22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korupsi sudah lama melanda Negara Indonesia dan sudah menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial dan budaya. Fenomena ini semakin berkembang karena selama ini masyarakat dalam berinteraksi, selalu memikirkan untuk mendapat keuntungan bagi dirinya. Hal ini yang menyebabkan sebagaian besar warga masyarakat malas untuk melaporkan oknum pejabat negara, birokrat, konglomerat dan oknum aparat hukum yang melakukan korupsi. 1 Tindak pidana korupsi termasuk ke dalam tindak pidana khusus karena bersumber pada peraturan perundang-undangan di luar KUHP. 2 Di Indonesia tindak pidana korupsi dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain tindak pidana khusus, tindak pidana korupsi juga digolongkan sebagai Extra ordinary Crime atau kejahatan luar biasa yang juga membutuhkan penanganan luar biasa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam pemberantasan korupsi dengan menetapkan berbagai strategi nasional, lebih-lebih di era reformasi ini, pemerintah telah membentuk suatu lembaga yaitu lembaga 1. Marwan Effendy, 2012, Kapita Selekta Hukum Pidana, Referensi, Jakarta, hlm. 3. 2. Adami Chazawi, 2006, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT.Alumni,Bandung, hlm. 1.(selanjutnya disingkat Adami Chazawi I )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

  • Upload
    dotuyen

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Korupsi sudah lama melanda Negara Indonesia dan sudah menyentuh

semua aspek kehidupan masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial dan budaya.

Fenomena ini semakin berkembang karena selama ini masyarakat dalam

berinteraksi, selalu memikirkan untuk mendapat keuntungan bagi dirinya. Hal ini

yang menyebabkan sebagaian besar warga masyarakat malas untuk melaporkan

oknum pejabat negara, birokrat, konglomerat dan oknum aparat hukum yang

melakukan korupsi.1

Tindak pidana korupsi termasuk ke dalam tindak pidana khusus karena

bersumber pada peraturan perundang-undangan di luar KUHP.2 Di Indonesia

tindak pidana korupsi dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain tindak pidana khusus, tindak

pidana korupsi juga digolongkan sebagai Extra ordinary Crime atau kejahatan

luar biasa yang juga membutuhkan penanganan luar biasa.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam

pemberantasan korupsi dengan menetapkan berbagai strategi nasional, lebih-lebih

di era reformasi ini, pemerintah telah membentuk suatu lembaga yaitu lembaga

1.

Marwan Effendy, 2012, Kapita Selekta Hukum Pidana, Referensi, Jakarta, hlm. 3. 2.

Adami Chazawi, 2006, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT.Alumni,Bandung,

hlm. 1.(selanjutnya disingkat Adami Chazawi I )

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

2

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pembentukan Komisi Pemberantasan

Korupsi ini dibentuk agar pemberantasan tindak pidana korupsi dapat ditangani

secara profesional, intensif dan berkesinambungan, sehingga apa yang menjadi

tujuan KPK dapat tercapai, yakni untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dibentuknya Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) ini didasari oleh ketentuan Pasal 43

ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jucto Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan

bahwa “Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini mulai

berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”

Sejak berdirinya lembaga KPK maka institusi yang memiliki kewenangan

dalam melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi adalah Kepolisian,

Kejaksaan dan KPK. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan “KPK adalah Lembaga Negara

yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas

dari pengaruh kekuasaan manapun”. Kekuasaan manapun yang dimaksud yakni

semua aspek yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota

Komisi secara individu baik dari pihak legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun

pihak lain yang berkaitan dengan kasus korupsi yang sedang atau akan ditangani.

Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 menyatakan

bahwa “Penyidik tindak pidana korupsi adalah penyidik pada Komisi

Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi.” Sebelum dimulainya suatu proses penyidikan, terlebih

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

3

dahulu telah dilakukan proses penyelidikan oleh penyelidik pada suatu perkara

tindak pidana yang terjadi.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum

Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP merumuskan yang dimaksud

dengan Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang

untuk melakukan penyidikan. Namun, dalam hal tertentu Jaksa juga memiliki

kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara atau tindak pidana khusus, seperti

perkara Hak Asasi Manusia dan Tindak Pidana Korupsi, hal ini tercantum dalam

Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa “Kejaksaan mempunyai

wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu.”

Pasal 1 angka 5 KUHAP menyatakan pengertian penyelidikan adalah

“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini.”

