7
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai salah satu pulau diantara 17.504 pulau yang ada di Indonesia (Dirjen Perikanan Budidaya, 2005 dalam Netra 2006), selama ini dikenal sebagai pengembangan pariwisata budayanya. Investor kepariwisataan tertarik untuk berinvestasi di Bali dengan harapan akan mendapat manfaat yang besar di masa yang akan datang. Investasi di bidang pariwisata tidak hanya membawa dampak positif akan tetapi juga membawa dampak negatif. Dampak perubahan terjadi pada struktur sosial, budaya, ekonomi masyarakat maupun pada kualitas lingkungan. Pengaruh negatif struktur sosial masyarakat di sekitarnya yang mungkin terjadi adalah perilaku dan atau kebiasaan yang bersifat negatif seperti perjudian, kebiasaan minum-minuman keras dan pola hidup konsumtif yang bisa mendorong masyarakat lokal menjadi lebih konsumtif. Bila hal tersebut tidak didukung oleh perubahan kemampuan daya beli masyarakat lokal akan menyebabkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya bisa menyebabkan ketidak harmonisan (konflik sosial) antara warga di sekitarnya (Inca, et al, 2010). Dampak negatif lainnya adalah terjadinya kecemburuan sosial terhadap posisi dan tempat-tempat berjualan di sekitar tempat berkembangnya pariwisata. Akibat pemilikan lokasi penjualan, ada yang termasuk strategis dalam pengembangan pariwisata, ada juga yang kurang menguntungkan bagi pemilik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id BAB_I.pdf · 1.1 Latar Belakang ... Dampak perubahan terjadi pada struktur sosial, budaya, ekonomi masyarakat maupun pada kualitas

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali sebagai salah satu pulau diantara 17.504 pulau yang ada di Indonesia

(Dirjen Perikanan Budidaya, 2005 dalam Netra 2006), selama ini dikenal sebagai

pengembangan pariwisata budayanya. Investor kepariwisataan tertarik untuk

berinvestasi di Bali dengan harapan akan mendapat manfaat yang besar di masa

yang akan datang.

Investasi di bidang pariwisata tidak hanya membawa dampak positif akan

tetapi juga membawa dampak negatif. Dampak perubahan terjadi pada struktur

sosial, budaya, ekonomi masyarakat maupun pada kualitas lingkungan. Pengaruh

negatif struktur sosial masyarakat di sekitarnya yang mungkin terjadi adalah

perilaku dan atau kebiasaan yang bersifat negatif seperti perjudian, kebiasaan

minum-minuman keras dan pola hidup konsumtif yang bisa mendorong

masyarakat lokal menjadi lebih konsumtif. Bila hal tersebut tidak didukung oleh

perubahan kemampuan daya beli masyarakat lokal akan menyebabkan

kecemburuan sosial yang pada akhirnya bisa menyebabkan ketidak harmonisan

(konflik sosial) antara warga di sekitarnya (Inca, et al, 2010).

Dampak negatif lainnya adalah terjadinya kecemburuan sosial terhadap

posisi dan tempat-tempat berjualan di sekitar tempat berkembangnya pariwisata.

Akibat pemilikan lokasi penjualan, ada yang termasuk strategis dalam

pengembangan pariwisata, ada juga yang kurang menguntungkan bagi pemilik

2

usaha, sehingga dikhawatirkan dalam jangka panjang akan terjadi konflik, jika

tidak diatur secara baik oleh pengelola wisata.

Adanya alih fungsi lahan juga merupakan dampak negatif yang tidak dapat

dihindari. Menurut Lestari (2009) alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai

konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari

fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi

dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

Pengembangan pariwisata di Bali Selatan, yaitu di daerah kutuh tepatnya

di pantai pandawa berdampak kepada menurunnya jumlah petani rumput laut.

Karena berdasarkan Keputusan Bupati Badung Nomor 1699/02/HK/2011 tentang

penetapan kawasan Minapolitan di Kabupaten Badung yang meliputi pantai

Kutuh, pantai Geger dan pantai Sawangan adalah untuk pengembangan Rumput

Laut. Penetapan kawasan ini diharapkan mempunyai fungsi utama ekonomi yaitu

sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas, pelayanan jasa.

