107
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dalam kehidupan manusia tidak berdiri sendiri. Bahasa memiliki kaitan dengan kehidupan sosial maupun kebudayaan penuturnya. Dalam melakukan interaksi sosial manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi. Berkomunikasi tidak sekedar melakukan aktivitas berbicara. Ketika seseorang terlibat kontak dengan orang lain, pada saat itu ia berkomunikasi dan memberi informasi. Ketika seseorang berkomunikasi/memberi informasi, maka pada saat itu juga ia mengekspresikan perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan, baik secara verbal maupun nonverbal. Pada hakikatnya berkomunikasi atau memberi informasi adalah melakukan tindakan bahasa. Fenomena komunikasi dapat diamati melalui tiga aspek, yaitu perilaku i , pesan dan makna. Perilaku manusia merupakan ekspresi dari sesuatu yang ada dalam diri manusia, dan itu dapat diamati pada perilaku komunikasinya. Pada hakikatnya setiap perilaku manusia merupakan ekspresi perilaku sosial (Hull dalam Gretler, 1991:77). Penelitian ini berkenaan dengan masalah wacana. Wacana adalah penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi atau dalam suatu situasi sosial (Halliday, 1979 ; Halliday dan Hassan, 1994). Oleh karena itu, wacana merupakan produk yang dihasilkan oleh suatu peristiwa komunikasi (Halliday, 1979 ; Halliday dan Hassan, 1994) atau bahasa yang dihasilkan oleh tindak komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

  • Upload
    phamthu

  • View
    228

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa dalam kehidupan manusia tidak berdiri sendiri. Bahasa memiliki

kaitan dengan kehidupan sosial maupun kebudayaan penuturnya. Dalam

melakukan interaksi sosial manusia menggunakan bahasa sebagai media

komunikasi. Berkomunikasi tidak sekedar melakukan aktivitas berbicara. Ketika

seseorang terlibat kontak dengan orang lain, pada saat itu ia berkomunikasi dan

memberi informasi. Ketika seseorang berkomunikasi/memberi informasi, maka

pada saat itu juga ia mengekspresikan perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan,

baik secara verbal maupun nonverbal. Pada hakikatnya berkomunikasi atau

memberi informasi adalah melakukan tindakan bahasa. Fenomena komunikasi

dapat diamati melalui tiga aspek, yaitu perilakui, pesan dan makna. Perilaku

manusia merupakan ekspresi dari sesuatu yang ada dalam diri manusia, dan itu

dapat diamati pada perilaku komunikasinya. Pada hakikatnya setiap perilaku

manusia merupakan ekspresi perilaku sosial (Hull dalam Gretler, 1991:77).

Penelitian ini berkenaan dengan masalah wacana. Wacana adalah

penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi atau dalam suatu situasi sosial

(Halliday, 1979 ; Halliday dan Hassan, 1994). Oleh karena itu, wacana merupakan

produk yang dihasilkan oleh suatu peristiwa komunikasi (Halliday, 1979 ;

Halliday dan Hassan, 1994) atau bahasa yang dihasilkan oleh tindak komunikasi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

2

(Richards dan Schmidt,1989). Penggunaan bahasa dalam komunikasi selalu

dikaitkan dengan bagaimana bahasa itu digunakan untuk memenuhi fungsinya

(Brown dan Yule,1996:1). Fungsi bahasa dapat dipahami pada cara seseorang

menggunakan bahasa atau beberapa bahasa untuk mencapai tujuannya atau

melalui cara dan tujuan seseorang berkomunikasi (Halliday,1987). Sebagai

penggunaan bahasa dalam suatu peristiwa komunikasi wacana berhubungan

dengan segala kejadian atau peristiwa yang dapat diidentifikasi.

Sebagai produk yang dihasilkan oleh peristiwa komunikasi wacana adalah

rangkaian satuan lingual yang tidak hanya bermuatan makna (meaning), tetapi

sebagai satuan gramatikal yang mengandung pesan. Wacana merupakan satuan

(unit) perilaku yang direalisasikan oleh satuan-satuan lingual. Sebagai satuan

(unit) perilaku wacana adalah wujud perilaku sosial (Crystal, 2001). Wacana

adalah bentuk/gambaran perilaku, sekaligus sebagai ekspresi dan representasi

fenomena kehidupan manusia (Halliday dalam Halliday dan Hasan, 1994).

Wacana diasosiasikan dengan segala hal yang berkaitan dengan tindakan

‘bercakap-cakap’ (Paltridge, 2000: 4).

Wacana yang dikaji dalam penelitian ini adalah wacana lisan. Dilihat dari

wujudnya wacana lisan adalah rangkaian satuan lingual yang ditranskrip dari

rekaman bahasa lisan. Wacana lisan dipandang menarik, karena merupakan

pemakaian bahasa dalam suatu peristiwa komunikasi lisan yang melibatkan

konteks. Sebagai pemakaian bahasa yang melibatkan konteks wacana lisan

merupakan bentuk praktik sosial yang nyata.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

3

Produk bahasa yang dihasilkan oleh peristiwa komunikasi lisan tidak saja

berwujud formal, tetapi juga berwujud pragmatik. Sebagai rangkaian satuan

lingual yang dihasilkan oleh suatu peristiwa komunikasi lisan wacana tidak saja

bermuatan semantis, tetapi juga bermuatan makna pragmatis. Artinya, satuan-

satuan lingual yang direalisasikan oleh ujaran-ujaran tidak saja mengandung

makna, tetapi juga mengandung maksud.

Jenis wacana yang dipilih adalah percakapan. Percakapan tidak sekedar

aktivitas tanya-jawab atau berbincang-bincang, tetapi merupakan sebuah peristiwa

tutur. Peristiwa tutur dipahami sebagai peristiwa penggunaan bahasa yang terjadi

dalam suatu situasi sosial tertentu dan mempunyai topik, serta tujuan yang jelas.

Percakapan adalah suatu peristiwa terstruktur yang terealisasi dalam ujaran

(Brown dan Yule, 1996 ; Halliday dan Hassan, 1976: 10 ; Halliday, 1992 ;

Stubbs,1983: 10 ; Fairclough, 1989:21-24 ; McCarthy, 1994 : 155 ;

Hoed,1994:129).

Percakapan tidak saja dipahami sebagai sebuah peristiwa tutur. Ketika

seseorang terlibat dalam sebuah peristiwa tutur ia tidak hanya memproduksi

satuan-satuan kebahasaan, tetapi sekaligus melaksanakan tindakan-tindakan di

dalam tuturannya, yang disebut tindak tutur. Oleh karena itu, percakapan bukan

sekedar rangkaian ujar, tetapi dipahami sebagai kesatuan ujaran dan tindakan yang

terkait dengan pemahaman dan tanggapan. Kedua tindakan ini direalisasikan oleh

rangkaian ujar yang dihasilkan oleh konteks.

Sebagai sebuah peristiwa tutur atau peristiwa komunikasi lisan,

percakapan tidak saja merupakan sebuah aktivitas verbal, tetapi juga melibatkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

4

aspek-aspek nonverbal. Dalam sebuah percakapan tindak nonverbal selalu

menyertai atau muncul di sela-sela tindak verbal. Tindak nonverbal tidak hanya

berfungsi memperkuat tindak verbal, tetapi dalam sebuah percakapan tindak

nonverbal dapat mengimplikasikan sesuatu.

Percakapan bukan peristiwa tutur biasa. Percakapan merupakan bentuk

wacana interaktif. Sebagai wacana interaktif percakapan merupakan peristiwa

interaksi lisan yang melibatkan pertukaran informasi, pertukaran ide/gagasan,

pendapat untuk mencapai pemahaman yang sama (Halliday, 1994 ; Richard,

1995:3). Terkait dengan hal ini percakapan dapat dipahami juga sebagai proses

komunikasi/interaksi. Aspek yang paling menonjol di dalam aktivitas percakapan

adalah “proses” yang terjadi diantara Pn dan Mt (Paltridge, 2000: 4). Proses yang

dimaksud adalah proses penyesuaian-penyesuaian interpersonal.

Percakapan tidak hanya terkait dengan persoalan informasi, yaitu

bagaimana menyampaikan informasi agar informasi itu dapat dipahami dengan

jelas. Percakapan dipahami juga sebagai tindakan, sekaligus proses memahami

apa yang ada dalam benak dan dirasakan oleh penutur, serta apa yang ada di

dalam pikiran penutur pada saat memformulasi dan menyampaikan sebuah

tuturan. Demikian juga, apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh mitra tutur pada

saat menerima dan menanggapi informasi/pesan dari penutur. Percakapan

merupakan bagian dari proses komunikasi. Oleh karena itu fenomena komunikasi

atau fenomena kebahasaan dapat diamati dan dapat diidentifikasi dalam

percakapan.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

5

Sebagai wacana interaktif percakapan berkaitan dengan pola/urutan

tingkah laku yang teratur dalam melakukan komunikasi timbal balik atau interaksi

(Stubbs,1983). Dalam percakapan setiap peserta tutur memiliki hak dan kewajiban

berbicara, mendengarkan, dan memberi tanggapan. Percakapan tidak saja

dipahami sebagai bentuk pertukaran informasi, tetapi juga pertukaran giliran

bicara atau pertukaran peran. Sebagai bentuk pertukaran atau pergantian giliran

bicara percakapan diatur oleh sebuah konvensi yang menentukan siapa yang

berbicara, kapan, serta untuk berapa lama berbicara. Sebagai wacana interaktif

percakapan itu memiliki bentuk atau struktur yang menggambarkan mekanisme

interaksi.

Percakapan itu merupakan bentuk praktik sosial yang ditandai oleh

aktivitas menjalin hubungan, saling meyakinkan, saling memahami, saling

menyesuaikan, saling bekerjasama, dan saling menghormati/menghargai. Dalam

konteks komunikasi percakapan merupakan tindakan mempresentasikan diri atau

pernyataan gambaran diri. Dalam proses interaksi kadang-kadang partisipan

percakapan mengkomunikasikan juga pandangan pribadinya tentang sesuatu hal,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Pandangan pribadi kadang-kadang

juga berhubungan dengan prinsip-prinsip budaya (Mulyana, 2002).

Percakapan tidak saja berhubungan dengan persoalan penggunaan bahasa,

peristiwa tutur, pemakaian bahasa, perilaku berbahasa, peristiwa interaksi lisan,

praktik sosial, proses komunikasi/interaksi, serta mekanisme atau struktur

interaksi. Percakapan berhubungan juga dengan kegiatan-kegiatan dalam diri

manusia yang tidak dapat diamati, seperti kegiatan berpikir, membayangkan,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

6

merencanakan, merasakan, meyakini, dan mengharapkan. Selain itu, percakapan

mengekspresikan perilaku-perilaku sosial, serta tujuan dan sikap sosial.

Pengkajian wacana yang berhubungan dengan aspek-aspek ini

mengutamakan perspektif pragmatik (Yule, 2006). “Pragmatics is distinct from

grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is

the study of how language is used to communicat) (Parker,1986). Percakapan

merupakan jenis prototype penggunaan bahasa yang paling mendasar yang dapat

menunjukkan dengan jelas berbagai aspek pragmatik (Levinson,1983:284-285).

Selanjutnya mengapa memilih percakapan jual-beliii ?. Percakapan jual-

beli adalah sebuah aktivitas transaksi atau tawar menawar (negosiasi) yang

melibatkan unsur penjual dan pembeli, serta komoditas yang diperjualbelikan.

Meskipun percakapan jual-beli merupakan percakapan alamiah (natural), namun

baik Pj maupun Pb mempunyai strategi-strategi (perencanaan) transaksi. Untuk

mewujudkannya, baik Pj maupun Pb melakukan bermacam-macam cara/tindakan

agar dapat mencapai kesepakatan atau persetujuan jual-beli.

Cara-cara/tindakan-tindakan yang dilakukan Pj dan Pb selain dapat

menentukan nilai sebuah transaksi, juga kadang-kadang dapat mempengaruhi

hubungan interpersonal. Pengaruh itu ada yang sifatnya positif, tetapi ada juga

yang sifatnya negatif. Tergantung bagaimana mewujudkan tindakan-tindakan dan

bagaimana hubungan Pj dan Pb. Cara-cara/tindakan-tindakan Pj maupun Pb juga

ditentukan oleh tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Misalnya dalam menjalin

hubungan keakraban, baik Pj maupun Pb mempunyai tujuan yang berbeda-beda.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

7

Setiap peristiwa komunikasi memiliki latar. Latar adalah tempat kejadian

suatu peristiwa. Mengapa tertarik memilih latar pasar tradisional ?. Pasar

tradisional dipahami sebagai pasar pedesaan atau “rural markets” (May dan

Bucholt, 1982), walaupun kenyataannya di beberapa daerah perkotaan masih

ditemukan pasar-pasar tradisional. Sebagai tempat pelaksanaan aktivitas

berdagang pasar tradisional adalah pusat pertemuan individu-individu yang

berbeda usia, gender, pekerjaan, status sosial, dan juga suku. Percakapan di pasar

tradisional berbeda dengan percakapan yang terjadi di ruang pengadilan, di ruang

pemeriksaan dokter, atau di ruang kelas. Perbedaan itu setidaknya dapat diamati

pada penggunaan kode (bahasa) dan ragam tutur, pengalihan kode, pelaksanaan

tindak tutur, variasi bentuk tuturan, pelaksanaan kerjasama dan kesantunan, serta

mekanisme interaksi.

Pasar tidak hanya dipahami sebagai tempat pelaksanaan aktivitas jual-beli,

seperti yang lazimnya ditemui di daerah-daerah pedesaan maupun perkotaan.

Pengertian pasar itu sendiri menurut ilmu ekonomi tidak hanya mengacu pada

tempat pelaksanaan aktivitas jual-beli, tetapi juga dipahami sebagai “setiap

hubungan” yang diciptakan oleh Pj dan Pb, yang ditandai oleh adanya aktivitas

transaksi (negosiasi) suatu komoditas tertentu. Hubungan itu dapat dibedakan

menjadi (1) hubungan langsung (bertatap muka) dan (2) hubungan tidak langsung

(tanpa bertatap muka). Di pasar tradisional Pj dan Pb menjalin hubungan secara

bertatap muka. Berbeda dengan di pasar moderen (pasar swalayan dan pasar

online). Di pasar moderen Pj dan Pb menjalin hubungan tanpa bertatap muka.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

8

Penelitian ini dilaksanakan di propinsi Sulawesi Utara, di kabupaten

Minahasa, yaitu di kecamatan Sonder dan Kawangkoan dan di kabupaten

Minahasa Selatan, yaitu di kecamatan Tareran, Tenga, dan Tompaso Baru. Lokasi

ini dipilih karena kelompok subetnik Tountembon kebanyakan tersebar di dua

kabupaten ini. Dalam aktivitas komunikasi sehari-hari masyarakat di Kabupaten

Minahasa menggunakan bahasa daerah Tountemboan (BDT) dan bahasa melayu

Manado (BMM). Sedangkan, masyarakat di Kabupaten Minahasa Selatan

kebanyakan menggunakan bahasa melayu Manado (BMM), kecuali masyarakat

yang berada di kecamatan Tareran. Sebagai masyarakat bilingual, dalam

berkomunikasi masyarakat Tountemboan memiliki pilihan kode yang bermacam-

macam. Ada bentuk yang ringkas, ada bentuk yang lengkap, ada bentuk standart,

ada pula bentuk dialek, ada bentuk yang kasar, ada pula bentuk yang halus.

Bahasa adalah mekanisme penciptaan interaksi sosial. Oleh karena itu,

analisis wacana mengkaji bagaimana penggunaan bahasa dalam tindakan yang

nyata. Analisis wacana tidak dapat dipisahkan dari fungsi bahasa. Fungsi bahasa

dapat menyatakan fungsi sosial. Oleh karena itu, kajian wacana adalah kajian

bahasa yang melibatkan praktik sosial (Richard, 1995:29). Hal terpenting dalam

analisis wacana adalah menjelaskan cara-cara dan sikap masyarakat dalam

melaksanakan suatu tindakan yang nyata (Schiffrin, 1994:41). Untuk memahami

dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini peneliti menggunakan

pendekatan sosiopragmatik. Kajian sosiopragmatik adalah kajian pragmatik yang

dikaitkan dengan situasi sosial.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

9

1.2. Masalah Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup penelitian maka permasalahan tentang wacana

jual-beli di pasar tradisional Minahasa yang dilihat dari paradigma sosiopragmatik

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penggunaan kode dan pelaksanaan alih kode dalam

wacana jual-beli, dan mengapa demikian ?.

2. Bagaimanakah pelaksanaan tindak tutur, serta bentuk dan fungsi

tuturan dalam wacana jual-beli, dan mengapa demikian ?.

3. Bagaimanakah pelaksanaan dan pelanggaran maksim-maksim

kerjasama dan kesantunan dalam wacana jual-beli, dan mengapa

demikian ?.

4. Bagaimanakah struktur percakapan jual-beli ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, kajian wacana jual-beli di pasar

tradisional Minahasa yang berbasis sosiopragmatik ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi dan menjelaskan penggunaan kode dan pengalihan

kode dalam wacana jual-beli.

2. Mengidentifikasi dan menjelaskan pelaksanaan tindak tutur, serta

bentuk dan fungsi tuturan dalam wacana jual-beli.

3. Mengidentifikasi dan menjelaskan pelaksanaan dan pelanggaran

maksim-maksim kerjasama dan kesantunan dalam wacana jual-beli.

4. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan struktur percakapan jual-beli.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

10

1.4 Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian yang memfokuskan kajiannya pada wacana interaktif

(percakapan) sudah sering dilakukan. Kajian-kajian pragmatik terkait dengan

wacana interaktif belakangan ini banyak diminati, khusus wacana jual-beli.

Namun, pada umumnya kajian-kajian tersebut hanya difokuskan pada salah satu

aspek pragmatik, seperti tindak tutur, implikatur, struktur wacana, atau kerjasama

dan kesantunan. Selain itu, khusus kajian tindak tutur belum banyak yang

menghubungkannya dengan strategi-strategi (perencanaan) transaksi dan tujuan

pelaksanaan percakapan jual-beli. Untuk memahami sebuah percakapan

setidaknya penelitian yang berbasis sosiopragmatik ini dapat menjelaskan

beberapa aspek yang menjadi focus dalam kajian pragmatik.

Kekhasan penelitian ini terletak pada fokus kajiannya, penjelasan tentang

kedudukan peneliti dalam proses penelitian, serta kekuatan dan kelemahan metode

penelitian yang digunakan. Tujuannya untuk memberikan gambaran secara jujur

tentang pelaksanaan penelitian. Perbedaan mendasar penelitian ini dengan

penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada topik, masalah, cara penanganan

masalah, serta refleksi teori tertentu yang digunakan.

Berdasarkan kajian beberapa hasil penelitian terdahulu, serta perbedaan

mendasar penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka diyakini

penelitian yang berjudul “Wacana Jual-Beli Di Pasar Tradisional Minahasa” yang

berbasis sosiopragmatik ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

11

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis adalah manfaat yang diharapkan dapat menambah

pengetahuan/wawasan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung topik

penelitian, serta metode/pendekatan yang digunakan dalam menangani/mengkaji

masalah-masalah penelitian. Manfaat teoretis adalah manfaat yang diharapkan

dapat memberi nuansa baru, menginspirasi dan memotivasi pengembangan dan

penemuan teori-teori baru dalam pelaksanaan suatu penelitian. Terkait dengan

manfaat teoretis penelitian ini diharapkan :

1. Dapat menambah pengetahuan/wawasan para peneliti bahasa tentang

konsep-konsep wacana dan teori-teori wacana, khusus wacana interaktif,

serta teori-teori pragmatik.

2. Dapat menambah wawasan/pengetahuan bagi para peneliti bahasa tentang

teori-teori tindak tutur, kerjasama dan kesantunan, percakapan, struktur

percakapan.

3. Dapat menambah pengetahuan/wawasan tentang penggunaan pendekatan

sosiopragmatik untuk memahami fenomena-fenomena kebahasaan dalam

sebuah peristiwa tutur.

4. Dapat menginspirasi dan memotivasi para peneliti bahasa untuk dapat

mengembangkan dan menemukan teori-teori wacana lisan, khusus wacana

interaktif dan pendekatan-pendekatan dalam penelitian bahasa.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

12

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah manfaat konkrit yang diharapkan dapat diperoleh

dan dirasakan secara langsung dari hasil sebuah penelitian. Hasil penelitian ini

diharapkan :

1. Dapat memberikan data aktual dan terpercaya tentang pelaksanaan

interaksi/transaksi jual-beli di pasar tradisional Minahasa.

2. Dapat memberikan data konkrit dan aktual tentang hasil kajian wacana jual-

beli berbasis sosiopragmatik.

3. Dapat memberikan data konkrit dan aktual tentang fenomena kebahasaan

dalam percakapan jual-beli di pasar tradisional Minahasa.

5. Dapat memberikan data aktual tentang situasi masyarakat dan kebahasaan di

Minahasa, khususnya pada masyarakat kelompok subetnik Tountemboan.

6. Sebagai hasil rekaman peristiwa kebahasaan WJB ini dapat menunjukkan

sejumlah fakta kebahasaan dan fakta sosial.

7. Dapat memberi kontribusi bagi pelaksanaan penelitian-penelitian yang

berbasis sosiopragmatik maupun sosiolinguistik.

8. Dapat menginspirasi para peneliti bahasa, sosial, dan budaya, serta dapat

memberi kontribusi bagi pelaksanaan penelitian-penelitian interdisipliner.

9. Dapat menambah wawasan/pengetahuan bagi masyarakat pembaca pada

umumnya, dan juga khususnya bagi pribadi peneliti tentang kesantunan dalam

berkomunikasi, agar dapat mewujudkan dan mempertahankan hubungan-

hubungan sosial yang harmonis, dan agar dapat menghindari konflik-konflik

sosial.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

13

10. Dapat memberikan masukan bagi pemerintah setempat tentang pentingnya

pelaksanaan penelitian-penelitian bahasa daerah dalam mengungkap fakta-

fakta sosial maupun budaya masyarakat Minahasa.

11. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat Minahasa tentang identitasnya

sebagai Tou Minahasa (orang Minahasa) yang melekat pada bahasanya,

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini adalah wacana. Wacana dipahami sebagai peristiwa

tutur, peristiwa interaksi, dan pemakaian bahasa dalam peristiwa komunikasi

sosial, yang terjadi di (1) pasar ikan, pasar daging, pasar sayur, rempah dan buah,

dan pasar beras. (2) warung-warung tempat penjualan sembako, (3) kios-kios

tempat penjualan cengkih dan kopra, dan (4) tempat-tempat usaha pemeliharaan

ternak dan pembuatan batu bata.

1.7 Tinjauan Pustaka

Dalam bagian ini akan dipaparkan beberapa hasil tinjauan pustaka terkait

dengan topik penelitian, yang berupa buku-buku dan hasil-hasil penelitian tentang

wacana, penggunaan bahasa, pengalihan kode, tindak tutur, kerjasama dan

kesantunan dalam interaksi jual-beli.

Buku-buku yang berisi kajian tentang teori dan metode analisis wacana

diantaranya telah ditulis oleh :

(1). Wijana dan Rohmadi (2006) dalam bukunya yang berjudul Analisis

Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis telah membahas tentang teori

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

14

pragmatik dan aplikasinya pada beberapa wacana, khusus wacana dagadu, wacana

rekreatif, dan wacana kampanye politik pemilu. Tujuan penulisan buku ini untuk

memberikan bahan perbandingan dan menemukan model-model analisis dalam

penelitian berbasis pragmatik.

(2). Debora Schiffrin (2007) dalam bukunya Approaches to Doscourse

(1994) telah menguaraikan tentang (i) ruang lingkup kajian wacana, (ii) definisi,

persoalan dan analisis wacana berdasarkan paradigma formal dan fungsional, (iii)

ancangan kajian wacana berdasarkan teori tindak tutur, sosiolinguistik

interaksional, etnografi komunikasi, pragmatik, analisis percakapan, dan analisis

variasi, (iv) struktur dan fungsi dalam analisis wacana, (v) teks dan konteks, (vi)

wacana dan komunikasi, dan (vii) bahasa sebagai interaksi sosial).

(3). Stevan Titscher, dkk (2009) dalam bukunya Methods of Text and

Discourse Analysis (2009) telah menguraikan tentang beberapa hal yang terkait

dengan analisis wacana dan teks, seperti (i) pengertian teks dan wacana, (ii) cara-

cara mendapatkan materi untuk analisis suatu tinjauan, (iii) beberapa metode

(prosedur) analisis teks dan wacana yang ditinjau dari beberapa paradigma,

kriteria kualitasnya, bidang aplikasinya, persamaan dan perbedaan dengan metode

lainnya, tujuan dan syarat-syarat pelaksanaannya, serta kemungkinan langkah-

langkah pengumpulan datanya, (iv) asal muasal teori yang mendukung

pelaksanaan setiap metode, dan (v) asumsi teoretis dasar.

Pembahasan tentang wacana berdasarkan paradigma struktural telah

dilakukan, diantaranya oleh :

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

15

(1). Sumarlam (2003) dalam bukunya Teori dan Praktik Analisis

Wacana. Buku ini membahas tentang kaidah-kaidah kebahasaan dan teori-teori

wacana. Buku ini berisi uraian tentang penggunaan pemarkah kohesi gramatikal

dan leksikal dalam bahasa Indonesia, serta pertalian kohesi dan kekoherensi

dalam wacana.

