18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan Negara dapat dibagi ke dalam beberapa cabang kekuasaan yang dikaitkan dengan lembaga-lembaga Negara yaitu kekuasaan legislatif (membuat UU), kekuasaan eksekutif (melaksanakan UU) dan kekuasaan yudikatif (menyelenggarakan keadilan guna menegakkan hukum dan keadilan). Kekuasaan legislatif merupakan lembaga yang dipilih dan disetujui warga (choosen and appointed), berwenang membuat UU dan merupakan lembaga tertinggi dalam sebuah Negara. Melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, Pemerintah Daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan serta potensi yang dimiliki, sehingga memberikan peluang dan kesempatan bagi daerah untuk berupaya semaksimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Dengan adanya otonomi daerah tersebut berarti Pemerintah Daerah harus berusaha dan mampu mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

  • Upload
    hatram

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan Negara dapat dibagi ke dalam

beberapa cabang kekuasaan yang dikaitkan dengan lembaga-lembaga Negara

yaitu kekuasaan legislatif (membuat UU), kekuasaan eksekutif (melaksanakan

UU) dan kekuasaan yudikatif (menyelenggarakan keadilan guna menegakkan

hukum dan keadilan). Kekuasaan legislatif merupakan lembaga yang dipilih dan

disetujui warga (choosen and appointed), berwenang membuat UU dan

merupakan lembaga tertinggi dalam sebuah Negara.

Melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, daerah diberi kewenangan dan

tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat, Pemerintah Daerah akan berupaya untuk

meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan

serta potensi yang dimiliki, sehingga memberikan peluang dan kesempatan bagi

daerah untuk berupaya semaksimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan untuk

peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Dengan adanya otonomi daerah

tersebut berarti Pemerintah Daerah harus berusaha dan mampu mengembangkan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

2

diri, menggali potensi untuk kesejahteraan warganya dan sekaligus

mempertanggungjawabkan atas pelaksanaan otonomi di daerah.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah

disebutkan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh Pemerintah Daerah. Yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah

Gubernur, Bupati, Walikota yang dilengkapi dengan perangkat daerah, yaitu

Organisasi Pemerintah Daerah terdiri atas Sekretatis Daerah, Dinas, Badan dan

Lembaga Teknis Daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah. Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di

daerah. DPRD dibentuk untuk melaksanakan fungsi pokok yaitu, fungsi

pembentukan perda, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut

dilaksanakan dalam kerangka representasi atau perwakilan. Salah satu fungsi

DPRD yang sangat penting dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi

luas di daerah adalah fungsi legislasi.

Wakil rakyat tidak dapat lepas dalam peran representasi, artikulasi dan

agregasi kepentingan rakyat, maka diperlukan kemampuan personal dan

kelompok dalam membawa kepentingan masyarakat banyak yang lebih luas di

berbagai kesempatan, karena harus melewati proses politik dengan lembaga lain

seperti pemerintah Daerah (eksekutif), ormas dan pelaku bisnis. Sebab dalam

pelaksanaan fungsi legislasi ini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi

berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana

pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Fungsi legislasi berkenaan dengan

kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan

norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

3

Mekanisme penyusunan, perancangan, pembahasan, pengundangan, dan

penyebarluasan Peraturan Daerah lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam proses fungsi legislasi terdapat proses penyusunan Raperda yang

sebelumnya ada 2 tahapan yaitu penyusunan Program Pembentuk Peraturan

Daerah (Properda) dan Penyusunan Naskah Akademik. Properda (Program

Pembentuk Peraturan Daerah) adalah instrument perencanaan Properda Provinsi

atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu,

dan sistematis.1 Sedangkan naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau

pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah

tersebut dalam suatu Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Daerah

Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi

terhadap permasaahan dan kebutuhan hukum masyarakat.2

Eksekutif membuat Prolegda sebagai konsekuensi penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diterjemahkan dalam bentuk Perda,

sedangkan DPRD membuat Prolegda karena selain sebagai lembaga legislatif

yang berwenang membuat Perda, juga karena DPRD melalui Perda menentukan

arah pembangunan dan pemerintahan di daerah, sebagai dasar perumusan

kebijakan publik di daerah, serta sebagai pendukung pembentukan perangkat

daerah dan susunan organisasi perangkat daerah. Menurut Undang-Undang

1Ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2Ketentuan Pasal 1 angka 18 Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 11 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Daerah

