Upload
tranminh
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional pada intinya bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur. Dari sudut pandang perekonomian, makmur dapat
diartikan dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita nasional, sedangkan
adil disini diartikan dapat menjamin adanya pembagian pendapatan yang merata
bagi seluruh rakyat dalam berbagai lapisan.
Guna mencapai tujuan nasional tersebut maka diperlukan sumber
pendanaan yang besar dan kuat disamping sumber daya manusianya. Oleh karena
itu sangat diharapkan peran serta masyarakat dan segenap warga negara.
Pembangunan merupakan kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinanmbungan dan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil
dan spirituil, maka diperlukan usaha untuk menggali potensi sumber dana
pembangunan tersebut. Seperti telah diketahui bahwa untuk menyelenggarakan
pemerintah dan pembiayaan kegiatan pembangunan telah diupayakan agar sumber
dananya diperoleh sebagian dari dalam negeri sendiri yaitu antara lain melalui
sektor perpajakan.
“Pajak sendiri dapat berarti iuran kepada negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak ada timbal balik (kontraprestasi) secara
langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Soemitro,
Mardiasmo (2011:1). Maka untuk menambah ketaatan wajib pajak dan membayar
2
pajaknya perlu diterapkan Undang-Undang perpajakan serta hukum pasti dalam
mengatur perpajakan, Undang-undang ini diperlukan supaya penerimaan negara
dapat berjalan dengan maksimal dan dengan pajak, pemerintah dapat mengatur
alokasi sumber-sumber ekonomi, dan sebagainya. Dimana penerimaan pajak
memiliki peranan yang strategis dalam menunjang operasi fiskal pemerintah.
Selain sebagai penerimaan utama negara,pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian.
Pandiangan ( 2010 : 24 ) Pajak yang merupakan perpindahan sebagai
kekayaan atau harta yang dimiliki masyarakat (privat) kepada negara (publik)
yang prosesnya dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Ciri khas
inilah yang membedakan dengan jenis penerimaan atau jenis pemungutan negara
yang lainnya. Dari pengamatan dan kajian yang penulis lakukan atau unsur dalam
pengertian dan proses pengenaan pajak yaitu dapat dipaksakan kepada
masyarakat, hal ini menunjukan bahwa pada hakikatnya pelaksanaan pajak itu
lebih cenderung berada di masyarakat sebagai pihak aktif. Ini didukung oleh
kondisi riil, bahwa yang mengetahui apakah ada kekayaan (termasuk penghasilan)
yang dimiliki dan berapa besarnya, yang dapat dipindah/diberikan kepada negara
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dimasyarakat sendiri.
Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai regulator, administrator untuk
penerimaan negara, sebagai inspktor apakah masyarakat telah melaksanakan
kewajiban pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku.
Muljono ( 2010:27 ) menyatakan akuntansi pajak adalah bidang akuntansi
yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan, yang mengacu pada peraturan,
3
perundang-undangan, dan aturan pelaksanaan perpajakan. Prinsip akuntansi pajak
meliputi:
a. Kesatuan akuntansi
Pembukuan harus memisahkan harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya,
penjualan dan pembelian wajib pajak.
b. Kesinambungan
Data-data yang berkaitan dengan pembukuan wajib pajak harus disimpan di
Indonesia, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 10 tahun.
c. Harga pertukaran yang objektif
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan, serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman.
d. Konsistensi
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip atau azas konsisten, dalam artian
apabila wajib pajak telah memilih salah satu metode pembukuan, harus diikuti
setiap tahunnya secara konsisten. Segala bentuk perubahan dalam prinsip
mauupun metode perhitungan pembukuan harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal pajak agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu tentang
ada atau tidaknya objek pajak yang timbul akibat perubahan tersebut.
e. Konservatif
Akuntansi pajak cenderung menggunakan prinsip realisasi, walaupun terdapat
juga pengakuan terhadap prinsip-prinsip konservatif, seperti ada perhitungan
4
rugi selisih kurs; wajib pajak boleh memilih antara kurs tetap-rugi selisih kurs
diakui kalau sudah direalisasi, atau kurs tengah BI atau kurs yang sebenarnya
berlaku pada akhir tahun-rugi kurs diakui setiap akhir tahun, walaupun belum
direalisasi.
Pajak Pertambahan Nilai sendiri merupakan pajak yang dikenakan pada
waktu perusahaan melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Setiap
pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang
dijual/dihasilkan, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari
hasil beli barang, sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari
harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang merupakan pajak pengeluaran untuk
masa pajak yang bersangkutan.
PT. Bumi Menara Internusa merupakan suatu perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri perikanan. Perusahaan melakukan pembelian terhadap
Barang Kena Pajak (BKP) yaitu berupa perlengkapan peralatan kerja maka
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) barang tersebut. Sebaliknya perusahaan melakukan penjualan barang
tersebut, maka perusahaan berhak melakukan pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) keluaran terhadap Barang Kena Pajak (BKP). Pajak masukan yang
telah disetorkan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang telah di pungut.
Kelebihan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dapat diresitusi atau
dikompensasikan kemasa tahun berikutnya.
5
Prosedur Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kompleks bila
dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) sebelumnya. Namun, Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengatur secara jelas bagaimana
mekanisme pembukunan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, sehingga masing-
masing perusahaan membukukannya sesuai dengan persepsinya. Tidak ada
setoran yang jelas mengenai Pajak Masukan dan Pajak Keluaran tersebut akan
menyebabkan terjadinya kesalahan pencatatan oleh perusahaan di dalam laporan
keuangan khususnya Neraca.
Berdasarkan penjabaran diatas penulis mencoba melakukan pembahasan
tentang penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap
Undang-undang perpajakan yang berlaku. Maka penelitian ini mengambil judul
“Analisis Penerapan Penghitungan Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada
PT. Bumi Menara Internusa Surabaya”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan
yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana penerapan, penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
pada PT. Bumi Menara Internusa?”
1.3. Tujuan Penelitian
“Untuk menguji bagaimana penerapan, penghitungan dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai pada PT. Bumi Menara Internusa?”
6
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PT. Bumi Menara
Internusa Surabaya guna memberi masukan dalam hal pelaporan SPT masa
PPN.
2. Bagi penulis sendiri bisa menambah wawasan dan pengetahuan di dalam
akuntansi perpajakan terutama dalam hal PPN.
3. Bagi pembaca akan menambah wawasan perihal perlakuan terhadap PPN baik
dari mekanisme penghitungan , penyetoran dan perolehan.
7
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Pajak
Pengertian atau definisi pajak bermacam-macam, para pakar perpajakan
mengemukakannya berbeda antara satu sama lain dari waktu ke waktu, meskipun
demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Pajak menurut salah satu
usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperolah atau mendapatkan dana
dari masyarakat. Pajak merupakan pungutan wajib atau dipaksakan kepada rakyat.
Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli:
Menurut Soemitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Menurut Purwono ( 2010:7 ) pajak menurut pasal 1 Undang-Undang No.
28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan didefinisikan
sebagai berikut:
“kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
8
2.1.2. Pengelompokkan Pajak
Menurut Mardiasmo ( 2011:5 ) pengelompokan pajak di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan
menurut lembaga pemungutannya.
Menurut golongannya pajak terdiri dari:
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut sifatnya di bedakan menjadi :
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
9
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Cukai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:
- Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
- Pajak kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
Menurut Mardiasmo ( 2011:7 ), pemungutan pajak dilarang diborongkan.
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat
ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban
perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan
berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban
perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),
dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
Pembahasan Tata Cara Pemungutan Pajak antara lain:
Stelsel Pajak dalam pemungutannya pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel
yaitu :
10
a. Stelse nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
dan kekurangan.Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan
pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan
pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kamudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada
pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika
lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
11
Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Sistem pemungutan pajak merupakan ketentuan umum keputusan undang-undang
perpajakan yang dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Maka sistem pemungutan pajak menurut Mardiasno (2011:7) terbagi menjadi
sebagai berikut:
a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.
2. Wajib pajak bersifat pasif.
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
12
b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
3. Fiskus tidak ikutt campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
Ciri-ciri: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
Menurut Mardiasmo ( 2011:8 ) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang
pajak:
a) Ajaran formil yaitu Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan
pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
b) Ajaran materiil yaitu Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada self assessment system.
13
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal Pembayaran, Kompensasi,
Daluwarsa, Pembebasan dan penghapusan.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan,
kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan UU tentang Perpajakan maka Tarif
pajak menurut Mardiasmo ( 2011:9 ) ada 4 macam yaitu sebagai berikut:
a) Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya
nilai yang dikenai pajak.
Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
b) Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai
nominal berapapun adalah Rp 3.000,00.
c) Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar. Pasal 17 Undang-undang pajak penghasilan untuk Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri
d) Tarif degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak
semaki besar.
14
Menurut Mardiasmo (2011:9-10) ada dua fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi budgetair yaitu Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (regulerend) yaitu Pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.
Contoh:
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
2) Pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif.
3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.
Menurut Mardiasmo ( 2011:5 ) Hukum Pajak mengatur hubungan antara
pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Ada 2 macam hukum pajak yaitu :
a) Hukum Pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang
dikenal objek pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala
sesuatu tentang timbulnya dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara
pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan
15
b) Hukum Pajak Formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum
materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil), Dalam
Hukum formil memuat antara lain :
1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur), penetapan suatu utang pajak.
2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak
mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang
pajak.
3) Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/atau
pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan
banding.
Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2.1.3. Definisi Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana terakhir
dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
bagian penjelasan yang dimaksud Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak
yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa, di dalam daerah pabean yang
dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta
pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan peranan Pajak Penjualan
(PPn) di Indonesia, karena Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa karakter
positif yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Menurut Sukardji (2009:9)
16
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-
undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-
undang No. 6 Tahun 2009. Mardiasmo ( 2011:22 )
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang di dalamnya
terutang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan
kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-undang ini memuat
ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya diberlakukan bagi
undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang
bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Mardiasmo ( 2011:274 ) menyatakan Undang-undang yang mengatur
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjulan atas Barang
Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang atau Jasa dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang
ini disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Menurut Sukardji (2009:133), Subyek PPN dapat dikelompokan menjadi
dua, yaitu :
a. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN 1984.