Pengertian tersebut terlihat bahwa penyelidikan merupakan tindakan

tahap pertama permulaan penyidikan, namun pada tahap penyelidikan

penekanan diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang dianggap atau diduga sebagai suatu tindak pidana.3 Sedangkan pada

penyidikan, titik beratnya tekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta

3.

M.Yahya Harahap, 2003, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan Dan Penuntutan ( Edisi Kedua), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 101.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

4

mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang

serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya.

Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana sangat mempengaruhi tahap

penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dan bila suatu penyidikan

berhenti di tengah jalan karena suatu hal, misalkan tidak ditemukannya alat bukti

yang cukup atau peristiwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana maka

dalam hal ini KUHAP memberikan kewenangan penghentian penyidikan kepada

penyidik, yakni penyidik berwenang bertindak menghentikan penyidikan yang

telah dimulainya. Hal ini tercantum dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang

menyatakan bahwa : “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak

cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau

penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu

kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya.” Berdasarkan Pasal 109 ayat

(2) KUHAP tersebut setiap penghentian penyidikan yang dilakukan pihak

penyidik secara resmi harus menerbitkan Suatu Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3).4

Berbeda dengan Kejaksaan dan Kepolisian sebagai penyidik suatu

tindak pidana, KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) dalam setiap penyidikan yang dilakukannya. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 yang menyebutkan “Komisi

Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah

Penghentian Penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.”

4.

Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktis Dan

Permasalahannya, P.T. Alumni , Bandung, hlm.54.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

5

Kewenangan KPK yang tidak dapat mengeluarkan Surat Perintah

Penghentian Penyidikan (SP3) dan penuntutan ini menimbulkan pro dan kontra

dalam masyarakat5, karena sebagian besar masyarakat menganggap bahwa tidak

berwenangnya KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)

tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) sebagai hukum dasar tertinggi di Indonesia,

hal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945

yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan wajib menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya.” Dan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang

menyatakan “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Serta

hal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 109 ayat (2) KUHAP.

Pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada tindak

pidana korupsi ini juga menciptakan pencitraan negatif terhadap kinerja aparat

penegak hukum, karena dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) oleh penyidik selalu menjadi bahan pembicaraan di masyarakat

bahwa penegak hukum tidak serius dalam menyelesaikan berbagai kasus tindak

pidana korupsi yang terjadi di negara ini, sehingga masyarakat menghendaki agar

pelaku tindak pidana korupsi dapat diproses secara hukum sehingga mendapatkan

sanksi hukuman yang seadil-adilnya, pemberian Surat Perintah Penghentian

5. Taufiqurrohman, “Pro-Kontra Ide KPK Bisa Menerbitkan SP3 “, Kompas Rabu, 17 Juni

2015, hlm. 1.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

6

Penyidikan (SP3) pada pelaku tindak pidana korupsi dinilai dapat menghancurkan

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka tidak berwenangnya KPK

mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dapat dilihat dari dua

sudut pandang yang berbeda, yang pertama ditinjau dari sudut pandang hak-hak

yang dimiliki oleh seorang tersangka pada tindak pidana korupsi sekilas,

ketentuan dalam Pasal tersebut dinilai melanggar hak asasi tersangka yang juga

merupakan warga negara, sebab tanpa adanya Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3), maka seseorang yang sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh

KPK seolah-olah tidak lagi memiliki kesempatan untuk dipulihkan kehormatan

dan martabatnya, padahal filosofi adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan

(SP3) adalah sebagai bahan koreksi bagi instrumen penegak hukum untuk

memulihkan kehormatan dan martabat tersangka, bila penyidik ternyata tidak

memiliki cukup bukti untuk meneruskan kasus ke tingkat penuntutan. Maka tanpa

adanya mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), KPK akan

memaksakan setiap kasus yang ditanganinya untuk diteruskan ke tahapan yang

lebih tinggi yaitu tahap penuntutan dan persidangan.