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

4

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

materi muatan Peraturan Daerah adalah dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau

penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

Dengan adanya Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, maka diharapkan pelaksanaan fungsi legislasi

DPRD dapat sesuai dengan dasar hukum tersebut. Dalam perkembangannya

fungsi legislasi DPRD belum dapat berjalan maksimal, faktanya dalam

pembentukan Peraturan Daerah baik secara nasional masih banyak menyisakan

masalah3, diantaranya: Pertama, Aspek Teknik Penyusunan. Dari segi teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan, diperoleh data bahwa sebagian besar

Peraturan Daerah dalam penyusunannya belum mengikuti teknik penyusunan

Peraturan Perundang undangan sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Ketentuan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan pada

umumnya tidak dipedomani secara taat asas dalam Pembentukan Peraturan

Daerah; Kedua, Aspek Substansi terdiri dari isi dari Peraturan Daerah tersebut

masih kurang memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya,

dan seringkali juga bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang

lebih tinggi, seperti misalnya: menghambat/mempengaruhi investasi, belum

menyatakan secara nyata kebijakan pelestarian daya dukung lingkungan hidup,

belum berorientasi kepada pelayanan publik, serta belum diserapnya nilai HAM;

3Kajian oleh Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah DIRJEN Peraturan

Perundang-undangan DEPHUMKAM dalam PetaPermasalahan Dalam Pembentukan Peraturan

Daerah dan Upaya Fasilitasi Percanangan Peraturan Daerah oleh Dr. Wahiduddin Adams, SH, MA

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

5

2.50 %

97.50 %

Sumber Legislasi Daerah Secara Nasional Inisiatif DPRD (2 ,5% ) Usulan Eksekutif (97,5 % )

Ketiga, dalam pembentukan peraturan daerah masih ditemukan adanya pasal-pasal

yang hilang, maksudnya adalah seringkali ditemukan adanya ketentuan norma

dalam Raperda yang tidak diikuti oleh peraturan pelaksanaan lebih lanjut.

Sehingga keberadaan pasal-pasal tersebut menjadi tidak atau kurang bermakna.

Untuk terlaksananya Fungsi Legislasi DPRD, maka DPRD di dukung oleh

suatu Badan Legislasi yang merupakan alat kelengkapan DPRD kemudian pasca

berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

Badan Legislasi berubah nomenklatur menjadi Badan Pembentuk Peraturan

Daerah (Bapemperda). Badan Pembentuk Peraturan Daerah adalah alat

kelengkapan DPRD yang menentukan skala prioritas bersifat tetap secara

kelembagaan dan dibentuk pada saat rapat penyusunan tata tertib (tatib) tentang

pembentukan alat kelengkapan DPRD yang berperan sebagai pemrakarsa

pembuatan dan pembahasan Raperda. Fenomena kinerja legislasi DPRD secara

umum jika dilihat dengan cermat, belum memenuhi harapan seperti yang

digambarkan oleh IGI.4 Pada tahun 2012-2014 pernah mencatat bahwa saat ini

DPRD Kabupaten/Kota sangat tergantung pada input Raperda yang disampaikan

oleh pemerintah daerah (eksekutif).

Diagram 1.1. Kinerja legislasi Nasional (DPRD) menurut IGI

Sumber: www.kemitraan.or.id/igi/

4Indonesia Governance Index (IGI) adalah sebagai salah satu organisasi kemitraan yang

melakukan pemeringkatan terhadap kinerja legislasi DPRD di Indonensia.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

6

Diagram di atas merupakan hasil studi di 10 kabupaten/kota pada lima

provinsi yang menunjukan bahwa sumber Perda dari inisiatif DPRD sangat rendah

atau hanya berkisar 2,5% sedangkan usulan eksekutif mendominasi hingga 97,5%.

