Upload
others
View
15
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran bahasa Inggris di era digital native saat ini menduduki posisi
yang sangat penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Melalui pembelajaran
bahasa Inggris diharapkan akan menghasilkan individu-individu Indonesia yang
mampu berkomunikasi dalam bahasa internasional dengan berbagai bangsa di
dunia. Penguasaan bahasa Inggris di Indonesia sangat dibutuhkan demi membuka
cakrawala bagi bangsa Indonesia untuk menyerap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dari negara-negara lain.
Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia masih menghadapi berbagai
persoalan. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian dan laporan yang
menunjukkan bahwa penguasaan bahasa Inggris siswa-siswa di Indonesia secara
umum masih rendah. Seperti dikutip dari Sukamerta (2013: 4) yang menyebut
bahwa penguasaan bahasa Inggris tamatan pendidikan dasar di Indonesia tidak
berhasil dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Kegagalan penguasaan bahasa Inggris ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
nonlinguistik, seperti lingkungan, budaya, ekonomi, latar belakang keluarga,
fasilitas pendidikan, sikap siswa, serta orang tua. Semua faktor ini sangat
berpengaruh terhadap prestasi siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris sebagai
bahasa asing. Selain itu, berdasarkan laporan yang dimuat di Kompas.com melalui
situs Klub Guru Indonesia, hasil ujian nasional 2009 untuk mata pelajaran bahasa
2
Inggris menduduki peringkat bawah dibanding mata pelajaran lainnya, meskipun
tingkat kelulusan tahun tersebut lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya (Yusuf:
2012). Selain dua hasil penelitan tersebut, terjadinya perubahan kebijakan
pemerintah terkait dengan pelajaran bahasa Inggris juga ditengarai masih adanya
persoalan serius yang perlu segera diselesaikan.
Kurikulum 2013 merupakan kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) yang memberikan dampak pada kedudukan
pelajaran bahasa Inggris pada semua jenjang sekolah terutama di tingkat Sekolah
Dasar (SD). Pada tahun 2006 bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pelajaran bahasa Inggris di SD
berkedudukan sebagai pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan pada pelajaran
intrakurikuler. Namun, pada Kurikulum 2013 ini, siswa SD mempelajari bahasa
Inggris sebagai penunjang pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari (Sari: 2013). Seiring dengan evaluasi yang telah dilaksanakan oleh Tim
Implementasi Evaluasi Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) pada tahun 2014 terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013, maka
dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri (SK Menteri) No.
179342/MPK/KR/2014 tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada tanggal 5
Desember 2014. Di dalam surat Mendikbud tersebut salah satunya menyebutkan
bahwa Kurikulum 2013 dihentikan pelaksanaannya di sekolah-sekolah yang baru
menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015 dan kembali
menggunakan KTSP. Sementara itu, bagi sekolah-sekolah
3
yang telah menerapkannya selama tiga semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran
2013/2014, tetap menggunakan Kurikulum 2013 dan sekolah tersebut harus
bersedia menjadi sekolah percontohan Kurikulum 2013.
Berdasarkan fakta empiris di atas, selanjutnya yang dapat dipahami dari
kebijakan Mendikbud terhadap Kurikulum 2013 yang pelaksanaannya belum
diwajibkan bagi semua sekolah dan diputuskan untuk kembali ke KTSP, maka
pelajaran bahasa Inggris di SD sampai saat ini masih diajarkan sebagai mata
pelajaran muatan lokal. Karakteristik pembelajaran bahasa Inggris di SD baik
dengan Kurikulum 2013 maupun dengan KTSP sama-sama mengakomodasi
prinsip pembelajaran yang kreatif, menyenangkan dan dengan penilaian yang
otentik. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Inggris di SD harus dapat
dipahami oleh siswa secara kontekstual.
Fakta menyebutkan bahwa hingga kini pelajaran bahasa Inggris di SD masih
mengajarkan bahasa Inggris sebagai alat saja dan belum mengajarkan bagaimana
menggunakannya secara kontekstual. Hal ini dapat terlihat dari materi dan cara
mengajar yang diterapkan oleh guru di kelas. Sebagai contoh, siswa diajarkan
konsep “like” dan “dislike” tentang makanan, namun siswa tetap diarahkan untuk
berpikir tentang budaya mereka sendiri, yaitu menyebutkan makanan yang setiap
hari biasa mereka temukan. Pada tataran pragmatik, agar siswa memiliki kepekaan
terhadap budaya penutur aslinya, maka bahasa Inggris yang diajarkan sebaiknya
bermuatan pengetahuan budaya penutur asli, misalnya mengenalkan makanan
yang tidak biasa mereka temukan sehari-hari. Dengan demikian, saat siswa nanti
4
dihadapkan langsung dengan penutur asli dan budaya bahasa target, siswa tidak
akan kesulitan memahaminya.
Pelajaran bahasa Inggris sejak usia anak, yaitu 6-12 tahun atau di tingkat SD
sangat diperlukan karena dengan mempelajari bahasa Inggris sejak awal siswa
dapat lebih mudah mempelajarinya pada jenjang sekolah selanjutnya. Selain itu,
pada usia anak mempelajari bahasa asing akan lebih mudah karena area pada otak
yang mengatur kemampuan berbahasa terlihat mengalami perkembangan paling
pesat. Pada usia SD seperti itu biasa disebut juga sebagai masa critical periods.
Kemampuan siswa pada usia SD dalam proses kognitif, kreatifitas, dan divergent
thinking berada pada kondisi optimal. Seperti yang diungkapkan oleh Ur (1996:
296) bahwa anak-anak belajar bahasa lebih baik dari pembelajar dewasa, secara
biologis siswa usia SD menjadi waktu yang tepat untuk mempelajari bahasa asing,
sehingga pembelajaran bahasa asing di sekolah sebaiknya dimulai seawal
mungkin karena lebih mudah menarik perhatian dan minat anak-anak daripada
orang dewasa. Dapat pula dijelaskan bahwa mereka yang mempelajari bahasa
asing mempunyai kemampuan lebih dalam tugas memori episodic, mempelajari
kalimat dan kata, dan memori semantik, kelancaran menyampaikan pesan dan
mengategorikannya. Di samping itu, usia SD adalah suatu fase yang memiliki
fleksibilitas kognitif dan meningkatnya pembentukan konsep, mereka mampu
memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya pemahaman terhadap bahasa
ibunya dalam empat keterampilan berbahasa: mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis. Oleh karena itu, mereka secara biologis berada dalam masa emas
5
untuk mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua setelah bahasa
pertamanya (Hurlock; 1993).
Persoalannya adalah apakah pembelajaran bahasa Inggris di SD telah
diberikan dengan cara yang tepat dan bermakna. Menurut Curtin dan Pesola
(1994), anak-anak akan belajar bahasa asing dengan baik apabila proses belajar
terjadi dalam konteks yang komunikatif dan bermakna bagi mereka. Untuk anak-
anak konteks ini meliputi situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian, dongeng,
dan pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan, dan olah raga. Situasi sosial dan
kultural dalam hal ini dapat dipahami bahwa mempelajari bahasa asing tidak
dapat dipisahkan dari mempelajari sosial dan budaya dari pemilik bahasa tersebut.
Bahasa dan budaya merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan sehingga
keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris juga akan dipengaruhi seberapa jauh
unsur budaya dari bahasa target dapat diintegrasikan dalam pembelajaran.
Mempelajari sebuah bahasa tak dapat dilepaskan dari mempelajari bagaimana
bahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagaimana bahasa
tersebut dipengaruhi dan juga ikut membentuk budaya para penutur aslinya. Hal
ini menyiratkan bahwa seseorang yang mempelajari bahasa tertentu tanpa
memahami budayanya berpotensi menjadi orang “fasih yang bodoh” (Bennett &
Allen, 2003). Karena pentingnya mengajarkan sosial dan budaya pada
pembelajaran bahasa Inggris, sangat dibutuhkan adanya formulasi desain
pembelajaran yang mengarah pada tujuan tersebut. Dengan pengetahuan bahasa
Inggris yang baik diharapkan dapat membantu anak untuk mengenal dirinya,
budayanya serta budaya orang lain. Pengetahuan dan kemampuan tersebut
6
selanjutnya disebut dengan kompetensi. Lebih lanjut, pada penelitian ini
kompetensi yang dikaji adalah kompetensi interkultural.
Kompetensi interkultural adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
personal yang mampu mendukung interaksi yang efektif dan tepat dalam berbagai
konteks budaya (Bennett, 2011). Yang termasuk dalam komunikasi interkultural
adalah kepekaan terhadap budaya, kemampuan komunikasi interkultural, sikap
pribadi dan kelompok terhadap budaya lain, serta pengetahuan terhadap budaya
lain. Bahasa menjadi simbol budaya karena sebagai sebuah sistem tanda, bahasa
mengandung nilai budaya. Manusia mampu mengenal dan membedakan satu
sama lain sedikit banyak melalui proses pengamatan terhadap cara penggunaan
bahasanya. Memahami keterkaitan antara bahasa dan budaya menjadi penting
dalam pembelajaran bahasa asing. Seperti diungkapkan oleh Liddicoat, Scarino &
Kohler (2003), bahasa tidak semata-mata struktural, namun juga komunikatif dan
bersifat sosial. Belajar bahasa baru, oleh karenanya, menjadi lebih rumit
mengingat kompleksitas yang dibentuk oleh keterkaitan antara bentuk-bentuk
linguistik dan aspek-aspek sosiokulturalnya.
Persoalan utama yang terjadi pada pelajaran bahasa Inggris di sekolah adalah
pada tataran pragmatis. Seorang siswa menguasai pelajaran bahasa Inggris dengan
baik, namun belum tentu mampu menggunakannya dengan benar dan tepat jika ia
dihadapkan langsung dengan penutur asli. Hal ini dikarenakan pelajaran bahasa
Inggris masih pada tataran kaidah bahasanya saja belum sampai memahami
budaya dari bahasa target yang juga berperan penting dalam pencapaian
kesepahaman pesan dan komunikasi antara si penutur dan lawan bicaranya.
7
Kompetensi lulusan SD selayaknya merupakan kemampuan yang bermanfaat
dalam rangka menyiapkan lulusan untuk belajar bahasa Inggris di tingkat
selanjutnya, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kemampuan yang
dimaksud adalah kemampuan berinteraksi dalam bahasa Inggris untuk menunjang
kegiatan kelas dan sekolah. Pendidikan bahasa Inggris di SD dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan untuk menyertai
tindakan (language accompanying action). Bahasa Inggris digunakan untuk
interaksi dan bersifat “here and now”. Topik pembicaraannya berkisar pada hal-
hal yang ada dalam konteks situasi. Untuk mencapai kompetensi ini, peserta didik
perlu dipajankan dan dibiasakan dengan berbagai ragam pasangan bersanding
(adjacency pairs) yang merupakan dasar menuju pada kemampuan berinteraksi
yang lebih kompleks. Kompetensi yang paling tepat untuk mengajarkan bahasa
Inggris sesuai dengan kondisi sosial dan budaya pemilik bahasa target adalah
kompetensi interkultural.
Secara empirik belum ditemukan adanya penelitian yang mengkaji tentang
kompetensi interkultural dan di tingkat siswa SD. Oleh sebab itu, pada penelitian
ini dilakukan terlebih dahulu initial study yang bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya pembelajaran kompetensi interkultural, baik yang terdapat pada
proses pembelajaran di kelas maupun yang terdapat pada dokumen pembelajaran
sebagai contoh materi pembelajarannya. Selain itu, initial study juga sebagai tahap
analisis kebutuhan (need analysis), yaitu untuk mengetahui pembelajaran yang
bagaimana yang dibutuhkan oleh subjek penelitian dan hasilnya dapat digunakan
sebagai bahan pijakan dalam merumuskan desain pengembangannya.