Berbeda halnya jika kita melihat dari sudut pandang lain, yaitu dari sudut

pandang yang kedua bahwa latar belakang dibentuknya KPK adalah sebagai

salah satu lembaga untuk menegakan hukum di Indonesia dalam usaha

pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini tercantum dan tercermin dalam

Undang-Undang No.30 Tahun 2002 bahwa wewenang yang dimiliki KPK berada

di luar sistem hukum material dan formal Undang-Undang hukum pidana yang

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

7

konvensional. Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang-

Undang No. 30 Tahun 2002 adalah kewenangan untuk : Melakukan penyadapan

dan merekam pembicaraan (Pasal 12 ayat (1) huruf a), Supervisi terhadap instansi

lain (Pasal 6 huruf b), Mengambil alih penyidikan yang dilakukan oleh instansi

lain (Pasal 8), Melakukan penyelidikan, penyidikan dan sekaligus penuntutan

(Pasal 6 huruf c), sehingga dengan adanya kewenangan yang sangat luas tersebut

KPK disebut sebagai lembaga superbody.

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan juga mengungkapkan bahwa

“Awalnya KPK dibentuk oleh DPR RI karena melihat situasi pemberantasan

korupsi yang perlu dikuatkan, kewenangan penyidikan bukan hanya dari

Kejaksaan Agung ataupun Polri, Dalam posisi itulah kita awalnya menyusun

dalam Undang-Undang KPK yang isinya menyatakan bahwa KPK tidak bisa

melakukan SP3.”6 Oleh karena itu semuanya dikembalikan lagi kepada landasan

sosiologis, yuridis dan filosofis Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jucto

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi itu sendiri yang berusaha mewujudkan clean government dan menegakan

keadilan bagi mereka yang melakukan perbuatan menyimpang.

Terjadinya beberapa kasus pada tahun 2014-2015 belakangan ini

menimbulkan pandangan negatif masyarakat pada KPK, mereka menilai bahwa

dengan tidak berwenangnya KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian

6.

Ibid.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

8

Penyidikan (SP3) maka kinerja KPK dianggap tidak maksimal serta kurang teliti

dalam melaksanakan tugasnya dan memaksakan suatu kasus untuk diteruskan ke

tahapan yang lebih tinggi yaitu tahap penuntutan dan persidangan, contoh kasus

yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan penetapan tersangka

oleh Pengadilan Negeri yang berwenang, terkait kasus korupsi yang dilakukan

oleh Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, Mantan Wali Kota Makassar

Ilham Arief Sirajuddin, Dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi

Poernomo, Hakim menyatakan penetapan status tersangka pada kasus tindak

pidana korupsi tidak sah karena KPK tidak memiliki cukup alat bukti serta tidak

mengikuti prosedur yang berlaku.

Contoh Kasus Komisaris Jenderal Pol. Budi Gunawan misalnya, Hakim

Sarpin menyebutkan bahwa “KPK, dalam persidangan, menyebut penetapan

tersangka sudah melalui dua alat bukti kuat. Namun, dalam persidangan KPK

hanya menyerahkan nomor register sprindik. Penetapan tersangka Budi Gunawan,

harus dibatalkan karena tidak memiliki alat bukti kuat.”7

Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersifat independen dan

bukan merupakan lembaga inti penegak hukum dalam sistem peradilan pidana di

Indonesia, mempunyai prosedur khusus yang digunakan untuk menegakan

hukum, salah satunya adalah KPK tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sehingga akibatnya setiap kasus

7.

Imam Sukamto ,” Lima Dalil Hakim Sarpin Menangkan Budi Gunawan” Kompas

Selasa, 17 Februari 2015.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

9

korupsi yang ditangani oleh KPK harus betul-betul sesuai dengan qualifikasi yang

menjadi kewenangan KPK dan kasus tersebut harus dilanjutkan sampai proses

persidangan dipengadilan. Menurut penulis hal ini perlu dikaji lebih dalam lagi

dan dicarikan solusi yang tepat sehingga mekanisme proses penangganan tindak

pidana korupsi tetap menjujung tinggi nilai-nilai keadilan serta tetap menghormati

hak asasi setiap warga negara, sehingga tidak ada lagi persepsi penilaian negatif

masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum dan KPK dalam menanggani

kasus korupsi di Indonesia. berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis

membuat penelitian ilmiah yang berjudul “URGENSI PENERBITAN SURAT

PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) OLEH KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

KORUPSI DI INDONESIA”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka

dari itu ada dua rumusan masalah yang akan penulis angkat sebagai rumusan

masalah dari skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah koordinasi antara penyidik dari Kepolisian, Kejaksaan dan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan tindak pidana

korupsi di Indonesia ?

2. Mengapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang untuk

menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam

penanganan tindak pidana korupsi ?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

10

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Agar suatu masalah tidak keluar dari pokok permasalahan, maka dalam

penulisan skripsi ini ruang lingkup masalahnya hanya dibatasi pada :

1. Untuk rumusan masalah yang pertama akan di bahas tentang koordinasi

terkait tugas, wewenang dan fungsi dari Kepolisian, Kejaksaan dan KPK,

dalam sistem peradilan pidana di Indonesia untuk penanganan tindak

pidana korupsi.

2. Untuk rumusan masalah yang kedua akan di bahas tentang tidak

berwenangnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerbitkan

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perkara korupsi.

1.4.Orisinalitas Penelitian

Penulis menyatakan bahwa sesungguhnya penelitian yang berjudul “Urgensi

Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia” ini

merupakan pemikiran asli penulis. Beberapa penelitian terdahulu dengan jenis

yang sama ada dalam perpustakaan skripsi dan internet diantaranya :

1. Pluralisme Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Tesis

Tahun 2006) Oleh I Ketut Sudjana, Universitas Udayana. Dengan rumusan

masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana sinkronisasi dan koordinasi penyidikan dalam penyidikan

tindak pidana korupsi yang dilakukan Polisi, Jaksa dan KPK di

Indonesia?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

11

b. Bagaimana cara penyelesaian/proses penyidikan tindak pidana korupsi ?

2. Ketidakwenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Untuk

Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)(Analisis

Hukum Islam Terhadap Pasal 40 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)) Skripsi Tahun 2009, Oleh

Ahmad Muzamil, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.

Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah latar belakang lahirnya ketententuan ketidakwenangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan surat

perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam Pasal 40 Undang-undang

No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ?

b. Bagaimanakah tinjauan hukum pidana Islam terhadap ketidakwenangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan surat

perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam Pasal 40 Undang-undang

No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ?

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

1. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pembelajaran,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu hukum dalam bidang

peradilan tentang Urgensi Penerbitan Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Perkara

Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Sehingga harapan penulis nantinya

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

12

masyarakat dapat mengetahui pentingnya penerbitan Surat Perintah

Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

3. Untuk dapat mengembangkan diri pribadi mahasiswi ke dalam kehidupan

bermasyarakat.

1.5.2 Tujuan Khusus

Disamping tujuan umum tersebut diatas, penelitian ini secara spesifik

diharapkan mampu :

1. Agar kita dapat mengetahui tentang koordinasi terkait tugas, wewenang

dan fungsi dari Kepolisian, Kejaksaan dan KPK dalam sistem peradilan

pidana di Indonesia untuk penanganan tindak pidana korupsi.

2. Agar kita dapat mengetahui alasan tidak berwenangnya KPK menerbitkan

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam sistem peradilan

pidana di Indonesia.

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum, terutama tentang

koordinasi terkait tugas, wewenang dan fungsi dari KPK, Kepolisian, dan

Kejaksaan tersebut, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia untuk penanganan

tindak pidana korupsi dan alasan tidak berwenangnya KPK menerbitkan Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam sistem peradilan pidana di

Indonesia

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

13

1.6.2.Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi hukum

positif dan memberikan pemikiran untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi

pemerintah dan seluruh aparat penegak hukum seperti Jaksa, Hakim, Polisi,

Advokat, Lembaga Pemasyarakatan serta lembaga lain yang terkait permasalahan

ini seperti KPK ataupun lembaga lainnya yang dalam menanggani serta

menyelesaikan permasalahan tentang koordinasi tugas,wewenang dan fungsi dari

KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana korupsi serta

Kewenangan Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.

1.7. Landasan Teoritis

Pengertian atau asal kata korupsi menurut Fockema Andrea dalam Andi

Hamzah, kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang

berarti penyuapan. Kata corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpore yang

berarti merusak, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun

kebanyak bahasa Eropa seperti dalam bahasa Inggris : corruption, corrupt,

Perancis : corruption dan Belanda : corruptie.8

Menurut Subekti, korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya

diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi,

unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri

8. Andi Hamzah , 2006, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional Dan

Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta ,hlm.4. (selanjutnya disingkat Andi Hamzah I).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

14

dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk

kepentingannya.9

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyimpulkan

bahwa korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan

uang sogok dan sebagainya. Soedarsono menyimpulkan bahwa korupsi adalah

penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat

seseorang bekerja untuk kepentingan pribadi atau orang lain.10

Berdasarkan hal tersebut maka, pemerintah telah membentuk suatu

lembaga yaitu lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tujuan

pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi ini adalah agar pemberantasan

tindak pidana korupsi dapat ditangani secara profesional, intensif dan

berkesinambungan, sehingga apa yang menjadi tujuan KPK dapat tercapai, yakni

untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan

tindak pidana korupsi. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (KPK) ini didasari oleh ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jucto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa “Dalam waktu

paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

9. Muzadi, 2004, Menuju Indonesia Baru, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, Bayumedia Publishing, Malang, hlm.22. 10.

