50
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Inggris di era digital native saat ini menduduki posisi yang sangat penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Melalui pembelajaran bahasa Inggris diharapkan akan menghasilkan individu-individu Indonesia yang mampu berkomunikasi dalam bahasa internasional dengan berbagai bangsa di dunia. Penguasaan bahasa Inggris di Indonesia sangat dibutuhkan demi membuka cakrawala bagi bangsa Indonesia untuk menyerap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara lain. Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian dan laporan yang menunjukkan bahwa penguasaan bahasa Inggris siswa-siswa di Indonesia secara umum masih rendah. Seperti dikutip dari Sukamerta (2013: 4) yang menyebut bahwa penguasaan bahasa Inggris tamatan pendidikan dasar di Indonesia tidak berhasil dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Kegagalan penguasaan bahasa Inggris ini dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik, seperti lingkungan, budaya, ekonomi, latar belakang keluarga, fasilitas pendidikan, sikap siswa, serta orang tua. Semua faktor ini sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Selain itu, berdasarkan laporan yang dimuat di Kompas.com melalui situs Klub Guru Indonesia, hasil ujian nasional 2009 untuk mata pelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Kegagalan penguasaan bahasa Inggris ini dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik, seperti lingkungan, budaya, ekonomi, latar belakang keluarga,

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran bahasa Inggris di era digital native saat ini menduduki posisi

yang sangat penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Melalui pembelajaran

bahasa Inggris diharapkan akan menghasilkan individu-individu Indonesia yang

mampu berkomunikasi dalam bahasa internasional dengan berbagai bangsa di

dunia. Penguasaan bahasa Inggris di Indonesia sangat dibutuhkan demi membuka

cakrawala bagi bangsa Indonesia untuk menyerap perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dari negara-negara lain.

Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia masih menghadapi berbagai

persoalan. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian dan laporan yang

menunjukkan bahwa penguasaan bahasa Inggris siswa-siswa di Indonesia secara

umum masih rendah. Seperti dikutip dari Sukamerta (2013: 4) yang menyebut

bahwa penguasaan bahasa Inggris tamatan pendidikan dasar di Indonesia tidak

berhasil dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

Kegagalan penguasaan bahasa Inggris ini dipengaruhi oleh faktor-faktor

nonlinguistik, seperti lingkungan, budaya, ekonomi, latar belakang keluarga,

fasilitas pendidikan, sikap siswa, serta orang tua. Semua faktor ini sangat

berpengaruh terhadap prestasi siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris sebagai

bahasa asing. Selain itu, berdasarkan laporan yang dimuat di Kompas.com melalui

situs Klub Guru Indonesia, hasil ujian nasional 2009 untuk mata pelajaran bahasa

2

Inggris menduduki peringkat bawah dibanding mata pelajaran lainnya, meskipun

tingkat kelulusan tahun tersebut lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya (Yusuf:

2012). Selain dua hasil penelitan tersebut, terjadinya perubahan kebijakan

pemerintah terkait dengan pelajaran bahasa Inggris juga ditengarai masih adanya

persoalan serius yang perlu segera diselesaikan.

Kurikulum 2013 merupakan kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) yang memberikan dampak pada kedudukan

pelajaran bahasa Inggris pada semua jenjang sekolah terutama di tingkat Sekolah

Dasar (SD). Pada tahun 2006 bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pelajaran bahasa Inggris di SD

berkedudukan sebagai pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan pada pelajaran

intrakurikuler. Namun, pada Kurikulum 2013 ini, siswa SD mempelajari bahasa

Inggris sebagai penunjang pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-

hari (Sari: 2013). Seiring dengan evaluasi yang telah dilaksanakan oleh Tim

Implementasi Evaluasi Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud) pada tahun 2014 terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013, maka

dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri (SK Menteri) No.

179342/MPK/KR/2014 tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada tanggal 5

Desember 2014. Di dalam surat Mendikbud tersebut salah satunya menyebutkan

bahwa Kurikulum 2013 dihentikan pelaksanaannya di sekolah-sekolah yang baru

menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015 dan kembali

menggunakan KTSP. Sementara itu, bagi sekolah-sekolah

3

yang telah menerapkannya selama tiga semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran

2013/2014, tetap menggunakan Kurikulum 2013 dan sekolah tersebut harus

bersedia menjadi sekolah percontohan Kurikulum 2013.

Berdasarkan fakta empiris di atas, selanjutnya yang dapat dipahami dari

kebijakan Mendikbud terhadap Kurikulum 2013 yang pelaksanaannya belum

diwajibkan bagi semua sekolah dan diputuskan untuk kembali ke KTSP, maka

pelajaran bahasa Inggris di SD sampai saat ini masih diajarkan sebagai mata

pelajaran muatan lokal. Karakteristik pembelajaran bahasa Inggris di SD baik

dengan Kurikulum 2013 maupun dengan KTSP sama-sama mengakomodasi

prinsip pembelajaran yang kreatif, menyenangkan dan dengan penilaian yang

otentik. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Inggris di SD harus dapat

dipahami oleh siswa secara kontekstual.

Fakta menyebutkan bahwa hingga kini pelajaran bahasa Inggris di SD masih

mengajarkan bahasa Inggris sebagai alat saja dan belum mengajarkan bagaimana

menggunakannya secara kontekstual. Hal ini dapat terlihat dari materi dan cara

mengajar yang diterapkan oleh guru di kelas. Sebagai contoh, siswa diajarkan

konsep “like” dan “dislike” tentang makanan, namun siswa tetap diarahkan untuk

berpikir tentang budaya mereka sendiri, yaitu menyebutkan makanan yang setiap

hari biasa mereka temukan. Pada tataran pragmatik, agar siswa memiliki kepekaan

terhadap budaya penutur aslinya, maka bahasa Inggris yang diajarkan sebaiknya

bermuatan pengetahuan budaya penutur asli, misalnya mengenalkan makanan

yang tidak biasa mereka temukan sehari-hari. Dengan demikian, saat siswa nanti

4

dihadapkan langsung dengan penutur asli dan budaya bahasa target, siswa tidak

akan kesulitan memahaminya.

Pelajaran bahasa Inggris sejak usia anak, yaitu 6-12 tahun atau di tingkat SD

sangat diperlukan karena dengan mempelajari bahasa Inggris sejak awal siswa

dapat lebih mudah mempelajarinya pada jenjang sekolah selanjutnya. Selain itu,

pada usia anak mempelajari bahasa asing akan lebih mudah karena area pada otak

yang mengatur kemampuan berbahasa terlihat mengalami perkembangan paling

pesat. Pada usia SD seperti itu biasa disebut juga sebagai masa critical periods.

Kemampuan siswa pada usia SD dalam proses kognitif, kreatifitas, dan divergent

thinking berada pada kondisi optimal. Seperti yang diungkapkan oleh Ur (1996:

296) bahwa anak-anak belajar bahasa lebih baik dari pembelajar dewasa, secara

biologis siswa usia SD menjadi waktu yang tepat untuk mempelajari bahasa asing,

sehingga pembelajaran bahasa asing di sekolah sebaiknya dimulai seawal

mungkin karena lebih mudah menarik perhatian dan minat anak-anak daripada

orang dewasa. Dapat pula dijelaskan bahwa mereka yang mempelajari bahasa

asing mempunyai kemampuan lebih dalam tugas memori episodic, mempelajari

kalimat dan kata, dan memori semantik, kelancaran menyampaikan pesan dan

mengategorikannya. Di samping itu, usia SD adalah suatu fase yang memiliki

fleksibilitas kognitif dan meningkatnya pembentukan konsep, mereka mampu

memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya pemahaman terhadap bahasa

ibunya dalam empat keterampilan berbahasa: mendengarkan, berbicara, membaca,

dan menulis. Oleh karena itu, mereka secara biologis berada dalam masa emas

5

untuk mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua setelah bahasa

pertamanya (Hurlock; 1993).

Persoalannya adalah apakah pembelajaran bahasa Inggris di SD telah

diberikan dengan cara yang tepat dan bermakna. Menurut Curtin dan Pesola

(1994), anak-anak akan belajar bahasa asing dengan baik apabila proses belajar

terjadi dalam konteks yang komunikatif dan bermakna bagi mereka. Untuk anak-

anak konteks ini meliputi situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian, dongeng,

dan pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan, dan olah raga. Situasi sosial dan

kultural dalam hal ini dapat dipahami bahwa mempelajari bahasa asing tidak

dapat dipisahkan dari mempelajari sosial dan budaya dari pemilik bahasa tersebut.

Bahasa dan budaya merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan sehingga

keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris juga akan dipengaruhi seberapa jauh

unsur budaya dari bahasa target dapat diintegrasikan dalam pembelajaran.

Mempelajari sebuah bahasa tak dapat dilepaskan dari mempelajari bagaimana

bahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagaimana bahasa

tersebut dipengaruhi dan juga ikut membentuk budaya para penutur aslinya. Hal

ini menyiratkan bahwa seseorang yang mempelajari bahasa tertentu tanpa

memahami budayanya berpotensi menjadi orang “fasih yang bodoh” (Bennett &

Allen, 2003). Karena pentingnya mengajarkan sosial dan budaya pada

pembelajaran bahasa Inggris, sangat dibutuhkan adanya formulasi desain

pembelajaran yang mengarah pada tujuan tersebut. Dengan pengetahuan bahasa

Inggris yang baik diharapkan dapat membantu anak untuk mengenal dirinya,

budayanya serta budaya orang lain. Pengetahuan dan kemampuan tersebut

6

selanjutnya disebut dengan kompetensi. Lebih lanjut, pada penelitian ini

kompetensi yang dikaji adalah kompetensi interkultural.

Kompetensi interkultural adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

personal yang mampu mendukung interaksi yang efektif dan tepat dalam berbagai

konteks budaya (Bennett, 2011). Yang termasuk dalam komunikasi interkultural

adalah kepekaan terhadap budaya, kemampuan komunikasi interkultural, sikap

pribadi dan kelompok terhadap budaya lain, serta pengetahuan terhadap budaya

lain. Bahasa menjadi simbol budaya karena sebagai sebuah sistem tanda, bahasa

mengandung nilai budaya. Manusia mampu mengenal dan membedakan satu

sama lain sedikit banyak melalui proses pengamatan terhadap cara penggunaan

bahasanya. Memahami keterkaitan antara bahasa dan budaya menjadi penting

dalam pembelajaran bahasa asing. Seperti diungkapkan oleh Liddicoat, Scarino &

Kohler (2003), bahasa tidak semata-mata struktural, namun juga komunikatif dan

bersifat sosial. Belajar bahasa baru, oleh karenanya, menjadi lebih rumit

mengingat kompleksitas yang dibentuk oleh keterkaitan antara bentuk-bentuk

linguistik dan aspek-aspek sosiokulturalnya.

Persoalan utama yang terjadi pada pelajaran bahasa Inggris di sekolah adalah

pada tataran pragmatis. Seorang siswa menguasai pelajaran bahasa Inggris dengan

baik, namun belum tentu mampu menggunakannya dengan benar dan tepat jika ia

dihadapkan langsung dengan penutur asli. Hal ini dikarenakan pelajaran bahasa

Inggris masih pada tataran kaidah bahasanya saja belum sampai memahami

budaya dari bahasa target yang juga berperan penting dalam pencapaian

kesepahaman pesan dan komunikasi antara si penutur dan lawan bicaranya.

7

Kompetensi lulusan SD selayaknya merupakan kemampuan yang bermanfaat

dalam rangka menyiapkan lulusan untuk belajar bahasa Inggris di tingkat

selanjutnya, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kemampuan yang

dimaksud adalah kemampuan berinteraksi dalam bahasa Inggris untuk menunjang

kegiatan kelas dan sekolah. Pendidikan bahasa Inggris di SD dimaksudkan untuk

mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan untuk menyertai

tindakan (language accompanying action). Bahasa Inggris digunakan untuk

interaksi dan bersifat “here and now”. Topik pembicaraannya berkisar pada hal-

hal yang ada dalam konteks situasi. Untuk mencapai kompetensi ini, peserta didik

perlu dipajankan dan dibiasakan dengan berbagai ragam pasangan bersanding

(adjacency pairs) yang merupakan dasar menuju pada kemampuan berinteraksi

yang lebih kompleks. Kompetensi yang paling tepat untuk mengajarkan bahasa

Inggris sesuai dengan kondisi sosial dan budaya pemilik bahasa target adalah

kompetensi interkultural.

