19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan salah satu fitrah manusia yang tujuan utamanya adalah melakukan kewajiban sejarah 1 . Pernikahan tidak hanya dilakukan oleh manusia saja, akan tetapi mahluk selain manusia pun melakukan hal demikian seperti hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Pernikahan yang terjadi pada manusia khususnya bagi seorang muslim tidak hanya sebagai budaya yang peraturannya mengikuti perkembangan budaya dan adat-istiadat yang berkembang di daerah tersebut, akan tetapi pernikahan dipandang sebagai ibadah. Perkawinan adalah salah satu ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah/ kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang. Secara etimologi, nikah berasal dari bahasa arab, yakni nakaha-yankihu dengan masdar nikahan atau nikah. Sebutan lain perkawinan (pernikahan) ialah az-zawaj/ az-ziwaj dan az-zijah, diambil dari akar kata zaja-yazuju-zaujan yang secara harfiah berarti menghasut, menaburkan benih perselisihan dan mengadu domba. Namun yang dimaksud dengan az-zawaj/az-ziwaj di sini adalah at- tazwij yang diambil dari kata zawwaja-yuzawwiju-tazwijan dalam bentuk 1 Membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah war-rahmah, sehingga diharapkan nantinya akan melahirkan keturunan-keturunan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id › 32028 › 1 › jiptummpp-gdl-s1-2011... · mengendalikanmu.(HR. Bukhari-Muslim)5 Adapun sebab mengapa orang harus menikah?

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan salah satu fitrah manusia yang tujuan utamanya

adalah melakukan kewajiban sejarah1. Pernikahan tidak hanya dilakukan oleh

manusia saja, akan tetapi mahluk selain manusia pun melakukan hal demikian

seperti hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Pernikahan yang terjadi pada manusia

khususnya bagi seorang muslim tidak hanya sebagai budaya yang peraturannya

mengikuti perkembangan budaya dan adat-istiadat yang berkembang di daerah

tersebut, akan tetapi pernikahan dipandang sebagai ibadah.

Perkawinan adalah salah satu ibadah yang kesuciannya perlu dijaga

oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan

memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah/

kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

Secara etimologi, nikah berasal dari bahasa arab, yakni nakaha-yankihu

dengan masdar nikahan atau nikah. Sebutan lain perkawinan (pernikahan) ialah

az-zawaj/ az-ziwaj dan az-zijah, diambil dari akar kata zaja-yazuju-zaujan yang

secara harfiah berarti menghasut, menaburkan benih perselisihan dan mengadu

domba. Namun yang dimaksud dengan az-zawaj/az-ziwaj di sini adalah at-

tazwij yang diambil dari kata zawwaja-yuzawwiju-tazwijan dalam bentuk

1 Membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah war-rahmah, sehingga diharapkan nantinya akan

melahirkan keturunan-keturunan yang berkualitas.

2

timbangan”fa‟ala-yufa‟ilu-taf‟ilan” yang secara harfiah berarti mengawinkan,

menemani, mempergauli, menyertai dan memperistri.2

Secara terminologi, menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam Islam sendiri pun pernikahan diistilahkan dengan sebuah ungkapan

yang kaya makna yakni Mitsaqān Ghalidza (ikatan yang sangat kuat), hal ini

menandakan bahwa Allah SWT. ingin menegaskan bahwa perkawinan

merupakan ikatan pertalian yang sakral antara lawan jenis untuk membentuk

rumah tangga yang sakinah.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut ada beberapa anjuran di

dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist untuk melakukan pernikahan, di antaranya:

1. Menurut Al-Qur’an:

ال ورت و اوال و إ نال ال و ت الو الاو ت نالاإ والوالن و اإالاو تن و الوان و و او ال و ان إ ت والاو ال و او ال إ ن ت نال و ال تت ن إ ت وال إ ال و إ نالاو ال وال ال و ال تو ت ات و إ ن ت نال و ال تو ن إات وال تو وواإ و ةال و ن ال ودننو ال وينو ات ت نالذواإكو .او وتن