Sebelum pengembangan pariwisata di Pantai Pandawa kegiatan

masyarakatnya adalah sebagian besar bekerja di laut yaitu dengan membentuk

kelompok kerja yang disebut kelompok tani rumput laut. Hasil wawancara di

lapangan menunjukkan bahwa jumlah kelompok tani ruput laut sebelumnya

adalah sebanyak 25 kelompok. Hingga kini sisanya masih sekitar 5 kelompok

yang tetap bertahan di usaha pertanian rumput laut. Sedangkan yang lain

semuanya sudah beralih profesi menjadi pedagang (kuliner), pedagang pakaian,

pedagang pernik-pernik lain (penunjang pariwisata).

3

Perpindahan pekerjaan ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya

adalah sebagai berikut: 1) kendala dari segi bibit. Bibit rumput laut yang selama

ini dikembangkan sekarang tidak bisa tumbuh lagi di pantai tersebut, 2) semakin

banyak ikan baru yang hidup di pantai pandawa yang diyakini memakan dan

merusak bibit-bibit yang ada, 3) kelompok tani rumput laut merasa sudah tidak

mampu melawan alam, sehingga tidak bergairah lagi untuk pengembangkan

rumput laut, 4) semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pantai

pandawa akibat dibukanya akses jalan menuju pantai sehingga membuka peluang

bagi petani untuk berusaha di bidang pariwisata. Sehingga petani rumput laut

akhirnya beralih haluan dari pertanian ke pariwisata.

Berdasarkan hasil pemantauan dan wawancara dengan petani rumput laut

yang masih bertahan, petani menyatakan bahwa sesungguhnya petani masih tetap

ingin bekerja pada sektor ini, tetapi karena kendala bibit, alam bawah laut yang

tidak lagi bersahabat, menyebabkan semangat kerjanya semakin menurun, dan ini

juga yang menjadi alasan petani rumput laut lainnya lebih tertarik untuk beralih ke

sektor pariwisata. Disisi lain perkembangan pariwisata juga merupakan salah satu

kendala sulitnya petani untuk berusaha di pantai pandawa, karena pantai juga

digunakan sebagai kegiatan pariwisata kano, pinggir pantai digunakan untuk

menjual jasa tenda, sehingga petani benar-benar tidak bisa menggunakan pantai

ini untuk berusaha di bidang pertanian rumput laut. Petani yang masih bertahan di

usaha rumput laut punya alasan karena disamping usia, petani juga masih tetap

punya penghasilan menanam rumput laut, meskipun lebih sulit dari segi bibit dan

pengelolaan rumput laut yang ada sekarang.

4

Perbandingan hasil petani rumpu laut dengan hasil pengembangan

pariwisata adalah bagi petani rumput laut yang masih tetap bekerja sebagai petani,

pendapatan per bulan rata-rata adalah sebesar Rp 5.000.000,00. Sedangkan

pendapatan masyarakat yang beralih sebagai pedagang yaitu rata-rata sebesar

Rp 3.000.000,00 kotor per bulan yang berada di lokasi yang tidak strategis.

Sedangkan yang berada pada lokasi yang baik (di depan) pendapatan per bulan

rata-rata sekitar Rp 6.000.000,00 sampai Rp 7.000.000,00. Berdasarkan hasil

perbandingan tersebut, sesungguhnya pendapatan atara petani yang masih tetap

bertahan dan petani yang sudah beralih ke usaha-usaha penunjang pariwisata

memiliki pendapatan yang tidak jauh berbeda. Ini juga merupakan alasan bagi

petani yang masih tetap bertahan di usaha rumput laut.

Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali Tahun

2013 nampak bahwa volume ekspor dari tahun ke tahun mengalami penurunan

akibat dari semakin berkurangnya produksi rumput laut. Tahun 2004 ekspor

mencapai 84,00 ton dan terus mengalami penurunan hingga Tahun 2007 menjadi

1,80 ton. Tahun 2008 bahkan tidak ada ekspor, dan Tahun 2010 nilai ekspor naik

menjadi 20,58 ton, tetapi menurun Tahun 2011 menjadi 5,08 ton, dan bahkan

sejak Tahun 2012 hingga kini ekspor rumput laut sudah tidak ada.