Artinya, penelitian tersebut produk legislasi daerah di 34 provinsi (yang terdiri

dari Kabupaten/Kota) se-Indonesia masih cukup rendah, termasuk di Kabupaten

Malang.

Tabel 1

Perbandingan Capaian Legislasi di Kabupaten Malang Tahun 2011-2104

No Tahun

Jumlah Raperda Capaian Jumlah

Capaian % Inisiatif

DPRD Eksekutif

Inisiatif

DPRD Eksekutif

1 2011 9 12 4 6 10 47

2 2012 7 12 4 9 13 68

3 2013 6 14 3 10 13 65

4 2014 7 16 3 9 12 52 Sumber: Sekretariat DPRD Kabupaten Malang, diolah

Pada tahun 2015 DPRD Kabupaten Malang memiliki 22 Program

Pembentukan Peraturan Daerah. Terdiri dari 13 Raperda berasal dari eksekutif dan

9 Raperda berasal dari inisiatif DPRD.5 Dari 13 Raperda dari eksekutif, 3 Raperda

diantaranya menjadi agenda rutin yang harus ada setiap tahun yaitu Raperda

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

daerah, perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta rancangan

anggaran pendapatan dan belanja daerah. Khusus untuk 3 Raperda tersebut

dibahas oleh Badan Anggaran dan Tim Anggaran yang merupakan alat

kelengkapan DPRD. Sedangkan untuk 19 Raperda yang ada, akan dibahas oleh

Panitia Khusus yang anggotanya diambil dari tiap-tiap komisi dan Tim Raperda

5http://dprd.malangkab.go.id

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

7

yang anggotanya dari SKPD yang berbeda terkait dengan bahasan tiap-tiap

Raperda.

Kelemahan pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD

Kabupaten Malang terlihat dari minimnya inovasi Perda yang dihasilkan, baik

secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif, rata-rata Perda yang

dihasilkan DPRD Kabupaten Malang setiap tahun hanya sekitar 9 sampai 20

Perda. Jumlah tersebut sangat sedikit jika dibandingkan dengan rata-rata Prolegda

di daerah se-Indonesia yang mencapai 30 sampai 50 Raperda untuk disahkan

menjadi Perda setiap tahunnya.

Secara kualitatif, beberapa Perda Kabupaten Malang telah dibatalkan oleh

Mendagri, salah satunya Perda Pengelolaan Air Tanah yang sudah berlaku pada

tahun 2009 akan tetapi pada tahun 2012 pihak Kemendagri meminta untuk

merevisi karena dinilai Perda tersebut bertentangan dengan undang-undang

diatasnya.6

Selain permasalahan minimnya inovasi perda, terdapat permasalahan yang

peneliti temui dilapangan yang harus mendapat evaluasi dari pihak DPRD yaitu

saat uji publik/sosialisasi raperda. Permasalahannya adalah dari prosedur saat

mengundang konstituen yang rentang waktunya sangat singkat yaitu hanya 2-3

hari sebelum acara uji publik dilaksanakan. Sedangkan sebanyak 22 Raperda

belum disebarluaskan/dipublikasikan yang disiapkan maupun yang tengah dibahas

kepada konstituen/masyarakat, sehingga berpengaruh pada subtansi dari tiap-tiap

raperda yang nantinya berpengaruhnya pada kurangnya kualitas perda.

6Wawancara dengan staf bidang perundang-undangan DPRD Kabupaten Malang pada

tanggal 15 Desember 2015

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

8

Untuk dapat mengetahui fenomena kelemahan pelaksanaan fungsi

pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Malang seperti yang telah

digambarkan sebelumnya, terkait secara logis dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi, diperlukan suatu studi analisis yang komprehensif terhadap

lembaga legislatif (DPRD) dalam melaksanakan fungsi pembentukan peraturan

daerah, dan yang dapat mengungkapkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja tersebut guna memberikan rekomendasi pemecahan permasalahan.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal penting dalam suatu penelitian, karena

dengan perumusan masalah seorang peneliti telah mengidentifikasi persoalan

yang diteliti sehingga sasaran yang hendak diteliti dan dibahas dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang pada tahun 2015 ?