Secara empirik belum ditemukan adanya penelitian yang mengkaji tentang

kompetensi interkultural dan di tingkat siswa SD. Oleh sebab itu, pada penelitian

ini dilakukan terlebih dahulu initial study yang bertujuan untuk mengetahui ada

atau tidaknya pembelajaran kompetensi interkultural, baik yang terdapat pada

proses pembelajaran di kelas maupun yang terdapat pada dokumen pembelajaran

sebagai contoh materi pembelajarannya. Selain itu, initial study juga sebagai tahap

analisis kebutuhan (need analysis), yaitu untuk mengetahui pembelajaran yang

bagaimana yang dibutuhkan oleh subjek penelitian dan hasilnya dapat digunakan

sebagai bahan pijakan dalam merumuskan desain pengembangannya.

8

Hasil studi awal yang dilakukan oleh Sabilah (2014) terhadap pembelajaran

bahasa Inggris kelas IV, V, dan VI di lima SD di Kota Malang ditemukan bahwa

belum ada pembelajaran bahasa Inggris yang mengarah pada pengetahuan

kompetensi interkultural. Selain itu, semua guru bahasa Inggris (lima orang)

menyatakan bahwa mereka belum mengetahui pembelajaran kompetensi

interkultural. Meskipun demikian, semua guru menyatakan bahwa secara tidak

langsung mereka pernah menyampaikan materi pelajaran yang berhubungan

dengan budaya bahasa lain, namun porsinya sangat sedikit dan hanya secara

sekilas saja karena kebetulan ada topik yang berhubungan dengan budaya bahasa

lain di dalam buku ajar yang digunakannya. Temuan lain menyebutkan bahwa

semua guru sangat setuju bahwa kompetensi interkultural pada pembelajaran

bahasa Inggris di SD sangat penting dan mendesak untuk diajarkan karena dapat

melatih kemampuan pragmatik siswa sehingga pemahaman siswa terhadap bahasa

yang dipelajarinya akan bertambah dan otomatis kompetensi komunikatif mereka

meningkat. Oleh karena itu, penelitian tentang kompetensi interkultural pada

pembelajaran bahasa Inggris di SD ini sangat mendesak dilakukan.

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan kompetensi interkultural siswa

SD pada pelajaran bahasa Inggris yaitu siswa yang berusia 6-12 tahun.

Kompetensi interkultural seperti disebutkan sebelumnya merupakan target yang

dianggap mampu mengemas berbagai komponen pembelajaran bahasa Inggris di

tingkat dasar. Kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD

sangat dibutuhkan sebagai dasar bagi kemampuan berinteraksi menggunakan

bahasa asing. Guilherme (2002) menyampaikan bahwa kemampuan tersebut tidak

9

hanya mencakup keterampilan sosial, tetapi juga untuk melatih sensitifitas dan

pemahaman terhadap nilai, cara pandang, cara hidup dan berpikir bahasa target

serta kemandirian dalam mengomunikasikan nilai dan cara pandang dirinya

dengan benar. Selanjutnya, Guilherme (2002) juga menambahkan bahwa

kompetensi interkultural di tingkat SD harus disesuaikan dengan karakteristik

siswa, kebutuhan belajar, tingkat kemampuan, dan cara belajarnya. Kompetensi

tersebut menjadi langkah awal bagi terbentuknya pengetahuan bahasa Inggris

siswa secara pragmatik, yaitu kemampuan memahami bahasa sesuai dengan

konteks sosial atau kultural penutur asli bahasa target (Gunarwan, 2007: 71).

Untuk memperoleh pencapaian kompetensi interkultural pada pembelajaran

bahasa Inggris seperti tertulis di atas maka dibutuhkan desain perencanaan

pembelajaran yang tepat agar mata pelajaran bahasa Inggris untuk SD dapat

menghasilkan luaran yang mampu berkomunikasi dalam bentuk lisan secara

sederhana dan terbatas, sehingga nantinya siswa memiliki kompetensi bahasa

asing yang berdaya saing bangsa dalam masyarakat global dengan baik. Desain

pembelajaran pada penelitian ini diharapkan dapat dipahami dan

diimplementasikan dalam bentuk sebuah perencanaan dan strategi pembelajaran.

Desain pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensi tersebut dikemas

dalam bentuk perencanaan dan strategi pembelajaran yang berisikan seperangkat

pengetahuan interkultural dengan kajian pragmatik interkultural, yaitu sebuah

pengetahuan pragmatik untuk menggunakan bahasa sesuai dengan konteks sosial

dan budaya bahasa target.

10

Agar memiliki kemampuan pragmatik dalam belajar bahasa asing maka siswa

harus mampu mengkaitkan antara pengetahuan interkultural ke dalam bentuk-

bentuk pragmalinguistik dan strateginya agar mampu menggunakan

pengetahuannya untuk mengatasi kesulitannya dalam berkomunikasi pada situasi

tertentu (McNamara & Roever, 2006; Roever dalam Mirzaei et.al., 2012). Pada

penelitian ini, kompetensi pragmalinguistik berkaitan dengan bentuk-bentuk

gramatikal bahasa dan interkultural berkaitan dengan strategi dan penggunaan

bahasa sesuai dengan budaya dan konteksnya. Dapat dijelaskan di sini bahwa

pragmatik interkultural adalah kajian yang dipilih karena lebih memperhatikan

aspek performansi dalam berkomunikasi dalam mempelajari bahasa asing

kaitannya dengan pemahaman tentang sosiokultural dan konteks kultural suatu

bahasa. Meskipun dalam penelitian ini juga akan ditemukan bentuk-bentuk

lingual, yaitu pada aspek gramatikal yang menjadi perhatian dari

pragmalinguistik, hal tersebut bukanlah sebagai prioritas kajian utama karena

penelitian ini terfokus pada pembelajar anak usia SD yang kemampuan bahasa

Inggris mereka masih pada pengenalan awal bahasa asing, sehingga aspek

linguistik formal bukan menjadi penekanannya. Aspek gramatikal (tata bahasa)

dalam kajian ini adalah linguistik terapan yaitu berupa fungsi-fungsi lingual yang

terbentuk berdasarkan konteks bahasa dan budaya suatu bahasa.

Penelitian ini menghasilkan sebuah desain pembelajaran yang mencakup

perangkat pembelajaran, yaitu materi pembelajaran berupa seperangkat bentuk-

bentuk lingual, perencanaan pembelajaran, dan strategi pengajaran. Desain

pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi interkultural pada pelajaran

11

bahasa Inggris untuk SD ditinjau dari kajian pragmatik interkultural ini dapat

menanamkan konsep budaya secara utuh melalui bentuk-bentuk lingual seperti

pengenalan leksikon dan gramatika (tata bahasa). Leksikon yang dimaksud adalah

segala perbendaharaan kata yang menunjukkan pengetahuan baru tentang budaya

bahasa sasaran. Sebagai contoh, perbendaharaan kata tentang nama-nama:

makanan, aktivitas sehari-hari, cuaca, perayaan atau festival yang rutin diadakan

oleh budaya tertentu, dan lain-lain. Sementara itu, yang dimaksud satuan

gramatika adalah pengenalan unsur tata bahasa, baik fonem, morfem, kata, frasa,

klausa, tipe-tipe kalimat, bentuk tindak tutur (speech act), maupun wacana yang

mengandung unsur perbedaan budaya (dalam berbahasa) antara bahasa pertama

siswa dan bahasa sasaran. Desain pembelajaran ini dikhususkan bagi siswa SD

kelas atas, yaitu kelas IV, V dan VI dengan asumsi bahwa siswa tersebut sudah

lebih siap menerima konsep-konsep lingual dan nonlingual bahasa asing yang

diajarkan oleh guru. Selain itu, siswa kelas atas memiliki rasa ingin tahu yang

lebih tinggi dan lebih mandiri dalam belajar dibandingkan dengan siswa kelas

rendah, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk mempelajari bahasa baru.

Desain perencanaan pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran

bahasa Inggris siswa SD ini memiliki nilai keterbaruan (novelty) di bidang

linguistik dan pembelajaran bahasa asing. Hal ini dikarenakan desain yang

dihasilkan dapat dijadikan sebagai pedoman baru bagi para guru di tingkat SD

untuk merancang pembelajaran bahasa Inggris yang kontekstual dan berdaya guna

untuk meningkatkan kompetensi komunikatif dan pengetahuan bahasa Inggris

siswa di Indonesia.

12

Meskipun kebijakan Kemdikbud telah menghapus pelaksanaan Kurikulum

2013 di sekolah-sekolah yang belum siap melaksanakan, pada praktiknya banyak

sekolah yang masih mengajarkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan

lokal. Demikian pula dengan beberapa sekolah yang ada di Kota Malang termasuk

sekolah yang menjadi subjek penelitian ini. Selain itu, sekolah-sekolah SD

bertaraf internasional dan lembaga-lembaga kursus bahasa Inggris untuk anak di

kota-kota besar di Indonesia yang saat ini jumlahnya cukup banyak juga menjadi

sasaran institusi yang dapat memanfaatkan hasil penelitian ini. Untuk mendukung

tujuan bahasa Inggris di Indonesia yang berdaya fungsi komunikatif dan

bermakna, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan karena desain

pembelajaran dengan paradigma baru dan inovatif yang menggabungkan teori

antara pragmatik interkultural dan pembelajaran bahasa asing pada pelajaran

bahasa Inggris di tingkat SD sejauh ini di Indonesia belum pernah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini menitikberatkan pada penyusunan desain pembelajaran bahasa

Inggris untuk SD. Penelitian ini diharapkan menghasilkan luaran sesuai yang

diharapkan, sehingga target penelitian harus jelas. Pada penelitian ini desain

pembelajaran bahasa Inggris diarahkan pada pengembangan pembelajaran pada

siswa SD kelas IV, V dan VI dengan alasan bahwa siswa tersebut sudah lebih siap

menerima bahasa baru selain bahasa pertamanya. Selain itu, target penelitian ini

tidak hanya mencakup sekolah SD formal, tetapi juga sekolah-sekolah SD

13

internasional dan lembaga-lembaga kursus bahasa Inggris untuk tingkat SD.

Dengan demikian, sasaran penelitian ini jelas, terarah, dan bersifat khusus.

Penelitian ini juga memiliki kekhususan dalam kerangka pendekatan yang

digunakan, yaitu pendekatan dengan teori linguistik terapan digabungkan dengan

teori-teori pembelajaran bahasa asing. Linguistik terapan yang menjadi landasan

teori adalah pragmatik interkultural dan teori pembelajaran bahasa yang

digunakan adalah teori pembelajaran bahasa asing (foreign language learning).

Berikut adalah rumusan masalah pada penelitian ini:

1) Apa sajakah bentuk lingual baik pada level leksikon dan gramatika yang dapat

diintegrasikan pada materi pembelajaran kompetensi interkultural pada

pelajaran bahasa Inggris di SD?

2) Bagaimanakah bentuk perencanaan dan strategi pembelajaran kompetensi

interkultural yang dapat diterapkan pada pelajaran bahasa Inggris di SD

berdasarkan kajian pragmatik interkultural?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Dengan menggunakan kerangka teori pragmatik interkultural yang

dipadukan dengan teori pembelajaran bahasa asing (foreign language learning)

dalam paradigma pembelajaran interkultural, penelitian ini memiliki tujuan

umum, yaitu:

1) menemukan desain pembelajaran bahasa Inggris untuk SD berbasis

kompetensi interkultural dengan kajian teori pragmatik interkultural;

14

2) meningkatkan pengetahuan guru terhadap kompetensi interkultural pada

pembelajaran bahasa Inggris di SD agar mampu mengembangkan kompetensi

komunikatif siswanya;

3) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa SD terhadap penguasaan

bahasa Inggris yang komunikatif dan kontekstual sejak dini dan sebagai

pengetahuan dasar untuk mempelajari bahasa Inggris pada jenjang pendidikan

selanjutnya.

4) Mengembangkan pemahaman siswa terhadap budaya asing dan budaya

sendiri sesuai dengan konteksnya karena keberhasilan komunikasi yang

terjadi antara komunikator yang berasal dari dua budaya yang berbeda tidak

hanya ditentukan oleh penguasaan aspek kebahasaan ditinjau dari struktur

gramatikal, tetapi juga dari aspek pragmatik interkulturalnya, yaitu

kemampuan menangkap, memahami dan memiliki empati terhadap budaya

bahasa target.