8
Hasil studi awal yang dilakukan oleh Sabilah (2014) terhadap pembelajaran
bahasa Inggris kelas IV, V, dan VI di lima SD di Kota Malang ditemukan bahwa
belum ada pembelajaran bahasa Inggris yang mengarah pada pengetahuan
kompetensi interkultural. Selain itu, semua guru bahasa Inggris (lima orang)
menyatakan bahwa mereka belum mengetahui pembelajaran kompetensi
interkultural. Meskipun demikian, semua guru menyatakan bahwa secara tidak
langsung mereka pernah menyampaikan materi pelajaran yang berhubungan
dengan budaya bahasa lain, namun porsinya sangat sedikit dan hanya secara
sekilas saja karena kebetulan ada topik yang berhubungan dengan budaya bahasa
lain di dalam buku ajar yang digunakannya. Temuan lain menyebutkan bahwa
semua guru sangat setuju bahwa kompetensi interkultural pada pembelajaran
bahasa Inggris di SD sangat penting dan mendesak untuk diajarkan karena dapat
melatih kemampuan pragmatik siswa sehingga pemahaman siswa terhadap bahasa
yang dipelajarinya akan bertambah dan otomatis kompetensi komunikatif mereka
meningkat. Oleh karena itu, penelitian tentang kompetensi interkultural pada
pembelajaran bahasa Inggris di SD ini sangat mendesak dilakukan.
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan kompetensi interkultural siswa
SD pada pelajaran bahasa Inggris yaitu siswa yang berusia 6-12 tahun.
Kompetensi interkultural seperti disebutkan sebelumnya merupakan target yang
dianggap mampu mengemas berbagai komponen pembelajaran bahasa Inggris di
tingkat dasar. Kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD
sangat dibutuhkan sebagai dasar bagi kemampuan berinteraksi menggunakan
bahasa asing. Guilherme (2002) menyampaikan bahwa kemampuan tersebut tidak
9
hanya mencakup keterampilan sosial, tetapi juga untuk melatih sensitifitas dan
pemahaman terhadap nilai, cara pandang, cara hidup dan berpikir bahasa target
serta kemandirian dalam mengomunikasikan nilai dan cara pandang dirinya
dengan benar. Selanjutnya, Guilherme (2002) juga menambahkan bahwa
kompetensi interkultural di tingkat SD harus disesuaikan dengan karakteristik
siswa, kebutuhan belajar, tingkat kemampuan, dan cara belajarnya. Kompetensi
tersebut menjadi langkah awal bagi terbentuknya pengetahuan bahasa Inggris
siswa secara pragmatik, yaitu kemampuan memahami bahasa sesuai dengan
konteks sosial atau kultural penutur asli bahasa target (Gunarwan, 2007: 71).
Untuk memperoleh pencapaian kompetensi interkultural pada pembelajaran
bahasa Inggris seperti tertulis di atas maka dibutuhkan desain perencanaan
pembelajaran yang tepat agar mata pelajaran bahasa Inggris untuk SD dapat
menghasilkan luaran yang mampu berkomunikasi dalam bentuk lisan secara
sederhana dan terbatas, sehingga nantinya siswa memiliki kompetensi bahasa
asing yang berdaya saing bangsa dalam masyarakat global dengan baik. Desain
pembelajaran pada penelitian ini diharapkan dapat dipahami dan
diimplementasikan dalam bentuk sebuah perencanaan dan strategi pembelajaran.
Desain pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensi tersebut dikemas
dalam bentuk perencanaan dan strategi pembelajaran yang berisikan seperangkat
pengetahuan interkultural dengan kajian pragmatik interkultural, yaitu sebuah
pengetahuan pragmatik untuk menggunakan bahasa sesuai dengan konteks sosial
dan budaya bahasa target.
10
Agar memiliki kemampuan pragmatik dalam belajar bahasa asing maka siswa
harus mampu mengkaitkan antara pengetahuan interkultural ke dalam bentuk-
bentuk pragmalinguistik dan strateginya agar mampu menggunakan
pengetahuannya untuk mengatasi kesulitannya dalam berkomunikasi pada situasi
tertentu (McNamara & Roever, 2006; Roever dalam Mirzaei et.al., 2012). Pada
penelitian ini, kompetensi pragmalinguistik berkaitan dengan bentuk-bentuk
gramatikal bahasa dan interkultural berkaitan dengan strategi dan penggunaan
bahasa sesuai dengan budaya dan konteksnya. Dapat dijelaskan di sini bahwa
pragmatik interkultural adalah kajian yang dipilih karena lebih memperhatikan
aspek performansi dalam berkomunikasi dalam mempelajari bahasa asing
kaitannya dengan pemahaman tentang sosiokultural dan konteks kultural suatu
bahasa. Meskipun dalam penelitian ini juga akan ditemukan bentuk-bentuk
lingual, yaitu pada aspek gramatikal yang menjadi perhatian dari
pragmalinguistik, hal tersebut bukanlah sebagai prioritas kajian utama karena
penelitian ini terfokus pada pembelajar anak usia SD yang kemampuan bahasa
Inggris mereka masih pada pengenalan awal bahasa asing, sehingga aspek
linguistik formal bukan menjadi penekanannya. Aspek gramatikal (tata bahasa)
dalam kajian ini adalah linguistik terapan yaitu berupa fungsi-fungsi lingual yang
terbentuk berdasarkan konteks bahasa dan budaya suatu bahasa.
Penelitian ini menghasilkan sebuah desain pembelajaran yang mencakup
perangkat pembelajaran, yaitu materi pembelajaran berupa seperangkat bentuk-
bentuk lingual, perencanaan pembelajaran, dan strategi pengajaran. Desain
pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi interkultural pada pelajaran
11
bahasa Inggris untuk SD ditinjau dari kajian pragmatik interkultural ini dapat
menanamkan konsep budaya secara utuh melalui bentuk-bentuk lingual seperti
pengenalan leksikon dan gramatika (tata bahasa). Leksikon yang dimaksud adalah
segala perbendaharaan kata yang menunjukkan pengetahuan baru tentang budaya
bahasa sasaran. Sebagai contoh, perbendaharaan kata tentang nama-nama:
makanan, aktivitas sehari-hari, cuaca, perayaan atau festival yang rutin diadakan
oleh budaya tertentu, dan lain-lain. Sementara itu, yang dimaksud satuan
gramatika adalah pengenalan unsur tata bahasa, baik fonem, morfem, kata, frasa,
klausa, tipe-tipe kalimat, bentuk tindak tutur (speech act), maupun wacana yang
mengandung unsur perbedaan budaya (dalam berbahasa) antara bahasa pertama
siswa dan bahasa sasaran. Desain pembelajaran ini dikhususkan bagi siswa SD
kelas atas, yaitu kelas IV, V dan VI dengan asumsi bahwa siswa tersebut sudah
lebih siap menerima konsep-konsep lingual dan nonlingual bahasa asing yang
diajarkan oleh guru. Selain itu, siswa kelas atas memiliki rasa ingin tahu yang
lebih tinggi dan lebih mandiri dalam belajar dibandingkan dengan siswa kelas
rendah, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk mempelajari bahasa baru.
Desain perencanaan pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran
bahasa Inggris siswa SD ini memiliki nilai keterbaruan (novelty) di bidang
linguistik dan pembelajaran bahasa asing. Hal ini dikarenakan desain yang
dihasilkan dapat dijadikan sebagai pedoman baru bagi para guru di tingkat SD
untuk merancang pembelajaran bahasa Inggris yang kontekstual dan berdaya guna
untuk meningkatkan kompetensi komunikatif dan pengetahuan bahasa Inggris
siswa di Indonesia.
12
Meskipun kebijakan Kemdikbud telah menghapus pelaksanaan Kurikulum
2013 di sekolah-sekolah yang belum siap melaksanakan, pada praktiknya banyak
sekolah yang masih mengajarkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan
lokal. Demikian pula dengan beberapa sekolah yang ada di Kota Malang termasuk
sekolah yang menjadi subjek penelitian ini. Selain itu, sekolah-sekolah SD
bertaraf internasional dan lembaga-lembaga kursus bahasa Inggris untuk anak di
kota-kota besar di Indonesia yang saat ini jumlahnya cukup banyak juga menjadi
sasaran institusi yang dapat memanfaatkan hasil penelitian ini. Untuk mendukung
tujuan bahasa Inggris di Indonesia yang berdaya fungsi komunikatif dan
bermakna, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan karena desain
pembelajaran dengan paradigma baru dan inovatif yang menggabungkan teori
antara pragmatik interkultural dan pembelajaran bahasa asing pada pelajaran
bahasa Inggris di tingkat SD sejauh ini di Indonesia belum pernah dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini menitikberatkan pada penyusunan desain pembelajaran bahasa
Inggris untuk SD. Penelitian ini diharapkan menghasilkan luaran sesuai yang
diharapkan, sehingga target penelitian harus jelas. Pada penelitian ini desain
pembelajaran bahasa Inggris diarahkan pada pengembangan pembelajaran pada
siswa SD kelas IV, V dan VI dengan alasan bahwa siswa tersebut sudah lebih siap
menerima bahasa baru selain bahasa pertamanya. Selain itu, target penelitian ini
tidak hanya mencakup sekolah SD formal, tetapi juga sekolah-sekolah SD
13
internasional dan lembaga-lembaga kursus bahasa Inggris untuk tingkat SD.
Dengan demikian, sasaran penelitian ini jelas, terarah, dan bersifat khusus.
Penelitian ini juga memiliki kekhususan dalam kerangka pendekatan yang
digunakan, yaitu pendekatan dengan teori linguistik terapan digabungkan dengan
teori-teori pembelajaran bahasa asing. Linguistik terapan yang menjadi landasan
teori adalah pragmatik interkultural dan teori pembelajaran bahasa yang
digunakan adalah teori pembelajaran bahasa asing (foreign language learning).
Berikut adalah rumusan masalah pada penelitian ini:
1) Apa sajakah bentuk lingual baik pada level leksikon dan gramatika yang dapat
diintegrasikan pada materi pembelajaran kompetensi interkultural pada
pelajaran bahasa Inggris di SD?
2) Bagaimanakah bentuk perencanaan dan strategi pembelajaran kompetensi
interkultural yang dapat diterapkan pada pelajaran bahasa Inggris di SD
berdasarkan kajian pragmatik interkultural?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Dengan menggunakan kerangka teori pragmatik interkultural yang
dipadukan dengan teori pembelajaran bahasa asing (foreign language learning)
dalam paradigma pembelajaran interkultural, penelitian ini memiliki tujuan
umum, yaitu:
1) menemukan desain pembelajaran bahasa Inggris untuk SD berbasis
kompetensi interkultural dengan kajian teori pragmatik interkultural;
14
2) meningkatkan pengetahuan guru terhadap kompetensi interkultural pada
pembelajaran bahasa Inggris di SD agar mampu mengembangkan kompetensi
komunikatif siswanya;
3) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa SD terhadap penguasaan
bahasa Inggris yang komunikatif dan kontekstual sejak dini dan sebagai
pengetahuan dasar untuk mempelajari bahasa Inggris pada jenjang pendidikan
selanjutnya.
4) Mengembangkan pemahaman siswa terhadap budaya asing dan budaya
sendiri sesuai dengan konteksnya karena keberhasilan komunikasi yang
terjadi antara komunikator yang berasal dari dua budaya yang berbeda tidak
hanya ditentukan oleh penguasaan aspek kebahasaan ditinjau dari struktur
gramatikal, tetapi juga dari aspek pragmatik interkulturalnya, yaitu
kemampuan menangkap, memahami dan memiliki empati terhadap budaya
bahasa target.
Sementara itu, sesuai dengan rumusan masalah yang telah tertulis
sebelumnya, maka dengan menggunakan kajian pragmatik interkultural
tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) menemukan bentuk-bentuk lingual yang dapat diintegrasikan pada materi
pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di
SD;
b) menyusun perencanaan dan strategi pembelajaran kompetensi interkultural
yang dapat diterapkan oleh guru pada pelajaran bahasa Inggris di SD;
15
1.4 Manfaat Penelitian
Tersusunnya desain pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi
interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di tingkat SD sangat bermanfaat secara
praktis bagi:
1) Pengambil kebijakan di bidang pendidikan terutama di tingkat propinsi dalam
mendesain kurikulum terutama di jenjang SD agar terdapat revisi terhadap
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bermuatan kompetensi
interkultural untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
komunikatif dalam berbahasa Inggris. Meskipun pada usia SD target
penguasaan bahasa Inggris masih sangat terbatas dan bersifat pasif, jika sejak
di tingkat dasar ini siswa telah dibekali dengan pengetahuan yang bermakna
dan kontekstual, maka mereka akan mampu mengatasi kesulitan dalam
menguasai bahasa Inggris pada jenjang pendidikan selanjutnya.