Poerwadarminta. 1976, Kamus Hukum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.

hlm.121.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

15

Sejak berdirinya lembaga KPK maka institusi yang memiliki kewenangan

dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi

adalah Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 menyebutkan bahwa “KPK adalah Lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari

pengaruh kekuasaan manapun”. Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang No. 30

Tahun 2002 menyatakan bahwa “Penyidik tindak pidana korupsi adalah penyidik

pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Pengertian penyidik menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP Penyidik adalah

“Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil

tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan

penyidikan”. Namun, dalam hal tertentu Jaksa juga memiliki kewenangan

sebagai penyidik terhadap perkara atau tindak pidana khusus, seperti perkara Hak

Asasi Manusia dan Tindak Pidana Korupsi, hal ini tercantum dalam Pasal 30 ayat

(1) huruf d Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

“Kejaksaan mempunyai wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

tertentu”.

Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang berfungsi

sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan

korupsi (trigger mechanism) KPK memiliki tugas dan wewenang yang cukup

berbeda, diantaranya melakukan kordinasi dan supervisi, termasuk melakukan

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam kasus korupsi. Hal ini berbeda

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

16

dengan kewenangan yang dimiliki oleh komisi-komisi anti korupsi yang pernah di

bentuk sebelumnya. Selain itu dalam pelaksanaan tugasnya, KPK bertanggung

jawab hanya kepada publik atau kepada masyarakat, KPK hanya memberi laporan

secara berkala saja kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) hal ini tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang

No.30 Tahun 2002.

Setiap penyidikan perkara pidana, tidak tertutup kemungkinan menemukan

jalan buntu sehingga tidak mungkin lagi melanjutkan penyidikan. Dalam situasi

demikian, penyidik diberi kewenangan untuk melakukan penghentian penyidikan,

Hal ini tercantum dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa :

“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti atau

peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan

dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut

Umum, tersangka atau keluarganya”. Berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP

tersebut setiap penghentian penyidikan yang dilakukan pihak penyidik secara

resmi harus menerbitkan suatu Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).11

Penghentian penyidikan adalah tindakan penyidik menghentikan

penyidikan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana karena untuk

membuat suatu terang peristiwa yang diduga dan menentukan pelaku sebagai

tersangkanya tidak terdapat cukup bukti atau dari hasil penyidikan diketahui

bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan

11.

Lilik Mulyadi, 2007, Op.cit, .hlm. 54.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

17

dihentikan demi hukum.12

Sedangkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

(SP3) adalah merupakan surat pemberitahuan dari penyidik pada Penuntut Umum

bahwa perkara dihentikan penyidikannya.

Penghentian penyidikan dapat dilakukan dengan alasan-alasan

sebagaimana berikut:13

a) Karena tidak cukup bukti

Tindakan penyidik menghentikan penyidikan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana karena untuk membuat suatu terang peristiwa itu dan

menentukan pelaku-pelaku sebagai tersangkanya tidak terdapat cukup bukti atau

dari hasil penyidikan diketahui bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak

pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.

b) Karena bukan merupakan tindak pidana

Penyidikan telah dilakukan dan ternyata terungkap fakta-fakta yang

tadinya dipersangkakan perbuatan pidana namun ternyata bukan perbuatan pidana,

maka penyidik harus menghentikan penyidikan. Terhadap penghentian penyidikan

dengan alasan bukan merupakan perkara pidana, penyidik tidak dapat

mengadakan penyidikan ulang karena perkara tersebut bukan merupakan lingkup

hukum pidana. Kecuali bila ditemukan indikasi yang kuat membuktikan

sebaliknya.

c) Penyidikan dihentikan demi hukum

12.

Harun M. Husein, Penyidikan Dan Penentuan Dalam Proses Pidana, 1991, Rineka

Cipta, Jakarta, hlm.311. 13.

