Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem perencanaan pembangunan nasional adalah suatu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsure penyelenggara Negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.1
Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi
amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dari tahun ke tahun terus
meningkat. bersama dengan itu jumlah penduduk terus bertambah, dan sejalan
dengan semakin meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin
meningkat dan beragam pula kebutuhan penduduk.
Termasuk dalam kegiatan pembagnunan Nasioanl itu adalah membangun
untuk kepentingan umum, hal ini harus terus ditingkatkan dan diupayakan
pelaksanaannya dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang disertai
dengan semakin meningkatnya kemakmuran.
Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran yang
semakin baik. Tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti jalan,
jembatan, transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, olah raga, dan lain-lain.
Pembangunan nasional secara umum dapat juga meliputi pembangunan
nasional di bidang hukum, dalam hal ini pemerintah mempunyai setrategi dalam
1 Pasal 1 ayat (3) Undand-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
2
pembangunan umum di Nasional di bidang Hukum, adapun salah satu contohnya.
Yaitu trehadap intansi-intansi hukum, peraturan-peraturan hukum, dll. Dengan
demikian. Pembangunan nasional di bidang hukum merupakan langkah atau
strategi pemerintah untuk mengikutkan kualitas hukum.
Arah pembangunan hukum bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri,
melainkan terintegrasi dengan arah pembangunan di bidang lainnya memerlukan
penyerasian. Betapapun arah pembangunan hukum bertitik tolak pada garis-garis
besar gagasan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dibutuhkan penyelarasan
dengan tingkat perkembangan masyarakat yang dimimpikan akan tercipta pada
masa depan. Pembangunan hukum tidak identik dan tidak boleh diidentikan
dengan pembangunan undang-undang atau peraturan perundangan menurut istilah
yang lazim digunakan di Indonesia. Membentuk undang-undang sebanyak-
banyaknya, tidaklah berarti sama dengan membentuk hukum. Negara hukum
bukanlah negara undang-undang. Pembentukan undang-undang hanya bermakna
pembentukan norma hukum. Padahal tatanan sosial, ekonomi budaya, dan politik
bukanlah tatanan normatif semata. Karena itulah maka diperlukan ruh tertentu
agar tatanan tersebut memiliki kapasitas.2
Pembangunan hukum merupakan suatu tindakan politik. Pembangunan
hukum bukanlah pembangunan Undang-Undang, apalagi jumlah dan jenis
undang-undang. Pembangunan hukum pun bukanlah hukum dalam arti positif.
Sebagai satu tindakan politik, maka pembangunan hukum sedikit banyaknya akan
2 Orang buton, Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, Melalui <www.docstoc.com>, senin
26/01/2011, Pkl. 16.54 Wib
3
bergantung pada kesungguhan aktor-aktor politik. Merekalah yang memegang
kendali dalam menentukan arahnya, begitu juga corak dan materinya.3
Pelaksanaan pembangunan daerah di bidang hukum telah terjadi dalam
beberapa waktu ke belakang salah satu contohnya yaitu pelaksanaan otonomi di
daerah. Dengan adanya otonomi daerah maka semua kegiatan pemerintahan dapat
di laksanakan oleh tiap-tiap daerahnya tertentu. Permasalahan yang dihadapi
dalam pembangunan bidang hukum di daerah selain materi hukum yang
ditetapkan nasional banyak yang belum sinergi, juga penerapan dan penegakannya
yang belum dapat dilakukan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan Pusat masih banyak yang saling bertentangan, sehingga
membingungkan bagi daerah.4
Berkaitan dengan hal tersebut di dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah maka akan terdapat asas-asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
istilah asas berarti dasar perinsip, pedoman, pegangan, sedangkan asas
penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah dasar-dasar yang perlu diketahui
oleh setiap orang dalam pelaksanaan hukum pemerintahan daerah.5 Oleh karena
itu, penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat menggunakan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, asas keahlian, asas dekonsentrasi, asas desentralisasi
(asas otonomi dan tugas pembantuan).
3 Margarito, Arah Pemikiran Pembangunan Hukum Pasca Perubahan UUD 1945, Melalui
<www.setneg.co.id> , Minggu 28/02/2011, Pkl. 20.52 Wib 4 Pembangunan Bidang Hukum Politik Dan Pemerintah Daerah, Melalui
<http://www.docstoc.com>, Senin 21/07/2010, Pkl. 22.04 Wib 5 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Pemerintahan Derah Di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung,2006, hlm. 94
4
Asas desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pada badan-badan dan
golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu untuk mengurus
rumah tangganya sendiri.6 dengan demikian pemerintah daerah sejalan adanya
asas desentralisasi maka pemerintah daerah menjadi lebih mandiri dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahannya.
Asas dekonsentrasi dalah pelimpahan sebagian dari kewenangan
Pemerintah Pusat pada alat-alat Pusat yang ada di daerah atau pelaksanaan urusan
pemerintahan pusat, yang tidak diserahkan kepada satuan pemerintahan daerah.
Pada hakikatnya alat pemerintahan pusat ini melaksanakan pemerintahan sendiri
di daerah-daerah dan berwenang mengambil keputusan sendiri dan sampai tingkat
tertentu berdasarkan tanggungjawab langsung kepada Pemerintahan Pusat, yang
memikul semua biaya dan tanggung jawab terakhir mengenai urusan
dekonsentrasi.7
Dalam asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga
pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik menyangkut
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan. Pada asas dekonsentrasi
yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di
daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah dalam arti bahwa
kebijakan, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan. Sementra
Asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan
6 Ridwan, Hukum Administrasi di Daerah, FH UII Press, Yogyakarta,2009 hlm. 15
7 Ibid. hlm. 19
5
urusan pemerintah pusat di daerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah
daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan
urusan-urusan pemerintah pusat .8
Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan
yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap
negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat
diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas
perkembangan masyarakat, kemajemukan struktu sosial dan budaya lokal serta
adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.9
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan
tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu, sebagai berikut:10
1. peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
(yang merupakan pendekatan model efisiensi struktural/structural
efficiency model).
2. peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan
pembangunan (yang merupakan pendekatan model
partisipasi/participatory model).
Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda dalam tujuan-
tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi terhadap
arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan dicapai melalui desentralisasi.
8Mahkamah Konstitusi, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, Melalui
<www.daulahalfarisi.blogspot.com>, Selasa 01/03/2011, Pkl. 20.43 Wib 9Mahkamah Konstitusi, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, Melalui
<www.daulahalfarisi.blogspot.com>, Rabu Pkl. 19.2402/03/2011, Wib 10
Mahkamah Konstitusi, Desenralisasi Dan Otonomi Daerah, Melalui
<www.daulahalparisi.blogspot.com>, Kamis 03/03/2011, Pkl. 20.04 Wib
6
Oleh karena itu desentralisasi merupakan simbol “trust” dari pemerintrah pusat
kepada sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam
mengatasi berbagai masalah, dalam sistem otonomi daerah mereka tertantang
untuk secara kolektif menentukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang
dihadapi.11
Secara yuridis asas desentralisai di sebutkan dalam undang-undang nomor
32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Pasal 1 ayat (7), yaitu
menyatakankan sebagai berikut:
“Desentralisai adalah penyerahan wewenang Pemerintahan kepada
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dengan demikian permasalahan-permasalahan dapat saja muncul pada
pelaksanaan asas desentralisasi di tiap-tiap pemerintahan daerah. Berdasarkan
teori-teori di atas maka pelaksanaan asas desentralisasi harus berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka dari itu Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi dasar
hukum dalam pelaksanaan asas desentralisasi di Pemerintahan Daerah khususnya
di Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut, dalam hal ini Pemerintahan Daerah
Kabupaten Garut terdapat kesenjangan antara keharusan melaksanakan ketetuan
peraturan perundang-undangan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang 32 Tahun 2004
Pemerintahan Daerah (Das Solen), yaitu menyatakan sebagai berikut:
“Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
11
Mahkamah Konstitusi, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, Melalui
<www.daulahalfarisi.blogspot.com>, Jumat 04/03/2011, Pkl. 08.01 Wib
7
Namun kenyataan yang terjadi di lingkungan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Garut (Das Sein), adala tidak ada keselarasan dengan Pasal 20 ayat (2)
undang-undang tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah.
Di Kabupaten Garut dengan berlakunya asas desentralisasi diharapkan
akan mensejahtrakan masyarakat dan memaksimalkan pelayanan publik sesuai
dengan amanat dasar hukum pelaksanaan asas desentralisasi yaitu Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Di samping itu pemerintahn kabupaten garut merasa terbebani karena
dengan banyaknya kewenangan pemerintah pusat kepada daerah, maka kebutuhan
operasional makin banyak. Dengan demikian pelayanan masyarakat dan
kesejahtraan yang merupakan prioritas utama dalam desentralisasi menjadi tidak
terlaksana dengan maksimal dan pemerintahan kabupaten lebih cenderung
memikirkan jalan keluar untuk mengatasi masalah desentralisasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: PELAKSANAAN ASAS
DESENTRALISASI DI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN
GARUT BEDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
TNTANG PEMERINTAH DAERAH.
8
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Asas Desentralisasi di pemerintahan Daerah
Kabupaten Garut berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah ?
2. Bagaimana kendala dalam Pelaksanaan Asas Desentralisasi di
Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut Berdasarkan Undang-Undang
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah?
3. Bagaimana upaya mengatasi kendala yang di lakukan dalam pelaksanaan
Asas Desentralisasi di Kabupaten Garut berdasarkan Undang-Undang
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang diuraikan di atas maka penelitian
ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Asas Desentralisasi di pemerintahan
Daerah Kabupaten Garut berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah;
2. Untuk mengetahui kendala dalam Pelaksanaan Asas Desentralisasi di
Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut Berdasarkan Undang-Undang
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
3. Untuk mengetahui upaya mengatasi kendala yang di lakukan dalam
pelaksanaan Asas Desentralisasi di Kabupaten Garut berdasarkan Undang-
Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
9
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dari segi
praktis dan teoritis yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu hukum pada umumnya, Hukum Tata Negara
khususnya, terutama yang menyangkut asas desentralisai
b) Penelitian ini di harapkan memberikan pengetahuan mengenai asas
desentralisasi kepada penulis dan kepada pihak akademik lainnya,
mahasiswa hukum tatanegara pada khususnya, dalam mempelajari
matakuliah hukum pemerintahan daerah (Hukum PEMDA).
2. Kegunaan Praktis.
a) Penelitian ini di harapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan dan
pemahaman bagi penulis di bidang ilmu hukum, khususnya mengenai
permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini yaitu mengenai asas
desentralisai. Dengan demikian asas desentralisai dapat di laksanakan
sesuai dengan potensi dan kebutuhan di pemerintahan kabupaten
Garut.
b) Di samping itu ketentuan di dalam asas desentralisasi dapat terlealisasi
di pemerintahan kabupaten Garut, sehingga apa yang menjadi urusan-
urusan wajib pemerintahan Garut dapat di laksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
10
E. Kerangka Pemikiran
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Pemerintahan
daerah, yaitu menyatakan sebagai berikut:
“Negara kesatuan republik indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan Undang-Undang”.
Negara kesatuan republik indonesia merupakan negara hukum, ketentuan
ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 perubahan
ktiga, yaitu menyatakan sebagai berikut:
“Negara indonesia adalah negara hukum”.
Artinya bahwa negara kesatuan republik indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machstaat) dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi.
Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa hukum harus dipegang teguh oleh setiap
warga negara, dan apartaur negara harus berdasarkan ketetapan hukum yang
berlaku. Kelsen12
mengemukakan teorinya mengenai hierarki hukum, berpendapat
bahwa:
“Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam
suatu hierarki tata susunan”.
Dengan demikian Negara yang berdasarkan hukum akan terjadi
keselarasan dalam melaksanakan kehidupan bernegara. Adapun yang di maksud
dengan pengertian ujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu
12
Rudi, Memahami Konsep Hierarki Hukum Refleksi Permasalahan Dana APBD di Bank
Tripanca, Melalui <www. rechtboy.wordpress.com>, Selasa 01/03/2011, Pkl. 00.23 wib
11
asas-asas keadilan dari masyarakat itu.13
Hal ini menunjukan bahwa suatu norma
yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdsar pada norma yang lebih tinggi,
demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih
lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar.
Perkembangan aturan hukum dalam pelaksanaannya menunjukan adanya
penggantian terhadap aturan-aturan hukum yang sedang berlaku hukum positif
(hukum yang ada di Indonesia) karena tidak sesuai lagi dengan kebutuahan akan
hukum di masyarakat.
Selain hukum harus mengikuti perkembangan masyarakat hukum juga
harus dapat membantu peroses perubahan masyarakat, Peran hukum sebagai law
is a . tool of social engineering yang artinya hukum sebagai alat perekayasa
social, merupakan konsep hukum dari Rouscoe Poun.14
Sedangkan menurut Muchtar Kusuma Atmaatmaja yang di kenal dengan
Madhab Unpad mennyatakan bahwa hukum dapat di pergunakan sebagai
pembaharuan masyarakat.15
Di Indonesia fungsi hukum dalam pembaharuan
adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal inididasarkan pada anggapan
bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan, merupakan sesuatu dipandang
penting dan sangat di perlukan.
Di samping itu, maka hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi sebagai
sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegiatan warga masyarakat ketujuan
13
C.S.T. Kansil, Pengantar ilmuHukum dan Tata Hukum Indonesi. Balai pustaka Jakarta, 198,
hlm. 40, 41. 14
Lili Rasidi, Dasar-dasar filsafat Hukum dan Teori Hukum. Citra AdityaBakti, Bandung, 2007,
hlm,68. 15
Mochtar Kusuma Atmaja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung,
2002, hlm 25
12
yang di kehendaki oleh perubahan terancam tersebut. Sudah tentu, bahwa fungsi
hukum sebagai sarana dari pada sistem pengendalian sosial. Dengan demikian
asas desentralisasi menjadi system pengendalian sosial oleh sebab itu sistem
pemerintahan di lingkuan daerah menjadi lebih teratur maksimal dalam pelayanan
publik dan menjadi pengendali dalam tatanan pemerintahan daerah.
Dalam hal ini upaya dalam perekayasan ke arah lebih baik lagi dari
sebelumnya, yang tercapai suatu perubahan seperti yang terdapat pada Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dalam hal
desentralisasi. Dengan demikian adanya asas desentralisasi tersebut dapat
memaksimalkan kinerja pemerintah daerah dan pelayanan kepada masyarakat di
kabupaten Garut dengan mengatur sendiri kebutuhan dan potensi yang ada dierah
tersebut, Oleh karena itu penetapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah merupakan fungsi sebagai alat pertekayasa
masyarakat.
Dalam sistem hukum di Indonesia, teori hierarki hukum ini
dimanefestasikan dalam tata urutan peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
dalam instrumen hukum Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu menyatakan sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ktetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota.
13
Dengan demikian berdasarkan teori hierarki hukum, peraturan Perundang-
Undangan di bawah Undang-Undang misalnya Peraturan Pemerintah tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang yang berada pada hierarki yang lebih
tinggi. ketentuan ini berlaku pula terhadap hal lainnya sesuai dengan tingkatan
hierarkinya masing-masing, yaitu prodak hukum yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi (lex superior derogate lex interior),
dengan demikian asas desentralisasi yang di atur dalam undang-undang nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Pasal 20 ayat (2) tidak bertentangan
dengan undang-undang dasar tahun 1945 Pasal 18 ayat (1).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
Pasal 20 ayat (2) yaitu menyatakan sebagai berikut:
“Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintahan menggunakan
asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang pemerintahan daerah Pasal 18
ayat (1) menyatakan sebagai berikut:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang di atur dengan undang-undang”.
Negara Indonesia menganut faham kedaulatan rakyat atau demokrasi,
pemilik kekuasaan tertingi dalam Negara adalah rakyat, kekuasaan yang
sesungguhnya adalah berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam
pandangan Eman Hermawan mengatakan bahwa:16
16
Eman Hermawan, Politik Membela Yang Benar , KLIK, Yogyakarta, 2001. Hlm. 33
14
“Pemerintah harus berdasarkan perinsi-perinsip pemerintahan asli,
karena demokrasi dalam ruanglingkupnya adalah pemerintahan oleh
rakyat, dan rakyat dan untuk rakyat.”
Jimmly Asshidiqie menyatakan:17
“Kedaulatan rakyat Indonesia diselenggarakan secara langsung dan
melalui system perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat itu
diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari: Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil
Presiden dan Kekuasaan Kehakiman. Dalam menentukan kebijakan pokok
pemerintahan dan mengatur ketentuan hukum berupa UUD dan Undang-
Undang, serta dalam menjalankan fungsi pengawasan (fungsi control)
terhadap jalanya pemerintahan. Pelembagaan kedaulatan rakyat itu
disalurkan melalui system perwakilan, yaitu melaui Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah Provinsi dan kabupaten/Kota
pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.”
Otonomi daerah dalam lingkup demokrasi mengandung arti bahwa
otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandiriaan daerah (local)
tanpa mengabaikan perinsip persatuan negara dan bangsa. Hal tersebut
sebagaiman di kemukakaan dalam Pasal 6 Tap MPR NO. X/MPR/1998, Pasal 6
yaitu, menyatakan sebagai berikut:
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagiaaan, dan
pemanpaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, dan perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah, dalam kerangka mempertahankan dan
memperkokoh Negara Keasatuaan Republik Indonesia dilaksanakan
berdasarkan asas kerakyatan dan berkesinambungan yang di perkuat
dengan pengawasan DPRD dan masyarakat.
Di samping itu dalam pelaksanaan otonomi daerah yang di dalamnya
terdapat asas desentralisasi maka pengertian desentralisasi menurut para ahli dapat
diuraikan sebagai berikut:18
17
Jimmly Asshidiqie, Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, Seminar
Pembangunan Hukukm VII, Makalah, 2004
15
1. Joeinarto, menyebut bahwa desentralisasi adalah meberian wewenang
dari negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus
urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.
2. Muslimin, mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam
daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya.
3. Irawam Soejito, mengartikan desentralisasi sebagai pelimpahan
kewenangan pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan .
Asasa Desentralisasi yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah pada
dasarnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 20 ayat ayat (2), yaitu menyebutkan sebagai berikut:
Dalam menyelenggarakan pemerintahan pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini pengertian desentralisasi secara yuridis dapat dilihat dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1
ayat ayat (7), yaitu menyebutkan sebagai berikut:
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia
Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan
Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi
suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
18
Idem
16
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia .
F. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang penulis tempuh dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu
menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan
dengan teori-teori hukum dalam pelaksanaan praktek pelaksanaan hukum
menyangkut masalah yang diteliti.19 Yaitu Pelaksanaan Asas Desentralisasi di
Pemerintahan Kabupaten Garut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya meneliti sejauh mana peraturan
perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai pelaksanaan Asas
Desentralisai
2. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang berarti penelitian terhadap Pasal-
19
Ronny Hanitijo Soemantri, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia, Jakarta, 1994, hlm. 97
17
Pasal yang mengatur hal yang menjadi permasalahan di atas.20 Selanjutnya
dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam praktek dan aspek-aspek sosial yang
berpengaruh, kemudian mencoba mengumpulkan, mengkaji, ketentuan-ketentuan
hukum mengenai proses Pelaksanaan Asas desentralisasi tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penelitian terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
penyelenggaraan proses pelaksanaan asas desentralisasi berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan perangkat
hukum yang mengatur hal tersebut, agar mendapat landasan teoritis dan
memperoleh informasi dalam bentuk ketentuan-ketentuan formal dan data-data
melalui naskah yang ada.
Tahap penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan
yaitu penelitian terhadap data sekunder pengumpulan data dalam penelitian
diperoleh baik melalui menganalisis peraturan perundang-undangan yang
berkaitan, dokumen-dokumen maupun literatur-literatur ilmiah dan penelitian para
pakar yang sesuai serta berkaitan dengan objek penelitian dari data sekunder.
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh melalui tahap,
yaitu:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu
diantaranya:
a) Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 18 Ayat (1)
20
Ibid. hlm. 35
18
b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah;
c) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Pembangunan Nasional.
d) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
terhadap sumber hukum primer seperti hasil karya para ahli hukum
yang berupa artikel.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
terhadap sumber bahan primer dan sekunder, seperti data ysng
diperoleh dari ensiklopedia umum secara online.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan merupakan salah satu metode pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif, penelitian ini biasanya dilakukan dalam ruangan
terbuka, dimana kelompok eksperimen masih dapat berhubungan dengan faktor-
faktor luar.21
Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Pengamatan Lapangan
Yaitu dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan asas
Desentralisasi di pemerintahan daerah Kabupaten Garut berdasarkan
21
Penelitian Lapangan, Melalui, <http//www.google.com>, Jum’at 22/03/2011, Pkl. 20.12 Wib
19
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
2) Wawancara
Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab langasung dengan
Kasubag hukum pemerintahan daerah kabupaten Garut, yaitu dengan
Bapak.22 Drs. Ma’mun Budianto sebagai KASI PMSD dan Politik
Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut.
3) Observasi
Yaitu pengumpulan data dimana penelitian mengadakan
pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang diteliti.23 Dalam hal ini
penulis melakukan penelitian di Pemerintahan Daerah Kabupaten
Garut
4. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah jenis data kualitatif, kualitatif adalah
data yang dikumpulkan berupa data deskriptif, seperti kata-kata tertulis, ucapan
lisan dari para responden. Selain itu terdapat data yang telah ditetapkan mengenai
tinjauan hukum terhadap proses Pelaksanaan asas desentralisasi di kabupaten
Garut berdasrkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.24
22
Ronny Hanitijo Soemantri, Op.Cit. hlm. 114 23
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm 95 24
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Hukum Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung,
2004 hlm.4
20
5. Metode Analisis Data
Data yang diproleh dari penelitian, selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan analisis data deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh
disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif (deskriptif analitis)
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahn penelitian;
b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan;
c. Data yang telah disistematisasikan selanjutnya dianalisis untuk
dijadikan dasar dalam pengembalian kesimpulan.
6. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan guna penelitian ini maka lokasi
penelitian dilakukan di:
1. SEKDA Pemerintahan Daerah kabupaten Garut;
2. Perpustakaan Daerah Kabupaten Garut;
3. Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Barat;
4. Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung;
5. Perpustakaan Univrsitas Padjadjaran.
21
BAB II
TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH DAN OTONOMI
DAERAH DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
A. Ruang Lingkup Pemerintahan Daerah
1. Pengertian Pemerintah Daerah
Asal-usul kata pemerintah daerah berasal dari bahasa yunani dan latin
kuno seperti koinotes (komunitas) dan demos (rakyat atau distrik), commune (dari
bahasa perancis) yaitu suatu komunitas swakelola dari sekelompok penduduk
suatu wilayah . ide dasar tentang commune adalah suatu pengelompokan alamiah
dari penduduk yang tinggal pada suatu wilayah tertentu dengan kehidupan
kolektif yang dekat dan memiliki minat dan perhatian yang bermacam macam.25
Istilah Pemerintahan menurut Inu Kencana Syafiie26
adalah suatu ilmu dan
seni. Disebut sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan karena mempunyai syarat-
syaratnya yaitu dapat dipelajari dan diajarkan, memiliki objek materil maupun
formal, sifatnya universal, sistematik serta spesifik (khas) dan dikatakan sebagai
seni, karena banyak pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan
mampu berkiat serta dengan kharismatik menjalankan roda pemerintahan.27
Secara yuridis pengertian Pemerintahan Daerah tercantum dalam Pasal 1
angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
yang berbunyi sebagai berikut:
25
.J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 152 26
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Op Cit, hlm. 72 27
Idem
21
22
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asa otonomi seluasa-
luasnya dalam sistem dan perinsip Negara Kesaatuan Republik Indonesia
sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tanhun 1945”
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-
daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah
Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan Daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.28
2. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Istilah asas berarti dasar, prinsip, pedoman, pegangan, sedangkan asas-asas
Pemerintahan Daerah adalah dasar-dasar yang perlu diketahui oleh setiap orang
dalam pelaksanaan hukum pemerintahan daerah.29
Oleh karena itu,
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam arti luas di Indonesia adalah
28
Wikipedia, Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Melalui,
<http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_daerah_di_Indonesia>, Senin 18 April 2011, Pkl.
10.35 Wib. 29
Josef Riwu Kaho, Prosfek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005, hlm. 87
23
pemerintahan pusat maupun daerah dapat menggunakan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, asas keahlian dan kedaerahan, asas dekonsentrasi, asas
desentralisasi (asas otonomi dan tugas pembantuan)30
Asas keahlian dan kedaerahan adalah suatu asas yang menghendaki tiap-
tiap urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan
secara fungsional.31
Hal ini terdapat dalam susunan pemerintahan pusat, yaitu
departemen-departemen dan lembaga pemerintahan non departemen kepentingan
yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pusat, untuk kelancaran jalannya
pemerintahan ditempuh asas dekonsentrasi dan desentralisasi.
Pemaknaan asas desentralisasi mejadi perdebatan di kalangan para pakar,
dari pemaknaan para pakar tersebut Agus Salim Andi Gadjong.32
mengklasifikasikan desentralisasi sebagai berikut:
a. Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan dari
pusat ke daerah;
b. Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan;
c. Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan
pemberian kekuasan dan kewenangan;
d. Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan
daerah pemerintahan.
Menurut R.G. Kartasapoetra33
desentralisasi diartikan sebagai penyerahan
urusan dari pemerintah pusat kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.
30
Idem 31
Idem 32
Hanif Nurcholis, Teori Dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta
2007, hlm. 79
24
Penyerahan ini bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan, keuangan serta
sebagai pendemokratisasian pemerintahan, untuk mengikutsertakan rakyat
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Tak jauh berbeda E. Koswara34
menyatakan desentralisasi adalah sebagai
proses penyerahan urusan-urusan pemerintahan yang semula termasuk wewenang
pemerintah pusat kepada badan atau lembaga Pemerintahan Daerah agar menjadi
urusan rumahtangganya sehingga urusan tersebut beralih kepada dan menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah.
Desentralisasi mengandung segi positif dalam penyelenggaraan
pemerintahan baik dari sudut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan, desentralisasi menunjukkan:35
a. Satuan-satuan desentralisasi lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai
perubahan yang terjadi dengan cepat;
b. Satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas lebih efektif
dan lebih efisien;
c. Satuan-satuan desentralisasi lebih inovatif;
d. Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang
lebih tinggi, komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.
Dari beberapa pandangan pakar di atas, dengan jelas menafsirkan bahwa
dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan kewenangan, pembagian
kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian daerah dalam struktur
33
R.G Kartasapoetra, Sistematka Hukum Tata Negara, , Bina Aksara, Jakarta 1987 hlm. 87 & 98 34
E. Koswara, Otonomi Daerah: untuk demokrasi dan kemandirian rakyat, Yayasan PARIBA,
Jakarta, 2001, hlm. 17 35
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH-UII,Yogyakarta, 2001 hlm. 174
25
pemerintahan di Negara Kesatuan. Penyerahan, pendelegasian dan pembagian
kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada pemerintah daerah
dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, yang didahului pembagian daerah
pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan kepada
daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah
dalam kerangka Negara Kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan
dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu
mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan36
. Sebab terjadinya penyerahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat atau aparatnya untuk
melaksanakan wewenang tertentu dilakukan dalam rangka menyelenggarakan
urusan pemerintah pusat di daerah, sebab pejabat-pejabat atau aparatnya
merupakan wakil pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan.37
Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan
atau melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya
yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan
peraturan dan atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian
dilaksanakannya sendiri pula. Pendelegasian dalam dekonstrasi berlangsung
antara petugas perorangan pusta di Pemerintahan Pusat kepada petugas
perorangan pusat di Pemerintahan Daerah.
36
Noer Fauzi dan R.Yando Zakaria, Mensiasati Otonomi Daerah, Konsorsium pembaruan
Agraria bekerjasama dengan INSIST “Press”, Yogyakarta, 2000, hlm 11 37
Idem
26
Asas tugas pembantuan secara yuridis ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (9), yaitu:
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan
atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota dan atau
desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Dasar asas tugas pembantuan juga tercantum dengan tegas dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (2), yaitu:
Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Sjachran bahas38
mengatakan bahwa pada hakikatnya, asas tugas
pembantuan (medebewind) adalah menjalankan ketentuan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkat derajatnya dari pihak lain secara bebas. Bebas dalam arti
bahwa terdapat kemungkinan untuk mengadakan peraturan yang mengkhususkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkat derajatnya,
supaya sesuai dengan keadaan nyata di daerah-daerahnya.
Bagir Manan39
mengatakan bahwa pada dasarnya, tugas pembantuan
adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi (de
uitvoering van hogere regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan
perundang-undangan termasuk yang diperintahkan atau diminta dalam rangka
tugas pembantuan tugas pembantuan dalam hal tertentu dapat dijadikan semacam
“terminal” menuju penyerahan penuh.
38
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Op.cit, hlm. 105 39
Ibid, hlm 104
27
Asas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah disebutkan juga dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20
ayat (1) dan ayat (2), yaitu:
Pasal 20 ayat (1), menyatakan sebagai berikut:
“penyelenggaraa pemerintah berpedoman pada asas Umum
Penyelenggaraan Negara yang terdiri dari:
a. Asas kepastian hukum
b. Asas tertib penyelenggara Negara
c. Asas kepentingan umum
d. Asas keterbukaan
e. Asas proporsionalitas
f. Asas profesionalitas
g. Asas akuntabilitas
h. Asas efisiensi, dan
i. Asas efektifitas”
Pasal 20 ayat (2), menyatakan sebagai berikut:
“Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”
Asas-asas umum dalam penyelenggaraan Negara dapat dijelaskan sebagai
berikut:40
a. Asas kepastian hukum
Negara hukum bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian hukum
terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan
kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu menjamin
prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang
terkuat yang berlaku, beberapa asas yang terkandung dalam asas
kepastian hukum adalah:
40
Nur Syam, Saatnya Kini Good Governance, <http://nursyam.sunan-ampel.ac.id>, Jumat 12
April 2011, Pkl. 16.12 Wib
28
1) Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum.
2) Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat aturan
tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan
pemerintahan.
3) Asas non-retroaktif perundang-undangan: sebelum mengikat,
undang-undang harus diumumkan secara layak.
4) Asas non-liquet: hakim tidak boleh menolak perkara yang
dihadapkan kepadanya dengan alasan undang-undang tidak jelas
atau tidak ada.
5) Asas peradilan bebas: objektif-imparsial dan adil-manusiawi.
6) Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin
perlindungannya dalam undang-undang dasar.
b. Asas tertib penyelenggara Negara
adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara
c. Asas kepentingan umum
adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif dan selektif
d. Asas keterbukaan
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara
29
e. Asas proporsionalitas
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara
f. Asas profesionalitas
adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
g. Asas akuntabilitas
adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
h. Asas efisiensi
adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya
guna
i. Asas efektifitas
adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber
daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik
B. Ruang Lingkup Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kebebasan dan kemandirian (urijheiden
zelfstandigheid) untuk mengatur dan mengurus sebagai urusan pemerintah.
30
Kebebasan dan kemandirian dalam hal ini mengandung arti ”atas nama dan
tanggung jawab sendiri” (opeigen naam verantwoordeliijkheid).41
Dalam Pasal 1 angka (5) UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah di sebutkan bahwa:
“Otonomi daerah adalah hak, wewenag, dan kewajiban daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahaan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”
Rumusan pasal ini tidak begitu berbeda di bandingkan dengan rumusan
yang terdapat dalam Pasal 1 huruf (h) UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah yang berbunyi sebagai berikut:
“Otonomi daerah adalah kewenagan daerah otonomi untuk mengatutrdan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”
2. Dasar Hukum Otonomi Daerah42
Dasar hukum terbentuknya otonomi daerah, yaitu dapat diuraikan sebagai
berikut:
a) Undang Undang Dasar.
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan
landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD
menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
41
M.C. Burkens, et.al., Beginseln van de Democratische Rechtsstaat, Kluwer, Deventer, 1997,
hlm. 263. 42
Canzyber, Otonomi Daerah, Melalui <http://www.scribd.com>, Senin 18 April 2011, Pkl. 10.50
Wib.
31
Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang
yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-
amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI,
yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis
secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan:
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan”
Pasal 18 ayat (5) menyebutkan:
“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat.”
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan:
“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”
b) Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi
Daerah: Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c) Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih
32
mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam
UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk
menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri
mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan
lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat.
Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat
tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
C. Ruang Lingkup Asas Desentralisasi
1. Pengertian Asas Desentralisasi
Desentralisasi merupakan asas penyelenggaraan pemerintahan yang tepat
bagi indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari berbagai daerah dalam
wilayahnya. Untuk dapat memberikan pelayanan publik kepada masyarakat,
pemerintah pusat khususnya tidak memungkinkan untuk secara langsung di
seluruh daerah di indonesia oleh karenanya, desentralisasi menjawab berbagai
persoalan yang dihadapi negara dalam rangka memberikan pelayanan publik yang
baik bagi masyarakat daerah. Desentralisasi merupakan antitesa dari sentralisasi
penyelenggaraan pemerintahan. Antara dua kutub itu dalam perkembanganya
33
tidak jarang diletakan pada kutub yang berlawanan.43
Padahal dalam negara
kesatuan disamping keliru untuk mempertentangkan keduanya juga antara
keduanya tidak bisa ditiadakan sama sekali. Artinya, kedua konsep, sistem bahkan
teori dimaksud saling melengkapi dan membutuhkan dalam rangka yang ideal
sebagai sendi negara demokratis.
Pentingnya desentralisasi pada esensinya agar persoalan yang di kompleks
dengan di latarbelakangi oleh berbagai faktor heteregonitas dan kekhususan derah
yang melingkunginya jika seperti; budaya, agama, adat istiadat, dan luas wilayah
yang jika di tangani semuanya oleh pemerintah pusat atau pemerintahan atasan
merupakan hal yang tidak mungkin dengan ketrebatasan dan kekurangan hampir
di semua aspek. Namun didesentralisasi kepada daerah dengan alasan cerminan
dari perinsip demokrasi. Oleh karena itu, pengendalian dan pengawasan pusat
sebagai cerminan dari sentralisai tetap dipandang mutlak sepanjang tidak
melemahkan bahkan memandulkan perinsip demokrasi itu sendiri.
