35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita yang luhur sejak kemerdekaan pada tahun 1945. Cita-cita tersebut dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sekaligus merupakan salah satu tujuan bangsa Indonesia itu sendiri yakni memajukan kesejahteraan umum. 1 Tujuan untuk menyejahterakan masyarakat harus dilakukan dengan jalan pembangunan. Pembangunan yang dimaksud membutuhkan modal yang banyak. Jika hanya mengandalkan modal dalam negeri dan/atau utang luar negeri untuk pembangunan tentu tidak memadai sehingga tujuan untuk menyejahterakan masyarakat akan sulit tercapai, oleh karena itu dibutuhkan modal dari luar negeri dengan jalan investasi. Alasan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth), memperluas lapangan kerja, mengembangkan industri substistusi impor untuk menghemat devisa, mendorong ekspor nonmigas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun prasarana dan mengembangkan daerah tertinggal. Tujuan tersebut dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945. 2 1 Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat. 2 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi Di Indonesia (Bahan Kuliah). (Jakarta: UI, 2005), hal. 19.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

  • Upload
    dothuy

  • View
    222

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita yang luhur sejak kemerdekaan pada

tahun 1945. Cita-cita tersebut dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sekaligus merupakan salah satu

tujuan bangsa Indonesia itu sendiri yakni memajukan kesejahteraan umum.1

Tujuan untuk menyejahterakan masyarakat harus dilakukan dengan jalan

pembangunan. Pembangunan yang dimaksud membutuhkan modal yang banyak. Jika

hanya mengandalkan modal dalam negeri dan/atau utang luar negeri untuk

pembangunan tentu tidak memadai sehingga tujuan untuk menyejahterakan

masyarakat akan sulit tercapai, oleh karena itu dibutuhkan modal dari luar negeri

dengan jalan investasi. Alasan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi (economic growth), memperluas lapangan kerja,

mengembangkan industri substistusi impor untuk menghemat devisa, mendorong

ekspor nonmigas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun prasarana

dan mengembangkan daerah tertinggal.

Tujuan

tersebut dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945.

2

1Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat.

2 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi Di Indonesia (Bahan Kuliah). (Jakarta: UI, 2005), hal. 19.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Modal yang dimaksud di sini tidak hanya berupa dana segar akan tetapi bisa

juga berupa teknologi maupun keterampilan, sebagaimana diketahui bahwa pada

umumnya keterampilan dan teknologi serta modal dimiliki oleh negara-negara maju

(developed countries) dan perusahaan-perusahaan multinasional (multinational

corporations) yang telah berinvestasi di berbagai negara.3 Modal yang dibawa oleh

investor khususnya teknologi perlu dilindungi selain berharap adanya alih teknologi

dengan penerima modal. Sebab bagi investor perlu untuk mengetahui jaminan

keamanan modal yang ditanamkan di negara tujuan investasi. Oleh karena itu untuk

menarik minat investor harus didukung dengan aturan yang jelas di bidang investasi,

karena akan mempengaruhi kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya.

Kepercayaan investor dan iklim yang kondusif patut disiapkan demi investasi yang

menguntungkan.4

Kegiatan penanaman modal di Indonesia khususnya penanaman modal asing

telah ada sebelum Indonesia merdeka. Tetapi regulasi secara tertulis yang mengatur

tentang kegiatan penanaman modal tersebut ada sejak dikeluarkannya Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Selain penanaman

modal asing juga terdapat penanaman modal dalam negeri yang diatur dengan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

3 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi. (Bandung: CV Nuansa Aulia. 2010), hal. 76. 4 Endang Purwaningsih. Hukum Bisnis. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2010), hal. 42.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Adanya undang-undang ini menjadi pegangan bagi investor sebagai landasan hukum

yang kuat sebagaimana dikemukakan oleh Aminuddin Ilmar:5

Perlunya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal asing dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap penanaman modal asing yang dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional. Dengan kata lain kebijakan penanaman modal asing di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa penanaman modal asing harus dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkokoh struktur perekonomian nasional. Maka dengan adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal asing tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberi peluang yang lebih luas kepada para penanam modal asing dalam melaksanakan kegiatannya melalui dukungan iklim penanaman modal asing yang kondusif.

Kedua peraturan tersebut membawa dampak yang signifikan, karena jumlah

investasi baik asing maupun domestik mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Jumlah investasi asing dari tahun 1967 sampai tahun 1997 (sekaligus masa orde baru)

sebanyak 190.631,7 milyar dolar AS (Amerika Serikat) dan jumlah proyek yang

dibiayai sebanyak 5.699 proyek.6 Selanjutnya untuk investasi domestik dari tahun

1968 sampai tahun 1997 yang diinvestasikan oleh investor sebanyak Rp 580.384.996

triliun.7 Jumlah investasi yang tinggi tersebut disebabkan oleh stabilitas politik,

ekonomi, keamanan dan pertahanan, sosial dan kemasyarakatan dalam keadaan aman

dan terkendali sehingga para investor mendapat perlindungan dan jaminan keamanan

dalam berusaha di Indonesia.8

5 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 80.

Sementara sejak era reformasi tepatnya pada tahun

1998 sampai tahun 2006 investasi di Indonesia mengalami penurunan karena terjadi

6 H. Salim HS. dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi Di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2012), hal. 1.