2) Institusi sekolah terutama SD, yaitu sebagai pengembang ilmu pengetahuan
dan teknologi pembelajaran bahasa Inggris, khususnya dalam menetapkan
kebijakan kurikulum di sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan
orang tua siswa dan masyarakat.
3) Pembuat bahan ajar atau buku teks bahasa Inggris di tingkat SD agar memiliki
panduan dalam menyusun materi pembelajaran kompetensi interkultural yang
sesuai dengan kebutuhan siswa.
4) Peneliti di bidang linguistik dan pembelajaran dapat memanfaatkan hasil
penelitian ini sebagai pijakan untuk membuat penelitian lebih lanjut terutama
16
dalam mengembangkan variabel kompetensi interkultural dan kaitannya
dengan kajian linguistik murni dan linguistik terapan.
5) Guru bahasa Inggris di SD dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai desain
pembelajaran dalam bentuk pedoman praktis untuk merancang pembelajaran di
kelas yang tepat sebagai pendukung keberhasilan proses pembelajaran bahasa
Inggris. Secara langsung guru juga akan memiliki wawasan kompetensi
interkultural yang dapat membantunya mengatasi kesulitan untuk memahami
budaya dari bahasa sasaran.
6) Siswa bisa memiliki pengetahuan praktis tentang budaya bahasa yang
dipelajarinya dan memiliki pengetahuan dasar sebagai modal untuk
mempelajari bahasa Inggris pada jenjang pendidikan selanjutnya.
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya disertasi ini dapat diselesaikan. Penyusunan disertasi ini telah melalui proses
waktu yang panjang dan melelahkan serta melibatkan banyak pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus,
penghargaan serta penghormatan kepada semua pihak terkait.
Pertama, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu
Prof. Dr. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., baik selaku promotor,
pembimbing, dosen maupun sebagai Dekan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Udayana yang telah dengan penuh kesabaran mendorong penulis untuk
menyelesaikan disertasi ini dan segera menyelesaikan studi pada Program S-3
Ilmu Linguistik Universitas Udayana. Beliau juga telah banyak memberikan
bimbingan, masukan, dan saran demi perbaikan disertasi ini.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga ditujukan kepada Bapak
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., baik sebagai Kopromotor I maupun sebagai
dosen, yang telah dengan sepenuh hati membimbing, memotivasi, dan
mengarahkan penulis, baik pada tahap penulisan proposal maupun pada tahap
penyusunan disertasi. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis haturkan
kepada Bapak Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., selaku Kopromotor
II, yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk menyumbangkan saran dan
x
senantiasa menuntun serta memberi nasihat kepada penulis hingga penulis benar-
benar memahami kaidah penyusunan disertasi.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan
kepada tim penguji yang telah dengan tekun dan teliti memberi masukan dan
mengkritisi disertasi ini, yaitu Bapak Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S, Bapak Prof.
Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Bapak Drs. I Nyoman Udayana, M.Litt., Ph.D., Ibu
Dr. Dra. I Gusti Ayu Gde. Sosiowati, M.A., Ibu Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,
M.Hum. Ucapan terima kasih dan penghargaan setulus hati penulis sampaikan
kepada Ibu Dr. Emalia Iragiliati, M.Pd., selaku penguji dari Universitas Negeri
Malang, yang telah meluangkan waktu memberikan masukan khususnya pada
penelitian interkultural.
Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A. Ph.D. selaku Ketua Program Doktor Ilmu
Linguistik di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, yang telah banyak
memberikan pencerahan dan dukungan selama masa studi dan penyusunan
disertasi ini. Ucapan terima kasih yang sama penulis sampaikan dengan sepenuh
hati kepada seluruh staf pengajar pada Program Studi Doktor Ilmu Linguistik
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan kuliah yang
berkualitas serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
Ucapan terima kasih selanjutnya juga penulis sampaikan kepada segenap
staf administrasi dan perpustakaan di lingkungan Program Studi Magister dan
Doktor Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya yang selalu dengan penuh
xi
kesabaran memberikan pelayanan dan bantuan selama masa studi dan penyusunan
disertasi ini.
Dengan penuh rasa sayang penulis sampaikan terima kasih kepada rekan-
rekan seangkatan, yaitu Denok Lestari, Ni Wayan Suastini, Ni Putu Candra
Gunasari, Ristati, Lien Darlina, I Made Rai Jaya Widanta, Dian Rahmania Putri,
dan Efron Erwin Yohanes Loe, yang telah menjadi teman sekelas yang baik,
saling membantu, menemani, dan selalu memberikan semangat satu dengan yang
lain dengan penuh kasih sayang dalam suka dan duka. Demikian pula kepada
seluruh rekan Karya Siswa pada Program Studi Magister dan Doktor Ilmu
Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas kesediaannya
menjadi teman diskusi dan berbagi hingga penulis mampu menyelesaikan
disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Pudji
Wahyuni, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SDN Bunulrejo 2 Kecamatan Blimbing
Malang, yang telah dengan sepenuh hati memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian di sekolah tersebut, mengizinkan guru Bahasa Inggris untuk
bekerja sama dengan penulis dan memberikan kelonggaran waktu bagi penulis
untuk mengajar di sekolah tersebut. Secara khusus, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Zahrotul Mufida, S.Pd. dan Ibu Sa‟diyah, S.Pd., selaku guru
Bahasa Inggris di SD tersebut, atas kesediaannya membantu selama proses
penelitian di lapangan mulai dari interview, observasi, praktik mengajar, hingga
diskusi demi menyelesaikan disertasi ini sesuai dengan tahapannya.
xii
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr.
Fauzan, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),
Bapak Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si., selaku Wakil Rektor I UMM, Bapak Dr.
Nazaruddin Malik, M.Si., selaku Wakil Rektor II UMM, dan Bapak Dr. Sidiq
Sunaryo, S.H., M.Si., M.Hum., selaku Wakil Rektor III UMM, yang telah
memberikan izin, bantuan, dan berbagai kebijakan yang mendukung peneliti
selama masa studi di Universitas Udayana.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya dan rasa hormat juga penulis
sampaikan kepada Bapak Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes., selaku Dekan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMM beserta jajarannya, yaitu
Wakil Dekan I, Bapak Dr. Sudiran, M.Hum., Wakil Dekan II, Bapak Drs. Marhan
Taufik, M.Si., dan Wakil Dekan III, Bapak Drs. Rohmad Widodo, M.Si., yang
telah memberikan dukungan dan bantuan serta tidak henti-hentinya memberikan
semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan studi ini. Ucapan yang sama
juga penulis sampaikan kepada Bapak Bayu Hendro Wicaksono, M.Ed. Ph.D,
sebagai Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UMM, dan Bapak Puji
Sumarsono, M.Pd., selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP
UMM, yang dengan sepenuh hati selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada
Ibu. Dr. Trisakti Handayani, M.M., yang selalu memotivasi dan selalu
menanyakan perkembangan studi kepada penulis dan rekan-rekan dosen di
lingkungan FKIP UMM khususnya Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, yaitu Bapak
xiii
Riski Lestiono, M.A., Ibu Dra. Thathit Manon Andini, M.Hum., Ibu Rina Wahyu
Setyaningrum, M.Ed., serta bapak ibu dosen lainnya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu atas segala dukungan dan perhatian yang tiada akhir kepada
penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima
kasih yang tulus kepada Lailatul Rif‟ah, S.Pd, Prihadi Dwi Nurcahyanto, M.Pd,
dan Sunardi Ahmad, M.Pd, yang telah banyak membantu selama proses
pengambilan data di lapangan dan penyusunan pedoman.
Terima kasih dengan penuh rasa syukur kepada almarhum ayahanda,
Tardji‟i, ibunda, almarhumah Hj. Siti Aminah, almarhum ayah mertua, H.
Sukiyanto, dan ibu mertua, Hj. Hermintorowati, yang telah mendoakan dan
merestui hingga penulis mampu menyelesaikan disertasi ini. Ungkapan terima
kasih sepenuh hati penulis sampaikan kepada suami tercinta, Purnawan Ahmad,
S.P., serta anak-anak tersayang, M. Audi de Nadin, S.E., dan Shafira Salsabilla,
yang selalu memberikan doa yang menguatkan, dukungan penuh kasih, segenap
perhatian, dan pengertian yang tulus sehingga penulis mampu melewati studi ini
tahap demi tahap.
Dengan segala kerendahan hati, hasil disertasi yang sangat jauh dari
sempurna ini penulis persembahkan sebagai penghargaan kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam proses penelitian dan proses penyusunan disertasi ini.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb
Denpasar, 28 Februari 2018
Fardini Sabilah
xiv
ABSTRAK
KOMPETENSI INTERKULTURAL PEMBELAJARAN BAHASA
INGGRIS SISWA SEKOLAH DASAR
Penelitian ini bertujuan menemukan bentuk-bentuk lingual yang
ditemukan pada materi pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran
bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD). Hasil analisis mengenai bentuk-bentuk
lingual yang dikaji dengan teori pragmatik interkultural kemudian diterapkan
dalam bentuk desain pembelajaran berupa perencanaan pembelajaran dan strategi
pengajaran yang dirancang untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
guru dan siswa terhadap kompetensi interkultural pada penguasaan bahasa Inggris
di SD.
Disertasi ini merupakan penelitian Research and Development yang
dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983), yaitu suatu penelitian yang dilakukan
dengan tujuan menghasilkan sebuah desain pembelajaran. Subjek penelitian ini
adalah guru bahasa Inggris dan siswa kelas IV, V, dan VI SDN Bunulrejo 2
Malang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) bentuk-bentuk
lingual sebagai wujud materi kompetensi interkultural yang terintegrasi dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris di kelas, (2) persiapan pembelajaran yang
digunakan oleh guru berupa silabus dan RPP, (3) materi/bahan ajar yang
digunakan oleh guru, dan (4) strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajar.
Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori pragmatik interkultural
dan teori pembelajaran bahasa asing. Teori pragmatik interkultural yang
digunakan adalah teori makna tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1969:
23-24) dan Wijana dan Rohmadi (2009: 20-24) untuk menghasilkan deskripsi
pragmatis terhadap materi pembelajaran bahasa Inggris SD dan mengembangkan
jenis-jenis tindak tutur yang sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran bahasa
Inggris di SD. Sementara itu, teori pembelajaran bahasa asing adalah teori yang
dikemukakan oleh Chomsky (1964) dan didukung dengan teori pengajaran oleh
Brown (2008) dan teori pembelajaran bahasa Inggris untuk anak yang diprakarsai
oleh Paul (2003). Pada penelitian ini, ketiga teori pembelajaran tersebut
digunakan untuk mengembangkan desain pembelajaran kompetensi interkultural
berupa perencanaan dan strategi pengajaran yang sesuai untuk diterapkan pada
pembelajaran bahasa Inggris di SD.
Desain pembelajaran dikembangkan dengan cara menerapkan bentuk-
bentuk lingual yang sesuai untuk mengajarkan aspek interkultural pada pelajaran
bahasa Inggris di SD, mengajarkan bentuk-bentuk ungkapan atau jenis tindak
tutur yang dapat mendukung tercapainya komunikasi berbahasa Inggris yang
kontekstual, dan menerapkan perencanaan serta strategi pengajaran kompetensi
interkultural seperti yang disarankan oleh Liddicoat (2004) beserta dengan materi
dan aktivitas pembelajarannya yang mendukung tercapainya kompetensi
interkultural.
Temuan baru dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu temuan
teoretis dan praktis. Temuan teoretis yaitu teori tindak tutur yang menemukan
wujud tindak tutur yang terintegrasi ke dalam pembelajaran kompetensi
xv
interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD, yaitu 1) Berdasarkan makna
tindak tutur, tindak lokusi sebagian besar digunakan dalam pembelajaran di kelas
(62.2%), 2) Berdasarkan fungsi tindak tutur, bentuk tuturan yang ditemukan
adalah fungsi asertif (33%) dengan jenis menyatakan, fungsi direktif (33%)
dengan jenis memerintah, dan 3) fungsi ekspresif (33%) dengan jenis memuji.