Berdasarkan Pasal 1 angka (7) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yaitu berbunyi sebagai berikut:
“Desentralisai di artikan sebagai penyerahan wewenang Pemerintahan
oleh pemerintahan kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. berdasarkan pasal ini penyelenggaraan pemerintah”
Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pada badan-badan dan
golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah terutama untuk mengurus
urusan rumah tangganya sendiri. Desentralisai ini kemudian terbagi dua;
Desentralisai teritorial (territoriale decentralisastie) yaitu pelimpahan kekuasaan
43
Bagir Manan, menyongsong fajar otonomi daerah, pusat studi hukum UII, yogyakarta, hlm. 189
34
untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah masin-masing
(otonomi), yang melahirkan badan berdasarkan wilayah (gebiedscorporaties),
sedangkan desentralisasi fungsional (functionele decentralisatie), adalah
pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa
kepentingan tertentu, yang berbentuk dengan bada-badan dengan tujuan tertentu
(doelcorporaties).44
Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat
terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan dunia ketiga. Banyak negara
telah melakukan perubahan struktur organisasi pemerintahan ke arah
desentralisasi. Menurut Conyers, minat terhadap desentralisasi ini juga senada
dengan kepentingan yang semakin besar dari berbagai badan pembangunan
internasional. Mengenai desentralisasi, Soenobo Wirjosoegito memberikan
definisi sebagai berikut:45
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh badan-badan umum
yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk
secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentinga sendiri
mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur
wewenang yang terjadi dari itu”.
Selanjutnya DWP. Ruiter mengungkapkan bahwa menurut pendapat
umum desentralisasi terjadi dalam 2 (dua) bentuk, yaitu desentralisasi teritorial
dan fungsional, yang dijabarkan sebagai berikut:46
“Desentralisasi teritorial adalah memberi kepada kelompok yang
mempunyai batas-batas teritorial suatu organisasi tersendiri, dengan
demikian memberi kemungkinan suatu kebijakan sendiri dalam sistem
44
Amrah Muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1978, hlm. 5. 45
Sudikno Mertokusumo, Teori Desentralisasi (Pengertian dan Ruang Lingkup Pemerintahan
Daerah), Melalui <http://studihukum.blogspot.com>, Senin 18 April 2011, Pkl. 11.55 Wib 46
Sudikno Mertokusumo, Teori Desentralisasi (pengertian dan Ruang Lingkup Pemerintahan
Daerah), Melalui <http://setudihukum.blogspot.com>, Selasa 19 April 2011, Pkl 20.04 Wib
35
keseluruhan pemerintahan. Sedangkan desentralisasi fungsional adalah
memberi kepada suatu kelompok yang terpisah secara fungsional suatu
organisasi sendiri, dengan demikian memberi kemungkinan akan suatu
kebijakan sendiri dalam rangka sistem pemerintahan”.
Berkaitan dengan desentralisasi terotorial dan fungsional, C.W. Van Der
Pot dalam bukunya yang berjudul Handhoek van Nederlandse Staatrech,
berpendapat:47
“Desentralisasi akan didapat apabila kewenangan mengatur dan
mengurus penyelenggaraan pemerintah tidak semata-mata dilakukan oleh
pemerintah pusat (central government), melainkan juga oleh kesatuan-
kesatuan pemerintah yang lebih rendah yang mandiri (zelfanding),
bersifat otonomi (teritorial dan fungsional)”.
Dengan demikian, sistem desentralisasi mengandung makna pengakuan
penentu kebijaksanaan pemerintah terhadap potensi dan kemampuan daerah
dengan melibatkan wakil-wakil rakyat di daerah dengan menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan, dengan melatih diri menggunakan hak yang
seimbang dengan kewajiban masyarakat yang domkratis.48
Robert Reinow dalam buku Introduction to Government, mengatakan
bahwa ada 2 (dua) alasan pokok dari kebijaksanaan membentuk pemerintahan di
daerah. Pertama, membangun kebiasaan agar rakyat memutuskan sendiri sebagian
kepentingannya yang berkaitan langsung dengan mereka. Kedua, memberi
kesempatan kepada masing-masing komunitas yang mempunyai tuntutan yang
bermacam-macam untuk membuat aturan-aturan dan programnya sendiri.
47
Sudikno Mertokusumo, Teori Desentralisasi (Pengertian dan Ruang Lingkup Pemerintahan
Daerah), Melalui <http://setudihukum.blogspot.com>, Rabu 20 April 2011, Pkl. 11.20 Wib 48
Sudikno Mertokusumo, Teori Desentralisasi (Pengertian dan Ruang Lingkup Pemerintahan
Daerah),Melalu < http://setudihukum blogspot.com>, kamis 21April 2011, Pkl. 21.01 Wib
36
Menurut Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam
kerangka desentralisasi ada 4 (empat) macam, yaitu:49
a. Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
Di dalam sebuah kegiatan bernegara untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik maka dalam setiap keputusan pemerintah
untuk masyarakat harus melalui musyawarah mufakat antara
eksekutif dan legislative.
b. Dasar pemeliharaan dan pengambangan prinsip-prinsip
pemerintahan asli.
Hubungan yang dijalankan antara pemerintah pusat dan daerah
walaupun pemerintah pusat melimpahakn kepada daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri akan tetapi pemerintah pusat
berhak mengawasi berlangsungnya pemerintahan di tingkat
daerah
c. Dasar kebhinekaan.
Indonesia terbagi kepada beberapa wilayah dan pemerintah pusat
harus tetap menjaga persatuan bagi wilayah yang beraneka ragam.
d. Dasar negara hukum.
Dasar hukum Negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar
1945 maka setiap peraturan yang ada di bawahnya tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
49
Sudikno Mertokusumo, Teori Desentralisasi (Pengertian dan Ruang Lingkup Pemerintahan
Daerah), Melalui < http://setudihukum.blogspot.com>, Jumat 22 April 2011, Pkl. 20. 33 Wib
37
Dilihat dari segi pelaksanaan fungsi pemerintahan, David Oesborne dan
Ted Goeber berpendapat bahwa desentralisasi dan otonomi itu menunjukkan:50
a. Satuan-satuan desentralisasi (otonomi) lebih fleksibel dalam
memenuhi perubahan-perubahan yang terjadi dangan cepat;
b. Satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas dengan
efektif dan lebih efisien;
c. Satuan-satuan desentralisasi lebih inovatif;
d. Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral
yang lebih tinggi, komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.
2. Jenis-Jenis Asas Desentralisasi51
Jenis-jenis asas desentralisasi dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Dekonsentrasi
Rondinelli, Nellis, dan Cheema (1983) mendefinisikan dekonsentrasi
sebagai penyerahan sejumlah kewenangan dan tanggung jawab administrasi
kepada cabang departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah. Dari
pengertian ini terdapat beberapa dimensi utama:
a. Pelimpahan wewenang;
b. Pembuatan keputusan, keuangan dan fungsi manajemen;
c. Level pemerintahan yang berbeda;
d. Dalam jurisdiksi pemerintah pusat.
50
Sudikno Mertokusumo, Teori Desentralisasi (Pengertian dan Ruang Lingkup Pemerintahan
Daerah), Melalui < http://setudihukum.blogspot.com>, Sabtu 23 April 2011, Pkl 12.31 Wib 51
Eko Prasojo (dk), Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal dan
Efisiensi Struktural, Melalui <http://www.slideshare.net>, 16 April 2011 Pkl. 11.35 Wib.
38
Dekonsentrasi melahirkan local state government atau field
administration atau wilayah administrasi. Dalam dekonsentrasi, pemain inti
pemerintahan adalah pemerintah pusat (departemen dan lembaga sektor) dan
aparat pemerintah pusat yang ada di daerah (kantor wilayah atau kantor
departemen), diangkat dan digaji dengan APBN, bukan dipilih oleh rakyat
yang dilayani, dan bertanggung jawab kepada pejabat yang mengangkatnya,
yaitu pejabat pusat.
Dekonsentrasi pada awalnya diterapkan di sistem pemerintahan Perancis
dengan prefect sistem (sistem prefektoral). Dalam perkembangannya, di
negara-negara berkembang instansi vertical bertugas memberikan pelayanan
dan proses pemerintahan di bawah jurisdiksi pemerintah pusat. Untuk
konteks Indonesia, asas dekonsentrasi diwujudkan melalui pembentukan kantor
wilayah di propinsi dan kantor departemen di kabupaten/kota. Setelah UU
22/1999 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, asas dekonsentrasi hanya
diletakkan pada wilayah propinsi, sedangkan pada wilayah kabupaten/kota tidak
lagi dianut asas dekonsentrasi. Sedangkan di kabupaten/kota hanya dilaksanakan
asas desentralisasi penuh. Semua kantor departemen yang ada di
kabupaten/kota harus diubah statusnya menjadi dinas.
b) Devolusi
Devolusi merupakan desentralisasi dalam pengertian yang sempit. Dalam
devolusi terjadi penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada tingkat
pemerintahan lokal yang otonom. Pendelagasian wewenang dalam devolusi
diatur oleh undang-undang yang memuat antara lain:
39
a. Pembentukan dan pemberian status daerah otonom;
b. Batas-batas jurisdiksi dan fungsi yang jelas;
c. Transfer kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri tugas
dan fungsi yang diberikan;
d. Pengaturan tentang interaksi antar unit pemerintahan daerah
baik secara vertical maupun horizontal;
e. Pemberian kewenangan untuk memungut beberapa
penerimaan daerah seperti pajak dan retribusi daerah;
f. Pemberian kewenangan unutk mengatur dan mengelola
anggaran dan keuangan daerah.
Melalui devolusi terbentuk local self government (pemerintahan
daerah sendiri). Dalam devolusi selalu dimulai dengan pembentukan daerah
otonom melalui undang-undang, yang disertai dengan pemberian kewenangan
yang meliputi kewenangan untuk mengatur (policy making) dan kewenangan
untuk mengurus (policy implementing). Dalam devolusi, kewenangan
mengatur yang diberikan oleh pusat, melahirkan lembaga Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Lembaga tersebut merupakan esensi dari daerah
otonom, karena melalui dan oleh lembaga tersebut peraturan daerah dibuat.
c) Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan (medebewind) pada hakikatnya adalah pelaksanaan
kewenangan pemerintah pusat/pemerintah daerah atasannya, maka sumber
pembiayaannya berasal dari level pemerintahan yang menugaskan. Untuk itu,
sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD pemerintah daerah yang
40
menugaskannya. Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan
yang bersifat mengurus, sedangkan kewenangan mengaturnyatetap menjadi
kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.
41
BAB III
PELAKSANAAN ASAS DESENTRALISASI DI PEMERINTAHAN
DAERAH KABUPATEN GARUT DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH
A. Kondisi Objektif dan Asas Desentralisasi Pemerintah Daerah
Kabupaten Garut52
Secara umum, Kabupaten Garut merupakan wilayah yang dinamis,
berbagai dinamika pembangunan terus berlangsung baik bidang politik, ekonomi.
Secara administratif, sampai saat ini Kabupaten Garut mempunyai jumlah
kecamatan sebanyak 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 403 desa, dengan luas
wilayah 306.519 Ha. Kecamatan Cibalong merupakan kecamatan yang
mempunyai wilayah terluas mencapai <6,97%> (enam koma Sembilan puluh
tujuh persen) dari wilayah Kabupaten Garut atau seluas 21.359 Ha, sedangkan
kecamatan Kersamanah merupakan wilayah terkecil dengan luas 1.650 Ha atau
<0,54%> (nol koma lima puluh empat persen).