17
b. Bukan pengusaha kena pajak
Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan Pengusaha
Kena Pajak pun dapat menjadi subyek PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4
huruf b, huruf d, huruf e serta pasal 16C UU PPN 1984. Berdasarkan pasal-pasal
ini dapat diketahui bahwa dapat dikenakan PPN:
1) Siapa pun yang mengimpor Barang Kena Pajak (Pasal 4 huruf b UU PPN
1984)
2) Siapa pun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (Pasal 4
huruf d dan huruf e UU PPN 1984)
3) Siapa pun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya (Pasal 16C UU PPN 1984).
PPN dikenakan terhadap konsumsi yang dilakukan didalam negeri. Oleh
sebab itu, ketika konsumsi dilakukan atas Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak yang berasal dari luar daerah pabean oleh konsumen dalam negeri, maka
PPN yang terutang akan dibayar sendiri oleh konsumen tanpa memperhatikan
apakah konsumen tersebut Pengusaha Kena Pajak.
Menurut Resmi ( 2011:5 ) PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya
pajak yang pada akhirnya dapat dibebaskan atau diahlikan kepada orang lain atau
pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetorkan,
dan melaporkan PPN terdiri atas:
18
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP
di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud/BKP tidak
Berwujud/JKP.
2. Pengusaha kecil yang memiliki untuk dikukuhkan sebaagai PKP.
Menurut Mardiasmo ( 2011:283 ) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah :
- Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
- Barang tidak berwujudnya yang diserahkan merupakan BKP Tidak
Berwujud
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
- Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha, syarat-syaratnya adalah :
- Jasa yang diserahkan merupakan JKP
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
- Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh pengusaha Kena Pajak; dan
19
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Barang Kena Pajak (BKP) dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang-
undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang
tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang.
Jenis-jenis barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang
Kena Pajak dalam Pasal 1A ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah:
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian
2. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing)
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang
4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
8. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
20
penyerahannya dianggap langsung dari Pengsaha Kena Pajak kepada pihak
yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak adalah:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dasar;
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;
3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal PKP melakukan
pemusatan tempat pajak terutang;
4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak
Masukan atas perolehan tidak dapat dikreditkan.
Menurut Mardiasmo ( 2011:277 ), Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap
kegiatan pelayanan yang derdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak sedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan berdasarkan Undang-
Undang PPN 1984.
21
Menurut Mardiasmo ( 2011:289 ) ketentuan Pasal 11 Undang-Undang
PPN dan PPnBM menyebutkan terutang pajak terjadi pada saat:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP);
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP);
3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
5. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
7. Ekspor Jasa Kena Pajak;
8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak
(BKP) Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean.
Menurut Waluyo (2011,31) sebagaimana diamanatkan oleh pasal 12 ayat
(1) Undang-Undang PPN dan PPnBM bahwa Direktur Jendral diberikan
kewenangan menetapkan tempat lain sebagai tempat pajak terutang. Untuk
menghitung besarnyanya pajak PPN yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan
Pajak (DPP).
Menurut Mardiasmo ( 2011:285 ) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah
jumlah Harga Jual atau Pengganti atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai
lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar
22
untuk menghitung pajak yang terutang. Untuk menghitung besarnya Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak. yang
menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah :
a) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang
PPN dan pemotongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak (Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 ayat 18).
b) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP,
atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh
Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP
Tidak berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
c) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabean dan cukai untuk impor BKP,
tidak termasuk PPN dan PPn BM yang menurut Undang-Undang PPN 1984.
d) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya di minta oleh eksportir.
23
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang
sebagai berikut:
1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah
harga jual.
2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.
3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300 m²
atau lebih, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% (empat puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun (tidak
termasuk biaya perolehan tanah).
6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
penggantian setelah dikurangi laba kotor.
7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
penggantian setelah dikurangi laba kotor.
8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga
jual rata-rata.
9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
11. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar.
24
12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan.
13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakat antara pedagang perantara dengan pembeli.
14. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang.
15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.
16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Menurut Sukrisno ( 2010:166 ) tarif PPN umumnya 10%, tetapi dengan
peraturan pemerintah dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya
15%. Sedangkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0% (nol persen)
ditetapkan atas:
a. Ekspor BKP Berwujud;
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
c. Ekspor JKP
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk
perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan dengan kegiatan tersebut
dapat dikreditkan.
25
Menurut Mardiasmo ( 2011:288 ) cara menghitung Pajak Pertambahn
Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai
(10% atau 0% untuk Ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
Menurut Muljono ( 2008:61 ) Pajak Masukan adalah:
“Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena
perolehan BKP dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP”.
Pajak keluaran menurut Muljono ( 2008:73 ) adalah:
“Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor
BKP tidak berwujud dan atau ekspor JKP”.
Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan menurut Waluyo (2011,99) adalah:
1. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh pengusaha Kena Pajak pada waktu
perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak
pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
2. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus
dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
26
3. Penghitungan PPN yang harus dibayar dan disetorkan oleh Pengusaha Kena
Pajak ke kas Negara, terlebih dahulu wajib pajak harus mengurangi Pajak
Keluaran dengan Pajak Masukan yng dapat dikreditkan.
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
dibayar dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara.
5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada
Masa Pajak yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau
penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena
Pajak digunakan oleh Direktorata Jendral Bea dan Cukai.(Waluyo, 2011 : 83)
Ketentuan formal perubahan Faktur Pajak diatur dalam Pasal 13 Undang-
Undang PPN dan PPnBM dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Menteri
Keuangan No. 38/Pj/2010 dan Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 13/Pj/2010
yang telah diubah dengan peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor Per 65/Pj/2010
Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 13/Pj/2010 Tentang
Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuaan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak.(Waluyo, 2011 : 91)
27
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau Penerima JKP;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan Pemotongan
harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPn BM yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Mardiasmo (2011 : 37) telah menjelaskan Surat Setoran Pajak (SSP)
adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) sendiri yaitu sebagai bukti pembayaran
pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang
berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.(Mardiasmo, (2011 : 37)
Menurut Mardiasmo (2011 : 31) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
28
Menurut Mardiasmo (2011:32) Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) antara lain
yaitu :
Bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang :
a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
mulai pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak
atau Bagi Tahun Pajak;
b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
c) Harta dan kewajiban; dan/atau
d) Pembayaran dari pemotongan atau pemungutan tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang peribadi atau badan lain dalam 1(satu) Masa Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang :
a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Secara garis besar Jenis SPT dibedakan menjadi dua (Mardiasmo, 2011:34) yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa
Pajak atau pada suatu saat.
SPT Masa terdiri dari:
1) SPT Masa Pajak Penghasilan;
2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan
3) SPT Masa Pajak Pertambahn Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai.
SPT dapat berbentuk formulir kertas (hardcopy) dan e-SPT
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
2.1.4. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Purwono (2011 : 308) ada satu hal yang harus diperhatikan ketika
melakukan pencatatan perkiraan PPN, yaitu sifat PPN Masukan (PM), jika PM
dapat dikreditkan, maka pencatatannya dilakukan sebagai uang muka pajak.
Sebaliknya jika PM tidak dapat dikreditkan, maka pencatatan langsung
dibebaskan sebagai biaya.
30
Muljono (2010:27) menyatakan bahwa Akuntansi pajak adalah bidang
akuntansi yang berkaitan dengan penghitungan perpajakan, yang mengacu pada
peraturan, perundang-undangan, dan aturan pelaksanaan perpajakan. Prinsip
akuntansi pajak meliputi:
a) Kesatuan akuntansi
Pembukuan harus memisahkan harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya,
penjualan dan pembelian wajib pajak.
b) Kesinambungan
Data yang berkaitan dengan pembukuan wajib pajak harus disimpan
diIndonesia, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 10 tahun.
c) Harga pertukaran yang objektif
Direktur Jendral Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan, serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman.
d) Konsistensi
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip atau azas konsisten, dalam artian
apabila wajib pajak telah memiliki salah satu metode pembukuan, harus
diikuti tiap tahunnya secara konsisten. Segala bentuk perubahan dalam prinsip
maupun metode penghitungan pembukuan harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jendral Pajak agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu tentang
ada atau tidaknya objek pajak yang timbul akibat perubahan tersebut.
31
e) Konservatif
Akuntansi pajak cenderung menggunakan prinsip realisasi, walaupun terdapat
juga pengakuan terhadap prinsip-prinsip konservatif, seperti ada penghitungan
rugi selisih kurs; wajib pajak boleh memilih antara kurs tetap/atau rugi selisih
kurs diakui kalau sudah direalisasi, atau kurs tengah BI atau kurs yang
sebenarnya berlaku pada akhir tahun /atau rugi kurs diakui akhir tahun,
walaupun belum direalisasikan.
2.2. Penelitiaan Terdahulu
Penelitian ini memiliki 3 (tiga) penelitian sebelumnya. Penelitian
sebelumnya tahun 2011, diteliti oleh Andri dengan judul penelitian Analisis
Pemotongan/Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
pada PT. Healty Wold tahun 2007, 2008, dan 2009 yang pada hasilnya peneliti
menyatakan bahwa PT. Healty Wold sebenarnya belum melakukan kewajiban
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yang berakibat terdapat
kesalahan-kesalahan seperti terdapat faktur pajak standart yang cacat baik pajak
Masukan atau Pajak Keluaran yang tidak diperbaiki dan tidak meminta perbaikan,
dan dalam melaksanakan pelaporan dan pembayaran perusahaan sering tidak tepat
waktu yang mengakibatkan adanya sanksi perpajakan pada perusahaan. Penelitian
yang penulis lakukan adalah mengenai penghitungan, penyetoran dan pelaporan
pajak pertambahan nilai pada PT Bumi Menara Internusa yang bergerak dibidang
makanan. Persamaan antara penelitian yang sebelumnya dengan penelitian ini
adalah sama-sama membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai. Perbedaan dari
penelitian ini adalah dalam penggunaan metode pengkreditan Pajak Masukan
32
untuk menghitung besarnya pajak pertambahan nilai terutang adalah berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 sedangkan penelitian
sebelumnya menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai
secara umum.
