Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan satu-satunya lembaga sosial yang telah berkembang di
seluruh jaringan masyarakat, dimana hampir semua orang hidup dengan keterikatan
hak dan kewajiban dalam berkeluarga. Keluarga secara umum dapat dipahami
dengan adanya pasangan suami istri yang tinggal bersama di bawah satu atap.
Keluarga secara tradisional dapat dipahami sebagai sekelompok orang yang
memiliki hubungan ikatan darah, perkawinan, dan bertempat tinggal yang sama.
Sedangkan secara kontemporer keluarga dapat diartikan sebagai suatu hubungan
antar individu yang berkomitmen untuk tinggal bersama membentuk unit ekonomi
dan memiliki anak.
Keluarga menurut Murdock dalam Sri Lestari (2012 : 3) adalah sebuah
kelompok sosial yang memiliki ciri khas tempat tinggal yang sama, adanya
kerjasama antar dua jenis kelamin, dan memiliki satu atau lebih anak yang saling
bersosialisasi. Selanjutnya keluarga menurut Elliot dan Merril (1961 : 35)
merupakan kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki
hubungan ikatan darah, perkawinan, maupun adopsi.
Melalui rangkaian proses pernikahan maka masing-masing dari individu baik
suami maupun istri telah resmi membentuk sebuah lembaga sosial yang disebut
dengan keluarga. Setelah berkeluarga maka akan muncul adanya peran dan status
sosial baru sebagai pasangan suami istri. Lumrahnya sebuah keluarga akan tinggal
bersama dengan keluarga besar beserta dengan anak-anaknya di lingkungan yang
2
sama. Namun seiring dengan berkembang pesatnya arus zaman di era modern saat
ini yang menyebabkan urbanisasi semakin marak terjadi maka sudah cukup banyak
dijumpai keluarga yang memilih untuk tinggal terpisah dalam artian melakukan
hubungan jarak jauh atau yang biasa disebut dengan long distance marriege. Seperti
yang dikatakan oleh Dyson (dalam Mijilputri, 2015) bahwasannya di era modern
ini sudah sering kita jumpai keluarga yang menjalani kehidupan pernikahan jarak
jauh karena didasarkan pada pola pikir idealisme yang tinggi untuk dapat hidup
mandiri dan mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Sepasang kekasih yang akhirnya memutuskan untuk menikah dan berkeluarga
pastinya memiliki tujuan dan harapan yang mereka idam-idamkan diantaranya
adalah memiliki keturunan, tempat tinggal yang layak, hidup bahagia, dan lain
sebagainya. Namun dibalik itu semua harus dibarengi dengan rasa kesungguhan
dan tanggung jawab yang wajib mereka emban. Karena tanpa adanya keduanya
suatu hal yang dapat ditakutkan adalah sebuah hubungan keluarga akan berakhir
tidak harmonis dan tentunya resiko yang paling parah adalah hubungan akan
berakhir di tengah jalan.
Beberapa tahun belakangan ini semakin banyak kita jumpai pasangan suami
istri yang menjalani hubungan jarak jauh atau long distance marriege. Dimana
faktor terbesarnya adalah dari segi ekonomi. Memilih pekerjaan berdasarkan
kondisi ekonomi dan keluarga tentu bukanlah hal yang mudah. Rhodes dalam
Qomariyah (2015 : 2) mengatakan pernikahan jarak jauh atau commuter marriege
adalah sepasang pria dan wanita yang terikat dalam hubungan pernikahan yang
masing-masing diantaranya memiliki karir yang berbeda namun tetap didukung
dengan adanya komitmen yang baik antar keduannya.
3
Berdasarkan survey di Amerika Serikat hubungan pernikahan jarak jauh atau
yang biasa disebut dengan long distance marriege dalam rentang waktu beberapa
tahun belakangan meningkat sebanyak 23% (Qomariyah 2015 : 19). Hal ini juga
didukung dengan adanya data yang dikemukakan oleh Jacobs dalam Qomariyah
(2015 : 19) yakni The center for the study of long distance relationships dimana
pada tahun 2005, sejumlah 3,5 juta penduduk masyarakat Amerika sedang
menjalani hubungan long distance marriege. Kemudian 6 tahun berikutnya
tepatnya pada tahun 2011 fenomena ini mengalami peningkatan drastis menjadi 7,2
juta penduduk.