Sementara itu, sesuai dengan rumusan masalah yang telah tertulis

sebelumnya, maka dengan menggunakan kajian pragmatik interkultural

tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) menemukan bentuk-bentuk lingual yang dapat diintegrasikan pada materi

pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di

SD;

b) menyusun perencanaan dan strategi pembelajaran kompetensi interkultural

yang dapat diterapkan oleh guru pada pelajaran bahasa Inggris di SD;

15

1.4 Manfaat Penelitian

Tersusunnya desain pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi

interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di tingkat SD sangat bermanfaat secara

praktis bagi:

1) Pengambil kebijakan di bidang pendidikan terutama di tingkat propinsi dalam

mendesain kurikulum terutama di jenjang SD agar terdapat revisi terhadap

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bermuatan kompetensi

interkultural untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan

komunikatif dalam berbahasa Inggris. Meskipun pada usia SD target

penguasaan bahasa Inggris masih sangat terbatas dan bersifat pasif, jika sejak

di tingkat dasar ini siswa telah dibekali dengan pengetahuan yang bermakna

dan kontekstual, maka mereka akan mampu mengatasi kesulitan dalam

menguasai bahasa Inggris pada jenjang pendidikan selanjutnya.

2) Institusi sekolah terutama SD, yaitu sebagai pengembang ilmu pengetahuan

dan teknologi pembelajaran bahasa Inggris, khususnya dalam menetapkan

kebijakan kurikulum di sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan

orang tua siswa dan masyarakat.

3) Pembuat bahan ajar atau buku teks bahasa Inggris di tingkat SD agar memiliki

panduan dalam menyusun materi pembelajaran kompetensi interkultural yang

sesuai dengan kebutuhan siswa.

4) Peneliti di bidang linguistik dan pembelajaran dapat memanfaatkan hasil

penelitian ini sebagai pijakan untuk membuat penelitian lebih lanjut terutama

16

dalam mengembangkan variabel kompetensi interkultural dan kaitannya

dengan kajian linguistik murni dan linguistik terapan.

5) Guru bahasa Inggris di SD dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai desain

pembelajaran dalam bentuk pedoman praktis untuk merancang pembelajaran di

kelas yang tepat sebagai pendukung keberhasilan proses pembelajaran bahasa

Inggris. Secara langsung guru juga akan memiliki wawasan kompetensi

interkultural yang dapat membantunya mengatasi kesulitan untuk memahami

budaya dari bahasa sasaran.

6) Siswa bisa memiliki pengetahuan praktis tentang budaya bahasa yang

dipelajarinya dan memiliki pengetahuan dasar sebagai modal untuk

mempelajari bahasa Inggris pada jenjang pendidikan selanjutnya.

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-

Nya disertasi ini dapat diselesaikan. Penyusunan disertasi ini telah melalui proses

waktu yang panjang dan melelahkan serta melibatkan banyak pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus,

penghargaan serta penghormatan kepada semua pihak terkait.

Pertama, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu

Prof. Dr. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., baik selaku promotor,

pembimbing, dosen maupun sebagai Dekan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Udayana yang telah dengan penuh kesabaran mendorong penulis untuk

menyelesaikan disertasi ini dan segera menyelesaikan studi pada Program S-3

Ilmu Linguistik Universitas Udayana. Beliau juga telah banyak memberikan

bimbingan, masukan, dan saran demi perbaikan disertasi ini.

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga ditujukan kepada Bapak

Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., baik sebagai Kopromotor I maupun sebagai

dosen, yang telah dengan sepenuh hati membimbing, memotivasi, dan

mengarahkan penulis, baik pada tahap penulisan proposal maupun pada tahap

penyusunan disertasi. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis haturkan

kepada Bapak Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., selaku Kopromotor

II, yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk menyumbangkan saran dan

x

senantiasa menuntun serta memberi nasihat kepada penulis hingga penulis benar-

benar memahami kaidah penyusunan disertasi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan

kepada tim penguji yang telah dengan tekun dan teliti memberi masukan dan

mengkritisi disertasi ini, yaitu Bapak Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S, Bapak Prof.

Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Bapak Drs. I Nyoman Udayana, M.Litt., Ph.D., Ibu

Dr. Dra. I Gusti Ayu Gde. Sosiowati, M.A., Ibu Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,

M.Hum. Ucapan terima kasih dan penghargaan setulus hati penulis sampaikan

kepada Ibu Dr. Emalia Iragiliati, M.Pd., selaku penguji dari Universitas Negeri

Malang, yang telah meluangkan waktu memberikan masukan khususnya pada

penelitian interkultural.

Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak

Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A. Ph.D. selaku Ketua Program Doktor Ilmu

Linguistik di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, yang telah banyak

memberikan pencerahan dan dukungan selama masa studi dan penyusunan

disertasi ini. Ucapan terima kasih yang sama penulis sampaikan dengan sepenuh

hati kepada seluruh staf pengajar pada Program Studi Doktor Ilmu Linguistik

yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan kuliah yang

berkualitas serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

Ucapan terima kasih selanjutnya juga penulis sampaikan kepada segenap

staf administrasi dan perpustakaan di lingkungan Program Studi Magister dan

Doktor Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya yang selalu dengan penuh

xi

kesabaran memberikan pelayanan dan bantuan selama masa studi dan penyusunan

disertasi ini.

Dengan penuh rasa sayang penulis sampaikan terima kasih kepada rekan-

rekan seangkatan, yaitu Denok Lestari, Ni Wayan Suastini, Ni Putu Candra

Gunasari, Ristati, Lien Darlina, I Made Rai Jaya Widanta, Dian Rahmania Putri,

dan Efron Erwin Yohanes Loe, yang telah menjadi teman sekelas yang baik,

saling membantu, menemani, dan selalu memberikan semangat satu dengan yang

lain dengan penuh kasih sayang dalam suka dan duka. Demikian pula kepada

seluruh rekan Karya Siswa pada Program Studi Magister dan Doktor Ilmu

Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas kesediaannya

menjadi teman diskusi dan berbagi hingga penulis mampu menyelesaikan

disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Pudji

Wahyuni, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SDN Bunulrejo 2 Kecamatan Blimbing

Malang, yang telah dengan sepenuh hati memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian di sekolah tersebut, mengizinkan guru Bahasa Inggris untuk

bekerja sama dengan penulis dan memberikan kelonggaran waktu bagi penulis

untuk mengajar di sekolah tersebut. Secara khusus, penulis mengucapkan terima

kasih kepada Ibu Zahrotul Mufida, S.Pd. dan Ibu Sa‟diyah, S.Pd., selaku guru

Bahasa Inggris di SD tersebut, atas kesediaannya membantu selama proses

penelitian di lapangan mulai dari interview, observasi, praktik mengajar, hingga

diskusi demi menyelesaikan disertasi ini sesuai dengan tahapannya.

xii

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr.

Fauzan, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),

Bapak Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si., selaku Wakil Rektor I UMM, Bapak Dr.

Nazaruddin Malik, M.Si., selaku Wakil Rektor II UMM, dan Bapak Dr. Sidiq

Sunaryo, S.H., M.Si., M.Hum., selaku Wakil Rektor III UMM, yang telah

memberikan izin, bantuan, dan berbagai kebijakan yang mendukung peneliti

selama masa studi di Universitas Udayana.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya dan rasa hormat juga penulis

sampaikan kepada Bapak Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes., selaku Dekan pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMM beserta jajarannya, yaitu

Wakil Dekan I, Bapak Dr. Sudiran, M.Hum., Wakil Dekan II, Bapak Drs. Marhan

Taufik, M.Si., dan Wakil Dekan III, Bapak Drs. Rohmad Widodo, M.Si., yang

telah memberikan dukungan dan bantuan serta tidak henti-hentinya memberikan

semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan studi ini. Ucapan yang sama

juga penulis sampaikan kepada Bapak Bayu Hendro Wicaksono, M.Ed. Ph.D,

sebagai Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UMM, dan Bapak Puji

Sumarsono, M.Pd., selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP

UMM, yang dengan sepenuh hati selalu memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada

Ibu. Dr. Trisakti Handayani, M.M., yang selalu memotivasi dan selalu

menanyakan perkembangan studi kepada penulis dan rekan-rekan dosen di

lingkungan FKIP UMM khususnya Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, yaitu Bapak

xiii

Riski Lestiono, M.A., Ibu Dra. Thathit Manon Andini, M.Hum., Ibu Rina Wahyu

Setyaningrum, M.Ed., serta bapak ibu dosen lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu atas segala dukungan dan perhatian yang tiada akhir kepada

penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima

kasih yang tulus kepada Lailatul Rif‟ah, S.Pd, Prihadi Dwi Nurcahyanto, M.Pd,

dan Sunardi Ahmad, M.Pd, yang telah banyak membantu selama proses

pengambilan data di lapangan dan penyusunan pedoman.

Terima kasih dengan penuh rasa syukur kepada almarhum ayahanda,

Tardji‟i, ibunda, almarhumah Hj. Siti Aminah, almarhum ayah mertua, H.

Sukiyanto, dan ibu mertua, Hj. Hermintorowati, yang telah mendoakan dan

merestui hingga penulis mampu menyelesaikan disertasi ini. Ungkapan terima

kasih sepenuh hati penulis sampaikan kepada suami tercinta, Purnawan Ahmad,

S.P., serta anak-anak tersayang, M. Audi de Nadin, S.E., dan Shafira Salsabilla,

yang selalu memberikan doa yang menguatkan, dukungan penuh kasih, segenap

perhatian, dan pengertian yang tulus sehingga penulis mampu melewati studi ini

tahap demi tahap.

Dengan segala kerendahan hati, hasil disertasi yang sangat jauh dari

sempurna ini penulis persembahkan sebagai penghargaan kepada berbagai pihak

yang telah membantu dalam proses penelitian dan proses penyusunan disertasi ini.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Denpasar, 28 Februari 2018

Fardini Sabilah

xiv

ABSTRAK

KOMPETENSI INTERKULTURAL PEMBELAJARAN BAHASA

INGGRIS SISWA SEKOLAH DASAR

Penelitian ini bertujuan menemukan bentuk-bentuk lingual yang

ditemukan pada materi pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran

bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD). Hasil analisis mengenai bentuk-bentuk

lingual yang dikaji dengan teori pragmatik interkultural kemudian diterapkan

dalam bentuk desain pembelajaran berupa perencanaan pembelajaran dan strategi

pengajaran yang dirancang untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan

guru dan siswa terhadap kompetensi interkultural pada penguasaan bahasa Inggris

di SD.

Disertasi ini merupakan penelitian Research and Development yang

dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983), yaitu suatu penelitian yang dilakukan

dengan tujuan menghasilkan sebuah desain pembelajaran. Subjek penelitian ini

adalah guru bahasa Inggris dan siswa kelas IV, V, dan VI SDN Bunulrejo 2

Malang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) bentuk-bentuk

lingual sebagai wujud materi kompetensi interkultural yang terintegrasi dalam

proses pembelajaran bahasa Inggris di kelas, (2) persiapan pembelajaran yang

digunakan oleh guru berupa silabus dan RPP, (3) materi/bahan ajar yang

digunakan oleh guru, dan (4) strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajar.

Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori pragmatik interkultural

dan teori pembelajaran bahasa asing. Teori pragmatik interkultural yang

digunakan adalah teori makna tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1969:

23-24) dan Wijana dan Rohmadi (2009: 20-24) untuk menghasilkan deskripsi

pragmatis terhadap materi pembelajaran bahasa Inggris SD dan mengembangkan

jenis-jenis tindak tutur yang sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran bahasa

Inggris di SD. Sementara itu, teori pembelajaran bahasa asing adalah teori yang

dikemukakan oleh Chomsky (1964) dan didukung dengan teori pengajaran oleh

Brown (2008) dan teori pembelajaran bahasa Inggris untuk anak yang diprakarsai

oleh Paul (2003). Pada penelitian ini, ketiga teori pembelajaran tersebut

digunakan untuk mengembangkan desain pembelajaran kompetensi interkultural

berupa perencanaan dan strategi pengajaran yang sesuai untuk diterapkan pada

pembelajaran bahasa Inggris di SD.

Desain pembelajaran dikembangkan dengan cara menerapkan bentuk-

bentuk lingual yang sesuai untuk mengajarkan aspek interkultural pada pelajaran

bahasa Inggris di SD, mengajarkan bentuk-bentuk ungkapan atau jenis tindak

tutur yang dapat mendukung tercapainya komunikasi berbahasa Inggris yang

kontekstual, dan menerapkan perencanaan serta strategi pengajaran kompetensi

interkultural seperti yang disarankan oleh Liddicoat (2004) beserta dengan materi

dan aktivitas pembelajarannya yang mendukung tercapainya kompetensi

interkultural.