Penelitian berikutnya diteliti oleh Whaskita (2013) dengan judul penelitian
Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Indoprima Gemilang
Surabaya yang hasil penelitiannya menemukan bahwa PT. Indoprima Gemilang
sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN, baik pada Pajak Masukan
maupun Pajak Keluarannya. Pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
dilakukan setiap akhir bulan, yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan
rekapitulasi penjualan. Persamaan skripisi ini dengan penelitian yang dilakukan
penulis adalah untuk mengetahui Penghitungan, Pencatatan dan Pelaporan yang
dilakukan oleh perusahaan apakah telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku atau tidak. Perbedaannya adalah pada pembahasan penerapan akuntansi,
yaitu penulis melakukan pembahasaan tentang penghitungan dan pencatatannya
secara umum.
Penelitian ketiga diteliti oleh Herrina (2013) dengan judul Analisis
Penghitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada CV. Family dari tahun
2009 sampai dengan 2010 berdasarkan atas hasil penelitian menyatakan bahwa
CV. Family belum melakukan kewajiban sesuai dengan Undang-Unadang PPN
No. 18/2000 dan terbaru No. 42/2009. Metode yang digunakan adalah metode
pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. Namun ada beberapa
bagian untuk pelaporannya masih ada sedikit kendala, yaitu pelaporan melampaui
33
batas waktu. Hal ini terjadi karena pada saat yang bersangkutan ada waktu-waktu
dimana pada tanggal jatuh tempo, yaitu tanggal 20 bulan berikutnya/akhir bulan
berikutnya setalah Masa Pajak (UU 42/2009) merupakan hari libur/hari besar
sehingga tidak bisa dilaporkan. Kemudian dalam pengisian SPT Masa PPN untuk
pelaporan masih terdapat beberapa kekeliruan, seperti adanya pembetulan SPT.
Penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai penghitungan, penyetoran dan
pelaporan pajak pertambahan nilai pada PT Bumi Menara Internusa yang bergerak
dibidang makanan. Persamaan antara penelitian yang sebelumnya dengan
penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang Pajak Pertambahan Niali.
Perbedaan dari penelitian ini adalah sedangkan penelitian sebelumnya
menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai secara umum.
2.3. Kerangka Konseptual
Dalam kerangka konseptual tersebut dapat dijelaskan mengenai alur
tentang penelitian ini. Penelitian ini mulai dengan penghitungan Pajak Keluaran
yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak. Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan dihitung menggunakan Pedoman penghitungan
Pengkeriditan Pajak Masukan. Dari Pajak Keluaran dan Pajak Masukan maka
akan dapat dihitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar.
Setelah proses penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar maka
proses selanjtnya yang akan dilakukan adalah penyetoran dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai tersebut. Dalam penjabaran kerangka konseptual tersebut akan
diketahui sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
34
Gambar 2.1
Kerangka konseptual
Sumber :data olahan
PK dari SPT PM dari DPP
Penyerahan
PK dari penjualan PM dari pembelian
PK lebih kecil PM lebih besar
Selisih kurang (lebih) bayar
Pelaporan
Penjualan
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara objektif
tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan
dengan cara mendeskripsi masalah yang telah diidentifikasikan dan terbatas pada
sejauh mana usaha untuk mengungkap masalah dan keadaan sebagaimana adanya,
sehingga merupakan pengungkapan fakta-fakta yang ada.
3.2 Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi merupakan objek atau subjek yang memenuhi kriteria tertentu
yang telah ditentukan oleh peneliti. Pengertian Populasi menurut Sugiono
(2011:80) yaitu:
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.
Berdasarkan pengertian diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah
dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian,
maka Obyek yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah PT. Bumi
Menara Internusa.
36
Pengertian sampel menurut Sugiyono adalah sebagian dari jumlah dan
karekteristik yang dimiliki oleh populasi”. (2001:81)
Setelah peneliti memasuki subyek penelitian maka penetuan sampel yang
berkaitan dalam pengambilan data adalah Pajak Pertambahan Nilai PT. Bumi
Menara Internusa pada tahun 2012.
3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau niali dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Definisi oprasional variabel adalah konsep atau variabel yang abstrak
ketingkat yang lebih tinggi realitis, konkrit sehingga gejala tersebut mudah
dikenakan dan diuji secara empiris. Adapun variabel yang terkait dalam penelitian
ini adalah Analisis penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nialai (PPN).
Dalam hal ini analisis yang dilakukan terhadap pencatatan atas pengakuan
penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak dapat disesuaikan dengan Undang-Undang PPN di
mana Undang-Undang 42/2009 yang baru mulai diberlakukan per 1 April 2010.
Tentang Pajak Pertambahan Nilai bagian penjelasan yang dimaksud Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau
jasa, di dalam daerah pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi
dan distribusi.
37
3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Intrumen Penelitian
Data Primer merupakan jenis data yang didapat langsung dari tempat atau
orang, yang dalam penelitian ini pimpinan atau kepala bagian akuntansi yang di
teliti yaitu PT. Bumi Menara Internusa.
Data sekunder merupakan jenis data yang didapat langsung dari dokumen-
dokumen yang berasal dari PT. Bumi Menara Internusa yang berguna untuk
memudahkan didalam penelitian yang dilakukan.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi
yang alamiah ada pun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah penelitian yang diperoleh melalui data-data perusahaan
serta buku-buku dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Wawancara
Teknik wawancara baru dilakukan dengan memberikan pertanyaan lisan
kepada subyek penelitian, apabila terkait dengan informasi yang dirasa tidak
dapat ditemukan sumbernya dari sumber data yang ada.
c. Penelitian Kepustakaan
Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan membaca dan mempelajari sumber-
sumber kepustakaan di perpustakaan berupa literature, peraturan perundang-
undangan serta dokumen-dokumen yang berhubungan erat dengan penelitian
38
yang dapat digunakan sebagai dasar teori yang melengkapi proses penyusunan
skripsi.
3.5. Teknik Analisis Data
3.5.1. Ruang Lingkup Analisis
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan bisa terarah
maka dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada masalah Analisis
peghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahn Nilai (PPN). Adapun data yang
dianalisis juga dibatasi hanya dalam kurun 1 tahun yaitu tahun 2012 dengan
lokasi perusahaan Surabaya.
3.5.2. Teknik Analisis
Teknik analisis data kualitatif digunakan peneliti dalam mengolah dan
menganalisis data sehingga dapat memberikan deskripsi atau uraian informasi
mengenai tahap-tahap aktivitas penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Selanjutnya hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan teori-teori
yang berlaku dalam membuat kesimpulan dan saran.
Dalam memperoleh data dan informasi yang berkenaan dengan penelitian
ini, maka teknik analisis untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan PPN
2. Memperoleh gambaran umum perusahaan secara keseluruhan serta
mengetahui permasalahan yang ada
3. Mengelolah data yang diperoleh
39
4. Menerapkan standart perpajakan yang berlaku sebagai alat ukur penilaian
kinerja dalam perusahaan untuk mencatat, menghitung dan melaporkan PPN
5. Menarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap sebagai perbaikan
manajemen.
40
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Penyajian Data
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Bumi Menara Internusa Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang Sea Food yang didirikan dengan Akte Notaris No. 04 tanggal 04
September 1989 dengan surat ijin usaha perdagangan No.
503/411.A/436.611/2010 tanggal 28 januari 2010 beralamat di jalan Margomulyo
4E Tandes Surabaya dengan susunan pengurus sebagai berikut:
1. Direktur (Pengurus Persero) : Indra winoto
2. Direktur komanditer : Ir. Andreas Sukowijoyo, MM
PT. Bumi Menara Internusa merupakan salah satu perusahaan yang membidik
segmentasi pada tingkat pasar menengah keatas. Menjaga fasillitas, kualitas
produk serta telah memenuhi standart pangan dengan HACCP, GMP, SSOP yaitu:
a. HACCP (Hazard Analysis Critial Control Point) merupakan suatu sistem
pencegahaan untuk keamanan pangan
b. GMP (Good Manufacturing Practice) merupakan satatu cara pengelolaan
makanan dengan benar.
c. SSOP (Sanitation Standart Operating Procedures) yaitu standar
kebersihan prosedur operasional
41
PT. Bumi Menara Internusa berupaya memberikan pelayanan yang terbaik
kepada setiap pelanggan dan terus meningkatkan tingkat pelayanan mutu produk
serta tingkat penjualan, perusahaan dapat pula meningkatkan tingkat loyalitas
pelanggan.
Bagi setiap perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
atas penyerahannya wajib memungut Pajak Pertambahn Nilai termasuk PT. Bumi
Menara Internusa merupakan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusahan Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dinamakan
dengan Pajak Keluaran. Bila perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang
Kena Pajak (BKP) maka akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai masukan
(Pajak Masukan) dari dasar pengenaan pajak barang tersebut. Pajak Masukan
yang telah dibayar dari transaksi pembelian tersebut kemudian akan dikreditkan
dengan pajak Keluaran yang telah dipungut. Apabila nilai Pajak Keluaran lebih
besar dari Pajak Masukan maka atas selisih ini wajib disetorkan ke kas negara
setiap masa pajaknya. Sebaliknya jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak
Keluaran maka atas kelebihan Pajak Pertambahan Nilai ini dapat
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. PT. Bumi Menara Internusa
memutuskan untuk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan dengan katagori Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya tidak
melebihi jumlah tertentu maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikeriditkan
dengan pajak keluaran adalah sebesar 60% dari Pajak Keluaran atau 6% dari
jumlah peredaran usaha selama satu bulan. Sehingga jumlah Pajak Pertambahan
42
Nilai yang harus disetorkan oleh PT. Bumi Menara Internusa ke kas negara adalah
sebesar 4% dari peredaran usaha selama satu bulan.