7 Ibid., hal. 2. 8 Ibid.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

konflik di masyarakat khususnya saat diturunkannya presiden Soeharto, faktor

keamanan yang kurang, kesulitan pemasaran, nasionalisasi perusahaan asing, dan

lain-lain.9

Keadaan tersebut dicoba untuk diperbaiki untuk meningkatkan arus investasi

di Indonesia melalui regulasi bidang penanaman modal yang baru karena peraturan

yang ada saat itu sudah tidak sesuai dengan kebutuhan percepatan perkembangan

perekonomian dan pembangunan hukum nasional serta karena adanya kerjasama

Indonesia dengan negara lain dalam bidang ekonomi. Hal ini senada dengan pendapat

Rosyidah Rakhmawati yang menyatakan bahwa:

10

Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya, penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan dan juga masyarakat. Adanya perbedaan geografis, kondisi wilayah, potensi sumberdaya alam, kemampuan sumberdaya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan negara berada dalam interdependensi. Di lain sisi, negara sebagai penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana teknologi dan keahlian (skill) bagi kepentingan pembangunan dalam bentuk investasi. Di sisi lain, investor sebagai pihak yang berkepentingan untuk menanamkan modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana prasarana, pasar, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar perolehan keuntungan.

Peraturan yang baru yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal atau disingkat UUPM. Undang-undang ini

menyatukan penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dalam

satu peraturan, dimana sebelumnya diatur masing-masing bagian dalam peraturan

9 Ibid., hal. 3. 10 Rosyidah Rakhmawati. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. (Malang: Bayumedia

Publishing. 2004), hal. 1-2.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

yang berbeda. Lahirnya undang-undang ini juga tidak bisa dilepaskan dari

perkembangan komunitas pebisnis baik domestik maupun internasional yang dinamis

yang tercermin dalam pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut yang

menyatakan bahwa:11

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

mengandung beberapa asas seperti dalam Pasal 3 ayat (1), yakni:

a. Asas kepastian hukum b. Asas keterbukaan c. Asas akuntabilitas d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara e. Asas kebersamaan f. Asas efisiensi berkeadilan g. Asas berkelanjutan h. Asas berwawasan lingkungan i. Asas kemandirian j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Berkaitan dengan asas-asas tersebut, juga terdapat asas nondiskriminasi yang

ditentukan dalam TRIMs (Trade Related Investment Measures). TRIMs merupakan

hasil kesepakatan dalam Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang berlangsung dari

tahun 1986 sampai tahun 1994 antara negara-negara maju dan berkembang yang

11 Sentosa Sembiring, Op.cit., hal. 128.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

mempertautkan masalah kebijakan FDI (Foreign Direct Investment) dengan

perdagangan internasional. TRIMs memiliki asas nondiskriminasi di mana asas ini

tidak membedakan antara investasi asing maupun lokal.12 Selain itu menurut Mahmul

Siregar bahwa:13

Masuknya prinsip perlakuan yang sama tidak terlepas dari pengaruh kesepakatan internasional terkait investasi, terutama General Agreement on Trade in Services (GATS) Article XVII tentang National Treatment menetapkan kewajiban kepada negara anggota untuk memberikan perlakuan sama antara pemasok jasa asing dengan pemasok jasa domestik pada semua sektor maupun subsektor yang telah dinyatakan dalam schedule of commitment.

Asas nondiskriminasi ini telah dimasukkan ke dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d

UUPM. Asas-asas tersebut dimaksudkan untuk mendorong arus investasi di

Indonesia. Selain itu, dengan ditempatkannya asas-asas tersebut, maka setiap

peraturan yang akan diterbitkan baik di tingkat pusat maupun daerah harus dijiwai

oleh asas-asas yang terkandung dalam undang-undang penanaman modal.14 Tujuan

diselenggarakannya penanaman modal adalah untuk:15

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional

b. Menciptakan lapangan kerja c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan

menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri;dan

12 H. Salim HS. dan Budi Sutrisno. Op.Cit., hal. 15. 13 Mahmul Siregar. Hukum Penanaman Modal Dalam Kerangka WTO. (Medan: Pustaka

Bangsa Press. 2011), hal. 121. 14 Sentosa Sembiring. Op.Cit., hal. 133. 15 Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Penyelenggaraan penanaman modal yang diperlukan untuk jangka panjang

demi tercapainya tujuan dari penyelenggaraan penanaman modal tersebut serta untuk

mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi

pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu

daerah dalam kesatuan ekonomi nasional, pemerintah membuat suatu kebijakan

melalui regulasi yang dipandang sebagai suatu terobosan baru untuk peningkatan

investasi di Indonesia. Regulasi tersebut adalah amanat dari Undang-undang Nomor

25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun

2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus atau disingkat UUKEK.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diatur dalam satu bab yakni BAB XIV

Pasal 31 UUPM yang bunyinya sebagai berikut:

(1) Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.

(2) Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus.

(3) Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.

Peningkatan investasi melalui KEK diharapkan dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan membuka suatu kawasan/zona tertentu

seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) UUPM. Pengembangan KEK pada

suatu kawasan atau zona tertentu didasarkan dari studi kelayakan kawasan tersebut

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

yang16 “memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk

menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang

memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional”. Kawasan yang

dimaksud adalah kawasan atau lokasi yang telah memenuhi kriteria yang layak untuk

dijadikan KEK seperti17

a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

:

b. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat

dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

d. Mempunyai batas yang jelas.

KEK memiliki tujuan yakni18 “mempercepat perkembangan daerah dan

sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi antara

lain industri, pariwisata dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan

pekerjaan”. Sisi lain, upaya merealisasikan KEK sebagai upaya peningkatan

penanaman modal di Indonesia tidak terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi

berkaitan dengan pelayanan, sarana dan prasarana serta juga mungkin kendala dari

berkaitan dengan sambutan investor dalam rangka perwujudan KEK tersebut19

Indonesia memiliki keunggulan untuk mengembangkan KEK sebab Indonesia

memiliki letak geografis yang berada di jalur maritim internasional dan memiliki

.