Di Indonesia sendiri juga sudah banyak sepasang suami istri yang memilih
untuk tidak tinggal bersama atau menjalani long distance marriege. Memang masih
belum terdapat data survey yang pasti mengenai berapa banyak jumlah pasangan
yang sedang mengalami fenomena ini. Namun, untuk menggambarkan banyaknya
fenomena tersebut di Indonesia maka penulis memilih jalan alternatif yakni
menelusuri setiap pemberitaan terkait fenomena ini melalui media cetak maupun
situs google. Berdasarkan hasil penelusuran penulis menemukan sejumlah
pemberitaan yang berada di beberapa situs online terkait fenomena long distance
marriege di Indonesia, dimana sepanjang tahun 2013 terdapat sebanyak 13 artikel
dan sepanjang tahun 2014 adalah sebanyak 20 artikel (Putra, 2017 : 7).
Sebuah pernikahan dapat dikatakan ideal apabila pasangan suami istri tinggal
dibawah satu atap yang sama. Jika suami maupun istri memilih untuk bekerja, maka
seharusnya pekerjaan tersebut tidak menimbulkan adanya jarak antar keduanya
sehingga tetap mampu mengurus dan membesarkan sang buah hati bersama-sama.
Namun kini fenomena pasangan long distance marriege sudah semakin marak
4
terdengar bahkan hingga ke pelosok desa pun. Mereka yang harus terpaksa berpisah
dikarenakan tanggungan beban ekonomi memilih untuk melalukan migrasi demi
menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang diolah oleh Pusat Data dan Informasi
Ketenagakerjaan (Pusdatinaker) menyebutkan bahwasannya di Indonesia
penempatan TKI berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2011 sampai 2013
didominasi oleh pekerja perempuan. Terakhir pada tahun 2013 total TKI
perempuan berjumlah 54,08% dan TKI laki-laki berjumlah 45,92%. Sedangkan
penempatan tenaga kerja ke luar negeri pada tahun 2014 periode Januari sampai
Juni berjumlah 40,57% untuk laki-laki dan 59,43% untuk perempuan. Hal ini
menunjukan bahwasannya jumlah TKI perempuan masih banyak mendominasi
dibandingkan dengan TKI laki-laki. (Qomariyah, 2015 : 05).
Biasanya di dalam suatu hubungan pernikahan yang berada di fase ini akan
dihadapkan pada permasalahan yang berhubungan dengan tanggung jawab dari
suami maupun istri untuk tetap saling menjaga keutuhan terhadap rumah tangganya.
Karena tidak dapat dipungkiri dengan adanya hubungan jarak jauh biasanya akan
terjadi semacam kekosongan peran baik dari segi peran suami maupun istri yang
biasanya tinggal dibawah satu atap.
Pada kasus diatas maka dapat diibaratkan keluarga merupakan sebuah
organisasi yang dimana di dalamnya terdapat anggota keluarga sebagai organnya
dan saling melengkapi satu sama lain. Layaknya organisasi, maka masing-masing
anggota keluarga akan menempati posisinya masing-masing untuk dapat selalu
5
bersinergi, sehingga roda organisasi tersebut akan dapat bergerak dan berfungsi.
(Murniati, 2004 : 197).
Fenomena pada keluarga yang menjalani long distance marriege tentu akan
mengalami banyak perubahan terhadap fungsi-fungsi pokok pada keluarganya.
Perubahan fungsi pokok ini tentu saja akan membawa implikasi pada keutuhan
rumah tangga pasangan long distance marriege tersebut. Tuntutan demi tuntutan
yang wajib dipenuhi oleh pasangan suami istri yang berhubungan jarak jauh
terkadang akan sulit terpenuhi tidak seperti layaknya sepasang suami istri yang
tinggal satu atap.
Menjalani hubungan jarak jauh tentunya membutuhkan banyak sekali
pertimbangan yang harus dipikirkan, dari segi komunikasi misalnya. Jika antar
keduanya tidak bisa saling menjaga komunikasi dengan baik maka permasalahan
semacam ini akan dapat menimbulkan adanya konflik yang dapat menyebabkan
hubungan akan berakhir di tengah jalan, atau bahkan resiko yang paling terburuk
adalah dapat memicu terjadinya perselingkuhan. Tetapi kembali lagi ini semua
tergantung pada masing-masing pribadi pada pasangan suami istri yang sedang
menjalani hubungan jarak jauh untuk dapat lebih bijak dalam mengatasi setiap
permasalahan dalam hubungannya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Swarga Bara Kecamatan Sangatta Utara
Kabupaten Kutai Timur yang mana merupakan daerah asal tempat tinggal penulis.
Penentuan lokasi oleh penulis didasarkan pada pertimbangan subjek dan fenomena
terkait keluarga yang mengalami long distance marriege di daerah tersebut. Dimana
penulis melihat adanya potensi beberapa kerabat dan tetangga yang memiliki
kriteria yang sesuai yakni pasangan yang sedang menjalani hubungan long distance
6
marriege kurang lebih diatas satu tahun dan telah memiliki anak dari hasil
pernikahannya.