Berikut visi misi PT. Bumi Menara Internusa yaitu “Bersama menyediakan
pangan bagi Dunia dengan layanan Prima”
Misi perusahaan adalah:
- Menyediakan produk berkualitas dan aman sesuai persyaratan pelanggan
dengan harga komperaif
- Mengutamakan kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan memberikan
pelayanan yang terbaik dan prima
- Memimpin dalam bidang inovasi, kualitas dan efisiensi proses
- Menjaga keseimbangan antara pertumbuhan keuntungan dan pengembangan
kualitas
- Memiliki tanggung jawab sosial dan ramah lingkungan
Perusahaan bertekad melaksanakan peningkatan secara terus menerus dalam
bidang:
- Kualitas, Keamanan Pangan, Legalitas dan efisien proses
- Pelayanan pelanggan
- Pengembangan Sumber Daya Manusia
- Inovasi
- Tanggung jawab sosial dan Ramah lingkungan
43
Sehingga dapat menghasilkan produk berkualitas, aman dan meningkatkan
kepuasan pelanggan. Perusahaan berkomitmen untuk memenuhi persyaratan dari
badan sertifikasi yang perusahaan ikuti, peraturan dalam negeri yang berlaku,
peraturan negara tujuan export, dan persyaratan relevan lainnya.
4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan
Sruktur organisasi PT. Bumi Menara Internusa Surabaya ini berbentuk lini
atau garis, yaitu suatu organisasi yang kekuasaan dan tanggung jawab mengalir
dalam suatu garis lurus dari puncak pimpinan samapai bagian terbawah.
Perusahaan ini adalah perusahaan perseroan, sehingga perusahaan bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan dan mengkoordinir seluruh aktivitas dalam
perusahaan.
Untuk lebih jelasnya penulis sajikan struktur organisasi, uraian tugas, tanggung
jawab dan wewenang masing-masig bagian adalah pada gambar 4.1
44
Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT. Bumi Menara Internusa
Sumber: data perusahaan
Adapun pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing
bagian adalah sebagai berikut:
1) Direktur Utama/ Pimpinan Perusahaan
a. Menentukan kebijakan perusahaan
b. Merencanakan pelaksnaan kerja
c. Memimpin, memerintah, mengkoordinir dan mengontrol bawahan
d. Mengusahakan perkembangan dan kemajuan perusahaan
e. Bertanggung jawab kepada komisaris atau keseluruhan hasil karyanya
2) General Manajer
a. Bertanggung jawab kepada Direktur
Direktur
General
Manajer
Manajer
produksi
Manajer
marketing Manajer
personalia Manajer
akuntansi
Staff
gudang Quality
control
Teknisi Staff
pembelian
Staff
penjualan Akuntansi Kasir Payrol
45
b. Membawahi manajer-manajer yang menunjang kegiatan bagian yang
bersangkutan seperti manajer produksi, maanajer akuntansi, manajer
personalia, manajer marketing.
3) Manajer Akuntansi/ keuangan
a. Membuat laporan secara oeriofik tentang realisasi anggaran
b. Membuat perncanaan penerimaan dan pengeluaran perusahaan
c. menyiapkan pembagian gaji dan upah
d. Bertanggung jawab kepada deriktur
4) Manajer produksi
Merencanakan dan mengatur jalannya proses produksi untuk menghasilkan
barang jadi dengan kualitas produk yang memuaskan.
5) Bagian Akuntansi
a. Memimpin dan mengkoordinasi kegiatan akuntansi umum perusahaan.
b. Mengadakan pencatatan atas semua transaksi yang terjadi
c. Merencanakan anggaran perusahaan dan laporan keuangan perusahaan
d. Bertanggung jawab terhadap kelengkapan data-data dan pelaporan untuk
kepentingan perpajakan
6) Pemasaran
a. Mengatur pengadaan bahan baku dan suku cadang mesin
b. Mengurus sarana transportasi dan penjualan hasil produksi
7) Manajer peronalia
a. Mengurus segala sesuatu yang menyangkut pengundurn diri kryawan,
keselamatan kerja, tunjangan kesehatan, dan pembayaran gaji karyawan
46
b. Mengadakan penertiban dalam perusahaan mengenai masalah umum dan
keamanan
c. Memelihara dan menjaga semua aktivitas tetap yang ada di perusahaan
8) PPC
a. Melakukan pengecekan kualitas bahan dan barang yang diterima
b. Melakukan pengecekan kualitas barang dalam proses
c. Melakukan pengawasan terhadap penghitungan jumlah hasil produksi
sesuai order
d. Pengepakan barang jadi dan pengesahan bahwa barang yang telah di
paking dan akan dikirim sesuai dengan kualitas yang dipesan pelanggan
e. Melakukan penecekan perlengkapan dan peralatan untuk proses produksi
9) Bagian QC
a. Mengkoordinir, menjawab, mengevaluasi hasil kerja semua bagian
b. Melakukan, pengontrolan pada aktivias produksi
c. Memberi pengarahan kepada karyawan dalam mengerjakan produk dan
menjalankan mesin-mesin produksi
10) Bagian teknisi
a. Merawat dan memperbaiki seluruh sarana da prasarana pabrik
b. Melakukan perbaikan mesin produksi apabila mengalami keruskan
c. Menyusun laporan perawatan dan perbaiakn setiap periode tertentu
47
11) Bagian pembelian
Bertugas untuk mengadakan bahan baku dari membeli ke perusahaan-
perusahaan, suku cadang mesin-mein produksi yang telah dibeli sesuai dengan
anggaran perusahaan
12) Bagian Pergudangan
a. Mengadakan penyimpanan produk maupun bahan baku dan bertanggung
jawabkepada Direktur atas semua barang yang ada didalam gudang
b. Mengevaluasi dan mengontrol setiap permintaan bahanatau barang, (pihak
gudang harus melakukan pengecekan dahulu antara permintaan barang
dengan stock yang ada, setelah itu baru menesahkan untuk diajukan
kebagian pembelian)
c. Bertanggung jawab terhadap keluar masuknya barang dan mencocokan
antara barang yang dibeli dengan surat jalan, bukti keluar dan/atau bukti
masuknya permintaan barang
Usaha PT. Bumi Menara Internusa menjaring pasar dan nasabah baru adalah
dengan berupaya sebagai berikut:
1. Terhadap Produk
a. Meningkatkan kualitas pangan
b. Menjaga standart pagan
c. Meningkatkan usaha-usaha pengendalian mutu
2. Terhadap nasabah
a. Memberikan pelayanan yang baik mulai dari transaksi hingga ke
konsumen
48
b. Memperhatikan keluhan nasbah dan/atau pelanggan
c. Selalu mengadakan komunikasi dengan nasabah dan/atau pelanggan
4.2. Analisis Data
Pada bagian ini akan ditampilkan data yang diperoleh penulis dari PT.
Bumi Menara Internusa. Data yang akan ditampilkan oleh penulis antara lain
adalah data pembelian, data penjualan, Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai bulan Januari-Desember 2012, dan faktur pajak standar
perusahaan selama periode Januari-Desember 2012.
4.2.1. Data Pembelian
Dalam memproduksi sea food perusahaan membutuhkan berbagai macam
bahan baku dimana perusahaan membeli bahan baku nya dari beberapa supplier
yang berbeda. Tabel 4.1 memperlihatkan data pembelian yang dilakukan oleh
perusahaan selama periode tahun 2012.
Deskripsi untuk ringkasan data pembelian bahan baku selama periode tahun
2012 adalah sebagai berikut:
1. Jumlah dari setiap bahan baku dihitung berdasarkan Bukti Terima Barang
(BTB) yang akan ditotal setiap akhir bulannya.
2. Harga merupakan harga belum termasuk PPN dari setiap bahan baku seperti
yang tertera di dalam kolom DPP pada faktur pajak dimana kemudian harga
tersebut dijumlahkan setiap akhir bulannya.
50
3. Total bahan baku meripakan jenis pembelian seluruh bahan baku yang
dilakukan oleh perusahaan selama satu periode bulan.
Tabel 4.2
Data Pembelian Bahan Pembantu
Periode Tahun Preform Cylinder lideup Tolal Bahan
Pembantu Jumlh Unit Hagra (Rp) Jumlh Unit Hagra (Rp)
Januari -
Februari -
Maret 4 5,664,000 5,664,000
April 100,000 30,909,000 30,909,000
Mei -
Juni -
Juli 60,000 180,000,000 1 1,200,000 19,200,000
Agustus 40,000 11,963,600 11,963,600
September -
Oktober 120,000 35,890,800 35,890,800
November -
Desember 180,000 63,544,800 63,544,800
Sumber: Data perusahaan
Deskripsi untuk ringkasan data pembelian bahan pembantu selama periode
tahun 2012 (tabel 4.2) adalah sebagai berikut:
1. Bahan pembantu adalah barang yang digunakan dalam proses produksi untuk
menciptakan suatu produk namun bukan bagian dari bahan baku utama dari
produk yang diciptakan.
2. Jumlah dari setiap bahan baku dihitung berdasarkan Bukti Terima Barang
(BTB) yang akan ditotal setiap akhir bulannya.
3. Harga merupakan harga belum termasuk PPN dari setiap bahan baku seperti
yang tertera di dalam kolom DPP pada faktur pajak dimana kemudian harga
tersebut dijumlah setiap akhir bulan.
51
4.2.2. Data Penghitungan Pajak Masukan
Data untuk penghitungan pajak masukan ditentukan berdasarkan data
pembelian yang dilakukan oleh perusahaan selama satu periode tertentu. Tabel 4.3
akan memperlihatkan ringkasan data pembelian yang akan digunakan untuk
menghitung pajak masukan perusahaan selama tahun 2012.
