15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan antara negara-negara Asean yang disebut dengan AFTA, AFTA adalah singkatan dari kepanjangan ASEAN Free Trade Area.Organisasi AFTA didirikan pada tahun 1992 di Singapura pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV. AFTA adalah kesepakatan yang dibentuk oleh negara-negara ASEAN untuk menciptakan suatu zona perdagangan bebas. 1 The ASEAN Free Trade Area (AFTA) is an agreement signed by the Philippines and nine other ASEAN Member States to boost local manufacturing in all ten ASEAN countries. It was initially inked in Singapore on January 28, 1992 by Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore, and Thailand. Viet Nam joined the agreement in 1995 followed by Lao PDR in 1997, and Cambodia in 1999” 2 yang artinya “ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh Filipina dan sembilan Negara Anggota ASEAN lainnya untuk mendorong manufaktur lokal di semua sepuluh negara ASEAN. Awalnya bertandatangan di Singapura pada tanggal 28 Januari 1992 oleh Brunei Darussalam, Indonesia, 1 Kemendag, Asean Free Trade Area (AFTA), dalam: http://www.kemendag.go.id, acces 1 November 2017 2 National Organizing Council Philipina, Happily Ever AFTA: 5 Ways the ASEAN Free Trade Area has Benefitted the Citizens of ASEAN, dalam : https://www.asean2017.ph, acces 1 November 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

  • Upload
    lamque

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat

sebuah kesepakatan antara negara-negara Asean yang disebut dengan

AFTA, AFTA adalah singkatan dari kepanjangan ASEAN Free Trade

Area.Organisasi AFTA didirikan pada tahun 1992 di Singapura pada saat

berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV. AFTA

adalah kesepakatan yang dibentuk oleh negara-negara ASEAN untuk

menciptakan suatu zona perdagangan bebas.1 “The ASEAN Free Trade

Area (AFTA) is an agreement signed by the Philippines and nine other

ASEAN Member States to boost local manufacturing in all ten ASEAN

countries. It was initially inked in Singapore on January 28, 1992 by Brunei

Darussalam, Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore, and

Thailand. Viet Nam joined the agreement in 1995 followed by Lao PDR in

1997, and Cambodia in 1999”2 yang artinya “ASEAN Free Trade Area

(AFTA) adalah sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh Filipina dan

sembilan Negara Anggota ASEAN lainnya untuk mendorong manufaktur

lokal di semua sepuluh negara ASEAN. Awalnya bertandatangan di

Singapura pada tanggal 28 Januari 1992 oleh Brunei Darussalam, Indonesia,

1 Kemendag, Asean Free Trade Area (AFTA), dalam: http://www.kemendag.go.id, acces 1

November 2017 2 National Organizing Council Philipina, Happily Ever AFTA: 5 Ways the ASEAN Free

Trade Area has Benefitted the Citizens of ASEAN, dalam : https://www.asean2017.ph, acces 1

November 2017

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

2

Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Viet Nam bergabung dalam

kesepakatan tersebut pada tahun 1995 diikuti oleh Lao PDR pada tahun

1997 dan Kamboja pada tahun 1999”. Indonesia telah menandatangani

AFTA sejak tanggal 28 Januari 1992 sehingga membawa konsekuensi

adanya perdagangan bebas antar Indonesia dengan negara-negara lain di

Asean.

Selain AFTA pada tahun 2015 Kedutaan Besar Inggris untuk

Indonesia menyatakan Uni Eropa memprioritaskan

negosiasi Comprehensive Economic Partnership Agreement dengan

Indonesia dan berambisi mempercepat pembahasan. Berdasarkan kajian

Centre for Strategic and International Studies (CSIS), kerja sama

perdagangan bebas ini akan menguntungkan Indonesia dalam menciptakan

lapangan kerja di sini. Di sisi lain juga menguntungkan untuk Uni Eropa.3

Sehingga perdagangan bebas yang ada bukan hanya Indonesia dengan

wilayah ASEAN namun juga dengan Negara-Negara di Uni Eropa.

Dewasa ini kontrak memiliki peranan penting bagi perekonomian

suatu negara. Mengingat telah ditandatanganinya AFTA oleh Indonesia

pada tahun 1992 dan derasnya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia

termasuk dengan negosiasi Comprehensive Economic Partnership

Agreement, tidak menutup kemungkinan kontrak bisnis yang terjadi bukan

hanya kontrak bisnis antara warga negara Indonesia, namun juga kontrak

3 Yusuf Waluyo Jati, Uni Eropa Prioritaskan Perdagangan Bebas dengan Indonesia,

dalam : http://industri.bisnis.com/, acces 1 November 2017.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

3

bisnis dengan warga negara asing. Menurut Michael D Bayles, pengertian

Hukum Kontrak adalah aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan

perjanjian atau persetujuan, sedangkan menurut Lawrence M.

Friedman, Pengertian Hukum Kontrak adalah perangkat hukum yang hanya

mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu.4

Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting, yaitu, asas

kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas

iktikad baik, dan asas kepribadian.5 Berdasarkan kelima asas tersebut asas

kebebsan berkontrak yang telah diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata

yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” menerangkan bahwa para

pihak bebas menentukan apasaja yang ingin mereka perjanjikan didalam

kontrak.6 Tetapi penerapan asas kebebsan berkontrak tidak sepenuhnya

bebas, terdapat beberapa pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak

antara lain pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian, dimana diatur

secara tegas bahwa para pihak dilarang membuat kontrak yang bertentangan

atau tidak sesuai dengan undang-undang serta dilarang oleh ketertiban

umum dan kesusilaan.

