27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik di Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) telah mengalami dinamika konflik dalam kurun waktu yang panjang. Bahkan selama konflik terjadi dua kali perperangan besar yang melibatkan negara-negara Afrika lainnya. Dua perang tersebut adalah Perang Kongo I yang terjadi pada tahun 1996-1997 dan Perang Kongo II pada tahun 1998-2003. 1 Konflik ini telah dimulai sejak tahun 1990an ketika terjadi perselisihan antar etnis Tutsi dan Hutu untuk memperebutkan kekuasaan wilayah. Di RD Kongo sendiri ada kelompok pemberontakan yang ingin menggulingkan Presiden RD Kongo saat itu, Mobutu Sese Seko, karena pemerintahannya dianggap terlalu pro-Amerika. Kelompok pemberontakan yang dipimpim Laurent Desire Kabila mengambil kesempatan dalam konflik etnis Tutsi dan Hutu dengan menggalang dukungan dari etnis Tutsi. Pada 4 Oktober 1996, kelompok pemberontak dari Banyamulenge melakukan serangan langsung ke desa Lamera, wilayah timur RD Kongo yang menjadi tempat pengungsian etnis Hutu. 2 Konflik kemudian menjadi perang terbuka dengan adanya campur tangan negara tetangga yaitu Angola, Burundi, Rwanda dan Uganda dan dikenal dengan Perang Kongo I. Keterlibatan negara ini dikarenakan adanya kepentingan sumber daya alam, dukungan terhadap etnis Tutsi, dan ketidaksukaan negara-negara 1 Herbert Weiss, “War and Peace in the Democratic Republic of the Congo”, (Nordiska Afrikainstitutet, 2000). Hal 3 2 Ibid. Hal 88

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik di Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) telah mengalami

dinamika konflik dalam kurun waktu yang panjang. Bahkan selama konflik terjadi

dua kali perperangan besar yang melibatkan negara-negara Afrika lainnya. Dua

perang tersebut adalah Perang Kongo I yang terjadi pada tahun 1996-1997 dan

Perang Kongo II pada tahun 1998-2003.1Konflik ini telah dimulai sejak tahun

1990an ketika terjadi perselisihan antar etnis Tutsi dan Hutu untuk

memperebutkan kekuasaan wilayah. Di RD Kongo sendiri ada kelompok

pemberontakan yang ingin menggulingkan Presiden RD Kongo saat itu, Mobutu

Sese Seko, karena pemerintahannya dianggap terlalu pro-Amerika. Kelompok

pemberontakan yang dipimpim Laurent Desire Kabila mengambil kesempatan

dalam konflik etnis Tutsi dan Hutu dengan menggalang dukungan dari etnis Tutsi.

Pada 4 Oktober 1996, kelompok pemberontak dari Banyamulenge melakukan

serangan langsung ke desa Lamera, wilayah timur RD Kongo yang menjadi

tempat pengungsian etnis Hutu.2

Konflik kemudian menjadi perang terbuka dengan adanya campur tangan

negara tetangga yaitu Angola, Burundi, Rwanda dan Uganda dan dikenal dengan

Perang Kongo I. Keterlibatan negara ini dikarenakan adanya kepentingan sumber

daya alam, dukungan terhadap etnis Tutsi, dan ketidaksukaan negara-negara

1

Herbert Weiss, “War and Peace in the Democratic Republic of the Congo”, (Nordiska

Afrikainstitutet, 2000). Hal 3 2 Ibid. Hal 88

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

2

tersebut terhadap rezim pro-Amerika Mobutu. Mobutu yang pada saat itu

kehilangan dukungan Amerika Serikat karena perang dingin telah berakhir

akhirnya menyerah dan melarikan diri ke luar RD Kongo. Perang ini berakhir

dengan kemenangan kelompok pemberontakan anti-Mobutu pada tahun 1997 dan

Laurent Desire Kabila kemudian diangkat menjadi Presiden RD Kongo.3

Pada tahun 1998, keadaan politik di RD Kongo kembali memanas. Laurent

Desire Kabila gagal membagi kekuasaannya terhadap kelompok-kelompok

pendukungnya sehingga yang awalnya mendukung Kebila berbalik melawan

dengan memberontak kembali.4 Kabila kemudian menggalang dukungan dari

etnis Hutu untuk melawan kelompok pemberontak yang didukung etnis Tutsi.

Selain itu, Kabila juga menggalang bantuan negara-negara tetangga yaitu Angola,

Chad, Namibia dan Zimbabwe. Adanya bantuan luar negeri tersebut perang

kembali berkobar antara RD Kongo, Angola, Chad, Namibia dan Zimbabwe

melawan Rwanda, Uganda dan Burundi. Perang ini dikenal dengan Perang Kongo

II atau Great African War.5

International Rescue Committee (IRC) telah mendokumentasikan dampak

kemanusiaan akibat Perang Kongo II. Penelitian IRC yang pertama antara tahun

2000 dan 2004 diperkirakan 3,9 juta orang terbunuh sejak tahun 1998. Lebih dari

10% orang meninggal akibat kekerasan, sementara sebagian besar lainnya

meninggal akibat dampak perang seperti infeksi penyakit, malnutrisi, kematian

bayi, kelaparan, dan sebagainya yang diakibatkan oleh lemahnya sarana kesehatan

3 International Crisis Group, “Congo at War”, ICG Congo Report No. 2, 1998. Hal 4.

4 Christopher Williams, “Explaining the Great War in Africa: How Conflict in the Congo Became

a Continental Crisis”, the Fletcher Forum of World Affairs, Vol 37:2, 2013. Hal 88. 5 Christopher Vodel, “Causes of the Congoles Civil Wars and their Implicatipns for Humanitarian

Assistance”, Cologne University. Hal 19.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

3

dan ancaman keamanan pangan. Angka ini membuat Perang Kongo menjadi

perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia II. 6

Melihat begitu besarnya dampak Perang Kongo II ini dan ketidaksanggupan

pemerintah RD Kongo untuk menanganinya, perang ini kemudian mendapatkan

perhatian besar dari Dewan Keamanan PBB (DK PBB). DK PBB mendesak

pihak-pihak yang berkonflik untuk melakukan gencatan senjata. Pada 10 Juli

1999, perjanjian gencatan senjata pun dilakukan dan dikenal dengan nama

Perjanjian Lusaka7.

Melalui perjanjian Lusaka, maka konflik di RD Kongo memasuki masa

gencatan senjata. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah pihak yang

berkonflik mengizinkan masuknya operasi penjaga perdamaian PBB. DK PBB

melalui Resolusi DK PBB NO. 1279 tanggal 30 November 1999 menempatkan

operasi pasukan perdamaian (peacekeeping operations/PKOs)8 di RD Kongo.