Tabel 4.3
Penghitungan Pajak Masukan
Periode Jumlah Pembelian PM dari SPT PM dari DPP Selisih
Januari 139,839,540 13,983,950 13,983,954 4
Februari 97,966,876 9,796,685 9,769,688 3
Maret 102,465,621 10,246,559 10,246,562 3
April 139,164,839 13,916,481 13,916,484 3
Mei 63,382,885 6,338,286 6,338,289 3
Juni 167,839,791 16,783,977 16,783,979 2
Juli 129,575,594 12,957,558 12,957,559 1
Agustus 101,010,052 10,101,004 10,101,005 1
September 138.593.344 13,859,332 13,859,334 2
Oktober 113,736,174 11,373,616 11,373,617 1
November 75,411,639 7,541,162 7,541,164 2
Desember 97,230,654 9,723,064 9,723,065 1
Grand Total 1,366,217,009 136,621,674 136,621,701 27
Sumber : Data Perusahaan
Deskripsi dari ringkasan pajak masukan selama periode 2012 adalah sebagai
berikut:
1. Total jumlah pembelian bahan baku periode bulan selama satu tahun buku
yakni periode Januari-Desember 2012 adalah sebesar Rp. 1.366.217.009,00
2. Pembelian yang dilakukan oleh perusahaan adalah Barang Kena Pajak PPN
3. Dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah dari pembelian barang kena pajak
yang dikenakan oleh PPN
52
4. PM dari SPT merupakan total pajak masukan setiap bulan dari pembelian
yang dilakukan oleh perusahaan yng tercantum di dalam SPT buan yang
bersangkutan
5. Grand total dari penghitungan pajak masukan di dalam SPT Masa PPN adalah
sebesar Rp. 136.621.674,00
6. PM dari DPP merupakan total pajak masukan perhitungan kembali yang
dilakukan oleh penulis. Perhitungan dengan mengalikan 10% dari DPP dari
pembelian untuk setiap bahan baku dan bahan pembantunya
7. Grand total dari perhitungan pajak masukan yang dilakukan oleh penulis
adalah sebesar Rp. 136.621.701,00
8. Selisih merupakan selisih antara perhitungan yang dilakukan oleh penulis
dengan perhitungan dari PT. Bumi Menara Internusa
9. Dalam penghitungan selisih tersebut ditemukan perbedaan sebesar Rp. 27,00
perbedaan penghitungan ini timbul karena adanya perbedaan dalam pengenaan
pajak PPN yang dilakukan oleh Penjual.
4.2.3. Data Penjualan
Perusahaan selalu mencatat penjualan produknya sesuai dengan note
penjualan yang dibuat oleh perusahaan. Tabel 4.4 akan memperlihatkan ringkasan
data penjualan yang dilakukan oleh perusahaan selama tahun 2012.
53
Tabel 4.4.
Data Penjualan
Periode
tahun
Garden Sping roll Ikan Kepiting Aquastar Grand total
(Rp) Jmlh
unit
Penjualan
(Rp)
Jmlh
unit
Penjualan
(Rp)
Jmlh
unit
Penjualan
(Rp)
Jmlh
unit
Penjualan
(Rp)
Jmlh
unit
Penjualan
(Rp)
Jan
3.000
25.650.000
7.350
66.330.000
380
7.037.500
5
93.750
21
105.000
99.216.250
Feb
3.500
29.925.000
7.090
65.025.000
150
2.637.500
20
348.750
26
130.000
98.066.250
Mar
5.100
44.115.000
8.750
79.265.000
810
14.750.000
10
187.500
52
260.000
138.577.500
Apr
5.200
44.980.000
10.250
94.365.000
66
1.246.250
16
300.000
26
130.000
141.021.250
Mei
2.400
20.760.000
4.710
43.079.000
74
1.331.250
61
1.067.500
25
125.000
66.362.750
Jun
7.100
61.415.000
9.765
87.571.250
580
10.425.000
379
5.710.000
21
105.000
165.226.250
Jul
4.300
37.195.000
9.600
85.475.500
420
7.484.500
-
21
105.000
130.260.000
Agus
- -
9.925
88.793.750
430
7.690.000
305
4.575.000
15
75.000
101.133.750
Sep
7.100
61.415.000
8.650
77.775.000
-
-
-
-
-
-
139.190.000
Okt
5.400
46.710.000
7.250
65.280.000
50
937.500
15
225.000
18
90.000
113.242.500
Nov
- -
7.100
63.860.000
700
13.300.000
-
-
-
-
77.160.000
Des
4.100
35.465.000
6.670
60.700.000
55
1.008.750
-
-
20
100.000
97.273.750
Total
47.200
407.630.000
97.110
877.519.500
3.715
67.848.250
811
12.507.500
245
1.225.000
1.366.730.250
Sumber: Data Perusahaan
Ringkasan data penjualan selama periode tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1. Jumlah merupakan penjumlahan setiap satu jenis produk yang terjual setiap
bulannya. Penjualan dihitung berdasarkan pada nota penjualan yang
diterbitkan oleh perusahaan.
54
2. Angka yang tercantumkan di dalam kolom penjualan tersebut merupakan
harga yang belum termasuk PPN. Jadi nilai yang tercantum merupakan DPP
atau harga jual barang.
3. Produk yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara Internusa adalah Darden,
Sping Roll, Ikan, Kepiting, Aquastar. Total penjualan selama tahun 2012
adalah 47.200 dus, 97.110 dus, 3.715 dus, 811 dus dan 245 dus.
4. Grand total setiap bulan merupakan jumlah total penjualan yang dilakukan
oleh PT. Bumi Menara Internusa selama satu periode bulan.
5. Nilai yang berada di grand total ini nanti akan menjadi dasar pengenaan pajak
atas PPN-nya.
4.2.4. Data Penghitungan Pajak Keluaran
Data untuk penghitungan pajak keluaran ditentukan berdasarkan data
penjualan yang dilakukan oleh perusahaan selama satu periode tertentu. Tabel 4.5
memperhatikan penghitungan pajak keluaran selama tahun 2012.
Tabel 4.5
Penghitungan Pajak Keluaran
Periode Jumlah Penjualan PK dari SPT PK dari DPP Selisih
Januari 99.216.250 9.921.625 9.921.625 0
Februari 98.066.250 9.806.625 9.806.625 0
Maret 138.577.500 13.857.750 13.857.750 0
April 141.021.250 14.102.125 14.102.125 0
Mei 66.362.750 6.636.275 6.636.275 0
Juni 165.226.250 16.522.625 16.522.625 0
Juli 130.260.000 13.026.000 13.026.000 0
Agustus 101.133.750 10.113.375 10.113.375 0
September 139.190.000 13.919.000 13.919.000 0
Oktober 113.242.500 11.324.250 11.324.250 0
November 77.160.000 7.716.000 7.716.000 0
Desember 97.273.750 9.727.375 9.727.375 0
Total 1.366.730.250 136.673.025 136.673.025 0
Sumber: Data Perusahaan
55
Ringkasan data penghitungan pajak keluaran adalah sebagi berikut:
1. Jumlah Penjualan merupakan DPP setiap bulan dari penjualan barang
kena pajak
2. Total jumlah penjualan selama satu tahun buku yakni periode januari -
Desember 2012 adalah sebesar Rp 1.366.730.250,00
3. PK dari SPT merupakan perhitungan pajak keluaran yang dihitung
oleh perusahaan selama satu periode bulan dan dicantumkan didalam
SPT Masa PPN-nya
4. Grand total dari penghitungan pajak keluaran di dalam SPT Masa
PPN adalah sebesar Rp. 136.673.025,00
5. PK dari DPP merupakan penghitungan pajak keluaran yang dilakukan
oleh penulis. Penghitungan dilakukan dengan cara mengalikan 10%
dengan DPP atau harga jual produknya
6. Grand total dari penghitungan pajak keluaran yang dilakukan oleh
penulis adalah sebesar Rp. 136.673.025,00
7. Selisih merupakan selisih perhitungan yang dilakukan oleh penulis
dengan perusahaan. Dimana di dalam perhitungan pajak keluaran ini
tidak ditentukan adanya perbedaan perhitungan
8. PT. Bumi Menara Internusa menjual produknya dipasar lokal atau
dalam negri. Seluruh transaksi penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan ini dilakukan dengan non pengusaha kena pajak atau
konsumen akhir.
9. Perusahaan melakukan seluruh penjualan produknya secara tunai
56
10. Pajak keluaran merupakan PPN yang dipungut oleh perusahaan pada
saat menjual kepada konsumen
4.2.5. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai digunakan untuk
melaporkan pajak pertambahan nilai teritang selama satu periode. Di dalam PT.
Bumi Menara Internusa yang mengisi Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahn Nilai adalah bagian tax accaunting dimana pengisiannya
menggunakan bahasa indonesia, huruf latin, angka arab, dan jumlah dalam satuan
mata uang rupiah, serta dibubuhi tanda tangan dan nama terang.
Perusahaan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai dengan meggunakan lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktur Jendral
Pajak dimana lampiran tersebut sudah dibubuhi dan nama jelas pada Surat
PemberitahuanMasa induk maupun SPT yang telah dibukukan.
Tabel 4.6 akan memperlihatkan jumlah penyerahan yang terdapat di Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahn Nilai, Pajak Masukan, Pajak Keluaran,
dan Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih dibayar.
57
Tabel 4.6
SPT Masa PPN 2012
Periode Jumlah Penyerahan Pajak
Keluaran
Pajak
Masukan
PPN Kurang
(lebih) bayar Januari 99.216.250 9.921.625 13.983.950 (4.062.325)
Februari 98.066.250 9.806.625 9.796.685 (4.052.385)
Maret 138.577.500 13.857.750 10.246.559 (441.194)
April 141.021.250 14.102.125 13.916.481 (255.550)
Mei 66.362.750 6.636.275 6.338.286 42.439
Juni 165.226.250 16.522.625 16.783.977 (261.352)
Juli 130.260.000 13.026.000 12.957.558 (192.910)
Agustus 101.133.750 10.113.375 10.101.004 (180.539)
September 139.190.000 13.919.000 13.859.332 (120.871)
Oktober 113.242.500 11.324.250 11.373.616 (170.237)
November 77.160.000 7.716.000 7.541.162 4.601
Desember 97.273.750 9.727.375 9.723.064 4.311
1.366.730.250 136.673.025 136.621.674 (9.686.012)
Sumber: Data Perusahaan
Penjelasan ringkasan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah penyerahan di Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
adalah jumlah penjualan barang kena pajak yang telah dilakukan oleh
perusahaan selama periode tertentu
2. Pajak Keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang terhutang akibat
penjualan barang kena pajak yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun
waktu tertentu.
58
3. Pajak masukan merupakan pajak pertambahan nilai yang dapat dikreditkan
oleh perusahaan akibat pembelian barang kena pajak yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut dalam kurun waktu tertentu.
