

IX, dan X. Dosis awal adalah 7,5 mg hingga 10 mg dan setelah itu dosis yang

diberikan dikurangi hingga sekitar 3,0 mg untuk mempertahankan International

26

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Normalized Ratio (INR). Kini INR merupakan pengukuran yang dianjurkan untuk

menentukan dosis warfarin bukan pengukuran dengan menggunakan waktu

protrombin. Terapi antikoagulan dengan warfarin dapat dilanjutkan selama 6

bulan hingga 1 tahun atau tidak menentu pada pasien dengan resiko tinggi

mendapatkan DVT atau PE yang berulang. Pada beberapa keadaan, pencegahan

PE yang berulang adalah dengan menempatkan kassa atau alat penyaringan pada

vena kava bagian bawah dengan tujuan untuk menangkap emboli dari ekstremitas

bawah dalam perjalanan menuju sirkulasi pulmonal.

EP kecil Heparin subkutan bila ada dugaan EP,

warparin stelah dikonfirmasi diagnosis

dengan menggunakan scan V/QEP besar atau masif O2 dosis tinggi segera; heparin

intravena dan cairan intravena bila hasil

foto thoraks dan EKG telah

mneyingkirkan MI/edema paru,

pertimbangkan ekokardiografi, CT

spiral atau angiografi paru jika keadaan

kritis dan ketersediaan alat mendukung.

Jika terjadi gangguan atau penurunan

hemodinamik, trombolisis dengan tPA,

kemudian dilanjutkan dengan heparin

intravena. Untuk EP masif, salah satu

alternatif adalah embolektomi dengan

pembedahan bila bisa dilakukan segeraEP kronis multipel Warfarin. Rujuk untuk mendapatkan

pemeriksaan ahli jantungEmboli masif pada cabang-cabang arteria pulmonalis yang lebih besar

merupakan keadaan gawat darurat medis. Sasaran pengobatan dini adalah

dukungan kardiovaskular dan pencegahan kolaps sirkulasi dan insufienssi paru

dengan obat-obat kardiotonika, oksigen dan ventilasi mekanis. Pengambilan

embolus paru secara bedah mungkin tidak akan berhasil dan sumber embolus ada

di ektremitas bawah, upaya pembedahan untuk mencegah embolus masuk ke vena

kava inferior mungkin bermamfaat.

27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

Sesudah di stabilisasi dan didiagnosa pasti, upaya harus dilakukan untuk

mencegah embolisasi lebih lanjut. Heparin intravena (dosis pembebanan : 50-75

unit/kg; dosis rumatan ; 25 unit/kg/24 jam) harus diberikan dengan infus terus-

menerus; dosis harus disesuaikan untuk mempertahankan waktu penjedalan pada

sekitar dua kali harga kontrol (atau APTT pada 1,5 kali kontrol). Sesudah 7-10

hari pemberian heparin intravena, terapi kumarin oral selama 3-6 bulan biasanya

terindikasi, kecuali kalau sumber embolus telah dilenyapkan secara pasti. Heparin

dengan berat molekul rendah dapat lebih efektif dan lebih aman daripada heparin

baku yang tidak terfraksionasi.

1.2.12 Prognosis dari Emboli Paru.

Prognosis emboli paru jika terapi yang tepat dapat segera diberikan adalah

baik. Emboli parujuga dapat menyebabkan kematian mendadak. Prognosis emboli

paru tergantung pada penyakit yang mendasarinya, juga tergantung pada ketepatan

diagnosis dan pengobatan yang diberikan.umumnya prognosis emboli paru kurang

baik. Pada emboli paru masif prognosisnya lebih buruk lagi, karena 70% dapat

mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut.prognosis juga

buruk pada pasien emboli paru kronik dan yang sering mengalami serangan ulang.

Resolusi emboli paru dapat terjadi dengan terapi trombolitik yang progresif.

Umumnya resolusi dapat dicapai dalam waktu 30 jam. Resolusi komplet terjadi

dalam waktu 7-19 hari,variasinya tergantung pada kapan mulai terapi, adekuat

tidaknya terapi dan besar kecilnya emboli yang terjadi.

28

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total

sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli

thrombus atau emboli yang lain. Bila obstruksi tadi akibat tersangkutnya emboli

thrombus disebut tromboemboli paru. Penyebab emboli paru semula belum jelas,

tapi hasil hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena

penyakit ini menunjukan dengan jelas bahwa penyebab penyakit tersebut adalah

trombus pada pembuluh darah.

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya trombosis vena dan kemudian

menjadi PE : (1) stasis vena atau melambatnya aliran darah, (2) luka dan

peradangan pada dinding vena, dan (3) hiperkoagulabilitas. Akibat lanjut dari

emboli paru dapat terjadi infark paru, yaitu keadaan terjadnya nekrosis sebagian

jaringan parenkim paru akibat tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan

paru tersebut oleh tromboemboli. Oleh karena jaringan parenkim paru

memperoleh aliran darah dari dua jenis peredaran darah (cabang arteri pulmonalis

dan cabang arteri bronkialis. Insiden sebenarnya dari PE tidak dapat ditentukan,

karena sulit membuat diagnosis klinis, tetapi PE merupakan penyebab penting

morbiditas dan mortalitas pasien-pasien di rumah sakit. Pengobatan utama untuk

PE akut terdiri dari terapi dengan fibrolitik untuk semua pasien dengan PE masif

29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGdocshare01.docshare.tips/files/25278/252782732.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark

atau tidak menetap utama diikuti dengan pencegahan sekunder PE dengan

menggunakan heparin

DAFTAR PUSTAKA

1. Anthony L. Mescher. 2011. Histologi Dasar Junqueira. Jakarta :EGC.

2. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

3. Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

4. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiolofi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Vol.1 Edisi 6. Jakarta: EGC.

5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu

Kesehatan Anak Nelson Edisi 5 Volume 2. Jakarta : EGC

6. Sjamsuhidajat, de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

7. Sudoyo W. Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II.

Jakarta : Balai Penertbit FKUI.

30