Berdasarkan jenis tindak tutur, yang banyak ditemukan adalah tindak tutur
langsung (68%) dalam bentuk modus bertanya, pernyataan dan perintah.
Temuan yang bersifat empiris adalah desain perencanaan pembelajaran
kompetensi interkultural yang dapat diterapkan pada pelajaran bahasa Inggris di
SD untuk siswa kelas IV, V, dan VI. Desain tersebut berupa perencanaan
pembelajaran yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu bentuk-bentuk lingual
berupa satuan leksikon dan gramatika, topik-topik pembelajaran yang mengarah
pada pembelajaran kompetensi interkultural, dan wujud makna, fungsi, dan jenis
tindak tutur. Strategi pengajaran kompetensi interkultural yang diusulkan adalah
strategi eksplorasi interkultural yang terdiri atas empat aktivitas pengajaran, yaitu
Interacting or transacting, Registering politeness, Timing and listening, dan
Looking and learning yang didukung oleh teori Liddicoat (2004).
Kata kunci: bentuk-bentuk lingual, kompetensi interkultural, desain pembelajaran.
xvi
ABSTRACT
INTERCULTURAL COMPETENCE IN ENGLISH SUBJECT FOR
ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS
This current study aimed at investigating the lingual forms found in
intercultural competence instructional materials in English subject particularly in
„elementary school‟. The results of the analysis on those lingual forms were then
studied by means of intercultural pragmatics theory before being implemented as
lesson plans and teaching strategies. It aimed at developing teachers‟ and
students‟ knowledge and skills related to their intercultural competences.
Research and Development proposed by Borg and Gall (1983) was
employed as the intended design of this current study. It was conducted to
produce instructional design. The subjects were English teacher and students in
grade four, five, and six in SDN Bunulrejo 2 Malang. The data encompassed: (1)
lingual forms as the embodiment of intercultural competence materials integrated
in English instructional activities, (2) teaching preparations by the teacher in the
forms of syllabus and lesson plans, (3) teaching materials, and (4) teaching
strategies.
Intercultural pragmatics and foreign language learning theories were used
as the baselines. The intercultural pragmatics theories comprised speech act
theories postulated by Searle (1969: 23-24) and Wijana and Rohmadi (2009: 20-
24). Those theories were to result in pragmatic descriptions of English teaching
materials as well as to develop any kinds of speech act appropriate for the students
upon their learning English. Foreign language learning theories included the
theories proposed by Chomsky (1964), supported by the theories of teaching by
Brown (2008) and English for young learners by Paul (2003). In this current
study, those three theories of teaching were used to develop instructional design of
intercultural competence, in particular, in the forms of lesson plans and teaching
strategies to be implemented in English class in elementary school level.
The instructional design was developed by means of implementing the
lingual forms relevant to intercultural aspects in English subject, teaching the
students various forms of utterances or kinds of speech acts to arrive at contextual
English communication skill, and implementing teaching strategies for
intercultural materials as suggested by Liddicoat (2004) as well as other relevant
materials and activities.
This current study has resulted in two novel findings, theoretical and
practical findings. The theoretical findings revealed speech act theories, to be
specific, the forms of speech act integrated in intercultural competence
instructional activities, elaborated as follows: 1) Regarding the meaning of speech
act, locutions were mainly in use (62.2%); 2) Related to the functions of speech
act, the forms of utterances covered assertive function (33% in form of stating),
directive function (33% in form of asking/ordering), and expressive function (33%
in form of complimenting); and 3) Referring to the kinds of speech act, 68% data
are in form of asking, stating, ordering, and literal speeches were dominant in use.
xvii
The empirical finding has resulted in an instructional design of
intercultural competence to be implemented in English subject in elementary
school, specifically for grade four, five, and six. The design included lesson plans
comprising three basis components, namely: lingual forms: lexicon and
grammatical, teaching topics referring to intercultural competence, as well as the
meanings, functions, and kinds of speech act. Finally, the proposed teaching
strategy was intercultural explorative strategy reflected through four key
activities: interacting or transacting, registering politeness, timing and listening,
and looking and learning as supported by theory of Liddicoat (2004).
Key words: lingual forms, intercultural competence, instructional design.
xviii
RINGKASAN DISERTASI
KOMPETENSI INTERKULTURAL PEMBELAJARAN BAHASA
INGGRIS SISWA SEKOLAH DASAR
1. Pendahuluan
Penelitian ini menganalisis bentuk-bentuk lingual yang terintegrasi pada
materi pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di
Sekolah Dasar (SD) dengan tujuan menemukan desain pembelajaran kompetensi
interkultural yang tepat untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris siswa SD
terhadap penguasaan bahasa Inggris yang kontekstual. Menurut Curtin dan Pesola
(1994) anak-anak akan belajar bahasa asing dengan baik apabila proses belajar
terjadi dalam konteks yang komunikatif dan bermakna bagi mereka. Untuk anak-
anak konteks ini meliputi situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian, dongeng,
dan pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan, dan olahraga (Curtain dan
Pesola, 1994). Pengetahuan dan kemampuan yang dibentuk dari hasil belajar
tersebut selanjutnya disebut dengan kompetensi interkultural.
Kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD sangat
dibutuhkan sebagai dasar bagi kemampuan berinteraksi menggunakan bahasa
asing. Kemampuan tersebut tidak hanya mencakup keterampilan sosial, tetapi juga
untuk melatih sensitifitas dan pemahaman terhadap nilai, cara pandang, cara hidup
dan berpikir bahasa target serta kemandirian dalam mengomunikasikan nilai dan
cara pandang dirinya dengan benar. Kompetensi interkultural di tingkat SD harus
disesuaikan dengan karakteristik siswa, kebutuhan belajar, tingkat kemampuan,
dan cara belajarnya.
Untuk memperoleh pencapaian kompetensi interkultural pada
pembelajaran bahasa Inggris pada siswa SD maka dibutuhkan desain
pembelajaran yang tepat agar dapat menghasilkan luaran yang mampu
berkomunikasi dalam bentuk lisan secara sederhana dan terbatas, sehingga
nantinya siswa memiliki kompetensi bahasa asing yang berdaya saing bangsa
dalam masyarakat global dengan baik. Penelitian ini menghasilkan sebuah desain
pembelajaran berupa konsep yang mencakup perangkat pembelajaran, yaitu
materi pembelajaran berupa seperangkat bentuk lingual, perencanaan
pembelajaran, dan strategi pengajaran.
Desain pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi interkultural
pada pelajaran bahasa Inggris untuk SD ditinjau dari kajian pragmatik
interkultural ini dapat menanamkan konsep budaya secara utuh melalui bentuk-
bentuk lingual seperti pengenalan leksikon dan gramatika (tata bahasa). Leksikon
yang dimaksud adalah segala perbendaharaan kata yang menunjukkan
pengetahuan baru tentang budaya bahasa sasaran. Sebagai contoh, perbendaharaan
kata tentang nama-nama: makanan, aktivitas sehari-hari, cuaca, perayaan atau
festival yang rutin diadakan oleh budaya tertentu, dan lain-lain. Sementara itu,
gramatika yang dimaksud adalah unsur tata bahasa, baik fonem, morfem, kata,
frasa, klausa, tipe-tipe kalimat, bentuk tindak tutur (speech act), maupun wacana
xix
yang mengandung unsur perbedaan budaya (dalam berbahasa) antara bahasa
pertama siswa dan bahasa sasaran.
Desain pembelajaran tersebut dikhususkan bagi siswa SD kelas atas yaitu
kelas IV, V dan VI dengan asumsi bahwa siswa tersebut sudah lebih siap
menerima konsep-konsep lingual dan nonlingual bahasa asing yang diajarkan oleh
guru. Desain pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris
di SD ini memiliki nilai keterbaruan (novelty) di bidang linguistik dan
pembelajaran bahasa asing. Hal ini dikarenakan desain yang dihasilkan dapat
dijadikan sebagai pedoman baru bagi para guru di tingkat SD untuk merancang
pembelajaran bahasa Inggris yang kontekstual dan berdaya guna untuk
meningkatkan kompetensi komunikatif dan pengetahuan bahasa Inggris siswa di
Indonesia.
Dengan menggunakan kerangka teori pragmatik interkultural yang
dipadukan dengan teori pembelajaran bahasa asing (foreign language learning)
dalam paradigma pembelajaran interkultural, tujuan penelitian ini adalah:
1) menemukan bentuk-bentuk lingual yang dapat diintegrasikan pada materi
pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD.
2) menyusun perencanaan dan strategi pembelajaran kompetensi interkultural
pada pelajaran bahasa Inggris di SD.
2. Landasan teori
2.1 Pragmatik Interkultural
Pragmatik interkultural berfokus pada perolehan dan penggunaan norma
pragmatis pada pemerolehan bahasa kedua, bagaimana pembelajar bahasa kedua
memproduksi dan memahami tindak tutur, dan bagaimana kompetensi pragmatik
mereka berkembang dari waktu ke waktu (Kecskes 2014: 17). Lebih lanjut Kasper
& Dahl (Kasper dan Dahl 1991: 216) menyampaikan bahwa fokus dari
interkultural pragmatik adalah proses pemerolehan, dalam hal ini
mengembangkan pemahaman tindak tutur bukan penutur asli, dan bagaimana
pengetahuan tindak tutur pemerolehan bahsa kedua mereka diperoleh. Selain itu,
pragmatik interkultural juga mengamati perilaku tindak tutur pembelajar bahasa
sing pada anak dan orang dewasa.
Bagian penting dari pragmatik interkultural dapat dijelaskan sebagai
berikut: Pertama, landasan teori pragmatik interkultural adalah kerangka sosio-
kognitif. Kedua, pragmatik interkultural terfokus pada interkultural dibandingkan
dengan aspek budaya yang mewakili penggunaan bahasa lawan bicaranya.
Interkulturalitas dalam kerangka tersebut memiliki komponen normatif dan
emergen. Seperti dibahas sebelumnya, interkultural ini tidak hanya dibangun dari
interaksi dan sosial, namun juga bergantung pada model budaya dan norma yang
dapat didefinisikan secara relatif yang mewakili kelompok pemakai uajaran
dimana mereka berada. Model dan norma budaya pemakai bahasa pertama ini
sepenuhnya tidak mewakili interaksi antar budaya sama sekali. Sejauh mana
penutur mengandalkan model dan norma budaya tersebut dipengaruhi oleh
beberapa variabel, antara lain; dinamisme percakapan, niat individu yang muncul,
faktor situasional, proses yang terbangun, situasi yang terjadi, dan sebagainya.
Ketiga, fokus penelitian pragmatik interkultural adalah pada keaslian dan sifat
xx
penggunaan bahasa itu sendiri, dan bukan pada transfer pragmatik atau realisasi
tindak tutur dalam budaya yang berbeda. Apa yang dapat digarisbawahi dari
kajian pragmatik interkultural adalah fitur-fitur unik dari sebuah komunikasi
interkultural yang dapat membedakannya (Kecskes 2014: 18-19).
Selanjutnya, komunikasi interkultural tersebut mengarah pada perubahan
beberapa konsep dasar pragmatik seperti kerjasama, kesamaan, sensitivitas
konteks, arti penting, dan lain-lain. Secara implisit pragmatik interkultural
merupakan perkembangan dari sosiopragmatik yang kajiannya bersifat
monolingual, sedangkan pragmatik interkultural bersifat bilingual atau bahkan
multilingual. Sehingga, pada penelitian ini aspek-aspek tindak tutur yang diteliti
dengan kerangka sosiopragmatik termasuk ke dalam teori pragmatik interkultural.
Dalam hal ini, Levinson (1983:9) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa
yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud telah
tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak pernah dapat dilepaskan dari
struktur bahasanya. Dari pengertian tersebut maka jelaslah bahwa bentuk-bentuk
lingual merupakan fitur yang ada pada penelitian ini berupa tata bahasa yang
terstruktur yang terikat dengan konteks.