16 Pasal 2 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus. 17 Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus. 18 Lihat pada bagian Umum penjelasan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang

Kawasan Ekonomi Khusus. 19Bismar Nasution, Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global: Perspektif

Kawasan Ekonomi Khusus. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global”. Universitas Prima Indonesia, Medan, Tanggal 15 Desember 2011, hal. 1.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

penduduk yang sangat banyak, sehingga KEK yang dikembangkan selain untuk

aktivitas investasi dan/atau perdagangan baik domestik maupun internasional dapat

membantu mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia baru memiliki

dua daerah yang dijadikan sebagai KEK yakni KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara

yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 Tentang

Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung di Banten yang

ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Kawasan

Ekonomi Khusus Tanjung Lesung. Tetapi kedua KEK tersebut belum beroperasi,

sementara daerah lain masih dalam tahap usulan sebagai KEK seperti Dumai di Riau,

Bitung di Sulawesi Utara dan Kulonprogo di Yogyakarta yang mana daerah ini

merupakan daerah yang strategis untuk pengembangan kawasan industri.20

KEK selain memiliki tujuan juga memiliki fungsi antara lain

21

20 Nancy Junita, Kawasan Ekonomi Khusus: Banyak Usulan yang Tidak Terencana Dengan

Baik.

“untuk

melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri,

pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan

telekomunikasi, pariwisata dan bidang lainnya”. Dengan ditetapkannya KEK, maka

akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta maupun

negara lain dan/atau warga negara lain yang ikut ambil bagian dalam berinvestasi di

dalam KEK, sehingga arus investasi dan regulasinya akan berkembang di masa yang

akan datang. Sebab penetapan KEK tersebut akan menimbulkan terjalinnya hubungan

http://www.bisnis.com/kawasan-ekonomi-khusus-banyak-usulan-yang-tidak-terencana-dengan-baik, diakses tanggal 06 Juni 2013 jam 15.17 Wib.

21 Lihat pada bagian Umum penjelasan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

interpendensi dan integrasi dalam bidang investasi serta akan membawa dampak

pengelolaan investasi atau ekonomi di KEK, dimana lalulintas perdagangan dan

pelabuhan akan bebas tanpa hambatan tarif bea masuk maupun non tarif.22

Pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam KEK khususnya

investor atau pelaku usaha mendapatkan fasilitas dalam menanamkan modal. UUPM

mengatur satu bab mengenai fasilitas penanaman modal yaitu Bab X Pasal 18 sampai

dengan Pasal 24. Pemberian fasilitas tersebut bertujuan:

23

1. Untuk mempercepat penyebaran investasi ke seluruh pelosok tanah air, karena

dengan adanya investasi terjadi pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya

pertumbuhan, akan ada peningkatan kesejahteraan.

2. Insentif atau fasilitas diberikan supaya ada percepatan dari sektor ekonomi.

Pemberian fasilitas ini dengan pertimbangan tingkat daya saing perekonomian

dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang

diberikan negara lain. Selain itu juga dilakukan dalam upaya mendorong penyerapan

tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan perlakuan ekonomi

kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada

penanaman modal yang menggunakan barang produksi dalam negeri.24

22 Bismar Nasution, Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global: Perspektif

Kawasan Ekonomi Khusus. Op.Cit., hal. 4.

23 Dhaniswara K. Harjono. Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007), hal. 137.

24 Ibid., hal. 136.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Fasilitas yang diberikan kepada investor harus memenuhi salah satu kriteria

sebagai berikut:25

a. Menyerap banyak tenaga kerja;

b. Termasuk skala prioritas tinggi; c. Termasuk pembangunan infrastruktur; d. Melakukan alih teknologi; e. Melakukan industri pionir; f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah

lain yang dianggap perlu; g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi; i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang

diproduksi di dalam negeri.

Kriteria-kriteria tersebut sangat diperlukan bila investor ingin mendapatkan

fasilitas dalam kegiatan penanaman modal. Menurut Gatot Supramono bahwa26

Fasilitas melalui kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (3)

huruf j UUPM yakni barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di

dalam negeri dapat berdampak pada perdagangan internasional, seperti yang

dikemukakan oleh Asmin Nasution bahwa

“dengan dapat memenuhi salah satu kriteria atau syarat tersebut setidaknya penanam

modal telah memberikan suatu kegiatan yang telah memberikan dampak positif ke

arah yang lebih maju kepada bangsa dan negara Indonesia”.

27

25 Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

“fasilitas penanaman modal dengan

penggunaan produksi dalam negeri dapat berdampak pada perdagangan internasional,

26 Gatot Supramono. Hukum Orang Asing Di Indonesia. (Jakarta Timur: Sinar Grafika. 2012), hal. 42.

27 Asmin Nasution.Transparansi Dalam Penanaman Modal. (Medan: Pustaka Bangsa Press. 2008), hal. 107.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

karena didasarkan pada syarat yang dapat berakibat ada perbedaan perlakuan antara

barang buatan dalam negeri dengan barang impor”. Ketentuan tersebut menjadi celah

untuk menggunakan barang produksi luar negeri sebab bukan merupakan suatu

kewajiban untuk menggunakan barang produksi dalam negeri, sehingga tindakan ini

merupakan tindakan sukarela tetapi diberikan insentif investasi.28 Hal ini sesuai

dengan hukum perdagangan internasional yang menerapkan prinsip perlakuan sama

terhadap barang buatan dalam negeri dan barang buatan luar negeri. Selain itu dengan

adanya ketentuan tentang penggunaan barang produk dalam negeri untuk industri

dapat menghambat perdagangan internasional, dengan tidak menggunakan barang

produk impor akan terjadi diskriminasi. Dampak diskriminasi terhadap produk impor

dapat menghambat perdagangan internasional.29

KEK merupakan bagian dari penanaman modal sebagaimana telah diterbitkan

peraturan khusus tentang kawasan ekonomi khusus yakni UUKEK. UUKEK tidak

mengatur secara rinci kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fasilitas

seperti dalam undang-undang penanaman modal tetapi untuk fasilitas tertentu diatur

kriteria sebagai syarat untuk mendapatkan fasilitas. Penanam modal diartikan sebagai

wajib pajak yang berhak memperoleh fasilitas di kawasan ekonomi khusus. Fasilitas

diberikan bagi setiap wajib pajak berdasarkan tempat kegiatan usaha dan karakteristik

zona di KEK.