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,

jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan

harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar

dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.3

الاإ ن و اإإال ال آو ات الذواإكو لو إ ت نال و وان وواإ ت نال إ سال إ ال وان إ ال وو ن إ الت ال ووارن إ ال آو إ إال و ن تالوا س و وواإ .آ وال واإ ن

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi

dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang

2 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), hal. 42-44 3 Q.S. An-Nisā : 2

3

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang

mengetahui.4

2. Menurut Al-Hadits:

ق لالرس لالوا الص الوا الع ال ا ال س الآ الا شرالال"الالع الو الا دالرضيالوا ال ىلالعل الق لالوا ب االا الوس االال الواب ا ال ز جال ا ال غضالا بصرال اص الا رجال ا الاالآ عال ال

)ا الع (‏."‏ اص ال ا الا ال ج اAbdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa di

antara kalian yang mempunyai kemampuan, maka hendaknya ia menikah,

karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.

Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat

mengendalikanmu.(HR. Bukhari-Muslim)5

Adapun sebab mengapa orang harus menikah? ada banyak manfaat

ketika seseorang melakukan pernikahan, menurut Al-imam Al-Ghazali di

dalam kitabnya Ihyā „Ulūmi Ad-Din menjelaskan ada beberapa manfaat di

antaranya:6

1. Dengan melakukan pernikahan kita akan mendapatkan keturunan, dan

otomatis pula ketika kita mempunyai keturunan anak tersebut setidaknya

ada empat hal yang dianggap ibadah,

a. Untuk meneruskan keberlangsungan hidup manusia-manusia di bumi ini

seperti dalam hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad R.A:

4 Q.S. Ar-Rūm: 21

5 Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqālanī, Bulugh al-Marām, (Surabaya: Dar al-′Alam, tt), hal. 200

6 Seggaf bin Hasan Bahrun, bagaimanakah Anda Menikah? Dan mengatasi permasalahannya,

(Pasuruan: Ma′had darrul Lhagah Wadda′wah, 2005), hal. 5-9.

4

(ر وهال مح ). ل الك وال ل س وال

Menikahlah kalian agar kalian memperoleh keturunan.(HR. Ahmad)7

b. Agar mendapatkan cinta Rasulullah SAW. karena Rasulullah bangga

dengan hal demikian sebagaimana apa yang disabdakan Beliau:

(الر وهال مح )ال. ل الك وال ر وال ينال هيال الواالا الآ الوا اةالاىتال ا ط

Menikahlah kalian sehingga kalin menjadi banyak karena sesungguhnya

aku membanggakan kalian kepada umat lainnya pada hari kiamat,

walaupun dengan bayi yang gugur.(HR. Ahmad)8

c. Mengharap do’a anak tersebut karena salah satu amalan yang tidak

terputus biarpun kita sudah meninggal adalah doa seorang anak yang

shaleh, sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda:

الووا س إالص الواالع ال س القو لوال الهتروآتنرو والرضيالواالعل ال و سالروست لو ال و إ ان و تال إذووال وال:العو ن الوولنإ واوالتال ال و و الاإ ن عت ال:ال وإاتن و وعوالعولن تالعو و ت تال إ س الآو ن ال واو تالصو لوت الآتتلن تو وعتال إ إ،ال و ن العإ ن ت قوةتالجو رإآوةتال،ال و ن صو و

(الر وهالا )ال.او تال Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila ada orang meninggal dunia

terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah (yang

mengalir), atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang

mendoakan untuknya.(HR. Muslim)9

Manfaat yang kedua yaitu, dengan menikah dapat membentengi

kita dari godaan setan dan hawa nafsu sehingga insya Allah kita bisa

lebih menjaga kemaluan dan mata kita.