Sebagai Kabupaten yang mempunyai wilayah cukup luas, tentu saja
Kabupaten Garut tidak terlepas dari permasalahan intern maupun ekstern dalam
penyelenggaraan pemerintahannya. Dengan segala kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman yang ada, Pemerintah Kabupaten Garut berusaha untuk menerapkan
52
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, Kondisi Objektif Kab. Garut, Melalui <www.
Garutkab.co.id>, Rabu 09/08/2011, Pkl 14. 05 Wib
41
42
arah kebijakan pembangunan dan strategi yang tepat, bertekad untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Kondisi umum Kabupaten Garut dengan segala keungggulan, kelemahan
dan tantangannya dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Kondisi Geografis Daerah
Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
dan terletak di bagian Selatan. Secara geografis wilayahnya terletak pada
koordinat 6056’49” – 7
045’00” Lintang Selatan dan 107
025’8” – 108
07’30” Bujur
Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Sumedang;
b. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya;
c. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia;
d. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Cianjur.
2. Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Garut beriklim tropis basah (humid tropical climate), dimana
menurut hasil studi data sekunder, iklim dan cuaca itu dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yaitu:
a. Pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattem),
b. Topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat
43
c. Elevasi topografi dengan curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara
2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan berturut-turut dan bulan kering berkisar
3 bulan berturut-turut, sedangkan di sekelilingnya terdapat daerah
pengunungan dengan ketinggian mencapai 3.500-4.000 meter di atas
permukaan laut dengan variasi temperatur bulanan berkisar antara 240C - 27
0
C.
3. Sumber Daya Lahan
a. Topografi
Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara
wilayah yang paling rendah, yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah
tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 1.000 - 1.500
mdpl terdapat di kecamatan Cikajang, Pakenjeng, Pamulihan, Cisurupan dan
Cisewu, wilayah yang berada pada ketinggian 500 - 1.000 mdpl terdapat di
kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100
-500 mdpl terdapat di Kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan
Bungbulang serta wilayah yang terletak didaratan rendah pada ketinggian kurang
dari 100 mdpl terdapat di Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk.
Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi
antara <0 – 2%> (nol sampai dengan dua persen) sebesar <10,51%> (sepuluh
koma lima puluh satu persen) atau 32.229 Ha, kemiringan lahan antara <2 – 15%>
(dua sampai dengan lima belas persen) adalah seluas <38.097 ha atau seluas
12,43%> (tiga puluh delapan hektar atau seluas dua belas koma empat puluh tiga
persen), kemiringan lahan antara <15 – 40%> (lima belas sampai dengan empat
puluh persen) adalah seluas 110.326 ha atau sebesar <35,99%> (tiga puluh lima
44
koma Sembilan puluh Sembilan persen). Lahan dengan kemiringan di atas <40%>
(empat puluh persen) adalah seluas <125.867 ha> (seratus dua puluh lima delapan
ratus enam puluh tujuh hektar) atau sebesar <41,06%> (empat puluh satu koma
nol enam persen).
b. Jenis Tanah
Akibat pengaruh adanya daerah pegunungan, daerah aliran sungai dan
daerah dataran rendah pantai, maka tingkat kesuburan tanah di Kabupaten Garut
bervariasi. Secara umum jenis tanahnya terdiri dari tanah sedimen hasil letusan
gunung Berapi Papandayan dan Gunung Guntur, dengan bahan induk batuan turf
dan batuan kuarsa. Pada daerah sepanjang aliran sungai, terbentuk jenis tanah
aluvial yang merupakan hasil sedimentasi tanah akibat erosi di bagian hulu. Jenis
tanah podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol
merupakan bagian paling luas dijumpai di wilayah Kabupaten Garut, terutama di
wilayah Garut Selatan, sedangkan Garut bagian utara didomiasi oleh jenis tanah
andosol.
c. Penggunaan Lahan
Tanah darat lebih banyak diperuntukan untuk hutan dengan luas 71.265 ha
atau <23,25 %> (dua puluh tiga koma dua puluh lima persen) dari luas tanah
darat. selebihnya dipergunakan untuk kebun dan kebun campuran, tegalan,
perkebunan, pemukiman/perkampungan, padang semak, pertambangan, tanah
rusak, tandus dan industri. Selain digunakan sebagai lahan pesawahan seluas
<49.441 ha> (empat puluh Sembilan koma empat ratus empat puluh satu hektar)
atau <16,13%> (enam belas koma tiga belas persen), lahan di Kabupaten Garut
45
juga diperuntukan untuk perairan darat seluas <2.038 ha> (dua koma nol tiga
puluh delapan hektar) atau sebesar <0,66%> (nol koma enam puluh enam persen)
dan peruntukan lainnya sebesar seluas <2.907 ha> (dua koma Sembilan ratus
tujuh hektar) atau sebesar <0,95%> nol koma Sembilan puluh lima persen).
4. Kondisi Demografis
Jumlah Penduduk Kabupaten Garut sampai Tahun 2008 tercatat sebanyak
2.345.108 jiwa (angka sementara) yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.192.201
jiwa dan perempuan sebanyak 1.152.907 jiwa, meningkat dari Tahun 2007
tercatat sebanyak 2.309.773 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.174.800
jiwa dan perempuan sebanyak 1.134.973 jiwa. Sementara pada Tahun 2006 yang
mencapai 2.274.973 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.157.252 jiwa dan
perempuan sebanyak 1.117.721 jiwa, pada Tahun 2005 mencapai 2.239.091 jiwa,
dan pada Tahun 2004 mencapai 2.204.175 jiwa. Laju Pertumbuhan Penduduk
(LPP) Kabupaten Garut pada periode Tahun 2004-2008 mengalami tren yang
berfluktuatif dari sebesar <1,41%> (satu koma empat puluh satu persen) pada
Tahun 2004 menjadi <1,58%> (satu koma lima puluh delapan persen) pada Tahun
2005, kemudian meningkat pada Tahun 2006 menjadi <1,60%> (satu koma enam
puluh persen), kemudian menurun pada Tahun 2007 menjadi <1,53%> (satu koma
lima puluh tiga persen) dan diproyeksikan mencapai <1,53%> (satu koma lima
puluh tiga persen) pada tahun 2008.
Pertumbuhan LPP tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh tingginya
pertumbuhan penduduk alami dibandingkan dengan migrasi masuk, meskipun
angka fertilitas pada periode 2004-2008 cenderung menurun, yaitu dari sebesar
46
<2,23%> (dua koma dua puluh tiga persen) pada Tahun 2004 menjadi <2,19%>
(dua koma Sembilan belas persen) pada Tahun 2005, kemudian menjadi <2,18%>
(dua koma delapan belas persen) pada Tahun 2006, kemudian sebesar <2,14%>
(dua koma empat belas persen) pada Tahun 2007 dan diproyeksikan mencapai
<2,11%> (dua koma sebelas persen) pada tahun 2008. Dengan luas wilayah
3.065,19 Km2, tingkat kepadatan penduduk pada Tahun 2008 diproyeksikan
mencapai rata-rata sebesar 765,08 jiwa/ km2 mengalami peningkatan sebanyak 11
orang per km2 atau sekitar <1,53%> (satu koma lima puluh tiga persen) bila
dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk pada Tahun 2007 rata-rata
sebesar 753,55 jiwa/ km2. Sementara pada tahun 2006 Tingkat kepadatan
penduduk rata-rata sebesar 742,2 jiwa/ km2, pada Tahun 2005 mencapai sebesar
730,49 orang per km2, dan pada tahun 2004 mencapai sebesar 719,10 orang per
km2.
B. Pelaksanaan Asas Desentralisasi Di Pemerintahan Daerah Kabupaten
Garut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Secara yuridis pengertian asas desentralisasi disebutkan dalam Dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah Pasal 1 ayat
(7) menyatakan sebagai berikut:
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
47
Selain pengertian asas desentralisasi secara yuridis yang disebutkan dalam
Undang-Undang tentang pemerintah daerah di atas, banyak para pakar yang
memberikan makna mengenai desentralisasi, salah satunya Agus Salim Andi
Gadjong.53
mengklasifikasikan desentralisasi sebagai berikut:
e. Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan dari
pusat ke daerah;
f. Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan;
g. Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan
pemberian kekuasan dan kewenangan;
h. Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan
daerah pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan
Daerah yang sudah dipaparkan di atas menyangkut hal pelaksanaan asas
desentralisasi oleh masing-masing daerah maka dapat disebutkan dalam Pasal 11
ayat (1) dan (3), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan (2), yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan criteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan
(3) Urusan peperintahan yang menjadi kewenangan peperintahan
daerah, yang berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
Pasal 12
53
Hanif Nurcholis, Op. Cit, hlm. 79
48
(1) Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai
dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasaran, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan
Pasal 14
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
kabupaten/kota meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah social;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasarlainnya, dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan;
(3) Urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
mensejahtrakan masyarakat, sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dapat juga di uraikan
mengenai pembagian urusan yang harus diatur oleh pemerintah daerah, yaitu
terdapat dalam Pasal 2 (ayat 1 sampai dengan 6), dan pasal 3, yaitu sebagai
berikut:
Pasal 2
49
1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya
menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi
bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.
2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
3) Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
semua urusan pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
4) (4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r. kepemudaan dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi
u. keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
v. dan persandian;
w. pemberdayaan masyarakat dan desa;
x. statistik;
y. kearsipan;
z. perpustakaan
aa. komunikasi dan informatika;
bb. pertanian dan ketahanan pangan;
cc. Kehutanan;
dd. energi dan sumber daya mineral;
ee. kelautan dan perikanan;
ff. perdagangan, dan;
gg. perindustrian.
50
5) Setiap bidang urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terdiri dari sub bidang, dan setiap sub bidang terdiri dari sub sub bidang.
6) Rincian ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan
sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian.
Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan
yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap
negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat
diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas
perkembangan masyarakat, kemajemukan struktu sosial dan budaya lokal serta
adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.54
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan
tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu sebagai berikut:55
1. Peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
(yang merupakan pendekatan model efisiensi struktural/structural
efficiency model);
2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan
pembangunan (yang merupakan pendekatan model
partisipasi/participatory model).
Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda dalam tujuan-
tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi terhadap
54
Daulah Alfarisi, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, Melalui
<www.daulahalfarisi.blogspot.com>, Rabu 09/08/2011, Pkl 14. 05 Wib 55
Ibid.
51
arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan dicapai melalui desentralisasi.
Oleh karena itu desentralisasi merupakan simbol “trust” dari pemerintrah pusat
kepada sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam
mengatasi berbagai masalah, dalam sistem otonomi daerah mereka tertantang
untuk secara kolektif menentukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang
dihadapi.56
Berdasarkan teori asas desentralisasi baik itu secara yuridis atau non
yuridis maka pemerintah daerah yang lebih spesifik objek yang diteliti oleh
penulis yaitu Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut dalam hal ini mengacu
kepada dua aspek, yaitu urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib yang diterapkan oleh pemerintah daerah kabupaten garut
berdasarkan asas desentralisasi yaitu sebagai berikut:57
1. Urusan Pendidikan, Kepemudaan Dan Olahraga
Sebagai penjabaran lebih lanjut rencana strategi yang terbenduk dalam
Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, disusun suatu program kerja setiap tahunnya.