Temuan baru dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu temuan

teoretis dan praktis. Temuan teoretis yaitu teori tindak tutur yang menemukan

wujud tindak tutur yang terintegrasi ke dalam pembelajaran kompetensi

xv

interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD, yaitu 1) Berdasarkan makna

tindak tutur, tindak lokusi sebagian besar digunakan dalam pembelajaran di kelas

(62.2%), 2) Berdasarkan fungsi tindak tutur, bentuk tuturan yang ditemukan

adalah fungsi asertif (33%) dengan jenis menyatakan, fungsi direktif (33%)

dengan jenis memerintah, dan 3) fungsi ekspresif (33%) dengan jenis memuji.

Berdasarkan jenis tindak tutur, yang banyak ditemukan adalah tindak tutur

langsung (68%) dalam bentuk modus bertanya, pernyataan dan perintah.

Temuan yang bersifat empiris adalah desain perencanaan pembelajaran

kompetensi interkultural yang dapat diterapkan pada pelajaran bahasa Inggris di

SD untuk siswa kelas IV, V, dan VI. Desain tersebut berupa perencanaan

pembelajaran yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu bentuk-bentuk lingual

berupa satuan leksikon dan gramatika, topik-topik pembelajaran yang mengarah

pada pembelajaran kompetensi interkultural, dan wujud makna, fungsi, dan jenis

tindak tutur. Strategi pengajaran kompetensi interkultural yang diusulkan adalah

strategi eksplorasi interkultural yang terdiri atas empat aktivitas pengajaran, yaitu

Interacting or transacting, Registering politeness, Timing and listening, dan

Looking and learning yang didukung oleh teori Liddicoat (2004).

Kata kunci: bentuk-bentuk lingual, kompetensi interkultural, desain pembelajaran.

xvi

ABSTRACT

INTERCULTURAL COMPETENCE IN ENGLISH SUBJECT FOR

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS

This current study aimed at investigating the lingual forms found in

intercultural competence instructional materials in English subject particularly in

„elementary school‟. The results of the analysis on those lingual forms were then

studied by means of intercultural pragmatics theory before being implemented as

lesson plans and teaching strategies. It aimed at developing teachers‟ and

students‟ knowledge and skills related to their intercultural competences.

Research and Development proposed by Borg and Gall (1983) was

employed as the intended design of this current study. It was conducted to

produce instructional design. The subjects were English teacher and students in

grade four, five, and six in SDN Bunulrejo 2 Malang. The data encompassed: (1)

lingual forms as the embodiment of intercultural competence materials integrated

in English instructional activities, (2) teaching preparations by the teacher in the

forms of syllabus and lesson plans, (3) teaching materials, and (4) teaching

strategies.

Intercultural pragmatics and foreign language learning theories were used

as the baselines. The intercultural pragmatics theories comprised speech act

theories postulated by Searle (1969: 23-24) and Wijana and Rohmadi (2009: 20-

24). Those theories were to result in pragmatic descriptions of English teaching

materials as well as to develop any kinds of speech act appropriate for the students

upon their learning English. Foreign language learning theories included the

theories proposed by Chomsky (1964), supported by the theories of teaching by

Brown (2008) and English for young learners by Paul (2003). In this current

study, those three theories of teaching were used to develop instructional design of

intercultural competence, in particular, in the forms of lesson plans and teaching

strategies to be implemented in English class in elementary school level.

The instructional design was developed by means of implementing the

lingual forms relevant to intercultural aspects in English subject, teaching the

students various forms of utterances or kinds of speech acts to arrive at contextual

English communication skill, and implementing teaching strategies for

intercultural materials as suggested by Liddicoat (2004) as well as other relevant

materials and activities.

This current study has resulted in two novel findings, theoretical and

practical findings. The theoretical findings revealed speech act theories, to be

specific, the forms of speech act integrated in intercultural competence

instructional activities, elaborated as follows: 1) Regarding the meaning of speech

act, locutions were mainly in use (62.2%); 2) Related to the functions of speech

act, the forms of utterances covered assertive function (33% in form of stating),

directive function (33% in form of asking/ordering), and expressive function (33%

in form of complimenting); and 3) Referring to the kinds of speech act, 68% data

are in form of asking, stating, ordering, and literal speeches were dominant in use.

xvii

The empirical finding has resulted in an instructional design of

intercultural competence to be implemented in English subject in elementary

school, specifically for grade four, five, and six. The design included lesson plans

comprising three basis components, namely: lingual forms: lexicon and

grammatical, teaching topics referring to intercultural competence, as well as the

meanings, functions, and kinds of speech act. Finally, the proposed teaching

strategy was intercultural explorative strategy reflected through four key

activities: interacting or transacting, registering politeness, timing and listening,

and looking and learning as supported by theory of Liddicoat (2004).

Key words: lingual forms, intercultural competence, instructional design.

xviii

RINGKASAN DISERTASI

KOMPETENSI INTERKULTURAL PEMBELAJARAN BAHASA

INGGRIS SISWA SEKOLAH DASAR

1. Pendahuluan

Penelitian ini menganalisis bentuk-bentuk lingual yang terintegrasi pada

materi pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di

Sekolah Dasar (SD) dengan tujuan menemukan desain pembelajaran kompetensi

interkultural yang tepat untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris siswa SD

terhadap penguasaan bahasa Inggris yang kontekstual. Menurut Curtin dan Pesola

(1994) anak-anak akan belajar bahasa asing dengan baik apabila proses belajar

terjadi dalam konteks yang komunikatif dan bermakna bagi mereka. Untuk anak-

anak konteks ini meliputi situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian, dongeng,

dan pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan, dan olahraga (Curtain dan

Pesola, 1994). Pengetahuan dan kemampuan yang dibentuk dari hasil belajar

tersebut selanjutnya disebut dengan kompetensi interkultural.

Kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD sangat

dibutuhkan sebagai dasar bagi kemampuan berinteraksi menggunakan bahasa

asing. Kemampuan tersebut tidak hanya mencakup keterampilan sosial, tetapi juga

untuk melatih sensitifitas dan pemahaman terhadap nilai, cara pandang, cara hidup

dan berpikir bahasa target serta kemandirian dalam mengomunikasikan nilai dan

cara pandang dirinya dengan benar. Kompetensi interkultural di tingkat SD harus

disesuaikan dengan karakteristik siswa, kebutuhan belajar, tingkat kemampuan,

dan cara belajarnya.

Untuk memperoleh pencapaian kompetensi interkultural pada

pembelajaran bahasa Inggris pada siswa SD maka dibutuhkan desain

pembelajaran yang tepat agar dapat menghasilkan luaran yang mampu

berkomunikasi dalam bentuk lisan secara sederhana dan terbatas, sehingga

nantinya siswa memiliki kompetensi bahasa asing yang berdaya saing bangsa

dalam masyarakat global dengan baik. Penelitian ini menghasilkan sebuah desain

pembelajaran berupa konsep yang mencakup perangkat pembelajaran, yaitu

materi pembelajaran berupa seperangkat bentuk lingual, perencanaan

pembelajaran, dan strategi pengajaran.

Desain pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi interkultural

pada pelajaran bahasa Inggris untuk SD ditinjau dari kajian pragmatik

interkultural ini dapat menanamkan konsep budaya secara utuh melalui bentuk-

bentuk lingual seperti pengenalan leksikon dan gramatika (tata bahasa). Leksikon

yang dimaksud adalah segala perbendaharaan kata yang menunjukkan

pengetahuan baru tentang budaya bahasa sasaran. Sebagai contoh, perbendaharaan

kata tentang nama-nama: makanan, aktivitas sehari-hari, cuaca, perayaan atau

festival yang rutin diadakan oleh budaya tertentu, dan lain-lain. Sementara itu,

gramatika yang dimaksud adalah unsur tata bahasa, baik fonem, morfem, kata,

frasa, klausa, tipe-tipe kalimat, bentuk tindak tutur (speech act), maupun wacana

xix

yang mengandung unsur perbedaan budaya (dalam berbahasa) antara bahasa

pertama siswa dan bahasa sasaran.

Desain pembelajaran tersebut dikhususkan bagi siswa SD kelas atas yaitu

kelas IV, V dan VI dengan asumsi bahwa siswa tersebut sudah lebih siap

menerima konsep-konsep lingual dan nonlingual bahasa asing yang diajarkan oleh

guru. Desain pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris

di SD ini memiliki nilai keterbaruan (novelty) di bidang linguistik dan

pembelajaran bahasa asing. Hal ini dikarenakan desain yang dihasilkan dapat

dijadikan sebagai pedoman baru bagi para guru di tingkat SD untuk merancang

pembelajaran bahasa Inggris yang kontekstual dan berdaya guna untuk

meningkatkan kompetensi komunikatif dan pengetahuan bahasa Inggris siswa di

Indonesia.

Dengan menggunakan kerangka teori pragmatik interkultural yang

dipadukan dengan teori pembelajaran bahasa asing (foreign language learning)

dalam paradigma pembelajaran interkultural, tujuan penelitian ini adalah:

1) menemukan bentuk-bentuk lingual yang dapat diintegrasikan pada materi

pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD.

2) menyusun perencanaan dan strategi pembelajaran kompetensi interkultural

pada pelajaran bahasa Inggris di SD.

2. Landasan teori

2.1 Pragmatik Interkultural

Pragmatik interkultural berfokus pada perolehan dan penggunaan norma

pragmatis pada pemerolehan bahasa kedua, bagaimana pembelajar bahasa kedua

memproduksi dan memahami tindak tutur, dan bagaimana kompetensi pragmatik

mereka berkembang dari waktu ke waktu (Kecskes 2014: 17). Lebih lanjut Kasper

& Dahl (Kasper dan Dahl 1991: 216) menyampaikan bahwa fokus dari

interkultural pragmatik adalah proses pemerolehan, dalam hal ini

mengembangkan pemahaman tindak tutur bukan penutur asli, dan bagaimana

pengetahuan tindak tutur pemerolehan bahsa kedua mereka diperoleh. Selain itu,

pragmatik interkultural juga mengamati perilaku tindak tutur pembelajar bahasa

sing pada anak dan orang dewasa.

Bagian penting dari pragmatik interkultural dapat dijelaskan sebagai

berikut: Pertama, landasan teori pragmatik interkultural adalah kerangka sosio-

kognitif. Kedua, pragmatik interkultural terfokus pada interkultural dibandingkan

dengan aspek budaya yang mewakili penggunaan bahasa lawan bicaranya.

Interkulturalitas dalam kerangka tersebut memiliki komponen normatif dan

emergen. Seperti dibahas sebelumnya, interkultural ini tidak hanya dibangun dari

interaksi dan sosial, namun juga bergantung pada model budaya dan norma yang

dapat didefinisikan secara relatif yang mewakili kelompok pemakai uajaran

dimana mereka berada. Model dan norma budaya pemakai bahasa pertama ini

sepenuhnya tidak mewakili interaksi antar budaya sama sekali. Sejauh mana

penutur mengandalkan model dan norma budaya tersebut dipengaruhi oleh

beberapa variabel, antara lain; dinamisme percakapan, niat individu yang muncul,

faktor situasional, proses yang terbangun, situasi yang terjadi, dan sebagainya.

Ketiga, fokus penelitian pragmatik interkultural adalah pada keaslian dan sifat

xx

penggunaan bahasa itu sendiri, dan bukan pada transfer pragmatik atau realisasi

tindak tutur dalam budaya yang berbeda. Apa yang dapat digarisbawahi dari

kajian pragmatik interkultural adalah fitur-fitur unik dari sebuah komunikasi

interkultural yang dapat membedakannya (Kecskes 2014: 18-19).

Selanjutnya, komunikasi interkultural tersebut mengarah pada perubahan

beberapa konsep dasar pragmatik seperti kerjasama, kesamaan, sensitivitas

konteks, arti penting, dan lain-lain. Secara implisit pragmatik interkultural

merupakan perkembangan dari sosiopragmatik yang kajiannya bersifat

monolingual, sedangkan pragmatik interkultural bersifat bilingual atau bahkan

multilingual. Sehingga, pada penelitian ini aspek-aspek tindak tutur yang diteliti

dengan kerangka sosiopragmatik termasuk ke dalam teori pragmatik interkultural.