(2). Fatimah Djajasudarma (2006) dalam bukunya Wacana :

Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Buku ini mengkaji tentang unsur-unsur

wacana untuk memahami hubungan antarbagian wacana. Kajian ini bertujuan

untuk memberi petunjuk dalam pelaksanaan analisis wacana dan penafsiran

makna wacana.

Selanjutnya hasil-hasil penelitian tentang penggunaan kode, pengalihan

kode, dan bentuk sapaan berdasarkan paradigma sosiolinguistik telah dilakukan,

diantaranya oleh :

(1). Poedjosoedarmo & Wolff (1982) dalam tulisannya yang berjudul

Communicative Codes in Central Java. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

dalam aktivitas komunikasi masyarakat sehari-hari penggunaan kode memiliki

keterkaitan dengan variasi-variasi tingkat tutur. (lih.Poedjosoedarmo, dkk, 1979 :

3, 8-13). Kode mengacu pada suatu sistem tutur yang dalam penerapannya

mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan

mitra tutur dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk varian bahasa

yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi antaranggota suatu masyarakat

bahasa (lih. Poedjosoedarmo, 1978:30). Demikian juga yang terjadi terhadap

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

16

masyarakat bahasa Jawa. Pilihan kode dalam suatu komunikasi dipengaruhi oleh

konteks.

(2). Laila Kurniawaty Paada (2008) dalam tesisnya yang berjudul

“Penggunaan Bahasa Di Kota Palu (Kajian Sosiolinguistik Dalam Ranah Jual-Beli

Di Pasar Tradisional). Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam interaksi jual-

beli digunakan kode bahasa Indonesia, bahasa Melayu Palu, bahasa Kaili, bahasa

Melayu Makassar, bahasa Jawa, dan bahasa Melayu Manado. Pelaksanaan AK

dalam interaksi bertujuan mendapatkan layanan yang baik, keakraban, latihan

menggunakan bahasa, memberi penjelasan, mendapatkan harga murah, bercanda,

belajar dan mengajar, melakukan barter, dan kelancaran komunikasi. Selanjutnya

AK dilaksanakan dalam sepuluh pola. Adapun faktor-faktor sosial yang

melatarbelakangi pelaksanaan AK adalah pergantian partisipan, kebiasaan

berbahasa penutur, kemampuan berbahasa lawan bicara, dan kehadiran orang

ketiga.

(3). Elfrida W.S. Sumampouw (1984) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pola Penyapaan Dalam Interaksi Verbal Dengan Latar Multilingual : Studi Kasus

Warga Kampus Universitas Sam Ratulangi Manado”. Penelitian ini bertujuan

untuk menemukan dan memerikan pola pemakaian kata penyapa dalam bahasa

Indonesia ragam Manado. Peneliti membatasi pembahasannya pada repertoar kata

penyapa, peserta tindak ujaran dalam interaksi bersemuka, dan domain, yaitu

konteks dan situasi penggunaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

dalam sistem penyapaan bahasa Indonesia ragam Manado ditemukan sekurang-

kurangnya 64 kemungkinan pola penyapaan. Dalam penelitian ini ditemukan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

17

delapan jenis kata penyapa yang berasal dari empat kategori kata, yaitu nomina,

pronomina, adjektiva, dan kata tugas yang meliputi (1) istilah kekerabatan, (2)

nama diri, (3) pronomina persona kedua, (4) nama profesi/jabatan, (5) epitet, (6)

kata seru, (7) gelar, dan (8) pronomina penunjuk tempat.

Hasil-hasil penelitian tentang wacana, pelaksanaan tindak tutur

berdasarkan paradigma pragmatis telah dilakukan, diantaranya oleh :

(1). Brown dan Yule (1983 :1-5) dalam bukunya Discourse Analysis.

Sebagian dari buku ini membahas tentang hasil penelitian penggunaan pertanyaan

pada subgenre yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan tujuan

komunikasi, sifat interaksi, peranan institusi dan partisipan, serta usaha yang

harus dicapai oleh partisipan dalam wacana. Penentu jumlah pertanyaan yang

diproduksi, serta bentuk dan fungsi interaksi tidak diteliti dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan cara memberi pertanyaan pada

setiap subgenre. Hal itu didukung oleh data yang menunjukkan tentang pola

pertanyaan yang berbeda-beda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertanyaan

dalam wacana ‘transactional’ dianggap sebagai pertanyaan yang membebani

dibandingkan pertanyaan dalam wacana ‘interactional’.

(2). Bustanul Arifin dan Abdul Rani (2000) dalam bukunya Prinsip-

Prinsip Analisis Wacana. Sebagian dari buku ini membahas tentang hasil

penelitian Tanya-Jawab pada Peristiwa Sidang di Pengadilan. Hasil penelitian ini

menunjukkan beberapa fungsi pragmatis yang diemban oleh setiap pertanyaan

yang diajukan hakim, jaksa, dan pembela kepada terdakwa atau saksi. Fungsi

pertanyaan yang dimaksud adalah untuk menyampaikan tindak direktif, ekspresif,

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

18

dan representatif. Pertanyaan yang berfungsi pragmatis untuk menyampaikan

tindak direktif adalah pertanyaan yang bertujuan (1) untuk meminta informasi, (2)

untuk meminta konfirmasi, (3) untuk menguji, dan (4) untuk menyampaikan

saran. Pertanyaan untuk menyampaikan tindak ekspresif adalah pertanyaan yang

bertujuan (1) menyampaikan rasa tidak puas, dan (2) menyampaikan basa-basi.

Selanjutnya pertanyaan untuk menyampaikan tindak representatif diwujudkan

dalam pertanyaan responsif, yaitu pertanyaan yang dituturkan sebagai respons atas

jawaban (meminta penegasan).

(3). Wierzbicka (1991) dalam bukunya Cross Cultural Pragmatics telah

mengkaji pelaksanaan tindak tutur dan wujud tindak tutur yang bermakna

permintaan dan penolakan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan tindak tutur

yang bermakna permintaan dalam bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tuturan bermakna permintaan dalam bahasa Inggris sifatnya tidak

memaksa atau menekan mitra tutur untuk memenuhi keinginan penutur. Hal itu

tampak melalui penggunaan kalimat-kalimat interogatif dan bukan kalimat-

kalimat yang berverba to request atau to ask. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

aspek-aspek yang terkait dengan konteks situasi tutur (speech situational context)

menentukan pelaksanaan tindak tutur.

(4). Kartomihardjo (1993) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Wacana Dengan Penerapannya Pada Beberapa Wacana Bahasa”. Penelitian yang

mengkaji bentuk-bentuk penolakan dalam bahasa Indonesia ini telah mengungkap

beberapa bentuk bahasa penolakan, yaitu : (1) penolakan yang menggunakan kata

‘tidak’ atau padanannya, (2) penolakan dengan menggunakan alasan, (3)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

19

penolakan dengan menggunakan syarat, (4) penolakan dengan menggunakan usul,

(5) penolakan dengan menggunakan komentar atau pilihan, (6) penolakan dengan

menggunakan ucapan terima kasih, dan (7) penolakan dengan menggunakan

komentar.

Penelitian yang mengkaji tentang kesantunan dan cara-cara

mempresentasikan diri dalam percakapan, yang berangkat dari paradigma

pragmatis-komparatif telah dilaksanakan oleh :

(1). John J Gumperz dan Celia Roberts (1980) dalam judul

penelitiannya Developing Awareness Skills. Penelitian ini bertujuan

mengidentifikasi dan mengkaji bentuk satuan lingual penanda kesopanan dalam

bertutur pada masyarakat Thailand dan India. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa bentuk yang digunakan untuk menandai kesopanan dalam bahasa Thailand

adalah partikel yang penggunaannya pada posisi akhir dalam kalimat dan

didasarkan pada status, usia, dan jenis kelamin mitra bicara. Dalam bahasa-bahasa

India untuk menyatakan rasa hormat mereka menyampaikannya dengan cara

menggunakan partikel honorifik khusus atau dengan menyebutkan gelar profesi

atau yang lainnya. Selanjutnya penggunaan frase seperti could I have ‘bisakah

saya’ atau I would like ‘saya ingin’ dianggap oleh masyarakat India menyiratkan

perbedaan sosial dan itu cenderung dihindari dalam percakapan umum.

(2). Scollon dan Scollon (1981), dalam bukunya Narrative Literacy and

Face in Interethnic Communication. Penelitian yang mengandalkan data bahasa

(wacana) ini bertujuan untuk mengungkap cara-cara presentasi diri orang Inggris,

Amerika, Jepang dan Thailand. Penelitian ini menyimpulkan bahwa orang Inggris

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

20

menampilkan diri mereka pada perjumpaan pertama sebaik mungkin ; tidak

melebih-lebihkan ataupun merendah-rendahkan diri. Mereka cenderung tampil

dengan menunjukkan prestasi serta kemampuan positifnya ; berbicara bebas

tentang keadaan mereka di masa lampau dan menyatakan rencana masa depan

serta tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

sesuatu kesan dapat diperoleh melalui apa yang kita bicarakan, frekuensi

pembicaraan yang dilakukan, kekuasaan (dominasi) yang dinyatakan, sikap yang

terkait dengan hal-hal yang telah dicapai dalam pembicaraan, serta maksud dan

topik yang dipilih. Selanjutnya konsep diri pribadi seseorang memiliki pengaruh

terhadap caranya (gaya) berkomunikasi. Cara berkomunikasi mencerminkan

sebagian kecil dari konsep diri seorang penutur, seperti keyakinannya, harapan,

pendapat, kesukaan, ketidaksukaan, dan lain-lain.

(3). Richard dan Schmidt (1983) dalam bukunya yang berjudul

Conversational Analysis telah menguraikan hasil penelitiannya tentang cara-cara

pengalihan tutur pada anak-anak bangsa Amerika dan anak-anak bangsa Fiji

keturunan India. Perdebatan anak-anak Amerika selalu memperhatikan kaidah

dalam bertutur, yaitu dengan cara menghindari pembicaraan yang tumpang-tindih.

Sebaliknya anak-anak Fiji keturunan India sering berbicara secara bersama-sama

dalam suatu kesempatan pembicaraan. Mereka tidak mau mengalah dalam

bertutur. Namun mereka memiliki toleransi yang tinggi atas ketumpangtindihan.

Anak-anak Fiji keturunan India dapat berbicara bersama-sama selama tiga puluh

detik, dan hal yang demikian tidak ditemukan pada anak-anak Amerika. Penelitian

ini menyimpulkan bahwa faktor budaya menentukan variasi pengalihan tutur dan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

21

perbedaan cara-cara pengalihan tutur dalam sebuah percakapan ataupun

perdebatan.

(4). Tanaka (1988) dalam penelitiannya yang berjudul Politeness : Some

Problems for Japanese Speakers of English (dalam journal JALT). Penelitian ini

mengkaji kesantunan dalam tuturan bermakna permintaan (request), yang

bertujuan untuk (i) membandingkan sifat-sifat khas tuturan permintaan mahasiswa

berkewarganegaraan Jepang dan Australia, (ii) mengungkap masalah-masalah

yang dihadapi oleh warga Jepang dalam mempresentasikan diri dengan

menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dibandingkan dengan mahasiswa Australia, mahasiswa Jepang cenderung

menggunakan strategi kesopanan tertentu dalam percakapan, mereka tidak biasa

menggunakan nama pertama mitra tuturnya pada saat memanggil, mereka kurang

eksplisit dalam membuat tuturan permintaan, dan cenderung berbicara formal.

Permasalahan kesopanan dalam berbicara sangat ditentukan oleh budaya penutur

suatu bahasa.

(5). Beebe, dkk. (1990) dengan judul penelitiannya Pragmatic Transfer

in ESL Refusals. Penelitian ini bertujuan mengungkap cara-cara menyatakan

penolakan dalam bahasa Inggris orang Amerika dan orang Jepang. Penelitian ini

melibatkan responden, yakni 20 orang Jepang yang menguasai bahasa Jepang dan

bahasa Inggris, 20 orang keturunan Jepang yang hanya menguasai bahasa Inggris

saja, dan 20 orang Amerika (sebagai penutur asli bahasa Inggris). Sebagian besar

responden bertempat tinggal di sekitar wilayah New York City. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa sebagai penutur asli bahasa Inggris orang Amerika

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

22

menyatakan penolakan dengan tata urutan : menggunakan ungkapan fatis (basa-

basi) yang bermakna positif, menyatakan penyesalan, memberi alasan, dan

menyatakan ketidakmampuan. Contoh : That’s a good idea atau I’d love to - I’m

sorry, I feel terrible - I have a headache - I can’t. Dalam menyatakan penolakan

mereka cenderung menggunakan alasan (excuse) dibanding menggunakan kata

tidak (no), seperti yang ditemukan pada orang Jepang. Orang Amerika

mengemukakan alasan dengan rinci. Misalnya ketika menyebutkan nama tempat

yang akan dikunjungi, mereka mengatakan, I have to go to Florida next week.

(6). Bardovi dan Hartford (1991) telah meneliti juga tentang bentuk

penolakan, namun dalam konteks dan metode yang berbeda, yaitu pada situasi

bimbingan akademis di suatu universitas di Amerika. Penelitian ini melibatkan

mahasiswa Amerika sebagai penutur asli bahasa Inggris dan yang bukan penutur

asli. Responden yang bukan penutur asli bahasa Inggris mempunyai nilai TOEFL

573 ke atas. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa Amerika sebagai penutur

asli bahasa Inggris cenderung menolak dengan terlebih dahulu menggunakan

ungkapan perasaan yang positif, kemudian diikuti dengan pemberian alasan.

Mereka mengungkapkan penolakan dengan pola urutan tertentu.

(7). Garcia (1992) dalam penelitiannya yang berjudul Responses to A

Request by Native and Non-Native English Speakers : Deference vs Camaradirie.

Penelitian ini membandingkan cara merespons sebuah permintaan dalam Bahasa

Inggris antara orang Venezuela yang telah berdomisili di Amerika selama lebih

dari tiga setengah tahun dan orang Amerika sebagai penutur asli bahasa Inggris.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang Amerika lebih suka menggunakan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

23

bentuk yang lebih formal (business frame) dan orang Venezuela cenderung

menggunakan bentuk yang lebih bersahabat (friendly frame) dalam memberi

tanggapan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa cara menanggapi sebuah

permintaan, khusus cara menyatakan penolakan berdampak pada tidak

harmonisnya hubungan komunikasi. Pelaksanaan tindak tutur yang bermakna

penolakan sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya.

(8). Baba dan Lian (1992) telah mengkaji tentang perbedaan penggunaan

bentuk permintaan pada penutur bahasa Cina dan Jepang, dalam topik

penelitiannya Differences Between The Chinese and Japanese Request

Expressions (dalam Journal of Hokkaido University of Education). Tujuan

penelitian ini adalah mengungkap strategi kesantunan berbahasa dalam

mengekspresikan permintaan pada penutur bahasa yang berbeda. Penelitian ini

menemukan bahwa orang Jepang memiliki beberapa fitur linguistik yang

berfungsi sebagai pemarkah kesantunan yang tidak terdapat dalam bahasa Cina,

yaitu partikel penanda gender, sedangkan pada bahasa Cina tampak pada pilihan

leksikal dan sapaan. Selanjutnya pemilihan penggunaan bentuk permintaan pada

kedua bahasa ini dipengaruhi oleh hubungan kedekatan.

(9). Jack, C Richard dalam bukunya On Conversation (1995). Buku ini

membahas tentang beberapa hasil penelitian yang terkait dengan cara-cara

mempresentasikan diri orang Thai dan orang Amerika dalam percakapan, serta

keterkaitannya dengan kesopanan. Fokus penelitian ini pada strategi tutur. Hasil

penelitian menunjukkan adanya perbedaan pemahaman tentang strategi tutur pada

orang Thai dan orang Amerika. Suku bangsa Thai lebih suka mengatakan sesuatu

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

24

secara tidak langsung, yaitu melalui pemberian isyarat. Sementara orang Amerika

tidak dapat menyikapi isyarat tersebut sesuai dengan harapan orang Thai. Orang

Amerika tidak mengerti daya ilokusioner yang tersimpan di balik ajakan

berbentuk isyarat, yang disampaikan oleh orang Thai pada saat terlibat dalam

situasi formal.

(10). Barlund (dalam Richard, 1995) dalam penelitiannya tentang

“Konsep Diri Publik dan Diri Pribadi, serta Pengaruhnya Terhadap Gaya

Komunikasi Yang Bertentangan Di antara Orang Amerika dan Orang Jepang”.

Penelitian ini bertujuan mengungkap cara-cara presentasi diri dalam

berkomunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Jepang selalu

menahan diri untuk tidak mengumbar pengalaman diri mereka dalam percakapan.

Dalam berinteraksi mereka sangat selektif dan sedapat mungkin hanya

berinteraksi dengan sedikit orang saja. Mereka menyukai bentuk komunikasi

langsung (spontan) tapi teratur dan menghargai topik pembahasan dalam setiap

percakapan. Mereka lebih suka berkomunikasi secara verbal dan tidak masuk

sampai pada tingkat pembicaraan yang mendalam. Orang Jepang selalu

menghindar untuk menunjukkan keintiman dalam berinteraksi. Mereka lebih

cepat bereaksi defensif dalam percakapan dan kurang mengenal diri mereka

sendiri. Mereka kurang mempelajari sisi batin dan lebih mengandalkan tampilan

luar saja. Hasil penelitian mengungkap tentang sifat dan perilaku orang Jepang

yang bertentangan dengan orang Amerika. Keadaan yang bertentangan itu tampak

pada perbedaan yang signifikan dalam tingkatan dan bukan pada jenis, yaitu

perbedaan antara struktur lingkungan fisik dan perilaku komunikatif orang Jepang

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

25

dan Amerika. Perbedaan ini mengungkapkan norma-norma serta nilai budaya

masing-masing.

Selanjutnya penelitian tentang wacana yang berdasarkan paradigma

sosiopragmatik, diantaranya telah dilakukan oleh :

(1). Wiwit Ike Setyowati (1998) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis

Wacana Jual-Beli Buah Pada Masyarakat Tutur Di Pasar Bangil Kabupaten

Pasuruan (Tinjauan Sosiopragmatik)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

struktur teks dalam wacana jual-beli dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

golongan, yaitu (1) jika terdapat unsur pengulangan (UP), (2) jika tidak terdapat

UP dan menunjukkan penolakan penjual terhadap penawaran pembeli, dan (3)

jika tidak terdapat UP dan penjual menerima penawaran pembeli. Kehadiran

unsur-unsur dalam wacana jual-beli buah dapat membedakan tipe-tipe wacana,

yaitu wacana sederhana, wacana kompleks, dan wacana kompleks tidak lengkap.

Penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh tinggi rendah jarak sosial antara

penjual dan pembeli terhadap struktur teks dalam wacana jual-beli. Selanjutnya

cara penjual menolak dan menerima penawaran pembeli dilakukan dengan tuturan

langsung dan tidak langsung. Penolakan dan penerimaan yang dilakukan secara

tidak langsung terbukti melanggar prinsip kerjasama, khusus pada maksim

relevansi. Ada tiga faktor yang memengaruhi pemakaian bahasa Jawa oleh

penjual, yaitu faktor bisnis, faktor penguasaan bahasa, dan faktor pengetahuan

penjual tentang pembeli.

(2). Romilda A. Dacosta (2003) dalam tesisnya yang berjudul

“Implikatur Dalam Komunikasi Tawar Menawar Antarpenutur Bahasa Melayu

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

26

Ambon Di Pasar Ikan Ambon (Sebuah Kajian Sosiopragmatik)”. Penelitian ini

menghasilkan beberapa temuan, yaitu (1) implikatur dalam komunikasi tawar-

menawar antarpenutur Bahasa Melayu Ambon (BMA) di pasar ikan Ambon

terwujud melalui mekanisme pergantian dialog yang berlangsung lebih dari satu

kali, yang secara umum muncul pada pergantian kedua ; diungkapkan dengan

tindak tutur langsung, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak

langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Dalam

mengekspresikan implikatur penutur BMA sering tidak mematuhi prinsip-prinsip

kerjasama dan kesantunan. Pengaruh konteks budaya pada implikatur dapat dilihat

pada kata-kata ataupun ungkapan yang sarat dengan informasi indeksikal yang

terkait dengan kebiasaan melaut, kegemaran menyanyi, ciri khas wilayah,

makanan khas, dan keadaan alam. Selanjutnya tuturan yang berima dan

ketidaklaziman intonasi mengakibatkan kesalahan interpretasi.

(3). Zamzani (2007) dalam bukunya yang berjudul Kajian

Sosiopragmatik. Buku ini membahas hasil penelitian tentang “Pola interaksi dan

Peranan Partisipan Dalam Komunikasi Lisan”. Dalam buku ini dikaji tentang pola

interaksi verbal dosen dan mahasiswa, serta perannya dalam interaksi belajar

mengajar, hubungan bentuk dan makna tuturan, hubungan lokusi dan ilokusi

perilaku verbal dosen dan mahasiswa, pola penggunaan bahasanya, serta beberapa

teori .

(4). Sri Puji Astuti (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Prinsip

Kerjasama dalam Wacana Jual Beli di Pasar Tradisional Perumnas Tlogosari

Semarang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam percakapan penjual

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

27

dan pembeli kadang mematuhi, tetapi kadang juga melanggar prinsip kerjasama.

Pematuhan terhadap prinsip kerjasama bertujuan untuk menyampaikan pesan

secara jelas, benar dan menghindari kesalahpahaman. Sedangkan, pelanggaran

terhadap prinsip kerja sama bertujuan untuk menyakinkan kualitas barang, agar

barang dagangan laris, mencari informasi, mempertahankan hubungan keakraban,

dan memuji barang dagangan.

Penelitian tentang penggunaan bahasa dalam ranah jual-beli yang

berdasarkan paradigma etnografi komunikasi telah dilakukan oleh :

(1). Muhammad Maimun (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Bahasa

Dalam Ranah Jual-Beli Di Pasar Tanjung Pinang Kepulauan Riau (Suatu Kajian

Etnografi Komunikasi)”. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan, yaitu (1)

setiap jenis pasar merupakan konteks tuturan yang berbeda, (2) transaksi jual-beli

di pasar tanjung Pinang menggunakan lingua franca, yang meliputi bahasa

Indonesia dan bahasa melayu Riau Penyengat (BMRP). Ragam yang digunakan

adalah ragam informal. BI yang digunakan dipengaruhi oleh BMRP. Dalam

penggunaan lingua franca ciri khas bahasa ibu masih terlihat. Hal ini

menunjukkan identitas suku tertentu. Identitas itu terlihat pada ciri fonologis,

morfologis, dan leksikal, (4) prinsip kerjasama da kesantunan diterapkan dalam

pelaksanaan transaksi agar transaksi berjalan lancar, (5) tindak tutur yang

dilaksanakan dalam proses transaksi berdimensi sosial ekonomi, dan (6) analisis

wacana yang dilaksanakan meliputi analisis gramatikal dan leksikal.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

28

Penelitian yang memfokuskan kajiannya pada wacana yang berangkat dari

paradigma semantik-fungsional dan pragmatik fungsional telah dilakukan,

diantaranya oleh :

(1). Mitchell (dalam Coulthard, 1985:4-5) dalam topik penelitiannya

“Bahasa Dalam Ranah Jual-Beli di Cyneraica”. Penelitian ini berhasil menemukan

lima tahapan kegiatan dalam pelaksanaan transaksi jual-beli, dan menurut

Mitchell setiap tahapan memiliki ciri-ciri yang khas. Tahapan-tahapan itu meliputi

(1) salam, (2) menemukan barang, (3) pemeriksaan barang, (4) kesepakatan, dan

(5) kesimpulan. Namun, kelima tahapan transaksi jual-beli ini hanya ditentukan

berdasarkan kriteria semantis saja, karena belum terlihat pembatas yang jelas

antartahap. Tahapan transaksi yang dibahas dalam penelitian ini belum

mencerminkan hasil dari analisis struktur transaksi, melainkan baru berupa

analisis kegiatan jual-beli. Menurut Sinclair dan Coulthard (1975) penelitian ini

lebih menekankan pada tahap-tahap transaksi jual-beli yang sulit dibedakan

pelaksanaan tahap yang satu dengan tahap yang lainnya.

(2). Iris Lin Hin Sze (2007) dalam disertasinya yang berjudul “Question

and Response in Business Communication in Hongkong”. Penelitian ini mengkaji

tentang pertanyaan dan tanggapan dalam konteks komunikasi bisnis dan

professional antarbudaya di Hongkong. Fokus kajian adalah perilaku linguistik

dan intonasi penutur, ketika mengajukan pertanyaan dan memberi respons dalam

bahasa Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan cara partisipan

menggunakan sistem intonasi dalam melakukan interaksi sesuai dengan tujuan

komunikasi. Penelitian ini menggambarkan berbagai contoh data intonasi wacana,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

29

nilai komunikatif, dan makna lokal dari setiap bentuk pertanyaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rangkaian pertanyaan-respons tidak sepenuhnya disusun

dalam struktur wacana Inisiasi-Respons (Initiation-Response) yang sederhana dan

terpisah. Namun, banyak rangkaian yang mengalami pergantian. Terdapat

beberapa pertanyaan yang lebih sering diberikan dibandingkan pertanyaan yang

lain. Dari ke-6 pertanyaan yang diajukan, pertanyaan yang bermakna deklaratif

paling sering digunakan. Pertanyaan kedua yang juga sering digunakan adalah

pertanyaan ya/tidak yang disusul oleh pertanyaan-Wh, pertanyaan tag dan

pertanyaan alternatif. Bentuk pertanyaan yang jarang diberikan, misalnya

pertanyaan sisipan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara bentuk dan fungsi pertanyaan secara langsung. Fungsi pertanyaan

kebanyakan ditentukan oleh situasi terkini ketika sebuah pertanyaan diajukan.

