Upload
truongtu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat ini, maka turut
berkembang pula teknologi yang digunakan. Dalam kesehariannya, manusia
selalu membutuhkan teknologi dalam mengerjakan kegiatannya sehari-hari.
Begitu pula dengan ilmu kartografi yang ada pada saat ini, dimana tidak lagi
hanya sekedar ilmu pembuatan peta yang dituangkan dalam selembar kertas,
namun pada saat ini ilmu kartografi juga berkembang menuju arah teknologi yang
maju. Hal ini dapat diamati dari terus berkembangnya teknik penyusunan, analisis,
dan visualisasi hasil kartografi.
Kartografi pada era sebelum 60-an merupakan kegiatan yang terkenal
dengan manufacturing maps, tetapi pada saat ini lebih cenderung ke arah analisis
dan visualisasi data secara spasial (Kraak & Ormelling, 1999 dalam Noorhadi
Rahardjo). Perkembangan teknologi telah mempengaruhi perubahan dari berbagai
produk kartografi menjadi lebih cepat, lebih murah, dan interaktif dengan
tampilan visual secara hampir real-time. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
produk kartografi saat ini telah mengalami penekanan secara lebih dari mulanya
yang bersifat statis menjadi peta dinamis (Taylor, 1994).
Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk
memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang
diperoleh dari hasil rekaman obyek,daerah atau fenomena yang dikaji. Teknologi
penginderaan jauh dalam pekembangannya mempunyai perkembangan yang
sangat cepat. Hal ini ditunjukkan pada system perekaman ataupengumpulan data
penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera (sensor) yang
dipasangpada pesawat terbang atau satelit (Lillesand dan Keifer, 1987) yang
sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga dapat menghasilkan
kualitas dan kuantitas data secara spasial yang lebih baik.Perkembangan teknologi
Penginderaan Jauh semakin nyata terlihat melalui kehadiran berbagai sistem
satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor.
2
Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan
data/informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya alam kelautan
secara teratur dan periodik. Salah satu keuntungan dari data citra satelit untuk
deteksi dan inventarisasi sumberdaya lahan adalah setiap lembar (scene) citra ini
mencakup wilayah yang sangat luas yaitu sekitar 60–180 km2.
Lahan akan bervariasi menurut kegiatan manusia yang ada di dalamnya.
Adanya bermacam-macam kegiatan manusia akan menimbulkan variasi harga
lahan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Semakin
meningkatnya kebutuhan akan lahan, menjadikan harga lahan pada suatu tempat
dengan sendirinya akan mengalami kenaikan. Harga lahan adalah penilaian atas
lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan ruang untuk satuan
luas pada pasaran lahan (Yunus, 1987). Banyak sektor yang membutuhkan data
harga lahan untuk tujuan tertentu, dan biasanya mengarah pada tujuan ekonomi.
Perubahan harga lahan akan berlangsung secara cepat seiring dengan
bertambahnya aktivitas manusia, maka untuk mengetahui perubahan harga lahan
tersebut, data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai solusi untuk mengetahui
perubahan harga lahan tersebut berdasarkan parameter-parameter fisik lahan yang
ada.
Ketersediaan citra satelit dalam bentuk digital memungkinkan
penganalisaan dengan komputer secara kuantitatif dan konsisten serta dapat
digunakan untuk cek lapangan. Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan
dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding
dengan cara teristris di lapangan. Analisis data penginderaan jauh merupakan
suatu kegiatan untuk mengenali kembali segala kenampakan obyek yang berhasil
ditangkap oleh alat sensor yang dibawa satelit. Kenampakan citra dalam penyajian
detil/data dipengaruhi oleh tingkat resolusi
Survey terestrial atau survey lapangan merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan untuk mendapatkan data harga lahan. Tetapi metode ini
mempunyai kelemahan yaitu dibutuhkan waktu yang relatif lama dan tenaga yang
besar. Selain itu, untuk daerah dengan perubahan harga lahan yang sangat
dinamis, proses survey lapangan tidak dapat mengimbangi perubahan tersebut.
3
Daerah dengan perubahan harga lahan yang dinamis adalah daerah dimana nilai
lahan meningkat dengan cepat, yang secara langsung akan mempengaruhi harga
lahan. Daerah ini adalah daerah pusat-pusat pertumbuhan dan kota.
.Parameter yang mempengaruhi harga lahan dapat diketahui dengan
interpetasi manual atau dengan menggunakan aplikasi software GIS. GIS adalah
suatu sistem software, hardware dan prosedur untuk memfasilitasi manajemen,
manipulasi, analisa, pemodelan, representasi dan tampilan data tergeoreferensi
untuk memecahkan masalah yang kompleks berkaitan dengan perencanaan dan
manajemen sumber daya.
1.2. Perumusan Masalah
Kecamatan Minggir merupakan salah satu daerah di wilayah barat
Kabupaten Sleman dengan perubahan penggunaan lahan yang relatif cepat di
Kabupaten Sleman, sehingga akan menimbulkan perubahan harga lahan yang
cepat pula. Hal ini terutama dipengaruhi oleh keberadaan jembatan yang
menghubungkan antara Kabupaten Kulonprogo dengan Kabupaten Sleman yang
letaknya terletak di Kecamatan Minggir. Sebelumnya, kedua daerah ini dipisahkan
oleh Sungai Progo yang cukup besar dan seolah-olah Kecamatan Minggir menjadi
ujung dari Kabupaten Sleman. Di sepanjang jalan yang ada di Kecamatan Minggir
terdapat peningkatan perubahan lahan yang cepat, dan umumnya adalah
perubahan lahan pertanian menjadi non-pertanian (permukiman dan jasa).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh data harga
lahan secara efektif dan cepat adalah dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Citra Ikonos merupakan salah
satu produk Penginderaan Jauh yang dapat digunakan dalam studi harga lahan.
Dengan resolusi spasial yang tinggi serta data yang dapat diperbaharui, akan
memudahkan dalam proses analisa dan update harga lahan. Variabel yang dapat
diekstrak dari citra satelit Ikonos ini adalah data penggunaan lahan dan
aksesbilitas lahan.