28 Ibid., hal. 107. 29 Mahmul Siregar. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi Kesiapan

Indonesia Dalam Perjanjian Investasi Multilateral. (Medan: Universitas Sumatera Utara. 2008), hal. 35.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Fasilitas tertentu sebagaimana dimaksud di atas adalah berupa pajak

penghasilan (PPh) yang diberikan apabila memenuhi kriteria seperti: merupakan

industri pionir, mempunyai rencana penanaman modal baru paling sedikit Rp

1.000.000.000.000.- (satu triliun rupiah), dana ditempatkan di perbankan Indonesia

paling sedikit 10 % (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal dan harus

berstatus badan hukum Indonesia.30

Bentuk fasilitas yang terdapat di KEK berdasarkan Undang-undang Nomor

39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus diberikan dengan ketentuan batas

waktu seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

Kepabeanan dan Cukai, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta kemudahan lain

untuk berinvestasi di KEK seperti dalam bidang pertanahan (hak atas tanah),

keimigrasian dan perizinan.

Pemerintah memberikan jalan yang dapat mempermudah investor dalam

pelayanan keimigrasian, perizinan, kepabeanan dan lain-lain melalui regulasi yang

dibangun, sehingga dengan demikian dari sisi fiskal investor dapat memanajemen

segala biaya yang akan dikeluarkan seminimal mungkin dalam kegiatan penanaman

modal. Oleh sebab itu, peran pemerintah dibutuhkan sebagai forum untuk

menetapkan hukum atau rule of the game dan sebagai wasit yang menafsirkan dan

menegakkan (enforce) dari rule of the game yang sudah ditetapkan.31

30 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 Tentang

Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Pemerintah

31 Bismar Nasution. Op.Cit., hal. 5.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

dalam hal ini bersinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun dan

mengembangkan KEK.

Pemerintah daerah akan dipersilahkan mengeluarkan izin penanaman modal

di kawasannya, namun ketentuan pemberian persetujuan izin investasi itu tetap

mengacu aturan pemerintah pusat dan terbatas untuk investor dalam negeri.

Pemberian wewenang terhadap pemberian izin investasi juga akan dibarengi dengan

larangan bagi daerah untuk menerbitkan pajak daerah jenis baru.32 Menurut Saut P.

Panjaitan bahwa:33

Meskipun Pemerintah Daerah (Pemda) diberi kewenangan di bidang investasi, namun kewenangan dimaksud tidak boleh lepas dari tujuan negara secara nasional. Dalam menjalankan kewenangan dimaksud, maka pemerintah pusat dapat menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota. Dari ketentuan ini terlihat bahwa di satu sisi disebutkan bahwa pelayanan penanaman modal dilakukan dalam sistem pelayanan terpadu, tapi pada sisi lain ada hal-hal tertentu diserahkan kepada instansi terkait atau pemerintah daerah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, ditegaskan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah berkaitan dengan pelayanan dasar di bidang penanaman modal dan pemerintah daerah pun diberikan kewenangan untuk memberi insentif melalui Perda, berupa penyediaan sarana, prasarana, dana stimulasi, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya, dan percepatan pemberian ijin, sesuai dengan kewenangan, kondisi, dan kemampuan daerah. Kewenangan pemerintah daerah ini dapat dijalankan secara bersama-sama dengan sesama tingkatan dan susunan pemerintah (Konkuren).

32 Lutfi Zaenuddin. Pemerintah Daerah Boleh Mengeluarkan Izin Investasi.

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6030&coid=2&caid=2&gid=2, diakses tanggal 23 Mei 2013, jam 10.30 Wib.

33 Saut P. Panjaitan. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Investasi Menurut Sistem UU Pemerintah Daerah dan Sistem UU Penanaman Modal: Pelimpahan Setengah hati?. http://notariat.fh.unsri.ac.id/mkn/index.php/posting/36, diakses tanggal 23 Mei 2013 jam 10.21 Wib.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Pasal 30 ayat (7) UUPM menyebutkan bahwa: Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan Pemerintah adalah : a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan

dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi; b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi

pada skala nasional; c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung

antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan

keamanan nasional; e. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal

asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain; dan

f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.

Pemerintah pusat dapat menyelengarakan kewenangan dari Pasal 30 ayat (7)

tersebut oleh pemerintah sendiri, melimpahkan kepada gubernur selaku wakil

pemerintah di daerah atau menugasi pemerintah kabupaten/kota. Kaitannya dengan

pemberian fasilitas bagi investor di KEK bahwa pemerintah daerah diberikan

kewenangan dalam memberikan insentif pajak daerah dan kemudahan lain termasuk

penetapan dan pemberlakuan upah minimum bagi tenaga kerja di KEK melalui

regulasi.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, fasilitas yang diberikan oleh pemerintah

kepada investor dalam kegiatan penanaman modal di KEK perlu dikaji lebih dalam.

Oleh karena itu suatu penelitian perlu dilakukan untuk menganalisis dari sisi hukum

mengenai fasilitas bagi investor di KEK melalui judul “ Analisis Hukum Fasilitas

Bagi Investor Di Kawasan Ekonomi Khusus Berdasarkan Undang-undang Nomor 25

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009

Tentang Kawasan Ekonomi Khusus”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Mengapa Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus

memberikan fasilitas penanaman modal secara khusus kepada investor yang

menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)?

2. Bagaimana pengaturan fasilitas penanaman modal kepada investor di Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang

Kawasan Ekonomi Khusus?