Dalam wacana bisnis dan professional kebanyakan pertanyaan tidak hanya

ditanggapi, tetapi juga dijawab. Semua bentuk pertanyaan yang diidentifikasi

diberikan dengan berbagai pilihan yang tersedia dalam sistem tone, kecuali nada

naik-turun yang biasanya digunakan dalam kalimat ‘seru’ (exclamatory) dan tidak

memerlukan tanggapan dari orang yang mendengar. Dengan kata lain, tidak ada

intonasi khusus untuk bentuk pertanyaan tertentu. Temuan penelitian ini

dieksplorasi untuk mengetahui hubungannya dengan teori dan model dalam

analisis wacana, intonasi wacana dan pragmatik, implikasi dan sifat pedagogi,

studi isi informasi (corpus-informed study) pada komunikasi bisnis dan

professional.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

30

Berdasarkan tinjauan/kajian beberapa pustaka di atas, maka tampaknya

penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.8 Landasan Teori

Landasan teori dalam suatu penelitian di satu pihak menjadi dasar/pijakan

yang menentukan arah penelitian, atau dapat juga dikatakan sebagai cara pandang

suatu penelitian. Namun, di lain pihak merupakan sesuatu yang membutuhkan

pengujian. Fungsi dan tujuan sebuah teoriiii berbeda-beda sesuai dengan bentuk

penelitian (Creswell, 2010). Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini

diperlukan landasan teoretis sebagai penuntun dalam pelaksanaan pengumpulan

dan analisis data. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

wacana, konteks, kode dan alih kode, tindak tutur, kerjasama dan kesantunan,

implikatur, komunikasi dan sistem komunikasi, percakapan dan struktur

percakapan, pasar, pragmatik dan sosiopragmatik, serta sosiolinguistik.

1.8.2.1 Wacana dan Konteks

Secara umum wacana didefinisikan sebagai rangkaian satuan-satuan

bahasa yang bermuatan semantis (meaning), dan juga sebagai satuan gramatikal

yang berisi amanat atau pesan (Halliday dan Hassan, 1994 ; Brown dan Yule,

1983 ; Kridalaksana, 2005 : 231 ; Widdowson, 1981 ; Yule, 2006). Wacana dapat

dipahami dari wujudnya, yaitu dilihat mulai dari tataran bahasa terkecil, seperti

“kata” yang dapat memuat makna yang utuh, dilihat dari informasi yang

didukungnya (Samsuri dalam Idat dan Djajasudarma,1994).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

31

Wacana adalah suatu rangkaian satuan-satuan bahasa (baik lisan maupun

tulisan) yang berkesinambungan. Satuan-satuan yang terdapat dalam wacana

sering diwujudkan dalam simbol-simbol yang berbentuk leksem/kata, frasa,

kalimat tidak lengkap, nada suara dan intonasi, bahkan isyarat nonverbal, baik

yang dikenal oleh masyarakat pada umumnya maupun yang dikenal khusus oleh

anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi (Stubbs, 1983:1-7).

Wacana tidak saja dipahami sebagai rangkaian satuan-satuan bahasa yang

bermakna, tetapi adalah pemakaian bahasa dalam komunikasi atau dalam suatu

situasi sosial, dan itu dapat berbentuk lisan maupun tulisan (Halliday dan Hassan,

1994 ; Brown dan Yule, 1983 ; Widdowson, 1981 ; Cook, 1994:6-7). Kedua

bentuk wacana ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan (Sinclair dan

Coulthard, 1975). Wacana adalah hasil rekaman kebahasaan yang utuh dalam

peristiwa komunikasi (lisan maupun tulis) yang mempertimbangkan unsur

pembicara-penyimak, penulis-pembaca dan juga gejala kebahasaan yang disebut

pragmatik (Samsuri dalam Idat dan Djajasudarma,1994). Wacana merupakan

suatu peristiwa terstruktur yang terealisasi dalam bahasa (Brown dan Yule, 1983 ;

Widdowson, 1981 ; Cook, 1994:6-7).

Wacana adalah produk yang dihasilkan oleh suatu peristiwa komunikasi

(Halliday,1979) atau bahasa yang dihasilkan oleh tindak komunikasi (Richards

dan Schmidt,1989). Sebagai produk yang dihasilkan oleh suatu peristiwa

komunikasi/tindak komunikasi, wacana mengandung keseluruhan aspek yang

terkait dengan tuturan dan yang dapat menggambarkan keseluruhan aspek

kebahasaan, baik dari segi internal maupun eksternal. Kajian wacana tidak hanya

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

32

memperhatikan hal-hal yang bersifat linguistis tetapi juga hal-hal yang bersifat

nonlinguistis. Sebagai produk komunikasi wacana merupakan bentuk/gambaran

dari praktik perilaku, sekaligus ekspresi dan representasi fenomena kehidupan

manusia (Halliday dalam Halliday dan Hasan, 1994).

Wacana adalah satuan (unit) perilaku yang direalisasikan oleh seperangkat

ujaran, yang berhubungan dengan segala kejadian tutur yang dapat diidentifikasi,

seperti percakapan, lelucon, khotbah dan wawancara (Crystal, 2001 : 118).

Sebagai satuan perilaku wacana adalah wujud perilaku sosial. Sebagai

penggunaan bahasa dalam komunikasi wacana dipandang sebagai bentuk praktik

sosial (“Discourse is the use of language seen as a form of social practice”).

Sebagai bentuk praktik sosial wacana mengimplikasikan tiga hal, yaitu bahasa

sebagai bagian dari masyarakat, bahasa sebagai praktik sosial, dan bahasa sebagai

proses yang dikondisikan secara sosial (Fairclough,1998:21-24). Wacana

diasosiasikan dengan segala hal yang berkaitan dengan tindakan ‘bercakap-cakap’

(Paltridge,2000: 4).

Penelitian ini difokuskan pada wacana lisan (wacana interaktif). Wacana

lisan didefinisikan sebagai rangkaian ujar. Ujaran adalah kalimat yang diucapkan

secara lisan. Dalam komunikasi lisan, ujaran sangat dipengaruhi oleh konteks

(Brown dan Yule, 1983). Wacana lisan adalah wacana yang berwujud seperangkat

ujaran yang berhubungan dengan segala kejadian tutur yang dapat diidentifikasi,

seperti percakapan, lelucon, khotbah dan wawancara (Crystal, 2001:118). Wacana

lisan adalah rangkaian kalimat yang ditranskrip dari rekaman bahasa lisan,

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

33

misalnya percakapan (dialog), khotbah (langsung), siaran langsung di radio atau

TV (Sinclair dan Coulthard, 1975).

Wacana adalah suatu bentuk pertukaran, dan bentuk teks yang paling dasar

adalah percakapan. Pertukaran hanya terjadi dalam komunikasi lisan dimana para

peserta tutur secara bergantian berbicara baik dengan maupun tanpa topik yang

jelas (Halliday,1994). Percakapan adalah bentuk wacana interaktif. Wacana

percakapan (dialogue discourse) adalah wacana yang dilakukan oleh dua orang

atau lebih secara langsung; sifatnya dua arah dan para partisipan berperan aktif

dalam komunikasi sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive

communication). Wacana interaktif atau timbal-balik dihasilkan oleh orang-orang

yang melibatkan diri dalam interaksi timbal-balik (Wijana, 2001:221 ; Sumarlam,

et al, 2003:17).

Analisis wacana (AW) tidak hanya mengkaji satuan lingual yang berupa

struktur paragraf dan organisasi teks, tetapi juga pola-pola interaksi percakapan,

seperti cara penutur membuka percakapan, menutup percakapan, dan berbagi

giliran dalam percakapan. Pada setiap percakapan terdapat perbedaan pada pola

pembukaan dan penutupan (Paltridge, 2000: 4 ; Purwoko, 2008:2-3). AW tidak

hanya mengkaji strukturnya saja, melainkan juga bagaimana penggunaannya

(fungsinya) dalam tindakan yang nyata (riil). AW tidak hanya sekedar

menjelaskan sistem simbol verbal saja, tetapi yang terlebih penting dari itu adalah

menjelaskan cara-cara masyarakat melaksanakan tindakan, sikap yang

ditunjukkan pada saat melaksanakan tindakan, serta apa yang melatarbelakangi

terjadinya setiap tindakan ; a mode of doing, being and becoming (Schifrin dalam

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

34

Aronoff dan Rees-Miller, 2001:428-429). AW adalah analisis bahasa yang

melibatkan praktik sosial. AW identik dengan analisis tindak tutur (Schiffrin,

1994:41). Oleh karena itu, peran konteks dalam AW sangat penting (Aronoff dan

Rees-Miller (2001:428-429).

Wacana jual-beli di pasar tradisional dipahami sebagai (1) peristiwa tutur

atau peristiwa penggunaan bahasa dalam suatu situasi komunikasi lisan, (2)

peristiwa interaksi, (3) pemakaian bahasa dalam situasi sosial, (4) kesatuan ujaran

dan tindakan, (5) proses komunikasi, (6) kerjasama yang bersifat konvensional,

(7) aktivitas transaksi atau tawar menawar, (8) strategi mencapai sebuah

kesepakatan, (9) proses penyesuaian-penyesuaian, (10) praktik sosial, dan (11)

kegiatan-kegiatan dalam diri manusia yang tidak dapat diamati.

Konteks sangat menentukan dalam memahami wacana. Konteks adalah

satu lingkungan yang berpengaruh terhadap pembentukan wacana. Kalimat tidak

dapat dipisahkan dari konteksnya. Jika kalimat dicabut dari konteksnya, maka

akan lahir kalimat anomali. Ada kalimat-kalimat yang secara struktur benar, tetapi

secara semantis tidaklah mungkin. Ada referen kalimat-kalimat yang tidak

mungkin dijumpai dalam kenyataan. Ada banyak tuturan yang lazim dijumpai

sebagai ungkapan metaforis (Leech,1986 : 4).

Studi tata bahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks (bebas konteks).

Konteks mutlak diperlukan apabila fokus studi terkait dengan penggunaan tata

bahasa dalam komunikasi yang nyata. Studi bahasa semacam ini dinamakan studi

yang terikat konteks (context dependent). Kajian pragmatik berbeda dengan kajian

tata bahasa yang memfokuskan pada studi seluk beluk bahasa secara internal.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

35

Pragmatik adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi

(Parker 1986 dalam Rahardi, 2005).

Menurut Djajasudarma (2006) keseluruhan aspek yang berhubungan

dengan situasi komunikasi dipahami sebagai konteks eksternal (nonlingual) yang

dibedakan dari konteks internal (lingual). Konteks internal itu sebagai konteks

tekstual dan konteks eksternal sebagai segala sesuatu yang terkait dengan situasi

terjadinya tuturan. Wijana (1996) menyebut konteks eksternal itu sebagai konteks

situasi tutur (speech situational context).

Konteks merupakan salah satu kajian utama dalam analisis wacana.

Analisis wacana sangat memperhatikan makna yang terkandung dalam kata-kata

dalam proses interaksi, serta bagaimana para partisipan dapat

mengkomunikasikan lebih banyak lagi informasi, melebihi yang terkandung

dalam kata-kata yang mereka gunakan. Konteks yang digunakan untuk

menganalisis suatu wacana dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1)

situational context ‘konteks situasi’, yaitu pengetahuan penutur terkait dengan

segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Konteks situasi adalah keadaan situasi fisik

secara visual ; tempat berlangsungnya interaksi antara Pn dan Mt. (2) background

knowledge context ‘konteks pengetahuan latar’, yaitu pengetahuan penutur tentang

interlokutor dan juga tentang dunia. Konteks pengetahuan latar terdiri diri

pengetahuan budaya dan pengetahuan interpersonal, dan (3) co-textual context

atau yang biasa dikenal dengan ko-teks, yaitu pengetahuan penutur tentang apa

yang dituturkannya (Cutting,2002: 3-9). Konteks pengetahuan latar terdiri dari (i)

pengetahuan interpersonal dan (ii) pengetahuan budaya. Untuk dapat berbagi

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

36

konteks pengetahuan interpersonal dibutuhkan interaksi verbal atau pengalaman

sebelumnya. Jika interlokutor berasal dari kelompok yang sama, mereka akan

mengasumsikan pengetahuan yang sama tentang segala sesuatu yang mereka

ketahui (Sperber dan Wilson dalam Cutting 2002: 5).

Konteks adalah sebuah konstruksi psikologis, subset dari asumsi

pendengar tentang “dunia” yang memengaruhi penafsiran tuturan. Sebuah konteks

tidak terbatas pada informasi tentang lingkungan fisik atau tuturan, tetapi juga

harapan tentang masa depan, hipotesis ilmiah, atau kepercayaan agama, kenangan

anekdot, asumsi budaya umum, keyakinan tentang keadaan mental penutur, yang

berperan dalam penafsiran (Sperber dan Wilson, 1986 : 16). Konsep ini jelas

dalam pernyataannya berikut ini :

“A context ist psychological construct, a subset of the hearer’s

assumptions about the world. It is this assumptions, of course than the

actual state of the world that affect the interpretation of the utterance. A

context in these sense is not limited to information about the immediate

physical environment or the immidiately preceding utterance ; expectation

about the future, scientific hipotesis or religious beliefs, anecdotal

memories, general culture assumptions, beliefs about the mental state of

the speaker, may all play a role in interpretation” (dikutip dari Wijana,

1996).

Konteks mencakup segala latar pengetahuan (any background knowledge)

yang terkait dengan pertuturan ; dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur,

dan yang membantu penafsiran makna tuturan. Konteks juga mengacu pada hal-

hal yang berkaitan dengan kebiasaan partisipan, adat istiadat, dan budaya

masyarakat. Konteks dapat pula mengacu pada kondisi fisik, mental, pengetahuan

yang ada di benak penutur maupun mitra tutur, serta waktu dan tempat (Leech,

1986). Konteks merupakan aspek yang sangat penting dalam analisis wacana

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

37

(AW), karena pada dasarnya yang dikaji dalam AW adalah pemakaian kata-kata

di dalam konteks. Fokus AW adalah bagaimana menjelaskan makna berdasarkan

tempat dan waktu ; dimana dan kapan kata-kata itu diucapkan, pengetahuan dunia

fisik, sosial, serta faktor-faktor sosio-psikologis yang mempengaruhi komunikasi.

(Yule 1996 dalam Cutting 2002).

Konteks merupakan konsep yang dinamis dan bukan konsep yang statis.

Oleh karena itu, konteks dipahami sebagai situasi yang selalu berubah, yang

memungkinkan penutur dan mitra tutur dapat berinteraksi dalam suatu proses

komunikasi. Ekspresi bahasa dalam suatu interaksi dapat dipahami dalam konteks

(Mey, 2001: 39). Ihwal konteks Mey (1993:38) berpendapat bahwa konteks

mencakup, (1) konteks yang bersifat sosial (social), yaitu konteks yang muncul

akibat terjadinya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat dan

budaya tertentu, (2) konteks yang bersifat sosietal (societal), yaitu konteks yang

ditentukan oleh kedudukan (rank) anggota masyarakat dalam institusi-institusi

sosial setempat. Konteks sosial itu muncul karena adanya solidaritas (solidarity).

Sedangkan latar belakang munculnya konteks sosietal adalah kekuasaan (power).

Wijana (1996:10-11) membedakan antara konteks tuturan dalam penelitian

linguistik dan penelitian pragmatik. Konteks tuturan dalam penelitian linguistik

adalah konteks dalam semua aspek fisik maupun setting sosial yang relevan

dengan tuturan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext),

sedangkan konteks setting sosial disebut konteks (context). Konteks pragmatik

meliputi (1) konteks yang bersifat umum ; ada pada setiap masyarakat tutur, dan

(2) konteks yang bersifat spesifik. Konteks yang pertama merupakan konteks

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

38

kebudayaan dan konteks yang kedua mengarah pada konteks pertuturan (konteks

linguistik dan konteks fisik) atau yang dikenal dengan konteks situasi.

Selanjutnya konteks pragmatik adalah konteks yang antara lain meliputi

identitas partisipan, waktu, dan tempat peristiwa pertuturan. Konteks sosiokultural

masyarakat pemakai bahasa merupakan faktor penting yang mendasari

pemahaman makna satuan lingual. Konteks sosiokultural berisi konvensi-

konvensi sosial-budaya yang melatarbelakangi pembentukan wacana (Halliday,

1985a:505). Kedua konteks ini disebut sebagai konteks pertuturan (Levinson,

1983:5 ; Yule,1990:98-99 ; Van Dijk, 1976 :192, 1982).

Kajian pragmatik adalah kajian makna dalam kaitannya dengan situasi

tutur. Prasyarat yang diperlukan untuk melakukan analisis pragmatik atas tuturan,

termasuk tuturan yang bermuatan implikatur percakapan (IP) adalah situasi ujar

yang mendukung keberadaan suatu tuturan dalam percakapan. Situasi ujar

meliputi unsur-unsur (1) penyapa dan pesapa (addressers or addressees), (2)

konteks tuturan (the context of an utterance), (3) tujuan tuturan (the goals of an

utterance), (4) tuturan sebagai bentuk tindakan ; tindak tutur (the utterance as a

form of act or activity ; speech act), (5) tuturan sebagai produk tindak verbal (the

utterance as a product of a verbal act), (6) waktu, dan (7) tempat (Leech,

1993:13). Bahasa, konteks, dan penafsiran (pemahaman) makna dalam pemakaian

merupakan tiga aspek penting dalam kajian pragmatik (Levinson, 1983). Makna

tuturan selalu harus dipahami dalam konteks, yaitu makna yang dihubungkan

dengan situasi/kondisi tutur ; makna yang dipahami bukan sebagai sesuatu yang

abstrak (Leech, 1986 ; Halliday,1994).

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

39

Menurut Hymes (dalam Renkema, 1993: 44) konteks wacana dibentuk

oleh delapan unsuriv seperti yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa.

Faktor-faktor yang terkait dengan konteks tutur, yang dipahami dalam penelitian

ini adalah (1) latar belakang penutur dan mitra tutur (usia, gender, pendidikan,

pekerjaan, status sosial, suku), (2) jumlah peserta tutur, (3) topik pembicaraan,

(4). tempat dan waktu penuturan, (5) sarana tutur (bentuk bahasa : tulis atau lisan),

(6) gaya tutur (jenis/tipe teks yang digunakan, seperti dongeng, iklan, khotbah,

percakapan, (7) kode tutur, (8) jenis tuturan (standar atau dialek), (9) lingkungan

tutur (formal atau informal, ramai atau sepi), (10) suasana tutur (santai atau

serius), (11) adegan tutur, (12) hubungan penutur dan mitra tutur (akrab atau tidak

akrab), (13) bentuk tuturan (langsung atau tidak langsung), (14) isyarat nonverbal,

(15) maksud tuturan, (16) pengenalan/penilaian interpersonal (kondisi emosional,

sifat/karakter, kebiasaan individual, dsbnya), (17) pengetahuan tentang kaidah-

kaidah interaksi, (18) pengetahuan tentang cara-cara pelaksanaan transaksi, dan

(19) pengetahuan budaya (seperti kebiasaan-kebiasaan lokal/adat istiadat)

(dikembangkan dari Hymes, 1972 dan Poedjosoedarmo, 1975). Contoh analisis

konteks tutur dapat ditemukan pada lampiran 1.

1.8.2.2 Kode, Alih Kode, dan Fungsi Bahasa

Ketika seseorang memulai untuk menuturkan atau mengatakan sesuatu,

maka pada saat itu ia memilih kode, dialek, style, register, atau variasi yang akan

digunakannya untuk berkomunikasi, dan itulah yang disebut kode. Kode adalah

sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi antara dua penutur atau lebih

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

40

yang berupa sebuah dialek atau bahasa tertentu. Kode mengacu pada suatu sistem

tutur yang dalam penerapannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang

penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur. Setiap wacana atau

teks bergantung pada repertoar-repertoar yang ditetapkan secara sosial, serta

perangkat-perangkat pembeda genre (Wardaugh, 1988:99). Kode biasanya

berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi

antaranggota suatu masyarakat bahasa (Poedjosoedarmo,1978:30). Pilihan kode

yang digunakan dalam suatu komunikasi dipengaruhi oleh konteks

(Poedjosoedarmo & Wolff, 1982). Tingkatan-tingkatan sosial masyarakat

memunculkan berbagai kode, dialek, style, register, atau variasi (Hudson,1980).

Pemilihan bahasa dalam suatu komunikasi berhubungan dengan dimensi

sosial, psikologis, dan budaya. Pilihan bahasa mencerminkan kaidah sosial yang

berlaku dalam suatu masyarakat. Kajian tentang pemilihan bahasa dapat

digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial, seperti masalah etnisitas, struktur

sosial, stratifikasi sosial, jarak sosial, serta hubungan peran dalam masyarakat

(Saville-Troike,1990). Untuk mengidentifikasi dan menjelaskan fenomena

pemakaian bahasa dan variasi sosial atau regional dibutuhkan pengetahuan dasar

linguistik secara umum, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik

(Wardaugh,1988 ; Holmes,1995).

Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat bilingual, namun

secara individual setiap orang berbeda tingkat kemampuan/penguasaannya

terhadap dua atau lebih bahasa yang diketahuinya (Poedjosoedarmo,1982).

Masyarakat bilingual atau multilingual dihadapkan pada masalah untuk memilih

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

41

kode tertentu pada saat mereka berkomunikasi. Mereka mungkin juga

memutuskan untuk berganti dari satu kode ke kode lain atau mencampur kode-

kode tersebut. Dalam masyarakat multibahasa terdapat bermacam-macam kode,

antara lain dialek, sosiolek, serta gaya yang digunakan dalam berkomunikasi.

Dengan adanya kode-kode tersebut, penutur dalam suatu lingkungan tutur akan

menggunakan kode sesuai dengan faktor-faktor yang memengaruhinya dengan

cara mengubah variasi penggunaan bahasanya. Dalam percakapan penutur

mungkin juga memutuskan untuk berganti dari satu kode ke kode lain atau

mencampur kode-kode tersebut (Wardhaugh,1988 : 99).

Menurut pandangan sosiolinguistik, bilingualisme dipahami sebagai

penggunaan dua bahasa secara bergantian oleh seorang penutur dalam

pergaulannya dengan orang lain. Orang yang dapat menggunakan dua kode atau

dua bahasa secara bergantian disebut sebagai seorang yang bilingual atau

dwibahasawan. Selain bilingual terdapat pula istilah multilingual, yakni seorang

yang mampu menggunakan lebih dari dua bahasa secara bergantian pada saat

berkomunikasi dengan orang lain. Penggunaan dua kode atau dua bahasa secara

bersamaan dalam komunikasi verbal disebut sebagai kedwibahasaan

(bilingualism) (Fishman, 1975:73). Ada dua jenis dwibahasawan, yaitu

dwibahasawan masyarakat dan dwibahasawan individual (Appel,1987).

Kedwibahasaan (bilingualism) adalah kemampuan seseorang dalam

menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya atau hampir sama baiknya, yang

secara teknis terkait dengan pengetahuan tentang dua bahasa bagaimanapun

tingkatannya. Artinya, seorang dwibahasawan tidak perlu menguasai dua bahasa

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

42

dengan sama baiknya (Lado,1970). Haugen dalam Romaine (1995:1)

berpendapat, jika penutur suatu bahasa dapat memproduksi ujaran lengkap yang

bermakna dalam suatu bahasa yang lain dalam suatu peristiwa tutur, orang

tersebut dapat disebut sebagai dwibahasawan. Penggunaan istilah bilingual atau

dwibahasawan telah mencakup konsep keanekabahasaan.

Jika suatu masyarakat memilih menggunakan dua kode (bahasa) yang

berbeda yang menunjukkan adanya pemilahan atau perbedaan dalam penggunaan,

dimana kode yang satu digunakan dalam situasi tertentu dan kode yang lainnya

digunakan dalam situasi yang berbeda, maka pada saat itulah masyarakat berada

pada situasi diglosik. Situasi diglosikv adalah suatu situasi yang menggambarkan

tinggi-rendahnya penggunaan suatu kode (bahasa) dalam suatu masyarakat

(Wardaugh,1988). Situasi diglosik adalah suatu situasi yang menggambarkan

pembagian fungsi bahasa berdasarkan variasi-variasi yang tersedia, dimana satu

variasi dipandang memiliki status yang lebih tinggi dibanding dengan variasi yang

lain dan dipakai untuk penggunaan resmi/penggunaan publik, serta yang

mempunyai ciri-ciri yang kompleks dan konserfatif. Sedangkan variasi yang lain

digunakan dalam situasi yang tidak resmi dan strukuturnya disesuaikan dengan

saluran komunikasi lisan (Kridalaksana, 2011:50). Menurut Chaer dan Agustina

(1995:111) munculnya diglosia, alih kode dan campur kode, interferensi,

integrasi, konvergensi, serta pergeseran bahasa disebabkan oleh adanya kontak

bahasa.

Salah satu aspek penting dalam kedwibahasaan adalah fenomena alih

kode. Alih kode adalah suatu gejala kebahasaan yang muncul ketika seorang

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

43

penutur menggunakan bahasa (variasi) yang berbeda dalam kesempatan yang

berbeda (Hudson,1980:56). AK merupakan peristiwa terjadinya pergantian kode

secara disadari atau disengaja yang disebabkan oleh faktor, antara lain

bilingualism (kedwibahasaan), situasi formal, emosi, hubungan akrab, dan lain-

lain (Poedjosoedarmo, 1982). AK adalah peralihan dari satu kode ke kode yang

lain. AK bisa berwujud alih ragam, alih gaya, alih varian, atau alih register

(Suwito, 1985:68).