7 Ibid.

8 Ibid.

9 HR. Muslim: 1631

5

2. Dengan menikah diri kita akan menjadi tenteram sebagaimana Allah

menjelaskan:

ال آوال ال واإ ن لو ت نالاو ودس ةال ورومحنوةةال إ سال إ ال واتن ت إ ت نال وزن ووجة الاإ و ن تلت وال إاو تن و ال وجو و وال تو تن الاو ت نالاإ ن ال و و و الو إ إال و نالآتو تو و سرت وال الاإ و ن ت ال آو ات .ذواإكو

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan

sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-

tanda bagi kaum yang berpikir.10

3. Dengan pernikahan kita dapat memfokuskan diri untuk beribadah karena

pekerjaan yang biasa kita kerjakan sendiri menjadi terasa lebih ringan

terbantu dengan adanya istri, seperti hal-nya membersihan rumah, memasak,

menyapu dan lain-lainnya dan itu merupakan sifat dari istri shalehah (bisa

saling membantu dan melengkapi).

4. Dengan melakukan pernikahan dapat menjadi ladang pahala bagi kita,

karena semua urusan di dalamnya akan menjadi sebuah nilai pahala seperti

memberikan nafkah misalnya. Memberikan nafkah tidak hanya merupakan

sebuah kewajiban semata, akan tetapi sekaligus merupakan tambahan nilai

pahala bagi sang suami. Begitu juga mendidik anak dan bersabar dari ahlak

masing-masing pasangan itu semua merupakan sebuah tambahan nilai

pahala apabila kita menjalaninya dengan ikhlas.

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa pernikahan itu sebuah ibadah di

samping sebagai merupakan kewajiban sejarah11

untuk menunaikan

10

Q.S. Ar-Rūm: 21 11

Lihat catatan kaki No. 1.

6

keberlangsungan hidup selaku mahluk sosial yang mempunyai cita-cita

untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, akan tetapi

karena demikian ada sebagian orang yang memilih jalan pernikahannya

dengan cara sirri12 ilegal atau yang sering kita kenal dengan istilah

pernikahan di bawah tangan (ilegal wedding), padahal ada akibat dari

pernikahan sirri tersebut, salah satunya yang paling urgen adalah status

anak, bahwa status anak hasil pernikahan sirri di mata hukum dikategorikan

anak tidak sah sehingga si anak hanya mempunyai hubungan keperdataan

dengan ibu dan keluarga ibunya (dengan kata lain si anak tidak dianggap

mempunyai hubungan dengan ayahnya, keduanya hanya dianggap

mempunyai hubungan bapak dan anak secara biologis saja tetapi tidak

secara yuridis formil).

Indonesia sebagai negara hukum (reecht staat), juga memandang

hukum perkawinan tidak hanya sebagai hubungan privat semata, tetapi juga

mengandung unsur hubungan publik. Oleh karena itu, pernikahan perlu

diatur oleh negara melalui Peraturan Perundang-undangan, seperti adanya

UU No.1 Tahun 1974, PP No.9 Tahun 1975 dan KHI (Inpres No.1 Tahun

1991).

Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 menegaskan: “Tiap-tiap

perkawinan dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”. Hal

senada diatur dalam KHI pada Pasal 5 ayat 1: “Agar terjamin ketertiban

perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat”. Lebih

12

Secara bahasa pernikahan sirri itu berarti pernikahan secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi

yang dimaksud adalah pernikahan yang dilakukan tanpa melakukan pencatatan di KUA atau

kantor catatan sipil bagi non muslim

7

lanjut diatur dalam Pasal 2 PP No.9 Tahun 1975 pada ayat (1): “Pencatatan

perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama

Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan

Rujuk.

Dengan adanya keharusan mencatat perkawinan oleh UU, maka

lahirlah istilah nikah siri untuk menyebut pernikahan yang dilakukan tanpa

pencatatan. Atau nikah di bawah tangan bagi pernikahan yang meskipun

dicatat, tapi tidak oleh petugas yang ditunjuk undang-undang. Selain

pandangan yang membedakan antara nikah siri dengan nikah di bawah tangan,

ada pula pandangan yang menyamakan keduanya. Nikah siri disebut juga

dengan kawin syar’i, kawin mudin dan kawin kyai. Problem pertama yang

muncul dari nikah siri adalah problem mengenai keabsahan hukumnya.