3. Bagaimana peran pemerintah pusat dan daerah dalam rangka pemberian fasilitas

kepada investor di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berdasarkan Undang-

undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang

Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah seperti yang tersebut di atas maka diharapkan dari

penelitian ini dapat mencapai tujuan:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

1. Untuk mengetahui pertimbangan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang

Kawasan Ekonomi Khusus memberikan fasilitas penanaman modal secara

khusus kepada investor yang menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi

Khusus (KEK).

2. Untuk mengetahui pengaturan fasilitas penanaman modal kepada investor di

kawasan ekonomi khusus (KEK) berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009

Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintah pusat dan daerah dalam

rangka pemberian fasilitas kepada investor di kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Secara teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat teoritis dalam

perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang penanaman modal sehingga

wawasan mengenai bidang ini memberikan sumbangsih bagi kalangan akademisi

dalam memperkaya pengetahuannya terlebih pada fasilitas yang didapatkan oleh

investor di Kawasan Ekonomi Khusus.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan dan pedoman bagi pelaku usaha atau investor

yang ingin menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi Khusus

(KEK).

b. Sebagai bahan informasi atau bahan kajian bagi semua kalangan baik

akademisi maupun praktisi hukum terhadap fasilitas bagi investor di

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

c. Sebagai masukan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah agar

mengkaji lebih dalam penyediaan fasilitas bagi investor di Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) dari sisi dampak atau pengaruhnya bagi

kelangsungan investasi di masa yang akan datang dan perkembangan

perekonomian daerah yang dijadikan kawasan ekonomi khusus serta ke

tingkat nasional dan hubungan dengan luar negeri.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara maupun di portal garuda yang diakui secara nasional

sebagai tempat publikasi penulisan mahasiswa seluruh Indonesia, maka penelitian

dengan judul “ Analisis Hukum Fasilitas Bagi Investor di Kawasan Ekonomi Khusus

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus” belum

pernah dibahas oleh mahasiswa sebelumnya.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Tesis yang terdahulu yang berkaitan dengan penanaman modal diperoleh

beberapa judul melalui penelusuran di internet sebagai berikut:

1. Eksistensi Yuridis Peraturan Daerah Dalam Konteks Regulasi Kawasan Ekonomi

Khusus, oleh Albert pane. Kajian dalam penelitiannya adalah terhadap eksistensi

peraturan daerah dalam konteks regulasi kawasan ekonomi khusus.

2. Analisis Hukum Investasi Sektor Usaha Pariwisata di Kabupaten Karo, oleh

Amanat Sembiring. Kajian dalam penelitiannya adalah investasi sektor usaha di

Kabupaten Karo.

3. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Dalam Pengembangan Usaha Pariwisata

Di Kota Batam, oleh Suhendro. Kajian dalam penelitiannya adalah

pengembangan usaha pariwisata di Kota Batam melalui penanaman Modal asing.

4. Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman

Modal Di Indonesia (Studi Pada Putusan MA-RI Nomor 382K/TUN/2010), oleh

Wahana Grahawan Manurung. Kajian dalam penelitiannya adalah perlindungan

investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia berdasarkan

putusan MA-RI Nomor 382K/TUN/2010.

5. Kebijakan Pemerintah Kota Tanjung Balai dan Pemerintah Kabupaten Agam

Dalam Meningkatkan Kepercayaan Investor Setelah Berlakunya Otonomi

Daerah, oleh Ramlan. Kajian dalam penelitiannya adalah kebijakan pemerintah

Kota Tanjung Balai dan pemerintah Kabupaten Agam dalam meningkatkan

kepercayaan investor setelah berlakunya otonomi daerah.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

6. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Forum Arbitrase Asing Dalam

Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Kota Medan, oleh Dedi Harianto. Kajian

dalam penelitiannya adalah faktor yang mempengaruhi pemilihan forum arbitrase

asing dalam kegiatan penanaman modal asing di Kota Medan.

Penulisan ini merupakan penulisan yang asli yang berbeda dengan tesis

tersebut dari sisi substansial maupun permasalahan dan bukan merupakan hasil

plagiat atau pengambilan dari hasil karya orang lain. Sehingga penulisan ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan oleh karena itu terbuka untuk saran yang

membangun dalam penyempurnaan hasil penulisan/penelitian ini agar manfaat dan

tujuan penelitian ini dapat dicapai.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

Menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari tujuan

hukum.34 Tujuan hukum menurut Utrecht adalah untuk menjamin suatu kepastian di

tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan dapat membuat kepastian hukum

sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum.35

34 Muhamad Erwin. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada. 2011), hal. 123.

35 Utrecht & Moh. Saleh Jindang. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta: Ichtiar Baru,1983), hal. 14.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Kepastian hukum dalam bidang penanaman modal dibutuhkan untuk

mendukung iklim investasi yang kondusif. Pada dasarnya investor baik investor asing

maupun investor dalam negeri menginginkan iklim investasi yang kondusif. Investasi

khususnya oleh investor asing bukan hanya didasarkan pada keinginan investor

semata tetapi juga oleh karena suatu negara khususnya negara berkembang

membutuhkan investasi. Tujuan Investasi ini mempercepat laju pembangunan di

negara tersebut.36

Kepastian hukum dalam mendukung iklim investasi yang kondusif ditujukan

untuk mendukung suatu negara dalam memperoleh/mendatangkan investor agar dapat

mempercepat laju pertumbuhan pembangunan di negara tersebut. Dalam

mendatangkan investor, suatu negara harus memenuhi beberapa syarat, seperti;

37

Berikut akan diuraikan ketiga hal tersebut:

pertama, economic opportunity (peluang ekonomi), dimana investasi mampu

memberikan keuntungan secara ekonomis bagi investor, kedua, political stability

(stabilitas politik), dimana investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik dan

ketiga, kepastian hukum (legal certainty).

a. Peluang ekonomi (economic opportunity)

Peluang/kesempatan ekonomi bagi investor dibutuhkan untuk menarik modal

asing, seperti dekat dengan sumber daya alam, tersedianya bahan baku, tersedianya

lokasi untuk mendirikan pabrik, tersedianya tenaga kerja yang murah dan tersedianya

36 Ibid., hal. 114. 37 Erman Rajagukguk, Op. Cit., hal. 40.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

pasar yang prospektif.38

Kesempatan ekonomi tersebut belum mampu diberdayakan secara maksimal

sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang belum maju. Oleh karena itu segala

upaya ditempuh untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa yang akan datang

seperti mengupayakan pengembangan KEK untuk menunjang perekonomian

nasional.

