7
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Osteoarthritis (OA) adalah kelainan degeneratif pada sendi synovial yang dapat menyebabkan kerusakan kartilago sendi secara progresif. Osteoarthritis merupakan kelainan sendi yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab utama kecacatan pada usia lanjut (Lane, 2007). Nyeri sendi yang disebabkan oleh osteoartrhitis menduduki peringkat pertama penyebab nyeri pada panggul pada penduduk usia lanjut. Prevalensi osteoarthritis panggul berkisar antara 0,4% sampai dengan 27% (Cibulka et al., 2009). Total hip arthroplasty (THA) merupakan prosedur operasi yang meliputi eksisi femoral head dan bagian proksimal femoral neck dan mengganti kartilago acetabulum yang rusak dengan prostesis (Siopack JS and Jergesen HE, 1995). Operasi THA adalah prosedur yang paling sering dilakukan pada penanganan OA panggul stadium berat. THA juga merupakan prosedur pilihan penanganan pada pasien muda di bawah 60 tahun dengan OA pada panggul (Daras et al., 2009). Di Amerika serikat, THA merupakan salah satu prosedur operasi orthopaedi yang sering dilakukan, sekitar 170.000 per tahun dan sekitar 300.000 per tahun di dunia (Siopack JS, Jergesen HE, 1995). Sebagian besar prostesis yang ada pada saat ini didesain berdasarkan ukuran populasi ras Kaukasian. Pada umumnya bentuk dan ukuran dari prostesis ini kurang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Osteoarthritis

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Osteoarthritis (OA) adalah kelainan degeneratif pada sendi synovial yang

dapat menyebabkan kerusakan kartilago sendi secara progresif. Osteoarthritis

merupakan kelainan sendi yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab

utama kecacatan pada usia lanjut (Lane, 2007). Nyeri sendi yang disebabkan oleh

osteoartrhitis menduduki peringkat pertama penyebab nyeri pada panggul pada

penduduk usia lanjut. Prevalensi osteoarthritis panggul berkisar antara 0,4% sampai

dengan 27% (Cibulka et al., 2009).

Total hip arthroplasty (THA) merupakan prosedur operasi yang meliputi

eksisi femoral head dan bagian proksimal femoral neck dan mengganti kartilago

acetabulum yang rusak dengan prostesis (Siopack JS and Jergesen HE, 1995).

Operasi THA adalah prosedur yang paling sering dilakukan pada penanganan OA

panggul stadium berat. THA juga merupakan prosedur pilihan penanganan pada

pasien muda di bawah 60 tahun dengan OA pada panggul (Daras et al., 2009). Di

Amerika serikat, THA merupakan salah satu prosedur operasi orthopaedi yang sering

dilakukan, sekitar 170.000 per tahun dan sekitar 300.000 per tahun di dunia (Siopack

JS, Jergesen HE, 1995).

Sebagian besar prostesis yang ada pada saat ini didesain berdasarkan ukuran

populasi ras Kaukasian. Pada umumnya bentuk dan ukuran dari prostesis ini kurang

2

cocok jika diaplikasikan untuk populasi Asia. Problem ini dapat dicegah jika prostesis

didesain secara tepat berdasarkan data morfometri pada populasi tertentu

(Mahaisavariya et al., 2002).

Prostesis untuk THA yang ada saat ini dikembangkan dengan ukuran ras

Kaukasian, sedangkan ras Asia mempunyai postur tubuh yang lebih kecil

dibandingkan dengan ras Kaukasian (Baharuddin MY et al., 2014). Ahli bedah

orthopaedi selalu menekankan pentingnya ketepatan ukuran prostesis pada prosedur

operasi THA, khususnya untuk femoral stem tipe cementless (Rawal et al., 2012).

Morfometri femur proksimal adalah parameter penting untuk desain dan

pengembangan prostesis THA. Desain dan ukuran prostesis yang kurang tepat dapat

menimbulkan komplikasi dari operasi, seperti stress shielding, micromotion, dan

loosening (Baharuddin et al., 2011).

Sebagian besar prostesis THA yang ada saat ini didesain dan dibuat

berdasarkan morfologi populasi Eropa dan Amerika Utara. Penggunaan prostesis ini

di negara Malaysia ternyata kurang cocok dikarenakan desain prostesis tidak

berdasarkan pada morfometri populasi lokal. Belum ada studi mengenai morfologi

femur proksimal pada populasi di Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei, Singapura,

Indonesia, Thailand, dan Filipina. (Baharuddin et al., 2011).

Bentuk dan ukuran femur bervariasi bergantung pada jenis kelamin, umur,

dan etnis individu (Callaghan et al., 2007). Indonesia memiliki ras asli Melayu

Mongoloid dan Austroloid. Ras Melayu Mongoloid banyak menempati daerah

3

Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Bali, sedangkan ras

Austroloid menempati daerah Papua (Syam Nur, 2007).