Penggunaan variasi bahasa dalam masyarakat bahasa meliputi register,

dialek, jargon, bilingualime, diglosia, alih kode, dan campur kode. Alih kode dan

campur kode dalam percakapan mencerminkan soladaritas penutur (Pn) terhadap

mitra tutur (Mt), pemilihan topik, serta jarak sosial dan budaya

(Wardhaugh,1988:102). AK dan CK menujukkan sikap berbahasa dalam satu

masyarakat bahasa. Sikap berbahasa akan berubah sesuai dengan topik

pembicaraan, tempat, latar belakang/personalitas penutur, penilaian penutur

terhadap mitra tutur, dan situasi dimana percakapan berlangsung (Ferguson,

1972:245). Masyarakat bilingual/multilingual dihadapkan pada masalah untuk

memilih kode tertentu pada saat mereka berkomunikasi. Alih kode adalah

alternatif penggunaan dua bahasa atau lebih dalam percakapan atau ujaran dan

tidak ditentukan oleh panjangnya suatu ujaran ; bisa dalam bentuk kata, frasa, atau

kalimat (Grosjean,1982).

Setiap masyarakat tutur memiliki kekayaan bahasa yang menyatakan

bahwa bahasa itu hidup dalam masyarakat dan digunakan untuk menyatakan

bermacam-macam peran sosial. Peran sosial itu berkaitan dengan berbagai aspek

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

44

sosial psikologis. Aspek-aspek yang dimaksud dapat dipahami pada rangkaian

O,O,E MAU BICARA (Poedjosoedarmo, 1982). Rangkaian ini dapat dipahami

sebagai aspek-aspek tutur, yang dikenal juga sebagai komponen-komponen tutur

atau komponen komunikasivi.

Pemilihan kode dalam suatu peristiwa tutur ditentukan oleh delapan faktor

yang dikenal dalam teori etnografi komunikasi (ethnography of communication)

sebagai komponen komunikasi. Kedelapan faktor tersebut dikenal dengan

akronim SPEAKING. Kedelapan faktor ini dapat mempengaruhi penggunaan

bahasa, (Dell Hymes, 1973 ; Poedjosoedarmo & Wollf, 1982 ; Poedjosoedarmo,

1985 ; Halliday & Hasan, 1992).

Situasi penggunaan bahasa mengharuskan penutur menggunakan bahasa

sesuai dengan fungsinya. Penggunaan bahasa selalu menunjuk pada fungsi bahasa

sebagai alat komunikasi dalam masyarakat. Fungsi bahasa dapat diartikan sebagai

cara bagaimana penutur menggunakan bahasa atau beberapa bahasa (jika ia

mengetahui lebih dari satu bahasa. Menurut Halliday (1987:15) fungsi bahasa itu

dapat dibedakan menjadi (1) fungsi transaksional, yaitu fungsi bahasa untuk

mengungkapkan isi, dan (2) fungsi interaksional, yaitu fungsi bahasa yang terkait

dengan pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi. Kedua

fungsi ini dapat mengungkap untuk apa bahasa itu digunakan. Bahasa dalam

wacana mengemban tiga fungsi sekaligus, yaitu (1) fungsi ideasional, yaitu

merepresentasikan pengalaman dan dunia, (2) fungsi interpersonal, yaitu

membentuk interaksi sosial antara partisipan dalam wacana, serta (3) fungsi

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

45

tekstual, yaitu mengaitkan teks dengan konteks situasional (Brown dan Yule,

1983 ; Fairclough, 1998:6).

Analisis wacana tidak dapat dipisahkan dari fungsi bahasa. Fungsi bahasa

dapat dipahami atas dasar tujuan seseorang berkomunikasi (Brown dan Yule,

1996:1). Bahasa tidak saja berfungsi sebagai alat komunikasi yang luar biasa

kuatnya, tetapi juga berfungsi sebagai “sebuah alat pemikiran” yang dapat

disamakan dengan pandangan populer tentang bahasa, yaitu sebagai kendaraan

yang digunakan oleh ide-ide (Leech,1993:88).

1.8.2.3 Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur

Peristiwa tutur (speech event) adalah peristiwa terjadinya interaksi

linguistik yang direalisasikan dalam wujud tuturan, yang melibatkan dua pihak,

yaitu penutur dan mitra tutur dengan topik tuturan yang jelas, dalam waktu,

tempat, dan situasi tertentu. Dalam pandangan sosiolinguistik sebuah percakapan

dapat disebut sebagai peristiwa tutur, jika memenuhi persyaratan sebagaimana

yang dapat ditemukan dalam akronim SPEAKING (Hymes, 1974 ; Wardaugh,

1988). Peristiwa tutur adalah peristiwa sosial, sedangkan tindak tutur (speech act)

adalah gejala individual yang melibatkan kondisi psikologis. Kelangsungan tindak

tutur ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi suatu situasi

(Chaer dan Leonie,1995 : 65 ; Suwito,1983 : 33).

Kalau dalam kajian peristiwa tutur yang lebih difokuskan adalah tujuan

peristiwa, maka dalam tindak tutur yang lebih difokuskan adalah makna tuturan.

Peristiwa tutur dan tindak tutur adalah dua gejala yang terdapat dalam satu proses,

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

46

yakni proses komunikasi (Hymes, 1972, 1973 ; Suwito, 1983 ; Chaer dan Leonie,

1995). Tindak tutur adalah peristiwa tutur (speech event), yaitu suatu kegiatan

komunikasi/interaksi dengan menggunakan bahasa (tutur) dan yang melibatkan

cara-cara konvensional untuk mencapai tujuan/hasil (Yule, 2006). Tindak tutur

atau tindak bahasa adalah bagian dari peristiwa tutur (speech event) yang

merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur (Rohmadi, 2004 : 7).

Penggunaan bahasa yang berkaitan dengan kemampuan komunikatif tidak

hanya melibatkan kemampuan penguasaan gramatika (struktur) dan leksikon saja,

tetapi juga melibatkan kemampuan mengekspresikan tindak-tindak tutur, seperti

memberi salam, memberi komplimen (pujian), meminta maaf, menyampaikan

keluhan, menyampaikan undangan, serta bagaimana menginterpretasikan dan

meresponsnya. Sebagian besar ujaran dapat dipahami sebagai pernyataan

beberapa tindak tutur sekaligus. Demikian pula halnya dengan percakapan tidak

terdiri dari tindak tutur tunggal, tetapi terdiri dari tindak tutur yang multifungsi

(Wolfson, 1983:61). Semua komunikasi bahasa melibatkan tindak. Suatu

komunikasi bahasa tidak hanya didukung oleh simbol (kata atau kalimat), tetapi

juga produksi simbol dalam mewujudkan tindak tutur. Produksi kalimat pada

kondisi-kondisi tertentu merupakan tindak tutur, dan tuturan adalah unit minimal

komunikasi bahasa (Searle,1976:16). Setiap tutur atau ujar (speech) yang

dihasilkan oleh penutur merupakan wujud “tindakan” yang sedang dilaksanakan

oleh penutur (Austin,1962:98-99 ; Leech,1993:19-21 ; Levinson, 1983).

Selain berfungsi untuk menyampaikan/menginformasikan sesuatu, tindak

tutur juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu yang lain, misalnya untuk

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

47

memerintah, mengingatkan, berjanji, memberi solusi (Austin, 1962:94 ; Searle

dalam Parker, 1986:15 ; Wijana, 1996:18). Pada dasarnya ketika seseorang

mengatakan sesuatu maka pada saat itu ia juga melakukan sesuatu. Tindak tutur

(speech act) adalah menuturkan sebuah kalimat yang dilihat sebagai melakukan

sebuah tindakan, di samping memang penutur mengucapkan kalimat itu secara

nyata. Pada saat seseorang menggunakan kata-kata seperti promize ‘berjanji’ (I

promize I will come on time ‘saya berjanji saya akan datang tepat waktu’), dan

apologize ‘minta maaf’ (I apologize for coming late ‘saya minta maaf karena

datang terlambat’), maka penutur tidak hanya mengujarkan/mengucapkan tetapi

juga melakukan tindakan berjanji dan meminta maaf. Tuturan ini disebut sebagai

tuturan performatif dan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif. Ihwal

tindak tutur Austin berpendapat bahwa ada ribuan kata kerja dalam bahasa Inggris

yang menandai tindak tutur, tetapi tindak tutur tidak persis sama dengan apa yang

digambarkan oleh setiap kata kerja (Austin dalam Gunarwan, 1994:43).

Klasifikasi tindak tutur versi Austin (verdikatif, eksersitif, komisif, behabit, dan

ekspositif) yang hanya cenderung melihat kata kerja dalam bahasa Inggris saja,

tampaknya memiliki kelemahan. Alasannya situasi yang berbeda menuntut

penggunaan kata-kata kerja yang berbeda dan derajat sopan santun yang berbeda

pula (Leech,1986:176).

Tindak tutur adalah tindak melakukan sesuatu yang diwujudkan dalam

tuturan. Tuturan yang digunakan untuk melakukan sesuatu disebut tuturan

performatif. Sebaliknya tuturan yang digunakan untuk mengatakan sesuatu

disebut tuturan konstatif (Austin 1962:4 dalam Wijana, 1996:23). Dalam tuturan

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

48

performatif terdapat parameter validitas tuturan. Validitas tuturan performatif

tergantung pada terpenuhinya beberapa syarat validitas (sahih atau tidak sahih)

yang disebut kondisi felisitas (falicity conditions). Syarat-syarat itu mencakup (1)

orang yang mengutarakan tuturan dan situasi pengutaraan tuturan harus sesuai, (2)

tindakan harus dilakukan secara bersungguh-sungguh oleh penutur dan mitra

tutur, dan (3) Pn dan Mt harus memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk

melakukan tindakannya (Austin dalam Wijana, 1996:24).

Tuturan performatif harus memenuhi lima syarat, yaitu (1) penutur harus

memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakannya, (2) Pn harus

melakukan tindakannya secara bersungguh-sungguh, (3) Pn harus berkeyakinan

bahwa ia sanggup melakukan tindakan itu, (4) Pn harus memprediksi tindakan

yang akan dilakukan, bukan tindakan yang sudah dilakukan, (5) Pn harus

memprediksi tindakan yang dilakukannya sendiri, bukan yang dilakukan orang

lain (Wijana, 1996:25-26).

Searle dalam bukunya Speech Acts : An Essay in The Philosophy of

Language (1976) mengemukakan bahwa penutur setidaknya dapat melakukan tiga

jenis tindakan dalam tuturannya, yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak

ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak lokusi

adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something).

Tindak lokusi adalah tindak mengucapkan sesuatu dengan kata yang maknanya

sesuai dengan makna kata di dalam kamus dan makna sintaktis (makna

berdasarkan aturan sintaksis). Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan

sesuatu tanpa memperluas makna harafiah. Tindak lokusi adalah tindak yang tidak

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

49

mementingkan maksud dan fungsi tuturan (Austin dalam Wijana, 1996:17).

Tindak lokusi relatif mudah diidentifikasi karena tidak perlu melibatkan konteks

tutur atau konteks situasi. Dalam konteks pragmatik peran tindak lokusi tidak

begitu penting dalam pemahaman tindak tutur (Parker, 1986 : 15).

Menuturkan atau mengucapkan sesuatu identik dengan melakukan sesuatu

tindakan. Sebuah tuturan tidak saja berfungsi untuk mengatakan atau

menginformasikan sesuatu, tetapi dapat juga dipergunakan untuk melakukan

sesuatu tindakan. Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu (the act of

doing something) yang didasarkan pada “maksud”. Tindak ilokusi adalah tindak

yang mementingkan “fungsi” (untuk apa ujaran itu dilakukan). Selanjutnya,

tindak perlokusi adalah tindak tutur yang bermaksud memengaruhi seseorang (the

act of affecting someone). Tindak perlokusi adalah tindak yang memiliki daya

pengaruh (perlocutionary force) atau tindak yang memiliki efek atau dampak pada

seseorang. Tindak tutur ini mencerminkan reaksi Mt terhadap apa yang dikatakan

oleh Pn (Austin dalam Wijana, 1996:17 ; Searle dalam Wijana dan Rohmadi,

2009 : 20-24).

Tindak tutur itu dapat dibedakan menjadi (1) tindak tutur (utterance act),

yaitu tindak mengujarkan kata-kata atau morfem, (2) tindak proporsional

(propositional act), yaitu tindak menuturkan kalimat, (3) tindak ilokusi

(illocutionary act), yaitu tindak menuturkan kalimat yang sudah disertai tanggung

jawab untuk melakukan suatu tindakan, dan (4) tindak perlokusi (perlocutionary

act), yaitu tindak tutur yang mengharuskan mitra tutur melakukan suatu tindakan

tertentu (Searle, 1976).

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

50

Bahasa atau tutur dapat dipakai untuk melakukan suatu kejadian, karena

pada umumnya tuturan yang dipandang sebagai tindak tutur itu memiliki daya

atau kekuatan (force). Tindak tutur dapat dibedakan berdasarkan daya atau

kekuatan pengaruhnya, yaitu daya lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Daya lokusi

adalah daya makna dasar (makna harafiah) dan makna yang diacu oleh sebuah

ujaran (referensi). Daya ilokusi adalah daya dari tindakan yang dilakukan penutur

dalam tuturannya, seperti memerintah, menguji, mengejek, mengeluh, berjanji,

dsbnya (Searle,1976). Secara kondisional beberapa tuturan dapat memiliki daya

ilokusi yang menimbulkan efek perlokusi, seperti menyuruh, mendesak,

menyarankan, meyakinkan, mengancam atau memprotes (yang juga dapat

bermakna memarahi) (Levinson,1983).

Selanjutnya daya perlokusi adalah daya pengaruh (efek) tuturan yang

dibuat oleh penutur, yang dilakukan Pn secara sengaja atau tidak sengaja (Wijana

dan Rohmadi, 2009 : 23), yang dapat mempengaruhi Mt dalam bertindak. Daya

perlokusi adalah daya tuturan yang mempengaruhi, baik yang nyata maupun yang

diharapkan oleh Mt (Austin dalam May,1996). Misalnya daya perlokusi yang

ditimbulkan oleh tuturan yang mengandung makna perintah, ejekan, keluhan,

janji, dsbnya (Searle,1976).

Mengacu pada pemikiran Austin, Searle kemudian mengembangkan teori

tindak tuturnya yang didasarkan pada pandangannya bahwa semua komunikasi

bahasa melibatkan tindak. Suatu komunikasi bahasa tidak hanya didukung oleh

simbol (kata atau kalimat), tetapi juga produksi simbol dalam mewujudkan tindak

tutur. Produksi kalimat pada kondisi-kondisi tertentu merupakan tindak tutur, dan

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

51

tuturan adalah unit minimal komunikasi bahasa (Searle,1976:16). Apabila

dikaitkan dengan sopan santun tindak tutur itu dapat diklasifikasikan ke dalam (1).

Asertif (assertives) atau representatifvii, yaitu tindak tutur yang berfungsi

memberitahu tentang sesuatu. Pada tindak ilokusi ini penutur terikat pada

kebenaran proposisi yang dinyatakannya, seperti mengatakan, menyatakan,

mengusulkan, membuat, meminta, mempertahankan, mengeluh, mengemukakan

pendapat, mengeluh, dan melaporkan. (2). Direktif (direktives), yaitu tindak tutur

yang berfungsi membuat mitra tutur melakukan sesuatu. Tindak direktif bertujuan

menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang akan dilakukan oleh penutur,

seperti menyarankan, menolak, memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan

memberi nasihat. (3). Komisif (commissives), yaitu tindak tutur yang berfungsi

menyatakan sesuatu yang akan dilakukan penutur. Pada tindak ini penutur

setidaknya terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya berjanji,

mengancam, menawarkan. Daya pragmatis tindak tutur ini berhubungan dengan

efek yang ditimbulkan oleh tuturan yang mempengaruhi mitra tutur. Tindak

komisif cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif,

karena tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi kepentingan mitra tutur.

(4). Ekspresif (ekspresive), yaitu tindak tutur yang berfungsi mengekspresikan

atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, yang tersirat

dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat,

mengucapkan belasungkawa, menyesali, meminta maaf, mengecam, memuji. (5).

Deklaratif (declaration), yaitu tindak tutur yang berfungsi menggambarkan

perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya ketika kita mengundurkan

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

52

diri dengan mengatakan ”saya mengundurkan diri”, memecat seseorang dengan

mengatakan “anda saya pecat’, memberi nama, menjatuhkan hukuman,

membaptis, mengucilkan/membuang, mengangkat, dan sebagainya. Keberhasilan

pelaksanaan tindak ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara

proposisi dengan realitas (Searle dalam Leech, 1993 ; Yule, 2006 : 92-95 ;

Dardjowidjojo, 2003 : 95). Klasifikasi tindak tutur model Searle ini didasarkan

pada penilaian pendengar (Pnd), karena menurutnya tujuan pembicara (Pmb)

sukar diteliti, sedangkan interpretasi Pnd atau mitra tutur (Mt) mudah dikenali dari

reaksi-reaksinya terhadap apa yang dikatakan Pmb atau penutur (Pn). Meskipun

menurut (Searle,1976:1) efek perlokusi itu dapat dilihat (nyata) pada mitra tutur,

namun kadang-kadang juga efek itu tidak terlihat.

Tindak tutur adalah salah satu satuan analisis yang penting di dalam kajian

pragmatik. Dalam kajian pragmatik tuturan dipahami sebagai wujud tindak tutur

itu sendiri dan merupakan produk tindak verbal (Austin,1962:98-99 ;

Leech,1993:19-21). Satuan analisis pragmatik bukanlah kalimat melainkan tindak

tutur (Levinson,1983). Analisis wacana dapat disamakan dengan analisis tindak

tutur (discource as utterances) (Schiffrin,1994:41).

Dalam percakapan setiap tindak tutur berisi informasi atau pesan. Dalam

melaksanakan tindak tutur penutur perlu memahami kaidah-kaidah komunikasi

yang berlaku dalam masyarakatnya. Konvensi-konvensi yang berkaitan dengan

tindak tutur pada setiap budaya berbeda-beda. Misalnya dalam hal

mengekspresikan kepercayaan pribadi dalam budaya tertentu dilakukan dengan

sederhana dan dinyatakan dengan sangat hati-hati. Sebaliknya dalam budaya

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

53

tertentu lainnya permintaan atau kritikan dianggap sebagai ancaman (Richards dan

Schmidt, 1989). Sebuah tindak tutur dapat mengancam wajah, dan tindak tutur

yang demikian itu disebut sebagai face-threatening act (FTA). Untuk

meminimalisasi kekerasan ancaman pada wajah maka di dalam berkomunikasi

maksim-maksim Grice tidak selalu harus dipatuhi. Untuk itu diperlukan sopan

santun dalam berbahasa (Brown dan Levinson,1987:101-113). Penilaian derajat

kesantunan tindak tutur tidak dapat dilepaskan dari kaidah-kaidah sosial yang

berhubungan dengan pemakaian bahasa dan hasil pemilihan strategi komunikasi

(Sumarlam, 2003:37).

Tindak tutur dapat dibedakan menjadi (1) tindak tutur langsung dan tindak

tutur tidak langsung, (2) tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, (3) tindak

tutur langsung literal dan tindak tutur tidak langsung literal dan (4) tindak tutur

langsung tidak literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal (Wijana dan

Rohmadi, 1996).

1.8.2.4 Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesantunan

Dalam melaksanakan sebuah percakapan ada prinsip-prinsip yang harus

ditaati. Prinsip-prinsip umum percakapan adalah prinsip-prinsip kooperatif (The

Co-operative Principles) atau prinsip kerjasama (Grice,1975 dalam Cruse,

2000:355-367). Prinsip-prinsip umum percakapan merupakan prinsip-prinsip

pertuturan yang berisi kaidah-kaidah tutur dalam percakapan. Prinsip-prinsip

pertuturan meliputi prinsip kerjasama (PK) dan prinsip kesantunan atau prinsip

sopan santun (PS).

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

54

Untuk menghindari hal-hal yang berdampak pada kegagalan komunikasi

dalam sebuah percakapan Grice (1975: 45-47) mengemukakan empat jenis

maksimviii. Maksim-maksim ini berfungsi sebagai penuntun (guidelines) dalam

bertutur. Keempat maksim ini mengatur tentang pelaksanaan prinsip-prinsip

kerjasama (PK). Keempat maksim Grice tersebut adalah (1) maksim kuantitas

(maxim of quantity), (2) maksim kualitas (maxim of quality), (3) maksim relevansi

(maxim of relevance), dan (4) maksim cara atau maksim pelaksanaan (maxim of

manner). Dari segi kuantitas penutur diwajibkan memberikan jumlah informasi

yang dibutuhkan, dan tidak memberikan melebihi yang dibutuhkan. Sedangkan,

dari segi kualitas penutur diwajibkan untuk memberikan informasi yang benar ;

yang didasarkan pada bukti-bukti yang memadai, atau mengatakan hal yang

sebenarnya ; mengatakan sesuatu yang diyakini benar atau tidak mengatakan

sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. Dari segi relevansi atau

hubungan penutur diwajibkan memberikan kontribusi atau mengatakan sesuatu

yang ada relevansinya dengan masalah yang sedang dibicarakan. Selanjutnya dari

segi cara atau pelaksanaan penutur diwajibkan menghasilkan tuturan yang mudah

dimengerti, menghindari pernyataan yang samar, ambigu, panjang dan berbelit-

belit atau bertele-tele. Penutur diwajibkan berbicara langsung dan jelas.

PK itu mengatur tentang pemberian kontribusi yang informatif, benar dan

relevan, serta penghindaran terhadap pemakaian ungkapan-ungkapan yang

ambigu. PK mengatur tentang bagaimana melaksanakan percakapan yang ideal,

yaitu berikan kontribusi seperti yang dibutuhkan pada tingkat dimana hal itu

terjadi, sesuai dengan tujuan/arah pertukaran pembicaraan dimana seseorang

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

55

terlibat di dalamnya. PK diperlukan untuk memperlancar jalannya sebuah

interaksi atau tercapainya tujuan-tujuan dalam sebuah percakapan (Levinson,

1983:101). Namun demikian, dalam komunikasi yang sebenarnya (komunikasi

langsung/tatap muka) penutur sering tidak mematuhi prinsip kerjasama yang

diusulkan Grice (Leech, 1986 ; Wijana, 1996 ; Brown dan Levinson, 1987, dan

Fraser, 1978, 1990, 1998).

Dalam praktik komunikasi percakapan melebihi pertukaran informasi.

Ketika dua orang atau lebih terlibat dalam suatu percakapan maka pada saat itu

mereka berbagi prinsip-prinsip umum yang memungkinkan mereka dapat saling

memahami ujaran-ujaran yang dihasilkan. Suatu komunikasi dikatakan berhasil

apabila mitra tutur dapat menangkap apa yang dimaksudkan oleh penutur dalam

tuturannya. Keberhasilan komunikasi tidak ditentukan oleh pengertian Mt tentang

makna linguistik dari tuturan Pn (Sperber dan Wilson, 1986:23). Untuk

kelancaran suatu interaksi peserta tutur perlu melakukan kerjasama

(Wijana,1996:46-52). Untuk dapat menerapkan kerjasama dibutuhkan sepuluh

langkah yang dapat memberikan isyarat kepada mitra tutur tentang maksud yang

ada di balik tuturan penutur (Searle,1976:61-62)ix.

Selanjutnya ihwal kesantunan, Leech (1986) mendasarkan prinsip

kesantunan (politeness principle) itu pada empat nosi, yaitu (1) biaya (cost) dan

keuntungan (benefit), (2) persetujuan (agreement), (3) pujian (approbation), dan

(4) simpati – antipati. Kemudian keempat nosi ini dijabarkan oleh Leech (1986 :

119, 206-207) ke dalam enam maksim, yaitu (1) maksim kebijaksanaan (tact

maxim) : minimize cost to other - maximize benefit to other artinya ‘minimalkan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

56

kerugian orang lain atau maksimalkan keuntungan bagi orang lain, (2) maksim

kemurahan hati (generosity maxim) : minimize benefit to self - maximize cost to

self artinya ‘minimalkan keuntungan diri sendiri atau maksimalkan kerugian diri

sendiri, (3) maksim penerimaan (approbation maxim) : minimize dispraise -

maximize praise of other artinya ‘minimalkan tidak memuji orang lain atau

maksimalkan pujian untuk orang lain’. (4) maksim kerendahan hati (modesty

maxim) : minimize praise of self - maximize dispraise of self artinya ‘minimalkan

rasa hormat pada diri sendiri atau maksimalkan rasa tidak hormat pada diri

sendiri’, (5) maksim kecocokan (agreement maxim) : minimize disagreement

between self and other - maximize agreement between self and other artinya

‘minimalkan ketidakcocokan antara diri sendiri dan orang lain atau maksimalkan

kecocokan antara diri sendiri dan orang lain, dan (6) maksim kesimpatian

(sympathy maxim) : minimize antiphaty between self and other - maximize

symphaty between self and other artinya ‘minimalkan rasa antipati diantara diri

sendiri dan orang lain atau maksimalkan simpati diantara diri sendiri dan orang

lain’ (lih. Wijana, 1996 ; Gunarwan, 1992:179-201).