Operasi pasukan perdamaian ini bernama Mission de l'Organisation des Nations

Unies en République démocratique du Congo9 (MONUC). Mandat yang diberikan

melalui Resolusi DK PBB tersebut adalah untuk mengawasi implementasi

perjanjian Lusaka dan membantu proses perdamaian. Mandat ini didasarkan pada

BAB VI Piagam PBB Pacific Settlement of Dispute.10

6 Benjamin Coghlan, Pascal Ngoy, et al., “Mortality in the Democratic Republic of Congo: An

Ongoing Crisis,” (International Rescue Committee, 2007).Hal 3. 7 Herbert Weiss, “War and Peace in the Democratic Republic of the Congo”, Current African

Issues No. 22 (Nordiska Afrikainstitutet, 2000). Hal 19. 8 UN MONUSCO, “MONUSCO Background”

http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/monusco/background.shtml, diakses pada 12 Juni

2016. 9 Dalam bahasa Inggris : United Nations Mission in the Democratic Republic of Congo

10 Abdul Latif dan Ahmad Jamaan, Efektivitas United Nations Missions Organization in the

Democratic Republic of the Congo (MONUC) dalam konflik di Republik Demokrasi Kongo.

(Riau: Universitas Riau). Hal 8.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

4

Pada tanggal 16 Januari 2011, Laurent Desire Kabila tewas terbunuh.

Perang berakhir setelah adanya perjanjian perdamaian dengan Rwanda (Perjanjian

Pretoria) dan dengan Uganda (Perjanjian Luanda) pada tahun 2002 yang berisi

bahwa Rwanda dan Uganda akan menarik seluruh pasukannya dari RD Kongo.

Pemerintahan diserahkan kepada anak dari Laurent Desire Kabila yaitu Joseph

Kabila.11

Meskipun perang telah berakhir dengan adanya perjanjian perdamaian,

situasi konflik di RD Kongo masih diwarnai dengan konflik berkepanjangan.

Perjanjian perdamaian yang dibuat antara pihak berkonflik tidak menghentikan

konflik melainkan merubahnya kepada persaingan politik yang intens. Akibat dari

konflik juga menyebabkan kehancuran sistem ekonomi, sosial dan hubungan antar

pihak berkonflik. Ketidaktentuan situasi politik, sosial dan ekonomi ini membuat

kemungkinan konflik bereskalasi menjadi perang kembali.12

Mandat MONUC untuk mengawasi proses perdamaian kemudian dirasa

memiliki banyak keterbatasan untuk menangani perkembangan konflik

pascaperang. Keterbatasan ini karena sesuai dengan prinsip operasi penjaga

perdamian, MONUC tidak boleh ikut campur dalam konflik, tidak boleh memihak

dan tidak boleh menggunakan senjata. Sehingga DK PBB kemudian merubah dan

menambah mandat MONUC untuk mengendalikan konflik yang ada di RD

Kongo. Melalui Resolusi DK PBB No. 1533, 1552, 1555 dan 1565 tahun 2004,

mandat MONUC kemudian diberikan berdasarkan BAB VII Piagam PBB Action

with Respect to Threats to the Peace, Breaches of the Peace, and Acts of

Aggression. Mandat yang diberikan kemudian tidak hanya melibatkan operasi

11

Ted Dagne, “the Democratic Republic of Congo: Background and Current Developments”,

(Congressional Research Service Report, 2011). Hal 2-3. 12

Oliver Ramsbotham. Hal 14.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

5

militer tapi juga kapabilitas sipil. Perubahan dasar mandat MONUC ini

menandakan perubahan MONUC sebagai operasi penjaga perdamaian

tradisional13

menjadi operasi penjaga perdamaian multidimensional14

dalam

konflik di RD Kongo.15

Kemudian pada tahun 2010, DK PBB memutuskan untuk

mengubah nama MONUC menjadi MONUSCO (Mission de l’Organisation des

Nations unies pour la stabilisation en République démocratique du Congo16

)

melalui Resolusi DK PBB No.1925.17

Pada Desember 2013, MONUSCO menjadi

operasi penjaga perdamaian PBB terbesar dengan lebih dari seperempat personnel

perdamaian PBB diturunkan di RD Kongo.18

Dalam Resolusi DK PBB No. 1925 tahun 2010 PBB memberikan

kewenangan MONUSCO untuk menggunakan segala cara yang diperlukan

berkaitan dengan perlindungan warga sipil, personel kemanusiaan dan pembela

hak asasi manusia di bawah ancaman kekerasan fisik dan untuk mendukung

pemerintah RD Kongo dalam upaya konsolidasi stabilisasi dan perdamaian19

.

Dalam Resolusi DK PBB paragraf 8 dan 16, PBB menekankan pentingnya upaya

peacebuilding untuk konsolidasi proses stabilisasi dan keamanan jangka panjang

13

Operasi penjaga perdamaian tradisional berarti operasi penjaga perdamaian yang melibatkan

operasi militer berupa melakukan tugas pengamatan gencatan senjata serta penempatan

pasukan di daerah penyangga dan tidak boleh ikut terlibat dalam konflik yang ada tanpa

persetujuan dari pihak yang berkonflik. Sumber: Handbook on United Nations

Multidimensional Peacekeeping Operations, Hal 1. 14

Operasi penjaga perdamaian multidimensional berarti operasi penjaga perdamaian yang tidak

hanya melibatkan kapabilitas militer tapi juga kapabilitas non-militer seperti perlindungan

warga sipil, pembangunan sosial dan ekonomi, serta rekonsiliasi pihak yang berkonflik untuk

mencapai perdamaian sepenuhnya. Sumber: Handbook on United Nations Multidimensional

Peacekeeping Operations, Hal 1. 15

Julie Reynaert, “MONUC/MONUSCO and Civilian Protection in the Kivus”, Interns &

Volunteers Series. Hal 14. 16

Dalam bahasa Inggris : The United Nations Organization Stabilization Mission in the

Democratic Republic of the Kongo 17

United Nations Security Council, Resolution NO. 1925 (2010). Hal 3. 18

United Nations Peacekeeping, Peacekeeping Fact Sheets, http://www.un.org/en/

peacekeeping/resources/statistics/factsheet.shtml diakses pada 15 Maret 2016. 19

UN MONUSCO, “MONUSCO Mandate”,

http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/monusco/mandate.shtml diakses pada 12 Juni

2016.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

6

agar ada perdamaian berkelanjutan di RD Kongo. Perubahan dan penambahan

mandat ini membuat MONUSCO tidak lagi hanya sekedar intervensi militer untuk

membantu perdamaian dan keamanan tapi juga memiliki peran dalam mendukung

proses peacebuilding jangka panjang.