Pemilihan Kecamatan Minggir sebagai daerah penelitian didasarkan pada
beberapa hal penting. Kecamatan Minggir dikenal sebagai wilayah pertanian yang
4
didominasi oleh sawah. Dengan adanya keberadaan jembatan yang
menghubungkan antara 2 Kabupaten di 2 provinsi yang berbeda akan
menimbulkan adanya pertambahan aktivitas manusia yang akan mengakibatkan
adanya perubahan pemanfaatan lahan dan permintaan lahan untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa pertanyaan :
1. Seberapa besarkah manfaat citra Ikonos dalam penentuan harga lahan
khususnya untuk daerah kecamatan Minggir ?
2. Bagaimanakah penyebaran harga lahan di Kecamatan Minggir pada
saat ini ?
Untuk itu penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul “Pemanfaatan
Citra Ikonos Untuk Mengetahui Sebaran Harga Lahan di Kecamatan Minggir
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui seberapa jauh manfaat Citra IKONOS dalam
menghasilkan informasi penggunaan lahan dan aksesbilitas lahan.
2. Mengetahui sebaran harga lahan yang ada di Kecamatan Minggir
Kabupaten Sleman
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah
1. Dapat dijadikan alternatif bagi pihak terkait untuk mengetahui sebaran
harga lahan.
2. Secara ilmiah dapat dijadikan rujukan bagi studi ilmiah mengenai
harga lahan.
1.5. Sasaran Penelitian
Penelitian ini ditujukan terutama dalam hal pengenalan obyek pada citra
ikonos, yaitu penggunaan lahan dan aksesbilitas lahan.Sasaran lain adalah
5
penekanan metode analisa menggunakan Sistem Informasi Geografis. Data yang
telah dihasilkan oleh metode penginderaan jauh diolah dengan software SIG.
Pengharkatan, analisa jaringan (network analyst), buffering dan tumpangsusun
(overlay) merupakan metode yang akan digunakan dalam penelitian kali ini.
1.6. Tinjauan Pustaka
1.6.1. Sistem Penginderaan Jauh.
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1979).Menurut Sutanto (1995) Sistem
penginderaan jauh terdiri dari dua sub sistem yang saling terkait. Sub sistem
pertama adalah sub sistem perolehan. Sistem ini berkaitan dengan metode untuk
memperoleh data penginderaan jauh yang valid yang mencakup antara lain :
1. Tenaga untuk sensor penginderaan jauh, tenaga ini adalah gelombang
elektro magnetik, baik yang alamiah, yaitu pantulan dari sinar matahari
dan pancaran dari obyek itu sendiri (penginderaan jauh pasif) maupun
buatan misalnya radar dan gelombang mikro (penginderaan jauh aktif).
2. Obyek penginderaan jauh, yaitu segala obyek benda maupun fenomena
yang direkam dan dikenali oleh sensor serta dapat diidentifikasi baik
secara langsung maupun tidak langsung.
3. Proses penginderaan jauh, meliputi berbagai interaksi antar tenaga obyek,
serta atmosfer dan proses perekaman itu sendiri.
Subsistem yang kedua adalah analisis dan sintesis.Analisa yaitu proses
mengenali apa yang terekam dalam data digital maupun data analog serta menilai
arti pentingnya masing-masing sesuai dengan tujuan yang terkait. Sintesis adalah
penggabungan atau pemaduan unsure-unsur hasil analisis sebagai langkah lanjut
untuk mencapai tujuan tertentu.
Komponen dalam sistem penginderaan jauh dapat dijabarkan dalam
gambar berikut ini:
6
Sumber : Sutanto (1995)
Gambar 1.1. Sistem dan komponen Penginderan jauh
Data yang dihasilkan oleh sistem penginderaan jauh mempunyai kerincian
yang berbeda-beda. Kerincian data tergantung pada resolusi dari data tersebut.
Ada empat jenis resolusi data penginderaan jauh, yaitu :
1. Resolusi spasial, yaitu ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan,
dibedakan, dan dkenali pada data
2. Resolusi spektral, yaitu kerincian spektrum elektromagnetik yang
digunakan dalam perekaman
3. Resolusi radiometrik, yaitu menunjukkan kepekaan sistem sensor
terhadap perbedaan terkecil dari kekuatan sinyal
4. Resolusi temporal merupakan frekuensi perekaman ulang pada daerah
yang sama. (Sutanto,1995)
Berbagai jenis analisis dengan tujuan akhir yang khusus memerlukan jenis
data penginderaan jauh yang berbeda satu sama lain. Untuk itu dirasa sangat perlu
untuk mengetahui spesifikasi data apa saja yang kita perlukan untuk jenis analisa
yang sedang kita lakukan.
Setelah pemilihan data yang sesuai telah dilaksanakan maka proses yang
tak kalah pentingnya adalah mengenai analisis data. Lillesand dan Kiefer (1979)
mengemukakan bahwa interpretasi citra adalah identifikasi apa yang dapat dilihat
pada citra dan mengkomunikasikan informasi ini dengan yang lain sehingga
membentuk informasi yang berguna. Lebih lanjut Sutanto (1986) mengemukakan
bahwa prinsip identifikasi dan pengenalan obyek pada citra didasarkan pada
7
penyidikan karakteristik atau atributnya pada citra. Pekerjaan lapangan (field
checking merupakan satu kesatuan dengan pekerjaan interpretasi. Interpretasi
ulang merupakan usaha penyempurnaan hasil interpretasi yang dipadukan dengan
hasil uji dan pekerjaan lapangan.
Penginderaan jauh dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis. Ini
didasarkan pada jenis sensor, jenis alat perekam, jenis wahana, jenis keluaran
data, dan lain-lain. Menurut Sutanto (1995) data penginderaan jauh sesuai dengan
cara perekamannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu : data digital dan data analog.
Data digital berupa susunan angka yang mencerminkan nilai warna atau tingkat
keabuan serta data koordinat/posisi. Data tadi memberikan nilai pada sel-sel kecil
yang bernama piksel, yakni ukuran terkecil obyek yang dapat direkam oleh
sensor.Data analog adalah data yang terekam dalam bentuk gambar. Data analog
dibedakan lagi menjadi data grafis (1 dimensi) dan data dua dimensional yang
selanjutnya disebut citra.