Bentuk-bentuk lingual pada penelitian ini adalah sebuah analisis terhadap
leksikon dan gramatika yang terdapat pada materi pembelajaran bahasa Inggris di
SD yang berkaitan dengan kompetensi interkultural. Leksikon merupakan suatu
komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian
kata dalam bahasa atau daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan
penjelasan yang singkat dan praktis (Kridalaksana, 2008:142). Menurut
Kridalaksana (1982: 98), satuan leksikon atau kosakata adalah komponen bahasa
yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa,
kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis suatu bahasa atau daftar
kata yang disusun seperti kamus. Sementara itu, kosakata tersebut terdiri atas
nomina yang bisa berupa pronomina, ekspresi atau frasa nominal/verbal, verba,
ajektiva, dan adverbia.
Gramatika yang juga disebut dengan satuan gramatikal pada penelitian
ini adalah bentuk-bentuk ujaran yang dapat dipakai untuk mengungkapkan daya
ilokusi di dalam suatu bahasa (Leech, 1983:11). Satuan gramatikal sebagai kajian
dalam penelitian ini bisa berupa morfem (pemarkah), berupa kata (pemarkahnya),
frasa, klausa, struktur kalimat, atau penanda satuan kata lainnya. (Ramlan, 1985:
24). Selain itu, wujud gramatikal lain yang dikaji pada penelitian ini adalah yang
ditemukan pada bentuk tuturan yaitu makna tindak tuturan (speech acts) menurut
Searle (1969) dan Wijana dan Rohmadi (2009), fungsi tindak tutur menurut Searle
(1983) dan Tarigan (2009), dan teori jenis tindak tutur menurut Wijana (2006) dan
Rahardi (2009).
3.2 Pembelajaran Bahasa Asing
Teori yang dapat mendukung penelitian ini adalah teori dari Chomsky
(1964) yang mengemukakan bahwa dalam belajar bahasa anak sudah memiliki
kapasitas internal yang telah dibawanya sejak lahir. Chomsky mengatakan bahwa
lingkungan hanya berfungsi sebagai pemberi masukan dan Language Acquisition
Device (LAD) itulah yang akan mengelola masukan (input) dan menentukan apa
xxi
yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya.
Dengan demikian, kemampuan yang dimiliki manusia telah terprogram secara
biologis agar manusia dapat belajar bahasa. Kemudian, kemampuan itu tumbuh
dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan biologis anak (otak, organ bicara,
dan lain-lain) yang pada akhirnya mampu mempelajari kaidah tata bahasa.
Sehingga kalimat-kalimat yang beum pernah didengar sebelumnya akan tetap
mampu diujarkan secara benar dan konsisten karena pada LAD tersebut.
Menurut pandangan tersebut, perilaku bahasa yang normal harus terbebas
dari pengaruh orang lain dan bersifat pembaharuan (innovative), maka mengerti
atau hafal sejumlah kalimat yang sudah ada dalam suatu bahasa tidaklah berarti
sudah mengetahui bahasa itu. Bahasa bukanlah sesuatu yang diperoleh dengan
tiba-tiba dan belajar bahasa tidak akan berhasil tanpa ada situasi penggunaan yang
berarti. Kreativitas merupakan hal yang utama dalam pemerolehan bahasa
sehingga seseorang dapat berbahasa di dalam kehidupan sehari-hari.
Ada dua indikator utama yang digunakan untuk mengukur potensi bahasa
seseorang, yakni kompetensi dan performasi (competence and performance).
Secara prinsip, kompetensi dan performansi berbeda. Kompetensi mengenai
pengetahuan pembicara–pendengar terhadap bahasanya, sedangkan performansi
adalah penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam konteks komunikasi
(Chomsky, 1965). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar bahasa
bukanlah sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba tanpa ada perpaduan terhadap
kedua indikator tersebut serta situasi yang melatarbelakangi bahasa itu. Proses
kompetensi kompetensi tersebut menjadi syarat terjadinya proses performansi
yang terdiri atas dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan.
Kedua proses tersebut yang akan menjadi kemampuan linguistik seorang anak.
Manfaat teori Chomsky (1965) tersebut terhadap penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk lingual apa yang sesuai untuk diterapkan
oleh guru bahasa Inggris di SD dalam mengajarkan kompetensi interkultural
sehingga mampu menghasilkan kompetensi seperti yang diinginkan. Proses
pemahaman pada siswa pada penelitian ini adalah input materi kompetensi
interkultural sebagai pengetahuan dasar dalam pemerolehan bahasa. Sedangkan
proses penerbitan adalah penguasaan dalam menggunakan bahasa asing secara
komunikatif.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D)
yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983) dengan menggunakan data
kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini dirancang untuk menghasilkan desain
pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD.
Pengembangan desain tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran
bahasa Inggris di SD yang lebih kontekstual dan meningkatkan kompetensi
komunikatif siswa.
Penelitian diawali dengan penelitian awal (initial study), yaitu untuk
mengetahui ada atau tidaknya kompetensi interkultural pada pembelajaran
bahasa Inggris di SD. Prosedur penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang
dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983:775-776) yang kemudian
xxii
disederhanakan karena disesuaikan dengan kebutuhan penelitian ini, yakni (1)
mengumpulkan informasi dan melakukan penelitian awal, (2) perencanaan, (3)
mengembangkan format atau desain, (4) mempersiapkan uji coba kuesioner di
lapangan, (5) melakukan tes di lapangan, (6) melakukan revisi setelah
mendapatkan masukan dari uji coba di lapangan, (7) melaksanakan tes uji coba
desain, dan (8) melakukan revisi terakhir. Subjek penelitian ini adalah dua guru
bahasa Inggris dan siswa yang berada di kelas IV, V, dan VI dari SDN
Bunulrejo 2 Malang.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara
mendalam, kuesioner, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan tenaga ahli
dan menerapkan teknik simak, rekam, catat, dan ceklist. Pada pelaksanaan
penelitian di lapangan, peneliti menggunakan alat audio visual recording untuk
memperoleh data yang akurat. Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Observasi dan wawancara digunakan untuk memperoleh data primer.
Observasi dilakukan di kelas saat proses pembelajaran bahasa Inggris
berlangsung. Sementara itu, wawancara dilakukan pada guru, informan kunci, dan
siswa. Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap: (1) bentuk-bentuk
lingual sebagai wujud materi pembelajaran kompetensi interkultural, (2)
perencanaan pembelajaran, (3) materi atau bahan ajar yang digunakan oleh guru,
dan (4) strategi mengajar guru. Wawancara digunakan untuk melengkapi data
yang diperoleh dari observasi terutama untuk mengetahui pengetahuan dan
persepsi guru dan siswa terhadap kompetensi interkultural. Kuesioner dibuat
dalam bentuk kuesioner tertutup yang diberikan kepada guru dan siswa untuk
memperoleh data tentang efektifitas desain sebagai tahap uji coba di lapangan
setelah format desain awal dikembangkan. Sementara itu, FGD dilakukan untuk
memverifikasi data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan kuesioner.
Secara spesifik, FGD juga dimaksudkan untuk memperoleh masukan dalam
merumuskan desain perencanaan pembelajaran bahasa Inggris SD berbasis
kompetensi interkultural.
Tahap menemukan desain pembelajaran kompetensi interkultural pada
pelajaran bahasa Inggris di SD melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1) Pada tahap identifikasi desain pembelajaran bahasa Inggris di SD yang
selama ini telah dikembangkan, metode yang digunakan adalah observasi non
partisipasif dengan teknik rekam dan catat.
2) Pada tahap pengumpulan data, metode yang digunakan adalah observasi non
partisipasif ke sekolah SD sebagai subjek yang terpilih. Observasi
dilaksanakan saat proses pembelajaran bahasa Inggris berlangsung di kelas
IV, V, dan VI. Data dari observasi terkumpul dicatat dengan teknik field note
dan daftar checklist.
3) Pada tahap merancang desain, metode yang digunakan adalah wawancara
mendalam dengan guru bahasa Inggris dan key informan terpilih setelah
dilaksanakan observasi. Data wawancara dalam bentuk jawaban objektif yang
diperoleh melalui teknik simak dan rekam dikumpulkan dalam bentuk
deskripsi pendek. Estimasi waktu wawancara mendalam dengan guru
dilakukan kurang lebih selama 1 jam, sedangkan dengan siswa dialokasikan
selama kurang lebih 30 menit.
xxiii
4) Pada tahap pengembangan desain, metode yang digunakan adalah penyebaran
kuesioner kepada guru dan siswa setelah format desain dibuat dan
dilaksanakan pada masa uji coba di lapangan. Closed-questionnaire dengan
teknik catat ini diberikan pada guru dan siswa di kelas setelah desain
dijelaskan. Waktu yang digunakan untuk mengisi kuesioner kurang lebih
selama 20 menit. Data dari kuesioner dikumpulkan dalam bentuk jawaban
pilihan ganda.
5) Pada tahap penyempurnaan desain, metode yang digunakan adalah FGD
dengan ahli di bidang pembelajaran bahasa Inggris. Teknik yang digunakan
pada FGD adalah diskusi dan catat. Materi FGD bertujuan untuk
memverifikasi hasil observasi, wawancara dan kuesioner. Hasilnya digunakan
untuk menyusun rumusan desain akhir. Tenaga ahli pada penelitian ini adalah
guru senior bahasa Inggris, dosen yang ahli di bidang pendidikan dan
pembelajaran bahasa Inggris untuk anak usia SD.
6) Pada tahap penyusunan rumusan desain, metode yang diterapkan adalah
observasi aktif partisipatori. Penyusunan berdasarkan pada hasil kajian dan
identifikasi berupa deskripsi tentang bentuk-bentuk lingual pada
pembelajaran kompetensi interkultural, perencanaan pembelajaran berupa
silabus dan RPP yang berisikan materi dan strategi pembelajaran. Teknik
yang digunakan adalah tulis dan catat.
7) Pada tahap finalisasi desain, metode yang digunakan adalah sharing dan
diskusi ahli dengan dosen yang berkompeten di bidang pembelajaran bahasa
Inggris untuk mendapatkan saran dan masukan dari berbagai pihak. Teknik
catat dan rekam dilakukan dengan mengundang enam tenaga ahli (dua orang
guru bahasa Inggris SD, satu orang dosen yang ahli di bidang pembelajaran
bahasa Inggris untuk SD, satu orang dosen yang ahli di bidang Linguistik,
dan dua pembimbing disertasi). Hasil diskusi ahli bertujuan untuk
memperoleh masukan terkait finalisasi desain pembelajaran.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif kuantitatif dan kualitatif interpretatif melalui tiga tahapan, yaitu (1)
open coding; (2) axial coding; dan (3) selective coding. Sedangkan metode
penyajian datanya secara informal dimana data dipresentasikan dalam bentuk
teknik deskriptif naratif berkaitan dengan pemakaian bentuk-bentuk lingual,
makna, fungsi dan jenis TT yang ditemukan pada pembelajaran bahasa Inggris di
SD dan dirangkum dalam bentuk desain perencanaan pembelajaran.
4. Pembahasan dan Temuan
4.1 Bentuk-Bentuk Lingual Materi Kompetensi Interkultural pada
Pembelajaran Bahasa Inggris di SD
Bentuk-bentuk lingual pada penelitian ini ditemukan dalam bentuk satuan
leksikon ataupun gramatika. Bentuk lingual disebut juga satuan bahasa yang oleh
Chaer (2004: 297) dikatakan dapat berupa kata, frasa, ataupun kalimat sehingga,
baik leksikon maupun gramatika, keduanya merupakan bagian dari bentuk lingual.
Pada pembelajaran di kelas IV, satuan leksikon berupa pilihan kata dan
makna yang berkaitan dengan kompetensi interkultural adalah sebagai berikut:
kosakata tentang nama-nama hewan, nama jenis pakaian, nama-nama cuaca dan
xxiv
musim, kata tanya adverbial, ekspresi untuk menyatakan waktu dan angka ordinal,
frasa tentang peringatan hari dan waktu untuk menandakan tentang bulan.
Sementara itu, bentuk lingual dalam bentuk gramatika yang muncul adalah
pemarkah yang menunjukkan arti „ke‟ dalam penulisan tanggal, bulan, dan tahun,
pola kalimat tanya dengan jawaban „yes’/’no‟, pemarkah „to be‟ sebagai penanda
waktu masa sekarang dan lampau, konsep perbandingan (degree of comparison)
dengan pemarkah „-er‟ dan „the –est‟, dan kalimat yang telah dianalisis
menggunakan teori pragmatik tergolong pada makna interkultural.