Penambahan mandat MONUSCO menjadi operasi penjaga perdamaian

multidimensional seharusnya dapat membawa perubahan yang signifikan dalam

konflik di RD Kongo. Kenyataannya di RD Kongo saat ini masih banyak

kelompok-kelompok bersenjata yang menyebabkan kondisi keamanan masih

rentan terjadi konflik bersenjata, terutama di wilayah timur RD Kongo.20

Akibat masih banyaknya terjadi konflik bersenjata membawa dampak

pada permasalahan warga sipil. Dalam laporan Sekretaris Jenderal MONUSCO

pada tanggal 30 Maret 2010 ada lebih dari 1 juta penduduk yang mengalami

ketidakamanan dan memilih mengungsi ke daerah-daerah aman. Di provinsi

North Kivu, terdapat 850.000 orang yang mengalami ancaman fisik. Sementara di

provinsi Orientale, ada 300.000 orang yang mengungsi, 114.000 menyeberangi

perbatasan RD Kongo. Terdapat 18.000 di Republik Afrika Tengah yang tercatat

sebagai pengungsi RD Kongo pada tahun 2010.21

Dalam laporan Secretary General on Children and Armed Conflict di RD

Kongo pada tanggal 10 November 2008 terdapat setidaknya 3,500 anak-anak

yang direkrut oleh kelompok bersenjata.22

Kemudian pada laporan Secretary

General on Children and Armed Conflict di RD Kongo ke-empat pada tanggal 9

20

Sasha Lezhnev dan Sarah Zingg Wimmer, MONUSCO, “Protection of Civilians: Three

Recommended Improvements” , 2012. Hal 1. 21

MONUSCO, Thirty-first report of the Secretary-General on the United Nations Organization

Mission in the Democratic Republic of the Congo (S/2010?164), 2010. Hal 14. 22

United Nations Security Council, the Third Report of the Secretary General on Children and

Armed Conflict in the Democratic Republic of the Congo (S/2008/693), 10 November 2008.

Hal 5.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

7

Juli 2010 terdapat 1.593 anak-anak yang direkrut menjadi tentara selama periode

Oktober 2008 hingga Desember 2009.23

Pada tahun 2011 ada 767 anak-anak dan

pada tahun 2012 ada 1.296 anak-anak yang direkrut menjadi tentara.24

Upaya peacebuilding pascaperang yang dilakukan MONUSCO tidak

banyak membawa perubahan sehingga konflik masih berlangsung hingga

sekarang. Padahal mandat untuk melaksanakan fungsi sebagai peacebuilder telah

diberikan sejak tahun 2004. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis

bagaimana sebenarnya upaya peacebuilding yang dilakukan MONUSCO dalam

konflik di RD Kongo. Sehingga mandat DK PBB untuk melaksanakan proses

peacebuilding tidak banyak memberikan keberhasilan dalam mengatasi konflik

berkepanjangan di RD Kongo sampai sekarang.

1.2 Rumusan Masalah

Dewan Keamanan PBB menempatkan pasukan penjaga perdamaian

MONUC untuk membantu proses terwujudnya perjanjian perdamaian di RD

Kongo. Meskipun perjanjian perdamaian telah ada, konflik tetap berlangsung. Hal

ini membuat DK PBB menambah mandat MONUSCO sehingga MONUSCO

tidak hanya berperan sebagai peacekeeper tetapi juga peacebuilder. Penambahan

mandat ini seharusnya membawa dampak yang baik terhadap konflik di RD

Kongo. Namun mandat yang telah diberikan dari tahun 2010 dan sampai 2015

MONUSCO masih belum berhasil dalam menangani konflik yang terjadi di RD

Kongo.

23

United Nations Security Council, the Fourth Report of the Secretary General on Children and

Armed Conflict in the Democratic Republic of the Congo (S/2010/369), 9 Juli 2010. Hal 5. 24

United Nations Security Council, the Fifth Report of the Secretary General on Children and

Armed Conflict in the Democratic Republic of the Congo (S/2014/453), 30 Juni 2014. Hal 6.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

8

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

pertanyaan penelitian yang akan menjadi pokok permasalahan di dalam kajian ini

adalah Bagaimana upaya peacebuilding MONUSCO dalam konflik di

Republik Demokratik Kongo?

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menjelaskan upaya peacebuilding MONUSCO dalam

konflik di Republik Demokratik Kongo.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yaitu:

1. Secara akademis, peneliti berharap penelitian ini memberikan kontribusi

dan menambah pengetahuan bagi kajian Ilmu Hubungan Internasional,

khususnya mengenai resolusi konflik yang terjadi di Republik Demokratik

Kongo dan manajemen resolusi konflik yang dapat diterapkan paska

perang.

2. Manfaat bagi penulis sendiri untuk menambah pengalaman penulis dan

sebagai tugas akhir penulis.

1.6 Studi Pustaka

Untuk menganalisis upaya peacebuilding MONUSCO dalam konflik di

RD Kongo, penulis mencoba bersandar pada penelitian-penelitian terlebih dahulu

yang memiliki topik ataupun tema permasalahan yang sama dengan penelitian

penulis.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

9

Pertama, artikel dari Waldemar Fontes yang berjudul Protecting

Civilians on the Ground: MONUC and the Democratic Republic of Congo. Dalam

penelitian ini dijelaskan bahwa RD Kongo merupakan tempat yang ekstrim untuk

ditempatkannya operasi penjaga perdamaian karena adanya kekerasan yang luar

biasa terjadi di negara ini, kemudian wilayah yang luas, kemiskinan dan state

failure. Penelitian ini menyarankan adanya penguatan pasukan perdamaian agar

perlindungan warga sipil tercapai.25

Jurnal ini penulis pakai untuk melihat

bagaimana MONUC sebagai pendahulu MONUSCO mengalami kesulitan dalam

melindungi warga sipil dikarenakan beberapa faktor yang disebutkan.

Kedua adalah artikel dari Jennifer M. Hazen berjudul Can Peacekeepers

be Peacebuilders.26

Penelitian ini penulis jadikan rujukan dalam melihat

bagaimana misi penjaga perdamaian seharusnya juga melaksanakan upaya

peacebuilding. Menurut Jennifer, tugas utama dari misi penjaga perdamaian

adalah untuk menciptakan keamanan dan menjaga perdamaian. Dalam beberapa

kasus misi penjaga perdamaian ini berhasil dalam menjalankan tugas utama

tersebut. Namun misi penjaga perdamaian yang tidak diiringi dengan

peacebuilding akan membuat sia-sia hasil yang telah diperoleh. Misi penjaga

perdamaian bisa saja berhasil dalam membantu mencapai perdamaian namun

kesuksesan semuanya tergantung dari upaya peacebuilding dalam meningkatkan

kapasitas nasional, politik dan pemerintahan serta sosial untuk menemukan akar

penyebab konflik. Peacebuilding bertujuan untuk menghilangkan penyebab

25

Waldemar Fontes, Protecting Civilians on the Ground: MONUC and the Democratic Republic

of Congo, dalam Victoria K. Holt and Tobias C. Berkman “the Impossible Mandate? Military

Preparedness, the Responbility to Protect and Modern Peace Operations”. The Henry L.