Dalam hal ini, Levinson (1983:9) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa

yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud telah

tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak pernah dapat dilepaskan dari

struktur bahasanya. Dari pengertian tersebut maka jelaslah bahwa bentuk-bentuk

lingual merupakan fitur yang ada pada penelitian ini berupa tata bahasa yang

terstruktur yang terikat dengan konteks.

Bentuk-bentuk lingual pada penelitian ini adalah sebuah analisis terhadap

leksikon dan gramatika yang terdapat pada materi pembelajaran bahasa Inggris di

SD yang berkaitan dengan kompetensi interkultural. Leksikon merupakan suatu

komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian

kata dalam bahasa atau daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan

penjelasan yang singkat dan praktis (Kridalaksana, 2008:142). Menurut

Kridalaksana (1982: 98), satuan leksikon atau kosakata adalah komponen bahasa

yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa,

kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis suatu bahasa atau daftar

kata yang disusun seperti kamus. Sementara itu, kosakata tersebut terdiri atas

nomina yang bisa berupa pronomina, ekspresi atau frasa nominal/verbal, verba,

ajektiva, dan adverbia.

Gramatika yang juga disebut dengan satuan gramatikal pada penelitian

ini adalah bentuk-bentuk ujaran yang dapat dipakai untuk mengungkapkan daya

ilokusi di dalam suatu bahasa (Leech, 1983:11). Satuan gramatikal sebagai kajian

dalam penelitian ini bisa berupa morfem (pemarkah), berupa kata (pemarkahnya),

frasa, klausa, struktur kalimat, atau penanda satuan kata lainnya. (Ramlan, 1985:

24). Selain itu, wujud gramatikal lain yang dikaji pada penelitian ini adalah yang

ditemukan pada bentuk tuturan yaitu makna tindak tuturan (speech acts) menurut

Searle (1969) dan Wijana dan Rohmadi (2009), fungsi tindak tutur menurut Searle

(1983) dan Tarigan (2009), dan teori jenis tindak tutur menurut Wijana (2006) dan

Rahardi (2009).

3.2 Pembelajaran Bahasa Asing

Teori yang dapat mendukung penelitian ini adalah teori dari Chomsky

(1964) yang mengemukakan bahwa dalam belajar bahasa anak sudah memiliki

kapasitas internal yang telah dibawanya sejak lahir. Chomsky mengatakan bahwa

lingkungan hanya berfungsi sebagai pemberi masukan dan Language Acquisition

Device (LAD) itulah yang akan mengelola masukan (input) dan menentukan apa

xxi

yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya.

Dengan demikian, kemampuan yang dimiliki manusia telah terprogram secara

biologis agar manusia dapat belajar bahasa. Kemudian, kemampuan itu tumbuh

dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan biologis anak (otak, organ bicara,

dan lain-lain) yang pada akhirnya mampu mempelajari kaidah tata bahasa.

Sehingga kalimat-kalimat yang beum pernah didengar sebelumnya akan tetap

mampu diujarkan secara benar dan konsisten karena pada LAD tersebut.

Menurut pandangan tersebut, perilaku bahasa yang normal harus terbebas

dari pengaruh orang lain dan bersifat pembaharuan (innovative), maka mengerti

atau hafal sejumlah kalimat yang sudah ada dalam suatu bahasa tidaklah berarti

sudah mengetahui bahasa itu. Bahasa bukanlah sesuatu yang diperoleh dengan

tiba-tiba dan belajar bahasa tidak akan berhasil tanpa ada situasi penggunaan yang

berarti. Kreativitas merupakan hal yang utama dalam pemerolehan bahasa

sehingga seseorang dapat berbahasa di dalam kehidupan sehari-hari.

Ada dua indikator utama yang digunakan untuk mengukur potensi bahasa

seseorang, yakni kompetensi dan performasi (competence and performance).

Secara prinsip, kompetensi dan performansi berbeda. Kompetensi mengenai

pengetahuan pembicara–pendengar terhadap bahasanya, sedangkan performansi

adalah penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam konteks komunikasi

(Chomsky, 1965). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar bahasa

bukanlah sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba tanpa ada perpaduan terhadap

kedua indikator tersebut serta situasi yang melatarbelakangi bahasa itu. Proses

kompetensi kompetensi tersebut menjadi syarat terjadinya proses performansi

yang terdiri atas dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan.

Kedua proses tersebut yang akan menjadi kemampuan linguistik seorang anak.

Manfaat teori Chomsky (1965) tersebut terhadap penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk lingual apa yang sesuai untuk diterapkan

oleh guru bahasa Inggris di SD dalam mengajarkan kompetensi interkultural

sehingga mampu menghasilkan kompetensi seperti yang diinginkan. Proses

pemahaman pada siswa pada penelitian ini adalah input materi kompetensi

interkultural sebagai pengetahuan dasar dalam pemerolehan bahasa. Sedangkan

proses penerbitan adalah penguasaan dalam menggunakan bahasa asing secara

komunikatif.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D)

yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983) dengan menggunakan data

kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini dirancang untuk menghasilkan desain

pembelajaran kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD.

Pengembangan desain tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran

bahasa Inggris di SD yang lebih kontekstual dan meningkatkan kompetensi

komunikatif siswa.

Penelitian diawali dengan penelitian awal (initial study), yaitu untuk

mengetahui ada atau tidaknya kompetensi interkultural pada pembelajaran

bahasa Inggris di SD. Prosedur penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang

dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983:775-776) yang kemudian

xxii

disederhanakan karena disesuaikan dengan kebutuhan penelitian ini, yakni (1)

mengumpulkan informasi dan melakukan penelitian awal, (2) perencanaan, (3)

mengembangkan format atau desain, (4) mempersiapkan uji coba kuesioner di

lapangan, (5) melakukan tes di lapangan, (6) melakukan revisi setelah

mendapatkan masukan dari uji coba di lapangan, (7) melaksanakan tes uji coba

desain, dan (8) melakukan revisi terakhir. Subjek penelitian ini adalah dua guru

bahasa Inggris dan siswa yang berada di kelas IV, V, dan VI dari SDN

Bunulrejo 2 Malang.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara

mendalam, kuesioner, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan tenaga ahli

dan menerapkan teknik simak, rekam, catat, dan ceklist. Pada pelaksanaan

penelitian di lapangan, peneliti menggunakan alat audio visual recording untuk

memperoleh data yang akurat. Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan

kualitatif. Observasi dan wawancara digunakan untuk memperoleh data primer.

Observasi dilakukan di kelas saat proses pembelajaran bahasa Inggris

berlangsung. Sementara itu, wawancara dilakukan pada guru, informan kunci, dan

siswa. Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap: (1) bentuk-bentuk

lingual sebagai wujud materi pembelajaran kompetensi interkultural, (2)

perencanaan pembelajaran, (3) materi atau bahan ajar yang digunakan oleh guru,

dan (4) strategi mengajar guru. Wawancara digunakan untuk melengkapi data

yang diperoleh dari observasi terutama untuk mengetahui pengetahuan dan

persepsi guru dan siswa terhadap kompetensi interkultural. Kuesioner dibuat

dalam bentuk kuesioner tertutup yang diberikan kepada guru dan siswa untuk

memperoleh data tentang efektifitas desain sebagai tahap uji coba di lapangan

setelah format desain awal dikembangkan. Sementara itu, FGD dilakukan untuk

memverifikasi data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan kuesioner.

Secara spesifik, FGD juga dimaksudkan untuk memperoleh masukan dalam

merumuskan desain perencanaan pembelajaran bahasa Inggris SD berbasis

kompetensi interkultural.

Tahap menemukan desain pembelajaran kompetensi interkultural pada

pelajaran bahasa Inggris di SD melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1) Pada tahap identifikasi desain pembelajaran bahasa Inggris di SD yang

selama ini telah dikembangkan, metode yang digunakan adalah observasi non

partisipasif dengan teknik rekam dan catat.

2) Pada tahap pengumpulan data, metode yang digunakan adalah observasi non

partisipasif ke sekolah SD sebagai subjek yang terpilih. Observasi

dilaksanakan saat proses pembelajaran bahasa Inggris berlangsung di kelas

IV, V, dan VI. Data dari observasi terkumpul dicatat dengan teknik field note

dan daftar checklist.

3) Pada tahap merancang desain, metode yang digunakan adalah wawancara

mendalam dengan guru bahasa Inggris dan key informan terpilih setelah

dilaksanakan observasi. Data wawancara dalam bentuk jawaban objektif yang

diperoleh melalui teknik simak dan rekam dikumpulkan dalam bentuk

deskripsi pendek. Estimasi waktu wawancara mendalam dengan guru

dilakukan kurang lebih selama 1 jam, sedangkan dengan siswa dialokasikan

selama kurang lebih 30 menit.

xxiii

4) Pada tahap pengembangan desain, metode yang digunakan adalah penyebaran

kuesioner kepada guru dan siswa setelah format desain dibuat dan

dilaksanakan pada masa uji coba di lapangan. Closed-questionnaire dengan

teknik catat ini diberikan pada guru dan siswa di kelas setelah desain

dijelaskan. Waktu yang digunakan untuk mengisi kuesioner kurang lebih

selama 20 menit. Data dari kuesioner dikumpulkan dalam bentuk jawaban

pilihan ganda.

5) Pada tahap penyempurnaan desain, metode yang digunakan adalah FGD

dengan ahli di bidang pembelajaran bahasa Inggris. Teknik yang digunakan

pada FGD adalah diskusi dan catat. Materi FGD bertujuan untuk

memverifikasi hasil observasi, wawancara dan kuesioner. Hasilnya digunakan

untuk menyusun rumusan desain akhir. Tenaga ahli pada penelitian ini adalah

guru senior bahasa Inggris, dosen yang ahli di bidang pendidikan dan

pembelajaran bahasa Inggris untuk anak usia SD.

6) Pada tahap penyusunan rumusan desain, metode yang diterapkan adalah

observasi aktif partisipatori. Penyusunan berdasarkan pada hasil kajian dan

identifikasi berupa deskripsi tentang bentuk-bentuk lingual pada

pembelajaran kompetensi interkultural, perencanaan pembelajaran berupa

silabus dan RPP yang berisikan materi dan strategi pembelajaran. Teknik

yang digunakan adalah tulis dan catat.

7) Pada tahap finalisasi desain, metode yang digunakan adalah sharing dan

diskusi ahli dengan dosen yang berkompeten di bidang pembelajaran bahasa

Inggris untuk mendapatkan saran dan masukan dari berbagai pihak. Teknik

catat dan rekam dilakukan dengan mengundang enam tenaga ahli (dua orang

guru bahasa Inggris SD, satu orang dosen yang ahli di bidang pembelajaran

bahasa Inggris untuk SD, satu orang dosen yang ahli di bidang Linguistik,

dan dua pembimbing disertasi). Hasil diskusi ahli bertujuan untuk

memperoleh masukan terkait finalisasi desain pembelajaran.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif kuantitatif dan kualitatif interpretatif melalui tiga tahapan, yaitu (1)

open coding; (2) axial coding; dan (3) selective coding. Sedangkan metode

penyajian datanya secara informal dimana data dipresentasikan dalam bentuk

teknik deskriptif naratif berkaitan dengan pemakaian bentuk-bentuk lingual,

makna, fungsi dan jenis TT yang ditemukan pada pembelajaran bahasa Inggris di

SD dan dirangkum dalam bentuk desain perencanaan pembelajaran.

4. Pembahasan dan Temuan

4.1 Bentuk-Bentuk Lingual Materi Kompetensi Interkultural pada

Pembelajaran Bahasa Inggris di SD

Bentuk-bentuk lingual pada penelitian ini ditemukan dalam bentuk satuan

leksikon ataupun gramatika. Bentuk lingual disebut juga satuan bahasa yang oleh

Chaer (2004: 297) dikatakan dapat berupa kata, frasa, ataupun kalimat sehingga,

baik leksikon maupun gramatika, keduanya merupakan bagian dari bentuk lingual.

Pada pembelajaran di kelas IV, satuan leksikon berupa pilihan kata dan

makna yang berkaitan dengan kompetensi interkultural adalah sebagai berikut:

kosakata tentang nama-nama hewan, nama jenis pakaian, nama-nama cuaca dan

xxiv

musim, kata tanya adverbial, ekspresi untuk menyatakan waktu dan angka ordinal,

frasa tentang peringatan hari dan waktu untuk menandakan tentang bulan.