Lebih lanjut Sutanto (1995) menyatakan bahwa citra dapat dibagi lagi
menjadi dua kelompok, yaitu citra foto dan citra non foto (digital). Citra foto
dibuat dengan kamera, perekaman secara serentak untuk satu lembar foto dan
menggunakan tenaga cahaya tampak atau perluasannya (ultraviolet dekat atau
inframerah dekat). Sedangkan citra non foto dibuat dengan sensor selain kamera
yang didasarkan atas penyiaman (scanning). Perekamannya bagian demi bagian
dan dapat menggunakan semua jenis gelombang elektromagnetik, bahkan dapat
menggunakan pita serapan.
Pada dekade 1960-an hamper semua data pengnderaan jauh hanya
mempunyai output berupa data analog dan visual. Tetapi mulai tahun 1970-an
hingga sekarang format digital mulai menggeser keberadaan data analog,
dikarenakan karena berbagai keuggulan format ini, diantaranya data lebih
portable, mudah diolah dengan computer serta range nilai spectral yang lebih pasti
dan lebih besar. Bahkan akhir-akhir ini terlihat bahwa tren dari data penginderaan
jauh mulai bergeser pada citra satelit sangat detail dan citra hiperspektral, sebagai
contoh adalah produk citra IKONOS yang akan digunakan dalam penelitian kali
ini.
8
1.6.2. Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi : Ikonos
Kerincian informasi yang dapat disadap dari data penginderaan jauh sangat
tergantung dari resolusi. Untuk penelitian kali ini, dari keempat resolusi yang ada,
yaitu resolusi spasial, temporal, spectral, dan radiometrik, maka resolusi spasial
merupakan yang terpenting. Resolusi spasial merupakan ukuran obyek terkecil
yang dapat disajikan. Ini sangat menguntungkan dalam interpretasi detail
penggunaan lahan dan aksesibilitas yang merupakan salah satu data penting yang
dibutuhkan untuk analisa harga lahan.
Dengan kemajuan teknologi saat ini, telah banyak produk-produk data
penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang detail, salah satunya adalah
IKONOS yang akan digunakan dalam penelitian kali ini
Satelit IKONOS-1 diluncurkan pada tahun 1999 namun gagal. IKONOS-2
yang secara resmi diluncurkan pada 24 September 1999, untuk menggantikan
IKONOS-1 (Space Imaging, 2003). Satelit ini membawa sensor pankromatik dan
multispektral dengan lebar sapuan 11 km. Sumber energi satelit ini dihasilkan dari
3 buah "solar array" yang menghasilkan daya sebesar 1100 watt. Satelit Ikonos-II
dilengkapi memori dengan kapasitas mencapai 64 gigabyte sebagai media
penyimpan data. Data hasil rekaman disimpan dalam memori, kemudian ditransfer
ke stasiun penerima di bumi dengan kemampuan transfer data sebesar 320
megabyte per detik.
Sensor yang dibawa oleh satelit IKONOS adalah sensor pankromatic
(PAN) dan sensor yang terdiri atas 4 saluran (MSI). Bila data pada diplotkan pada
sumbu-sumbu koordinat saluran hijau, biru, merah dan inframerah dekat maka
dihasilkan ruang spektral yang spesifik, sebagai acuan pengenalan objek secara
spektral. Pada panjang gelombang 0,45 - 0,90 um merupakan spektral tampak
(visible) yang sama dengan citra Landsat 4 dan 5 saluran 1 - 4 (Space Imaging,
2003). Dengan mengkoleksi data 1 1-bit, dimana akan menghasilkan 2.048 tingkat
kecerahan (gray level), hal ini akan meningkatkan kontras dan detail bayangan
(Ganas et al. 2001). Area berukuran satu kilometer persegi dengan citra berwarna
(tiga saluran RGB) membutuhkan 3 MB penyimpanan untuk data 8 bit, dan 6 MB
untuk data 11 bit (Tabel 2.4). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
9
warna asli, 3 band (PAN/MSI), resolusi spasial 1-m dengan besar file 17,8 MB.
Tabel 1.1 Spesifikasi Ikonos
Sumber : Space Imaging,2011
Pada Tabel berikut akan dipaparkan spesifikasi sensor dan resolusi tiap
saluran pada sistem satelit IKONOS.
Tabel 1.2. Spesifikasi sensor dan resolusi Ikonos
Sumber : Space Imaging,2011
Pada setiap area dibumi dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi
diatas 2 m, dan rata-rata dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi diatas 2
m, dan rata-rata membutuhkan waktu 3 hari untuk data dengan resolusi citra 1 m.
Satelit IKONOS mempunyai orbit polar, circular, sinkron matahari, yang berarti
akan meliput daerah yang sama pada jam yang sama yaitu 10:30 pagi, mengorbit
Mode Band Batas Bawah (nm) Batas Atas (nm) Lebar Band (nm) Resolusi Spasial (m)
Pan 525.8 928.5 403 1
MS-1 (Biru) 444.7 516.0 71.3 4
MS-2 (Hijau) 506.4 595.5 88.6 4
MS-5 (Merah) 631.9 697.7 65.8 4
MS-4 (VNIR) 757.3 852.7 95.4 4
24-Sep-99 Vandenberg Air Force Base, California
Waktu operasional Lebih dari 8.5 Tahun Orbit 98.1 derajat, sun synchronous Kecepatan Orbit 7.5 kilometer (4.7 miles) per detik Kecepatan di bumi 6.8 kilometer (4.2 miles) per detik Revolusi setiap 24 jam Waktu mengelilingi bumi 98 menit Altitude 681 kilometer (423 miles)
Nadir: Pankromatik 0.82 meter (2.7 kaki) multispektral 3.2 meter(10.5 kaki) Off Nadir : Pan 1.0 meter (3.3 kaki), multispektral 4.0 meter (13.1 kaki) 11.3 kilometer (7.0 miles) pada nadir 13.8 kilometer (8.6 miles pada 26° off-nadir)
Waktu melewati ekuator Kurang lebih 10:30 a.m. waktu matahari Resolusi temporal Kurang lebih 3 hari pada resolusi 1 meter, 40° latitude Dynamic Range 11-bits per pixel Image Bands Pankromatik, biru, hijau, merah, inframerah dekat
Diluncurkan
Resolusi
Cakupan citra
10
681 km dan kedua sensor (pankromatik dan multispektral) mempunyai lebar
sapuan (scann imaging) 11 km. Dengan kemampuan ini jelas sekali manfaat dari
data citra tersebut mampu digunakan untuk pemantuan terhadap perkembangan
NJOP Bumi.