Stimson Center, 2006. Hal 155. 26

Jennifer M. Hazen, “Can Peacekeepers be Peacebuilders?”, International Peacekeeping Journal

Vol. 14 No. 3, Juni 2007. Hal 323-338.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

10

struktural dari konflik dan menciptakan mekanisme non-kekerasan untuk

menyelesaikan konflik sosial. Memberikan mandat kepada misi penjaga

perdamaian untuk melakukan upaya peacebuilding secara penuh dapat

mendukung upaya menjaga perdamaian yang ada. Peacekeeping yang bertujuan

dalam hal keamanan merupakan fondasi awal dari upaya peacebuilding.

Peacebuilding kemudian dilakukan sebagai proses jangka panjang untuk

mendukung pemerintahan dan populasi masyarakatnya.27

Salah satu misi penjaga perdamaian yang berhasil menurut Jennifer

adalah UNAMSIL di Sierra Leone (1999-2005). UNAMSIL dipilih sebagai

contoh karena tiga alasan. Pertama UNAMSIL merupakan misi penjaga

perdamaian pasca perang dingin. Kedua upaya peacebuilding termasuk ke dalam

mandat UNAMSIL. Ketiga, UNAMSIL telah dinilai secara luas sebagai misi

penjaga perdamaian yang sukses. Menurut PBB, UNAMSIL berhasil dalam

melaksanakan tugas dalam membantu pelaksanaan disarmament, demobilization

and reintegration (DDR), mendukung pelaksanaan pemilihan umum, dan

membantu pemerintah dalam mengembangkan tanggung jawab negara,

memulihkan hukum dan kendali pemerintah terhadap sumber daya alam.

UNAMSIL juga berhasil dalam membawa pulang pengungsi dan internally

displaced persons (IDPs).28

Ketiga adalah artikel dari Lisa Hultman, Jacob Kathman dan Megan

Shannon yang berjudul United Nations Peacekeeping and Civilian Protection in

Civil War. Dalam jurnal ini dijelaskan mekanisme perlindungan warga sipil yang

dilakukan operasi penjaga perdamaian. Diantaranya yaitu memisahkan kombatan

27

Ibid. Hal 334-335. 28

Ibid. Hal 330-334.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

11

dengan tentara militer PBB, patroli populasi dengan polisi PBB, pengawasan

proses konflik oleh Observer PBB. Dalam jurnal ini juga dijelaskan bahwa seiring

bertambah besarnya personel militer PBB yang ditempatkan di daerah berkonflik

mampu mengurangi kekerasan terhadap warga sipil dan terbukanya kesempatan

negosiasi. Dalam jurnal ini peneliti melihat bagaimana keterkaitan antara operasi

penjaga perdamaian PBB dan perlindungan masyarakat sipil dalam perang sipil.

Jurnal ini dapat membantu melihat bagaimana seharusnya MONUSCO melakukan

strategi pada mandatnya terhadap perlindungan warga sipil di konflik Kongo. 29

Keempat, artikel dari Gustavo de Carvalho dan Dorcas Ettang yang

berjudul Practitioners’ Perspectives on the Peacekeeping-Peacebuilding Nexus.

Artikel ini memuat hasil wawancara yang dilakukan Gustavo dan Dorcas Ettang

dengan tiga orang praktisi perdamaian yaitu Moses John (Executive Director dari

Sudanese Organisation for Nonviolence and Development), Celestin Cibalona

Byaterana (Director of the Office of the Minister of Interior and Safety in the

DRC) dan Cedric de Coning (Research Fellow, ACCORD and the Norwegian

Institute of International Affairs (NUPI).30

Artikel ini penulis pakai untuk melihat

sudut pandang yang dari beberapa praktisi dalam melihat operasi penjaga

perdamaian yang membutuhkan usaha peacebuilding dalam menangani konflik.

Dalam wawancara, Moses John menjelaskan bahwa penjaga perdamaian

berperan sedikit dalam proses perdamaian di Sudan Selatan. Penjaga perdamaian

yang ada hanya mampu menyediakan dukungan logistik namun tidak mampu

mengatasi konflik komunal yang terjadi. Moses John berpendapat hal terbaik yang

29

Lisa Hutlman, Jacob Kathman, Megan Shannon, “United Nations Peacekeeping and Civilians

Protection in Civil War”, American Journal Political Science, Vol.00, 2013. 30

Gustavo de Carvalho dan Dorcas Ettang, “Practitioners’ Perspectives on the Peacekeeping-

Peacebuilding Nexus”, Conflict Trends Issue 3, (ACCORD, 2011).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

12

bisa dilakukan penjaga perdamaian untuk mendukung proses peacebuilding

jangka panjang di Sudan Selatan adalah dengan berkerjasama dengan aktor-aktor

perdamaian lokal. Termasuk kelompok pemuda, kelompok perempuan, pemimpin

tradisional, badan keagamaan, partai politik dan pemerintah lokal.31

Celestin Cibalona Byaterana dalam wawancaranya bersama Gustavo dan

Dorcas mengatakan bahwa kekuatan lokal harus dilibatkan dalam proses

peacebuilding. Mereka harus terlibat dalam mencari akar permasalahan konflik

yang sebenarnya. Prioritas utama dari penjaga perdamaian adalah penguatan

tanggung jawab pemerintah, peacebuilding, meningkatkan kondisi kehidupan dan

menciptakan dialog berkelanjutan yang berdampak pada masyarakat dalam semua

sektor (termasuk keamanan, lapangan kerja, ekonomi dan budaya).32

Terakhir, Cedric de Coning berpendapat bahwa operasi penjaga

perdamaian mempunyai tujuan jangka pendek yang hanya menjamin keamanan

awal dan sebagai agen perubahan. Sementara itu peacebuilding bertujuan untuk

konsolidasi perdamaian berkelanjutan. Hal ini tidak akan bisa dilakukan dalam

waktu jangka pendek, butuh waktu lebih lama bagi masyarakat untuk beradaptasi

dengan perubahan-perubahan yang dibutuhkan dalam peramaian berkelanjutan.

