Bab i Pendahuluan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LOGOPEDI

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar BelakangKesehatan gigi dan mulut telah mengalami peningkatan setiap tahunnya akan tetapi prevalensi terjadinya karies gigi pada anak tetap merupakan masalah klinik yang signifikan. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, indeks DMF-T anak umur 12 tahun menunjukkan rata-rata 2,21 dengan angka prevalensi sebesar 76,9%. Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 diperoleh prevalensi karies pada penduduk usia 10 tahun ke atas sebesar 70% yakni pada usia 12 tahun sebesar 43,9%, usia 15 tahun mencapai 37,4%, usia 18 tahun 51,1%, usia 35-44 tahun 80,1% dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7%.Hal ini menunjukkan suatu keadaan kerusakan gigi yang hampir tanpa penanganan.1Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, tingkat karies di Indonesia adalah 90.05% dari penduduk Indonesia. Dan tahun 2011, angka kejadian yang paling signifikan terjadi pada anak usia 3-5 tahun 81,2%. 1,2Usia 6 12 tahun dijadikan patokan Internasional oleh WHO sebagai tolak ukur umur untuk memudahkan dalam mengontrol prevalensi karies diberbagai negara. Menurut WHO pada usia 6 tahun disebut usia pertengahan anak-anak atau lebih dikenal sebagai usia anak sekolah. Pada masa sekolah anak sudah mulai aktif memilih makanan yang disukainya dan mengkonsumsi makanan serta jajanan yang mayoritas tergolong kariogenik sehingga rentan terhadap karies. Pada golongan usia 6 tahun gigi anak sudah mulai berganti ke gigi permanen yaitu ditandai dengan erupsi gigi molar pertama dan insisivus pertama. Sedangkan kelompok usia 12 tahun adalah usia yang penting. Karena pada usia tersebut anak akan meninggalkan periode masa gigi bercampur yaitu ditandai dengan semua gigi permanen telah erupsi kecuali molar tiga. Oleh karena itu usia 6-12 tahun dipilih sebagai usia untuk memonitor karies sehingga dapat dibandingkan secara internasional dan merupakan usia yang paling tepat untuk menggalakkan upaya promotif dan preventif kedokteran gigi.1,2,3Karies merupakan proses demineralisasi dari enamel dan dentin yang di sebakan oleh ketidakseimbangan dalam rongga mulut. Penyebab karies gigi adalah multifaktor, seperti faktor host (gigi dan saliva), mikroorganisme, substrat (makanan), serta waktu. Mikroorganisme penyebab karies adalah bakteri dari jenis Streptococcus dan Lactobacillus. Namun, dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa Streptococcus Mutans (S. mutans) merupakan agen penyebab karies yang paling sering ditemukan. Interaksi S.mutans pada permukaan gigi menyebabkan proses demineralisasi email. Bila proses demineralisasi ini terus terulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan terjadinya remineralisasi maka dapat terjadi karies. 3,4 Indonesia yang berjumlah lebih dari 225 juta jiwa dan masih akan terus meningkat, maka upaya pencegahan adalah salah satu alternatif yang merupakan prioritas utama. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan karies gigi sedini mungkin dengan dikembangkan metode pencegahan yang sederhana dan tepat guna agar dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat untuk menurunkan prevalensi karies di Indonesia. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut, aplikasi topikal, kontrol plak, dan lain-lain. Akan tetapi walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah, namun prevalensi karies di Indonesia tetap tinggi. Upaya pencegahan sederhana untuk karies yang dapat dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat yaitu dengan cara pengontrolan plak gigi. Kontrol plak gigi ini dapat dilakukan secara sederhana. Salah satu alternatif yang diketahui cukup baik yaitu pemberian topikal aplikasi sebagai tindakan preventif awal pencegahan karies. Salah satu bahah topikal aplikasi yang telah beredar luas dikalangan masyarakat yaitu topikal aplikasi dengan bahan sodium fluoride. Senyawa sodium fluoride ini telah lama digunakan dalam prevensi karies gigi. Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi, senyawa fluoride telah diaplikasikan secara ekstensif serta telah diakui kemanjurannya oleh para peneliti dan dokter gigi. Fluor adalah mineral yang secara alamiah terdapat di semua sumber air, termasuk laut.Adabeberapa peran fluor dalam gigi, yaitu untuk pembentukan email gigi, memperkuat struktur gigi hingga membuat gigi lebih tahan terhadap pengikisan oleh asam. Fluor berperan mengurangi kemampuan bakteri di gigi membentuk asam. Fluor penting untuk kesehatan gigi terutama pada anak-anak, karena jumlah asupan (intake) yang tepat dapat mendukung pembentukan enamel gigi yang lebih tahan terhadap kerusakan akibat asam-asam yang dihasilkan mulut. Fluor juga menghambat metabolisme pembentukan asam dari bakteri penyebab terjadinya karies (Streptococcus mutans).Selain dari pada itu ,penelitian terus berlanjut hingga pada saat ini salah satu metode pencegahan karies yang lagi marak di masyarakat sekarang adalah dengan mengkonsumsi produk yang mengandung bahan bebas karies. Selain dari pada bahan sodium fluoride, masa sekarang telah banyak bahan-bahan yang berfungsi dalam perannya melawan karies. Artinya sekarang telah beredar secara luas dan komersil berbagai pasta gigi, aplikasi topikal, serta permen karet yang mengandung agent untuk mencegah terjadinya karies. Dan yang paling menarik perhatian saat ini adalah agent yang mengadung casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate atau biasa disingkat dengan CPP-ACP. Kompleks nano casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate (CPP-ACP) telah diperlihatkan memiliki aktivitas antikariogenik dalam ekperimen laboratorium, hewan, dan manusia secara in situ. Kompleks nano CPP-ACP dapat mengurangi kehilangan mineral yang disebabkan oleh paparan terhadap lingkungan asam.5,6Penelitian pada tahun 1980 yang dilakukan oleh Reynold menarik perhatian dengan mengungkapkan fakta bahwa kalsium fosfat amorf kasein fosfopeptida, yang merupakan salah satu produk dari kasein, mampu masuk ke dalam permukaan email dan mempengaruhi proses karies. CPP-ACP adalah suatu sistem pengangkutan dimana ion kalsium dan fosfat yang tersedia bebas dapat melekat pada email dan berubah bentuk menjadi kristal kalsium fosfat. Ion kalsium dan fosfat bebas keluar dari CPP-ACP, masuk ke dalam enamel rod dan membentuk kristal apatit. 9Beberapa penelitian tentang pengaruh CPP-ACP menunjukkan peningkatan remineralisasi email dalam lesi yang terdemineralisasi. Selain dari penelitian tersebut, produk CPP ini juga dapat mencegah perlekatan bakteri Streptococcus mutans pada permukaan gigi. Rantai gugus yang panjang yang dimiliki dari bahan ini dapat menghalangi melekatnya S.mutans pada permukaan gigi dengan cara memblok dinding bakteri. 6 Telah diproduksi sejumlah media untuk menghasilkan CPP-ACP, seperti water-based mousse, krim topikal, permen karet, larutan kumur, dan tablet bebas-gula.Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Santhosh tahun 2012 di India, yang menyatakan bahwa mengkonsumsi bahan antikaries yakni CPP-ACP ini dapat memberikan efek pada pengendalian karies baik pada anak-anak dan usia dewasa .Selain itu bahan CPP-ACP ini juga aman untuk dikonsumsi di segala umur.7 Berdasarkan berbagai penelitian dan fakta yang telah tertera diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk menguji dan mengetahui diantara kedua topikal aplikasi yang mengadung bahan CPP dan bahan sodium fluoride yang mana yang lebih memiliki efektivisitas terhadap jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada saliva anak usia 6-12 tahun.