Tabel 1.3. Spesifikasi tiap saluran citra
Bits per
Piksel
Jumlah
Saluran
Resolusi Spasial
(m)
Besar File per
km2 (MB)
Hitam dan Putih 8 1 1 1
11 1 1 2
Multispektral (warna asli atau 8 4 0,1875
semu) 11 ~>
4 0,375
Multispektral (4-band) 8 4 4 0,25
11 4 4 0,5
Warna (warna asli atau semu) 8 3 1 3
11 1 6
Warna (4-band) 8 4 1 4
11 4 1 8
Bundle (warna asli atau 8 4 1+4 1,1875
semu) 11 4 1+4 2,375
Bundle (4-band) 8 5 1+4 1,25
11 5 1-4 2,5
Sumber : Space Imaging,2011
Pada setiap area dibumi dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi
diatas 2 m, dan rata-rata dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi diatas 2
m, dan rata-rata membutuhkan waktu 3 hari untuk data dengan resolusi citra 1 m.
Satelit IKONOS mempunyai orbit polar, circular, sinkron matahari, yang berarti
akan meliput daerah yang sama pada jam yang sama yaitu 10:30 pagi, mengorbit
681 km dan kedua sensor (pankromatik dan multispektral) mempunyai lebar
sapuan (scannmg) 11 km. Data IKONOS dapat menghasilkan citra stereo,
sehingga memungkinkan pandangan secara 3 dimensi (Kumar dan Ofelia, 2001).
Dengan kemampuan ini jelas sekali manfaat dari data citra tersebut mampu
digunakan untuk pemantuan terhadap perkembangan NJOP Bumi.
Semakin kecil ukuran obyek (terkecil) yang dapat terdeteksi, semakin
halus atau tinggi resolusinya, begitu pula sebaliknya. citra IKONOS mempunyai
11
resolusi spasial 1-m untuk citra pankromatik dan 4-m untuk citra multispektral.
Spesifikasi dari produk citra Ikonos-II dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Tabel 1.4. Spesifikasi produk citra Ikonos
Sumber : Space Imaging 2011
1.6.3. Harga Lahan
Harga lahan merupakan dasar dalam penentuan NJOP khususnya untuk
obyek pajak bumi. Menurut UU RI No. 12 tahun 1985 Pasal 1 ayat 3 dan
Perubahan UU RI No. 12 Tahun 1994 disebutkan bahwa Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.
Dalam penentuan NJOP dikenal tiga pendekatan penilaian, yaitu :
1. Pendekatan data pasar
Dilakukan dengan cara membandingkan objek sejenis dengan yang
sudah diketahui harganya. Pendekatan ini umumnya digunakan untuk menilai
harga lahan atau tanah.
2. Pendekatan biaya
Ini dipergunakan untuk bangunan, dimana nilai bangunan dihitung
berdasarkan biaya pembuatan bangunan dikurangi biaya penyusutan.
Ortho Target Mosaick Pilihan
Correc ted Elevation Available Stereo
Angle
Geo 15,0 m* N/A N/A Tidak 60° - 90° Tidak Tidak Visual dan interpretasi
Regional, pemetaan
area yang luas dan
aplikasi umum SIG
Transportasi, infrastruktur
penggunaan lahan dan
evaluasi penentuan letak
perkembangan ekonomi
Akurasi posisi tinggi dan
perencanaan kota skala besar,
penaksiran wilayah hutan
Pemetaan presisi dan analisis
lanjut untuk detail perkotaan,
peta kadaster dan aplikasi
pemetaan infrastruktur
YaYa72° - 90°Ya1:4.8001.9
10.2 m 4.8
2.0 m 0.9 1: 2.400 Ya
4.1 m
Aplikasi
Precision
Precision Plus
Pro
Ya
YaYa60° - 90°Ya1:12.000
75°-90° Ya Ya
YaReference 25.4 m 11.8 1:50.000 Ya 60° - 90°
CE90 RMS NMAS
Akurasi Posisi
Level
12
3. Pendapatan Kapitalisasi pendapatan
Ini juga salah satu pendekatan untuk menentukan nilai objek pajak
untuk bangunan, yaitu dengan mengkapitalisasikan pendapatan satu tahun
dari objek pajak yang dibangun untuk menghasilkan pendapatan.
Pada penelitian kali ini yang dikhususkan pada harga lahan, maka bahasan
hanya akan difokuskan pada pendekatan harga pasar yang diperuntukkan untuk
analisis penilaian harga bumi/tanah/lahan. Dalam teknisnya, penilaian dilakukan
dengan dua cara, yaitu :
1. Penilaian masal
yaitu Nilai dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat
pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT). NIR (Nilai Indikasi Rata-rata) adalah
nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai lahan dalam suatu Zona Nilai
Tanah (ZNT).
Zona Nilai Tanah menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas
sekelompok objek yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata. Teknisnya
penentuan batas ZNT mengacu pada batas penguasaan lahan, dan tidak terikat
pada batas blok. Tetapi prakteknya ZNT dapat didasarkan pada tersedianya
data pasar yang dianggap layak untuk mewakili nilai tanah.
Blok ditetapkan menjadi satu areal pengelompokan bidang lahan terkecil
untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan
permanen. Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas
(Ditjen Pajak, 1994). Penentuan batas blok harus memperhatikan karakter
fisik yang tidak berubah dalam kurun waktu yang lama.
2. Penilaian individual
yaitu setiap objek lahan dinilai per individu. Umumnya hal ini dilakukan pada
objek yang mempunyai nilai khusus atau tinggi.
Pada penelitian ini digunakan metode penilaian masal yang merujuk pada
data harga pasar. Selain lebih cepat, metode ini juga lebih mendekati harga
yang terdapat di masyarakat.
13
Su Ritohardoyo mengemukakan bahwa variasi harga dasar lahan
ditentukan oleh sifat daerah, bentuk penggunaan lahan, lokasi lahan, dan
kesuburan lahan. Sementara harga umum lahan ditetapkan menurut harga
permintaan dan penawaran, serta dipengaruhi oleh pembangunan dan penguasaan
lahan dengan menekankan pada faktor aksesibilitas. Sehingga semakin jauh lahan
dari jalan atau semakin sulit untuk mencapai lahan maka harga cenderung
menurun.
Harga lahan seringkali memiliki pengertian yang rancu dengan nilai lahan.