Menurut Leech maksim kebijaksanaan (tact maxim) direalisasikan oleh

tuturan direktif, imposif dan komisif. Tuturan komisif dan imposif mewakili

tindak ilokusi deklaratif, ekspresif, direktif, asertif dan komisif. Tindakan direktif

atau imposif bertujuan menimbulkan pengaruh (efek) pada mitra tutur, seperti

yang tampak melalui verba memohon, meminta, menyuruh, memerintah,

menasehati, menyarankan, menganjurkan, serta memesan. Sedangkan, tuturan

komisif menyatakan tindakan yang akan datang, seperti menawarkan,

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

57

menjanjikan, bersumpah, serta memanjatkan doa (lih.Tarigan, 1986:47-48).

Maksim kemurahan hati (generosity maxim) diwujudkan dengan tuturan ekspresif

dan asertif yang menyatakan tindak ilokusi mengucapkan selamat, mengucapkan

terima kasih, menyampaikan ungkapan belasungkawa, dan sebagainya. Tuturan

yang melibatkan kebenaran proposisi, seperti yang terwujud dalam tindakan

menyatakan, mengeluh, menyarankan, melaporkan, dan sebagainya

diklasifikasikan sebagai tuturan asertif. Dalam menyampaikan tuturan asertif

penutur harus mempertimbangkan kesopanan dalam penyampaian, termasuk di

dalamnya kesopanan dalam menyatakan pendapat dan mengungkapkan perasaan.

Maksim kemurahan hati fokusnya pada orang lain.

Selanjutnya maksim penerimaan (approbation maxim) direalisasikan

dengan tuturan komisif dan imposif, sedangkan maksim kerendahan hati (modesty

maxim), maksim kecocokan (agreement maxim) dan maksim kesimpatisan

(sympathy maxim) dinyatakan dengan tuturan ekspresif dan asertif. Maksim

kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Leech (1993) berpendapat bahwa

setiap unsur maksim interpersonal (interpersonal maxim) memiliki skala yang

berfungsi menentukan peringkat kesantunan tuturan. Kesantunan menurut Leech

(1993:123-126) dilihat berdasarkan skala biaya-manfaat : mewakili biaya atau

manfaat tindakan pada pembicara dan pendengar, skala pilihan : menunjukkan

derajat pilihan yang diizinkan untuk pembicara/pendengar oleh tindakan linguistik

tertentu, skala ketidaklangsungan : menunjukkan jumlah inferensi yang

diperlukan oleh pendengar untuk menetapkan makna yang dimaksud pembicara,

skala otoritas : mewakili hubungan status antara pembicara dan pendengar, dan

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

58

skala jarak sosial : menunjukkan tingkat keakraban antara pembicara dan

pendengar. Ihwal kesantunan Leech membedakan tata krama dan sopan santun.

Tata krama mengacu pada tujuan, sedangkan sopan santun mengacu pada perilaku

lainnya untuk mencapai tujuan. Prinsip sopan santun diperlukan untuk

memperlembut sifat tidak sopan, yang secara intrinsik terkandung dalam tujuan

tindak kompetitif.

Menurut Leech (1986:10-11) prinsip sopan santun (PS) dapat digunakan

untuk menjelaskan PK, sekaligus sebagai pelengkap PK. Namun demikian, Leech

juga mengakui bahwa kesalahpahaman dalam percakapan dapat terjadi, karena PK

dan PS itu tidak bersifat universal. Pada setiap budaya terdapat perbedaan dalam

menentukan derajat dimana anggota masyarakat diharapkan untuk menyesuaikan

diri dengan prinsip-prinsip (atau salah satu diantaranya). Pada beberapa kasus

justru tuntutan penyesuaian terhadap PK tidak diharapkan atau bahkan dianggap

sebagai suatu tingkah laku yang aneh. Penentuan tingkat kesantunan sebuah

tuturan pada setiap budaya berbeda-beda (Keenan,1976: 69).

Kesantunan itu terkait dengan tindakan penyelamatan wajah (face-saving).

Mengingat ada dua sisi wajah yang dapat terancam, yaitu wajah positif dan wajah

negative maka kesantunan itu perlu dipertimbangkan pula dari dua sisi, yakni

kesantunan positif (untuk menjamin sisi wajah positif) dan kesantunan negatif

(untuk menjamin sisi wajah negatif). Kesantunan yang diarahkan pada wajah

positif Mt disebut kesantunan positif (positive politeness), sedangkan kesantunan

yang diarahkan pada wajah negatif Mt disebut kesantunan negatif (negative

politeness). Kesantunan positif diarahkan terhadap wajah positif Mt, yaitu kesan

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

59

positif yang dianggap Pn dimiliki oleh Mt. Kesantunan positif adalah pendekatan

yang menanamkan kesan pada wajah Mt bahwa pada hal-hal tertentu Pn juga

punya keinginan yang sama dengan Mt. Untuk hal itu Pn memperlakukan Mt

sebagai seorang teman yang keinginannya diketahui dan kepribadiannya disukai.

Selanjutnyanya kesantunan negatif adalah upaya Pn untuk menyelamatkan

sebagian wajah negatif Mt, yaitu keinginan dasar Mt untuk mempertahankan

sesuatu yang dianggap wilayah atau keyakinan dirinya. Pada dasarnya

pelaksanaan strategi kesantunan negatif mengandung jaminan pada Mt bahwa Pn

mengakui dan menghormati keinginan wajah negatif Mt dan tidak akan (atau

hanya akan sesedikit mungkin) mencampuri atau menghambat kebebasan

bertindak Mt.

Dalam komunikasi interpersonal wajah seseorang selalu berada dalam

keadaan terancam (face-treathened). Oleh sebab itu, untuk penyelamatan wajah

maka dalam kegiatan bercakap-cakap perlu menerapkan prinsip kesantunan.

Tindakan penyelamatan wajah (TPW) adalah tindakan Pn yang berusaha untuk

mengurangi rasa kurang senang Mt yang diakibatkan oleh tindakan yang kurang

menyenangkan yang dilakukan Pn.

TPW dapat dilakukan oleh Pn dengan cara merekayasa tuturan sedemikian

rupa (merubah/menambah) agar dapat menunjukkan dengan jelas kepada Mt

bahwa Pn tidak bermaksud melakukan tindakan yang kurang menyenangkan.

TPW dapat diwujudkan dalam dua bentuk tergantung aspek wajah yang mana

yang ditekankan, wajah positif atau wajah negatif. Wajah positif mengacu ke citra

diri setiap orang yang selalu ingin dihargai dan diakui atas segala sesuatu yang ia

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

60

lakukan dan yang ia miliki, atau terhadap nilai-nilai yang ia yakini sebagai suatu

hal yang baik dan menyenangkan. Sebaliknya wajah negatif mengacu ke citra diri

setiap orang yang secara rasional menginginkan agar ia dihargai dengan cara

memberinya kebebasan bertindak, atau bebas mengerjakan sesuatu. Pada

prinsipnya TPW adalah tindakan kesantunan yang bertujuan untuk mengurangi

akibat yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh Pn terhadap wajah Mt,

baik wajah positif maupun wajah negatif (Brown dan Levinson,1987).

Beberapa tindak tutur dapat mengancam wajah mitra tutur. Oleh karena

itu, dalam melaksanakan sebuah tindak tutur penutur perlu mempertimbangkan

derajat keterancaman tindak tutur itu, sebelum melaksanakannya. Untuk

menghindari konflik diantara para peserta tutur perlu mengupayakan kesantunan

dalam penggunaan direktif (yang termasuk ke dalam kesantunan negatif).

Setidaknya ada tiga skala pengukur peringkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu (1)

jarak sosial antara pembicara dan pendengar, (2) perbedaan dominasi di antara

keduanya, dan (3) status relatif tindak tutur di dalam kebudayaan yang

bersangkutan. Ketiga skala ini ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural

(Brown and Levinson, 1987:74).

Ditinjau dari peringkat/derajat kesantunan maka bentuk-bentuk strategi

yang dapat digunakan dalam kesantunan negatif, adalah (1) gunakanlah ujaran tak

langsung (yang digunakan secara konvensional oleh masyarakat setempat), seperti

“Bolehkah saya minta tolong Ibu mengambil buku itu ?”, (2) gunakanlah pagar

(hedge), seperti “sejak tadi saya bertanya-tanya dalam hati apakah bapak mau

menolong saya”, (3) nyatakan secara pesimis, seperti “saya ingin minta tolong,

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

61

tetapi saya takut bapak tidak mau”, (4) minimalkan paksaan, seperti “boleh saya

mengganggu sebentar ?”, (5) nyatakan rasa hormat, seperti “saya memohon

bantuan ibu, karena saya tau ibu selalu berkenan membantu orang”, (6) mintalah

maaf, seperti “sebelumnya saya minta maaf atas keterlanjuran saya ini,

tetapi.......”, (7) pakailah bentuk impersonal (yaitu tidak menyebutkan penutur dan

pendengar), seperti “kelihatannya komputer ini perlu dipindahkan”, dan (8)

gunakan ujaran sebagaimana ketentuan yang berlaku secara umum, seperti

“penumpang tidak dibenarkan merokok di dalam bus” (Brown and Levinson,

1987).

Dalam menyampaikan sebuah tuturan penutur dihadapkan pada dua

pilihan, yaitu menjamin perasaan atau melukai perasaan mitra tutur. Misalnya

ketika Pn memutuskan untuk menolak permintaan Mt. Itu berarti Pn memutuskan

melukai perasaan Mt. Untuk melakukan suatu tindakan dalam tuturan Pn dapat

membuat tuturannya secara off record atau secara on record. Tuturan off record

adalah tuturan yang menyatakan bahwa Pn tidak sepenuhnya bertanggung jawab

atas tindakan yang dilakukannya dalam tuturan. Tuturan semacam ini biasanya

dapat memunculkan multi tafsir. Maksud tuturan semacam ini agar Pn tidak

dianggap bertanggung jawab sepenuhnya terhadap tujuan yang terkandung dalam

tuturannya, seperti menolak. Pelaksanaan tuturan secara off record meliputi

penggunaan metafor dan ironi, pertanyaan retoris, penyederhanaan masalah,

tautologi, dan semua ungkapan yang dinyatakan secara tidak langsung.

Sebaliknya tuturan secara on record adalah tuturan yang menyatakan bahwa Pn

bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya dalam tuturan. Tujuan dari

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

62

tuturan semacam ini dipahami oleh mitra tutur secara jelas, yaitu hanya ada satu

tujuan. Misalnya, ketika penutur berjanji untuk melakukan sesuatu dan hal itu

dipahami oleh Mt bahwa Pn ingin bertanggung jawab untuk merealisasikan

tindakannya itu (Yule, 2006:65-66).

Untuk menghasilkan tuturan yang sifatnya on record Pn diperhadapkan

pada dua pilihan, yaitu (1) Pn membuat tuturan secara lugas tanpa

mempertimbangkan “wajah” Mt (baldly without redress) atau (2) Pn membuat

tuturan yang mempertimbangkan wajah Mt atau Pn melakukan tindakan yang

dapat mengurangi rasa kurang senang pada Mt (redressive action). Tindakan yang

dapat mengurangi rasa kurang senang pada Mt itu dapat berbentuk kesantunan

positif atau kesantunan negatif. (Yule, 2006).

Selanjutnya berdasarkan beberapa pertimbangan penutur memilih strategi.

Bentuk strategi tergantung pada pemilihan jenis kesantunannya, apakah

kesantunan positif (kesatunan afirmatif) atau kesantunan negatif (kesantunan

deferensial). Strategi kesantunan berkisar antara penghindaran terhadap tindakan

mengancam wajah sampai pada berbagai macam bentuk penyamaran dalam

bertutur. Baik pandangan kesantunan yang mendasarkan pada maksim percakapan

maupun pandangan kesantunan yang mendasarkan pada konsep penyelamatan

wajah dapat dikatakan memiliki kesamaan. Kesamaan itu tampak dalam tindakan

yang sifatnya santun atau tindakan yang tidak mengancam wajah dan tindakan

yang sifatnya tidak santun atau tindakan yang mengancam wajah (Brown dan

Levinson (1987:68-71).

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

63

Tindakan penyelamatan wajah (TPW) atau kesantunan merupakan wujud

penghargaan terhadap individu anggota suatu masyarakat. Biasanya anggota

masyarakat memiliki dua macam jenis wajah, yakni (1) wajah positif (positive

face) yang mengacu pada keinginan untuk disetujui (being approved) dan (2)

wajah negatif (negative face) yang mengacu pada keinginan untuk menentukan

sendiri (self-determinating) (Goffman dalam Brown dan Levinson, 1987).

Fraser (1975) membedakan kesantunan (politeness) dari penghormatan

(deference). Berperilaku hormat belum tentu berperilaku santun. Kesantunan

adalah “property associated with neither exceeded any reight nor failed to fullfill

any obligation”. Kesantunan berhubungan dengan “property” yang diasosiasikan

dengan ujaran. Dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak

melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari untuk memenuhi kewajibannya.

Kesantunan adalah bagian dari ujaran ; bukan ujaran, (2) pendengarlah yang

menentukan apakah suatu ujaran itu mengandung kesantunan. Sebuah ujaran

dapat saja dikatakan santun oleh si penutur, tetapi bagi mitra tutur terdengar tidak

santun, dan (3) kesantunan terkait dengan hak dan kewajiban peserta tutur. Dalam

hal ini kesantunan diukur berdasarkan apakah si penutur tidak melewati batas

haknya, dan memenuhi kewajibannya terhadap mitra tuturnya. Hak dan kewajiban

yang dimaksudkan oleh Fraser berkaitan dengan apa yang disebutkan sebagai

“kontrak percakapan“ (conversational contract), yaitu kontrak yang mengikat

para peserta percakapan. Diantaranya hak dan kewajiban peserta tutur yang

terlibat dalam percakapan, seperti hak dan kewajiban bertanya dan menjawab,

serta apa saja yang boleh diujarkan, dan bagaimana cara menyampaikannya.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

64

Dalam topik tulisan yang lain Fraser (1998) menjelaskan bahwa kontrak

percakapan juga ditentukan oleh penilaian peserta tutur terhadap faktor-faktor

kontekstual yang relevan. Kontrak percakapan juga berkaitan erat dengan proses

terjadinya sebuah percakapan. Fraser (1998) berpendapat bertindak santun itu

sama dengan bertutur yang mempertimbangkan etiket berbahasa. Kesantunan

menurut Fraser (1975, 1978) tidak didasarkan pada kaidah, melainkan strategi.

Ada 18 strategi untuk menyatakan direktif tetapi tidak dijelaskan lebih jauh

tentang skala kesantunan pada tiap-tiap strategi.

1.8.2.5 Implikatur

Implikatur adalah suatu konsep yang mengacu pada sesuatu yang

diimplikasikan (implicated) oleh sebuah ujaran yang tidak dinyatakan secara

eksplisit (Kridalaksana dalam Kaswanti Purwo, 1990). Implikasi (implication)

adalah maksud ; pengertian yang tidak disebutkan secara langsung, atau pertanda.

Misalnya. She smiled with the implication that she didn’t believe you. Artinya ‘dia

tersenyum pertanda dia tidak mempercayaimu’ (Peter Salim,1991:936)x.

Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan bagian dari

tuturan yang dihasilkan. Proposisi yang dimaksud itu disebut implikatur

(implicature). Jika ada dua proposisi yang berhubungan, maka hubungan kedua

proposisi itu bukan merupakan konsekuensi mutlak (necessary consequence).

Keterkaitan ujaran dan implikatur hanya didasarkan pada latar belakang

pengetahuan yang dapat menjelaskan kedua proposisi. Oleh karena itu, implikatur

jelas berbeda dengan entailment yang dipahami sebagai “ikutan, pemaknaan”.

Suatu ujaran dikatakan sebagai implikatur, jika tuturan itu memungkinkan

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

65

munculnya tuturan lain. Sebaliknya, disebut entailment, karena sama sekali tidak

memungkinkan hadirnya tuturan lain (Grice dalam Wijana dan Rohmadi,

2009:37). Hubungan antara ujaran dengan hal/sesuatu yang disiratkan di dalam

ujaran tidak bersifat semantis (Wijana, 1996).

Implikatur itu dapat dibedakan menjadi implikatur konvensional

(conventional implicature)xi dan implikatur percakapan (conversational

implicature)xii. Implikatur konvensional adalah implikasi yang didapatkan

langsung dari kata-kata, berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis, dan bukan dari

prinsip percakapan. Sedangkan, implikatur percakapan (IP) adalah implikatur

yang muncul dalam pemakaian bahasa yang bersifat khusus. IP hanya dapat

dipahami di dalam konteks, karena maknanya bukan makna yang termasuk makna

semantik dan makna kalimat. IP tidak selalu muncul pada wujud kalimat yang

benar (Gazdar,1979 dalam Brown dan Yule, 1983 ; Mey, 1993).

Implikatur berhubungan dengan sesuatu yang tersembunyi di balik tuturan,

di balik penggunaan bahasa yang actual (….something which is implied in

conversation, that is, something is left implicit in actual language use) (Mey,

1993:99). Implikatur percakapan lebih memperhitungkan secara eksplisit

bagaimana sebenarnya mengartikan atau memaknai sesuatu lebih dari apa yang

dikatakan (atau lebih dari apa yang diekspresikan secara literal oleh pengertian

yang bersifat konvensional dari ekspresi-ekspresi bahasa yang dituturkan, “how it

is possible to mean (in some general sense) more than what is actually “said”

(i.e. more than what is literally expressed by the conventional sense of the

linguistic expressions uttered”) (Brown dan Yule, 1983). Prinsip-prinsip bertutur

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

66

dalam percakapan tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan yang berkaitan dengan

the notion of conversational implicatures, yang menurut Levinson (1983 : 97-

100)xiii dibedakan dari jenis implikatur lainnya.

Konsep implikatur (implicature) masih sering dikacaukan dengan konsep

presuposisi (presupposition) atau praanggapan. Padahal kedua istilah ini

mengandung konsep pemikiran yang berbeda. Sebuah kalimat dapat

mempresuposisikan (mempraanggapkan) dan mengimplikasikan kalimat yang

lain. Sebuah kalimat dikatakan mempresuposisikan kalimat yang lain, jika kalimat

yang dipresuposisikan itu mengandung ketidakbenaran, yang mengakibatkan

kalimat yang mempresuposisikan tidak dapat ditentukan benar atau salah (Wijana

dan Rohmadi, 2009:36-40). Sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan

tuturan yang lain apabila tuturan yang dipresuposisikan itu dapat dinilai benar

atau salahxiv. Artinya, jika kalimat yang dipresuposisikan itu mengandung

kebenaran, maka kalimat yang mempresuposisikan dapat ditentukan benar atau

salahnya. Sebaliknya jika kalimat yang dipresuposisikan tidak mengandung

kebenaran, maka kalimat yang mempresuposisikan tidak dapat ditentukan benar

atau salah. Penentuan presuposisi atau praanggapan terkait dengan upaya

menemukan kebenaran pada proposisi yang dipraanggapkan dalam rangka

menjustifikasi atau membenarkan proposisi yang mempraanggapkan. Presuposisi

adalah suatu dasar yang dipakai oleh penutur dan mitra tutur dalam percakapan

(Rahardi,2010:42).

“Implicature is a matter of utterance meaning, an not of sentence

meaning”. Implikatur berhubungan dengan makna tutur, dan bukan makna

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

67

kalimat. Implikatur merupakan makna nonnatural (non-natural meaning), yang

berbeda dengan makna yang sebenarnya (natural meaning). Implikatur dipakai

untuk menunjukkan perbedaan antara apa yang diujarkan oleh pembicara dan apa

yang diimplikasikan (Husford dan Heasley,1984:280). Implikatur berhubungan

dengan sesuatu yang tersembunyi di balik tuturan, di balik penggunaan bahasa

yang aktual (….something which is implied in conversation, that is, something is

left implicit in actual language use) (Mey, 1993:99).

Tuturan dalam percakapan dapat mengandung implikatur, dan pada

prinsipnya tuturan berwujud pragmatik itu mengandung implikatur-implikatur.

(Richards, dkk, 1987 ; Wijana dan Rohmadi, 2009). Implikatur adalah aspek

pragmatik yang mengkaji makna konotatif (Soemarmo,1987). Implikatur berbeda

dengan deiksis. Deiksis adalah salah satu aspek yang dikaji dalam pragmatik,

yaitu tentang pergantian makna kata atau kalimat yang disebabkan oleh pergantian

konteks. Deiksis terdiri dari deiksis tempat, waktu, persona, sosial, dan wacana

(Soemarmo,1987 : 9-10). Penelitian ini tidak mengkaji secara khusus tentang

presuposisi dan deiksis.

1.8.2.6 Komunikasi dan Sistem Komunikasi

Ketika seseorang terlibat kontak dengan orang lain, pada saat itu ia

melakukan dua tindakan, yaitu berkomunikasi dan memberi informasi (Tubbs dan

Moss, 2000 : 6)xv. Aktivitas komunikasi mensyaratkan adanya pihak pembicara

(komunikator) dan pihak pendengar (komunikate). Jika apa yang dimaksudkan

oleh seorang pembicara tidak dimengerti oleh pihak pendengar, maka komunikasi

dianggap gagal. Selain itu keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh adanya

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

68

kesamaan persepsi (frame of reference) dan pengalaman (field of experience)

diantara para komunikan (communicant) yang terlibat di dalamnya. Komunikasi

yang efektif mensyaratkan adanya pertukaran informasi (sharing of information)

dan kesamaan pemahaman (in tune) diantara para parisipan komunikasi (Mulyana,

2004).

Keberhasilan suatu komunikasi tidak ditentukan oleh simbol yang

digunakan dalam berkomunikasi, tetapi pada nilai atau kualitas informasi yang

diberikan ; apakah informasi yang diberikan itu bersifat informatif atau tidak.

Informasi apapun yang disampaikan akan disebut informatif apabila penerima

mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak ia ketahui. Suatu tindakan dikatakan

komunikatif, apabila tindakan itu bermanfaat bagi pelaku tindakan tersebut,

sedangkan sesuatu informasi dikatakan informatif apabila informasi itu

bermanfaat atau ada maknanya bagi penerima. (lih.Lyons,1977:33). Ihwal syarat-

syarat komunikasi telah dibahas oleh Littlejohn (2002)xvi.

Dalam komunikasi jual-beli peserta tutur sering menggunakan isyarat-

isyarat nonverbal dalam menyampaikan maksud. Ekspresi-ekspresi nonverbal itu

biasanya muncul di sela-sela ekspresi verbal atau menyertai ekspresi verbal, untuk

mendukung (mempertegas) maksud pesan verbal atau kadang-kadang juga

membantah pesan verbal. Dalam situasi tertentu Pj dan Pb menyampaikan

maksudnya tidak secara verbal, melainkan secara nonverbal (karena ingin

merahasiakan sesuatu). Bahkan kadang-kadang mereka menggunakan isyarat

nonverbal untuk mewakili sesuatu yang tidak dapat dinyatakan secara verbal atau

tidak terucapkan. Pesan nonverbal dapat merupakan representasi pesan verbal.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

69

Dalam komunikasi jual-beli peserta tutur tidak saja menyampaikan maksudnya

melalui isyarat-isyarat kinesika atau gesture, tetapi juga melalui penekanan dalam

ucapan, nada, dan intonasi tertentu. Dalam percakapan jual-beli isyarat-isyarat

nonverbal dapat memengaruhi proses komunikasi. Komunikasi adalah tindakan

penciptaan pesan dan penafsiran pesan. Pesan tidak selalu disampaikan dalam

wujud verbal, tetapi dapat juga dalam wujud nonverbal (Pace dan Faules, 1998)

Manusia mempersepsi tidak hanya melalui bahasa verbal saja, tetapi juga

melalui melalui perilaku nonverbalnya. Bukan apa yang dikatakan, melainkan

bagaimana mengatakannya. Melalui perilaku nonverbal dapat diketahui suasana

emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung atau sedih. Kebanyakan

ekspresi nonverbal bukan bawaan, oleh karena itu ekspresi nonverbal dapat

dipelajari (Mulyana, 2002). Menurut teori komunikasi kebanyakan ekspresi

nonverbal tidak bersifat universal, melainkan tergantung pada budaya

(Mulyana,2004:308-309). Perilaku interaksi, baik verbal maupun nonverbal

sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, cara hidup, dan kebudayaan para penuturnya

(Kartomihardjo, 1996)xvii.

Salah satu aspek yang terkait dengan fenomena komunikasi adalah

sistem komunikasi nonverbal. Salah satu sistem komunikasi nonverbal yang

menggunakan gerakan disebut kinesika atau bahasa tubuh (body language), yakni

suatu sistem sikap tubuh, ekspresi wajah, dan gerakan-gerakan tubuh yang

mengandung pesan. Misalnya, gerakan tangan, menggaruk-garuk kepala,

menggigit bibir atau mengerutkan dahi adalah cara-cara untuk menunjukkan

kegelisahan atau keragu-raguan. Pesan kinesika dapat melengkapi pesan verbal

Page 70: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

70

(lisan). Contoh, ketika seseorang menyetujui atau mengiyakan sesuatu secara

lisan, ia akan mengangguk. Pesan nonverbal dapat mempertegas maksud pesan

verbal, membantah pesan verbal, dan bahkan kadang merupakan representasi dari

pesan verbal itu sendiri (Mulyana,2011:91). Seperti halnya tindak verbal, tindak

nonverbal juga dapat memengaruhi proses komunikasi manusia. Beberapa

karakteristikxviii dari pesan nonverbal dapat menjelaskan tentang pengaruh spesifik

dari lambang-lambang nonverbal dalam perilaku komunikasi manusia. Dari

karakteristik tersebut dapat dipahami tentang kemampuan pesan nonverbal dalam

mempengaruhi suatu komunikasi (Haviland, 1985:368-369 ; Burgoon dalam

Littlejohn, 2002 ; Littlejohn, 2002 : 104-105).