Operasi penjaga perdamaian dapat diperkuat dengan mengembangkan penilaian,

perencanaan, pendekatan manajemen dan evaluasi, dan mekanisme yang mampu

mencakup proses perubahan sosial yang kompleks.33

Penelitian kelima adalah Jurnal yang ditulis oleh Abdul Latif dan Ahmad

Jamaan mengenai Efektivitas United Nations Missions Organization in the

Democratic Republic of the Congo (MONUC) dalam konflik di Republik

31

Ibid, hal 53-54. 32

Ibid, hal 54-55. 33

Ibid, Hal 55-56.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

13

Demokrasi Kongo. Dalam jurnal ini dibahas mengenai Operasi Penjaga

Perdamaian MONUC dari awal mula hingga evolusi dari perubahan-perubahan

mandat yang diberikan. Jurnal ini melihat sejauh mana keefektifan MONUC

berdasarkan keberhasilannya dalam menjalankan mandat yang diberikan.

Menurutnya MONUC tidak efektif dalam meredam konflik karena tidak mampu

mencegah timbulnya pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap penduduk sipil

yang tidak hanya dilakukan oleh oknum pemberontak tapi juga oleh oknum

tentara nasional.34

Penulis menggunakan jurnal ini sebagai acuan untuk melihat

MONUC sebagai pendahulu MONUSCO yang akan bermanfaat melihat penyebab

kegagalan strategi peacebuilding MONUSCO dalam konflik di RD Kongo.

Perbedaan penelitian ini dari penelitian diatas adalah penelitian ini akan

menganalisis bagaimana upaya peacebuilding MONUSCO dalam konflik di RD

Kongo. Penelitian ini akan membahas konflik berkepanjangan yang terjadi di

konflik RD Kongo pasca perang yang terjadi. Kemudian peneliti akan apa saja

yang telah dilakukan MONUSCO dalam menangani konflik dan menganalisis

strategi peacebuilding MONUSCO.

1.7 Kerangka Konseptual

1.7.1 Peacebuilding

Negara-negara yang berada di fase pascaperang mempunyai

ketidakamanan yang signifikan dan ketidaktentuan politik. Karena pada fase ini

meskipun perdamaian negatif telah ada (kekerasan fisik telah berhenti) namun

perdamaian positif belum dicapai (kekerasan struktural dan kekerasan kultural

34

Abdul Latif dan Ahmad Jamaan, “Efektivitas United Nations Missions Organization in the

Democratic Republic of the Congo (MONUC) dalam konflik di Republik Demokrasi Kongo”.

(Riau: Universitas Riau). Hal 11.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

14

masih ada).35

Proses perdamaian dapat dipercepat namun juga sering gagal dan

menyebabkan perang kembali. Sekitar 50% perjanjian perdamaian yang disepakati

untuk mengakhiri perang gagal dalam jangka waktu 5 tahun sejak

penandatanganan dan membuat perang terjadi kembali. Untuk itu dibutuhkan

mekanisme resolusi konflik yang tidak hanya mampu untuk menghentikan perang,

tapi juga untuk mencari akar permasalahan konflik dan mencegah perang tidak

terjadi kembali. 36

Pada tahun 1992, Boutros-Boutros Ghali dalam laporan PBB

memperkenalkan pertama kali istilah peacebuilding. Ia mendefenisikan

peacebuilding sebagai “penciptaan lingkungan yang baru”, bukan hanya

perdamaian gencatan senjata oleh penjaga perdamaian tradisional. Menurutnya

peacebuilding adalah usaha untuk mengenali akar permasalahan dan mendukung

struktur, menguatkan perdamaian untuk mencegah perang terbuka kembali.37

Dalam laporan Brahimi pada tahun 2000, peacebuilding didefenisikan

sebagai aktivitas yang diambil dalam segi yang luas dari konflik untuk menata

ulang fondasi perdamaian dan menyediakan alat untuk membangun suatu hal dari

fondasi tersebut daripada hanya sebatas ketiadaan perang.38

Dalam laporan ini

disebutkan:

“history has taught that peacekeepers and peacebuilders are inseparable

partners in complex operations: while peacebuilders may not be able to

35

Ramsbotham. Hal 158. 36

Roy Licklider, “The Consequences of Negotiated Settlements in Civil Wars 1945-93”, American

Political Scinece Review, vol. 89, no 3, 1995, hal 681-690 dalam Dan Smith, “Towards a

Strategic Framework for Peacebuilding: Getting Their Act Together” Overview report of the

Joint Utstein Study of Peacebuilding. Oslo, 2004. Hal 18. 37

T. David Mason dan James D. Meernik, eds., Conflict Prevention and Peacebuilding in Post-

War Societies(Routledge: New York, 2006). Hal 108. 38

United Nations, UN Peacebuilding: an Orientation, 2010. Hal 48.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

15

function without the peacekeepers’ support, the peacekeepers have no

exit without the peacebuilders’ work”. 39

Dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai perdamaian tidak hanya dengan

mengawasi perjanjian damai saja (peacekeeping) tapi juga harus ada upaya

perdamaian yang berkelanjutan (peacebuilders). Namun begitu juga bahwa upaya

untuk perdamaian berkelanjutan juga tidak akan tercapai jika tidak ada

peacekeepers.

Boutros-Boutros Ghali dan ahli lainnya menganalisis peacebuilding dan

mengkarakteristikan peacebuilding ke dalam 5 dimensi atau karakteristik dengan

membandingkan beberapa konsep yang berbeda40

:

1. Dimensi pertama yaitu tujuan dari peacebuilding. Kebanyakan ahli setuju

dengan Boutros-Boutros Ghali bahwa tujuan minimal peacebuilding adalah

untuk mencegah perang terjadi kembali. Namun lebih luas lagi,

peacebuilding bertujuan untuk mencari akar permasalahan konflik dan

adanya perdamaian berkelanjutan.41

2. Dimensi kedua dari peacebuilding adalah strategi dan aktivitas penunjang

yang didesain untuk mencapai tujuan. Ada banyak variasi strategi dan

aktivitas karena bervariasinya tujuan dari peacebuilding itu sendiri. Untuk

mencapai tujuan minimal dapat mengadopsi strategi manajemen konflik.