Permasalahan yang ingin dikaji lebih dalam oleh peneliti adalah terkait apa
sebenarnya motif yang mendasari keluarga disana untuk melakukan hubungan jarak
jauh atau long distance marriege. Selain itu penulis juga ingin mengkaji terkait
hubungan sosial antar keluarga yang mengalami fenomena ini, dimana peneliti
melihat terdapat beberapa konflik yang terjadi dikarenakan adanya miss
komunikasi. Karena tidak dapat dipungkiri proses komunikasi yang terjalin secara
langsung saja masih sangat rentan dapat menimbulkan konflik apabila tidak dalam
satu pemahaman, nah sedangkan disini pasangan long distance marriege harus
melakukan hubungan sosial melalui komunikasi tidak langsung atau melalui
semacam media seperti whatsapp, line dan lain sebagainya.
Keintiman atau kedekatan yang dijaga melalui alat komunikasi tentu saja lebih
besar untuk memicu terjadi nya pertengkaran dibanding bertatap muka secara
langsung. Karena pada dasarnya pasangan suami istri yang menjalani hubungan
jarak jauh dapat dipastikan akan berhubungan intensif melalui via telpon, sms,
maupun media sosial seperti whatsapp dll. Terkadang yang menjadi sebuah
kesulitan dalam berkomunikasi jarak jauh adalah apabila terdapat kesalahan dalam
memahami atau menerima argumen dalam sebuah chat yang misalnya kalimat
tersebut sama sekali tidak mengandung sebuah emosi namun dapat diartikan
berbeda oleh pasangan yang sedang membacanya.
Adanya fenomena long distance marriege juga dapat menyebabkan kurangnya
kepercayaan pada pasangan. Dimana seperti yang kita tau kunci kesuksesan dari
suatu hubungan adalah rasa percaya atau kepercayaan diatas segalanya. Tentunya
7
hal ini sangat wajar ketika pasangan suami istri akan saling mencurigai satu sama
lain dikarenakan mereka sedang berjauhan. Bahkan sebagian orang ada yang
menganggap memelihara kepercayaan terhadap pasangan adalah merupakan hal
yang berat dan penuh beban pada awalnya. Namun apabila terdapat rasa
kesungguhan antar keduanya untuk menjaga hubungan mereka agar tetap utuh tentu
bukan menjadi suatu hal yang mustahil.
Permasalahan lain yang dapat dijumpai akibat dari adanya hubungan jarak jauh
adalah terkait kepengurusan anak, dimana salah satu dari mereka yakni suami
maupun istri akan mengasuh buah hatinya seorang diri. Bahkan dalam kasus pada
penelitian ini ada seorang suami yang memiliki beban tersendiri karena harus
meninggalkan istri dan anaknya bekerja ke luar kota. Sang suami merasa tidak
memiliki kontribusi besar dan sangat pasif dalam mengurus buah hatinya.
Permasalahan lain yang diakibatkan oleh adanya fenomena ini adalah terkait
kesiapan suami maupun istri yang harus menanggung beban peran ganda. Dimana
dalam realita kehidupan pasangan hubungan jarak jauh baik dari segi suami maupun
istri pasti akan mengalami dinamika tersendiri yang tentunya akan lebih sulit untuk
dijalani. Suami maupun istri harus mampu dan bersedia menjalani peran ganda
sebagai ayah maupun ibu dari anak-anak mereka dalam upaya mengisi kekosongan
peran dari salah satunya. Bagi suami yang ditinggalkan oleh istri harus mampu
bertanggung jawab menjadi kepala keluarga sekaligus mengurusi pekerjaan rumah
tangga/domestik tanpa dibantu oleh istrinya begitu pula sebaliknya.
Kajian permasalahan terkait keluarga yang mengalami hubungan long distance
marriege diatas dapat menghasilkan berbagai asumsi dari sudut pandang penulis
bahwasannya terdapat motif serta implikasi dari adanya hubungan jarak jauh pada
8
masing-masing keluarga. Hubungan sosial pada keluarga yang notabenenya adalah
mereka yang tinggal serumah tentu akan berbeda dengan keluarga yang terpaksa
harus melakukan hubungan jarak jauh dikarenakan faktor ekonomi, pendidikan, dan
lain sebagainya.