Indonesia memiliki semua hal tersebut, sehingga Indonesia

dijadikan peluang investasi oleh investor. Pemerintah Indonesia sendiri

memberdayakan peluang ekonomi ini untuk mendatangkan investor di samping hal-

hal lain seperti kepastian hukum dan politik.

Pengembangan KEK sangat didukung oleh keadaan Indonesia yang memiliki

wilayah yang sangat luas, yang berada di jalur perdagangan internasional dan sangat

strategis, dengan kekayaan alam yang melimpah serta jumlah penduduk yang banyak.

KEK yang memiliki tujuan mengembangkan daerah untuk mendukung perekonomian

nasional harus dikelola dengan baik termasuk dengan jalan memberikan

fasilitas/kemudahan-kemudahan kepada investor agar mau menanamkan modalnya di

KEK selain didukung oleh jaminan keamanan dan infrastruktur yang baik. Sebab

sesuatu yang wajar jika investor menuntut jaminan keamanan, kemudahan dan

infrastruktur.39

Kemudahan atau fasilitas tersebut sangat berpengaruh dalam mendatangkan

investor terlebih investor asing dalam menanamkan modal di Indonesia khususnya di

38 Ibid., hal. 41. 39 Ibid., hal. 43.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

KEK, sehingga di KEK wajib diberikan fasilitas secara khusus bagi investor dan

menjadi daya tarik tersendiri bagi investor agar peluang/kesempatan ekonomi yang

dimiliki oleh Indonesia benar-benar dapat dimanfaatkan demi kemakmuran bangsa

Indonesia. Adanya kemudahan atau fasilitas tersebut membuat keadaan iklim

investasi menjadi lebih kondusif.

b. Stabilitas politik (political stability)

Iklim investasi akan dipengaruhi oleh keadaan atau stabilitas politik suatu

negara. Demikian halnya dengan investor yang ingin menanamkan modalnya di

negara lain, bahwa ia mau datang ke suatu negara sangat dipengaruhi faktor stabilitas

politik (political stability).40 Terjadinya konflik elite politik atau konflik masyarakat

akan berpengaruh terhadap iklim investasi. Konflik politik sangat berpengaruh

terhadap dunia usaha. Penanam modal asing akan datang dan mengembangkan

usahanya jika negara yang bersangkutan terbangun proses demokrasi yang

konstitusional.41

Kondisi politik Indonesia dan iklim investasi yang buruk mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap arus modal, sehingga Indonesia tidak termasuk

negara favorit untuk berinvestasi.

42 Faktor lain yang menjadi penghambat investor

enggan datang ke Indonesia menurut Erman Rajagukguk,43

40 Sentosa Sembiring. Op. Cit., hal. 52.

yakni “kegagalan

mengatasi korupsi yang mewabah serta memperbaiki transparansi dan efisiensi”.

41 Erman Rajagukguk. Op. Cit., hal. 46. 42 Adig Suwandi. Pelarian Modal: Mengapa Terjadi?. Artikel Kompas, Rabu 26 Desember

2001. hal. 4-5. 43 Erman Rajagukguk. Op. Cit., hal. 48.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Suap untuk mendapatkan tempat dan izin investasi juga kerap terjadi yang sulit untuk

diberantas, sehingga dapat mempengaruhi iklim investasi.

Berkaitan dengan pengembangan KEK, bahwa stabilitas politik diperlukan

agar pengembangan KEK dapat dilaksanakan dengan baik. Pemerintah pusat dan

daerah harus sama-sama mendukung pengembangan KEK karena pemerintah pusat

dan daerah adalah bagian yang tak terpisahkan sebagai lembaga dalam pembangunan

KEK itu sendiri selain adanya lembaga lain seperti administrator KEK. Dukungan

dalam hal ini dengan adanya kebijakan-kebijakan baik pusat maupun daerah yang

sifatnya tidak menghambat pengembangan KEK tersebut, sehingga pemerintah

sangat berperan dalam mengembangkan KEK.

Kebijakan-kebijakan tersebut seperti di bidang pajak daerah dan retribusi

daerah serta perizinan yang harus disesuaikan dengan aturan dari pusat agar tidak

terjadi konflik politik karena daerah pada dasarnya ingin menambah pundi-pundi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan membuat kebijakan di bidang pajak daerah

dan retribusi daerah sedangkan pemerintah pusat menginginkan keringanan pajak

sebagai fasilitas bagi investor dengan tujuan menarik minat para investor. Selain itu

pemerintah pusat yang ingin cepat merealisasikan pembangunan daerah untuk

menunjang pembangunan nasional melalui suatu kebijakan tetapi harus terkendala

oleh kebijakan daerah misalnya belum adanya peraturan daerah tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) sebagai dasar untuk menetapkan wilayah KEK yang juga

terkait dengan hak-hak atas tanah di lokasi KEK.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Kebijakan-kebijakan juga terkait dengan dampaknya di masyarakat yang

harus dicegah agar tidak terjadi konflik antara masyarakat, seperti terjadinya pro-

kontra antara kelompok masyarakat terhadap kehadiran adanya pembangunan di

daerahnya dan/atau penguasaan di bidang-bidang tertentu di KEK yang dapat

menghambat pengembangan KEK.

c. Kepastian hukum (legal certainty)

Sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi memerlukan aturan

yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus

dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan.44

Peluang ekonomi (economic opportunity) dan stabilitas politik (Political

stability) harus dijamin dengan kepastian hukum. Kepastian hukum mutlak perlu bagi

pembangunan ekonomi.