2. Apa kendala dan solusi yang dilakukan DPRD Kabupaten Malang dalam

melaksanakan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah pada tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang pada tahun 2015.

2. Untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang dalam pelaksanaan fungsi

pembentukan peraturan daerah pada tahun 2015.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

9

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

akademisi, mahasiswa, praktisi atau pemerhati masalah fungsi legislasi. Sehingga

bermanfaat dalam pengembangan dan pengayaan ilmu sosial, terutama yang

berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD

Kabupaten Malang.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dipakai sebagai masukan kepada Kantor DPRD Kabupaten

Malang khususnya Badan Pembentuk Peraturan Daerah untuk mengetahui sejauh

mana pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah dalam proses

pembentukan Raperda Tahun 2015. Adapun bagi masyarakat dengan adanya

penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memiliki pemahaman mengenai

pelaksanaan fungsi legislasi dan dapat berperan mengontrol jalannya fungsi

pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Malang.

E. Definisi Konsep

Definisi konsep adalah berisi gambaran umum mengenai konsep serta

istilah-istilah yang memiliki kaitan dengan penelitian. Definisi konsep juga

dimaksudkan memberi penegasan tentang makna arti dari kalimat yang ada di

dalam permasalahan, sehingga mempermudah dalam memahami maksud dari

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

10

kalimat yang ada di dalam penelitian. Untuk itu ada beberapa definisi konseptual

yang akan di jelaskan dengan rincian sebagai berikut:

1. Fungsi Legislasi

Fungsi Legislasi adalah suatu proses untuk mengakomodasi berbagai

kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders), untuk menetapkan

bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena itu fungsi ini

dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan daerah sebagai

produknya. Disamping itu sebagai produk hukum daerah, maka peraturan daerah

merupakan komitmen bersama para pihak pemangku kepentingan daerah yang

mempunyai kekuasaan paksa (coercive). Dengan demikian fungsi pembentukan

peraturan daerah mempunyai arti yang sangat penting untuk menciptakan keadaan

masyarakat yang diinginkan (sebagai social engineering) maupun sebagai

pencipta keadilan sosial bagi masyarakat.7

Ketentuan yang mengatur mengenai penguatan fungsi pembentukan

peraturan daerah DPRD sudah secara tegas diatur, baik dalam UUD 1945, dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD dan DPRD.

Menurut Jimly Asshiddiqie, pelaksanaan fungsi legislasi dalam

pembentukan UU, menyangkut 4 (empat) bentuk kegiatan, yaitu:

1. Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation);

7 Wasistiono, Sadu 2009, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Daerah, hal 58

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

11

2. Pembahasan rancangan undang-undang (law making process);

3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment

approval);

4. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau

persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat

lainnya (Binding decision making on international agreement and

treaties or other legal binding document).8

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan daerah

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD adalah lembaga

perwakilan rakyat di daerah yang merupakan wahana untuk melaksanakan

demokrasi di daerah berdasarkan Pancasila. DPRD sebagai badan legislatif daerah

dan merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah.9

Fungsi Dewan10

:

1. Membentuk Undang-undang yang di bahas oleh DPR bersama Presiden

untuk mendapatkan persetujuan bersama dan mengajukan usul

Rancangan Peraturan Daerah.

2. Fungsi Anggaran, Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara

bersama-sama presiden.

3. Fungsi Pengawasan, Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang,

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan atas kebijakan

pemerintah.

8 Jimly Assidqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1. Cet. 1. Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006. Hal 44 9 Ibid., hal.57

10Peraturan DPRD Kabupaten Malang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Tatib DPRD

Kabupaten Malang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

12

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan

kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk

mengukur konstrak atau variabel tersebut.