4. PPN kurang bayar contohnya pada bulan Mei timbul karena pajak keluaran
lebih besar daripada pajak masukan sehingga akan menimbulkan hutang pajak
pertambahan nilai yang harus dibayar oleh perusahaan.
5. PPN lebih bayar contoh pada bulan April timbul karena pajak keluaran lebih
kecil daripada pajak masukan. Dengan adanya lebih bayar ini maka
kelebihannya dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya ataupun
direstitusi.
Sedangkan deskripsi data untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai adalah sebagai berikut :
1. Dalam formulir 1107 atau biasa disebut dengan SPT induk terdapat jumlah
penyerahan barang dan jasa kepada pihak lain baik penyerahan yang
dikenakan PPN maupun yang tidak dikenakan PPN.
2. Dalam formulir 1107 juga terdapat jumlah pajak keluaran dan jumlah pajak
masukan yng akan menjadi dasar penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
kurang bayar atau lebih bayar.
3. Dalam formulir 1107 atau biasa disebut lampiran 1 terdapat jumlah
penyerahan yang dilakukan oleh perusahaan kepada pihak lain yang kemudian
dijadikan pajak keluaran oleh perusahaan dalam suatu masa pajak.
4. Dalam formulir 1107 B atau biasa disebut dengan lampiran 2 terdapat jumlah
pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan dalam masa pajak
59
4.2.6 Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak adalah surat yang digunakan untuk Wajib Pajak untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara
melalui Kantor Penerima Pembayaran. Tabel 4.7 akan menunjukkan jumlah Pajak
Pertambahn Nilai yang kurang bayar dan harus disetor perusahaan ke kas Negara.
Tabel 4.7
Surat Setor Pajak (SSP) 2012
Periode Bulan Tanggal Setor Jumlah yang
disetorkan di SSP
Mei 14 juni 2012 42,439
November 14 Desember 2012 4,601
Desember 14 Januari 2012 4,311
Sumber : Data Perusahaan
Surat Setoran pajak adalah sebagi berikut :
1. Perusahaan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
2. Wajib Pajak harus mengisi Surat Setor Pajak dengan mrnggunakan bahasa
Indonesia, huruf latin, angka arab dan dalam mata uang rupiah.
3. Wajib pajak harus mengisi data dengan lengkap, jelas dan benar. Data yang
harus di isi adalah sebagai berikut NPWP, Nama Wajib pajak, alamat Wajib
Pajak, kode akun pajak, kode jenis setoran, uraian pembayaran, masa pajak,
tahun, jumlah pembayaran, terbilang, tempat pembayaran, tanggal
pembayaran, cap, tanda tangan dan nama jelas penyetor.
60
4. Surat Setoran Pajak yang telah diisi secara lengkap, benar dan jelas kemudian
akan diberikan ke Kantor Pelayanan Pajak bersama dengan PPN kurang bayar
terhutang perusahaan disetorkan.
5. Menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 42/2009 terdapat
kelonggaran dalam hal penyetoran Pajak Pertambahn Nilai kurang bayar
terhutang yakni sebelum akhir masa pajak berikutnya berakhir.
4.2.7. Bukti Penerimaan Surat (BPS)
Bukti penerimaan surat merupakan bukti bahwa wajib pajak telah
melakukan kewajibannya dalam melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. Tabel 4.8
memperlihatkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih
bayar disertai dengan tanggal masuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Tabel 4.8
Bukti Penerimaan Surat 2012
Periode PPN Kurang(lebih) Bayar Tanggal Masuk SPT Masa PPN
Januari (4.062.325) 16 Februari 2012
Februari (4.052.385) 15 maret 2012
Maret (441.194) 14 april 2012
April (255.550) 17 mei 2012
Mei 42.439 21 juni 2012
Juni (261.352) 14 juli 2012
Juli (192.910) 12 agustus 2012
Agustus (180.539) 23september 2012
September (120.871) 14 oktober 2012
Oktober (170.237) 16 november 2012
November 4.601 15 desember 2012
Desember 4.311 17 januari 2013
Sumber : Data Perusahaan
61
Bukti Penerimaan Surat adalah sebagai berikut :
1. Bukti Penerimaan Surat diisi oleh petugas di Kantor Pelayanan Pajak pada
saat wajib pajak menyempaikan atau melaporkan Surat Pembaritahuan Pajak
pertambahan Nilai.
2. Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 42/2009 terdapat
kelonggaran dalam hal pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yakni
sebelum akhir masa pajak berikutnya berakhir.
3. Status yang ada di dalam Bukti Penerimaan Surat adalah lebih bayar atau
kurang bayar sesuai dengan yang sudah tertera di dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai.
4. Nilai yang tercantum di dalam Bukti Penerimaan Surat adalah sama dengan
jumlah yang tercantum di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai.
4.2.8. Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak. Dalam hal ini Faktur Pajak Standar digunakan
perusahaan untuk mengkreditkan pajak masukannya diman faktur pajak ini
diterima oleh perusahaan ketika perusahaan melakukan pembelian bahan baku
atau paling lambat akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang dilakukan.
Deskripsi Faktur Pajak Standar adalah sebagai berikut :
1. Faktur pajak standar merupakan sarana yang digunakan perusahaan untuk
mengkreditkan pajak masukannya.
62
2. Faktur pajak standar yang dikreditkan oleh perusahaan hanya berasal dari
pembelian bahan baku dan bahan pembantu yang dilakukan selama satu
periode tertentu.
3. Faktur pajak standar ini dibuat oleh supplier dan diserahkan pada PT. Bumi
Menara Internusa pada saat penyerahan barang atau pada akhir bulan
berikutnya setelah penyerahan barang, selama pembelian atas bahan baku dan
bahan pembantu tersebut belum bayar.
4. Berdasarkan wawancara dengan akuntan internal perusahaan diperoleh
informasi bahwa supplier akan menerbitkan faktur pajak ketika supplier
menerima pembayaran dari perusahaan atau paling lambat akhir bulan
berikutnya setelah penyerahan barang dilakukan.
5. Dalam mengkreditkan pajak masukannya perusahaan terkadang menunda
pengkreditan pajak masukannya. Hal ini dilakukan perusahaan dengan
maksud untuk melakukan tax planning agar lebih bayar timbul tidak semakin
besar.
4.3. Interpretasi
Berdasarkan data-data yang telah penulis deskripsikan di atas, kemudian
penulis akan melakukan analisis dan pembahasan terhadap hal-hal berikut ini
yaitu:
4.3.1. Membandingkan Data Pembelian
Berdasarkan dari faktur pajak pembelian yang dilampirkan PT. Bumi
Menara Internusa pada SPT Masa PPN penulis dapat mengetahui pembelian yang
63
dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa setiap bulannya. Kemudian penulis
melakukan pencocokan dengan Bukti Terima Barang (BTB) yang diterbitkan oleh
bagian staff gudang. Perusahaan telah mencantumkan seluruh pembelian yang
telah terjadi selama periode tahun 2012. Hal ini dapat dilihat dari nomor Bukti
Terima Barang (BTB) yang urut.
Selain itu, penulis juga mengelompokkan pembelian bahan baku yang
dilakukan PT. Bumi Menara Internusa. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat di
dalam Tabel 4.1 dan 4.2 di atas. Sedangkan pada Tabel 4.9 akan memperlihatkan
perhitungan jumlah pembelian yang dilakukan oleh penulis.
Tabel 4.9
Perbandingan Penghitungan Pembelian
Periode Total B. Baku Total B.
Pembantu
Total Pembelian Jumlah
Pembelian di
SPT
Selisih
Januari 139.839.540
0
139.839.540
139.839.540 0
Februari 97.966.876
0
97.966.876
97.966.876 0
Maret 96.801.621
5.664.000
102.465.621
102.465.621 0
April 108.255.839
30.909.000
139.164.839
139.164.839 0
Mei 63.382.885
0
63.382.885
63.382.885 0
Juni 167.839.791
0
167.839.791
167.839.791 0
Juli 110.375.594
19.210.000
129.585.594
129.585.594 0
Agustus 89.046.452
11.963.600
101.010.052
101.010.052 0
September 138.593.344
0
138.593.344
138.593.344 0
Oktober 77.845.374
35.890.800
113.736.174
113.736.174 0
November 75.411.639
0
75.411.639
75.411.639 0
Desember 33.685.854
63.544.800
97.230.654
97.230.654
0
Grand total 1.199.044.809
167.182.200
1.366.227.009
1.366.227.009 0
Sumber : data diolah
64
Perhitungan atas pembelian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan
cara menjumlahkan seluruh pembelian bahan baku dan bahan pembantu, selama
satu periode bulan. Kemudian hasil tersebut dicantumkan di dalam kolom total
pembelian. Sedangkan, jumlah pembelian di SPT merupakan penjumlahan seluruh
pembelian yang dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa selama satu periode
bulan. Setelah itu, kedua data tersebut dibandingkan dan tidak ditemukan adanya
perbedaan dalam perhitungan jumlah pembelian seluruh bahan baku dan bahan
pembantu ini.
4.3.2. Membandingkan Data Penjualan
Berdasarkan data penjualan produk seafood yang dilakukan selama tahun
2012 di dalam perusahaan. Data penjualan ini berasal dari nota penjualan yang
diterbitkan oleh perusahan. Setiap menjual produknya PT. Bumi Menara Internusa
akan membuat nota penjualan dengan menggunakan nomor unit yang sudah
terkomputerisasi. Kemudian penulis membandingkannya data penjualan yang
direkap oleh peneliti dengan jumlah penjualan yang tertera di dalam SPT Masa
PPN. Ternyata tidak ada perbedaan perhitungan antara penulis dengan PT. Bumi
Menara Internusa.
PT. Bumi Menara Internusa telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak oleh karena itu perusahaan ini berhak untuk memungut PPN setiap
melakukan penjualan produknya. Dalam perbandingan ini ternyata tidak
ditemukan kesalahan dalam perhitungannya. Selain itu, hasil antara jumlah
65
penjualan dengan DPP untuk PPN keluaran sudah sesuai. Jadi data yang diberikan
oleh PT Bumi Menara Internusa sudah akurat.