45 Menurut Suparji, kepastian hukum merupakan unsur yang

sama pentingnya dengan stabilitas politik dan kesempatan ekonomi.46 Kepastian

hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai

pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.47

44 Ibid., hal. 51.

45 Erman Rajagukguk. Kepastian Hukum Mutlak Bagi Pembangunan Ekonomi : Badan Hukum, BUMN, dan Perlunya Amendemen UU Keuangan Negara, UU BUMN dan UU Anti Korupsi. Disampaikan pada diskusi “Peran dan Komitmen BUMN/BUMD dalam Memerangi Praktik Bisnis yang Koruptif dalam Kaitan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta 4 Juni 2012.

46 Budiman Ginting. Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 20 September 2008, hal. 6.

47Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. (Yogyakarta: Kanisius. 1992), hal. 42.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Kepastian hukum dalam bidang investasi disebutkan dalam Undang-undang

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 3 Ayat (1) huruf a yaitu

“Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum”. Asas

kepastian hukum itu berarti “asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan

ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan

tindakan dalam bidang penanaman modal”.48 Hal ini diperlukan dalam mendukung

iklim investasi sehingga dapat menciptakan kepercayaan investor termasuk

penegakan hukum di bidang investasi, seperti yang dikemukan oleh Hendrik Budi

Untung49 “untuk mewujudkan sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi

diperlukan aturan yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya

yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan”. Hal senada juga

dikemukakan oleh Budiman Ginting bahwa:50

Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum tidak akan terlepas dari fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang terpenting adalah tercapainya keteraturan dalam kehidupan manusia dalam masyarakat. Keteraturan ini yang menyebabkan orang dapat hidup dengan berkepastian, artinya orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat karena ia dapat mengadakan perhitungan atau prediksi tentang apa yang akan terjadi atau apa yang bisa ia harapkan. Dalam dunia usaha, kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketenangan dan kepastian berusaha. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah adanya konsistensi peraturan dan penegakan hukum di Indonesia. Konsistensi peraturan ditunjukkan dengan adanya peraturan yang tidak saling bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain, dan dapat dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak

48 Lihat penjelasan Pasal 3 Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal. 49 Hendrik Budi Untung. Hukum Investasi. (Jakarta: Sinar Grafika. 2010), hal. 55. 50 Budiman Ginting. Op Cit., hal. 2.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

terkesan setiap pergantian pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan. Perkembangan penanaman modal dipengaruhi oleh kepastian hukum atas hak-

hak dan kewajiban investor, disamping perkembangan situasi politik dan ekonomi.

Bagi investor, peluang harus diikuti dengan jaminan hukum (Legal quaranty) yang

memadai atas investasinya. Kepastian hukum dan jaminan hukum itu memberikan

kepastian dalam berusaha.51

Fasilitas bagi investor baik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal maupun Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009

Tentang Kawasan Ekonomi Khusus khususnya dalam hal industri yang menggunakan

barang produksi dalam negeri dan fasilitas pajak penghasilan, bukan merupakan suatu

kewajiban. Hal ini menandakan bahwa ketidakpastian industri yang dimaksud yang

bisa saja menggunakan barang produksi impor. Sedangkan untuk fasilitas terhadap

pajak penghasilan melalui peraturan penanaman modal hanya diberikan pada investor

tertentu sedangkan dalam peraturan tentang kawasan ekonomi khusus masih

menunggu peraturan pemerintah yang mengatur tentang pajak penghasilan.

Sisi lain bahwa kepastian hukum diperlukan di bidang kepabeanan dan cukai,

pajak daerah dan retribusi daerah, pertanahan dan perizinan serta keimigrasian

termasuk fasilitas dan kemudahan lain berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009

51 Janus Sidabalok. Pengantar Hukum Ekonomi. (Medan: Bina Media. 2003), hal. 50.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Tentang Kawasan Ekonomi Khusus sebab dalam undang-undang tersebut selalu

disebutkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Perundang-undangan yang dimaksud terkait dengan peraturan yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah sesuai dengan bidang fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi investor,

yang dikhawatirkan akan saling tumpang tindih (overlapping), sehingga dapat

menimbulkan masalah, akibatnya tidak terakomodir kepastian hukum bagi investor.

Hal ini senada dengan pendapat Sentosa Sembiring yang menyatakan bahwa

“kepastian hukum dibutuhkan investor selain tunduk pada hukum investasi, tetapi

juga ketentuan lain seperti perpajakan, ketenagakerjaan, perizinan dan masalah

pertanahan”.52

Hal – hal yang berkaitan dengan fasilitas bagi investor yang telah dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan tidak serta merta memberikan kepastian hukum

sebab langkah selanjutnya harus ada penegakan hukum. David Kairupan menyatakan

bahwa

53“kepastian hukum tidak hanya berarti ketersediaan perangkat perundang-

undangan yang dibutuhkan dalam kegiatan penanaman modal, tetapi juga terkait erat

dengan penegakan atau pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan tersebut (law

enforcement)”. Seperti yang dikatakan oleh Hendrik Budi Untung bahwa54

52 Sentosa Sembiring. Op Cit., hal 16.

“Investor

tidak akan melihat insentif pajak seperti tax holiday sebagai daya tarik investasi,

53 David Kairupan. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia. (Jakarta: Kencana Media Group. 2013), hal. 6.

54 Hendrik Budi Untung. Op. Cit., hal. 56.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

melainkan apakah ada jaminan keamanan maupun penegakan hukum”. Kepastian

hukum bukan hanya berdasarkan ada dalam peraturan tetapi juga dalam kenyataan.