Produksi rumput laut Provinsi Bali selama lima tahun yaitu sejak Tahun

2009 sampai dengan tahun 2013 data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Bali Tahun 2013 adalah sebagai berikut: Tahun 2009 sebanyak 135.810 ton,

Tahun 2010 sebanyak 132.640 ton, Tahun 2011 sebanyak 141.863 ton. Tahun

2012 sebanyak 144.168 ton, dan Tahun 2013 sebanyak 145.597 ton. Data

5

produksi selama lima tahun nampak berfluktuasi dan bahkan dua tahun terakhir

yaitu Tahun 2012 dan 2013 produksi rumput laut hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan Indonesia saja, karena tidak ada ekspor yang dilakukan pada Tahun

2012 dan 2013.

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa prospek pengembangan rumput

laut masih sangat baik. Oleh karena itu sudah saatnya di masa yang akan datang

pembangunan pertanian harus menggunakan prinsip Pembangunan Berkelanjutan

(Sustainable Development) (Sutjipta, 2008). Pembangunan berkelanjutan menurut

Sutjipta (2008) adalah: 1) pembangunan dengan memperhatikan kelestarian

lingkungan hidup, 2) pembangunan dengan pemanfaatan sumber daya alam

(SDA) secara bijaksana, 3) pembangunan dengan menyeimbangkan antara

produksi dan kebutuhan konsumsi, 4) pembangunan penanggulangan kemiskinan,

5) pembangunan dengan perbaikan mutu sumber daya manusia (SDM) dan

pemberdayaan yang optimal SDA dan SDM dan 6) pemanfaatan kemajuan

teknologi yang semakin maju.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang: “Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Keberlanjutan Usaha Tani

Rumput Laut di Desa Kutuh, Kuta Selatan, Kabupaten Badung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

6

1. Bagaimanakah kondisi usahatani pertanian rumput laut di Desa Kutuh

Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung?

2. Bagaimanakah perkembangan pariwisata di Desa Kutuh Kecamatan Kuta

Selatan Kabupaten Badung?

3. Bagaimanakah dampak perkembangan pariwisata terhadap keberlanjutan

Usahatani Rumput Laut di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten

Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui kondisi usahatani pertanian rumput laut di Desa Kutuh

Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung.

2. Mengetahui perkembangan pariwisata di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan

Kabupaten Badung.

3. Mengetahui dampak perkembangan pariwisata terhadap keberlanjutan

Usahatani Rumput Laut di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten

Badung.

1.4 Manfaat Penelitian

Isu sinergitas pembangunan pariwisata dan pertanian di Bali menjadi

sangat menarik dibahas dalam kajian-kajian ilmiah. Melalui penelitian ini penulis

berharap dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap keberlangsungan

pembangunan pertanian seiring dengan pesatnya perkembangan pariwisata di

7

daerah Bali Selatan. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat

sebagai berikut.

1. Memperkuat atau mendukung teori–teori yang sudah ada tentang

perkembangan pariwisata dan teori tentang keberlanjutan usahatani

rumput laut.

2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang

memiliki keinginan yang sama untuk meneliti tentang usaha rumput laut atau

bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti topik yang sama di tempat lain,

atau meneliti topik yang berbeda di tempat yang sama di wilayah Pantai

Pandawa, Kabupaten Badung.

3. Berdasarkan penelitian ini diharapkan usahatani rumput laut sebagai salah satu

usaha pertanian berkelanjutan, juga sebagai salah satu sumber petani rumput

laut dapat terus bertahan di tengah-tengah pengembangan pariwisata Pantai

Pandawa di Desa Kutuh, Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

4. Dapat digunakan sebagai referensi oleh pemerintah, dalam upaya untuk

mencari bibit-bibit baru yang dapat dikembangkan di Pantai Pandawa di Desa

Kutuh, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, disesuaikan dengan situasi dan

kondisi lingkungan alam saat ini.

5. Berdasarkan penelitian ini akan dapat diketahui dampak dari berkembangnya

pariwisata terhadap keberlanjutan usahatani rumput laut di Desa Kutuh, Kuta

Selatan, Kabupaten Badung.