Pada pembelajaran di kelas V, bentuk-bentuk lingual yang ditemukan
adalah leksikon yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, yaitu kantor
pos dan bank, yang diajarkan melalui teks atau bacaan, konsep membaca waktu,
kegiatan sehari-hari, dan verba tentang aktivitas sehari-hari yang berhubungan
dengan bank. Bentuk lingual di kelas V dalam bentuk frasa yang ditemukan
adalah yang berhubungan dengan kebiasaan antri dan cara membaca waktu.
Sementara itu, bentuk-bentuk lingual pada gramatika yang ditemukan di kelas V
adalah membuat kalimat tanya dalam bentuk Wh-Q, kalimat tanya dengan
pemarkah Does dan Are beserta dengan jawabannya yang benar, pemarkah to be
dan subjek atau pronomina yang mengikutinya, dan macam-macam pola kalimat
yaitu positif (+), negatif (-), dan kalimat tanya (?) dengan pemarkah sufik, –s/-es
serta dengan struktur simple present tense. Sebagai kelanjutan materi di kelas IV,
di kelas V siswa diajarkan pula konsep membaca waktu dan kegiatan sehari-hari
yang mengikutinya dalam bentuk simple present tense.
Bentuk lingual di kelas VI berhubungan dengan nama macam-macam
permainan tradisional di Indonesia, nomina tentang macam-macam mata pelajaran
dan nama-nama tempat di sekolah dalam bahasa Inggris, pronomina, adjektiva
yang berhubungan dengan sifat seseorang, ekspresi tindak kesantunan dan
menyatakan rasa senang atau sedih terhadap suatu peristiwa. Selanjutnya, satuan
gramatika di kelas VI yang ditemukan adalah verba (kata kerja) tak beraturan,
bentuk lingual yang menyatakan perbedaan atau tingkatan (degree of
comparative), dan tenses dengan keterangan waktu yang menandai struktur
kalimat simple present tense dan simple past tense.
Dengan analisis menggunakan kajian pragmatik interkultural maka
ditemukan bahwa bentuk-bentuk lingual yang termasuk dalam kategori
kompetensi interkultural berupa leksikon-leksikon baru yang bermuatan budaya,
sosial atau makna asing dari bahasa target, aspek-aspek yang tidak terdapat pada
budaya bahasa pertama siswa atau yang sama-sama ada (share), namun dengan
leksikon yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, bentuk-bentuk
lingual juga terdapat pada aspek gramatikal dan termasuk dalam kategori
kompetensi interkultural adalah pemarkah-pemarkah yang menandai perbedaan
penggunaan kalimat dan memiliki ciri pembeda dengan pemarkah gramatikal
dalam bahasa Indonesia. Ditelaah dari sudut pandang pragmatik interkultural
dapat ditemukan bahwa kekhususan bentuk-bentuk lingual tersebut tidak hanya
muncul pada pemakaian nomina, frasa, atau ekspresi saja, namun makna sosial,
aspek budaya, dan penggunaan bahasa yang berbeda juga dapat ditemukan dari
aspek gramatikal.
xxv
4.2 Desain Perencanaan Pembelajaran dan Strategi Pengajaran Kompetensi
Interkultural
Penelitian ini menghasilkan desain perencanaan pembelajaran kompetensi
interkultural pada pembelajaran bahasa Inggris di SD. Perencanaan tersebut
didesain untuk pelaksanaan pembelajaran siswa kelas IV, V, dan VI dengan
berpedoman pada teori pembelajaran bahasa asing dan teori pragmatik
interkultural. Desain pembelajaran tersebut berjumlah 12 perencanaan yang terdiri
atas empat perencanaan untuk masing-masing kelas. Topik-topik perencanaan
pembelajaran disesuaikan dengan tujuan penelitian ini, yaitu difokuskan pada
kompetensi interkultural. Bentuk makna tindak tutur (TT) yang diajarkan adalah
TT ilokusi, TT fungsi direktif dalam bentuk memerintah dan TT langsung dalam
bentuk bertanya.
Selanjutnya adalah temuan berupa rumusan strategi pembelajaran
kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD. Strategi tersebut
disebut strategi eksplorasi interkultural yang diusulkan untuk diterapkan oleh guru
bahasa Inggris di SD dalam mengajarkan aspek budaya. Contoh kegiatan
pengajaran strategi eksplorasi interkultural yang bisa diterapkan pada pelajaran
bahasa Inggris di kelas dengan berpedoman pada teori Liddicoat (2004) adalah: 1)
Interacting or transacting, 2) Registering politeness, 3) Timing and listening dan
4) Looking and learning.
4.3 Temuan
Penelitian ini menghasilkan dua temuan utama. Temuan pertama adalah
rumusan teori tentang penggunaan tindak tutur dalam konteks pembelajaran
bahasa Inggris di SD. Pembelajaran kompetensi interkultural yang terdapat pada
pelajaran bahasa Inggris di SD sebagian besar lebih menggunakan TT lokusi
(62.2%), TT asertif (jenis menyatakan) sebanyak 33%, direktif (jenis memerintah)
sebanyak 33%, dan ekspresif (memuji) sebanyak 33%, TT langsung (modus
bertanya, pernyataan, dan perintah) sebanyak 68%. Oleh karena itu, dari aspek
makna, fungsi, dan jenis TT yang diterapkan pada pembelajaran bahasa Inggris di
SD, temuan ini memberikan dukungan pada teori pembelajaran bahasa asing yang
dipelopori oleh Paul (2003) dan Brumfit (1994) yang mengklaim bahwa
pembelajaran bahasa asing untuk SD harus menyesuaikan diri dengan
karakteristik pembelajar usia anak, yaitu menggunakan bahasa yang sederhana,
mudah dimengerti maknanya, mengandung pernyataan, memberikan perintah, dan
memberikan hadiah dalam bentuk pujian. Temuan kedua adalah desain
perencanaan dan strategi pembelajaran dengan rancangan: 1) perencanaan
pembelajaran berisikan bentuk-bentuk lingual, baik berupa leksikon maupun
gramatika, yang termasuk dalam aspek kompetensi interkultural, 2) topik-topik
pembelajaran yang mengajarkan tentang dua budaya, 3) penggunaan makna,
fungsi, dan jenis TT yang mendukung tercapainya kompetensi interkultural, dan
4) penerapan strategi pengajaran eksplorasi interkultural.
xxvi
5. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan dan temuan dari penelitian ini maka dapat
ditarik simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu:
1) Bentuk-bentuk lingual yang ditemukan pada pembelajaran kompetensi
interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD ditemukan dalam bentuk
satuan leksikon dan gramatika. Pada satuan leksikon yang ditemukan adalah:
nomina, pronomina, adjektiva, verba, adverbial, ekspresi, dan frasa. Satuan
gramatika yang ditemukan adalah: pemarkah untuk bentuk nomina, verba, dan
adjektiva, struktur kalimat, dan verba tak beraturan. Terdapat satu komponen
TT yaitu TT lokusi dan enam jenis TT yang sebagian besar digunakan pada
pembelajaran kompetensi interkultural, yaitu TT asertif (jenis menyatakan),
direktif (jenis memerintah), dan ekspresif (memuji), TT langsung (modus
bertanya, pernyataan, dan perintah), dan TT literal (T2Lt).
2) Desain perencanaan dan strategi pembelajaran dirancang dengan menggunakan
kriteria: 1) perencanaan pembelajaran berisikan bentuk-bentuk lingual baik
berupa leksikon maupun gramatikal yang termasuk dalam aspek kompetensi
interkultural, 2) topik-topik pembelajaran yang mengajarkan tentang dua
budaya, 3) penggunaan makna, fungsi, dan jenis TT yang mendukung
tercapainya kompetensi interkultural, dan 4) penerapan strategi pengajaran
eksplorasi interkultural. Desain perencanaan dan strategi pembelajaran yang
diusulkan dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan tujuan penelitian ini.
5.2 Saran
Berdasarkan sejumlah temuan yang telah dikemukakan pada penelitian
ini, maka berikut beberapa saran yang dapat disampaikan:
1) Luasnya ruang lingkup dan banyaknya variabel penelitian yang berkaitan
dengan telaah linguistik dan pengajaran bahasa maka disarankan agar peneliti
di bidang linguistik dan pengajaran selanjutnya untuk mengembangkan kajian
dari segi bentuk-bentuk lingual, perencanaan pembelajaran, dan strategi
pengajaran.
2) Guru hendaknya selalu kreatif untuk merancang desain pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak dan yang berpusat pada siswa aktif. Prinsip
pembelajaran bahasa Inggris di SD, yaitu learning by doing dan active
learning harus diperhatikan.
3) Hendaknya guru bahasa Inggris SD mengintegrasikan pemahaman
kompetensi interkultural melalui topik-topik pembelajaran yang menantang
dan menarik agar siswa lebih mudah memahami bahasa asing yang
dipelajarinya melalui pemahaman tentang budayanya.
4) Semoga hasil dari disertasi ini dapat diterima oleh masyarakat pendidikan dan
bermanfaat bagi siswa, guru, peneliti di bidang linguistik dan pengajaran, dan
bagi pengembangan pendidikan bahasa khususnya bahasa Inggris di SD.
xxvii
EXCERPT OF DISSERTATION
INTERCULTURAL COMPETENCE IN ENGLISH INSTRUCTIONAL
ACTIVITIES FOR ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS
1. Introduction
This current study analyzes lingual forms integrated in intercultural
competence-based English instructional materials for elementary schools. It aims
at designing proper intercultural competence-based instructional activities to
achieve students‟ English competence underpinning contextual learning. Curtin &
Pesola (1994) assert that students will succeed in their learning foreign language
provided that the process of learning is within communicative and meaningful
contexts. The intended contexts comprise social and cultural situations, games,
songs/chants, stories, arts, crafts, and sport (Curtin & Pesola, 1994). The acquired
knowledge and competence are then to be projected as intercultural competence.
Intercultural competence in English for elementary schools is of urgency
to acquire so as to equip students with interactional competence in using foreign
language. The so-called competence covers up not merely social skill, but training
sensitivity and awareness of values, point of view, way of life, and way of
thinking of the target language users as well. In addition, students‟ independence
in communicating values and personal point of view is also an inseparable aspect
to be aimed for. Intercultural competence in elementary school is to be adjusted to
students‟ characteristics, needs, competence level, and learning styles.
Arriving at intercultural competence in English has sought for well-
designed instructional activities to equip students with verbal communication
skills, both in simple and limited forms. It is expected that students are competent
to use the target language and to get themselves involved well in global
competition. This current study is expected to result in instructional design in the
form of written ideation and conception covering some instructional materials,
such as: lingual forms, lesson plans, and instructional strategies.
The design of intercultural competence-based English instructional
activities for elementary school that has been viewed from pragmatic studies will
be able to implant holistic cultural awareness into students‟ conception,
particularly those manifested in lingual forms, lexicon and grammar. Lexicon
covers up vocabulary bank showing students‟ knowledge on target language
cultures. It is, for instance, reflected in vocabularies related to names of food,
daily activities, weathers, celebrations/festivals, etc. Grammatical forms comprise
the aspects of grammar such as: phoneme, morpheme, word, phrase, clause,
sentence types, speech act, as well as discourse. All of which display cultural
differences (in using the languages) between students‟ first land target languages.
The design of instructional activities focuses on elementary school
students, especially those in grade IV, V, and VI. This is not without
consideration. Students in those levels have been selected as they are perceived to
be ready to be exposed to lingual and non-lingual concepts of the target language.
The designed intercultural competence-based English instruction for elementary
school offers an array of novelty, in which it contributes mainly to the fields of
xxviii
linguistics and foreign language learning. The outcome of this study could then be
used as the guideline for teachers in designing English instructional activities in
contextual and meaningful ways. At the end, it is expecting students‟
communicative competence and knowledge of English.
Departing from intercultural pragmatic theories integrated into foreign
language learning theories within the framework of intercultural competence-
based instructional paradigm, this current study aimed at:
3) finding out lingual forms integrated into intercultural competence-based
English instructional materials for elementary school
4) designing intercultural competence-based lesson plans and instructional
strategies for teaching English in elementary schools.