Kepastian hukum dan politik dalam negeri merupakan bagian dari masalah-

masalah yang menyebabkan iklim investasi tidak kondusif. Iklim yang kondusif

tentunya akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia.55 Bila ada kepastian

hukum dalam berinvestasi, maka kegiatan investasipun akan berjalan dengan baik.56

2. Kerangka Konsep

Konsep dibutuhkan untuk suatu teori. Menurut Bahder bahwa “membangun

konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya merupakan kegiatan untuk

mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk menganalisisnya dan

memahaminya”.57 Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari

abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.58

Rangkaian defenisi operasional dan konsep diperlukan dalam penelitian ini

agar tidak terjadi salah pemahaman atau pengertian dalam beberapa peristilahan

berikut ini:

Kerangka konsep dengan demikian merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antar konsep.

55 Erman Rajagukguk. Op. Cit., hal. 54. 56 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 21. 57Bahder Johan.Op.Cit. hal. 108. 58Tan Kamello. Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia, Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara. Disertasi. PPs USU. Medan, hal. 35.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh

penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan

usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.59

2. Investor atau Penanam modal adalah perorangan atau badan usaha yang

melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam

negeri dan penanam modal asing.

60

3. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan

dengan batas tertentu dalam wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan

fasilitas tertentu.

61

4. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

62

5. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

63

6. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang dimiliki oleh

penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.

64

59 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

60 Pasal 1 Angka 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. 61 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi

Khusus. 62 Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 63 Pasal 1 Angka 3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

7. Investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik

investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka

untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.65

8. Fasilitas penanaman modal adalah kemudahan/fasilitas yang diberikan oleh

pemerintah berupa kemudahan di bidang fiskal seperti perpajakan,

kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah; dan fasilitas

nonfiskal berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, dan

ketenagakerjaan.

66

9. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

67

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam

penelitian68 sedangkan penelitian itu sendiri adalah suatu kerja ilmiah yang bertujuan

untuk mengungkapkan kebenaran secara sitematis, metodologis dan konsisten.69

64 Pasal 1 Angka 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

65 H. Salim HS., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. (Jakarta: Rajawali Pers. 2012), hal. 109.

66 Lihat penjelasan umum Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

67 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 68 Bahder Johan. Op.Cit. hal.3. 69 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2001), hal. 1.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan

hukum yang bersifat akademis dan praktis baik yang bersifat asas-asas hukum,

norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat maupun yang

berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat.70

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif atau yuridis normatif. Penelitian hukum normatif ini merupakan suatu

prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan

hukum dari sisi normatifnya.71 Penelitian hukum normatif ini disebut juga sebagai

penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis

hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book) maupun

hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided

by the judge through judicial process).72

Jenis penelitian hukum normatif ini digunakan karena mengacu kepada

bahan hukum yang berisi aturan – aturan/ asas-asas yang bersifat normatif. Oleh

karena itu penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek

70 H. Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika. 2009), hal. 19. 71Johnny Ibrahim. Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif. (Malang: Bayumedia

Publishing. 2005), hal. 47. 72 Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: PT Citra

Aditya Bakti. 2006), hal. 118.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

penelitian.73

Penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini adalah untuk

meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang fasilitas bagi

investor terkait dengan penanaman modal di KEK.

2. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu:

1. Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif).74

a. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Bahan Hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-

undangan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini yakni:

b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus

c. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2012 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang

Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 Tentang Pemberian

Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

73 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. (Jakarta: Ghalia

Indonesia. 1994), hal. 9. 74 H. Zainudin Ali. Metode Penelitian Hukum.Op.Cit., hal. 47.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

2. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang merupakan

dokumen yang tidak resmi, seperti buku, kamus, jurnal dan komentar atas

putusan hakim.75

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan Hukum tersier

yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan

ensiklopedia.

Oleh karena itu bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini adalah buku-buku, buletin dan internet yang berkaitan dengan

Fasilitas Bagi Investor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009

Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

76

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian terhadap bahan pustaka dengan

mengumpulkan bahan hukum primer melalui peraturan perundang-undangan, bahan

hukum sekunder melalui dokumen-dokumen atau risalah peraturan perundang-

undangan dan/atau buku-buku serta karya ilmiah lainnya dan mengumpulkan bahan

hukum tersier yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan

75 Ibid., hal. 54. 76 Abdul Khadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti. 2004), hal. 82.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia

hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, majalah atau jurnal serta kamus

besar Bahasa Indonesia yang memiliki relevansi dengan pembahasan tesis ini.

4. Analisis Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah diperoleh dianalisis dengan cara kualitatif, yakni

melalui tahapan sebagai berikut:

a. Melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan permasalahan dalam penelitian ini. Inventarisasi tersebut meliputi

peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal termasuk bidang

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), bidang kepabeanan dan cukai, keimigrasaian,

hak atas tanah dan bidang perpajakan seperti pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Pajak Penghasilan (PPh) termasuk

Pajak Penghasilan Badan serta peraturan di bidang pembagian urusan

pemerintahan.

b. Mensistematisasi peraturan perundang-undangan yang sudah diinventarisasi

untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

c. Menganalisis peraturan perundang-undangan untuk menemukan asas atau kaidah

serta konsep dari peraturan tersebut sehingga diperoleh hubungan antar asas,

kaidah dan/atau konsep dengan menggunakan kerangka teori.

d. Merumuskan kesimpulan dari permasalahan penelitian ini.