1.8.2.7 Percakapan dan Struktur Percakapan

Percakapan didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai bentuk komunikasi

oral bersemuka, bersifat bebas, nonteknis, dilakukan oleh minimal dua orang

dalam latar informal (Labov dan Fanshel, 1979:29 ; Edmonson, 1981:6). Selain

bersifat spontan, percakapan juga bersifat resiprokal (Lakoff, 1983:27) dan

bercirikan bebas, serta pesertanya mempunyai hak yang sama (Stubbs, 1983 ;

Cook,1997:116). Menurut Brown dan Yule ( 1983) percakapan adalah sebuah

perbincangan ; pesertanya terdiri dari dua orang atau lebih ; secara bebas saling

bergantian di dalam berbicara, dan terjadi di luar lembaga khusus, seperti yang

berlatar belakang pelayanan agama, sidang di pengadilan, pengajaran di ruang

kelas, dll.

Percakapan bukan sekedar aktivitas berbincang-bincang, tetapi merupakan

suatu “peristiwa terstruktur yang terealisasi dalam ujaran” (Brown dan Yule, 1996

Page 71: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

71

; Halliday dan Hassan, 1976: 10 ; Halliday, 1992 ; Stubbs,1983: 10 ; Fairclough,

1989:21-24 ; McCarthy, 1994 : 155 ; Hoed,1994:129), atau dapat dipahami

sebagai perisiwa tutur. Percakapan merupakan deskripsi interaksi lisan (Richard,

1995:3). Percakapan adalah seperangkat ujaran yang berhubungan dengan segala

peristiwa atau kejadian tutur yang dapat diidentifikasi (Crystal, 2001). Percakapan

bukan juga sekedar satuan-satuan bahasa yang direalisasikan oleh serangkaian

tuturan, tetapi merupakan kesatuan tutur dan tindakan (Stubbs, 1983). Tindakan-

tindakan itu tidak hanya diekspresikan oleh tuturan yang diwakili oleh kata kerja

performatif saja (Labov dan Fanshel,1979:29).

Ketika seseorang berbicara ia tidak hanya memproduksi satuan-satuan

kebahasaan, tetapi sekaligus melaksanakan tindakan-tindakan di dalam

tuturannya. Percakapan merupakan satuan (unit) perilaku atau tindakan yang

direalisasikan oleh tuturan-tuturan atau ujaran-ujaran (Crystal, 2001:118). Oleh

karena itu percakapan juga dipahami sebagai rangkaian tindak tutur. Dalam

melaksanakan percakapan PP tidak hanya memproduksi bermacam-macam

tuturan, tetapi mereka juga menyiapkan implikasi-implikasi di dalam tuturannya

yang memungkinkan mereka dapat bekerjasama dalam percakapan.

Percakapan bukan saja merupakan aktivitas pertukaran ide/gagasan,

pendapat, untuk mencapai pemahaman yang sama (Halliday, 1994 ; Richard,

1995:3), Percakapan adalah aktivitas penyampaian informasi dan merupakan

proses membentuk kesamaan atau kesatuan pikiran antara penyampai dan

penerima informasi (lih. Belch & Belch, 1990). Namun, dalam percakapan tidak

selalu Pn dan Mt dapat mencapai kesamaan atau kesatuan pikiran.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

72

Sebagai bentuk komunikasi interaktif (timbal-balik) percakapan adalah

suatu aktivitas berbahasa lisan yang melibatkan dua atau lebih peserta. Ketika dua

orang atau lebih terlibat dalam suatu percakapan mereka tidak hanya

menyampaikan, memahami (menafsirkan), dan menanggapi informasi atau pesan.

Sebagai kesatuan tutur dan tindakan percakapan terkait dengan pemahaman dan

tanggapan. Percakapan mensyaratkan dua tindakan utama, yaitu memahami dan

menanggapi. Kedua tindakan ini direalisasikan oleh rangkaian ujar yang

dihasilkan oleh konteks (Stubbs, 1983).

Dalam sebuah percakapan PP tidak hanya menyampaikan, memahami, dan

menanggapi informasi, tetapi mereka terlibat dalam proses menjalin hubungan

dan meyakinkan orang, serta tindakan pernyataan gambaran diri atau konsep diri.

Selama PP terlibat dalam suatu percakapan mereka mengasumsikan hal-hal yang

berkaitan dengan identitas, yakni sesuatu yang berkaitan dengan peran. Ketika

seseorang berbicara maka perannya sebagai pembicara perlu ditanamkan dalam

dirinya sebagai panduan dalam berperilaku (Mulyana, 2002). Dalam konteks

komunikasi “peran” dipandang sebagai bagian dari konsep dirixix. Aspek-aspek

yang terkait dengan konsep diri meliputi jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,

pengalaman, rupa fisik, dsbnya. Dalam hal ini kesan (image) yang dibangun oleh

mitra tutur sehubungan dengan aspek-aspek tersebut akan sangat menentukan

bagaimana perilaku berbahasa yang akan dinyatakannya kemudian kepada

penutur melalui pernyataan umpan-balik (Scheidel dalam Mulyana, 2004 : 9).

Wujud peran seseorang dalam sebuah percakapan adalah “presentasi diri”. Salah

satu tujuan berbicara adalah menampilkan gambaran diri seseorang kepada orang

Page 73: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

73

lain pada saat ia melakukan perannya. Sehubungan dengan tujuan berbicara

tersebut, ada dua hal penting yang berkaitan dengan konsep peran, yaitu

presentasi diri dan status peserta tutur (Mulyana, 2004).

Dalam proses interaksi kadang-kadang PP mengkomunikasikan juga

pandangan pribadinya tentang sesuatu hal (baik secara langsung maupun tidak

langsung). Pandangan pribadi kadang-kadang juga berhubungan dengan prinsip-

prinsip budaya masyarakat. Tindakan semacam ini disebut sebagai tindakan

mempresentasikan diri. Presentasi diri berhubungan erat dengan strategi yang

digunakan seseorang dalam menampilkan diri ; bagaimana mengkomunikasikan

pandangan diri atau sisi batin seseorang kepada orang lain. Sistem presentasi diri

biasanya sangat bergantung pada budaya yang dianut oleh pembicara (Mulyana,

2004).

Aspek yang paling menonjol di dalam kegiatan bercakap-cakap adalah

proses interaksi yang terjadi diantara para interlokutor. Proses interaksi tidak

hanya dipahami sebagai proses pertukaran (exhange) pendapat atau pertukaran

informasi (Purwoko, 2008), tetapi juga pertukaran peran. Pertukaran peran terkait

dengan hak dan kewajiban sebagai pembicara maupun pendengar dalam suatu

proses pertukaran giliran bicara (Richard, 1995:3). Pertukaran hanya terjadi dalam

komunikasi lisan dimana para peserta tutur secara bergantian berbicara baik

dengan maupun tanpa topik yang jelas (Halliday, 1994).

Percakapan bukan sekedar pertukaran informasi, tetapi juga melibatkan

pengambilan peran, asumsi-asumsi dan harapan-harapan. Percakapan merupakan

bentuk pergantian atau pertukaran giliran berbicara yang diatur oleh sebuah

Page 74: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

74

konvensi yang menentukan siapa yang berbicara, kapan, serta untuk berapa lama

berbicara. Dalam pergantian giliran berbicara juga diatur tentang hak dan

kewajiban para partisipan percakapan dalam berbicara. Dalam percakapan orang

dewasa setiap peserta percakapan telah memahami konvensi percakapan, yaitu

siapa yang seharusnya berbicara, kapan harus berbicara, dan berapa lama

berbicara. Pelanggaran terhadap konvensi percakapan, seperti tindakan

memonopoli pembicaraan, ingin selalu menang dalam pembicaran, tidak memberi

kesempatan peserta lain berbicara akan memunculkan penilaian tidak sopan

(Richard, 1995:3).

Aturan pengambilan giliran berbicara berbeda-beda, tergantung pada jenis

peristiwa tutur. Pada beberapa jenis situasi percakapan, giliran berbicara

didasarkan pada tingkatan peserta percakapan. Pergantian giliran berbicara (turn-

taking) di dalam sebuah percakapan menduduki peran penting. Di dalam

pergantian giliran berbicara dapat diketahui apakah semua peserta mempunyai hak

yang sama dalam berbicara (Richard dan Schmidt, 1989). Dalam pergantian

giliran bicara dapat dilihat perubahan peran yang terjadi dalam sebuah

percakapan, yaitu perubahan peran dari pembicara menjadi pendengar dan dari

pendengar menjadi pembicara (Howe, 1981).

Ketentuan cara berperan serta dalam percakapan adalah hanya ada satu

orang yang berbicara pada satu kesempatan. Perwujudan hak berbicara dapat

menunjukkan status atau kekuasaan penutur dan mitra tutur, baik pada tingkat

yang sama maupun pada tingkat yang berbeda. Pergantian giliran bicara adalah

suatu tindakan/cara yang dapat menunjukkan peran dan status seseorang dalam

Page 75: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

75

percakapan, juga berkaitan erat dengan pemilihan topik (Sacks, dkk dalam

Richard, 1995:17).

Dalam percakapan setiap peserta tutur memiliki hak dan kewajiban

mendengarkan dan memberi tanggapan. Proses itu terjadi secara bergantian, dan

dalam percakapan proses itu dikenal dengan proses pergantian peran.

Kesempatan/hak berbicara setiap partisipan percakapan akan memengaruhi pola

pergantian giliran berbicara dalam sebuah percakapan (Brown dan Yule, 1983).

Suatu aktivitas disebut percakapan bila setiap partisipan mempunyai hak berbicara

yang sama (bebas dalam berbicara), dan tidak ada yang mengatur

(Levinson,1983:284).

Tuturan-tuturan dalam percakapan jual-beli kadang-kadang tidak relevan,

berbelit-belit, tidak strategis, bahkan kadang-kadang tidak mencerminkn

kesantunan. Menurut Lesser dan Milroy (1996 : 159) percakapan tidak

mempunyai aturan-aturan atau konvensi-konvensi khusus yang mengaturnya.

Namun demikian, percakapan mengandung konsep kerapihan dalam bentuk. Pada

prinsipnya unit wacana adalah unit alamiah. Sebuah wacana mempunyai bagian

awal atau permulaan dan bagian akhir atau penutup (Stubbs,1983:33). Percakapan

itu memiliki “struktur”. Struktur percakapan adalah “tubuh percakapan” (body of

conversation). Lazimnya dalam percakapan setelah terjadi sapaan para partisipan

percakapan langsung bercakap-cakap sesuai dengan topik yang ingin dibicarakan

(Clark, 1997). Struktur percakapan meliputi pasangan berdampingan (adjancensy

pairs), pergantian giliran berbicara (turn taking), pembukaan dan penutupan

(opening and closing), dan struktur pilihan (preference structure) (Richard, 1980,

Page 76: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

76

1985 ; Coulthard, 1985 ; Cook,1989 ; Yule, 1990 ; Lesser dan Milroy,1993, dan

Crystal, 1997.

Struktur percakapan dipahami sebagai struktur pertukaran, yakni

perangkat aturan yang mengatur bagaimana para peserta percakapan melakukan

tukar menukar informasi atau hal lainnya. Sebuah pertukaran diawali oleh sebuah

pemicu atau inisiasi yang berfungsi sebagai pembuka interaksi, kemudian diikuti

oleh tanggapan atau respons yang dapat juga diikuti oleh tindak lain yang berupa

lanjutan atau balikan. Aturan-aturan dalam percakapan berkaitan dengan

pola/urutan tingkah laku yang teratur dalam melakukan komunikasi timbal balik

atau interaksi (Stubbs,1983). Dengan adanya aturan-aturan maka tuturan dalam

suatu percakapan akan lebih mudah dipahami (Rani, dkk, 2004). Setiap

percakapan terdapat perbedaan pada pola pembukaan dan penutupan. Situasi

memengaruhi bagian awal percakapan. Pada percakapan biasa, bagian

pembukaannya dipengaruhi oleh situasi, yakni situsi formal, informal, dan kasual

(Akmajian, dkk (1990).

Ketika seorang penutur memproduksi sebuah ujaran yang berfungsi

sebagai bagian pertama dari sebuah pasangan, maka diharapkan selanjutnya mitra

tutur akan memberikan bagian kedua dari pasangan yang sesuai. Pasangan

berdampingan atau pasangan ujaran terdekat adalah ujaran yang dihasilkan oleh

dua penutur secara berturut-turut. Ujaran pertama merupakan bagian pertama dan

ujaran berikutnya merupakan bagian kedua dari sebuah pasangan. Ujaran kedua

diidentifikasi dalam hubungannya dengan ujaran pertama. Ujaran kedua

diharapkan merupakan kelanjutan dari ujaran yang pertama. Selanjutnya

Page 77: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

77

dijelaskan, bahwa untuk memahami tindak tutur dan gerak pertukaran perlu juga

memahami pola pasangan berdampingan, seperti : (a) sapaan-sapaan, (b)

panggilan-jawaban, (c) keluhan-bantahan, (d) keluhan-permohonan maaf, (e)

permintaan-pemersilahan, (f) permintaan informasi-pemberian informasi, (g)

penawaran-penerimaan, dan (h) penawaran-penolakan. Pasangan ujaran

berdampingan terjadi apabila ujaran penutur dapat memunculkan suatu ujaran lain

yang berupa tanggapan. Pasangan tutur atau pasangan berdampingan (adjancensy

pairs) merupakan unit struktural dasar dalam percakapan (Coulthard, 1985).

Pasangan tutur itu menurut terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama

merupakan ujaran penggerak atau pemicu ujaran kedua, dan ujaran kedua

merupakan tanggapan atau tindak lanjut atas ujaran pertama. Ujaran yang

merupakan tanggapan itu menurut Cook dibedakan menjadi dua macam, yaitu

ujaran yang disukai, seperti pengabulan atau penerimaan dan yang tak disukai,

seperti penolakan. Pada dasarnya ujaran yang berisi pengabulan merupakan

tanggapan yang menyenangkan dan diharapkan, sedangkan ujaran yang berisi

penolakan merupakan tanggapan yang tak disukai dan tak diharapkan oleh

pembicara sebelumnya. Untuk dapat menanggapi sesuai dengan ujaran terdahulu,

seorang penutur harus terlibat dalam penilaian ujaran mitra tuturnya, sehingga

penutur dapat memberikan tanggapan yang tepat. Namun, dalam hal penentuan

kriteria jenis tanggapan itu tidak mutlak (Cook,1989:53-57).

Percakapan merupakan jenis prototype penggunaan bahasa yang paling

mendasar, yang dapat menunjukkan dengan jelas berbagai aspek pragmatik

(Levinson,1983:284-285). Parera (2004:235) berpendapat bahwa analisis

Page 78: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

78

percakapan (AP) berbeda dengan analisis wacana (AW), meskipun keduanya

melibatkan konteks. AP adalah salah satu cabang dari AW. AP berbeda dengan

AW (wacana tulis). AW mengutamakan unsur-unsur penanda pertalian kohesif

untuk menyatakan kekoherensifan suatu wacana. Sedangkan AP mengandalkan

konteks situasi. AW lebih memfokuskan pada unsur-unsur verbal. Sedangkan AP

mementingkan tidak hanya unsur-unsur verbal saja, tapi juga-unsur nonverbal.

Menurut Parera kalimat yang tampaknya dalam AW tidak koheren mungkin akan

dinyatakan koheren dalam AP. AP hanya mempersoalkan bagaimana pengelolaan

satu percakapan agar mencapai tujuannya. AP tidak mementingkan isi percakapan

dan bagaimana isi/informasi itu disampaikan, tetapi lebih terfokus pada berbagai

informasi, serta hubungan dalam percakapan.

1.8.2.8 Pragmatik dan Sosiopragmatik, serta Fokus Kajiannya

Konsep pragmatik berawal dari pandangan seorang filsuf Morris (1938)

tentang pengetahuan bentuk sandi atau semiotik, yang dikenal sebagai sintaksis,

semantik, dan pragmatik. Sintaksis merupakan kajian tentang hubungan formal

sandi dengan sandi lainnya, semantik merupakan kajian hubungan sandi dengan

objeknya, dan pragmatik merupakan kajian tentang hubungan antara lambang

dengan penafsirnya.

Pragmatik memiliki hubungan dengan semantik, karena keduanya

mengkaji tentang makna (arti), tetapi pragmatik mengkaji bidang makna yang

tidak termasuk di dalam kajian atau teori semantik. Pragmatik berhubungan

dengan sosiologi, sosiolinguistik, dan psikolinguistik, sedangkan semantik lebih

Page 79: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

79

terkait dengan logika (Levinson, 1983). Hubungan pragmatik dan semantik

bersifat komplementer (Leech,1986:6).

Menurut Levinson (1983) kajian pragmatik adalah kajian yang

memfokuskan pada kemampuan pemakai bahasa menghubungkan kalimat atau

tuturan dengan konteks yang sesuai dengan tuturan (“pragmatics is the study of

the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they

would be appropriate”). Tampaknya kemampuan yang dimaksud Levinson disini

adalah kemampuan berbahasa secara natural yang dapat menghasilkan tuturan

yang pragmatis komunikatif. Pandangan tentang kemampuan komunikatif dalam

kajian pragmatik yang dapat dipahami dari pernyataan Levinson ini memiliki

keterkaitan dengan pandangan dalam sosiolinguistik. Levinson memandang

pragmatik itu sebagai ketrampilan dalam mengungkap kemampuan pemakai

bahasa dalam konteks tertentu.

Kajian pragmatik merupakan kajian tentang hubungan bahasa dan konteks,

yang menjadi dasar penjelasan atau penafsiran. Konteks yang dimaksud menurut

Levinson (1983:9) adalah konteks yang digramatikalisasi atau dikodekan dalam

struktur bahasa (pragmatics is the study of those relations between language and

context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language).

Levinson berpendapat bahwa pragmatik tidak saja mengkaji hubungan bahasa dan

konteks, tetapi mengkaji juga pengaruh konteks terhadap struktur kalimat, klausa,

dan sebagainya. Pernyataan Levinson ini secara implisit menyatakan bahwa

Levinson mengakui bahwa ada keterkaitan erat antara sintaksis dan pragmatik.

Menurut Levinson (1983:284-285) pragmatik mengkaji implikatur, praanggapan,

Page 80: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

80

tindak tutur, deiksis, dan aspek-aspek struktur wacana, sebagaimana yang dapat

dipahami dari pernyataannya ini : “Pragmatics is the study of deixis (at least in

part), implicature, presupposition, speech act, and aspect of discourse structure”

(lih. Stalnaker,1972). Tampaknya melalui pernyataannya ini Levinson mengakui

bahwa pragmatik adalah bidang ilmu yang mandiri.

Pragmatik merupakan kajian pemakaian bahasa (pragmatics is the study of

language usage) di dalam suatu masyarakat bahasa, untuk mengungkap perilaku

berbahasa dalam komunikasi sosial. Pemakaian bahasa dalam berkomunikasi

dapat dibedakan menjadi (1) pemakaian bahasa yang bersifat umum, dan (2)

pemakaian bahasa yang bersifat spesifik. Pemakaian bahasa pada kondisi umum

termasuk dalam kajian pragmatik umum, sedangkan pemakaian bahasa yang

bersifat spesifik termasuk dalam kajian sosiopragmatik. Pemakaian bahasa dalam

suatu komunikasi tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor nonlingual, yaitu

kondisi sosial dan budaya lokal yang bersifat spesifik (Leech, 1986:10-11).

Prasyarat yang diperlukan untuk melakukan analisis pragmatik atas

tuturan, termasuk tuturan yang bermuatan implikatur percakapan (IP) adalah

situasi ujar yang mendukung keberadaan suatu tuturan dalam percakapan. Situasi

ujar meliputi unsur-unsur (1) penyapa dan pesapa (addressers or addressees), (2)

konteks tuturan (the context of an utterance), (3) tujuan tuturan (the goals of an

utterance), (4) tuturan sebagai bentuk tindakan ; tindak tutur (the utterance as a

form of act or activity ; speech act), (5) tuturan sebagai produk tindak verbal (the

utterance as a product of a verbal act), (6) waktu, dan (7) tempat (1993:13).

Page 81: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

81

Pragmatik itu sebagai “the study of the ability of language users” dan “the

study of those relations between language and context” (Levinson, 1983)

Pragmatik adalah “the study of language usage” untuk mengungkap perilaku

berbahasa, dan tidak dapat dipisahkan dari konteks (Leech, 1986). Levinson

menekankan fokus kajian pragmatik pada permasalahan kompetensi, yang bersifat

abstrak, sedangkan Leech pada permasalahan performansi yang bersifat kurang

abstrak. Pragmatik mengkaji fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi

(Gazdar, 1979 ; Stalnaker, 1972 ; Levinson, 1983).

Pragmatik mengkaji maksud tuturan, bukan makna kalimat. Makna

(meaning) adalah “unsur dalam” bahasa (linguistic meaning), sedangkan maksud

(intention) adalah “unsur luar bahasa”, yakni sesuatu yang dipahami dan diartikan

oleh pembicara (speaker meaning) berdasarkan konteks tuturan. Sebagai ilmu

yang mengkaji maksud penggunaan bahasa dalam suatu komunikasi pragmatik

sangat mementingkan konteks. Dalam pandangan pragmatik penggunaan bentuk-

bentuk bahasa dalam komunikasi berkaitan erat dengan maksud dan fungsi

tuturan, serta situasi dan konteks dimana tuturan itu digunakan (Austin, 1962:150

; Searle, 1975). Selain mengkaji maksud dan fungsi ujaran, pragmatik juga

mengkaji daya (force) ujaran (Leech, 1986 ; Brown dan Yule 1983 ; Brown dan

Levinson, 1987 ; Levinson, 1983:9 ; Parker, 1986 ; Richards, dkk.,1985:225 ;

Yule, 2006 ).

Pragmatik adalah studi tentang kondisi penggunaan bahasa manusia

berdasarkan konteks sosial (“Pragmatics is the study of the conditions of human

language uses as these are determined by the context of society”) (Mey,1993:42).

Page 82: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

82

Pragmatik berurusan dengan aspek-aspek yang terkait dengan informasi (dalam

pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa, yang muncul

secara alamiah, dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara

konvensional sesuai dengan konteks tempat penyampaiannya (Cruse, 2000).

Percakapan terkait dengan persoalan-persoalan interaksi sosial, konsep-

konsep psikologis, pengetahuan tentang latar, kepercayaan, harapan, serta apa

yang terdapat dalam pikiran penutur. Aspek-aspek ini juga menjadi fokus

pragmatik wacana (Leech, 1986 ; Yule, 2006:144 ; McCarthy,1997:155 ;

Eriyanto, 2001:2). Pengkajian wacana yang berhubungan dengan aspek-aspek ini

mengutamakan perspektif pragmatik (Yule, 2006).

Studi pragmatik berbeda dengan studi tata bahasa yang memfokuskan

pada struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah studi tentang penggunaan

bahasa dalam komunikasi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Parker (1986),

bahwa “Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal

structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to

communicat). Namun demikian, sebagai studi kontekstual terhadap bahasa studi

pragmatik perlu mempertimbangkan struktur bahasa tanpa mengabaikan konteks.

Struktur bahasa adalah ciri-ciri formal bahasa, yaitu ciri fonologik atau ciri

gramatik atau keduanya, yang merupakan dasar analisis dalam tata bahasa formal.

Ciri-ciri itulah yang digunakan untuk menganalisis satuan-satuan gramatikal

(grammatical units). Satuan gramatikal yang dimaksudkan itu diurutkan dari sa-

tuan terbesar sampai pada satuan terkecil, yaitu wacana, kalimat, klausa, frase,

kata, dan morfem. Satuan gramatikal adalah satuan-satuan bahasa yang mengan-

Page 83: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

83

dung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatik (Ramlan, 1985; 2001:24,27).

Lingkup kajian pragmatik adalah semua yang terkait dengan struktur bahasa

sebagai alat komunikasi. Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang

membahas tentang pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang

dibicarakan (Verhaar,1996:14).

Beberapa ahli berpendapat bahwa konsep pragmatik itu muncul dari

pandangan filsafat. Namun, pragmatisme tidak memiliki loyalitas kepada sistem

filsafat atau kenyataan. Kebenaran adalah apa yang bekerja pada saat itu. Tidak

ada dualitas antara realitas dan pengalaman/pengetahuan tentang realitas. Dalam

pragmatik kita perlu berhenti mempertanyakan hubungan antara keduanya. Fokus

adalah pada hasil penelitian. Yang penting adalah masalah penelitian dan semua

pendekatan dapat diterapkan untuk memahami masalah (Creswell,2003:11).

Pragmatik adalah salah satu bagian dari ilmu bahasa (linguistics) yang

memiliki fokus kajian yang luas. Sedangkan, sosiopragmatik merupakan sebuah

pendekatan yang dikenal dalam penelitian-penelitian linguistik, yang dalam

penerapannya memadukan dua bidang ilmu, yaitu sosiologi dan pragmatik.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, lembaga-lembaga di

dalam masyarakat, proses sosial yang ada dalam masyarakat, serta bagaimana

terjadinya, berlangsungnya, serta tetap adanya suatu masyarakat (Chaer dan

Agustina,1995:2). Pendekatan sosiopragmatik hanya diterapkan pada pemakaian

bahasa dalam kondisi sosial tertentu dan terikat pada percakapan lokal, untuk

memahami dan menjelaskan tentang aspek-aspek yang menjadi fokus kajian

pragmatik. Kajian sosiopragmatik adalah sebuah kajian yang mengungkap fakta

Page 84: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

84

pelaksanaan percakapan, diantaranya fakta prinsip kerjasama dan kesantunan yang

dilaksanakan secara berbeda pada masyarakat bahasa dan kebudayaan yang

berbeda, serta dalam kondisi sosial, kelas sosial dan sebagainya yang berbeda

pula. Dalam kajian sosiopragmatik faktor linguistik kurang mendapat perhatian

(Leech,1986).