Sementara itu, bentuk lingual dalam bentuk gramatika yang muncul adalah

pemarkah yang menunjukkan arti „ke‟ dalam penulisan tanggal, bulan, dan tahun,

pola kalimat tanya dengan jawaban „yes’/’no‟, pemarkah „to be‟ sebagai penanda

waktu masa sekarang dan lampau, konsep perbandingan (degree of comparison)

dengan pemarkah „-er‟ dan „the –est‟, dan kalimat yang telah dianalisis

menggunakan teori pragmatik tergolong pada makna interkultural.

Pada pembelajaran di kelas V, bentuk-bentuk lingual yang ditemukan

adalah leksikon yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, yaitu kantor

pos dan bank, yang diajarkan melalui teks atau bacaan, konsep membaca waktu,

kegiatan sehari-hari, dan verba tentang aktivitas sehari-hari yang berhubungan

dengan bank. Bentuk lingual di kelas V dalam bentuk frasa yang ditemukan

adalah yang berhubungan dengan kebiasaan antri dan cara membaca waktu.

Sementara itu, bentuk-bentuk lingual pada gramatika yang ditemukan di kelas V

adalah membuat kalimat tanya dalam bentuk Wh-Q, kalimat tanya dengan

pemarkah Does dan Are beserta dengan jawabannya yang benar, pemarkah to be

dan subjek atau pronomina yang mengikutinya, dan macam-macam pola kalimat

yaitu positif (+), negatif (-), dan kalimat tanya (?) dengan pemarkah sufik, –s/-es

serta dengan struktur simple present tense. Sebagai kelanjutan materi di kelas IV,

di kelas V siswa diajarkan pula konsep membaca waktu dan kegiatan sehari-hari

yang mengikutinya dalam bentuk simple present tense.

Bentuk lingual di kelas VI berhubungan dengan nama macam-macam

permainan tradisional di Indonesia, nomina tentang macam-macam mata pelajaran

dan nama-nama tempat di sekolah dalam bahasa Inggris, pronomina, adjektiva

yang berhubungan dengan sifat seseorang, ekspresi tindak kesantunan dan

menyatakan rasa senang atau sedih terhadap suatu peristiwa. Selanjutnya, satuan

gramatika di kelas VI yang ditemukan adalah verba (kata kerja) tak beraturan,

bentuk lingual yang menyatakan perbedaan atau tingkatan (degree of

comparative), dan tenses dengan keterangan waktu yang menandai struktur

kalimat simple present tense dan simple past tense.

Dengan analisis menggunakan kajian pragmatik interkultural maka

ditemukan bahwa bentuk-bentuk lingual yang termasuk dalam kategori

kompetensi interkultural berupa leksikon-leksikon baru yang bermuatan budaya,

sosial atau makna asing dari bahasa target, aspek-aspek yang tidak terdapat pada

budaya bahasa pertama siswa atau yang sama-sama ada (share), namun dengan

leksikon yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, bentuk-bentuk

lingual juga terdapat pada aspek gramatikal dan termasuk dalam kategori

kompetensi interkultural adalah pemarkah-pemarkah yang menandai perbedaan

penggunaan kalimat dan memiliki ciri pembeda dengan pemarkah gramatikal

dalam bahasa Indonesia. Ditelaah dari sudut pandang pragmatik interkultural

dapat ditemukan bahwa kekhususan bentuk-bentuk lingual tersebut tidak hanya

muncul pada pemakaian nomina, frasa, atau ekspresi saja, namun makna sosial,

aspek budaya, dan penggunaan bahasa yang berbeda juga dapat ditemukan dari

aspek gramatikal.

xxv

4.2 Desain Perencanaan Pembelajaran dan Strategi Pengajaran Kompetensi

Interkultural

Penelitian ini menghasilkan desain perencanaan pembelajaran kompetensi

interkultural pada pembelajaran bahasa Inggris di SD. Perencanaan tersebut

didesain untuk pelaksanaan pembelajaran siswa kelas IV, V, dan VI dengan

berpedoman pada teori pembelajaran bahasa asing dan teori pragmatik

interkultural. Desain pembelajaran tersebut berjumlah 12 perencanaan yang terdiri

atas empat perencanaan untuk masing-masing kelas. Topik-topik perencanaan

pembelajaran disesuaikan dengan tujuan penelitian ini, yaitu difokuskan pada

kompetensi interkultural. Bentuk makna tindak tutur (TT) yang diajarkan adalah

TT ilokusi, TT fungsi direktif dalam bentuk memerintah dan TT langsung dalam

bentuk bertanya.

Selanjutnya adalah temuan berupa rumusan strategi pembelajaran

kompetensi interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD. Strategi tersebut

disebut strategi eksplorasi interkultural yang diusulkan untuk diterapkan oleh guru

bahasa Inggris di SD dalam mengajarkan aspek budaya. Contoh kegiatan

pengajaran strategi eksplorasi interkultural yang bisa diterapkan pada pelajaran

bahasa Inggris di kelas dengan berpedoman pada teori Liddicoat (2004) adalah: 1)

Interacting or transacting, 2) Registering politeness, 3) Timing and listening dan

4) Looking and learning.

4.3 Temuan

Penelitian ini menghasilkan dua temuan utama. Temuan pertama adalah

rumusan teori tentang penggunaan tindak tutur dalam konteks pembelajaran

bahasa Inggris di SD. Pembelajaran kompetensi interkultural yang terdapat pada

pelajaran bahasa Inggris di SD sebagian besar lebih menggunakan TT lokusi

(62.2%), TT asertif (jenis menyatakan) sebanyak 33%, direktif (jenis memerintah)

sebanyak 33%, dan ekspresif (memuji) sebanyak 33%, TT langsung (modus

bertanya, pernyataan, dan perintah) sebanyak 68%. Oleh karena itu, dari aspek

makna, fungsi, dan jenis TT yang diterapkan pada pembelajaran bahasa Inggris di

SD, temuan ini memberikan dukungan pada teori pembelajaran bahasa asing yang

dipelopori oleh Paul (2003) dan Brumfit (1994) yang mengklaim bahwa

pembelajaran bahasa asing untuk SD harus menyesuaikan diri dengan

karakteristik pembelajar usia anak, yaitu menggunakan bahasa yang sederhana,

mudah dimengerti maknanya, mengandung pernyataan, memberikan perintah, dan

memberikan hadiah dalam bentuk pujian. Temuan kedua adalah desain

perencanaan dan strategi pembelajaran dengan rancangan: 1) perencanaan

pembelajaran berisikan bentuk-bentuk lingual, baik berupa leksikon maupun

gramatika, yang termasuk dalam aspek kompetensi interkultural, 2) topik-topik

pembelajaran yang mengajarkan tentang dua budaya, 3) penggunaan makna,

fungsi, dan jenis TT yang mendukung tercapainya kompetensi interkultural, dan

4) penerapan strategi pengajaran eksplorasi interkultural.

xxvi

5. Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan temuan dari penelitian ini maka dapat

ditarik simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu:

1) Bentuk-bentuk lingual yang ditemukan pada pembelajaran kompetensi

interkultural pada pelajaran bahasa Inggris di SD ditemukan dalam bentuk

satuan leksikon dan gramatika. Pada satuan leksikon yang ditemukan adalah:

nomina, pronomina, adjektiva, verba, adverbial, ekspresi, dan frasa. Satuan

gramatika yang ditemukan adalah: pemarkah untuk bentuk nomina, verba, dan

adjektiva, struktur kalimat, dan verba tak beraturan. Terdapat satu komponen

TT yaitu TT lokusi dan enam jenis TT yang sebagian besar digunakan pada

pembelajaran kompetensi interkultural, yaitu TT asertif (jenis menyatakan),

direktif (jenis memerintah), dan ekspresif (memuji), TT langsung (modus

bertanya, pernyataan, dan perintah), dan TT literal (T2Lt).

2) Desain perencanaan dan strategi pembelajaran dirancang dengan menggunakan

kriteria: 1) perencanaan pembelajaran berisikan bentuk-bentuk lingual baik

berupa leksikon maupun gramatikal yang termasuk dalam aspek kompetensi

interkultural, 2) topik-topik pembelajaran yang mengajarkan tentang dua

budaya, 3) penggunaan makna, fungsi, dan jenis TT yang mendukung

tercapainya kompetensi interkultural, dan 4) penerapan strategi pengajaran

eksplorasi interkultural. Desain perencanaan dan strategi pembelajaran yang

diusulkan dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan tujuan penelitian ini.

5.2 Saran

Berdasarkan sejumlah temuan yang telah dikemukakan pada penelitian

ini, maka berikut beberapa saran yang dapat disampaikan:

1) Luasnya ruang lingkup dan banyaknya variabel penelitian yang berkaitan

dengan telaah linguistik dan pengajaran bahasa maka disarankan agar peneliti

di bidang linguistik dan pengajaran selanjutnya untuk mengembangkan kajian

dari segi bentuk-bentuk lingual, perencanaan pembelajaran, dan strategi

pengajaran.

2) Guru hendaknya selalu kreatif untuk merancang desain pembelajaran yang

sesuai dengan kebutuhan anak dan yang berpusat pada siswa aktif. Prinsip

pembelajaran bahasa Inggris di SD, yaitu learning by doing dan active

learning harus diperhatikan.

3) Hendaknya guru bahasa Inggris SD mengintegrasikan pemahaman

kompetensi interkultural melalui topik-topik pembelajaran yang menantang

dan menarik agar siswa lebih mudah memahami bahasa asing yang

dipelajarinya melalui pemahaman tentang budayanya.

4) Semoga hasil dari disertasi ini dapat diterima oleh masyarakat pendidikan dan

bermanfaat bagi siswa, guru, peneliti di bidang linguistik dan pengajaran, dan

bagi pengembangan pendidikan bahasa khususnya bahasa Inggris di SD.

xxvii

EXCERPT OF DISSERTATION

INTERCULTURAL COMPETENCE IN ENGLISH INSTRUCTIONAL

ACTIVITIES FOR ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS

1. Introduction

This current study analyzes lingual forms integrated in intercultural

competence-based English instructional materials for elementary schools. It aims

at designing proper intercultural competence-based instructional activities to

achieve students‟ English competence underpinning contextual learning. Curtin &

Pesola (1994) assert that students will succeed in their learning foreign language

provided that the process of learning is within communicative and meaningful

contexts. The intended contexts comprise social and cultural situations, games,

songs/chants, stories, arts, crafts, and sport (Curtin & Pesola, 1994). The acquired

knowledge and competence are then to be projected as intercultural competence.

Intercultural competence in English for elementary schools is of urgency

to acquire so as to equip students with interactional competence in using foreign

language. The so-called competence covers up not merely social skill, but training

sensitivity and awareness of values, point of view, way of life, and way of

thinking of the target language users as well. In addition, students‟ independence

in communicating values and personal point of view is also an inseparable aspect

to be aimed for. Intercultural competence in elementary school is to be adjusted to

students‟ characteristics, needs, competence level, and learning styles.

Arriving at intercultural competence in English has sought for well-

designed instructional activities to equip students with verbal communication

skills, both in simple and limited forms. It is expected that students are competent

to use the target language and to get themselves involved well in global

competition. This current study is expected to result in instructional design in the

form of written ideation and conception covering some instructional materials,

such as: lingual forms, lesson plans, and instructional strategies.

The design of intercultural competence-based English instructional

activities for elementary school that has been viewed from pragmatic studies will

be able to implant holistic cultural awareness into students‟ conception,

particularly those manifested in lingual forms, lexicon and grammar. Lexicon

covers up vocabulary bank showing students‟ knowledge on target language

cultures. It is, for instance, reflected in vocabularies related to names of food,

daily activities, weathers, celebrations/festivals, etc. Grammatical forms comprise

the aspects of grammar such as: phoneme, morpheme, word, phrase, clause,

sentence types, speech act, as well as discourse. All of which display cultural

differences (in using the languages) between students‟ first land target languages.

The design of instructional activities focuses on elementary school

students, especially those in grade IV, V, and VI. This is not without

consideration. Students in those levels have been selected as they are perceived to

be ready to be exposed to lingual and non-lingual concepts of the target language.

The designed intercultural competence-based English instruction for elementary

school offers an array of novelty, in which it contributes mainly to the fields of

xxviii

linguistics and foreign language learning. The outcome of this study could then be

used as the guideline for teachers in designing English instructional activities in

contextual and meaningful ways. At the end, it is expecting students‟

communicative competence and knowledge of English.