Sebagaimana dimaklumi, pencatatan perkawinan tidak diatur secara tekstual di

dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehubungan dengan itu, di kalangan umat

Islam, pencatatan perkawinan kurang mendapat perhatian.

Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor13

, Pertama, adanya

larangan untuk menulis sesuatu selain al-Qur’an, akibatnya kultur tulis tidak

begitu berkembang di banding kultur hafalan (oral). Kedua, sebagai

kelanjutan yang pertama, umat Islam sangat mengandalkan hafalan, apalagi

mengingat suatu peristiwa bukanlah suatu hal yang sulit. Ketiga, tradisi

walimat al-„urs merupakan saksi di samping saksi syar’i sebuah perkawinan.

13

Zulkarnain, Nikah Sirri (Pengertian, problematika dan Solusinya), http://www.pa-

statbat.net/index.php?option=com_content&view=article&id=155:nikahsirri&catid=74:interlan&

Itemid=134.diakses tanggal 24/04/2010

8

Keempat, perkawinan pada masa awal Islam belum terjadi antara wilayah

negara yang berbeda, sehingga alat bukti selain saksi belum dibutuhkan.

Muhammadiyah pun selaku organisasi yang cukup diperhitungkan di

Indonesia, dikenal dengan Gerakan Tajdid (Pembaharuan) dan Purifikasi

(Pemurnian agama agar kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah) pernah

mengelurakan fatwa tentang hukum nikah siri yang disampaikan secara lisan

pada sidang tarjih tepatnya pada hari jum’at tanggal 25 Mei Tahun 2007/8

Jumadal-Ula 1428 H. Di mana hasil dari sidang majelis tarjih tersebut adalah

bahwa hukum mencatatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA)

adalah wajib hukumnya, sehingga secara tidak langsung Majelis Tarjih

Muhammadiyah memutuskan bahwa hukum nikah sirri itu adalah haram

selama belum dicatatkan, biarpun status pernikah yang dilakukan secara sirri

tersebut tetap sah karena syarat dan rukunnya telah terpenuhi.

Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut

seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat

dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan

dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi

gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan

Agama Islam menjadi rahmatan lil-'ālamin dalam kehidupan di muka bumi

ini. Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa

dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi

melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi

panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah

9

kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut

diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian,

keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan

gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan

"Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".

Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah setidaknya ada dua alasan

paling tidak, kenapa bahwa hukum nikah sirri itu haram. Pertama, diqiyaskan

dengan hukum pencatatan mudayanah (hutang-piutang), kedua, bahwa

mematuhi hukum pemerintah yang dianggap ada kemaslahatan di dalamnya

adalah wajib karena termasuk dalam kategori “...Athīullaha wa athīur-Rasūl

wa ulil Amri minkum...”. Sehingga menarik sebenarnya kalau dikaji secara

lebih mendalam lagi, apakah benar bahwa hukum nikah sirri itu haram selama

belum dicatatkan di KUA dan sudah tepatkah hujjiatud dalil atau dalil-dalil

yang dipakai tersebut. Hal inilah salah satunya yang menjadi pendorong dan

sekaligus alasan penulis untuk melakukan penelitian tentang hukum nikah

sirri tersebut dengan judul: “FATWA HUKUM NIKAH SIRRI

MENURUT MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH DI TINJAU

DARI PERSPEKTIF MAQȂSHID AL-SYARȊ'AH”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana status hukum nikah sirri menurut Majelis Tarjih

Muhammadiyah?

10

2. Bagaimana Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah terhadap hukum nikah

sirri ditinjau dari perspektif Maqāshid Al-Syarī‟ah?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui status hukum nikah sirri Menurut Majelis Tarjih

Muhammadiyah.