Bahasa dalam kehidupan manusia tidak berdiri sendiri. Bahasa memiliki

kaitan dengan kehidupan sosial maupun kebudayaan penuturnya. Oleh karena itu,

untuk menghasilkan sebuah deskripsi pragmatik tentang suatu peristiwa

komunikasi dalam suatu masyarakat bahasa, perlu mengaitkannya dengan kondisi

sosial. Deskripsi pragmatik merupakan inferensi sosiologis. Oleh karena itu,

pengetahuan tentang sosiologi dibutuhkan dalam pembutan deskripsi-deskripsi

yang bersifat pragmatis. Dalam kajian sosiopragmatik sosiologi dan pragmatik

sulit untuk dipisahkan, karena kajian sosiopragmatik adalah kajian pragmatik

yang dikaitkan dengan situasi sosial.

Keterkaitan wacana dan pragmatik dapat dipahami dari jenis wacana.

Wacana dapat dibedakan menjadi wacana konvensional dan wacana

nonkonvensional (Wijana, 1999:1-9). Sebagai wacana konvensional wacana jual-

beli dapat mengekspresikan fenomena-fenomena kebahasaan. Fenomena

kebahasaan tidak saja dapat menunjukkan kompetensi komunikatif secara natural,

tetapi juga perilaku-perilaku sosial (Halliday dalam Halliday dan Hasan,1994).

Kajian pragmatik tidak saja berhubungan dengan aspek kompetensi (Levinson,

1983) dan aspek performansi (Leech, 1086). Fokus kajian pragmatik adalah

fenomena-fenomena kebahasaan dalam interaksi sosial.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

85

Fenomena kebahasaan adalah fenomena sosial, yang tidak saja dapat

mengekspresikan kondisi sosial, tetapi juga perilaku-perilaku sosial, tujuan-tujuan

sosial dan sikap sosial. Wacana jual-beli merupakan peristiwa interaksi sosial,

yang di dalamnya dapat dipelajari bermacam-macam fenomena sosial. Fenomena

sosial dapat dijelaskan oleh data kebahasaan. Fenomena kebahasaan tidak saja

dapat dijelaskan secara formal, tetapi juga secara pragmatis.

Sebagai produk yang dihasilkan oleh peristiwa komunikasi/interaksi sosial

wacana jual-beli merupakan bentuk praktik sosial (Fairclough,1998:21-24) ;

gambaran praktik perilaku, serta ekspresi dan representasi fenomena kehidupan

manusia (Halliday dalam Halliday dan Hasan, 1994).

1.8.2.9 Pasar dan Kategori Pasar

Kata “pasar” tidak selalu harus mengacu pada tempat atau bangunan

tertentu. Pasar dapat didefinisikan sebagai “tempat” pelaksanaan aktivitas jual-

beli, dan (2) setiap “hubungan” yang diciptakan oleh penjual dan pembeli suatu

komoditas tertentu untuk mencapai persetujuan jual-beli. Hubungan itu terjadi

disebabkan oleh adanya aktivitas transaksi/negosiasi (tawar menawar). Setiap

hubungan yang terjadi antara pembeli dan penjual suatu komoditas tertentu dalam

jangka waktu tertentu dipandang sebagai pasar, walaupun hubungan tersebut

hanya dilakukan melalui alat komunikasi seperti telepon, internet, dan sebagainya

(Sugiarto, dkk, 2005 : 287-290). Dalam penelitian ini hubungan itu dapat

dibedakan menjadi (1) hubungan yang diciptakan secara langsung (bertatap muka)

dan (2) hubungan yang diciptakan tidak secara langsung (tanpa bertatap muka).

Hubungan yang diciptakan secara bertatap muka dapat dipahami sebagai pasar

Page 86: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

86

tradisional, sedangkan hubungan yang diciptakan tanpa bertatap muka dipahami

sebagai pasar modern, seperti pasar swalayan dan pasar online. Pasar tradisional

mengandalkan komunikasi tatap muka (face to face), sedangkan pasar modern

tidak mengandalkan komunikasi tatap muka. Bahkan pasar modern sekarang ini

mengandalkan teknologi informasi, seperti internet, komputer, gadget, handphone,

dan sebagainya.

Dalam kajian ekonomi mikro pasar dipandang sebagai hubungan

komunikasi modern. Para penjual dan pembeli tidak perlu bertatap muka satu

sama lain untuk membeli dan menjual. Pasar untuk beberapa komoditas diperluas

melampaui suatu kota atau bagian dari kota itu ; untuk komoditas lain mungkin

diperluas melampaui seluruh negara atau bahkan dunia (Salvatore dalam Theory

and Problems of Microeconomic Theory – diterjemahkan oleh Sitompul dan

Manundar, 1996 : 5). Menurut ilmu ekonomi setiap barang ekonomi mempunyai

pasarnya sendiri-sendiri, contoh pasar beras, pasar sayur, pasar jasa angkutan

yang termasuk kategori pasar output, dan pasar modal, pasar tenaga kerja, pasar

tanah yang termasuk kategori pasar input. Di setiap pasar dilaksanakan transaksi

yang dinamakan “transaksi pasar” untuk barang-barang yang ditransaksikan

(Boediono, 2010 :43-44).

Pasar tradisional dapat dijumpai, baik di daerah pedesaan maupun

perkotaan. Di pasar tradisional interaksi Pj dan Pb tidak dibatasi oleh aturan-

aturan (bebas). Pj dan Pb dapat melaksanakan tawar menawar (negosiasi) secara

langsung. Sebaliknya, di pasar modern, seperti pasar swalayan hal-hal yang

demikian hampir tidak pernah terjadi. Di pasar swalayan bisa saja tidak terjadi

Page 87: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

87

percakapan antara Pj dan Pb (Sudono, 2012: 275). Demikian juga di pasar online

yang hanya mengandalkan komunikasi melalui chatting, email, atau melalui

telepon saja. Di pasar online pembeli tidak bisa memeriksa atau menyentuh

barang dagangan sebelum membayarnya. Pembeli hanya bisa melihat melalui

foto-foto saja.

1.9 Metode Penelitian

Dalam sebagian literatur ilmu bahasa, pengertian metode seringkali

dibedakan dengan teknik. Metode dipahami sebagai cara penelitian yang lebih

abstrak, sedangkan teknik dipandang sebagai cara penelitian yang lebih konkrit

atau bersifat operasional. Dalam penelitian linguistik metode dipahami sebagai

strategi kerja berdasarkan ancangan tertentu, sedangkan teknik adalah langkah dan

kegiatan yang dilakukan yang terdapat dalam kerangka strategi kerja tertentu

(Subroto,1992: 32). Metode dan teknik adalah “cara” dalam suatu upaya. Metode

adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan

metode. Teknik ditentukan oleh adanya alat yang dipakai (Sudaryanto, 1993:9).

Metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang

diperlukan dalam suatu penelitian (Arikunto, 2002:136). Metode adalah cara,

sedangkan penelitian adalah kegiatan mengumpulkan data (Ahimsa Putra,

2009:18).

1.9.1 Paradigma Penelitian

Menurut Ahimsa Putra (2009:2) paradigma adalah seperangkat konsep

yang berhubungan satu sama lain secara logis yang membentuk kerangka

Page 88: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

88

pemikiran, yang berfungsi memahami, menafsirkan dan menjelaskan

kenyataan/masalah yang dihadapi. Moleong (2007:49) mengutip beberapa

pendapat, diantaranya pendapat Bogdan dan Biklen (1982) yang menyatakan

bahwa paradigma adalah kumpulan sejumlah asumsi yang tidak ketat, yang

dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan

penelitian. Paradigma adalah “cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir,

menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu, secara khusus tentang visi

realitas” (Harmon dalam Moleong, 2007). Ada dua paradigma yang mendominasi

ilmu pengetahuan, yaitu (1) paradigma ilmiah (scientific paradigm) dan (2)

paradigma alamiah (naturalistic paradigm)xx. Menurut Moleong (2007:53)

masalah, paradigma, teorixxi, dan konteks harus menyatakan kongruensi nilai

(beresonansi) agar inkuiri itu menghasilkan suatu nilai yang berarti.

1.9.2 Pendekatan Penelitian

Untuk memahami dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini

peneliti menggunakan pendekatan sosiopragmatik. Penggunaan pendekatan

sosiopragmatik bertujuan untuk memahami dan menjelaskan penggunaan bahasa

secara spesifik (khusus dalam percakapan jual-beli). Pendekatan sosiopragmatik

tidak saja digunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena kebahasaan

dalam percakapan jual-beli, tetapi juga untuk memahami dan menjelaskan aspek-

aspek yang terkait dengan informasi. Pendekatan ini tidak saja digunakan untuk

memahami dan menjelaskan persoalan-persoalan interaksi, tetapi juga konsep-

Page 89: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

89

konsep psikologis, kepercayaan, dan harapan, serta apa yang terdapat dalam

pikiran penutur (Leech, 1986 ; Yule, 2006:144 ; McCarthy,1997:155).

Pendekatan sosiopragmatik digunakan juga untuk memahami dan

menjelaskan fenomena-fenomena sosial, yaitu tindakan-tindakan masyarakat

dalam melaksanakan aktivitas sosial, seperti aktivitas transaksi jual-beli,

bagaimana mewujudkan tindakan-tindakan itu, serta apa yang melatarbelakangi

terjadinya setiap tindakan (a mode of doing, being, and becoming) (Schifrin dalam

Aronoff dan Rees-Miller, 2001:428-429). Pendekatan yang dilakukan dimulai

dengan memahami latar belakang sosial peserta tutur dalam sebuah peristiwa

komunikasi, yaitu usia, gender, status sosial, yang membuat penutur memilih

salah satu bentuk tutur, dan bukan bentuk tutur yang lain (Leech, 1986 ; Tarigan,

1990 ; Crystal, 1997).

1.9.3 Satuan Kajian Penelitian

Fokus satuan kajian (unit of analysis) dalam penelitian adalah (1) tuturan-

tuturan, (2) tindakan-tindakan individu, dan (3) konteks tutur. Fokus satuan kajian

tuturan-tuturan adalah tuturan-tuturan yang direalisasikan secara formal oleh

satuan-satuan lingual berupa kalimat, klausa, frasa, kata, morfem, serta ungkapan-

ungkapan. Fokus satuan kajian tindakan-tindakan individu adalah tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh individu Pj dan Pb dalam melaksanakan percakapan

jual-beli, yang diekspresikan oleh tuturan-tuturan. Baik tuturan-tuturan maupun

tindakan-tindakan dipahami dalam konteks tutur. (lihat hal 41-42). Selanjutnya

fokus satuan kajian konteks tutur adalah segala aspek yang terkait dengan tuturan

dan yang melingkupi tuturan. Tujuan dari setiap satuan kajian untuk menjaring

Page 90: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

90

sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber yang mencerminkan

beragam realitas dalam masyarakat (Moleong, 2007). Dalam penelitian ini realitas

itu tidak untuk dibandingkan.

1.9.4 Teknik Pemilihan Sampel, Jenis Sampel, dan Penetapan Informan

Teknik pemilihan sampel (sampling) secara kualitatif berbeda dengan

nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel dipilih dari suatu populasi.

Oleh sebab itu sampel dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Pada

penelitian nonkualitatif sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi

(Moleong, 2007:223). Sedangkan, penelitian kualitatif berkaitan erat dengan

faktor-faktor kontekstual. Menurut paradigma alamiah seorang peneliti harus

mulai dengan asumsi bahwa konteks itu bersifat kritis. Oleh sebab itu, setiap

konteks ditangani dari segi konteksnya sendiri. Tujuan sampling secara kualitatif

adalah menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber.

Tujuannya bukan untuk memfokuskan diri pada perbedaan-perbedaan yang

kemudian dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuan sampling dalam

penelitian kualitatif adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari

rancangan dan teori yang muncul (Lincoln dan Guba dalam Moleong, 2007:223-

224).

Untuk penyediaan data peneliti menggunakan teknik pemilihan sampel

bertujuan (purposive sampling) atau teknik pemilihan sampel secara menghakimi

(judgmental sampling) yang termasuk kategori teknik non-probability sampling.

Non-probability sampling berfokus pada teknik pengambilan sampel pada satuan

(unit) yang dikaji yang didasarkan pada penilaian peneliti. Pendekatan non-

Page 91: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

91

probabilitas lebih cocok untuk penelitian kualitatif mendalam karena sering

fokusnya untuk memahami fenomena sosial yang kompleks. Teknik pemilihan

sampel bertujuan berdasarkan pertimbangan peneliti tentang siapa yang memiliki

keahlian di bidang yang sedang diteliti (Marshall,1996 ; Small, 2009).

Pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara ini hanya atas dasar

pertimbangan peneliti yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada

dalam anggota sampel yang diambil (Nasution,2003:5). Sampel adalah “sebagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi” (Sugiyono, 2005:74-

78). Untuk menghindari terjadi bias dalam penentuan data peneliti melakukan

langkah-langkah pemilihan sampel berdasarkan ciri-ciri purposive sampling, yaitu

(1) sampel tidak ditentukan terlebih dahulu, tapi berdasarkan rancangan sampel

yang muncul, (2) sampel dipilih secara berurutan, (3) sampel disesuaikan secara

berkelanjutan, (4) pemilihan sampel diakhiri jika sudah terjadi pengulangan

(Moleong, 2007:224-225). Dalam hal ini Moleong merekomendasikan teknik

pemilihan sampel bola salju (snowball sampling). Teknik purposive sampling

diakui memiliki kekurangan dan kelebihannyaxxii. Namun demikian teknik ini

dipandang dapat mengarahkan peneliti pada sumber data yang tepat dan penting

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Teknik penentuan sampel bola salju (snowball sampling) adalah teknik

pemilihan sampel berdasarkan rekomendasi dari informan sebelumnya. Teknik

pemilihan sampel semacam ini dilakukan dengan cara menemui informan

pertama, dan dari informan tersebut diharapkan dapat diperoleh informasi tentang

informan berikutnya yang mengetahui berbagai informasi yang diperlukan

Page 92: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

92

(Sutopo, 2006:45-46). Tujuan snowball sampling untuk memperoleh sebanyak-

banyaknya sampel yang bervariasi (Moleong, 2007:224). Teknik snowball

sampling digunakan, karena peneliti ingin memperluas informasi.

Dalam penelitian linguistik sampel merupakan bahan penelitian, yaitu

bahan mentah dan bukan bahan jadi. Secara teknis bahan jadi penelitian disebut

data. Sebagai bahan jadi, data diturunkan dari sample (Sudaryanto, 1988;1990).

Sampel penelitian ini adalah percakapan-percakapan dan tindakan-tindakan

individu Pj dan Pb, serta jawaban-jawaban (alasan-alasan dan penjelasan-

penjelasan) informan.

Untuk mendalami, memahami, dan menjelaskan data lisan dan semua

fakta penelitian yang terkait dengan masalah penelitian, serta untuk menguji

ketepatan data intuisi peneliti melibatkan informan. Informan itu dibedakan

menjadi informan utama (IU) dan informan tambahan (IT). IU adalah kelompok

Pj dan Pb, dan IT adalah informan yang bukan berasal dari kelompok Pj dan Pb.

IU yang berasal dari kelompok penjual dan pembeli, berjumlah 16 orang,

yang terdiri dari : petani 3 orang, peternak 2 orang, pedagang 5 orang, pensiunan

2 orang, guru 1 orang, pegawai (PNS/swasta) 1 orang, dan perangkat

pemerintahan desa 2 orang. Selanjutnya IT yang berasal dari kelompok bukan Pj

dan Pb berjumlah 14 orang, yang terdiri dari : petani 2 orang, peternak 2 orang,

pedagang 3 orang, pensiunan 1 orang, guru 2 orang, pemerhati sosial-budaya 2

orang, dan perangkat pemerintahan desa 2 orang. Jumlah keseluruhan informan 30

orang.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

93

Kriteria penentuan informan adalah (1) usia : di atas 30 tahun, (2) gender :

laki-laki dan perempuan, (3) pendidikan : SD, SMP, SMA, sarjana, (4) pekerjaan :

petani, peternak, pedagang, guru, pegawai (PNS/swasta), pensiunan, perangkat

pemerintahan desa, (5) suku : Minahasa, (6) memiliki pengetahuan/kemampuan

bahasa, (7) penduduk desa setempat, (8) lama berdomisili di desa minimal 15

tahun, (9) pernah terlibat dalam aktivitas jual-beli, (10) antarinforman tidak ada

hubungan keakraban, dan (11) antara informan dan peneliti tidak ada hubungan

keakraban.

1.9.5 Data, Jenis Data, dan Sumber Data

Data adalah sejumlah fakta yang telah diseleksi berdasarkan relevansinya

secara logis dengan masalah penelitian dan kerangka teori atau paradigma yang

digunakan, untuk memahami dan menjelaskan masalah penelitian. Fakta

penelitian dapat dikatakan sebagai sesuatu yang obyektif, karena selalu didasarkan

pada kenyataan tertentu (Ahimsa Putra, 2009:16). Jenis data penelitian ini adalah

data kualitatif, yang berbeda dengan data kuantitatif. Data kualitatif berupa

pernyataan-pernyataan mengenai isi, sifat, ciri, keadaan dari sesuatu atau gejala,

atau pernyataan dari hubungan-hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain,

seperti benda-benda, pola-pola perilaku, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-

norma, atau bisa juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu masyarakat

(Ahimsa-Putra, 2009:18).

Data penelitian ini meliputi (1) data lisan (tutur), (2) data tindakan-

tindakan individu, (3) data yang terkait dengan konteks tutur, (4) data wawancara,

(5) data intuisi bahasa, dan (6) data tulis. Data lisan (tutur) diperoleh dari

Page 94: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

94

percakapan penjual dan pembeli dan data tindakan-tindakan diperoleh dari tuturan

penjual dan pembeli. Secara kualitatif kata-kata dan tindakan-tindakan disebut

sebagai data primer, dan selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen dan

lain-lain (Lofland dan Lofland dalam Moleong, 2007:157). Dalam penelitian

linguistik data yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah data lisan (tutur).

Data lisan (tutur) dipahami sebagai “data mentah”. Data ini ditranskripsikan ke

dalam lembar data dan diklasifikasikan sesuai dengan tipe permasalahan yang

dikaji. Hasilnya disebut sebagai “data jadi”. (Sudaryanto, 1993). Data yang terkait

dengan konteks tutur diperoleh dari situasi percakapan jual-beli dan situasi yang

melingkupi percakapan.

Data wawancara (interview) diperoleh dari informan. Menurut Felix &

Cesar (2003 : 239) data wawancara adalah data alami (natural data) atau data

etnografis (ethnographic data). Selanjutnya data tulis diperoleh dari dokumen

(buku-buku dan hasil-hasil penelitian tentang Minahasa). Kedua jenis data ini

digunakan untuk mendalami data lisan dan data tindakan-tindakan, serta untuk

memahami dan menjelaskan fenomena kebahasaan dalam percakapan jual-beli.

Data penelitian termasuk juga data intuisixxiiiatau intuisi bahasa. Sumber data ini

adalah peneliti. Meskipun data bahasa dapat dibangkitkan oleh peneliti (sebagai

instrumen penelitian), namun data itu dikonfirmasikan lagi dengan penutur

lainnya. Tujuannya untuk mengetahui apakah data itu sudah sesuai dengan

penggunaan bahasa secara umum pada masyarakat. Kesahihan atau ketepatan data

bahasa diuji pada pemakaian bahasa orang lain dalam masyarakat bahasa yang

sama (Sudaryanto,1993). Penelitian linguistik dapat memanfaatkan tiga sumber

Page 95: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

95

data, yaitu data lisan (tutur), data tulis, dan intuisi bahasa peneliti (Langacker

(1972:15). Dilihat dari karakteristik data, penelitian ini dikategorikan sebagai

penelitian linguistik.

1.9.6 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan data kualitatif. Dilihat dari jenis datanya maka

penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dll., dari subjek penelitian secara holistik, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah, dan

mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata (Moleong, 2007:6). Menurut

Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang

berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif, serta merupakan

suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu.

Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran itu dinamis, dan hanya dapat

ditemukan melalui kajian terhadap interaksi orang-orang dan situasi sosial mereka

(Danim, 2002).

Penelitian kualitatif bertujuan memahami fenomena-fenomena sosial dari

sudut pandang partisipan. Pada kebanyakan penelitian kualitatif penyediaan data

dilakukan dengan beberapa strategi yang didasarkan pada jenis data yang ingin

diperoleh. Penelitian kualitatif dapat menggunakan beberapa strategixxiv dalam

penyediaan data (Creswell, 2007). Penelitian kualitatifxxv dipandang juga sebagai

explanatory atau confirmatory researchxxvi, yakni jenis penelitian yang bertujuan

untuk mengeksplorasi dan menjelaskan makna yang dianggap oleh sekelompok

Page 96: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

96

orang muncul dari permasalahan sosial/kemanusiaan (Cresswel, 2010 : 38-44).

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi

interaktif dan fleksibel (Creswell, 2010).

Penelitian eksplanatoris adalah jenis penelitian yang berupaya

menguraikan dan menjelaskan bagaimana bahasa itu digunakan oleh penuturnya

dalam konteks (Van Valin dan Lapola, 1999:3). Penjelasan adalah cara untuk

mengungkap pengetahuan baru dan melaporkan hubungan antara aspek-aspek

yang berbeda dari fenomena yang diteliti, untuk menjawab pertanyaan "mengapa"

(Babbie Earl dalam Hin Sze, 2007), seperti yang dapat dipahami dalam kutipan

pernyataannya sebagai berikut :

In scientific research, explanation is one of several "purposes" for

empirical research. Explanation is a way to uncover new knowledge, and

to report relationships among different aspects of studied phenomena.

Explanation attempts to answer the "why" question. Explanations have

varied explanatory power. The formal hypothesis is the theoretical tool

used to verify explanation in empirical research. (lih. Remler dan Van

Ryzin, 2011).

Dilihat dari perspektif linguistik penelitian yang bersifat kualitatif adalah

penelitian yang fokus perhatiannya pada pemahaman makna fenomena lingual

yang melibatkan konteks (Subroto,1992:7 ; Sugiyono, 2005:1). Makna dari

fenomena lingual terungkap dalam data penelitian dan dijelaskan berdasarkan

kerangka teoretis yang digunakan.

1.9.7 Lokasi Penelitian

Lokasi pasar tradisional yang dipilih adalah (1) pasar sayur, rempah dan

buah, pasar beras, pasar ikan, dan pasar daging, (2) warung sembako, (3) kios

Page 97: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

97

tempat penjualan aneka komoditas pertanian (khusus cengkih dan kopra), dan (4)

tempat usaha keluarga (usaha ternak dan pembuatan batu bata).

1.10 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Menurut perspektif linguistik untuk memecahkan masalah penelitian

dibutuhkan tiga tahap, yakni (1). penyediaan data, (2). penganalisisan data, dan

(3). penyajian hasil analisis data. Untuk melakukan ketiga tahapan tersebut

diperlukan metode dan teknik untuk setiap tahapannya (Sudaryanto, 1993:5).

Menurut Creswell (2010:11) metode yang digunakan untuk kajian pragmatik

haruslah termasuk metode-metode yang paling mungkin untuk menjawab

pertanyaan penelitian, serta memenuhi kebutuhan peneliti dan tujuan penelitian.

Dalam hal ini metode campuran sangat mendukung (“methodology used has to

include methods that are most likely to answer research question. Concern is with

what works. Methods chosen needs to meet needs of researchers and purposes of

research. Strongly supports mixed methods”).

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode (prosedur) penyediaan

data, yaitu metode observasi, metode wawancaraxxvii, dan metode intuisi atau

refleksif-introspektif (Langacker, 1972:15 ; Leedy, 1980 ; Sudaryanto, 1993:121).

Metode observasi dan wawancara tidak hanya dikenal dalam literatur ilmu sosial

tapi juga dalam ilmu bahasa, (Chaika, 1982: 23-25; Kartomiharjo, 1988: 17-19 ;

Spolsky, 2003: 9-12 ; Nasution, 2004: 106-113). Metode observasi adalah

metode yang diterapkan dalam penelitian dengan cara mengamati objek kajian

dalam konteksnya. Metode observasi dilakukan dengan dua cara, yakni (1)

Page 98: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

98

observasi berperanserta (nonparticipation observation) dan (2) observasi tidak

berperanserta (nonparticipation observation) (Moleong, 2007). Dalam

melaksanakan metode observasi berperan serta peneliti melibatkan diri dalam

pelaksanaan aktivitas jual-beli. Dengan demikian peneliti dapat leluasa

memperhatikan tuturan Pj dan Pb, dapat mengamati cara-cara/tindakan-tindakan

mereka dalam melaksanakan transaksi, dan dapat mempelajari situasi yang sedang

berlangsung. Sedangkan untuk melaksanakan metode observasi tidak

berperanserta peneliti hanya mengamati proses pelaksanaan aktivitas.