Departing from intercultural pragmatic theories integrated into foreign

language learning theories within the framework of intercultural competence-

based instructional paradigm, this current study aimed at:

3) finding out lingual forms integrated into intercultural competence-based

English instructional materials for elementary school

4) designing intercultural competence-based lesson plans and instructional

strategies for teaching English in elementary schools.

2. Theoretical Review

2.1. Intercultural Pragmatics

Intercultural pragmatics puts it main concern on the acquirement and use

of pragmatic norms in second language acquisition, how learners of second

language produce and comprehend speech acts, and how their pragmatic

competence develops along the time (Kecskes, 2014, p. 17). Kasper & Dahl

(1991, p. 216) assert that intercultural pragmatics constitutes the investigation on

the process of acquiring the comprehension on speech acts and how the

knowledge on speech acts in second language acquisition is achieved. Besides,

intercultural pragmatics investigates the speech act behaviors of foreign language

learners, both children and adults.

The pivotal part of intercultural pragmatics lies on the following

highlights: First, the foundation of intercultural pragmatic theory is socio-

cognitive framework. Second, intercultural pragmatics focuses more on

intercultural than merely cultural aspects representing the language use of

interlocutors. The term “intercultural” conveys normative and emergent

components. In other words, the term “intercultural” is not solely developed

through interaction and social aspects, but it depends on the forms of culture and

norms that are relatively defined to represent the language user groups wherever

they are. Cultural models and norms of first language users do not represent cross-

cultural interaction. How far speakers take into account cultural models and norms

is of much influenced by the following variables: conversation dynamic,

individual intention, situational factor, the established process, different situation,

etc. Third, the focus of intercultural pragmatics is on the originality and the

characteristics of the language use, but not on pragmatic transfer nor the

realization of speech acts in different cultures. The point to ponder is that

intercultural pragmatics offers unique features of intercultural communication

(Kecskes, 2014, p. 18-19).

Intercultural pragmatics denotes several changes on the basic concepts of

pragmatics such as: collaboration, similarities, context sensitivity, core meanings,

etc. Implicitly, intercultural pragmatics departs from socio-pragmatics with

monolingual nature; however, it is more bilingual or even multilingual in nature.

The aspects of speech acts socio-pragmatically investigated in this current study

fall within the framework of intercultural pragmatic theories. In that regards,

xxix

Levinson (1983, p. 9) defines pragmatics as the study of language, accentuating

the relation between language and contexts. The intended contexts have been

grammaticized and codified so as not to be taken out from its language structure.

The mentioned definition has then made the conception clear that lingual forms

constitute structured grammar embedded to their contexts.

Lingual forms investigated in this current study cover up the analyses on

lexicon and grammar in intercultural competence-based English instructional

materials for elementary school. Lexicon is one of language components

portraying any information related to meanings, diction, and/or word entries as

those in a dictionary, wrapped in concise and practical rhetoric (Kridalaksana,

2008, p.142). According to Kridalaksana (1982, p. 98), lexicon or vocabulary

consists of nouns, pronouns, expressions or verb/noun phrase, verb, adjective, and

adverb.

Grammatical units in this current study refer to forms of utterance which

are used to express an illocutioner‟s attempts in any language (Leech, 1983, p.

11). The investigated grammatical units were in the forms of morphemes

(markers), words (word marking), phrases, clauses, sentence structures, or other

unit markers (Ramlan, 1985, p. 24). In addition, another grammatical unit

investigated in this current study is speech act as those in Searle (1969) and

Wijana & Rohmadi (2009), the functions of speech act by Searle (1983) and

Tarigan (2009), as well as speech act theories put forward by Wijana (2006) and

Rahardi (2009).

2.2 Foreign Language Learning

The theory underpinning the investigation in this current study is the one

proposed by Chomsky (1964) suggesting that in learning a language, children

have been equipped with innate internal capacity. It is further stated that

environment functions merely as an input and the so-called Language Acquisition

Device (LAD) is what manages any input and determines what to acquire, either

sound, word, phrase, clause, sentence, or else. By that it means human‟s capability

has been biologically programmed to acquire a language. The innate capability

grows and develops along with biological growth (brain, speech organ, etc.) to

eventually achieve competence on language grammar. Accordingly, unfamiliar

sentences or constructions could still be pronounced properly and consistently due

to the existing LAD.

Departing from those views, normal language behavior is supposed to be

free from others‟ influences and innovative by nature. Comprehending or

memorizing a number of sentences does not imply previously knowing the

language. Language is not an instant acquirement nor a success without

meaningful usage. Creativity is the key determinant in language acquisition so as

to enable someone to make use of a language in daily bases.

There are two main indicators to measure someone‟s language potential,

namely: competence and performance. In essence, competence and performance

differ one another. Competence deals with the knowledge of speaker-hearer on a

language; while performance reflects the use of language in real bases as a means

of communication (Chomsky, 1965). Learning a language is not instantaneous,

xxx

without sharpened competence and performance. Competence is pre-requisite for

performance that comprises two processes: comprehension and utterance. Both of

which shape linguistic ability of a human. Chomsky‟s (1965) theory has

contributed to this current study, in a way that it describes lingual forms suitable

to be used by the English teachers in the elementary school when it comes to

teaching intercultural-based competence. The students have been given inputs in

the forms of intercultural competence-based English instructional materials in the

process of target language acquisition. At last, language learners are to master and

make use of the target language communicatively.

3. Method

Employing Research and Development (R&D) postulated by Borg & Gall

(1983) as a method, this current study analyzed quantitative and qualitative data.

This study has resulted in the design of intercultural competence-based English

instruction for elementary schools. It aims at improving the quality of English

instruction in elementary schools to be more contextual as well as achieving

students‟ communicative competence.

The stages of this study are as follows. At the first stage, initial study

was conducted, aiming at detecting whether intercultural competences have

been inserted in English instructional activities for elementary schools. The

procedures of this study are based upon the stages proposed by Borg & Gall

(1983, p. 775-776). Those stages were then simplified, considering the needs of

the study, into the followings: (1) collecting information and conducting initial

study; (2) planning, (3) developing format or design; (4) preparing try-out of

questionnaires on the field; (5) conducting try-out on the field; (6) revising

based on the feedbacks; (7) testing the design; and (8) revising for finalization.

Two English teachers and students in grade IV, V, and VI in SDN Bunulrejo 2

Malang were recruited as the subjects of this study.

The data were collected by means of observation, in-depth interview,

questionnaires, Focus Group Discussion (FGD) involving experts by integrating

the techniques of listening, recording, taking notes, and making checklist. In the

field implementation, audio visual recording was used to gather accurate data.

There were quantitative and qualitative data to be collected. Observation and

interview were conducted to collect primary data. The observation was done in

class during the teaching-learning process. The interview was conducted with the

teachers, key informants, and students. Both observation and interview aimed at

revealing: (1) lingual forms manifesting intercultural competence-based

instructional materials; (2) lesson plans; (3) instructional materials; and (4)

instructional strategies. The interview was done to supplement the data collected

during the observation, in particular, to tap the information about the teachers‟ and

students‟ knowledge and perceptions on intercultural competence. The

questionnaire was designed to be closed-ended to tap the information related to

the effectiveness of the design. FGD was conducted to verify the data collected

from the observation, interview, and questionnaire. In specific, FGD generated

more feedbacks for better design of intercultural competence-based English

instructional activities.

xxxi

The followings present the steps for developing the design of intercultural

competence-based English instructional activities:

8) For identifying the design, non-participatory observation was conducted by

means of recording and note taking.

9) For collecting the data, non-participatory observation was chosen as the

method. The observation was conducted during the teaching-learning

processes in grade IV, V, and VI. The data were collected by means of field

notes and checklist.

10) For creating the design, in-depth interview was conducted with the English

teachers and key informants. The data are in the form of objective answers

recorded and written in short description. The in-depth interview with the

teachers was conducted in around 1 hour; while the interview with the

students was done in 30 minutes.

11) For developing the design, closed-ended questionnaires were distributed to

the teachers and students after the draft had been completed and tried out in

classes. The allocated time for filling out the questionnaires was around 20

minutes. There were a number of multiple choice questions to be answered by

the respondents.

12) For finalizing the design, FGD involving experts in English teaching and

learning was conducted. The FGD was done by means of discussion and note

taking. It mainly aimed to verify the results of observation, interview, and

questionnaire. The inputs were used for the necessary betterment of the

design. The expert teams included lecturers specializing in English for Young

Learners.

13) For further designing the draft, active participatory observation was

conducted. This stage considered the findings of theoretical reviews and

identification on the lingual forms of intercultural-based competence,

syllabus, and lesson plans containing instructional materials and strategies.

Note taking was chosen as the technique to do so.

14) For finalizing the design, sharing and discussion with the experts were

conducted to generate suggestions and feedbacks. Note taking and recording

were done during the discussion with six experts (two English teachers, one

lecturer specializing in EYL, one lecturer specializing in linguistics, and two

dissertation advisors). The results of the discussion were considered and used

for improving the quality of the instructional design.

xxxii

The data were analyzed by means of descriptive quantitative and

interpretative qualitative analyses, elaborated in these three stages: (1) open

coding; (2) axial coding, and (3) selective coding. The data were displayed

informally, in which the data were presented descriptively and narratively,

comprising lingual forms, meanings, functions, and the types of speech act found

in the English instructional activities in the elementary school and summarized in

the form of instructional design.

4. Findings and Discussion

4.1 Lingual Forms found in Intercultural Competence-based English

Instructional Materials for Elementary School

Lingual form is also referred to a language unit which, as Chaer (2004, p.

297) puts it, can be in the form of words, phrases, or sentences, so that both

lexically and grammatically are parts of lingual form.

In grade IV, the lexical units in the forms of diction and meaning with

intercultural contents comprise: vocabularies for animals, types of clothing,

weathers and seasons, interrogative adverbs, expressions of time and ordinal

numbers, phrases of day and time reminder as well as month. The lingual form in

the form of grammatical unit, however, might contain markers which indicate „x-

th‟ in numbering date, months, and year, yes-no questions, marker „to be‟ as an

indicator of time in the present and past, comparison concept or degree of

comparison with marker „-er‟ and „the –est‟, and sentence which has been

pragmatically analyzed to belong to intercultural meaning.

In grade V, the lingual forms with intercultural contents include: nouns

related to public services, concept of time, daily activities with cultural

characteristics showing differences and similarities of two cultures, phrases with

cultural and social meanings such as queuing, how to read time, interrogative

sentence structure and its specific answers, sentence structures conveying the

characteristics of the target language, types of sentences with verbs, and sentences

with intercultural meanings. The lingual forms of lexical units found are related to

public services such as post office and banks taught through texts or reading, the

concept of reading time, daily activities, verbs for daily activities, and others

entities related to bank.

The lingual forms taught to the students at grade V are phrases related to

queuing habit and how to read time. Meanwhile, the grammatical units are on how

to construct interrogatives with Wh-Q, interrogatives with „does‟ and „are‟

markers with their respective answers, marker „to be‟ and its succeeding subject or

pronoun, and types of sentences covering affirmatives, negatives, and

interrogatives using suffix –s/-es marker, as well as simple present sentence

structure. As a continuation of materials taught at grade IV, at grade V, the

students are taught the concept of reading time and daily activities using simple

present tense.

The lingual forms taught at grade VI are the continuation of materials

taught in the previous grade. The learning materials from grade VI are included in

the National Examination and are the reviews of materials taught at grade IV and

V with some additional elaboration and reinforcement. The lingual forms of

xxxiii

lexical and grammatical units with intercultural contents taught bilingually at

grade VI include: names of various traditional games in Indonesia, nouns for types

of subjects at school, names of places at school in English, pronouns, adjectives

describing the characteristic of a person, politeness expressions and expressions of

happiness or sadness in response to any particular situation. Meanwhile, the

grammatical units taught at grade VI are: irregular verbs, differences or degrees of

comparison, and tenses with time indicators signifying sentence structures,

namely simple present tense and simple past tense.

By means of intercultural pragmatic analysis, some intercultural

competence-based lingual forms found are in the forms of lexicons portraying

cultures, social aspects or meanings of the target language, as well as aspects non-

existent in Bahasa Indonesia or present in both languages but with lexical features

translated from English. Furthermore, the lingual forms are also present in

grammatical units. The grammatical units present in intercultural-based

instructional activities are markers signaling differences in the use of sentences

and with differences from grammatical markers in Bahasa Indonesia.