Studi tentang keluarga menurut penulis tentu saja sangat menarik untuk dibahas
terkhusus pada permasalahan keluarga long distance marriege yang berlokasi di
Desa Swarga Bara Kecamatan Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur yang akan
penulis kaji melalui sudut pandang Ilmu Sosiologi khususnya dalam kajian
Sosiologi Keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik menjadi sebuah rumusan masalah
yakni bagaimana Fenomena Keluarga Long Distance Marriege di Desa Swarga
Bara Kecamatan Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rumusan masalah terkait
bagaimana Fenomena Keluarga Long Distance Marriege di Desa Swarga Bara
Kecamatan Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Pertama, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan,
serta memberikan sumbangan pemikiran terkait dengan kehidupan keluarga
terkhusus pada fenomena keluarga yang mengalami hubungan long distance
marriege yang akan dikaji dalam ruang lingkup ilmu sosial yaitu sosiologi
khususnya sosiologi keluarga.
9
Kedua, penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya agar bisa menjadi referensi
dengan mengkaji topik yang sama yaitu fenomena pada keluarga long distance
marriage.
1.4.2 Manfaat Praktis
Pertama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah pengetahuan
serta pemahaman kepada masyarakat terkait dengan fenomena keluarga yang
mengalami hubungan long distance marriege.
Kedua, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah rujukan sebagai
bahan pertimbangan teruntuk yayasan, lembaga, maupun instansi sosial dalam
kaitannya dengan permasalahan rumah tangga seperti kasus perceraian maupun
kasus yang lain yang diakibatkan oleh hubungan jarak jauh. Dan juga penulis
berharap penelitian ini dapat menjadi masukan yang positif dan juga bermanfaat
terutama untuk pasangan suami istri yang juga sedang mengalami hubungan
long distance marriege.
1.5 Definisi Konsep
1.5.1 Fenomena
Dalam Kamus Sosiologi dan Kependudukan, sebuah fenomena dapat
diartikan sebagai unsur dasar suatu variabel yang secara sosiologi dianggap
stabil. Suyono dalam Gautama (2011 : 12) mengatakan ilmu yang mempelajari
terkait fenomena disebut dengan fenomenologi, dimana merupakan sebuah ilmu
yang mengkaji sebab-sebab munculnya gejala atau kejadian dan mencoba untuk
menerangkannya dari berbagai sudut pandang sosiologi.
10
Dengan demikian dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwasannya fenomena merupakan suatu peristiwa yang tidak biasa terjadi di
masyarakat yang tentu saja dapat kita lihat, rasakan, dan amati. Kajian terhadap
suatu fenomena pastinya akan sangat menarik untuk dikaji terkhusus dalam
sudut pandang sosiologi.
1.5.2 Keluarga
M.I Soelaeman (1978 : 4-5) mengemukakan pendapat para ahli terkait
dengan keluarga diantaranya menurut F.J Brown yakni keluarga apabila ditinjau
dari sudut pandang ilmu sosiologi dibagi menjadi dua kategori. Kategori
pertama adalah keluarga dalam artian luas meliputi semua pihak yang memiliki
keterikatan hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan
“clan” atau marga. Sedangkan kategori kedua adalah keluarga dalam artian
sempit meliputi orang tua dan anak.
Adiwikarta (1988 : 66-67) berpendapat bahwasannya keluarga merupakan
satuan unit sosial terkecil yang bersifat universal, dalam artian keluarga terdapat
pada setiap lapisan masyarakat di dunia (universe) atau sebuah sistem sosial
yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar.
Terakhir Elliot dan Merril dalam Puspitawati (2012 : 2) mengatakan
bahwasannya keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang memiliki hubungan darah, perkawinan atau adopsi serta
bertempat tinggal yang sama.
1.5.3 Long Distance Marriege
Marriege atau pernikahan menurut Bachtiar (2004) merupakan gerbang
bertemunya antara dua hati yang didasari dengan adanya hak dan kewajiban
11
yang harus dilaksanakan oleh suami maupun istri. Sedangkan pengertian long
distance atau hubungan jarak jauh menurut Hampton dalam Dharmawijati
(2016 : 238) adalah pasangan yang terpisah oleh jarak dan waktu yang tidak
memungkinkan adanya kedekatan fisik dalam jangka waktu tertentu.
Definisi long distance marriege sendiri menurut Holmes dalam Ramadhini
(2015 : 16) adalah suatu ikatan perkawinan pasangan suami istri yang terpisah
oleh jarak dan waktu dan tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik. Disisi
lain Olson dan Defrain dalam Soraiya (2016 : 37) mengartikan Long Distance
Marriege adalah sebuah komitmen yang sah antara sepasang suami istri yang
saling berbagi keintiman baik secara fisik maupun emosi, berbagi tugas, serta
sumber penghasilan.