4.3.3. Pengkreditan Pajak Masukan yang Dilakukan oleh PT. Bumi Menara
Internusa
Besarnya pajak masukan dihitung dengan cara mengalikan dasar
pengenaan pajak (DPP) dengan tarif PPN yakni 10%. DPP adalah harga jual yang
ditentukan oleh perusahaan supplier. Pajak Masukan dapat dikreditkan jika
memenuhi syarat formal dan material. Syarat formal berarti faktur pajak tersebut
tidak cacat. Yang dikategorikan sebagai faktur pajak cacat adalah ada coretan
yang tidak diperbolehkan, nama PKP/NPWP, nomor serinya salah, menggunakan
cap tanda tangan, dan dibuat lebih dari tiga bulan sejak batas waktu pembuatan
faktur pajak. Sedangkan syarat material adalah pajak masukan tersebut belum
dibebankan sebagai biaya. Selain itu, pajak masukan yang dapat dikreditkan
digunakan untuk memperoleh barang kena pajak dan jasa kena pajak yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam melakukan penyerahan
barang kena pajak dan atau jasa kena pajak.
PT. Bumi Menara Internusa hanya mengkreditkan pajak masukan yang
terkait dengan bahan baku dan bahan pembantunya saja. Pembelian yang
dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa selain pembelian bahan baku dan
bahan pembantu tidak dikreditkan. Seharusnya, setiap perusahaan pasti
mempunyai pembelian selain pembelian bahan baku seperti pembayaran untuk
66
telepon dan listrik. Pembayaran telepon dan listrik termasuk hutang PPN karena
pelayanan jasa yang diterima oleh perusahaan tidak termasuk di dalam
pengecualian jasa kena pajak. Akan tetapi, PT. Bumi Menara Internusa tidak
mencantumkan pembayaran atas telepon dan listrikdi dalam SPT Masa PPN
selama periode tahun 2012. PT. Bumi Menara Internusa boleh tidak
mencantumkan di dalam SPT Masa PPN karena pembayaran telepon dan listrik
tersebut sudah dibebankan sebagai Maya di laporan laba rugi perusahaan. Pajak
masukan yang sudah dibebankan menjadi biaya tidak dapat dikreditkan. Hal ini
sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42/2009 Pasal 9 ayat
9 yang berisi pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa
pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan. PT. Bumi Menara Internusa tidak mengkreditkan pajak
masukan atas pembayaran telepon dan listrik mungkin untuk memperkecil laba
yang ada di laporan laba rugi sehingga dapat mengurangi beban mengurang (PPh
25) yang harus dibayar oleh perusahaan tersebut.
Pajak masukan dapat dikreditkan dalam masa pajak sama atau dalam masa
pajak yang tidak sama. Pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak yang tidak
sama paling lambat tiga bulan setelah masa pajak yang bersangkutan berakhir.
Dalam hal penundaan pengkreditan pajak masukan ini harus memenuhi syarat
pajak tersebut sebelum dibebankan sebagai biaya dan sebelum dilakukan
pemeriksaan.
67
PT. Bumi Menara Internusa sudah melakukan pengkreditan pajak masukan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku hal ini dapat dilihat pada :
1. Faktur pajak yang digunakan untuk mengkreditkan pajak masukannya sudah
lengkap dan benar. Hal ini dapat dilihat pada faktur pajak yang mencantumkan
identitas dari PKP, nomor serta faktur pajak, spesifikasi BKP dan atau JKP,
DPP, PPN terhutang serta dibubuhi cap, tanda tangan dan nama terang dari
PKP supplier.
2. Pajak masukan milik PT. Bumi Menara Internusa dapat dikreditkan sebab
semua pembelian yang dilakukan selama tahun 2012 berhubungan langsung
dengan kegiatan usahanya yaitu untuk memproduksi produk seafood.
3. Pajak masukan yang dikreditkan oleh perusahaan dilakukan pada masa pajak
yang sama yaitu pada bulan Januari-Mei. Sedangkan, bulan Juni-Desember
PT. Bumi Menara Internusa menggunakan penundaan untuk pengkreditan
pajak masukannya.
4. Penundaan pengkreditan pajak masukan yang dilakukan oleh PT. Bumi
Menara Internusa sesuai dengan Undang-undang PPN karena penundaan
dilakukan kurang dari tiga bulan sejak masa pajak yang bersangkutan
berakhir. Selain itu, pajak masukannya tidak dibebankan sebagai biaya oleh
perusahaan.
68
4.3.4. Pengenaan Pajak Keluaran
Besarnya PPN keluaran diperoleh dengan cara mengalikan dasar
pengenaan pajak (DPP) dengan tarif PPN yang telah ditetapkan oleh pemerintah
yaitu sebesar 10%. DPP adalah harga jual dari produk seafood yang bersangkutan.
Ketika PKP menyerahkan barang kena pajak maka PKP wajib untuk memungut
PPN. Penyerahan produk seafood termasuk dalam kategori penyerahan barang
kena pajak oleh karena itu PT. Bumi Menara Internusa wajib utuk memungut PPN
dari konsumennya. Seluruh konsumen dari PT. Bumi Menara Internusa
merupakan bukan PKP atau konsumen akhir.
PT. Bumi Menara Internusa menerbitkan faktur ketika perusahaan
menyerahkan produk seafood kepada konsumen. Penyerahan Barang Kena Pajak
selalu diikuti dengan penyerahan Faktur Pajak karena seluruh penjualan yang
dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa dilakukan secara tunai atau kas. PT.
Bumi Menara Internusa juga sudah dikukuhkan sebagai PKP oleh karena itu PT.
Bumi Menara Internusa wajib untuk memungut PPN.
4.3.5. Perhitungan untuk Menentukan PPN Kurang (Lebih) Bayar Periode
Januari-Desember 2012 berdasarkan UU PPN No. 42/2009
Perhitungan PPN Keluaran, PPN masukan dan PPN terhutang tidak
mengalami perusahaan di dalam Undang-Undang PPN yang baru. Pada tabel 4.12
akan ditampilkan jumlah perhitungan pajak keluaran dan pajak masukan sehingga
69
menghasilkan Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar atau Lebih Bayar yang
harus disetorkan ke kas Negara oleh perusahaan.
Tabel 4.12
Perhitungan PPN Kurang (lebih) bayar periode Januaril-Desember 2012
Periode Pajak Keluaran Pajak Masukan PPN Kurang(lebih) Bayar
Januari 9.921.625 13.983.950 (4.062.325)
Februari 9.806.625 9.796.685 (4.052.385)
Maret 13.857.750 10.246.559 (441.194)
April 14.102.125 13.916.481 (255.550)
Mei 6.636.275 6.338.286 42.439
Juni 16.522.625 16.783.977 (261.352)
Juli 13.026.000 12.957.558 (192.910)
Agustus 10.113.375 10.101.004 (180.539)
September 13.919.000 13.859.332 (120.871)
Oktober 11.324.250 11.373.616 (170.237)
November 7.716.000 7.541.162 4.601
Desember 9.727.375 9.723.064 4.311
Sumber : Data perusahaan
Keterangan yang terkait dengan Tabel 4.11 Perhitungan PPN Kurang (Lebih)
Bayar Periode Januari-Maret 2012 adalah sebagai berikut :
1. Pada periode Januari-Desember 2012 perusahaan mengalami Pajak
Pertambahan Nilai Kurang Bayar sebanyak 3 (tiga) kali dimana terdapat pada
bulan Mei, November dan Desember 2012.
70
2. Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan berasal dari penjualan lokal
dan penerbitan faktur pajakatas penjualannya dilakukan pada saat pembayaran
diterima atau paling lambat akhir bulan berikutnya setelah dilakukan
penyebaran barang.
3. Pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan berasal dari pembelian
bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan. Dimana perusahaan menerima
faktur pajak masukannya ketika perusahaan melakukan pembayaran.
Sedangkan jika pembelian bahan baku secara kredit maka faktur pajak
diterima paling lambat akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang
dilakukan atau pada saat pembayaran dilakukan.
4. Pada bulan April 2012 perusahaan kembali mengalami Pajak Pertambahan
Nilai Lebih Bayar. Hal ini timbul karena pajak masukan Lebih besar daripada
pajak keluarannya. Sebenarnya pada bulan ini perusahaan memperoleh pajak
keluaran sebesar Rp 14.102.125,00 dan pajak masukan sebesar Rp
13.916.481,00 sehingga menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai terhutang
akan tetapi dengan adanya kompensasi dari masa pajak berikutnya maka
perusahaan kembali mengalami Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar.
5. Perhitungan untuk Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sudah sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42/2009 pasal 9 ayat 4 yang
berisi apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak
yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
71
6. Pada bulan Mei 2012 perusahaan mengalami Pajak Pertambahan Nilai Kurang
Bayar sebesar Rp 42.439,00 karena pajak keluarannya sebesar Rp
6.636.275,00 sedangkan pajak masukannya sebesar Rp 6.338.286,00. Selain
itu, kompensasi dari masa pajak bulan sebelumnya lebih besar daripada Pajak
Pertambahan Nilai terhutangnya. Seperti dapat dilaihat pada lampiran 1.
7. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar sudah sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No 42/2009 pasal 9 ayat 3 yang
berisi apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebh besar daripada
Pajak Masukan, selisihnya erupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
8. Pada bulan Juni 2012 perusahaan mengalami Pajak Pertambahan Nilai Lebih
Bayar. Hal ini terjadi karena pajak masukan lebih besar daripada pajak
keluarannya. Akan tetapi, pajak masukan yang dapat dikreditkan ada yang
berasal dari masa pajak bulan Mei sehingga pajak masukan di bulan Juni
menjadi lebih besar dari yang seharusnya
9. Pengkreditan pajak masukan pada bulan Juni 2012 sudah sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No 42/2009 Pasal 9 ayat 9 yang
berisi pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa
Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai Masa dan belum
dilakukan pemeriksaan.