I.2Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu Apakah terdapat perbedaan efek topikal aplikasi bahan casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate (CPP-ACP) dan bahan Sodium fluoride terhadap jumlah koloni Streptococcus Mutans pada saliva anak usia 6-12 tahun?I.3 Tujuan PenelitianTujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui adanya perbedaan efek topikal aplikasi bahan casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate (CPP-ACP) dan bahan sodium fluoride terhadap jumlah koloni Streptococcus Mutans pada saliva anak usia 6-12 tahun.

I.4HipotesisTerdapat perbedaan efek topikal aplikasi bahan casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate (CPP-ACP) dan bahan sodium fluoride terhadap jumlah koloni Streptococcus Mutans pada saliva anak usia 6-12 tahun

I.5Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini :a. Manfaat keilmuan :1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan efek topikal aplikasi bahan casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate (CPP-ACP) dan bahan sodium fluoride terhadap jumlah koloni Streptococcus Mutans pada saliva anak usia 6-12 tahun.2. Dapat memberikan informasi yang diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam perencanaan dan peningkatan kesehatan gigi3. Hasil dari penelitian ini dapat diaplikasikan dalam lingkup kedokteran gigi.

b. Manfaat bagi penulis :Merupakan proses belajar dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu melalui penelitian

1