4.2 The Design of Intercultural Competence-based English Instruction and

Instructional Strategies

This current study has resulted in the design of intercultural competence-

based English instructional activities for elementary school. The design is

applicable for English instruction in grade IV, V, and VI as it bases on the well-

grounded theories of foreign language teaching and intercultural pragmatics.

There have been in total 12 designed instructional scenarios; 4 for each grade. The

topics have been adjusted to the aim of this study that is intercultural competence.

The aspects of speech acts to teach include illocution, directive speech act, and

speech acts in the form of interrogative construction.

The other findings are related to the formulated intercultural competence-

based English instructional strategies for elementary school. The formulated

strategies are then called as intercultural exploratory proposed to be implement by

teachers in elementary school for teaching cultural aspects. The sample strategies

are based on the theories proposed by Liddicoat (2004), as follows: 1) Interacting

or transacting, 2) Registering politeness, 3) Timing and listening, and 4) Looking

and learning.

4.3 Outcomes

This current study has resulted two outcomes. The first outcome is the

theoretical construct of speech acts in the context of English instructional

activities for elementary school. Intercultural competence-based instructional

activities in elementary school has mostly made use of locution (62.2%), assertive

(33%), directive (33%), and expressive (complimenting) for 33%, direct speech

acts (the modes of asking, stating, and command) for 68%. Considering the

aspects of meaning, function, and types of speech acts implemented in English

instructional activities for elementary school, this sort of outcome has contributed

to the theory of foreign language learning postulated by Paul (2003) and Brumfit

(1994) claiming that foreign language learning for elementary school level should

xxxiv

fit students‟ characteristics, that are making use of simple and easily

comprehended constructions/utterances, as well as containing clear statements,

giving commands, and giving rewards in the form of compliments.

The second outcome is the design of instructional activities and strategies

consisting the followings: (1) lesson plans integrating lingual forms, both lexicon

and grammar, as well as intercultural competence; (2) topics to teach two differing

cultures; (3) the use of meaning, function, and types of speech act to achieve

intercultural competence; and (4) the implementation of intercultural exploration-

based English instructional strategies.

5. Conclusion and Recommendations

5.1 Conclusion

Based on the findings and discussion, the following conclusion is

formulated:

1) Lingual forms found in the intercultural competence-based English

instructional activities for elementary school are in the forms of lexicon and

grammar. The lexicons include: noun, pronoun, adjective, verb, adverb,

expression, and phrase. The grammatical units include: markers for noun, verb,

and adjective, sentence structure, and irregular verb. There is one speech act

component which is locution and six types of speech act that have been mostly

introduced in intercultural competence-based English instructional activities.

The found speech acts are assertive (stating), directive (command), and

expressive (complimenting), direct speech acts (the modes of asking, stating,

and command), and literal speech acts.

2) The lesson plans and instructional strategies are designed based on the

following criteria: 1) containing lingual forms, both lexicon and grammar, that

integrate intercultural competence, 2) topics to teach two differing cultures, 3)

the use of meaning, function, and types of speech act to achieve intercultural

competence; and 4) the implementation of intercultural exploration-based

English instructional strategies.

5.2 Recommendations

Based on the findings and discussion elaborated above, below are some

recommendations:

1) The broad scope and numerous variables related to linguistic analysis and

theories of teaching open more rooms for researchers in linguistics and

language teaching to further investigate lingual forms, lesson planning, and

instructional strategies.

2) It is recommended that teachers be creative in designing their instructional

activities and materials to fulfil students‟ needs and create student-centered

learning. Two principles for teaching English in elementary school should

always be brought into real implementation; they are learning by doing and

active learning.

3) Intercultural competence should be integrated in various instructional topics so

as to create challenging and active participatory provoking instructional

xxxv

activities. Students in elementary school are to be equipped with the skills to

be proficient in the target language (foreign language) by means of cultures.

4) It is highly expected that this dissertation be accepted by academicians and

education practitioners, as well as offer contributive benefits for students,

teachers, and researchers in the field of linguistics and language teaching, and

education development, to be specific in elementary schools.

xxxvi

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ........................................................................................

SAMPUL DALAM .....................................................................................

MOTTO DAN VISI ....................................................................................

i

ii

iii

PRASYARAT GELAR .............................................................................. Iv

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... v

PENETAPAN PANITIA PENILAI .......................................................... vi

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................ vii

LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................................... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... ix

ABSTRAK .................................................................................................. xiv

ABSTRACT ................................................................................................

RINGKASAN DISERTASI .......................................................................

xvi

xviii

EXCERPT OF DISSERTATION ............................................................. xxvii

DAFTAR ISI ........................................................................................... xxxvi

DAFTAR TABEL .................................................................................. xxviii

DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xxix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xxx

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................

xxxi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 12

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 13

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN .............................................................

17

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 17

2.2 Konsep .................................................................................................... 27

2.2.1 Kompetensi Interkultural ................................................................... 28

2.2.2 Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ................................................... 32

2.2.3 Bentuk-Bentuk Lingual ....................................................................... 35

2.3 Landasan Teori ...................................................................................... 37

2.3.1 Kajian Pragmatik ................................................................................ 39

2.3.1.1 Pragmatik Interkultural ......................... .......................................... 42

2.3.1.2 Pragmatik Interkultural dalam Pembelajaran ................................. 47

2.3.2 Pembelajaran Bahasa Asing ................................................................ 49

2.3.2.1 Kompetensi Pembelajaran Bahasa ................................................... 51

2.3.2.2 Pembelajaran Kompetensi Interkultural .......................................... 54

2.4 Model Penelitian .................................................................................... 60

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 63

3.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................... 63

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 64

xxxvii

3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 66

3.4 Instrumen Penelitian .............................................................................. 68

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 69

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ......................................................... 72

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .............................. 73

BAB IV BENTUK-BENTUK LINGUAL MATERI KOMPETENSI

INTERKULTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA

INGGRIS SEKOLAH DASAR ……………………………....

75

a.

4.1 Satuan Leksikon ...……………………………………………………. 76

4.1.1 Satuan Leksikon Berupa Nomina …………………………………... 77

4.1.2 Satuan Leksikon Berupa Pronomina ……………………………...... 91

4.1.3 Satuan Leksikon Berupa Adjektiva ……………………………......... 94

4.1.4 Satuan Leksikon Berupa Verba …………………………………...... 95

4.1.5 Satuan Leksikon Berupa Adverbia .……………………………........ 99

4.1.6 Satuan Leksikon Berupa Ekspresi ………………………………...... 100

4.1.7 Satuan Leksikon Berupa Frasa Nominal ……………………………. 107

4.2 Satuan Gramatika .…………………………………………………... 114

4.2.1 Satuan Gramatika Berupa Pemarkah Nomina ……………………... 115

4.2.2 Satuan Gramatika Berupa Pemarkah Adjektiva …………………...... 116

4.2.3 Satuan Gramatika Berupa Struktur Kalimat ………………………... 118

4.2.4 Satuan Gramatika Berupa Pemarkah Verba ………………………… 134

4.2.5 Satuan Gramatika Berupa Verba Tak Beraturan ……………………. 136

4.3 Kajian Pragmatik Interkultural Bentuk-Bentuk Tindak Tutur pada

Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ....……………………………….

142

4.3.1 Bentuk Ungakapan Menurut Makna Tindak Tutur (Speech Acts) ..... 143

4.3.1.1 Tindak Lokusioner (Locutionary acts) ………………………….... 143

4.3.1.2 Tindak ilokusioner (Illocutionary acts) .………………………….. 149

4.3.1.3 Tindak Perlokusioner (Perlocutionary acts) ……………………... 152

4.3.2 Bentuk Ungkapan Berdasarkan Fungsi-Fungsi Tindak Tutur …….... 156

4.3.2.1 Tindak Tutur Asertif …………………………………………........ 157

4.3.2.2 Tindak Tutur Direktif ………………………………………........... 160

4.3.2.3 Tindak Tutur Ekpresif …………………………………………...... 163

4.3.3 Bentuk Ungakapan Berdasarkan Jenis Tindak Tutur dalam Praktik

Berbahasa ….......................................................................................

165

4.3.3.1 Tindak Tutur Langsung (Directive speech) dan Tidak langsung

(Indirective speech) .........................................................................

166

4.3.3.2 Tindak Tutur Literal (Literal speech) dan Tidak Literal (Iliteral

speech) …………………………………………………………...

174

BAB V PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN

KOMPETENSI INTERKULTURAL PADA PELAJARAN

BAHASA INGGRIS SD BERDASARKAN KAJIAN

PRAGMATIK INTERKULTURAL ………………………….

180

5.1 Perencanaan Pembelajaran Kompetensi Interkultural ……………....... 180

xxxviii

5.1.1 Desain Perencanaan Pembelajaran di SDN Bunulrejo 2 Malang dan

Desain yang diusulkan ......................................................................

181

5.1.2 Desain Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas IV, V, dan VI ........

5.1.2.1 Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas IV ………………………

5.1.2.2 Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas V ......................................

189

190

195

5.1.2.3 Perencanaan Pembelajaran untuk Kelas VI ………………………. 201

5.2 Strategi Pengajaran Kompetensi Interkultural ……………………....... 211

5.2.1 Penerapan Strategi Pengajaran Bahasa Inggris di SD ……………..... 211

5.2.2 Usulan Strategi Pengajaran Interkultural ……………………............ 215

5.2.3 Keunggulan Strategi Pengajaran Interkultural yang Diusulkan …......

5.2.4 Kendala dalam Penerapan Strategi Pengajaran yang Diusulkan .........

219

223

BAB VI TEMUAN BARU DISERTASI …………………………......... 229

6.1 Temuan Teoretis …………………………………………………….... 229

6.2 Temuan Empiris ……………………………………………………… 235

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 243

7.1 Simpulan …………………………………………………………....... 243

7.1.1 Bentuk-Bentuk Lingual Materi Kompetensi Interkultural …………. 243

7.1.2 Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Kompetensi Interkulutral

pada Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ………………………….

246

7.2. Saran ………………………………………………………….....…… 247

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 250

LAMPIRAN ................................................................................................ 255

xxxix

DAFTAR TABEL

4.1 Bentuk Lingual dan Jenis Satuan Lingual pada Materi Kompetensi

Interkultural pada Pembelajaran Bahasa Inggris di SD .........................

138

5.1

Profil Perencanaan Pembelajaran Kompetensi Interkultural Pelajaran

Bahasa Inggris SD Berdasarkan Kajian Pragmatik Interkultural...........

208

xl

DAFTAR BAGAN

2.1 Hubungan antara Kompetensi Komunikatif dan Kompetensi

Interkultural .....................................................................................

31

2.2 Komponen Kompetensi Bahasa ...................................................... 54

2.3 Sistem Masukan/Luaran Model Penelitian Kompetensi

Interkultural Pembelajaran Bahasa Inggris Siswa SD ......................

61

xli

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi ................................................................... 255

Lampiran 2 Lembar Interview Guru dan Siswa ......................................... 256

Lampiran 3 Kuesioner untuk Guru dan Siswa ............................................ 259

Lampiran 4 Data Hasil Observasi Pembelajaran Bahasa Inggris di SD...... 264

Lampiran 5 Data Bentuk-Bentuk Lingual................................................... 273

Lampiran 6 Data Tindak Tutur ................................................................... 280

Lampiran 7 Contoh Perencanaan Pembelajaran ......................................... 304

Lampiran 8 Foto-foto Penelitian ................................................................. 309

Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian .................. 310

xlii

DAFTAR SINGKATAN

DIKNAS

DGPAj

Pendidikan Nasional

Data Gramatika Pemarkah Adjektiva

DGPn Data Gramatika Pemarkah Nomina

DGPv Data Gramatika Pemarkah Verba

DGSk Data Gramatika Struktur Kalimat

DGVtb Data Gramatika Verba Tak Beraturan

DLAj Data Leksikon Adjektiva

DLAd Data Leksikon Adverbia

DLE Data Leksikon Ekspresi

DLF Data Leksikon Frasa

DLN Data Leksikon Nomina

DLPr Data Leksikon Pronomina

DLV Data Leksikon Verba

KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

SD Sekolah Dasar

SDN Sekolah Dasar Negeri

TT Tindak Tutur

TTL (T2L) Tindak Tutur Langsung

TTTL (T3L) Tindak Tutur Tak Langsung

TTLt (T2Lt) Tindak Tutur Literal

TTTLt (T3Lt) Tindak Tutur Tidak Literal