Penelitian pengukuran morfometri femur proksimal dapat dijumpai di

beberapa negara, antara lain Perancis (Husmann et al.), Swiss (Rubin et al.), Turki

(Atilla et al.), India (Saikia et al.), Nepal (Mishra et al.), Pakistan (Umer et al.),

Thailand (Mahaisavariya et al.), dan Malaysia (Baharuddin et al). Meskipun demikian

masih sedikit studi mengenai morfometri femur proksimal untuk populasi di Asia

tenggara seperti Malaysia, Singapura, Indonesia dan Negara lainnya (Baharuddin et

al., 2011).

Dalam pengukuran morfometri data yang didapatkan dapat berasal dari tulang

cadaver, X-ray, CT scan atau MRI. Pengukuran morfometri dengan CT scan

memberikan gambaran yang lebih akuratdibandingkan dengan metode lainnya seperti

X-ray dan tulang cadaver (Rawal et al., 2012).

Parameter morfometri yang diukur pada penelitian ini meliputi (1) Femoral

Head Offset (FHO), (2) Femoral Head Position (FHP), (3) Femoral Head Diameter

(FHD), (4) Neck-Shaft Angle (NSA), (5) Anteroposterior Width at 20 mm above lesser

trochanter (APW1), (6) Mediolateral Width at 20 mm above lesser trochanter

(MLW1), (7) Anteroposterior Width at 40 mm below lesser trochanter (APW2), (8)

Mediolateral Width at 40 mm below lesser trochanter (MLW2), (9) Anteroposterior

Width at isthmus (APW3), (10) Mediolateral Width at isthmus (MLW3), (11) Canal

Flare Index (CFI).

4

Karena femur proksimal memiliki variasi anatomi yang luas, kecocokan

prostesis yang tepat sulit didapatkan dan saat ini baru ada sedikit studi yang meneliti

tentang geometri tulang femur. Noble et al., 1988 meneliti geometri anatomi femur

berdasarkan radiografi anteroposterior dan lateral dan mengklasifikasikan bentuk

femur menjadi tiga grup yang menjadi dasar untuk mendesain prostesis femur.

Pendekatan baru terhadap pencitraan tiga dimensi berkembang dari penggunaan CT

Scan yang digunakan untuk mendesain prostesis.

Ada dua isu utama mengenai desain implant berdasarkan populasi. Pertama

adalah perbedaan anthropometri femur proksimal diantara etnik dikarenakan adanya

perbedaan pada gaya hidup, fisik, dan gaya yang didistribusikan. Isu kedua adalah

adanya implant-morphology mismatch yang dapat menyebabkan kesulitan pada

penempatan implant dan dapat mempercepat deteriorasi implant yang akan

berdampak pada outcome jangka pendek maupun jangka panjang (Baharuddin et al.,

2011).

Operasi yang dilakukan pada femur proksimal merupakan salah satu operasi

yang sering dilakukan di bidang orthopaedi. Salah satu tujuan operasi pada femur

proksimal antara lain mengembalikan posisi fragmen seanatomis mungkin. Sehingga

tujuan dasar dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data morfometri femur

proksimal pada populasi di negara berkembang dimana ada perbedaan secar fisik,

kebiasaan, genetik, dan gaya hidup dengan populasi orang barat. Untuk

5

meminimalkan komplikasi intra dan pasca operasi, implant harus didesain

berdasarkan data anthropometri dan biomekanik (Mishra et al., 2009).

Kecocokan geometri diantara tulang dan implant merupakan salah satu faktor

penting terhadap kesuksesan hasil operasi. Revisi operasi dilakukan jika terdapat

instabilitas dari implant, sehingga diperlukan geometri komponen implant yang tepat

untuk stabilitas jangka panjang (Baharuddin et al., 2011).

Menurut sensus Badan Pusat Statistik Indonesia (2000), etnik terbesar di

Indonesia adalah suku Jawa yang merupakan 41% total populasi di Indonesia. Suku

terbesar selanjutnya diikuti suku Sunda (15,41%) , Melayu ( 3,45%) dan Madura

(3,37%).

Dengan mempelajari data morfometri femur proksimal yang dihasilkan dari

data CT Scan dari populasi orang Indonesia, diharapkan dapat memberikan data

morfometri yang berguna untuk membuat femoral stem THA bagi populasi

Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dikembangkan

rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah ukuran morfometri femur proksimal populasi Indonesia berbeda

dengan ras-ras lain di dunia?

2. Apakah ada hubungan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) populasi

Indonesia dengan ukuran morfometri femur proksimal?

6

3. Bagaimana bentuk canal flare index (CFI) populasi Indonesia dan tipe

femoral stem apa yang sebaiknya digunakan (cementless atau cemented)?

4. Bagaimana ukuran dasar desain prostesis THA (femoral stem) yang sesuai

dengan morfometri femur proksimal populasi Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui morfometri femur

proksimal populasi Melayu Mongoloid Indonesia etnis Jawa.

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan

morfometri femur proksimal populasi Malaya Mongoloid Indonesia etnis Jawa

dibanding morfometri femur proksimal ras-ras lainnya.

7

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dengan adanya data dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

data serta acuan dalam mendesain femoral stem THA sesuai ukuran populasi

orang Indonesia.

2. Dengan adanya data dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil

luaran klinis operasi THA di Indonesia.