Program kerja ini merupakan penjabaran target kinerja yang harus dicapai yang
bersentuhan kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaan sebagai berikut:
a. Program Pendidikan anak usia dini
Sasaran Program Adalah meningkatnya akses dan pelayanan
pendidikan anak usia dini. Diimplementasikan ke dalam 4 (empat)
kegiatan, yaitu :
56
Ibid. 57
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kabupaten garut tahun 2009, Pemerintah Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat, 2010
52
1) Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Bermain,
2) Kegiatan Pelatihan Kompetensi Tenaga Pendidik
3) Kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (TK)
4) Kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)sebanyak 11 kelompok
b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Sasaran program adalah meningkatnya kualitas sarana dan prasarana
pendidikan serta meningkatnya daya tampung siswa SD/MI, SMP/ MTs
c. Program Pendidikan Menengah
Sasaran dari program ini adalah meningkatnya akses dan pemerataan
pendidikan menengah yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat
d. Program Pendidikan Non Formal
Sasaran dari Program ini Adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas
pendidikan non formal
e. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Sasaran dari Program ini Adalah meningkatnya kualitas pelayanan
pendidikan dan tenaga kependidikan
f. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
Sasaran dari Program ini Adalah meningkatnya pelayanan pendidikan dan
kependidikan
g. Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olahraga
Sasaran dari Program Adalah Meningkatnya prestasi olah raga Kabupaten
Garut
h. Program Peningkatan Peran Serta Kepemudaan
53
Sasaran dari Program Adalah Tersedianya organisasi kepemudaan yang
Berkualitas
i. Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olahraga
Sasaran dari Program Adalah Meningkatnya prestasi olah raga Kabupaten
Garut.
2. Urusan Kesehatan
Adapun Bidang Kesehatan merupakan Urusan Wajib di Kabupaten program
kegiatan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut terkait langsung dibidang kesehatan
sebagai berikut:
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Disiplin Aparatur
d. Program Fasilitasi Pindah/Purna Tugas PNS
e. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya dan Aparatur
f. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
g. Program Upaya Kesehatan Masyarakat
h. Program Pengawasan Obat dan Makanan
i. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
j. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
k. Program Pengembangan Lingkungan Sehat
l. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
m. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan
n. Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
54
o. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan Jaringannya
p. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan sarana dan prasarana
Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah sakit Mata
q. Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak
3. Urusan Lingkungan Hidup
Sasaran dari program ini adalah terselenggaranya kelancaran kegiatan
kantor/dinas. Untuk mencapai urusan tersebut maka akan merealisasikan
beberapa program, yaitu sebagai berikut:
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
c. Program Peningkatan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan
d. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
e. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam
4. Urusan Pekerjaan Umum
Sasaran program ini adalah untuk memperlancar kinerja SKPD agar tetap
berjalan sebagaimana mestinya, dengan sasaran penyediaan dan
memelihara prasarana perkantoran sehingga kinerja SKPD berjalan
sebagai pelayanan kegiatan masyarakat. Untuk mencapai urusan tersebut
maka akan merealisasikan beberapa program, yaitu sebagai berikut:
a. Program Inspeksi Kondisi Jalan dan Jembatan
b. Program pembangunan infrastruktur perdesaaan
c. Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan
55
d. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
e. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
f. Program peningkatan disiplin aparatur
g. Program fasilitas pindah/purna tugas PNS
h. Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur
i. Program Pembangunan Jalan dan Jembatan
j. Program Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong
k. Program Pembangunan turap/talud/brojong
l. Program rehabilitasi/pemeliharaan Jalan dan Jembatan
m. Program Inspeksi Kondisi Jalan dan Jembatan
n. Program pembangunan infrastruktur perdesaaan
o. Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan
5. Urusan Perumahan Dan Urusan Tata Ruang
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan sarana dan Prasarana Aparatur
c. program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur
d. Program Pengembangan Perumahan
e. Program Lingkungan Sehat Perumahan
f. Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan
g. Program Peningkatan Kesigapan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran
h. Program Penataan Perkotaan dan Perdesaan
i. Program Pengembangan Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air
Bersih
56
j. Program Penataan Gedung dan Lingkungan
k. Program Perencanaan Tata Ruang
l. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
m. Penyusunan Sisten Informasi Data Base Perumahan, Tata Ruang dan
Cipta Karya
n. Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
6. Urusan Perencanaan Pembangunan
a. Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi
b. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
c. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
d. Program Pengembangan Data/Informasi
e. Program Kerja Sama Pembangunan
f. Program Perencanaan Pengembangan Wilayah Strategis dan cepat
tumbuh
g. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perencanaan
Pembangunan Daerah
h. Program Perencanaan Pembangunan Daerah
i. Program Perencanaan Sosial Budaya
j. Program Penataan Daerah Otonomi Baru
k. Program Perencanaan Tata Ruang
7. Urusan Penanaman Modal
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
57
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Pengembangan Sistem Informasi dan Usaha Potensial
8. Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Urusan Industri Dan
Perdagangan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
d. Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri
e. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan koperasiProgram
f. Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri Program Penciptaan
Iklim Usaha-Usaha UMKM Yang Kondusif
9. Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
d. Program Penataan Administrasi Kependudukan
10. Urusan Ketenagakerjaan dan Sosial
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur
d. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil
(KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan
58
e. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial
f. Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (Eks
narapidana,PSK,narkoba dan penyakit social)
g. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
h. Program Peningkatan Kesempatan Kerja
i. Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan
j. Program Transmigrasi Lokal
k. Program Pengembangan Wilayah Transmigrasi
11. Urusan Ketahanan Pangan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja dan Keuangan
d. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
e. Program Peningkatan penerapan teknologi Pertanian/Perkebunan
f. Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian / Perkebunan Lapangan
12. Urusan KB dan Pemberdayaan Perempuan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
d. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja dan Keuangan
e. Program Keluarga Berencana
59
f. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
g. Program Pelayanan kontrasepsi
h. Program Pembinaan Peran Serta Masyarakat dalam Pelayanan KB/KR
yang Mandiri
i. Program Pengembangan pusat Pelayanan Informasi dan konseling
KRR
j. Program Penyiapan Tenaga Pendamping Kelompok Bina Keluarga
k. Program Pengembangan Model Operasional BKB-Posyandu-PADU
(Pendamping DAK)
l. Program keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan
Perempuan
m. Program Penguatan Kelembagaan Pengarustamaan Gender dan Anak
n. Program peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender Dalam
Pembangunan
o. Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan
13. Urusan Perhubungan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Peningkatan Disiplin Aparatur
d. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
e. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja Keuangan
f. Program Pembangunan Prasarana dan fasilitasi perhubungan
60
g. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitasi LLAJ
h. Program Peningkatan Pelayanan Angkutan
i. Program Peningkatan Kelaikan Pengoperasian Kendaraan Bermotor
j. Program peningkatan dan Pengamanan Lalu Lintas
14. Urusan Pariwisata dan Kebudayaan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya aparatuar
d. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja dan Keuangan
e. Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
f. Program Pengembangan Kemitraan
g. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata
h. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata
i. Program Pengelolaan Keragaman Budaya
15. Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Pengembangan Wawasan Kebangsaan
d. Program Kemitraan Pengembangan Wawasan Kebangsaan
e. Program Pemberdayaan Masyarakat Untuk Menjaga Ketertiban dan
Keamanan
f. Program Pendidikan Politik Masyarakat
61
g. Program Pencegahan Dini dan Penanggulangan Korban Bencana
Alam
h. Program Dukungan Kelancaran Penyelenggaraan Pemilihan Umum
Tahun 2009
16. Urusan Pemerintahan Umum
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Peningkatan Disiplin Aparatur
d. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja dan Keuangan
e. Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan KDH
f. Program Penataan dan Penyempurnaan Kebijakan Sistem dan
Prosedur Pengawasan
g. Program Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pemeriksa dan
Aparatur Pengawasan
17. Urusan Kepegawaian
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Disiplin Aparatur
d. Program Fasilitasi Pindah/Purna Tugas PNS
e. Program Kapasitas Sumber Daya Aparatur
f. Program Pendidikan Kedinasan
62
g. Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur
h. Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur
18. Urusan Pemberdayaan Masyarakat Desa
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan
d. Program Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan
e. Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Membangun
Desa.
f. Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa
19. Urusan Kearsipan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Disiplin Aparatur
d. Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan
e. Program Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen / Arsip Daerah
20. Urusan Perpustakaan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
c. Program Peningkatan Disiplin Aparatur
d. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
63
Urusan pilihan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten garut
berdasarkan asas desentralisasi yaitu sebagau berikut:58
1. Urusan Kelautan dan Perikanan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja dan Keuangan
d. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan
e. Program Pengembangan Budaya Perikanan
f. Program Pengembangan Perikanan Tangkap
g. Program Pengembangan Agribisnis
h. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
i. Program Optimalisasi Pengelolaan Produksi Hasil Perikanan
2. Urusan Pertanian
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Fasilitasi Pindah/Purna Tugas PNS
d. Program Kapasitas Sumber Daya Aparatur
e. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian
Kinerja dan Keuangan
f. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
g. Program Peningkatan Ketahanan Pangan
58
Ibid.
64
h. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/
Perkebunan
i. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan
3. Urusan Kehutanan
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
d. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
e. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan
f. Program Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan
4. Urusan Energi dan Sumberdaya Mineral
a. Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
c. Pembinaan dan Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan
d. Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan Lainnya
e. Penyediaan Dan Pengelolaan Air Baku
f. Program Pengendalian Banjir
g. Pengawasan dan penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi merusak
lingkungan
h. Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pertambangan
i. Pengembangan Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air
Lainnya
65
Dalam penelitian ini untuk lebih menspesifikan objek kajian yang penulis
teliti, maka penulis hanya meneliti beberapa pelaksanaan asas desentralisasi di
kabupaten garut yang di aplikasikan melalui urusan wajib yang tidak sesuai
dengan amanat Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah
yang secara garis besarnya bahwa pelaksanaan asas desentralisasi harus lebih
mengutamakan pelayanan yang efektif dan efisien guna menunjang kesejahtraan
masyarakat, adapun beberapa program tersebut yang tidak sejalan dengan amanat
undang-undang tersebut, yaitu urusan bidang pendidikan, pemuda dan olah raga,
urusan kesehatan, dan urusan pekerjaan umum. Hal ini lah yang sangat sensitive
terhadap pelayanan dan kesejahtraan pemerintah daerah kabupaten garut terhadap
masyarakatnya.
Dengan demikian penulis akan menguraikan beberapa program
desentralisasi urusan wajib yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten garut
yang tidak relefan dengan amanat Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang
pemerintahan daerah mengenai asas desentralisasi yang mengamanatkan akan
pelayanan publik yang menunjang kesejahtraan masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Urusan Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga
2. Urusan Kesehatan
3. Urusan Pekerjaan Umum
Ketiga urusan ini yang merupakan bagian dari pelaksanaan asas
desentralisasi di Kabupaten Garut pada kenyataannya tidak berjalan dengan
maksimal atau tidak sesuai dengan haluan besar apa yang terkandung dalam Pasal
14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, Yang berbunyi:
66
(3) Urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
mensejahtrakan masyarakat, sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan
Dengan demikian beberapa kenyataan menyatakan bahwa pada urusan
pendidikan, pemuda dan olah raga di kabupaten garut sangat jauh dari arti
mensejahtrakan masyakat karena masih banyak anak-anak yang putus sekolah
karena kurang perhatian dari pemerintah, fasilitas-fasilitas yang menunjang belum
memadai walaupun jumlah dana yang dikeluarkan sudah terprogram dari APBD.