Walaupun istilah nilai lahan dan harga lahan memiliki arti yang berbeda. Dimana
harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal
dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan sedangkan nilai lahan
adalah ukuran atau tingkat kemampuan suatu lahan dilihat dari aspek ekonomi,
strategis (Darin-Drabkin dalam Hadi Sabari, 2000). Tetapi keduanya mempunyai
hubungan fungsional yang terkait erat, yaitu nilai lahan dicerminkan oleh tinggi
rendahnya harga lahan. Semakin tinggi nilai dari suatu lahan maka semakin tinggi
pula harga lahan tersebut, begitu pula sebaliknya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pertimbangan utama dalam menilai suatu
lahan adalah tingkat aksesbilitasnya, bahkan jika lahan tersebut diperuntukkan
untuk pertanian yang notabene tidak begitu memikirkan akses jalan, lahan yang
dekat dengan jalan akan lebih bernilai daripada yang jauh dari jalan. B.J Berry
(1963) dalam Hadi Sabari menjelaskan terdapat tiga hal utama terkait dengan nilai
lahan, yaitu :
1. Nilai lahan umumnya menurun semakin menjauhi pusat kota
2. Karena terdapat radial road dan ring road, maka di dalam kota itu sendiri
terdapat jalur-jalur dengan nilai lahan tinggi yaitu disepanjang jalan utama.
3. Pada persimpangan/perpotongan radial road dan ring road akan muncul
puncak-puncak nilai lahan lokal.
1.6.4. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
14
yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu
SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani
data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi
kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG dapat menggabungkan data, mengatur
data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang
dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang
berhubungan dengan geografi. Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi
Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah
dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa
dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat
dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (Dulbahri,
1993).
Lukman (1993) menyatakan bahwa sistem informasi geografi menyajikan
informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari beberapa subsistem
utama, yaitu:
1. Masukan data (input data) merupakan proses pemasukan data pada
komputer dari peta (peta topografi dan peta tematik), data statistik, data
hasil analisis penginderaan jauh data hasil pengolahan citra digital
penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data spasial dan atribut baik dalam
bentuk analog maupun data digital tersebut dikonversikan kedalam format
yang diminta oleh perangkat lunak sehingga terbentuk basisdata
(database).
2. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval)
ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan
cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/cetak pada
kertas).
3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan berbagai
macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta, membuat buffer
zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan sebagainya. Anon (2003)
mengatakan bahwa manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari
SIG. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data
15
spasial dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk
berbagai aplikasi
4. Pelaporan data ialah dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan
data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Menurut Barus dan
wiradisastra (2000) Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam
hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat
dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau
media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik).
Gambar 1 2. Subsistem SIG (Prahasta, 2005)
SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau
geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Dalam
perkembangan selanjutnya, SIG berkembang dengan berbagai komponen
pendukung yang sangat kompleks. Komponen-komponen tersebut saling
melengkapi satu sama lain membentuk sebuah sistem yang utuh.
Secara umum, komponen yang membangun SIG adalah :
1. Perangkat keras/hardware, adalah perangkat fisik baik berupa peralatan
manual ataupun elektronik yang berfungsi sebagai peralatan pendukung
dalam pemrosesan SIG. sekarang perangkat ini identik dengan Komputer
dan berbagai perlengkapannya. Mulai dari perangkat input (digitizer,
scanner, mouse, keyboard), perangkat penyimpanan (harddisk, DVD,
tapedisk), perangkat pemrosesan (CPU), dan perangkat output (monitor,
printer).
2. Perangkat Lunak adalah perangkat software yang digunakan sebagai
pendukung pengolahan atau pengolah data-data SIG itu sendiri.
16
Perangkata pendukung antara lain seperti Windows, Word processing, dll.
Sedangkan perangkat pengolahan SIG seperti ArcGIS, Mapinfo, Erdas,
Ermapper, ENVI, dll.
3. Data dan informasi geografis. Merupakan data yang akan diolah ke dalam
sistem informasi geografis. Data dapat diambil langsung dari perangkat
input data, media penyimpanan atau dari konversi data format lain.
4. Manajemen SIG adalah tata cara dalam menjalankan SIG agar dapat
mencapai tujuan yang kita harapkan dengan efisien. Untuk itu mutlak
diperlukan ahli-ahli SIG yang memanage semua proses pengerjaan SIG
hingga tahap akhir.
1.6.5. Penelitian Sebelumnya
Muya Avicienna (1990) melakukan penelitian penggunaan foto udara
pankromatik hitam putih skala 1:11.000 dengan teknik interpretasi citra secara
visual untuk mengetahui pengaruh letak terhadap harga lahan di Kota
Yogyakarta.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
kegunaan foto udara untuk menyadap variable penentu yang mempengaruhi harga
lahan, dan mengetahui pola harga lahan di kota Yogyakarta.
Metode penelitian dengan interpretasi foto udara yaitu dengan
mengeksterak zona keseragaman penggunaan lahan, dengan dasar kesamaan
morfologi daerah, jarring-jaring jalan, pola permukiman, kepadatan serta liputan
vegetasi. Sedangkan penentuan harga lahan disidik dengan menggunakan
beberapa variable, yaitu : jarak dari pusat kota, jarak dari jaring-jaring jalan
utama, jarak dari pusat pelayanan dan jumlah sarana komunitas rumahtangga yang
mendukung daerah tersebut. Zona keseragaman kemudian dioverlay dengan
penentu harga lahan dan diskoring sehingga didapatkan zona-zona dengan
keseragaman harga lahan. Selain analisa dengan metode penginderaan jauh,
dilakukan juga kerja lapangan yaitu melakukan uji kebenaran dan ketelitian dari
hasil hasil interpretasi foto udara serta melengkapi data sekunder yang
dibutuhkan. Hasil penelitian disajikan dengan bentuk peta tematik yaitu peta
sebaran harga lahan.
17
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh aksesibilitas suatu lahan
terhadap harga lahan berbanding lurus. Semakin mudah akses kepada suatu lahan,
maka akan semakin tinggi harga lahan tersebut.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah melakukan uji
pengaruh variabel yang mempengaruhi harga jual lahan, meliputi aksesibilitas
serta fasilitas rumah tangga, selain itu metode interpretasi dilakukan secara visual.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah penggunaan citra
satelit sebagai sumber data, serta melakukan prediksi harga lahan.