M. Yahya Harahap, Op.cit, hlm.150.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

18

Penghentian penyidikan demi hukum ini dikaitkan dengan alasan-alasan

hukum yang mengakibatkan penyidikan tidak dapat dilanjutkan, yaitu:

1. Hapusnya hak menuntut pidana karena nebis in idem (Pasal 76 KUHP)

2. Tersangka pelaku tindak pidana meninggal dunia (Pasal 77 KUHP)

3. Kadaluwarsa (lewat waktu) Hal ini juga kadang berkaitan dengan

kepentingan pribadi korban yang merasa keberatan jika perkaranya

diketahui orang banyak (Pasal 78 KUHP)

Berbeda dengan Kejaksaan dan Kepolisian sebagai penyidik suatu

tindak pidana, KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) dalam setiap penyidikan yang dilakukannya14

. Hal

ini ditegaskan dalam Pasal 40 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 yang

menyatakan “Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan

surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak

pidana korupsi”.

1.8. Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini, merupakan penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif ialah metode penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka,15

yang diteliti dan dikaji dalam

penulisan ini adalah Pasal-Pasal dan proses penerapan Pasal terkait dengan

14.

Emerson Yuntho, Tanpa Tahun, "Mencermati Pemberian SP3 Kasus Korupsi", URL :

Http://Www.Hukumonline.Com/Detail.Asp?Id=11608&Cl=Kolom, Diakses Pada Rabu, 16

September 2015, Pukul 22:10:21 WITA. 15.

Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 13.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

19

koordinasi tugas, wewenang dan fungsi KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam

penanganan tindak pidana korupsi serta Penerbitan Surat Perintah Penghentian

Penyidikan (SP3) dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, serta literatur-

literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang hendak diteliti.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa jenis pendekatan,

yaitu : pendekatan kasus (case approach), pendekatan Fakta (fact approach),

pendekatan frasa (words & pharase approach), pendekatan sejarah (historical

approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan

perbandingan (comparative approach), pendekatan konsep (conseptual

approach), pendekatan analisis (analytical approach), pendekatan filasafat

(philosophical approach).16

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk

skripsi ini digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan

pendekatan konsep (conseptual approach).

1.8.3 Bahan Hukum

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini berasal dari penelitian

kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah menggunakan

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Dalam penelitian ini sumber bahan hukum yang dimaksudkan adalah

sebagai berikut :

16.

Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Fajar Inter Pratama Offset, Jakarta, hlm.

93.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

20

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat

karena dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum

Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor

76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150).

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4168).

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi ((Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4168).

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

21

Tahun 2004 Nomor 67,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4401).

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer yang meliputi antara lain : buku-buku hukum

(literatur), artikel, makalah, thesis, skripsi, dan bahan-bahan hukum seperti

dokumen dan surat-surat perjanjian yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu

berupa kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia, ensiklopedia, dan

sebagainya.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan-bahan hukum diawali dengan kegiatan inventarisasi,

dengan pengoleksian dan pengorganisasian bahan-bahan hukum ke dalam suatu

sistem informasi, sehingga memudahkan kembali penelusuran bahan-bahan

hukum tersebut. Bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan studi

dokumentasi, yakni dengan melakukan pencatatan terhadap sumber-sumber bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, selanjutnya dilakukan inventarisasi

bahan-bahan hukum yang relevan dengan cara pencatatan atau pengutipan dengan

menggunakan sistem kartu. Masing-Masing kartu diberikan identitas sumber

bahan hukum yang dikutip dan halaman dari sumber kutipan. Di samping itu,

diklasifikasikan menurut sistematika rencana skripsi, sehingga ada kartu untuk

bahan-bahan Bab I, Bab II, dan seterusnya, kecuali untuk bagian penutup.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Bab 1.pdf · Contoh tindakan yang tergolong non-konvensional dalam Undang- ... yang terjadi yaitu dikabulkannya pengajuan praperadilan

22

1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan-bahan hukum dalam penelitian ini akan dilakukan secara

analisis Kualitatif deskriptif, artinya, analisa dilakukan dengan menguraikan dan

menjelaskan masalah terkait secara detail dari berbagai aspek sesuai dengan

lingkup penelitian, selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan pada alasan-

alasan yang bersifat penalaran hukum, yakni dengan mengemukakan doktrin dan

asas-asas yang ada terkait dengan permasalahan.