2. Theoretical Review
2.1. Intercultural Pragmatics
Intercultural pragmatics puts it main concern on the acquirement and use
of pragmatic norms in second language acquisition, how learners of second
language produce and comprehend speech acts, and how their pragmatic
competence develops along the time (Kecskes, 2014, p. 17). Kasper & Dahl
(1991, p. 216) assert that intercultural pragmatics constitutes the investigation on
the process of acquiring the comprehension on speech acts and how the
knowledge on speech acts in second language acquisition is achieved. Besides,
intercultural pragmatics investigates the speech act behaviors of foreign language
learners, both children and adults.
The pivotal part of intercultural pragmatics lies on the following
highlights: First, the foundation of intercultural pragmatic theory is socio-
cognitive framework. Second, intercultural pragmatics focuses more on
intercultural than merely cultural aspects representing the language use of
interlocutors. The term “intercultural” conveys normative and emergent
components. In other words, the term “intercultural” is not solely developed
through interaction and social aspects, but it depends on the forms of culture and
norms that are relatively defined to represent the language user groups wherever
they are. Cultural models and norms of first language users do not represent cross-
cultural interaction. How far speakers take into account cultural models and norms
is of much influenced by the following variables: conversation dynamic,
individual intention, situational factor, the established process, different situation,
etc. Third, the focus of intercultural pragmatics is on the originality and the
characteristics of the language use, but not on pragmatic transfer nor the
realization of speech acts in different cultures. The point to ponder is that
intercultural pragmatics offers unique features of intercultural communication
(Kecskes, 2014, p. 18-19).
Intercultural pragmatics denotes several changes on the basic concepts of
pragmatics such as: collaboration, similarities, context sensitivity, core meanings,
etc. Implicitly, intercultural pragmatics departs from socio-pragmatics with
monolingual nature; however, it is more bilingual or even multilingual in nature.
The aspects of speech acts socio-pragmatically investigated in this current study
fall within the framework of intercultural pragmatic theories. In that regards,
xxix
Levinson (1983, p. 9) defines pragmatics as the study of language, accentuating
the relation between language and contexts. The intended contexts have been
grammaticized and codified so as not to be taken out from its language structure.
The mentioned definition has then made the conception clear that lingual forms
constitute structured grammar embedded to their contexts.
Lingual forms investigated in this current study cover up the analyses on
lexicon and grammar in intercultural competence-based English instructional
materials for elementary school. Lexicon is one of language components
portraying any information related to meanings, diction, and/or word entries as
those in a dictionary, wrapped in concise and practical rhetoric (Kridalaksana,
2008, p.142). According to Kridalaksana (1982, p. 98), lexicon or vocabulary
consists of nouns, pronouns, expressions or verb/noun phrase, verb, adjective, and
adverb.
Grammatical units in this current study refer to forms of utterance which
are used to express an illocutioner‟s attempts in any language (Leech, 1983, p.
11). The investigated grammatical units were in the forms of morphemes
(markers), words (word marking), phrases, clauses, sentence structures, or other
unit markers (Ramlan, 1985, p. 24). In addition, another grammatical unit
investigated in this current study is speech act as those in Searle (1969) and
Wijana & Rohmadi (2009), the functions of speech act by Searle (1983) and
Tarigan (2009), as well as speech act theories put forward by Wijana (2006) and
Rahardi (2009).
2.2 Foreign Language Learning
The theory underpinning the investigation in this current study is the one
proposed by Chomsky (1964) suggesting that in learning a language, children
have been equipped with innate internal capacity. It is further stated that
environment functions merely as an input and the so-called Language Acquisition
Device (LAD) is what manages any input and determines what to acquire, either
sound, word, phrase, clause, sentence, or else. By that it means human‟s capability
has been biologically programmed to acquire a language. The innate capability
grows and develops along with biological growth (brain, speech organ, etc.) to
eventually achieve competence on language grammar. Accordingly, unfamiliar
sentences or constructions could still be pronounced properly and consistently due
to the existing LAD.
Departing from those views, normal language behavior is supposed to be
free from others‟ influences and innovative by nature. Comprehending or
memorizing a number of sentences does not imply previously knowing the
language. Language is not an instant acquirement nor a success without
meaningful usage. Creativity is the key determinant in language acquisition so as
to enable someone to make use of a language in daily bases.
There are two main indicators to measure someone‟s language potential,
namely: competence and performance. In essence, competence and performance
differ one another. Competence deals with the knowledge of speaker-hearer on a
language; while performance reflects the use of language in real bases as a means
of communication (Chomsky, 1965). Learning a language is not instantaneous,
xxx
without sharpened competence and performance. Competence is pre-requisite for
performance that comprises two processes: comprehension and utterance. Both of
which shape linguistic ability of a human. Chomsky‟s (1965) theory has
contributed to this current study, in a way that it describes lingual forms suitable
to be used by the English teachers in the elementary school when it comes to
teaching intercultural-based competence. The students have been given inputs in
the forms of intercultural competence-based English instructional materials in the
process of target language acquisition. At last, language learners are to master and
make use of the target language communicatively.
3. Method
Employing Research and Development (R&D) postulated by Borg & Gall
(1983) as a method, this current study analyzed quantitative and qualitative data.
This study has resulted in the design of intercultural competence-based English
instruction for elementary schools. It aims at improving the quality of English
instruction in elementary schools to be more contextual as well as achieving
students‟ communicative competence.
The stages of this study are as follows. At the first stage, initial study
was conducted, aiming at detecting whether intercultural competences have
been inserted in English instructional activities for elementary schools. The
procedures of this study are based upon the stages proposed by Borg & Gall
(1983, p. 775-776). Those stages were then simplified, considering the needs of
the study, into the followings: (1) collecting information and conducting initial
study; (2) planning, (3) developing format or design; (4) preparing try-out of
questionnaires on the field; (5) conducting try-out on the field; (6) revising
based on the feedbacks; (7) testing the design; and (8) revising for finalization.
Two English teachers and students in grade IV, V, and VI in SDN Bunulrejo 2
Malang were recruited as the subjects of this study.
The data were collected by means of observation, in-depth interview,
questionnaires, Focus Group Discussion (FGD) involving experts by integrating
the techniques of listening, recording, taking notes, and making checklist. In the
field implementation, audio visual recording was used to gather accurate data.
There were quantitative and qualitative data to be collected. Observation and
interview were conducted to collect primary data. The observation was done in
class during the teaching-learning process. The interview was conducted with the
teachers, key informants, and students. Both observation and interview aimed at
revealing: (1) lingual forms manifesting intercultural competence-based
instructional materials; (2) lesson plans; (3) instructional materials; and (4)
instructional strategies. The interview was done to supplement the data collected
during the observation, in particular, to tap the information about the teachers‟ and
students‟ knowledge and perceptions on intercultural competence. The
questionnaire was designed to be closed-ended to tap the information related to
the effectiveness of the design. FGD was conducted to verify the data collected
from the observation, interview, and questionnaire. In specific, FGD generated
more feedbacks for better design of intercultural competence-based English
instructional activities.
xxxi
The followings present the steps for developing the design of intercultural
competence-based English instructional activities:
8) For identifying the design, non-participatory observation was conducted by
means of recording and note taking.
9) For collecting the data, non-participatory observation was chosen as the
method. The observation was conducted during the teaching-learning
processes in grade IV, V, and VI. The data were collected by means of field
notes and checklist.
10) For creating the design, in-depth interview was conducted with the English
teachers and key informants. The data are in the form of objective answers
recorded and written in short description. The in-depth interview with the
teachers was conducted in around 1 hour; while the interview with the
students was done in 30 minutes.
11) For developing the design, closed-ended questionnaires were distributed to
the teachers and students after the draft had been completed and tried out in
classes. The allocated time for filling out the questionnaires was around 20
minutes. There were a number of multiple choice questions to be answered by
the respondents.
12) For finalizing the design, FGD involving experts in English teaching and
learning was conducted. The FGD was done by means of discussion and note
taking. It mainly aimed to verify the results of observation, interview, and
questionnaire. The inputs were used for the necessary betterment of the
design. The expert teams included lecturers specializing in English for Young
Learners.
13) For further designing the draft, active participatory observation was
conducted. This stage considered the findings of theoretical reviews and
identification on the lingual forms of intercultural-based competence,
syllabus, and lesson plans containing instructional materials and strategies.
Note taking was chosen as the technique to do so.
14) For finalizing the design, sharing and discussion with the experts were
conducted to generate suggestions and feedbacks. Note taking and recording
were done during the discussion with six experts (two English teachers, one
lecturer specializing in EYL, one lecturer specializing in linguistics, and two
dissertation advisors). The results of the discussion were considered and used
for improving the quality of the instructional design.
xxxii
The data were analyzed by means of descriptive quantitative and
interpretative qualitative analyses, elaborated in these three stages: (1) open
coding; (2) axial coding, and (3) selective coding. The data were displayed
informally, in which the data were presented descriptively and narratively,
comprising lingual forms, meanings, functions, and the types of speech act found
in the English instructional activities in the elementary school and summarized in
the form of instructional design.
4. Findings and Discussion
4.1 Lingual Forms found in Intercultural Competence-based English
Instructional Materials for Elementary School
Lingual form is also referred to a language unit which, as Chaer (2004, p.
297) puts it, can be in the form of words, phrases, or sentences, so that both
lexically and grammatically are parts of lingual form.
In grade IV, the lexical units in the forms of diction and meaning with
intercultural contents comprise: vocabularies for animals, types of clothing,
weathers and seasons, interrogative adverbs, expressions of time and ordinal
numbers, phrases of day and time reminder as well as month. The lingual form in
the form of grammatical unit, however, might contain markers which indicate „x-
th‟ in numbering date, months, and year, yes-no questions, marker „to be‟ as an
indicator of time in the present and past, comparison concept or degree of
comparison with marker „-er‟ and „the –est‟, and sentence which has been
pragmatically analyzed to belong to intercultural meaning.
In grade V, the lingual forms with intercultural contents include: nouns
related to public services, concept of time, daily activities with cultural
characteristics showing differences and similarities of two cultures, phrases with
cultural and social meanings such as queuing, how to read time, interrogative
sentence structure and its specific answers, sentence structures conveying the
characteristics of the target language, types of sentences with verbs, and sentences
with intercultural meanings. The lingual forms of lexical units found are related to
public services such as post office and banks taught through texts or reading, the
concept of reading time, daily activities, verbs for daily activities, and others
entities related to bank.
The lingual forms taught to the students at grade V are phrases related to
queuing habit and how to read time. Meanwhile, the grammatical units are on how
to construct interrogatives with Wh-Q, interrogatives with „does‟ and „are‟
markers with their respective answers, marker „to be‟ and its succeeding subject or
pronoun, and types of sentences covering affirmatives, negatives, and
interrogatives using suffix –s/-es marker, as well as simple present sentence
structure. As a continuation of materials taught at grade IV, at grade V, the
students are taught the concept of reading time and daily activities using simple
present tense.
The lingual forms taught at grade VI are the continuation of materials
taught in the previous grade. The learning materials from grade VI are included in
the National Examination and are the reviews of materials taught at grade IV and
V with some additional elaboration and reinforcement. The lingual forms of
xxxiii
lexical and grammatical units with intercultural contents taught bilingually at
grade VI include: names of various traditional games in Indonesia, nouns for types
of subjects at school, names of places at school in English, pronouns, adjectives
describing the characteristic of a person, politeness expressions and expressions of
happiness or sadness in response to any particular situation. Meanwhile, the
grammatical units taught at grade VI are: irregular verbs, differences or degrees of
comparison, and tenses with time indicators signifying sentence structures,
namely simple present tense and simple past tense.
By means of intercultural pragmatic analysis, some intercultural
competence-based lingual forms found are in the forms of lexicons portraying
cultures, social aspects or meanings of the target language, as well as aspects non-
existent in Bahasa Indonesia or present in both languages but with lexical features
translated from English. Furthermore, the lingual forms are also present in
grammatical units. The grammatical units present in intercultural-based
instructional activities are markers signaling differences in the use of sentences
and with differences from grammatical markers in Bahasa Indonesia.