Meyliana (1996) meneliti peranan penginderaan jauh dan sistem informasi
geografis untuk mengkaji harga lahan di kecamatan Laweyan Kotamadya
Surakarta menggunakan foto udara pankromatik berwarna format kecil skala
1:6000 hasil perbesaran skala 1:20.000 tahun 1992. Pendekatan penginderaan jauh
menggunakan teknik interpretasi visual untuk mendapatkan data penggunaan
lahan, variabel aksesibilitas lahan dan pusat kota. Parameter yang mempengaruhi
harga lahan dikenali dari interpretasi foto udara kemudian diberi bobot penilaian.
Factor-faktor penentu harga lahan yaitu bentuk penggunaan lahan, aksesibilitas
lahan positif, aksesibilitas lahan negative dan kelengkapan utilitas umum. Selain
itu juga menghitung harga bangunan. Yaitu dengan cara menghitung kepadatan
bangunan per blok, ukuran luas rata-rata bangunan dan keteraturan bangunan.
Kesimpulannya bahwa dengan perbedaan penggunaan lahan, aksesibilitas
lahan posotif, serta aksesibilitas lahan negative maka berbeda pula harga
lahannya.
Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan
metode interpretasi visual dan pembobotan dalam analisa overlay parameter yang
mempengaruhi harga lahan.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan citra
sebagai sumber data primer dan tidak melakukan perhitungan harga bangunan.
Anthony Brata Simangunsong (1996) melakukan prediksi harga umum
lahan melalui interpretasi foto udara dengan studi kasus di Kota Surakarta bagian
selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana manfaat
foto udara dalam memperoleh data nilai lahan. Selain itu juga mencari sejauh
18
mana pengaruh nilai lahan terhadap harga umum lahan dan sekaligus
memprediksi harga lahan. Dan yang terakhir adalah mengetahui distribusi spasial
dari harga lahan.
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan interpretasi
foto udara skala 1:2500 yaitu deliniasi unit blok-blok penggunaan lahan.
Pendekatan nilai lahan didasarkan pada aksesibilitas, jenis penggunaan lahan, dan
ketersediaan fasilitas umum yaitu : listrik, telepon, air bersih. Selain itu
diperhitungkan pula variabel-variabel yang member dampak negative terhadap
nilai lahan, yaitu : bencana, jarak dengan TPS dan pemakaman. Perolehan data
untuk blok penggunaan lahan dan aksesibilitas didapat dari interpretasi citra
sedangkan untuk fasilitas umum didapat dari data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah foto udara skala 1:5000 mampu menyadap
data penentu harga lahan dan parameter yang paling berpengaruh dalam
mempengaruhi harga lahan adalah jenis penggunaan lahan dan air bersih.
Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode
interpretasi visual untuk penyadapan data serta penggunaan pendekatan
aksesibilitas serta fasilitas umum.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis data yang
digunakan untuk menyadap data primer adalah citra satelit.
Su Ritohardoyo (1990) melakukan kajian perubahan harga lahan di
Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui agihan harga lahan pada tahun
1985 dan tahun 1990. Selain itu juga untuk mengetahui beberapa factor yang
menentukan harga lahan, sekaligus mengetahui factor mana saja yang
mempengaruhi peningkatan harga lahan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode surveydengan
pengamatan di lapangan dan wawancara dengan masyarakat yang memiliki lahan.
Sampel diambil secara purposive.
Hasil yang diperolah adalah terdapat perbedaan harga lahan baik secara
keruangan maupun temporal. Variasi harga lahan ditentukan oleh sifat daerah,
bentuk penggunaan lahan, lokasi dan kesuburan. Sementara harga umum lahan
19
ditetapkan menurut harga permintaan dan penawaran didasarkan pada factor
aksesibilitas.
Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah survey untuk
memperoleh data harga umum lahan dengan cara wawancara langsung.
Sedangkan perbedaannya adalah metode penyadapan data primer yang juga
mengikut sertakan data penginderaan jauh.
Susanto (1986) melakukan kajian tentang peranan foto udara pankromatik
skala 1:10.000 untuk pemetaan obyek PBB di Kota Yogyakarta. Metode yang
digunakan adalah dengan interpretasi visual foto udara dan analisa dengan
menghitung luasan dengan sistem grid yang membagi blok dan penggunaan lahan.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa foto udara pankromatik
hitam putih skala 1:10.000 dapat digunakan untuk identifikasi obyek PBB dengan
nilai ketelitian pemetaan sebesar 89.37 % dimana obyek pajak di Kota Yogyakarta
ditaksir sebanyak 61.464 buah.
Muhammad Taswin Noor (1989) mengadakan penelitian menggunakan
peta tematik untuk memetakan harga dasar lahan. Tujuan penelitian adalah untuk
menetapkan parameter harga dasar lahan daerah kota Boyolali serta evaluasi harga
dasar lahan baik secara kartografis maupun geografis.
Metode yang digunakan adalah dengan pengumpulan data primer dan
sekunder nalisa dititik beratkan pada subyek kartografis dengan sasaran pada
teknik pembuatan peta dan evaluasi peta.
Data yang dikumpulkan adalah kepadatan penduduk, penggunaan lahan,
jaringan jalan, dan fasilitas penting, jaringan listrik, dan harga dasar lahan.
Evaluasi peta dilakukan dengan teknik overlay yaitu membandingkan peta
tematik yang dihasilkan, sampai sejauh mana parameter dianggap sebagai factor
penentu dari penyebaran harga dasar lahan, baik secara frekuensi ataupun
keruangan.
Hasil dari penelitian ini adalah peta harga dasar lahan beserta peta
pendukung lainnya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah perlunya data-data
pendukung yang valid untuk menyajikan data harga lahan yang lengkap. Pola
penyebaran harga lahan terpusat pada bagian kota utama yang umumnya terletak
20
pada jalur jalan utama.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yakni penggunaan variabel
fasilitas dan penggunaan lahan sebagai factor yang mempengaruhi harga lahan
serta metode analisa overlay untuk menentukan persebaran harga lahan.Perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan adalah perolehan data primer menggunakan
data citra satelit.