Dalam penelitian linguistik metode observasi dipahami sebagai metode

simak. Dalam melaksanakan metode simak peneliti melakukan teknik sadap dan

teknik catat (Sudaryano, 1993). Penyadapan dilakukan dengan dua teknik yaitu

(1) teknik simak libat cakap (SLC) dan (2) teknik simak bebas libat cakap

(SBLC). Kegiatan dalam melaksanakan teknik SLC adalah menyimak sambil

berperan serta atau terlibat langsung dalam percakapan. Ketika seorang Pj dan Pb

terlibat dalam percakapan pada saat itu peneliti menyimak sekaligus terlibat dalam

percakapan. Sedangkan dalam melaksanakan teknik SBLC peneliti tidak terlibat

dalam percakapan. Peneliti hanya bertindak sebagai pemerhati yang menyimak

percakapan. Penyadapan dilakukan dengan menggunakan teknik rekam, yaitu

merekam percakapan-percakapan tanpa diketahui oleh Pj dan Pb sebagai sumber

data. Tujuannya agar data dapat disediakan dengan seideal dan senatural mungkin.

Cara semacam ini menurut Wardaugh adalah cara yang mengacu pada konsep

observer’s paradox (Wardhaugh, 1988 : 18-19). Teknik rekam ini sangat

menunjang teknik sadap, baik teknik SLC maupun teknik SBLC.

Page 99: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

99

Selanjutnya teknik catat dilakukan dengan cara mencatat data pada kartu

data. Setelah proses pencatatan data selesai, dilanjutkan dengan klasifikasi data

(Sudaryanto, 1993). Data yang dicatat tidak saja data lingual, tetapi juga data

nonlingual, yaitu aspek-aspek yang terkait dengan latar belakang identitas Pj dan

Pb, serta faktor-faktor situasional berhubungan dengan situasi tutur yang sedang

berlangsung, seperti topik pembicaraan, tempat pembicaraan, sudut pembicaraan,

dan situasi bicara (Suwito, 1985:24).

Selanjutnya dalam melaksanakan metode wawancara peneliti

menggunakan teknik wawancara terbuka atas sepengetahuan pihak yang

diwawancarai, dan tujuan pelaksanaan wawancara juga diketahui oleh pihak yang

diwawancarai (Moleong, 2007:189). Untuk mengarahkan informan dalam

memberi informasi yang sebenarnya peneliti menggunakan teknik elisitasi atau

teknik pancing (lih.Spolsky, 2003: 9). Selain metode observasi dan wawancara,

penyediaan data penelitian ini menggunakan juga metode intuisi (Langacker,

1972) atau metode refleksif-introspektif (Sudayanto, 1993). Sesuai ketentuan

metode intuisi peneliti tidak hanya berperan sebagai penerima tutur, tetapi juga

berperan sebagai penutur dengan melibatkan segenap pengetahuan dan

kemampuan sebagai penutur asli. Peneliti tidak saja berperan sebagai penutur asli,

tetapi juga membangkitkan data bahasa yang dimiliki, dan mengujinya dengan

menggunakan kemampuan intuitif. Penggunaan metode ini tidak bertujuan untuk

mendapatkan data final (Langacker,1972:15). Metode refleksif-introspektif adalah

metode yang memanfaatkan secara optimal peran peneliti sebagai penutur bahasa

tanpa mengenyampingkan peranan kepenelitian itu sendiri (Sudaryanto,

Page 100: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

100

1993;121). Setiap metode dan teknik penyediaan data penelitian diakui memiliki

kekurangan dan keunggulannya (Nababan,1993:9). Demikian juga metode dan

teknik penyediaan data yang digunakan dalam penelitian ini.

1.10.1 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk mendapatkan data yang terpercaya (trustworthiness) dilakukan

teknik pemeriksaan data dengan cara mengamati dengan teliti, menelaah, serta

menguraikan faktor-faktor yang menonjol dalam situasi yang berhubungan

dengan masalah penelitian (Moleong, 2007:329-330). Selanjutnya melakukan

teknik triangulasi (sumber, metode, peneliti). Triangulasi dengan sumber

dilakukan dengan cara mengkonfirmasi data dengan sumber data, yaitu Pj dan Pb

(sebagai informan utama) dan informan tambahan. Tujuan triangulasi dengan Pj

dan Pb adalah (1) untuk membandingkan data hasil observasi berperan serta dan

tidak berperan serta, (2) untuk mengkonfirmasi apa yang dimaksudkan penutur

dalam tuturannya, (3) untuk membandingkan antara apa yang dimaksudkan

penjual/pembeli (sebagai penutur) dalam tuturannya dan apa yang dikatakannya

secara pribadi dalam pelaksanaan wawancara, (4) untuk mengetahui kesamaan

dan perbedaan antara pemahaman (interpretasi) peneliti dan pemahaman mitra

tutur tentang maksud tuturan, (5) untuk memastikan kecocokkan data hasil

observasi berpartisipasi (langsung maupun tidak langsung) dengan masalah

penelitian, dan (6) untuk memastikan faktor-faktor yang mempengaruhi tuturan.

Triangulasi dangan informan tambahan dilakukan dengan cara

mewawancarai. Tujuan triangulasi dengan informan tambahan adalah (1) untuk

mengetahui kesamaan dan perbedaan antara pandangan penutur yang satu dan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

101

pandangan, pemikiran/pendapat penutur yang lain tentang aktivitas jual-beli,

seperti pandangan, pemikiran/pendapat rakyat biasa, orang berpendidikan

menengah dan berpendidikan tinggi, orang kaya, dan orang yang berkuasa (orang

pemerintahan), dan (2) untuk membandingkan data hasil wawancara dengan

informan utama (Pj dan Pb), serta data hasil observasi dengan data hasil

wawancara. Triangulasi dengan sumber tidak bertujuan untuk menemukan

“kesamaan”, tetapi untuk mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan-

perbedaan (Patton, 1987 dalam Moleong, 2007 : 331).

Triangulasi dengan metode dilakukan dengan cara (1) pengecekan

penemuan penelitian tentang metode penyediaan/pengumpulan data yang

digunakan dan (2) pengecekan beberapa sumber data (peneliti lainnya) yang

menggunakan metode yang sama. Triangulasi dengan peneliti dilakukan dengan

cara berdiskusi dengan peneliti lainnya, untuk membandingkan hasil analisis

dengan hasil analisis peneliti lainnya, agar data yang dikumpulkan tidak

melenceng dari tujuan. (Patton dalam Moleong 2007:330-332). Meskipun tidak

semua fakta adalah data, namun fakta penelitian dapat dikatakan sebagai sesuatu

yang obyektif, karena selalu didasarkan pada kenyataan tertentu (Ahimsa Putra,

2009:16). Oleh karena itu, fakta tidak dapat diperiksa/ditentukan derajat

kepercayaannya oleh satu atau lebih teori (Lincoln dan Guba 1981 : 307 dalam

Moleong, 2007:331).

1.11 Model dan Tahapan Analisis Data

Tujuan penelitian ini tidak hanya menjelaskan “bagaimana” fakta

pemakaian bahasa dalam WJB, tetapi juga menjelaskan “mengapa” fakta

Page 102: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

102

pemakaian bahasa itu demikian (sesuai data). Untuk menjawab kedua pertanyaan

ini peneliti menggunakan model penalaran induktif. Penalaran induktif didasarkan

pada keyakinan bahwa analisis secara induktif dapat menemukan sejumlah realita

yang terdapat dalam data tuturan. Datanya dapat dikenali dan akuntabel. Teknik

analisis induktif dapat menunjukkan secara eksplisit hubungan peneliti dan

subyek penelitian. Pada prinsipnya penelitian kualitatif menggunakan model

penalaran induktif (Creswell, 2010:259-263). Namun demikian, penggunaan teori-

teori kebahasaan dalam mengarahkan penelitian ini memungkinkan peneliti untuk

melibatkan juga penalaran deduktif. Menurut paradigma linguistik penalaran

deduktif berpegang pada keyakinan bahwa data lingual pada hakikatnya

mengandung fakta lingual (Kridalaksana,2005:11 ; Sudaryanto, 1993:165).

Untuk mempersiapkan analisis data lisan terlebih dahulu peneliti

melakukan mengumpulkan semua data tuturan, mendengarkan hasil rekaman, dan

membaca catatan-catatan untuk memastikan kelengkapan data. Setelah dipastikan

data percakapan sudah lengkap barulah ditentukan tahapan analisis datanya.

Tahapan analisis data lisan (tuturan) adalah (1) mempelajari tuturan Pj dan Pb

dalam percakapan, (2) mempelajari catatan-catatan, (3) memilah-milah data, (4)

melakukan verifikasi data ; mengidentifikasi data-data yang relevan, (5)

mengklasifikasi data berdasarkan masalah penelitian, (6) mentranskripsikan data

tutur ke dalam lembar data, (7) memahami (menginterpretasi) data (data verbal

dan data nonverbal), (8) melakukan telaah konteks, (9) mencocokkan hasil

pemahaman (interpretasi) dengan data hasil rekaman percakapan dan catatan-

catatan, (10) mendeskripsikan hasil pemahaman (interpretasi), (11) membuat

Page 103: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

103

catatan tentang hasil pemahaman yang masih diragukan, dan (12) membuat

inferensi (penyimpulan) sementara.

Setelah melakukan analisis data lisan peneliti menyiapkan pertanyaan-

pertanyaan wawancara dan melaksanakan wawancara/konfirmasi data pada

sumber data. Setelah selesai melaksanakan wawancara peneliti mempersiapkan

analisis data hasil wawancara. Sebelum melaksanakan analisis peneliti terlebih

dahulu mendengarkan hasil rekaman wawancara dengan informan dan memeriksa

catatan-catatan selama pelaksanaan wawancara. Selanjutnya peneliti menetapkan

langkah-langkah analisis, yaitu (1) mengidentifikasi setiap jawaban dan alasan

pemberian jawaban/penjelasan informan, (2) memilah-milah dan mengklasifikasi

setiap jawaban/penjelasan informan berdasarkan isi/alasannya, (3) melakukan

verifikasi data ; mengidentifikasi data-data yang relevan, (4) mengklasifikasi data

berdasarkan masalah penelitian, (5) mempelajari isi jawaban/penjelasan informan,

(6) mempelajari alasan-alasan pemberian jawaban/penjelasan informan, (7)

mempelajari persamaan dan perbedaan jawaban/penjelasan antara informan yang

satu dan informan yang lainnya, (8) mempelajari persamaan dan perbedaan antara

hasil wawancara dan hasil pemahaman (interpretasi) data tutur, (9) mempelajari

kembali konteks situasi tutur dan segala konteks yang melingkupi, (10) membuat

inferensi sementara, (11) memastikan kelengkapan data, (12) melanjutkan

wawancara (jika data masih dianggap belum lengkap), dan (13) membuat

inferensi akhir.

Untuk mendapatkan inferensi yang tepat, pemahaman data tidak hanya

didasarkan pada pemahaman (interpretasi) tuturan, tetapi mengaitkan juga tuturan

Page 104: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

104

dan hasil pemahamannya dengan kondisi sosial-budaya masyarakat setempat.

Tujuannya untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan “mengapa”.

i Perilaku adalah segala bentuk tanggapan atau reaksi seseorang terhadap objek yang berwujud

tingkah laku, tindakan, atau gerakan. Reaksi tersebut dapat bersifat sederhana (bisa teramati

secara langsung) dan dapat pula kompleks (tidak teramati secara langsung). Kegiatan-kegiatan

yang tidak dapat diamati itu merupakan kondisi interaksi dalam diri manusia. Pada hakikatnya

setiap perilaku manusia merupakan ekspresi perilaku sosial (Hull dalam Margaret E. Bell

Gretler, 1991, hal.77). Menurut Hull segala sesuatu yang dilakukan manusia untuk

memperjuangkan dan mempertahankan hidup disebut sebagai tingkah laku. Manusia selalu

diperhadapkan dengan kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan biologis. Kebutuhan adalah

dorongan (drive) yang ada dalam diri manusia yang memunculkan tingkah laku untuk

pemenuhan suatu kebutuhan. Tingkah laku berfungsi menjaga kelestarian mahluk hidup.

Perilaku manusia dapat dibedakan menjadi (1). perilaku terbuka (overt behavior), yaitu

perilaku yang tampak dalam peristiwa interaksi manusia dengan lingkungan (biotik, abiotik,

sosial), dan (2). perilaku tertutup (covert behavior), yaitu perilaku yang berupa kegiatan

berpikir, membayangkan, merasakan, dan merencanakan. Kegiatan semacam ini tidak dapat

diamati secara langsung, karena ada di dalam diri manusia (Smith, dkk, 1986 : 4).

ii Jual-beli (trade) diartikan sebagai (1). perdagangan (perdagangan eceran), (2). kejujuruan,

ketrampilan, (3).pembeli, langganan, (4). tukar menukar (tukar menukar dengan sepadan,

tukar tambah), berdagang atau berniaga (berdagang dimana-mana ; suka berbelanja) (periksa

Kamus Inggris – Indonesia, Echols & Shadily, tahun 2003, hlm 599). Jual-beli adalah (1).

deal ‘a business agreement’ ; buy and sell, (2). do business with ; exchange (periksa The

Advanced Learner’s Dictionary of Current English, hlm, 1366). iii “Dalam penelitian kuantitatif, teori berperan sebagai penjelasan awal tentang hubungan

antarvariabel yang diuji oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif, teori berperan sebagai

perspektif bagi penelitian dan terkadang pula justru dihasilkan selama penelitian itu

berlangsung. Dalam penelitian metode campuran, teori bisa digunakan untuk beragam tujuan,

bergantung pada fleksibilitas penggunaannya dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif” (lih.

John W. Creswell, 2010 : xiii dalam Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed, cetakan I, diterjemahkan oleh Achmad Fuwaid).

iv (1) Setting and scene, mengacu pada tempat, ruang, waktu terjadinya peristiwa tutur, serta

kondisi fisik lainnya atau suasana pertuturan, (2) Participant, yaitu pihak-pihak yang berperan

dalam peristiwa tutur, (3) Ends (purpose and goal), yaitu mengacu pada tujuan dan hasil

komunikasi, (4) Act sequence, yaitu mengacu bentuk (tindakan) dan isi (pesan) tuturan, (5)

Key, mengacu pada cara berkomunikasi ; ragam bahasa (santai, serius) dan nada suara (tinggi,

rendah) yang digunakan dalam menyampaikan pesan, (6) Instrumentalities, mengacu pada

sarana ; bentuk bahasa (tulis, lisan) dan jenis tuturan (standar atau dialek) yang digunakan, (7)

Norms, yaitu mengacu pada aturan-aturan dalam berinteraksi, dan (8) Genre, mengacu pada

jenis/tipe teks yang digunakan, seperti dongeng, iklan, dsbnya (Hymes, 1972 dalam

Renkema,1993: 44).

v Diglosia adalah situasi hadirnya dua bahasa baku, dimana yang satu dihargai lebih tinggi

statusnya dan yang satu lebih rendah statusnya. Bahasa yang berstatus lebih tinggi digunakan

dalam situasi-situasi resmi, sedangkan bahasa yang berstatus lebih rendah digunakan dalam

situasi yang tidak resmi. Tinggi rendahnya status yang dikenakan pada dua bahasa

menyiratkan bahwa setiap variasi bahasa memiliki fungsi yang berbeda. Perbedaan fungsi

Page 105: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

105

pada dua bahasa menunjukkan bahwa diglosia dengan fungsi H (high) bersifat lebih formal

dan diglosia dengan fungsi L (low) bersifat lebih informal dan santai.

vi Lih. Penjelasan Dell Hymes tentang komponen tutur sebagai faktor yang memengaruhi

penggunaan bahasa dalam Toward Ethnograpies of Communication : The Analysis of

Communicative Events dalam Pier P.Giglioli (editor) : Language and Social Context, 1973,

hal 21-24. Band. Soepomo Poedjosoedarmo & John. U Wollf, 1982 ; Soepomo

Poedjosoedarmo, 1984 ; M.A.K.Halliday dan Ruqaiya Hasan, 1992,tentang Field, Tenor, dan

Mode.

vii Dalam refisi makalahnya yang berjudul A Taxonomy of Illocutionary Acts Searle mengubah

istilah representative menjadi assertive.

viii Menurut Grice (1975) maksim adalah manifestasi khusus dari “prinsip”, yang selanjutnya

menurut Leech (1983) pendapat ini akan berhadapan dengan beberapa masalah, yaitu : (1).

Prinsip/maksim berlaku secara berbeda dalam konteks penggunaan bahasa yang berbeda, (2).

Prinsip/maksim berlaku pada tingkatan yang berbeda : tidak ada prinsip yang berlaku secara

mutlak, atau yang tidak berlaku sama sekali, (3). Prinsip/maksim dapat berlawanan satu

dengan yang lain, (d). Prinsip/maksim dapat dilanggar tanpa meniadakan jenis tindakan yang

dikendalikannya.” Band. Pengembangan maksim kerja sama (PK), prinsip sopan santun (PS)

dan tentang maksim kearifan dari Geoffrey Leech dalam “Prinsip-Prinsip Pragmatik”,

diterjemahkan oleh M.D.D. Oka, tahun 1993, hal 161-217.

ix Mohon diperiksa penjelasan Nadar dalam buku Pragmatik dan Penelitian Pragmatik (2009),

halaman 27-28

x Lih. The Contemporary English-Indonesian Dictionary, Peter Salim, 1991: 936, penerbit

Modern English Press, edisi keempat).

xi Implikatur konvensional adalah “makna yang dipahami atau diharapkan pada bentuk-bentuk

bahasa tertentu tetapi tidak terungkap”. Mis. dalam dialog A : Ayo, lekas berangkat, B : Ini

baru jam enam, aku belum sarapan. Artinya ‘B mau menyatakan bahwa kebiasaannya

sebelum pergi, ia harus sarapan’.

xii Implikatur percakapan adalah “makna yang dipahami tetapi tidak atau kurang terungkap

dalam apa yang diucapkan”. Mis. dalam dialog B : Silahkan makan sekenyangnya, B : Saya

tadi ikut pesta ulang tahun kemenakan saya. Artinya ‘B menolak makan karena kenyang’ (lih.

Kridalaksana dalam Kamus Linguistik, 2008:91, penerbit Gramedia Pustaka Utama, edisi

keempat).

xiii Stephen C. Levinson dalam Pragmatics, tahun 1983, hal 97-100, hubungkan dengan keempat

maksim percakapan menurut versi Grice, hal 101-113.

.

Implikasi (implication) adalah “maksud, pengertian yang tidak disebutkan secara langsung,

pertanda”. Mis. She smiled with the implication that she didn’t believe you. Artinya ‘dia

tersenyum pertanda dia tidak mempercayaimu’ (lih. The Contemporary English-Indonesian

Dictionary, Peter Salim, 1991:936, penerbit Modern English Press, edisi keempat).

Implikatur konvensional adalah “makna yang dipahami atau diharapkan pada bentuk-bentuk

bahasa tertentu tetapi tidak terungkap”, mis dalam dialog A : Ayo, lekas berangkat, B : Ini

baru jam enam, aku belum sarapan. Artinya ‘B mau menyatakan bahwa kebiasaannya

sebelum pergi, ia harus sarapan’.

Page 106: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

106

Implikatur percakapan adalah “makna yang dipahami tetapi tidak atau kurang terungkap

dalam apa yang diucapkan”, mis. dalam dialog A : Silahkan makan sekenyangnya, B : Saya

tadi ikut pesta ulang tahun kemenakan saya. Artinya ‘B menolak makan karena

kenyang’(Kridalaksana dalam Kamus Linguistik, 2008:91, penerbit Gramedia Pustaka Utama,

edisi keempat).

xiv Berkenaan dengan presuposisi (praanggapan), mohon diperiksa pula Parker (1986) dan

Kaswanti Purwo (1990).

xv Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, dalam Human Communication. Edisi ke-7. New York :

McGraw-Hill, 1994, hlm 7.

xvi Syarat-Syarat komunikasi adalah, (1). harus terbatas pada pesan yang diarahkan secara

sengaja kepada orang lain dan diterima, (2).harus meliputi keseluruhan perilaku yang

memiliki makna bagi penerima (disengaja ataupun tidak), (3).harus mencakup segala pesan

yang dikirim secara sengaja, namun kesengajaan itu sulit ditentukan. Esensi komunikasi

sebenarnya terletak pada proses, yakni suatu aktivitas yang memungkinkan terjalinnya

hubungan antarpengirim dan penerima pesan. Komunikasi sebagai proses menghasilkan

tindakan, perubahan, pertukaran dan perpindahan.

xvii Lih. Soeseno Kartomihardjo dalam “Pemahaman Wacana Antar Budaya”, makalah

disampaikan dalam Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Kesepuluh (PELLBA

10), Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya, Jakarta, 1996, hl.1.

xviii Karakteristik yang dimaksudkan Burgoon tampak dalam kutipan berikut ini, yaitu“(1).

Nonverbal codes tend to be analogic rather than digital, (2). But not all, nonverbal code is

iconity, or resemblance. Icon (as when you depict the shape of something with your hand),

(3). Certain nonverbal codes seem to elicit universal meaning, (4). Nonverbal codes enable

the simultaneous transmission of several messages, (5). Nonverbal signals often evoke an

automatic response without thinking, and (6). Nonverbal signals are often emitted

spontaneously” (lih. Littlejohn, 2002:104-105)

xix Lih. Deddy Mulyana, 2004 , hal 9. Band. Penggunaan istilah “konsep diri” sebagai “inti diri”

(the core of one’s self) oleh Howard F. Stein dan Robert F. Hill yang dikutip dari Deddy

Mulyana, 2004, hal 9.

xx Perbedaan antara paradima ilmiah/penelitian kuantitatif dan paradigma alamiah/penelitian

kualitatif (lih. Moleong, 2007:49-56).

xxi Pengertian, fungsi, bentuk formulasi, unsur-unsur teori, serta teori substantif dan teori formal

(lih. Moleong, 2007:56-66).

xxii Periksa uraian Lucas (2014a) dan Wiederman (1999)

xxiii Intuisi adalah “daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan

atau dipelajari ; bisikan hati ; gerak hati”. Dengan demikian intuisi bahasa dapat dipahami

juga sebagai daya atau kemampuan untuk merasakan tepat tidaknya penggunaan suatu bahasa

berdasarkan pengalamannya sebagai penutur asli (native speaker) ((KBBI,1996:385).

xxiv Prosedur-prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif melibatkan empat jenis

strategi, yakni observasi kualitatif, wawancara kualitatif, dokumen-dokumen kualitatif, materi

audio dan visual (lih. Creswell dalam Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed. Cetakan I. Diterjemahkan oleh Achmad Fuwaid, tahun 2010, hal 266-274 ;

Cresswell, 2007).

Page 107: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94611/potongan/S3-2015... · Sebagai produk yang dihasilkan oleh ... tingkah laku yang teratur dalam melakukan

107

xxv Penelitian kualitatif berupaya mengajukan pertanyaan-pertanyaan, prosedur-prosedur,

mengumpulkan data spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif (mulai

dari tema-tema khusus sampai pada tema-tema umum), dan menafsirkan makna dari setiap

data. Intinya penelitian ini terfokus pada makna individual, memiliki cara pandang induktif

dalam penganalisisan data, dan bersifat interpretif terhadap persoalan yang kompleks. Laporan

penelitian jenis kualitatif memiliki kerangka (strukutur) yang fleksibel. Perihal penelitian

kualitatif Creswell tidak hanya mengikutsertakan perspektif-perspektif tradisional saja tetapi

juga perspektif-perspektif baru, seperti advokasi, partisipatoris, dan refleksi diri.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah (1). Lingkungan alamiah (natural setting). Peneliti

kualitatif berinteraksi dengan individu face to face dalam setting yang alamiah, (2) peneliti

sebagai instrumen kunci (researcher as a key instrument) dalam melaksanakan pengumpulan

data, (3) data dikumpulkan dari berbagai sumber (multiple sources of data), (4) analisis data

induktif (inductive data analysis) ; membangun pola, kategori dan tema dari bawah ke atas.

Proses ini membutuhkan kerjasama secara interaktif dengan partisipan, (5) makna harus

bersumber dari partisipan (participants meaning), (6) rancangan penelitian berkembang

dinamis (emergent design), (7) mengacu pada perspektif teoretis (theoretical lens), (8) bersifat

penafsiran (interpretive), dan (9) memiliki pandangan menyeluruh (holistic account), yaitu

gambaran yang kompleks tentang suatu permasalahan untuk mendapatkan gambaran holistik

(lih. Creswell, 2010 : 259-263 ; Creswell dalam Qualitative Inquiry and Research Design :

Choosing among Five Approaches, 2007). Pada umumnya tujuan penelitian kualitatif

mencakup (1) informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, (2)

partisipan penelitian, dan (3) lokasi penelitian. Selain itu penelitian ini juga dapat menyatakan

rancangan penelitian yang dipilih (lih. Schwandt dalam Creswell, tahun 2010, hl.167).

xxvi The desire to know "why," to explain, is the purpose of explanatory research. It builds on

exploratory and descriptive research and goes on to identify the reasons for something that

occurs. Explanatory research looks for causes and reasons.

Goals of Explanatory Research :

1. Explain things not just reporting. Why? Elaborate and enrich a theory's explanation.

2. Determine which of several explanations is best.

3. Determine the accuracy of the theory; test a theory's predictions or principle.

4. Advance knowledge about underlying process.

5. Build and elaborate a theory; elaborate and enrich a theory's predictions or principle.

6. Extend a theory or principle to new areas, new issues, and new topics:

7. Provide evidence to support or refute an explanation or prediction.

8. Test a theory's predictions or principles (www.blurtit.com/q4 15229 html).

xxvii Kebanyakan penelitian kualitatif menerapkan cara-cara penyediaan data dari lapangan

(masyarakat) yang berhubungan dengan observasi, wawancara, dan juga kuesioner (lih.

Nababan dalam Sosiolinguistik : Suatu Pengantar, tahun 1993, hal. 9).