Namun jika peacebuilding bertujuan untuk mencari akar permasalahan dari

konflik dapat menggunakan strategi resolusi konflik. Resolusi konflik berarti

aktivitas peacebuilding didesain untuk mengubah sikap dari pihak yang

39

Ramsbotham, Hal 210. 40

T. David Mason, Hal 108. 41

Ibid.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

16

berkonflik (conflict transformation). Termasuk juga mempromosikan

perkembangan ekonomi dan perlindungan masyarakat sipil.42

3. Dimensi ketiga yaitu waktu untuk memulai aktivitas peacebuilding. Sebelum

konflik mencapai tingkatan kekerasan terjadi dapat dilakukan preventive

diplomacy. Intervensi militer koersif kemudian dilakukan apabila diplomasi

gagal dan konflik bereskalasi menjadi konflik bersenjata. Operasi penjaga

perdamaian tradisional biasanya ditempatkan setelah adanya gencatan senjata,

sebelum kesepakatan perdamaian tercapai (sebagaimana peran mereka untuk

memonitor gencatan senjata). peacebuilding dilakukan setelah adanya

kesepakatan damai antara pihak yang berkonflik (peacemaking).43

4. Dimensi keempat dari peacebuilding yaitu konteks pelaksanaan. Boutros-

Ghali mengatakan bahwa peacebuilding dapat ditempatkan pada konflik

interstate atau intrastate. Pada intinya, peacebuilding dilakukan pada

konteks sipil baik dikarenakan oleh perang intrastate, konflik etnik yang

meluas atau kegagalan negara. Di Republik Demokratik Kongo, konflik dapat

dikategorikan sebagai konflik intrastate dan interstate karena konflik sipil

yang terjadi diintervensi oleh negara-negara tetangga.44

5. Dimensi kelima yaitu aktor yang melakukan aksi peacebuilding. Pugh

melihat bahwasanya peacebuilding seharusnya dilakukan oleh aktor eksternal

agar dapat memainkan peran yang signifikan. Namun strategi yang dipakai

oleh aktor eksternal tidak boleh mengahalangi keterlibatan aktor lokal. Dan

42

Ibid 109. 43

Ibid 109. 44

Ibid. 110

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

17

tentu saja aktor eksternal tidak boleh menyebabkan konflik malah bertambah

buruk.45

Dalam melakukan peacebuilding diperlukan upaya yang tepat sasaran.

Menurut Jeroen de Zeeuw dari Netherlands Insitute, ada beberapa upaya yang

dapat dilakukan oleh pasukan perdamaian untuk dapat menciptakan perdamaian

yang berkelanjutan dalam masyarakat yang telah mengalami perang46

. Hal-hal

tersebut adalah:

1. Reformasi Pemerintahan

Perang menandakan adanya sistem politik gagal yang tidak bisa

menjalankan fungsi pokok pemerintahan, sehingga menimbulkan kekacauan

politik. Permasalahannya adalah bukan bagaimana cara kembali kepada kondisi

sebelum perang tetapi untuk melangkah maju ke arah yang lebih baik.47

Mereformasi struktur pemerintahan dalam situasi pascaperang yang telah rusak

atau bahkan hancur lebur sangatlah penting dalam menciptakan kekuatan

institusional dan keamanan yang cukup untuk mencegah terulangnya perang

kembali. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapabilitas, kredibilitas dan

legitimasi sistem politik yang baik dalam pemerintahan.48

Dalam reformasi pemerintahan harus diciptakan budaya demokrasi yang

memisahkan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kemudian adanya

bentuk keterlibatan masyarakat dalam administrasi dan pengambil-kebijakan

politik. Selain membangun konstruksi pemerintahan yang demokratis juga harus

45

Ibid. 46

Jeroen de Zeeuw, “Building Peace in War-Torn Societies: From Concept to Strategy”.

Netherlands Institute of International Relations. Hal. 19. 47

Krishna Kumar, “After the Elections: Consequences for Democratization”. Lynne Rienner,

London and Boulder CO. Hal 215. 48

Jeroen de Zeeuw. Hal 20

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

18

dikembangkan prosedur administratif yang efektif. Prosedur birokrasi yang rumit

dan regulasi yang berlebihan harus dihapus dan jumlah aparat politik dikurangi.49

Jika struktur politik tidak secara efektif mengakomodasi kelompok-

kelompok yang berkonflik dalam masyarakat dan menjadi kekuasaan yang tidak

demokratis, peluang untuk terjadinya perang akan meningkat. Oleh karena itu,

menemukan mekanisme politik yang mampu merepresentasikan, mengatur dan

terutama menyelesaikan kepentingan pihak berkonflik adalah salah satu isu

penting yang harus dilakukan dalam peacebuilding.50

2. Perlucutan Senjata, Demobilisasi dan Penggabungan Kembali

(Disarmament, Demobilization and Reintegration /DDR)

Disarmament (perlucutan senjata) adalah pengumpulan senjata-senjata

dari kombatan dan mencegah bahaya dari senjata-senjata tersebut. Demobilization

adalah proses penyaringan, pendaftaran dan menempatkan mantan kombatan yang

telah dilucuti. Konseling psiko-sosial biasanya dilakukan pada tahap ini.

Reintegration (penggabungan kembali) adalah penempatan kembali mantan

kombatan menjadi warga sipil yang telah direhabilitasi agar mampu melanjutkan

hidup. 51

Proses DDR mantan kombatan menjadi masyarakat sipil dapat membuat

kontribusi penting pada pencegahan terulangnya konflik. Karena mantan

kombatan masih berada dalam posisi membahayakan dan dapat mengganggu

proses perdamaian dalam tahapan selanjutnya. Proses DDR yang normalnya

memakan waktu tiga hingga empat tahun dapat dilakukan dalam empat tahapan

49

Ibid. 50

Ibid. 51

Lt. Col. Donatien Nduwimana, “Reintegration of Child Soldiers in Eastern Democratic

Republic of Congo: Challenges and Prospects”, Occasional paper Series 4 No. 2 of The

International Peace Support Training Centre, 2013. Hal 6.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

19

yang berurutan: pengumpulan, pemecatan/pembebasan, penempatan jangka

pendek dan penggabungan jangka panjang.52

Dalam fase pertama dari proses DDR, mantan kombatan dikumpulkan

dalam area tertentu dan disediakan kebutuhan sehari-hari seperti tempat tinggal,

makanan, pakaian, fasilitas sanitasi, dan kesehatan. Tujuannya adalah untuk

menghitung jumlah keseluruhan kombatan dan senjata mereka.53

Serta untuk

melihat keinginan mereka untuk berkomitmen pada proses perdamaian.54

Hal ini

akan membutuhkan bantuan penyediaan makanan jangka pendek, transportasi dan

dalam beberapa kasus perlu diadakan pertemuan pengenalan serta sedikit bantuan

biaya hidup. Fase selanjutnya adalah periode transisi antara meninggalkan kamp

penampungan dan memulai kehidupan sipil yang baru.55

Fase penggabungan kembali seharusnya menjadikan veteran perang dan

keluarga mereka menjadi masyarakat sipil kembali dan membuat finansial mereka

mandiri dengan memberikan mereka aktivitas yang menghasilkan. Aktivitas

penggabungan kembali ini dapat berupa pelatihan kejuruan, konseling,

perencanaan keuangan dan akses untuk mendapatkan tempat tinggal. Dan untuk

mengurangi ketakutan masyarakat lainnya terhadap perilaku negatif mantan

kombatan dan untuk meningkatkan peluang keberhasilan penggabungan kembali

52

Nicole Ball, “Demobilizing and reintegrating Soldiers: Lessons from Africa”. Lynne Rienner,