2. Untuk mengetahui Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah terhadap hukum

nikah sirri ditinjau dari perspektif Maqāshid Al-Syarī‟ah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui dasar-dasar

hukum nikah sirri serta bagaimana relevansi hukum tersebut dengan

Maqāshid Al-Syarī‟ah.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan

khususnya yang terkait langsung dengan pembahasan hukum nikah sirri

bagi masyarakat dalam konteks di negara kita indonesia,

3. Secara akademis, penelitian ini berguna untuk kontribusi pemikiran hukum

dan sekaligus sebagai rekomendasi pengetahuan kepada jurusan Syari’ah

FAI UMM tentang hukum nikah sirri.

E. Definisi Operasional

1. Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di

Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW.

11

sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang

menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama Muhammadiyah

adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses

dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-

baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi. Gerakan

Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan

masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah

lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah

ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat

pribadi dan statis tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem

kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga

menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan

kepada perintah-perintah Al-Qur’an, di antaranya surat Ali-Imran ayat 104

yang berbunyi:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah

dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.

Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah mengandung

isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara

teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan

tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah

Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan

perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna

12

pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Sebagai dampak

positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti

asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah,14

Muhammadiyah

didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada

tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Persyarikatan

Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan

untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal

mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk

wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu

peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan

sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan

selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah

(sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin khusus laki-laki, yang

bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat

Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).

2. Nikah Sirri

Di kalangan umat Islam nikah sirri biasanya terjadi dalam dua

bentuk. Pertama, akad nikah itu tidak didaftarkan dan dicatatkan ke KUA

oleh kedua calon pengantin atau orang tuanya. Akan tetapi dalam

pelaksanaan prosesi nikah, tetap meniti dan mempedomani hukum

munakahat dalam Islam; yakni ada dua mempelai, ada wali nasab yang

14

http://www.muhammadiyah.or.id/.

13

menikahkan, ijab dan qabul, mahar dan dua saksi. Model ini biasa disebut

nikah bawah tangan. Para ulama memfatwakan nikah menurut agama ini

sah, walaupun menurut hukum negara tidak sah. Kedua, nikah dilakukan

tanpa menghadirkan wali karena wali nasab tidak diberitahu, atau wali

nasab tidak dihadirkan karena takut tidak memberi ijin dan persetujuan,

atau wali nasab „adhol (enggan) untuk menikahkan. Nikah model ini

masuk wacana nikah tanpa wali. Hukumnya tidak sah, baik dari sisi

hukum agama maupun hukum negara, karena bertentangan dengan hadits

Rasulullah SAW. Yang berbunyi: “Wanita mana saja yang menikah tanpa

ijin walinya (maksudnya wali nasab) maka nikahnya bathil disebut sampai

tiga kali”15

Kata ”sirri” atau ”sirr” bermakna rahasia, yakni tidak

ditampakkan. Nikah siri (Arab: Nikah Sirri) adalah nikah ”diam-diam”.

Pernikahan siri tidak menggunakan resepsi dan semua pihak terkait (baik

wali, saksi maupun kedua mempelai) sepakat untuk merahasiakannya.

Nikah siri memenuhi semua syarat syariat tetapi tidak dicatatkan di Kantor

Urusan Agama (KUA) atau catatan sipil lainnya sehingga nikah siri

disebut juga nikah “di bawah tangan”. Salah satu permasalahan nikah siri

adalah pembuktiannya yang sulit manakala diperlukan. Untuk mengecek

keabsahan sebuah pernikahan siri, seseorang perlu menemui para saksi dan

menerima keterangan mereka tentang pernikahan itu.16

15

HR. Ahmad: 6/156 dan Abu Dawud: 2069. 16

http://ruslihasbi.wordpress.com/tanya-jawab/pernikahan/cj/

14

3. Maqāshid Al-Syarī'ah

Maqāshid Al-Syarī'ah yaitu tujuan Allah SWT. dan Rasul-Nya

dalam merumuskan hukum Islam. Sementara menurut Wahbah al-Zuhaili,

Maqāshid Al-syarī‟ah berarti nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersirat

dalam segenap atau bagian besar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan

sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syari‟ah, yang

ditetapkan oleh Al-Syari‟ dalam setiap ketentuan hukum17

.