72
10. Untuk periode bulan Juli-Oktober 2012 perusahaan mengalami Pajak
Pertambahan Nilai Lebih Bayar. Hal ini terjadi karena, pajak keluaran lebih
besar dibandingkan pajak masukannya akan tetapi dengan adanya kompensasi
dari masa pajak bulan sebelumnya maka kembali menimbulkan Pajak
Pertambahan Nilai Lebih Bayar. Namun pada bulan Oktober memang pajak
masukan yang timbul lebih besar dibandingkan dengan pajak keluarannya.
11. Pengkreditan pajak masukan selama periode bulan Juli-Oktober 2012 ada
yang berasal dari faktur pajak bulan sebelumnya. Hal ini dilakukan
perusahaan sebagai langkah untuk mengurangi besarnya jumlah Pajak
Pertambahan Nilai Lebih Bayar.
12. Pada bulan November dan Desember 2012 perusahaan mengalami Pajak
Pertambahan Nilai Kurang Bayar. Hal ini terjadi karena pajak keluaran lebih
besar daripada pajak masukannya. Selain itu, kompensasi dari masa pajak
bulan berikutnya lebih kecil dibandingkan pajak pertambahan nilai
terhutangnya.
4.3.6. Pengisian SPT Masa PPN Periode Januari-Desember 2012
berdasarkan UU PPN No. 42/2009
1. Ketentuan pengisian SPT Masa PPN dengan jelas, lengkap dan benar tidak
diubah. Jadi perusahaan sudah melakukan pengisian dengan jelas, lengkap dan
benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. SPT yang digunakan adalah SPT
Masa 1107
73
2. Namun pada Dasar Pengenaan Pajak untuk periode April-Desember 2012
terdapat perbedaan dengan periode Januari-Maret 2012. Hal ini terjadi karena
adanya penundaan pengkreditan PPN Masukan.
3. Penundaan pengkreditan Pajak Masukan yang dilakukan oleh perusahaan ini
terjadi pada bulan Juni-Desember 2012. Perusahaan melakukan penundaan
pengkreditan selama satu bulan dan belum membebankannya sebagai biaya.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No 42/2009
Pasal 9 ayat 9 yang berisi pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
4. Jika perusahaan sudah menggunakan SPT Masa 111 maka akan muncul
beberapa perbedaan dalam pengisiannya. Perbedaan yang paling jelas adalah
adanya daftar pajak keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan faktur
pajak (Formulir 111 A2) disini PT Bumi Menara Internusa harus
mencantumkan semua penyerahan produknya dengan jelas dan lengkap.
5. Selain itu, formulir tambahan yakni formulir untuk rekapitulasi penyerahan
dan perolehan. Formulir ini digunakan untuk mempermudah dalam
memasukkan angka sebelum mengisi SPT induk.
6. Pengisian untuk SPT 1107 dan 111 tidak berbeda terlalu jauh, hanya pada SPT
Masa 111 lebih diperjelas dan lebih rinci untuk bagian pajak keluaran dan
74
pajak masukannya sehingga lebih mempermuda dalam melakukan
perhitungan pengisiannya.
7. Perusahaan belum menggunakan SPT Masa 111 hingga Desember 2012. PT
Bumi Menara Internusa mulai menggunakan untuk melaporkan SPT Masa
Januari 2013.
4.3.7. Penyetoran PP Periode Januari-Desember 2012 Berdasarkan UU PPN
No. 42/2009
Perusahaan mengalami PPN kurang bayar pada bulan Mei, November dan
Desember 2012. PT. Bumi Menara Internusa melakukan penyetoran secara
berturut-turut pada tanggal 14 Juni 2012, 14 Desember 2012 dan 14 Januari 2013.
pada Tabel 4.13 akan memperlihatkan tentang penyetoran Pajak Pertambahan
Nilai kurang bayar.
Tabel 4.13
Tanggal Penyetoran PPN Kurang Bayar
Periode PPN KB Tanggal Setor Tanggal Lapor
Mei 42,439 14 Juni 2012 21 Juni 2012
November 4,601 14 Desember 2012 15 Desember 2012
Desember 4,311 14 Januari 2013 17 januari 2013
Sumber : Data Perusahaan
Penyetoran PPN kurang bayar yang dilakukan oleh perusahaan selalu lebih
dulu dilakukan dibandingkan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilainya.
75
Hal ini sudah sesuai dengan UU PPN No. 42/2009 Pasal 15A ayat 1 yang berisi
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 harus dilakukan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
4..3.8. Pelaporan SPT Masa PPN Periode April-Desember 2012 Berdasarkan
UU PPN No. 42/2009
Pelaporan SPT Masa PPN periode April-Desember 2012 dapat dilihat
pada tabel 4.14 di bawah ini :
Tabel 4.14
Tanggal Pelaporan SPT Masa PPN
Periode Tanggal lapor
Januari 16 Februari 2012
Februari 15 Maret 2012
Maret 14 April 2012
April 17 Mei 2012
Mei 21 Juni 2012
Juni 14 Juli 2012
Juli 12 Agustus 2012
Agustus 23 September 2012
September 14 Oktober 2012
Oktober 16 November 2012
November 15 Desember 2012
Desember 17 Januari 2013
Sumber – Data Perusahaan
Pelaporan SPT Masa PPN periode April-Desember 2012 sudah
disampaikan sebelum masa pajak berikutnya berakhir. Hal ini sudah sesuai
76
dengan Undang-undang PPN yang baru yakni UU PPN No. 42/2009 pasal 15A I
ayat 2 yang berisi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
maka pelaporan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh PT Bumi Menara Internusa
sudah tepat waktu.
77
PT Bumi Menara Internusa
Neraca
31 Desember 2012
ASET
Aset lancar
Kas 98.051.248
Bank 283.027.800
Piutang 13.192.107.600
Persediaan bahan baku 5.250.220.700
Persediaan bahan pembantu 147.019.550
Asuransi dibayar dimuka 64.648.325
Total Aset lancar 19.035.075.223
Aset tetap
Tanah 3.231.730.000
Bangunan 18.105.105.075
Mesin-mesin 27.406.189.750
Kendaraan 3.728.795.225
Peralatan 8.057.811.775
Aakumulasi penyusutan (20.264.217.625)
Total Aset tetap 40.265.414.200
TOTAL ASET 59.300.489.423
KEWAJIBAN DAN MODAL
Hutang lancar
Hutang Usaha 24.356.525.475
Hutang bank 15.825.120.550
Hutang PPN 4.311
Hutang jangka panjang
Hutang sewa guna usaha 11.623.249.672
Modal awal- tahun 2012 7.495.589.415
TOTAL KEWAJIBAN DAN MODAL 59.300.489.423
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perhitungan PPN terhutang yang dilakukan PT Bumi Menara Internusa antara
lain sebagai berikut yaitu :
a. Perhitungan pajak keluaran menggunakan data penjualan yang berasal dari
nota penjualan yang dibuat oleh perusahaan. Data penjualan merupakan
jumlah penjualan semua produk yang dilakukan oleh perusahaan dalam
satu periode.
b. Perhitungan pajak masukan dengan menggunakan data pembelian yang
berasal dari faktur pajak standar dari supplier dan Surat Penerimaan
Barang yang diterbitkan oleh Staff Gudang. Data pembelian merupakan
jumlah pembelian bahan baku selama satu periode.
c. Pengkreditan pajak masukan oleh perusahaan dilakukan pada masa pajak
yang sama namun ada pula yang ditunda dalam pengkreditan pajak
masukannya. Penundaan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan
Undang-undang PPN karena penundaan dilakukan kurang dari tiga bulan
sejak masa pajak yang bersangkutan berakhir dan pajak masukannya tidak
dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan.
79
d. Cara menghitung PPN terhutang adalah dengan mengurangkan Pajak
Keluaran dan Pajak Masukan. Jika Pajak Keluaran lebih besar dari pajak
masukan maka akan menimbulkan PPN kurang bayar. Namun jika yang
terjadi sebaliknya akan menimbulkan PPN lebih bayar.
e. Cara penghitungan dan pelaporan PPN untuk periode Januari-Desember
2012 juga sudah benar dan sesuai dengan UU PPN No. 42/2009.
f. Perusahaan mengalami PPN kurang bayar hanya dalam tiga bulan dalam
satu pajak yakni Mei, November dan Desember 2012. Akan tetapi,
walaupun PT Bumi Menara Internusa seringkali mengalami lebih bayar
tetapi perusahaan ini tidak pernah mengalami pemeriksaan pajak.
2. Pengisian, Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh
perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Dalam melakukan pengisian SPT Masa PPN sudah benar dalam
mencantumkan jumlah pajak keluaran dan pajak masukannya karena
jumlah yang tercantum didalam SPT Masa PPN sama dengan jumlah yang
tertera didalam data penjualan dan data pembelian perusahaan. Selain itu,
faktur pajak yang terlampir sudah sesuai dengan jumlah pajak
masukannya.
b. Pengisian SPT Masa PPN juga sudah lengkap dan jelas. SPT Masa PPN
sudah lengkap karena SPT yang disampaikan disertai dengan lampiran
yang telah dibakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan sudah dibubuhi
tanda tangan, nama jelas dan cap perusahaan baik didalam SPT induk
maupun stempelnya. Sedangkan, SPT diisi secara jelas maksudnya adalah
80
pengisian menggunakan bahasa Indonesia, huruf latin, angka arab dan
mata uang Rupiah.
c. Perusahaan sudah menyetorkan PPN kurang bayarnya tepat waktu dan
tidak melanggar UU PPN No. 42/2009.
d. Perusahaan melakukan pelaporan SPT Masa PPN selalu tepat pada
waktunya dan sesuai dengan UU PP yang berlaku.
5.2. Saran
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penulis
maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran kepada perusahaan yaitu :
1. Perusahaan sebaiknya menggunakan tax planning agar tidak menimbulkan
PPN lebih bayar selama tiga bulan berturut-turut. Karena PPN lebih bayar
yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut akan menimbulkan pemeriksaan
pajak.
2. Perusahaan sebaiknya tidak menggunakan cara menunda pengkreditan pajak
masukan ke masa pajak berikutnya untuk mencegah SPT Masa PPN lebih
bayar, karena apabila dilakukan pemeriksaan pajak maka pajak masukan yang
seharusnya masih dapat dikreditkan ke masa pajak berikutnya menjadi tidak
dapat dikreditkan.