London and Boulder CO, (1997), Hal 87-90 dalam Jeroen de Zeeuw, “Building Peace in War-

Torn Societies: From Concept to Strategy”. Netherlands Institute of International Relation“

hal 20. 53

J Bayo Adekanye, “ Review Essay: Arms and Reconstruction in Post –Conflict Soiceties”,

Journal Pof Peace research, 1997, Hal 360 dan 362 dalam Jeroen de Zeeuw, “Building Peace

in War-Torn Societies: From Concept to Strategy”. Netherlands Institute of International

Relation“ hal 20. 54

Jeroen de Zeeuw. Hal 20. 55

Ibid. Hal 21.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

20

ini, masyarakat setempat harus diikutsertakan baik dalam persiapan dan penerapan

program serta memberikan beberapa keuntungan bagi mereka.56

Hal yang penting sekali dalam proses DDR ini adalah fase-fase yang

berurutan ini harus dilaksanakan secara tuntas. Oleh karena itu, jika program

komprehensif untuk penggabungan kembali ini tidak mengikuti komponen

perlucutan senjata, kemungkinan kombatan tidak tertarik untuk proses

selanjutnya. Malah mereka akan melihat peluang untuk terus melanjutkan

pertempuran atau terlibat dalam beberapa aktivitas kriminal.57

3. Reformasi Sektor Keamanan

Ketersediaan keamanan yang memadai merupakan hal yang penting dalam

manajemen konflik. Ini salah satu alasan mengapa komunitas internasional fokus

dalam mereformasi sektor keamanan untuk mengembalikan kepercayaan dan

kredibilitas dalam pandangan masyarakat. Jika sektor keamanan tidak diperbaiki

secara baik atau tidak bekerjasama dalam proses mekanisme pengembangan

dialog politik, mereka bisa saja menjadi kekuatan tersendiri. Dan dalam skenario

terburuk ketika mereka berada dalam lingkaran luar politik mereka akan mampu

mengendalikan masyarakat sipil. 58

Menilai kembali misi dan memperkuat transparansi, akuntabilitas dan

pengendalian masyarakat sipil oleh angkatan keamanan merupakan hal yang sulit

di seluruh negara, apalagi dalam situasi pascaperang. Situasi dalam demokrasi

yang sedang berkembang dan masyarakat pascakonflik sangat rumit karena

56

Ibid. 57

Ibid. 58

Van de goor, “Military and Security Institutions in Developing Countries: Challenges in

Civilian Control, Governance and Conflict Management” hal 2, dalam Jeroen de Zeeuw,

“Building Peace in War-Torn Societies: From Concept to Strategy”. Netherlands Institute of

International Relation“ hal 20.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

21

mereka terbiasa hidup dalam ancaman keamanan dan ketidakstabilan politik dan

kesukaran ekonomi.59

Mereformasi institusi sektor keamanan dapat dilakukan

dengan memperbaiki aturan dan hukum, mengawasi angkatan bersenjata,

meningkatkan kemampuan keamanan dan meningkatkan performa badan

pengawas seperti kementrian pertahanan. 60

4. Pemilihan Umum Pascaperang

Pemilihan umum dapat menjadi kesempatan untuk mereformasi sistem

politik dalam masyarakat pascakonflik dan untuk membuatnya menjadi lebih

responsif dan sah secara politik. Bantuan yang dapat dilakukan dalam bidang ini

adalah dapat berupa dukungan logistik dan pengembangan infrastruktur

pemilihan. Kemudian penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil untuk

edukasi pemilih dan pengawasan pemilihan, termasuk membuat komisi pemilihan

umum yang independen. Walaupun ada batas waktu yang jelas, jadwal untuk

bantuan ini harus cukup memadai dan fleksibel, jangan sampai menjadi tidak

produktif. Lebih lanjut lagi, komunitas internasional dapat menyediakan

dukungan yang penting dalam membentuk misi pengawasan internasional. Misi

ini akan mengurangi resiko penipuan dalam skala luas, serta untuk memberikan

kontribusi pemilu lebih kredibel dan semua pihak dapat menerima hasil

pemilihan.61

5. Hak Asasi Manusia

Dalam kebanyakan masyarakat pascaperang, penting untuk meningkatkan

hak asasi manusia. Dalam konflik, pemberontakan, angkatan pemerintahan dan

sistem pengadilan yang buruk berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia.

59

Ibid. 60

Ibid. 61

Jeroen de Zeeuw. Hal 22.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

22

Memenjarakan para pelaku kriminal dan mereformasi institusi menjadi prasyarat

untuk pemerintah yang mencoba mengembalikan legitimasi, kredibiltas dan

ketidakberpihakannya. Jika hak asasi manusia tidak dilindungi secara baik,

penyembuhan psikososial dan rekonsiliasi dalam level masyarakat tidak akan

berhasil. Fondasi untuk membangun tatanan politik yang demokratis tidak akan

stabil.62

Hal ini telah menjadi aspek penting dalam peacebuilding.

6. Masyarakat Sipil

Kelima hal diatas lebih fokus pada perbaikan negara, namun peranan

masyarakat sipil dalam perkembangan proses perdamaian juga tidak dapat

dikesampingkan. Mereka dapat berfungsi sebagai katalisator penting untuk

perubahan dalam level grass roots dalam demokratisasi, mewakilkan perwakilan

mereka dalam proses pengambil kebijakan dan sebagai watchdog bagi tindakan

pemerintah. Peningkatan kesadaran pentingnya peranan masyarakat sipil oleh

komunitas internasional meningkatkan dukungan pada organisasi lokal. Ada

beberapa dukungan dan tindakan yang dapat diambil seperti dalam level bantuan

(grass roots), pendekatan people-centered (fokus pada rekonsiliasi antar dan

sesama komunitas) dan appresiasi mereka untuk mekanisme kepala dingin serta

kapaitas lokal untuk menciptakan perdamaian berkelanjutan.63

Keenam hal inilah yang nantinya akan penulis pakai dalam menjelaskan

upaya peacebuilding MONUSCO dalam konflik di RD Kongo. Penulis akan

melihat apa saja aktivitas peacebuilding yang telah dilakukan oleh MONUSCO.

Kemudian penulis akan menganalisis aktivitas MONUSCO memakai keenam

indikator ini.

62

Ibid. 63

Jeroen de Zeeuw. Hal 24.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

23

1.8 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari

cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang tepat melalui tahapan-

tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis

dan menyimpulkan data-data. Metode penelitian pada dasarnya cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.64

1.8.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif

digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan

kualitas atau keistimewaan dari fenomena sosial yang tidak dapat dijelaskan,

diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bersumber

dari data-data yang dikumpulkan melalui berbagai sarana.65

Jenis penelitian ini digunakan untuk menjelaskan upaya peacebuilding

MONUSCO dalam konflik di RD Kongo adalah deskriptif. Penelitian deskriptif

dilakukan untuk menggambarkan suatu permasalahan yang akan diteliti.