Dari pengertian menurut para ahli diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwasannya pernikahan jarak jauh atau yang biasa disebut dengan long
distance marriege adalah suatu keadaan dimana sepasang suami istri dalam
hubungan keluarga yang terpisahkan oleh adanya jarak dan waktu minimal
lebih dari 6 bulan yang mengharuskan mereka untuk tetap berkomunikasi
dengan baik agar tidak memicu adanya konflik didalamnya.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian terkait Fenomena Keluarga Long Distance Marriege dalam
kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative research). Dimana
dalam kajian ini akan melihat berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
manusia yang secara fundamental akan bergantung pada sebuah pengamatan.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2011 : 06) adalah memahami adanya
12
fenomena yang terjadi pada subjek dalam hal perilaku, persepsi, motivasi dan
lain-lain dengan cara deskriptif yakni melalui kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang bersifat alamiah.
Sedangkan penelitian kualitatif menurut Nasution (2003 : 05) adalah sebuah
kegiatan yang dilakukan oleh peneliti melalui proses pengamatan terhadap
keseharian seseorang dalam lingkungannya, berinteraksi serta memahami
bahasa dan apa yang mereka tafsirkan tentang kehidupannya.
1.6.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini secara spesifik menggunakan jenis penelitian fenomenologi.
Mulyana (2001 : 59) mengatakan pendekatan fenomenologi termasuk pada
pendekatan yang bersifat subjektif atau interpretif. Lebih lanjut Maurice
Natanson dalam Mulyana (2001 : 20-21) mengatakan bahwasannya
fenomenologi dapat digunakan sebagai istilah generik yang dapat merujuk
kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia
dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.
Fenomenologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam perspektif
Alfred Schutz yang mana lebih menekankan pada pentingnya intersubjektivitas.
Inti dari fenomenologi yang digagas oleh Schutz adalah sebuah pandangan atas
dasar pemahaman terhadap tindakan, ucapan, dan interaksi yang merupakan
prasyarat bagi eksistensi sosial apapun (Mulyana, 2001 : 62). Alfred Schutz
dalam Cresswell (1998 : 53) juga menjelaskan terkait dengan fenomenologi
yakni bagaimana sebuah anggota masyarakat dapat menggambarkan dunia
kesehariannya serta bagaimana masing-masing dari individu tersebut secara
sadar dapat membangun makna dari hasil interaksi yang mereka lakukan.
13
1.6.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil dalam penelitian ini berada di Desa Swarga
Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur. Alasan terpilihnya
Desa ini sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan pertimbangan oleh peneliti terhadap subjek yakni pasangan
suami istri yang sedang menjalani long distance marriege di Desa Swarga
Bara Kecamatan Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur.
2. Terdapat fenomena pasangan suami istri jarak jauh di lokasi tersebut akan
tetapi peneliti belum menemukan satupun terkait penelitian terdahulu yang
membahas kasus yang serupa dilakukan di Desa Swarga Bara. Hal ini lah
yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji fenomena ini di daerah
tersebut.
1.6.4 Teknik Penentuan Subjek
Dalam suatu penelitian teknik penentuan subjek merupakan sebuah elemen
yang tidak kalah penting, dimana subjek yang telah bersedia untuk diteliti akan
membantu memberikan data-data yang dapat merepresentasikan sebuah
permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti.
Teknik penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive, yakni peneliti akan menentukan subjek berdasarkan karakteristik
yang diinginkan. Selama berjalannya proses wawancara apabila data yang
dihasilkan dirasa sudah cukup atau dalam artian peneliti sudah tidak dapat
menemukan aspek baru dalam sebuah fenomena yang ditelitinya maka peneliti
dapat menghentikan proses wawancara yang sedang berlangsung (Mulyana,
2003 : 182).
14
Subjek yang telah ditentukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
seorang istri yang menjalani hubungan long distance marriege dengan kriteria
yang sebelumnya telah ditentukan yakni sebagai berikut :
a. Pasangan yang sudah menikah dan sedang menjalani hubungan long
distance marriege selama kurun waktu diatas satu tahun.
b. Usia pernikahan pasangan LDM minimal 1 tahun alasannya yaitu karena
di usia pernikahan yang bisa dikatakan masih seumur jagung, pasangan
berani untuk berkomitmen menjalani hubungan pernikahan jarak jauh.
c. Pasangan suami istri long distance marriege yang telah memiliki anak
dari hasil pernikahannya.
Setelah mendapatkan subjek yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan,
kemudian peneliti mencoba untuk melakukan sesi pengenalan terlebih dahulu
agar ketika wawancara berlangsung sudah terbangun rasa kepercayaan dan
subjek akan bersedia menceritakan apa yang akan ditanyakan tanpa adanya
faktor keterpaksaan dan tidak terjadi kecanggungan ketika proses wawancara
sedang berlangsung.