Sedangkan menurut Al-Syathibi tujuan akhir hukum tersebut

adalah satu, yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat

manusia. Maqāshid Al-Syarī‟ah, yang secara substansial mengandung

kemashlahatan, menurut Al-Syathibi dapat dilihat dari dua sudut pandang:

pertama, Maqāshid Al-Syari‟ (tujuan Tuhan). Kedua, Maqāshid Al-

mukallaf (tujuan mukallaf). Dilihat dari sudut tujuan Tuhan, Maqāshid

Al-Syarī‟ah mengandung empat aspek, yaitu: tujuan awal dari Syari’

menetapkan syari′ah yaitu kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat.

Penetapan syari‟ah sebagai sesuatu yang harus dipahami. Penetapan

syari‟ah sebagai hukum taklifi yang harus dilaksanakan. Penetapan syariah

guna membawa manusia ke bawah lindungan hukum. Begitu pula dari

sudut Maqāshid Al-Mukallaf, Maqāshid Al-Syarī‟ah mengandung empat

aspek pula, yaitu: pembicaraan mashlahah, pengertian, tingkatan,

karakteristik, dan relativitas atau keabsolutannya18

.

17

Ahmad al-Raisuni, Nazhariyyat Inda al-Syathibi, (Rabath : Dar al-Aman, 1991), hal 67. 18

Ahmad al-Raisuni, ibid.

15

Pembahasan dimensi linguistik dari problem taklif yang diabaikan

oleh juris lain. Suatu perintah yang merupakan taklif harus bisa dipahami

oleh semua subjeknya, tidak saja dalam kata-kata dan kalimat tetapi juga

dalam pengertian pemahaman linguistik dan kultural. Al-Syathibi

mendiskusikan problem ini dengan cara menjelaskan dalalah-asliyah

(pengertian esensial) dan ummumiyah (bisa dipahami orang awam).

Analisa pengertian taklif dalam hubungannya dengan kemampuan,

kesulitan dan lain-lain.

Untuk mempermudah penelitian tersebut agar pembahasannya tidak

melebar jauh ke mana-mana, penelitian ini memfokuskan pada

permasalahan nikah sirri ditinjau dari perspektif Maqāshid al-Syarī‟ah.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

research), oleh karena itu sumber data penelitian diperoleh dari kitab-

kitab atau buku-buku secara langsung maupun referensi lain yang

berkaitan dengan pokok pembahasan. Data dalam penelitian ini

dibedakan menjadi dua, yakni data primer dan data skunder.

2. Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian adalah bagaimana peneliti mencapai tujuan atau

memecahkan masalah. Metode penelitian merupakan hal yang sangat

penting dalam sebuah penelitian karena berhasil tidaknya suatu penelitian

sangat ditentukan oleh bagaimana peneliti memilih metode yang tepat.

16

Adapun metodologi adalah serangkaian metode yang saling melengkapi

yang digunakan dalam melakukan penelitian. Untuk mendapatkan hasil

penelitian yang sistematis dan ilmiah, maka penelitian ini menggunakan

seperangkat metode.

3. Sumber Data

Dari segi sumber data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua

sumber yaitu:

a. Data primer

Sumber data primer adalah bahan utama yang dijadikan

referensi. Dalam hal ini sumber data primer yang penulis gunakan

adalah UU. No 1 Thn. 1974, PP. Thn. 1975 No.9 Pasal 10, 11, 12 dan

13, Inpres No.1 tahun 1991 (KHI Pasal 4 dan 5 ayat 1, 2), dokumen

hasil Fatwa dan Majelis Tarjih Muhammadiyah tentang nikah sirri pada

tanggal 8 Jumadil Ula 1428 H/ 25 Mei 2007 M. Dan kitab Maqāshid al-

Syarī‟ah Al-Muwāfaqāt karya Al-Syathibi.