Selain itu urusan kesehatan pun sering terbengkalai mulai dari pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat samapai sosialisasi kesehatan yang jauh sekali dari
maksimal. Fakta lain yang menunjukan dari urusan pekerjaan umum mengenai
kualitas jalan raya yang semakin parah sehingga keselamatan pemakai jalan raya
sangat terganggu sekali, hal ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini, yaitu:
TABEL 1 : KONDISI JALAN KABUPATEN GARUT
Sumber:
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kabupaten garut tahun 2009
0
500
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Km
Perkembangan Kondisi Jalan Kabupaten Tahun 2004-2009
Baik/Mantap Sedang Rusak dan Rusak Berat
67
Ma’mun Budianto59
mengatakan bahwa pelaksanaan asas desentralisasi di
kabupaten garut belum sepenuhnya maksimal ada beberapa urusan wajib dan
pilihan yang belum mencapai kata mensejahtrakan masyarakat, hal ini disebabkan
pemerintah daerah belum siap menerima beban desentralisasi sepenuhnya maka
butuh waktu untuk membenahi perangkat-perangkat daerah untuk menunjang
pelaksanaan asas desentralisasi ini supaya dapat mengenai arti mensejahtrakan
masyarakat sesuai yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang sudah di sebutkan di atas.
Penulis dapat menganalisi bahwa pelaksanaan asas desentralisasi di
kabupaten garut belum sempuran terlaksana masih ada beberapa masalah yang
dihadapi terutama dalam urusan pendidikan, pemuda, dan olah raga, urusan
kesehatan, dan urusan pekerjaan umum, ketiga urusan tersebut sangat rentan
sekali dengan masyarakat sehingga harus benar-benar diperhatikan oleh
pemerintahan daerah kabupaten garut. Hal tersebut tidak sejalan dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14 ayat (2),
yang menyatakan sebagai berikut:
“Urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk mensejahtrakan
masyarakat, sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan”
C. Kendala Dalam Pelaksanaan Asas Desentralisasi Di Pemerintahan
Daerah Kabupaten Garut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
59
Hasil wawancara pribadi dengan bapak Ma’mun Budianto sebagai (KASI PMSD dan Politik
Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut), di Garut, Tanggal 28 Februari 20011 Pkl. 10.24 Wib
68
Secara yuridis pengertian asas desentralisasi disebutkan dalam Dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah pasal 1 ayat
(7) menyatakan sebagai berikut:
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Penyelenggaraan urusan pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan
Daerah yang sudah dipaparkan diatas menyangkut hal pelaksanaan asas
desentralisasi oleh masing-masing daerah maka dapat disebutkan dalam Pasal 11
ayat (1) dan (3), pasal 14 ayat (1) dan (2), yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan criteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan
(3) Urusan peperintahan yang menjadi kewenangan peperintahan
daerah, yang berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
Pasal 12
(1) Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai
dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasaran, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan
Pasal 14
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
kabupaten/kota meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah social;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
69
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasarlainnya, dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan;
(3) Urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
mensejahtrakan masyarakat, sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dapat juga di uraikan mengenai
pembagian urusan yang harus diatur oleh pemerintah daerah, yaitu terdapat dalam
Pasal 2 (ayat 1 sampai dengan 6), dan pasal 3, yaitu sebagai berikut:
Pasal 2
1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan
pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan.
2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta
agama.
3) Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
semua urusan pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
4) (4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan;
e. penataan ruang;
70
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r. kepemudaan dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi
u. keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
v. dan persandian;
w. pemberdayaan masyarakat dan desa;
x. statistik;
y. kearsipan;
z. perpustakaan
aa. komunikasi dan informatika;
bb. pertanian dan ketahanan pangan;
cc. Kehutanan;
dd. energi dan sumber daya mineral;
ee. kelautan dan perikanan;
ff. perdagangan, dan;
gg. perindustrian.
5) Setiap bidang urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) terdiri dari sub bidang, dan setiap sub bidang terdiri dari sub sub
bidang.
6) Rincian ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam lampiran yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan
sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian.
Dalam pelaksanaan asas desentralisasi yang mengacu kepada dua urusan,
yaitu urusan wajib dan urusan pilihan, di kabupaten garut urusan wajib dan urusan
71
pilihan yang dilaksanakan terdapat beberapa kendala baik itu tekhnis maupun non
tekhnis, kendala yang sifatnya tekhnis adalah kendala yang ada pada urusan wajib
tersebut seperti kendala dalam urusan pendidikan, pemuda dan olah raga dalam
urusan ini terdapat kendala yang sifatnya tekhnis yaitu terdapatnya kegiatan
bantuan provinsi yang tidak dapat terealisasikan karena terlambat pengucuran
dana dan waktu pengerjaan kegiatan. Sedangkan kendala yang sifatnya non tekhis
adalah kendala yang tidak ada pada urusan wajib tersebut seperti kurang siapnya
perangkat birokrasi dalam melaksanakan kegiatan urusan wajib. Akan tetapi tidak
semua kendala tersebut mengganggu stabilitas penyelenggaraan pemerintahan ada
beberapa urusan saja yang sangat sensitif dengan kesejahtraan dan pelayanan
masyarak, urusan tersebut sudah penulis uraikan di atas, yaitu Urusn Pendidikan,
Pemuda, dan Olah raga, Urusan Kesehatan, Urusan Pekerjaan Umum ketiga
urusan inilah yang mempunyai kendala yang sangat besar pengaruhnya, kendala-
kendala tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:60
1. Urusan Pendidikan, Pemuda, dan Olah raga
Dalam pelaksanaan program dan kegiatan ini terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi, yaitu:
a. Adanya beberapa kegiatan pada DPA murni menjadi tidak ada pada
Anggaran Perubahan, hal ini dikarenakan kegiatan tersebut dialihkan
menjadi hibah yang pencairannya langsung dari DPPKA tidak berada
dalam DPPA Dinas Pendidikan. Kegiatan dimaksud adalah
Rehabilitasi sedang/berat Bangunan Sekolah (DAK) dan Rehabilitasi
60
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, Loc.Cit.
72
sedang/berat Bangunan Sekolah (Pendamping DAK);
b. Kurangnya pemahaman para pengelola kegiatan dalam pembuatan
Laporan Pertanggungjawaban sehingga menghambat pelaporan, hal
itu mengakibatkan terlambatnya proses pencairan dana kegiatan
lainnya;
c. Terdapatnya kegiatan bantuan Provinsi yang tidak dapat
direalisasikan karena keterlambatan pengucuran dana dan waktu
pengerjaan kegiatan dimaksud tidak akan cukup untuk dilaksanakan
pada tahun anggaran 2009.
d. Permasalahan dalam program Peningkatan Peran Serta Kepemudaaan
(Paskibraka) adalah belum tersedianya sarana diklat, sekretariat
Paskibra belum representatif, Kurangnya dukungan anggaran tidak
sesuai dengan volume/beban kegiatan
e. Alokasi anggaran untuk Guru dan wasit olahraga dirasakan sangat
kurang
f. Jumlah cabang olahraga atlet pelajar khususnya SD, SMP dan SMA
yang terlibat cukup banyak dan alokasi anggaran yang dirasakan
sangat kurang
g. Dukungan anggaran yang tersedia belum memadai untuk sarana dan
prasarana olahraga karena anggaran tersebut bersifat pemeliharaan
rutin, tidak ada penambahan ataupun rehab sarana olahraga
h. Pemeliharaan sarana olahraga belum sepenuhnya terpenuhi
i. Faktor cuaca mempengaruhi kondisi fisik sarana dan prasarana
73
olahraga
j. Faktor orang yang tidak bertanggungjawab yang mengakibatkan
kondisi fisik sarana prasarana olahraga rusak/hilang
k. Kejadian yang bersifat insidental akibat bencana alam/ tak terduga
2. Urusan Kesehatan
a. Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Program Obat dan
Perbekalan Kesehatan:
1) Kegiatan Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan, Dana yang
tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan secara optimal, karena berdasarkan perhitungan perencanaan
kebutuhan pengadaan obat tersebut sebesar Rp.9.690.000.000,-
(Sembilan milyar enam ratus Sembilan puluh juta rupiah) sementara
yang ada hanya Rp.4.219.038.634,- (empat milyar dua ratus Sembilan
belas juta tiga puluh delapan ribu enam ratus rupiah) jadi masih kurang
sebesar Rp.5.470.961.366,- lima milyar empat ratus tujuh puluh juta
Sembilan ratus enam puluh satu ribu tiga ratus enam puluh enam ribu
rupiah)
b. Permasalahan Program Upaya Kesehatan Masyarakat:
1) Kegiatan Peningkatan Kesehatan Masyarakat
2) Puskesmas belum optimal dalam melaksanakan kegiatan pembinaan
kesehatan anak dan lansia;
3) Keterbatasan tenaga dan rangkap program untuk pemegang program
kesehatan anak dan lansia;
74
4) Pendanaan untuk kegiatan pembinaan kesehatan anak dan lansia masih
kurang;
5) Kegiatan Peningkatan Pelayanan dan Penanggulangan Masalah
Kesehatan
6) Alokasi dana untuk Penanggulangan Masalah Kesehatan belum dapat
memenuhi kebutuhan anggaran sesuai dengan jumlah hari yang harus
dilaksanakan, sedangkan untuk penanganan bencana tidak terealisasi
sebesar Rp.30.570.000,- (tiga puluh juta lima ratus tujuh puluh ribu
rupiah);
7) Kegiatan Penyediaan Biaya Operasional dan Pemeliharaan Puskesmas
8) Alokasi dana BOP belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh program
dan kegiatan di Puskesmas, sedangkan untuk operasional jasa kantor
dapat terpenuhi dan mengembalikan sisa anggaran sebesar
Rp.7.985.376,- (tujuh juta Sembilan ratus delapan puluh lima ribu tiga
ratus tujuh puluh enam rupiah);
9) Kegiatan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin (JPKM)
10) Alokasi dana untuk pelayanan rujukan pasien miskin non kuota
Jamkesmas/ Jamkesda belum tercukupi untuk mengcover rujukan
seluruh kabupaten Garut
11) Bagi pasien Jamkesmas yang dirujuk ke PPK Rujukan tingkat lanjut
(RS Provinsi), pihak RSU dr.Slamet tidak dapat mengantar semua
pasien Jamkesmas yang memerlukan rujukan ke Luar Kabupaten
dikarenakan keterbatasan sarana yang dimilikinya, sehingga puskesmas
yang merujuk harus mengakomodir rujukan tersebut, sedangkan
75
kewenangan merujuk pasien Jamkesmas sesuai Petunjuk Pelaksanaan
Jamkesmas 2009 ada pada RSU dr.Slamet Garut.
c. Permasalahan Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat:
Kegiatan Penyuluhan Masyarakat Pola Hidup Sehat, Belum adanya
data/ pemetaan PHBS di institusi sekolah;
d. Permasalahan Program Perbaikan Gizi Masyarakat adalah:
1) Anggaran yang turun tidak tepat waktu menyebabkan intervensi untuk
balita gizi buruk kurang maksimal;
2) PMT-P baru mencakup (18,29 %) balita gizi buruk;
3) Kab. Garut dilihat dari pemetaan GAKY merupakan daerah
GAKY endemik sedang;
4) Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Garut merupakan
daerah GAKY endemik sedang, hanya 3 kecamatan yang
kandungan yodium nya optimum (7,14 %);
e. Permasalahan Program Pengembangan Lingkungan Sehat:
1) Belum terbentuknya Tim Pembina dan Forum Kabupaten Sehat;
2) Belum adanya Desa Open Defecation Free;
3) Belum semua Puskesmas melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi dalam
upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan;
4) Pengelola TTU/TPM belum sepenuhnya menaruh perhatian terhadap
pentingnya Hygiene Sanitasi TTU/TPM, sehingga ketika petugas
sanitasi melaksanakan kegiatan Inspeksi sanitasi hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan yang diharapkan;
76
5) Tidak adanya sarana pendukung berupa Sanitarian Kit dan Food
Security Kit bagi petugas Sanitasi untuk menunjang kegiatan Inspeksi
Sanitasi di lapangan sehingga dapat mempertinggi akurasi hasil
pengawasan;
6) Permasalahan Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin:
7) Kegiatan Pelayanan Operasi Katarak, Kuantitas operasi katarak masal
belum sebanding dengan jumlah penderita katarak yang selalu
bertambah;
8) Permasalahan Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan
Anak:
9) Kegiatan Pertolongan Persalinan Bagi Ibu Dari Keluarga Kurang
Mampu, Belum optimalnya kontrol dan monitoring dari kabupaten
untuk mengevaluasi sejauh mana hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
dilapangan dikarenakan keterbatasan anggaran.