1.6.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang tak kalah penting dalam sebuah
penelitian. Dimana apabila teknik ini dilakukan secara benar dan terarah akan
menciptakan sebuah karya yang memiliki kredibilitas yang tinggi begitupun
sebaliknya. Rangkaian dalam tahapan ini harus dilakukan secara cermat sesuai
dengan prosedur dalam penelitian kualitatif. Karena apabila tidak dilakukan
dengan baik akan menghasilkan data yang tidak credible dan tentunya hasil
15
akhir dalam sebuah penelitian tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Teknik pengumpulan data menurut Maryadi dkk (2010 : 14) adalah teknik
yang memungkinkan dapat diperolehnya data yang bersifat detail dengan
jangka waktu yang relatif lama. Sedangkan menurut Sugiyono (2005 : 62)
teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
melakukan sebuah penelitian, karena tujuan utama dari adanya penelitian ini
adalah untuk mendapatkan/menghasilkan data. Berikut ini adalah beberapa
teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti diantaranya :
A. Observasi
Observasi menurut Nawawi dan Martini (1992 : 74) merupakan sebuah
pengamatan dan pencatatan secara sistematik yang mana didalamnya
terhadap unsur yang tampak dalam suatu gejala pada sebuah objek
penelitian. Observasi pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang
mengharuskan penelitinya untuk menggunakan pancaindera, baik
penglihatan, penciuman, maupun pendengarannya untuk memperoleh data-
data yang dicari atau diperlukan. Menurut Bungin (2007 : 115-117) terdapat
beberapa bentuk observasi diantaranya adalah observasi partisipasi, tidak
terstruktur, dan kelompok.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk observasi tidak
terstruktur dimana selama proses pengamatan yang dilakukan tidak
menggunakan pedoman observasi melainkan peneliti mengembangkan
pengamatannya berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Dalam proses
observasi ini peneliti mengamati kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh
16
seorang istri yang menjadi korban dari adanya hubungan pernikahan jarak
jauh atau long distance marriege, bagaimana mereka berinteraksi atau
berkomunikasi melalui media seperti chatting dan lain sebagainya,
bagaimana in real life kehidupan mereka sehari-hari tanpa ditemani oleh
pasangan, serta apa implikasi yang muncul dari adanya hubungan jarak jauh
yang sedang mereka jalani.
Teknik observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-
situasi yang rumit misalnya ketika pasangan suami istri sedang kedapatan
terlibat komunikasi melalui telepon selular. Jadi, observasi dapat menjadi
alat yang ampuh untuk mengamati situasi-situasi yang rumit dan untuk
memahami perilaku yang kompleks dalam hal ini khususnya untuk
mengamati tindakan atau aktifitas yang biasanya dilakukan oleh suami
maupun istri yang menjalani hubungan long distance marriege tersebut.
B. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah proses tanya jawab antara peneliti dan
subjek yang akan dia teliti. Dengan kemajuan teknologi komunikasi yang
semakin pesat, wawancara bisa saja dilakukan tanpa bertatap muka, yakni
melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara adalah suatu
kegiatan dalam rangka memperoleh informasi secara mendalam terkait
dengan adanya suatu isu atau permasalahan yang akan diangkat oleh penulis
dalam sebuah penelitian. Menurut Sugiyono (2010 : 194) wawancara
merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
menemukan jawaban atas permasalahan yang akan diteliti.
17
Setidaknya terdapat 2 jenis wawancara yaitu wawancara mendalam (in-
depth interview) dan wawancara terarah (guided interview). Teknik
wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data-data yang
bersifat primer karena diperoleh langsung melalui informan, dalam hal ini
adalah mereka pasangan suami istri yang sedang menjalani long distance
marriege.
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti
adalah indept interview (wawancara mendalam) yang berisi pertanyaan-
pertanyaan terbuka, dimana peneliti akan menggali informasi terkait
fenomena pada keluarga long distance marriege yang ada di Desa Swarga
Bara secara lebih mendalam dengan menterlibatkan diri langsung pada
kehidupan subjek atau informan yang telah bersedia untuk diteliti, serta
melakukan tanya jawab secara bebas tidak berpedoman pada pertanyaan
yang sudah disiapkan sebelumnya sehingga selama proses wawancara
berlangsung suasana akan menjadi lebih hidup.