b. Data Sekunder

Sedangkan data sekundernya adalah termasuk dokumen-

dokumen ekspresif (secondary resources), Putusan MUNAS Tarjih ke

27, Himpunan Putusan Tarjih (HPT), Metode Ijtihad Majelis Tarjih,

manhaj Tarjih Muhammadiyah, metode dan aplikasi, mencari format

baru Majelis Tarjih Muhammadiyah, Ideologi dan Strategi

Muhammadiyah, kitab Fiqih serta buku-buku yang terkait dengan nikah

sirri, termasuk juga penelitian terdahulu, laporan buku, media masa,

17

baik melalui internet, surat kabar, radio, TV, media cetak maupun

media elektronik lainya yang dapat menjadi tambahan sumber data

dalam penulisan tersebut.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data,19 peneliti menggunakan analisis data

kualitatif, yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka

secara langsung.20 Dalam hal ini hendak diuraikan secara sistematis

kemudian dianalisis hukum nikah sirri tersebut dengan menggunakan

metode Maqāshid Al-Syarī‟ah.21

Analisa ini akan mengacu pada bahan-bahan penelitian yang

datanya mengarah pada kajian yang bersifat teoritis mengenai konsep-

konsep, norma-norma atau kaidah-kaidah hukum. Karena penelitian ini

bersifat kepustakaan maka metode pokok yang penulis gunakan adalah

analisis kualitatif dengan metode diskripstif analisis22, yaitu

mengumpulkan dan menelusuri kitab-kitab, buku-buku dan tulisan yang

relevan dengan tema kajian ini setelah terkumpul kemudian dianalisis

dengan menggunakan metode Maqāshid Al-Syarī‟ah.

19

Menurut Moh. Nazir, Analisa adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi

serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Moh. Nazir. Metode Penelitian, Cet.

4, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1999). hal, 419 20

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja grafindo persada,

1995, hal. 134. Bandingkan dengan Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kulitatif, Cet. 14.

(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001) hal. 2. Dan Koencaraningrat, Metode- Metode

Penelitian Masyarakat, Cet. 14. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1970) hal.269 21

Mqqāshid Al-Syarī’ah adalah tujuan yang menjadi target teks dan hukum-hukum partikular

untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia baik berupa perintah, larangan dan hal yang

mubah, untuk individu, keluarga, jamaah dan umat. Lihat Yusuf Al-Qardawi, Fiqih Maqāsid

Syarī‟ah (Jakarta : 2006). Hal. 17. 22

Nana Sudjana, Proposal Penelitian, Bandung: Sinar Baru, Cet. Ke-1, 1992. hlm. 85

18

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian skripsi ini adalah:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang judul penelitian, latar belakang,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,

definisi operasional, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi serta

penulisan isi skripsi secara global.

BAB I: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi, point A tentang pernikahan sekitar definisi, syarat,

rukun, status hukumnya menurut Fuqāha, hikmah dan tujuan nikah secara

umum serta point tentang nikah siri, sekitar pengertian dan faktor penyebab

terjadinya, sedangkan di point B tentang Maqāshid al-Syarī‟ah sekitar

pengertian, cakupan dan pembagian dan point C disitu dibahas tentang Majelis

Tarjih Muhammadiyah sekitar Sejarah, fungsi dan kedudukan, metode yang

digunakan dalam Isthinbath hukum serta produk-produk dan kekuatan

mengikatnya.

BAB III: PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan point A tentang faktor penyebab keluarnya,

bagaimana fatwa majelis tarjih muhammadiyah tentang hukum nikah sirri,

serta metode isthinbath hukum yang digunakannya serta penjelasan kata wajib

dan akibat hukumnya, Point B fatwa majelis tarjih muhammadiyah tentang

hukum nikah sirri, apabila ditinjau dari perspektif maqāshid al-syarī‟ah.

19

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan

pembahasan, selain itu juga diajukan beberapa saran bagi pihak-pihak dan

instansi terkait dengan inti pembahasan penelitian tersebut.