3. Urusan Pekerjaan Umum
a. Adanya beberapa ruas jalan yang tingkat kerusakannya tidak dapat
ditangani dengan pemeliharaan rutin maupun periodik karena
prosentase kerusakannya sudah sangat besar, selain itu pada beberapa
ruas jalan lalu lintas yang ada sering melebihi standar Muatan Sumbu
Terberat (MST), sehingga dapat mempercepat kerusakan jalan;
b. Terjadinya penurunan kemantapan kondisi jalan kabupaten serta
bertambahnya kerusakan, diakibatkan permasalahan sebagai berikut:
1) Keterbatasan Sarana dan Prasarana/ alat berat dalam penangganan jalan
dan jembatan.
77
2) Pada ruas jalan tertentu sering terjadi Muatan Sumbu Terberat (MST)
kendaraan yang melalui ruas jalan, pada umumnya melebihi daya
dukung jalan yang ada.
3) Seringnya terjadi bencana alam seperti longsor;
c. Kondisi cuaca yang tidak mendukung berpengaruh pula terhadap
kelancaran pelaksanaan pekerjaan;
Ma’mun Budianto61
setiap pelaksanaan asas desentralisasi di setiap
kabupaten khususnya di kabupaten garut selalu mengalami kendala baik itu yang
sifatnya tekhnis maupun non tekhnis, kendala yang sifatnya tekhnis adalah
kendala yang ada pada urusan wajib tersebut seperti kendala dalam urusan
pendidikan, pemuda dan olah raga dalam urusan ini terdapat kendala yang
sifatnya tekhnis yaitu terdapatnya kegiatan bantuan provinsi yang tidak dapat
terealisasikan karena terlambat pengucuran dana dan waktu pengerjaan kegiatan.
Sedangkan kendala yang sifatnya non tekhis adalah kendala yang tidak ada pada
urusan wajib tersebut seperti kurang siapnya perangkat birokrasi dalam
melaksanakan kegiatan urusan wajib. Dengan demikian pemerintah daerah
kabupaten garut terus berupaya untuk mengoreksi dan mencari solusi yang tepat
dari setiap kendala yang dihadapi. Tidak lepas hal itu harus ada dukungan dari
berbagai aspek.
Dari beberapa uraian di atas maka penulis dapat menganalisis bahwa
kendala-kendala yang dihadapi guna dalam melaksanakan asas desentralisasi di
kabupaten garut ada beberapa kendala yaitu, urusan pendidikan, pemuda dan olah
raga, urusan kesehatan, urusan pekerjaan umum. Dengan demikian hal ini terlihat
61
Ibid
78
dari ketidak siapan pemerintah daerah kabupaten garut dalam melaksanakn asas
desentralisasi, dan diharapkan seiring berjalannya waktu maka kendala-kendala
tersebut dapat teratasi dengan baik sehingga semua pelayanan dan kesejahtraan
masyarakat lebih terjamin.
D. Upaya Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan Asas Desentralisasi Di
Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Penyelenggaraan urusan pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan
Daerah yang sudah dipaparkan diatas menyangkut hal pelaksanaan asas
desentralisasi oleh masing-masing daerah maka dapat disebutkan dalam Pasal 11
ayat (1) dan (3), pasal 14 ayat (1) dan (2), yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan criteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan
(3) Urusan peperintahan yang menjadi kewenangan peperintahan
daerah, yang berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
Pasal 12
(1) Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai
dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasaran, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan
Pasal 14
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
kabupaten/kota meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
79
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah social;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasarlainnya, dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan;
(3) Urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
mensejahtrakan masyarakat, sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan
Sebgaimana telah diuraikan di atas pelaksanaan desentralisasi terbagi
kepada urusan wajib dan urusan pilijan, disetiap urusan tersbut mempunyai
kendala yang di hadapi. Ada beberapa urusan yang mempunyai kendala yang
sangat sensitive, urusan tersbut dudah diuraikan di atas, maka ada upaya untuk
mengatasi kendala tersebut, yaitu diantaranya:62
1. Urusan Pendidikan, Pemuda, dan Olah raga
a. Kegiatan Rehabilitasi sedang/berat Bangunan Sekolah (DAK) dan
Rehabilitasi sedang/berat Bangunan Sekolah (Pendamping DAK)
dialihkan menjadi Hibah yang pengurusannya langsung dengan
DPPKA Kabupaten Garut;
62
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, Loc.cit
80
b. Dilaksanakannya pelatihan bagi Bendahara Pengeluaran Pembantu
dan para Pengelola kegiatan mengenai tatacara pengelolaan keuangan
daerah;
c. Kegiatan yang merupakan Bantuan Provinsi dan pendampingnya yang
tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran 2009 dianggap sebagai
silpa dan dialokasikan kembali pada tahun anggaran 2010.
d. Pemecahan masalah dalam dalam program Peningkatan Peran Serta
Kepemudaaan (Paskibraka) adalah perlu adanya peningkatan
perhatian pemerintah dalam upaya peningkatan peran serta
kepemudaan, tersedianya diklat kepemudaan, peningkatan sarana dan
prasarana keskretariatan Paskibra Kabupaten maupun keskretariatan
Paskibra Kecamatan, tersedianya alokasi dana untuk Paskibraka dan
Paskibra-paskibra di kecamatan
e. Penggunaan anggaran disesuaikan seminimal mungkin
f. Sistem kompetisi di sederhanakan dan penggunaan anggaran
disesuaikan seminimal mungkin
g. Mengoptimalisasikan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan sesuai
dengan anggaran yang tersedia
h. Memberdayakan seluruh pegawai dalam melaksanakan kegiatan
pemeliharaan lingkungan, sarana dan prasarana olahraga secara rutin
i. Berupaya menjalin kemitraan dengan pihak-pihak terkait
j. Mengusulkan kebutuhan dan dukungan anggaran untuk lebih
mengoptimalkan pemeliharaan sarana dan prasaran
81
2. Urusan Kesehatan
a. Pemecahan masalah Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
Kegiatan Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan, Untuk memenuhi
kebutuhan pengadaan, maka menggali sumber lain yaitu meminta bantuan
Pemerintah Propinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Propinsi dan
bantuan Buffer Stock serta Program Kabupaten / Kota yang bersumber dari
APBN melalui Departemen Kesehatan RI dan dana ASKES PNS juga
Bencana Alam
b. Kegiatan Penyuluhan Masyarakat Pola Hidup Sehat, Pendataan PHBS di
institusi sekolah
c. Kegiatan Pertolongan Persalinan Bagi Ibu Dari Keluarga Kurang Mampu
d. Kegiatan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
3. Urusan Pekerjaan Umum
a. Meningkatkan struktur jalan dengan meningkatkan daya dukung kapasitas
jalan, serta meningkatkan kondisi dan kapasitas drainase jalan;
b. Untuk meminimalisir dampak yang lebih luas dari menurunnya kemantapan
kondisi jalan kabupaten, dilakukan upaya–upaya:
1) Meningkatkan sarana dan prasarana alat berat untuk menunjang
kelancaran dalam menangani jalan dan jembatan.
2) Meningkatkan koordinasi dengan dinas terkait dalam
penangganan kendaraan yang melebihi Muatan Sumbu Terberat
(MST), agar tidak melewati ruas ruas jalan tertentu.
3) Menambah alokasi anggaran untuk penanganan baik dalam
pemeliharaan maupun peningkatan jalan dan jembatan.
82
4) Memfungsikan kembali ruas jalan maupun jembatan dengan
penanganan sementara maupun permanen.
5) Meningkatkan kerjasama dengan sektor swasta serta
mengintensifkan koordinasi baik dengan pemerintah propinsi
maupun pemerintah pusat, untuk mencari solusi dalam
penanganan jalan dan jembatan.
c. Pelaksanaan pekerjaan diusahakan sebelum musim penghujan.
Ma’mun budianto63
dalam setiap kendala dalam melaksanakan asas
desentralisasi yang dimuat pada urusan wajib dan pilihan yang sudah dipaparkan
di atas maka terdapat upaya untuk mengatasi kendala tersebut, upaya yang
ditempuh pemerintah daerah adalah dengan meningkatkan kesipan aparatur
birokrasi dalam menjalankan program urusan wajib dan meningkatkan kualitas
SDM (Sumber daya manusia)
Penulis dapat menganalisis bahwa upaya yang dilakukan pemerintah
daerah kabupaten garut dalam menangani setiap kendala pelaksanaan asas
desentralisasi yang mengacu kepada urusan wajib dan urusan pilihan di atas yang
secara garis besarnya meningkatkan sarana dan prasarana dan peningkatan
kualitas SDM (Sumber daya manusia). Penulis rasa upaya tersebut sudah cukup
relepan tinggal bagaimana pemerintah daerah mengoptimalkan upaya atau solusi
tersebut untuk lebih baik lagi dalam menjalankan pemerintahannya yang berkaitan
dengan asas desentraliasi tersebut.
63
Hasil wawancara pribadi dengan bapak Ma’mun Budianto, Loc. Cit.
83
BAB IV
SIMPULAN
1. Pelaksanaan Asas Desentralisasi di pemerintahan Daerah Kabupaten Garut
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
yaitu belum terlaksana secara sempurana dan masih ada beberapa masalah yang
dihadapi terutama dalam urusan pendidikan, pemuda, dan olah raga, urusan
kesehatan, urusan pekerjaan umum, ketiga urusan tersebut sangat rentan sekali
dengan masyarakat sehingga harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintahan
daerah kabupaten garut. Hal tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14 ayat (2)
2. Kendala dalam Pelaksanaan Asas Desentralisasi di Pemerintahan Daerah Kabupaten
Garut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, yaitu Kendala-kendala yang dihadapi guna dalam melaksanakan asas
desentralisasi di kabupaten garut ada beberapa kendala yaitu, baik itu yang sifatnya
teknis maupun non teknis, kendala yang sifatnya teknis adalah kendala yang
ada pada urusan wajib tersebut. Sedangkan kendala yang sifatnya non tehis
adalah kendala yang tidak ada pada urusan wajib tersebut seperti kurang
siapnya perangkat birokrasi dalam melaksanakan kegiatan urusan wajib.
3. Upaya mengatasi kendala yang dilakukan dalam pelaksanaan Asas
Desentralisasi di Kabupaten Garut berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu yang secara garis besarnya meningkatkan
sarana prasarana dan peningkatan kualitas SDM (Sumber daya manusia)
83