Wawancara merupakan cara yang paling umum untuk memahami
subjek atau informan yang akan diteliti. Dalam prosesnya, untuk seorang
subjek peneliti membutuhkan waktu beberapa kali untuk melakukan
observasi di lapangan. Selain waktu kunjungan yang bervariasi, tempat
berlangsungnya wawancara pun juga bervariasi, baik dilakukan di rumah
informan, di cafe, maupun di lokasi pada saat subjek melakukan aktivitas
kegiatan sehari-harinya.
Pada prinsipnya, terdapat beberapa kendala atau kesulitan saat memulai
hubungan komunikasi dengan subjek. Agar peneliti dapat mengerti apa
18
yang dipikirkan oleh subjek yang sedang menjalani hubungan rumah tangga
jarak jauh dengan pasangan, maka peneliti akan berusaha membangun suatu
bentuk komunikasi yang baik secara lebih intensif dan tentunya tidak
bersifat memaksa apabila memang hal itu merupakan sebuah privasi yang
harus dijaga.
C. Dokumentasi
Selain melakukan observasi dan wawancara, informasi juga dapat
diperoleh melalui fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian,
foto, video, dan lain sebagainya. Dokumentasi menurut Hamidi (2004 : 72)
merupakan sebuah informasi pelengkap yang berasal dari catatan penting
yang didapat dari lembaga, organisasi, maupun perorangan. Sedangkan
menurut Sugiyono (2013 : 240) dokumentasi dapat berbentuk sebuah
tulisan, gambar, ataupun karya monumentel dari hasil observasi dan
wawancara terhadap subjek yang sedang diteliti.
Penulis akan menggunakan dokumentasi sebagai penunjang data yang
diperlukan dalam sebuah penelitian seperti foto, audio dan lain sebagainya.
Dokumentasi yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini berupa
pengambilan gambar yang dilakukan setelah maupun saat sedang
melakukan proses wawancara dengan menggunakan kamera telepon
genggam yang nantinya akan di blur wajahnya demi menjaga privasi
masing-masing subjek yang mana sebelumnya juga telah melalui sebuah
perizinan dan diakhiri dengan persetujuan dari kedua belah pihak.
Dokumentasi ini dilakukan guna mendukung peneliti dalam upaya
19
menggambarkan, mengintepretasi, dan menganalisis data-data primer dan
sekunder yang sesuai dengan realitas di lapangan.
1.6.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan rangkaian proses yang terpenting dari
sebuah penelitian, dimana dengan adanya analisis data maka dapat
mempermudah peneliti dalam membaca suatu hasil penelitian. Analisis data
menurut Bogdan dalam Sugiyono (2010 : 334) merupakan sebuah proses dalam
mencari atau menyusun data secara sistematik dari hasil wawancara maupun
catatan lapangan sehingga setiap temuannya dapat mudah untuk dipahami dan
diinformasikan kepada orang lain.
Analisa data dalam kajian penelitian kualitatif dapat diperoleh melalui
pengumpulan data seperti yang dikatakan oleh Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2012 : 243) dimana dalam analisa data bersifat kualitatif akan
dilakukan secara interaktif dan prosesnya berlangsung secara terus menerus
hingga tuntas dan dapat memperoleh data yang bersifat jenuh. Ukuran dari data
yang bersifat jenuh disini adalah apabila peneliti sudah tidak dapat menemukan
data atau informasi baru dari hasil sebuah proses wawancara yang dilakukan
bersama dengan subjek yang telah ditentukan dalam kajian penelitian.
Penyajian dalam sebuah data yang baik akan mengambil satu langkah
penting untuk menciptakan analisis kualitatif yang valid dan handal, dimana
dalam teknik analisis data kali ini peneliti menggunakan empat tahapan yakni
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan diakhiri dengan penarikan
kesimpulan atau verifikasi seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman
dalam penulisan penelitian kualitatif. (Ulber, 2009 : 339).
20
A. Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data merupakan langkah paling awal dalam suatu
tahapan penelitian. Peneliti melakukan proses teknik pengumpulan data
yang telah ditentukan sejak awal, yaitu melalui teknik observasi, wawancara
dan terakhir merupakan dokumentasi. Data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi akan dicatat ke dalam catatan
lapangan yang berisi tentang apa yang dapat dilihat, didengar, dirasakan,
disaksikan, serta dialami oleh peneliti.
Dalam proses pengumpulan data pada kajian penelitian ini hal pertama
yang akan dilakukan adalah proses pengamatan di lokasi tempat tinggal
subjek yang akan diteliti yakni keluarga yang mengalami hubungan long
distance marriege di Desa Swarga Bara Kecamatan Sangatta Utara
Kabupaten Kutai Timur. Peneliti akan melakukan proses wawancara yang
dimana akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada subjek yang telah
dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan. Selanjutnya adalah
merupakan tahap terakhir yakni melakukan sesi dokumentasi berupa foto
atau rekaman selama proses wawancara berlangsung sebagai bukti data
yang akurat nantinya.
B. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses dimana pemfokusan dan penyeleksian
data serta tranformasi dari data kasar yang ada dilapangan, kemudian akan
dilanjutkan pada waktu pengumpulan data dengan demikian proses reduksi
data akan dimulai sejak peneliti sudah menentukan wilayah kajian
penelitian (Miles dan Huberman,1992 : 15-19).
21
Dalam melakukan sebuah penelitian di lapangan seringkali dijumpai
saat peneliti melakukan pengumpulan data melalui proses observasi dan
wawancara yang begitu mendalam terhadap subjek penelitian terkadang
konteks yang sedang dibicarakan akan keluar dari tema yang hanya akan
diperlukan datanya oleh peneliti. Maka dari itu untuk mengatasi hal tersebut
peneliti perlu melakukan adanya reduksi data atau suatu kegiatan memilah-
milah data yang hanya akan diperlukan sebagai bahan penelitian atau
penunjang dari adanya sebuah data.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian yang didapatkan dilapangan
pastinya banyak, namun dari hasil penelitian tersebut tidak semua bisa
dijadikan bahan kajian yang sedang diteliti. Hasil yang sudah didapatkan
akan melalui proses reduksi data terlebih dahulu dengan maksud dan tujuan
agar data yang dikerjakan sesuai dengan kebutuhan tema atau pembahasan
pada kajian penelitian dan tidak keluar dari konteks tema kajian yang sedang
dibicarakan. Reduksi data dapat memudahkan peneliti dalam memahami
data yang sudah terpilah sesuai kebutuhan pada penelitian ini (Idrus, 2009 :
150).
C. Penyajian Data
Setelah melalui proses mereduksi data maka selanjutnya adalah berupa
penyajian data, dimana data yang disajikan dapat berupa catatan maupun
dokumen yang sebelumnya sudah di reduksi terlebih dahulu. Penyajian data
merupakan sebuah kumpulan yang berisi informasi yang dapat memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan (Miles dan
Huberman, 1992 : 17).
22
Penyajian data juga diarahkan agar sebuah data hasil dari reduksi dapat
terorganisasikan dengan baik, sehingga akan mudah untuk dipahami dan
juga tentunya akan mempermudah peneliti dalam upaya menganalisis data
nantinya. Pada langkah ini, peneliti akan berusaha untuk mendapatkan data
yang bersifat relevan, sehingga kesimpulan dari sebuah informasi yang
didapat akan memunculkan sebuah makna tertentu yang dapat menjawab
masalah dalam sebuah penelitian.
Penyajian dalam sebuah rangkaian data yang baik akan mengambil satu
langkah penting untuk menciptakan analisis kualitatif yang valid dan
handal. Dalam melakukan proses penyajian data tidak semata-mata hanya
mendeskripsikannya secara naratif, namun harus disertai dengan proses
analisis yang dilakukan secara terus menerus hingga mencapai pada sebuah
proses penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan proses
verifikasi data.
D. Kesimpulan atau Verifikasi
Setelah melalui beberapa rangkaian proses reduksi data dan penyajian
data maka tahapan terakhir adalah berupa penarikan kesimpulan atau
verifikasi, dimana dalam penarikan kesimpulan tentunya sudah berisi data
konkrit yang diperlukan oleh peneliti sebagai penunjang hasil penelitian.
Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan sebuah upaya dalam
mencari atau memahami makna, keteraturan, pola-pola, serta penjelasan
sebab akibat dalam kajian penelitian.
Dalam proses analisis sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman
tidak hanya sekali terjadi, melainkan bersifat interaktif secara bolak balik
23
diantara rangkaian proses mereduksi, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Setelah dirasa cukup maka dapat ditarik ke dalam kesimpulan
yang nantinya akan berbentuk sebuah narasi.
1.6.7 Keabsahan Data
Sebuah instrument dapat dikatakan valid apabila dapat mengungkap sebuah
data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam penelitian kualitatif peneliti
harus mendapatkan data yang valid agar dapat melakukan penarikan
kesimpulan serta menyajikan hasil penelitian secara tepat. Terdapat beberapa
cara yang dapat ditempuh dalam melakukan uji validitas data diantaranya
peneliti menggunakan teknik triangulasi, dimana triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu
dapat dicapai dengan cara :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti.
b. Membandingkan apa yang dikatakan seseorang di depan umum dengan
apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan suatu keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu data atau dokumen
yang berkaitan. (Bachri, 2010).