Penelitian ini diangkat dengan lebih rinci melalui penjelasan ucapan, tulisan, atau

perilaku dari suatu individu, kelompok, organisasi atau negara.66

1.8.2 Batasan Penelitian

Jangkauan waktu penelitian ini berada dari tahun 2010 hingga tahun

2015 untuk melihat upaya peacebuilding MONUSCO dalam konflik di RD

Kongo. Batasan penelitian ini digunakan agar penelitian ini benar-benar dapat

64

Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2012). Hal 2. 65

Suyanto Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007). Hal 166. 66

Gumilar Rusliwa Somantri,” Memahami Metode Kualitatif, Journal Sosial Humaniora”, Vol 9

No. 2 tahun 2005. Hal 58.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

24

menganalisis dan menjawab permasalahan penelitian. Tahun 2010 dipilih karena

pada tahun ini melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1925 mengubah

MONUC menjadi MONUSCO dengan memuat penambahan mandat menekankan

pentingnya upaya peacebuilding untuk konsolidasi proses stabilisasi dan

keamanan jangka panjang.

Pada tahun 2016, mandat MONUSCO diperpanjang hingga tahun 2017

melalui Resolusi DK PBB No. 2277, namun peneliti lebih memilih membatasi

waktu penelitian hingga 2015. Karena sesuai dengan data terakhir perkembangan

konflik melalui laporan Sekretaris Jenderal terhadap MONUSCO pada tanggal 26

Juni 2015 sebagai respon atas Resolusi DK PBB No. 2211 tahun 2015.

1.8.3 Unit dan Tingkat Analisis

Unit penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian.67

Dalam penelitian ini, ada dua unit yang perlu dijelaskan.

Pertama yaitu unit analisis yaitu bagian yang hendak dideskripsikan, jelaskan dan

ramalkan. Kedua yaitu unit eksplanasi yaitu objek yang mempengaruhi perilaku

unit analisa yang akan ditetili.68

Dalam penelitian ini, unit analisis yang hendak

dideskripsikan oleh penulis adalah MONUSCO dan unit eksplanasi dalam

penelitian ini adalah konflik yang terjadi di Republik Demokratik Kongo.

Tingkat analisis menurut David Singer adalah cakupan target analisis

dimana peneliti dapat memperoleh gambaran, penjelasan dan perkiraan yang

akan membantu peneliti.69

Tingkat analisis penelitian ini berada pada tingkat

negara dimana asumsinya adalah semua pembuat keputusan, dimana pun berada,

67

Prof. Dr. Sugiyono. Hal 38. 68

Ibid. Hal 39. 69

David J Singer, “The Level-of-Analysis Problem in International Relations”, in World Politics

vol. 14 no. 1 (Hopkins University Press, 1961). Hal 82-23.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

25

pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama. Hal ini

dikarenakan penelitian ini lebih melihat kepada upaya yang digunakan oleh

MONUSCO dalam konflik yang terjadi di Republik Kongo.

1.8.4 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi

kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan data-data dari sumber

sekunder berupa buku-buku, jurnal dan penelitian terdahulu, dokumen resmi

pemerintah dan organisasi internasional, dan situs-situs internet yang relevan

yang berhubungan dengan masalah yang ingin dipecahkan.70

Sumber-sumber

data sekunder yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah:

1. Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk MONUC dan MONUSCO dalam

penanganan konflik di RD Kongo. MONUC dan MONUSCO sebagai

peacekeeping operations menjalankan mandatnya sesuai dengan Resolusi

yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Resolusi ini akan peneliti

pakai sebagai data untuk melihat peran dan tugas yang diberikan Dewan

Keamanan PBB untuk MONUC/MONUSCO.

2. Laporan-laporan Sekretaris Jenderal terhadap Dewan Keamanan PBB

mengenai hasil di lapangan yang dilakukakan MONUC dan MONUSCO.

3. Laporan hasil penelitian, buku-buku dan jurnal-jurnal yang telah diterbitkan

terdahulu serta dokumen-dokumen lainnya dan artikel dari internet yang

relevan dengan penelitian ini.

1.8.5 Teknik Analisis Data

70

M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003). Hal 27.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

26

Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan. Data yang diperoleh dari berbagai sumber

sekunder kemudian akan direduksi, dijabarkan kedalam unit-unit dan kemudian

disusun kedalam pola dan memilih yang mana yang dapat membantu menjawab

permasalahan penelitian yang ada sehingga didapatkan kesimpulan dan verifikasi.

Sehingga peneliti diharapkan dapat menganalisa permasalahan yang nantinya

akan diteliti dalam penelitian ini.71

Proses analisis data dalam penelitian ini berangkat pada menganalisis

bagaimana upaya peacebuilding yang dilakukan MONUSCO dalam konflik di

Republik Kongo dengan menggunakan konsep peacebuilding. Penulis akan

menjelaskan konflik yang terjadi di RD Kongo dan keadaan konflik tersebut saat

ini. Terakhir penulis akan menganalisis bagaimana upaya peacebuilding yang

diterapkan MONUSCO dengan indikator yang dijelaskan oleh Jeroen de Zeeuw.

1.9 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini meliputi:

BAB I Pendahuluan

Bab I merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, studi pustaka, kerangka konseptual, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan. Bab ini akan menggambarkan permasalahan yang akan

diteliti secara keseluruhan.

71

Sugiyono. Hal 243-245.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eSkripsi ...scholar.unand.ac.id/22515/2/BAB I (Pendahuluan).pdf · 1.1 Latar Belakang ... perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia

27

BAB II Profil, Dinamika Konflik dan Kondisi Konflik di Republik

Demokratik Kongo pascaperang

Dalam BAB II ini akan mendeskripsikan profil RD Kongo, dinamika

konflik yang terjadi di RD Kongo. Dalam bab ini juga akan dijelaskan kondisi

konflik bersenjata yang masih berlangsung.

BAB III Fase Perubahan Mandat MONUC hingga menjadi MONUSCO

dalam konflik di Republik Demokratik Kongo

Dalam BAB III akan menjelaskan mengenai MONUC dari awal

mandatnya, kemudian penambahan peran MONUC menjadi MONUSCO sebagai

operasi penjaga perdamaian multidimensional melalui mandat dari Dewan

Keamanan PBB.

BAB IV Analisis Upaya Peacebuilding MONUSCO dalam konflik di

Republik Demokratik Kongo

Pada bab ini, penulis akan menganalisis bagaimana upaya yang dipakai

MONUSCO dengan konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan serta saran dari

penelitian ini.