21
Tabel 1.5. Tabel Penelitian Sebelumnya
Nama/Tahun Judul Tujuan Metode Hasil
Muya
Avicennia, 1990
Penggunaan FU
pankromatik skala
1:10.000 untuk
mengetahui pengaruh letak
terhadap harga lahan di
kota Yogyakarta
1. Mengetahui pengaruh
letak terhadap harga
lahan
2. Mengetahui pola
sebaran harga lahan
Interpretasi foto
udara kemudian
deliniasi unit
keseragaman dan
skoring
1. Foto udara skala 1:10.000 mampu
digunakan untuk memperoleh data penentu
harga lahan dengan ketelitian pemetaan 89
% dan ketelitian interpretasi 91 %
2. Pusat kegiatan dan sarana dan prasarana
rumah tangga mempunyai korelasi yang
nyata dengan harga lahan
3. Sebaran harga lahan terpusat pada daerah
pusat kegiatan
Meyliana, 1996 Penerapan PJ dan SIG
untuk mengkaji harga
lahan di kecamatan
Laweyan Kota Surakarta
1. Penerapan metode PJ
dan SIG dalam analisa
harg lahan
2. Mengetahui factor
pembeda harga lahan
3. Mengetahui pola
sebaran harga lahan
Interpretasi foto
udara, deleniasi unit
keseragaman
penggunaan lahan
dan dipadu dengan
overlay parameter
penentu harga lahan
dengan metode
skoring
1. PJ dan SIG dapat digunakan sebagai salah
satu metode dalam analisa harga lahan.
2. Factor pembeda dalam harga lahan adalah
PL, aksesibilitas, utilitas umum
3. Pola sebaran harga lahan mengikuti struktur
PL dengan harga tertinggi pada jenis
perdagangan dan jasa.
Anthony Brata
Simangunsong,
1996
Prediksi Harga umum
lahan melalui interpretasi
foto udara studi kasus
daerah kota Surakarta
bagian selatan
1. Mengetahui manfaat
foto udara untuk
menyadap data nilai
lahan
2. Mengetahui pengaruh
nilai lahan terhadap
harga umum lahan dan
sekaligus memprediksi
harga lahan
3. Mengetahui distribusi
spasial harga lahan
Interpretasi foto
udara kemudian
deliniasi blok
keseragaman.
Sedangkan nilai
lahan didekati
dengan posisi dan
perhitungan
parameter terkait
1. Foto udara skala besar dapat digunakan
untuk sumber data penentu harga lahan
2. Parameter yang paling mempengaruhi harga
lahan adalah penggunaan lahan dan jaringan
air bersih
3. Distribusi harga lahan yang tertinggi
terpusat di pusat pertumbuhan
22
Sumber : penelitian sebelumnya
Su Ritohardoyo,
1990
Perubahan harga lahan di
Kec. Borobudur Kab.
Magelang
1. Mengetahui sebaran
harga lahan tahun 1985
- 1990
2. Mengetahui factor yang
mempengaruhi harga
lahan
Survey lapangan dan
wawancara dengan
pemilik persil
1. Terdapat perbedaan harga dengan variasi
yang ditentukan oleh sifat daerah,
Penggunaan lahan, lokasi, dan kesuburan
2. Harga umum ditentukan oleh penawaran
sedangkan permintaan berdasarkan
aksesibilitas
Susanto, 1986 Peranan foto udara
pankromatik skala
1:10.000 untuk pemetaan
obyek PBB di kota
Yogyakarta
1. Mengetahui manfaat
foto udara pankromatik
skala besar untuk
analisa harga lahan
2. Menghitung luasan
obyek pajak
interpretasi visual
foto udara dan
analisa dengan
menghitung luasan
dengan sistem grid
yang membagi blok
dan penggunaan
lahan.
1. foto udara pankromatik hitam putih skala
1:10.000 dapat digunakan untuk identifikasi
obyek PBB dengan nilai ketelitian pemetaan
sebesar 89.37 % dimana obyek pajak di kota
Yogyakarta ditaksir sebanyak 61.464 buah.
Muhammad
Taswin Noor
(1989)
peta tematik untuk
memetakan harga dasar
lahan
1. menetapkan parameter
harga dasar lahan
daerah kota Boyolali
2. evaluasi harga dasar
lahan baik secara
kartografis maupun
geografis
pengumpulan data
primer dan
sekunder nalisa
dititik beratkan
pada subyek
kartografis dengan
sasaran pada teknik
pembuatan peta
dan evaluasi peta.
1. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
perlunya data-data pendukung yang valid
untuk menyajikan data harga lahan yang
lengkap.
2. Pola penyebaran harga lahan terpusat pada
bagian kota utama yang umumnya terletak
pada jalur jalan utama.
23
1.6.6. Kerangka Pemikiran
Informasi kebumian merupakan hal yang sangat penting terutama dalam
pengambilan kebijakan, salah satu aplikasinya adalah dalam analisa harga lahan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Metode yang
efektif dengan Penginderaan jauh, yaitu citra satelit untuk merekam kenampakan
bumi. Dengan metode ini pengumpulan data kebumian data dilakukan dengan efisien.
Dengan perkembangan teknologi sekarang, telah dibuat satelit dengan
kemampuan perekaman citra dengan resolusi tinggi, seperti halnya IKONOS yang
mempunyai resolusi 1 meter merupakan salah satu media yang dapat memberikan
informasi dengan rinci yang merupakan salah satu sarat dalam analisa pajak
khususnya PBB.
Dalam pengambilan kebijakan PBB didasarkan antara lain pada faktor harga
lahan. Harga lahan disatu tempat dengan tempat lainnya mempunyai tingkat harga
yang bervariasi, tetapi jika dicermati, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi hal
tersebut. Faktor tersebut meliputi :
1. Letak lahan, yaitu lokasi lahan terhadap jalan dan pusat kegiatan. Ini berkaitan
dengan kemudahan akses kepada lahan tersebut.Aksesibilitas merupakan
kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah
(Bintarto & Surrastopo, 1979). Dalam kaitannya dengan harga lahan.
Aksesibilitas yang menyebabkan harga lahan naik, disebut sebagai aks
esibilitas lahan positif, sebagai contoh semakin dekat dengan pusat kota atau
jalan maka akan semakin tinggi harganya. Sedangkan aksesibilitas yang
menyebabkan harga lahan turun disebut sebagai aksesibilitas lahan negatif,
sebagai contoh jarak dengan sungai, semakin jauh dengan sungai maka harga
akan tinggi, hal ini dikarenakan lahan dekat dengan sungai dibutuhkan upaya
yang lebih besar untuk menanggulangi terjadinya erosi sungai,
2. Pemanfaatan lahan, yaitu penggunaan lahan tersebut. Pemanfaatan lahan
merupakan cerminan kegiatan dari si pemilik lahan di lahan yang dimilikinya.