4.2 The Design of Intercultural Competence-based English Instruction and
Instructional Strategies
This current study has resulted in the design of intercultural competence-
based English instructional activities for elementary school. The design is
applicable for English instruction in grade IV, V, and VI as it bases on the well-
grounded theories of foreign language teaching and intercultural pragmatics.
There have been in total 12 designed instructional scenarios; 4 for each grade. The
topics have been adjusted to the aim of this study that is intercultural competence.
The aspects of speech acts to teach include illocution, directive speech act, and
speech acts in the form of interrogative construction.
The other findings are related to the formulated intercultural competence-
based English instructional strategies for elementary school. The formulated
strategies are then called as intercultural exploratory proposed to be implement by
teachers in elementary school for teaching cultural aspects. The sample strategies
are based on the theories proposed by Liddicoat (2004), as follows: 1) Interacting
or transacting, 2) Registering politeness, 3) Timing and listening, and 4) Looking
and learning.
4.3 Outcomes
This current study has resulted two outcomes. The first outcome is the
theoretical construct of speech acts in the context of English instructional
activities for elementary school. Intercultural competence-based instructional
activities in elementary school has mostly made use of locution (62.2%), assertive
(33%), directive (33%), and expressive (complimenting) for 33%, direct speech
acts (the modes of asking, stating, and command) for 68%. Considering the
aspects of meaning, function, and types of speech acts implemented in English
instructional activities for elementary school, this sort of outcome has contributed
to the theory of foreign language learning postulated by Paul (2003) and Brumfit
(1994) claiming that foreign language learning for elementary school level should
xxxiv
fit students‟ characteristics, that are making use of simple and easily
comprehended constructions/utterances, as well as containing clear statements,
giving commands, and giving rewards in the form of compliments.
The second outcome is the design of instructional activities and strategies
consisting the followings: (1) lesson plans integrating lingual forms, both lexicon
and grammar, as well as intercultural competence; (2) topics to teach two differing
cultures; (3) the use of meaning, function, and types of speech act to achieve
intercultural competence; and (4) the implementation of intercultural exploration-
based English instructional strategies.
5. Conclusion and Recommendations
5.1 Conclusion
Based on the findings and discussion, the following conclusion is
formulated:
1) Lingual forms found in the intercultural competence-based English
instructional activities for elementary school are in the forms of lexicon and
grammar. The lexicons include: noun, pronoun, adjective, verb, adverb,
expression, and phrase. The grammatical units include: markers for noun, verb,
and adjective, sentence structure, and irregular verb. There is one speech act
component which is locution and six types of speech act that have been mostly
introduced in intercultural competence-based English instructional activities.
The found speech acts are assertive (stating), directive (command), and
expressive (complimenting), direct speech acts (the modes of asking, stating,
and command), and literal speech acts.
2) The lesson plans and instructional strategies are designed based on the
following criteria: 1) containing lingual forms, both lexicon and grammar, that
integrate intercultural competence, 2) topics to teach two differing cultures, 3)
the use of meaning, function, and types of speech act to achieve intercultural
competence; and 4) the implementation of intercultural exploration-based
English instructional strategies.
5.2 Recommendations
Based on the findings and discussion elaborated above, below are some
recommendations:
1) The broad scope and numerous variables related to linguistic analysis and
theories of teaching open more rooms for researchers in linguistics and
language teaching to further investigate lingual forms, lesson planning, and
instructional strategies.
2) It is recommended that teachers be creative in designing their instructional
activities and materials to fulfil students‟ needs and create student-centered
learning. Two principles for teaching English in elementary school should
always be brought into real implementation; they are learning by doing and
active learning.
3) Intercultural competence should be integrated in various instructional topics so
as to create challenging and active participatory provoking instructional
xxxv
activities. Students in elementary school are to be equipped with the skills to
be proficient in the target language (foreign language) by means of cultures.
4) It is highly expected that this dissertation be accepted by academicians and
education practitioners, as well as offer contributive benefits for students,
teachers, and researchers in the field of linguistics and language teaching, and
education development, to be specific in elementary schools.
xxxvi
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ........................................................................................
SAMPUL DALAM .....................................................................................
MOTTO DAN VISI ....................................................................................
i
ii
iii
PRASYARAT GELAR .............................................................................. Iv
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... v
PENETAPAN PANITIA PENILAI .......................................................... vi
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................ vii
LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................................... viii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... ix
ABSTRAK .................................................................................................. xiv
ABSTRACT ................................................................................................
RINGKASAN DISERTASI .......................................................................
xvi
xviii
EXCERPT OF DISSERTATION ............................................................. xxvii
DAFTAR ISI ........................................................................................... xxxvi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xxviii
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xxix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xxx
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................
xxxi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 12
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 13
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN .............................................................
17
2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 17
2.2 Konsep .................................................................................................... 27
2.2.1 Kompetensi Interkultural ................................................................... 28
2.2.2 Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ................................................... 32
2.2.3 Bentuk-Bentuk Lingual ....................................................................... 35
2.3 Landasan Teori ...................................................................................... 37
2.3.1 Kajian Pragmatik ................................................................................ 39
2.3.1.1 Pragmatik Interkultural ......................... .......................................... 42
2.3.1.2 Pragmatik Interkultural dalam Pembelajaran ................................. 47
2.3.2 Pembelajaran Bahasa Asing ................................................................ 49
2.3.2.1 Kompetensi Pembelajaran Bahasa ................................................... 51
2.3.2.2 Pembelajaran Kompetensi Interkultural .......................................... 54
2.4 Model Penelitian .................................................................................... 60
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 63
3.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................... 63
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 64
xxxvii
3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 66
3.4 Instrumen Penelitian .............................................................................. 68
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 69
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ......................................................... 72
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .............................. 73
BAB IV BENTUK-BENTUK LINGUAL MATERI KOMPETENSI
INTERKULTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA
INGGRIS SEKOLAH DASAR ……………………………....
75
a.
4.1 Satuan Leksikon ...……………………………………………………. 76
4.1.1 Satuan Leksikon Berupa Nomina …………………………………... 77
4.1.2 Satuan Leksikon Berupa Pronomina ……………………………...... 91
4.1.3 Satuan Leksikon Berupa Adjektiva ……………………………......... 94
4.1.4 Satuan Leksikon Berupa Verba …………………………………...... 95
4.1.5 Satuan Leksikon Berupa Adverbia .……………………………........ 99
4.1.6 Satuan Leksikon Berupa Ekspresi ………………………………...... 100
4.1.7 Satuan Leksikon Berupa Frasa Nominal ……………………………. 107
4.2 Satuan Gramatika .…………………………………………………... 114
4.2.1 Satuan Gramatika Berupa Pemarkah Nomina ……………………... 115
4.2.2 Satuan Gramatika Berupa Pemarkah Adjektiva …………………...... 116
4.2.3 Satuan Gramatika Berupa Struktur Kalimat ………………………... 118
4.2.4 Satuan Gramatika Berupa Pemarkah Verba ………………………… 134
4.2.5 Satuan Gramatika Berupa Verba Tak Beraturan ……………………. 136
4.3 Kajian Pragmatik Interkultural Bentuk-Bentuk Tindak Tutur pada
Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ....……………………………….
142
4.3.1 Bentuk Ungakapan Menurut Makna Tindak Tutur (Speech Acts) ..... 143
4.3.1.1 Tindak Lokusioner (Locutionary acts) ………………………….... 143
4.3.1.2 Tindak ilokusioner (Illocutionary acts) .………………………….. 149
4.3.1.3 Tindak Perlokusioner (Perlocutionary acts) ……………………... 152
4.3.2 Bentuk Ungkapan Berdasarkan Fungsi-Fungsi Tindak Tutur …….... 156
4.3.2.1 Tindak Tutur Asertif …………………………………………........ 157
4.3.2.2 Tindak Tutur Direktif ………………………………………........... 160
4.3.2.3 Tindak Tutur Ekpresif …………………………………………...... 163
4.3.3 Bentuk Ungakapan Berdasarkan Jenis Tindak Tutur dalam Praktik
Berbahasa ….......................................................................................
165
4.3.3.1 Tindak Tutur Langsung (Directive speech) dan Tidak langsung
(Indirective speech) .........................................................................
166
4.3.3.2 Tindak Tutur Literal (Literal speech) dan Tidak Literal (Iliteral
speech) …………………………………………………………...
174
BAB V PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
KOMPETENSI INTERKULTURAL PADA PELAJARAN
BAHASA INGGRIS SD BERDASARKAN KAJIAN
PRAGMATIK INTERKULTURAL ………………………….
180
5.1 Perencanaan Pembelajaran Kompetensi Interkultural ……………....... 180
xxxviii
5.1.1 Desain Perencanaan Pembelajaran di SDN Bunulrejo 2 Malang dan
Desain yang diusulkan ......................................................................
181
5.1.2 Desain Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas IV, V, dan VI ........
5.1.2.1 Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas IV ………………………
5.1.2.2 Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas V ......................................
189
190
195
5.1.2.3 Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas VI ………………………. 201
5.2 Strategi Pengajaran Kompetensi Interkultural ……………………....... 211
5.2.1 Penerapan Strategi Pengajaran Bahasa Inggris di SD ……………..... 211
5.2.2 Usulan Strategi Pengajaran Interkultural ……………………............ 215
5.2.3 Keunggulan Strategi Pengajaran Interkultural yang Diusulkan …......
5.2.4 Kendala dalam Penerapan Strategi Pengajaran yang Diusulkan .........
219
223
BAB VI TEMUAN BARU DISERTASI …………………………......... 229
6.1 Temuan Teoretis …………………………………………………….... 229
6.2 Temuan Empiris ……………………………………………………… 235
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 243
7.1 Simpulan …………………………………………………………....... 243
7.1.1 Bentuk-Bentuk Lingual Materi Kompetensi Interkultural …………. 243
7.1.2 Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Kompetensi Interkulutral
pada Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ………………………….
246
7.2. Saran ………………………………………………………….....…… 247
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 250
LAMPIRAN ................................................................................................ 255
xxxix
DAFTAR TABEL
4.1 Bentuk Lingual dan Jenis Satuan Lingual pada Materi Kompetensi
Interkultural pada Pembelajaran Bahasa Inggris di SD .........................
138
5.1
Profil Perencanaan Pembelajaran Kompetensi Interkultural Pelajaran
Bahasa Inggris SD Berdasarkan Kajian Pragmatik Interkultural...........
208
xl
DAFTAR BAGAN
2.1 Hubungan antara Kompetensi Komunikatif dan Kompetensi
Interkultural .....................................................................................
31
2.2 Komponen Kompetensi Bahasa ...................................................... 54
2.3 Sistem Masukan/Luaran Model Penelitian Kompetensi
Interkultural Pembelajaran Bahasa Inggris Siswa SD ......................
61
xli
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Observasi ................................................................... 255
Lampiran 2 Lembar Interview Guru dan Siswa ......................................... 256
Lampiran 3 Kuesioner untuk Guru dan Siswa ............................................ 259
Lampiran 4 Data Hasil Observasi Pembelajaran Bahasa Inggris di SD...... 264
Lampiran 5 Data Bentuk-Bentuk Lingual................................................... 273
Lampiran 6 Data Tindak Tutur ................................................................... 280
Lampiran 7 Contoh Perencanaan Pembelajaran ......................................... 304
Lampiran 8 Foto-foto Penelitian ................................................................. 309
Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian .................. 310
xlii
DAFTAR SINGKATAN
DIKNAS
DGPAj
Pendidikan Nasional
Data Gramatika Pemarkah Adjektiva
DGPn Data Gramatika Pemarkah Nomina
DGPv Data Gramatika Pemarkah Verba
DGSk Data Gramatika Struktur Kalimat
DGVtb Data Gramatika Verba Tak Beraturan
DLAj Data Leksikon Adjektiva
DLAd Data Leksikon Adverbia
DLE Data Leksikon Ekspresi
DLF Data Leksikon Frasa
DLN Data Leksikon Nomina
DLPr Data Leksikon Pronomina
DLV Data Leksikon Verba
KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
SD Sekolah Dasar
SDN Sekolah Dasar Negeri
TT Tindak Tutur
TTL (T2L) Tindak Tutur Langsung
TTTL (T3L) Tindak Tutur Tak Langsung
TTLt (T2Lt) Tindak Tutur Literal
TTTLt (T3Lt) Tindak Tutur Tidak Literal