1. Pelaksanaan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Malang Tahun 2015

a. Proses penyusunan Program Legislasi Daerah (Perencanaan

Pembentukan Perda);

b. Penyusunan Raperda

1. Raperda Yang Berasal Dari Eksekutif

2. Raperda Yang Berasal Dari Inisiatif DPRD

2. Kendala yang dihadapi DPRD Kabupaten Malang

a. Waktu Pembahasan Raperda

b. Ketersediaan Anggaran

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

13

G. Kerangka Berpikir Pelaksanaan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah

Peraturan

Perundang-

undangan

Aspirasi

Masyarakat

PROPEMPER

DA

(Badan

Pembentukan

Peraturan

Daerah

Pembentukan

Perda

(DPRD)

Naskah

Akademik +

Draft

Kajian

Raperda

Uji Publik

(Raperda

Eksekutif) /

Sosialisasi

(Raperda

DPRD)

Pengesahan Rapat

Paripurna

Pembahasan

Tingkat II

Pembahasan

Tingkat I

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

14

H. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang

dilakukan untuk mendapatkan data dengan tujuan untuk menjawab permasalahan

yang diajukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi

objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan

sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan dengan

triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekankan makna dari pada generalisasi.11

Adapun langkah-langkah metode yang digunakan dalam mendukung

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana pengertian

penelitian deskriptif menurut Sugiyono adalah sebagai berikut: “Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable

mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,

atau menghubungkan dengan variabel yang lain.12

2. Sumber Data

a. Data Primer

11

Sugiyono (2009), Metoda Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Penerbit

Alfabeta, Bandung. Hal 15 12

Ibid., Hal 5

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

15

Data primer merupakan sumber data yang didapat langsung oleh peneliti

dari obyek yang sedang diteliti. Data-data yang diperoleh secara langsung antara

lain hasil observasi, wawancara serta dokumentasi di Kantor DPRD Kabupaten

Malang selaku lembaga yang berwenang melaksanakan fungsi legislasi. Selain itu

juga dari subyek lain yaitu dinas atau badan yang memiliki kaitan koordinasi guna

mewujudkan pelaksanaan fungsi legislasi di Kabupaten Malang.

b. Data Sekunder

Definisi data sekunder menurut Jonathan Sarwono adalah data yang sudah

tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan data yang diambil dari

suatu instansi yaitu DPRD Kabupaten Malang dengan permasalahan dilapangan

yang terdapat pada lokasi penelitian berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan

laporan-laporan penelitian. Selain itu data sekunder lainnya dengan melakukan

kajian pustaka, yang bersumber dari buku-buku, karya ilmiah, jurnal, Koran,

internet dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Definisi Observasi lapangan atau pengamatan lapangan (field observation)

adalah kegiatan yang setiap saat dilakukan, dengan kelengkapan panca indra yang

dimiliki. Selain dengan membaca koran, mendengarkan radio, menonton televise

atau berbicara dengan orang lain, kegiatan obsevasi merupakan salah satu

kegiatan untuk memahami lingkungan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi dalam pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara

mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

16

dianggap penting yang terdapat di lokasi penelitian yaitu di DPRD Kabupaten

Malang.

c. Wawancara

Definisi dari wawancara menurut ahli adalah tehnik mengumpulkan data

atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar

mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan

frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif.

d. Subyek Penelitian

1. Ketua Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD

Kabupaten Malang

2. 1 – 2 Anggota Pansus

3. 1 - 2 Staff Bidang Perundang-undangan

4. 1 – 2 Staff Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Malang

e. Lokasi Penelitian

Kantor DPRD Kabupaten Malang JL. Panji, No. 119, Kepanjen, JawaTimur

65163, Telepon (0341) 398400

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori, dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data

yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data

kualitatif terdiri dari empat komponen antara lain adalah :

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

17

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

wawancara dan studi dokumentasi.

b. Reduksi Data

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan

membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis

memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak

relevan.

c. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaikan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang

terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami

tersebut.

d. Pengambilan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapakan adalah temuan

baru yang sebelumnya belum pernah ada atau berupa gambaran suatu obyek yang

sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33807/2/jiptummpp-gdl-lutfiputri-44724-2-babi.pdf · A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan

18

jelas. Kesimpulan ini masih sebagai hipotesis, dan dapat menjadi teori jika

didukung oleh data-data yang lain.