Seperti fungsi hunian, kegiatan ekonomi, atau jasa. Secara tidak langsung hal
tersebut akan mempengaruhi harga lahanFaktor-faktor tersebut di atas
sebagian dapat disadap dari citra satelit resolusi tinggi seperti IKONOS.
24
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga lahan dapat
disadap. Citra ikonos dengan komposit spektrum cahaya tampak (Merah,
Hijau, dan Biru) akan menampilkan warna obyek yang terekam sesuai dengan
warna aslinya. Sehingga proses interpretasi secara visual dapat lebih mudah
dilakukan. Dengan interpretasi visual, kenampakan yang dapat disadap dari
citra IKONOS adalah letak lahan, penggunaan lahan, bentuk, serta luas lahan.
Proses interpretasi menggunakan dasar kunci interpretasi yaitu : rona, bentuk,
ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, serta asosiasi.
3. Dalam kaitannya dengan pemrosesan data dari citra, diperlukan suatu sistem
pengolahan terpadu yang khusus untuk data spasial yaitu SIG.Keuntungan
menggunakan SIG adalah penanganan data yang lebih cepat, ketelitian yang
lebih tinggi, serta data yang dapat dipergunakan kembali atau diperbarui
dengan cepat. Data yang didapat dari interpretasi citra dan data sekunder
diolah dengan software SIG dengan metode pengharkatan, pembobotan serta
tumpang susun.
Metode pengharkatan adalah metode dengan memberi ranking terhadap nilai
yang terkandung dalam variabel-variabel yang mempengaruhi dalam hal ini harga
lahan. Nilai tersebut semakin tinggi seiring dengan semakin kuatnya pengaruh nilai
tersebut terhadap harga lahan. Sedangkan pembobotan adalah memberi nilai pemberat
untuk setiap variabel sesuai dengan derajat keterpengaruhan harga lahan oleh variabel
tersebut. Ini didasarkan dari asumsi bahwa kuat lemahnya pengaruh variabel-variabel
terhadap tinggi rendahnya harga lahan ternyata berbeda-beda. Setelah harkat dan
bobot sudah diberikan, maka semua variabel ditumpang susunkan/overlay sehingga
didapatkan data baru berupa satuan-satuan lahan
Hasil dari interpretasi memerlukan uji interpretasi untuk mengetahui apakah
data yang digunakan layak untuk penelitian lebih lanjut atau tidak. Uji ini dilakukan
dengan membandingkan hasil interpretasi on screen dengan keadaan dilapangan.
Selain untuk mencocokkan hasil kerja interpretasi juga dimaksudkan untuk
melengkapi data, jika terdapat kekurangan, perubahan, atau tambahan, khususnya
untuk mencari data yang tidak dapat disadap dari citra. Pada saat melakukan kerja
25
lapangan, tidak semua obyek didatangi, hanya obyek yang terpilih sebagai sampel
saja yang didatangi. Metode sampel yang digunakan adalah Stratified Purposive
Random Sampling. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk peta tematik yaitu peta
harga lahan dearah penelitian. Dan hubungan antara harga lahan dengan foktor
penentu dijabarkan dalam analisa statistik korelasi.
Gambar 1. 3 Diagram Kerangka Pemikiran
Citra IKONOS
&
ASTER DEM
Harga Lahan
Nilai Lahan
Informasi Spasial
Aksesbilitas Lahan Pemanfaatan Lahan
Data Sekunder
26
1.6.7. Batasan Istilah
Harga Lahan :
Nilai jual atau harga rata-rata dari lahan yang diperoleh dari transaksi jual
beli secara wajar.
Penilaian harga lahan yang diukur dari harganominal dalam satuan uang
untuk satuan luas lahan pada pasaran lahan (Djoko Sutarto dalam
Meyliana, 1996)
Harga Umum lahan :
Harga lahan yang dipasarkan atau harga lahan ditawarkan oleh penjual
dan harga yang diminta oleh calon pembeli untuk satu satuan luas lahan
(Meyliana, 1996)
Aksesibilitas :
Kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah
(Bintarto dan Surastopo , 1982)
Aksesibilitas Lahan :
Tingkat kemudahan lahan dicapai dari tempat lain, yang diukur dari jarak
lahan ke tempat yang dimaksud. (Bintarto dan Surastopo, 1982)
Aksesibilitas Lahan Positif :
Aksesibilitas lahan yang menyebabkan harga suatu lahan menjadi
meningkat. Parameter aksesibilitas lahan meliputi jenis penggunaan lahan,
aksesibilitas terhadap kelas jalan. (Bintarto dan Surastopo, 1982)
Aksesibilitas Lahan Negatif :
Aksesibilitas yang menyebabkan suatu harga lahan menjadi turun.
Parameter yang mempengaruhi adalah : jarak terhadap sungai, makam,
serta jalan Kereta Api (Bintarto dan Surastopo, 1982)
Nilai Lahan :
Penilaian atas lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan secara
ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonomi
(Darin dalam H Sabari, 2000)
27
Kota :
Bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non alami
dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besardan corak
kehidupan yang heterogen dan materialistik dibanding daerah
belakangnya.
Penggunaan Lahan :
Segala campur tangan manusia baik secara temporal maupun permanen
terhadap kumpulan sumberdaya alam dan buatan yang secara keseluruhan
disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik kebendaan
atau spiritual atau keduanya (Malingreau, 1978)
Penginderaan Jauh :
Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau
gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek atau daerah atau
gejala yang dikaji (Lillesand & Kieffer, 1978)
Sistem Informasi Geografis :
Suatu sistem informasi untuk pengolahan data. Meliputi penyimpanan,
pemrosesan, manipulasi, analisis, serta penyajian data, dimana data
tersebut secara keruangan terkait dengan muka bumi (Linden, 1987)
Jalan Utama :
Jalur jalan yang menghubungakan pusat kota dengan kota lain atau jalan
yang melayani angkutan untuk pelayanan jarak jauh, kecepatan rata-rata
tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien (DPU, 1983)