Selain pembatasan dari pasal 1320 KUHPerdata terdapat pula

pembatasan penerapan asas kebebasan berkontrak yang ditemukan dalam

4 Salim H.S., 2010. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta :

Sinar Grafika . Halaman 3

5 Salim H.S, 2004, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Cet. II. Jakarta:

Sinar Grafika. hal. 11

6 Sutan Remy. 1993. Asas Kebebsan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta : Institut Bankir. Halaman47

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

4

Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu

kebangsaan disebutkan bahwa:

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau

perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah

Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan

warganegara Indonesia.

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional

pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Penggunaan bahasa disini juga menjadi pembatasan dalam asas kebebsan

berkontrak.

Kewajiban penggunaan bahasa dalam perjanjian berdasar Undang-

Undang No. 24 tahun 2009 memang tidak menyebutkan sanksi atau akibat

hukum terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan bahasa Indonesia

dalam perjanjian. Akan tetapi, banyak kekhawatiran muncul terutama

terkait dengan ancaman pembatalan terhadap kontrak-kontrak yang dibuat

dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia yang melibatkan pihak asing

dan menggunakan hukum Indonesia sebagai pilihan hukumnya pada saat

ini. Beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan

tanggapan terhadap permohonan klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan

ketentuan Pasal 31 UU No. 24/2009 sebagai tanggapan terhadap

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

5

permohonan klarifikasi yang diajukan beberapa advokat di Jakarta.7

Adapun salah satu poin pernyataan surat Menkumham tersebut adalah

sebagai berikut: Penandatanganan perjanjian privat komersial dalam bahasa

Inggris tanpa disertai bahasa Indonesia tidak melanggar persyaratan

kewajiban sebagaimana dimaksud UU No. 24/2009 sehingga perjanjian

tersebut tetap sah dan tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan. 8

Disamping itu terdapat Fakta yang terjadi Pada 31 Agustus

2015 lalu, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan Loan Agreement

antara Nine AM Ltd. Dan PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) batal

demi hukum karena melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu

Kebangsaan, terkait penggunaan bahasa dalam kontrak dengan pihak

asing. MA dalam putusannya telah menguatkan 2 (dua) putusan pada

tingkat peradilan sebelumnya yaitu pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Nomor 48/PDT/2014/PT.DKI tertanggal 7 Mei 2014 dan putusan pada

Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 451/PDT.G/2013/PN.JKT.BRT

tertanggal 20 Juni 2013, yang menyatakan Perjanjian Kredit antara Nine

AM Ltd dan BKPL tertanggal 23 April 2010 batal demi hukum.

Pada tahun 2010, antara Nine AM Ltd., dengan BKPL telah

mengadakan kesepakatan yang termuat dalam Loan Agreement tertanggal

23 April 2010. Berdasarkan Perjanjian tersebut BKPL menerima pinjaman

7 Ali, Menkumham: Perjanjian Berbahasa Inggris Tetap Sah, dalam:

http://hukumonline.com, acces pada 6 Agustus 2017. 8 Ibid

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

6

dana dari Nine AM Ltd. senilai US$ 4.422.000,-. Perjanjian tersebut dibuat

dalam bahasa Inggris tanpa ada penjelasannya dalam bahasa Indonesia.

Dalam Pasal 18 Loan Agreement tersebut diatur memgenai pilihan hukum

yang dipilih para pihak, ditentukan perjanjian tersebut diatur dan ditafsirkan

menurut hukum yang berlaku di indonesia dan menggunakan domisili

hukum di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Untuk

menjamin terlaksanannya perjanjian tersebut, BKPL memberikan jaminan

fidusia berupa 6 unit truk caterpillar model 775 off highway kepada Nine

AM Ltd, yang termuat dalam Akta Perjanjian Jaminan Fidusia atas Benda,

No. 33 tertanggal 27 April 2010, yang dibuat dihadapan Popie Savitri

Martosuhardjo Pharmanto, S.H., Notaris dan PPAT di Jakarta. Berbeda

dengan perjanjian pokoknya, perjanjian jaminan fiducia tersebut dibuat

dalam bahasa Indonesia.

Setelah kontrak tersebut berjalan 2 tahun yaitu pada tahun 2012,

BKPL mengajukan gugatan kepada Nine AM Ltd., dengan tuntutan Loan

Agreement tertanggal 23 April 2010 batal demi hukum karena Loan

Agreement tersebut dibuat dalam bahasa Inggris tanpa ada terjemahannya

dalam bahasa Indonesia. Menurut BKPL, hal tersebut bertentangan dengan

UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara

serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa).BKPL menyatakan Loan

Agreement tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) jo. Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

7

Dalam Pasal 31 ayat (1) UU Bahasa diatur, dalam nota kesepahaman

atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah

Republik Indonesia, swasta Indonesia atau perseorangan warga negara

Indonesia wajib menggunakan bahasa indonesia. Apabila perjanjian

tersebut melibatkan pihak asing maka ditulis juga dalam bahasa asing

dan/atau bahasa inggris. Majelis Hakim dalam putusannya tersebut

mengenyampingkan adanya surat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia, No. M.HH.UM.01.01.35 tanggal 28

Desember 2009, perihal: Klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan UU No.

24 TAHUN 2009. Dalam surat tersebut Menteri Hukum dan HAM

berpendapat penggunaan Bahasa Inggris pada perjanjian tidak melanggar

syarat formil yang ditentukan dalam UU No. 24 tahun 2009 sampai

dikeluarkannya Peraturan Presiden. Akan adanya Peraturan Presiden

tersebut sebagaiman termuat dalam Pasal 40 UU Bahasa, yaitu ketentuan

lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan

Presiden.

Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan, bahwa Loan

Agreement tersebut tidak dibuat dalam bahasa Indonesia, hal ini

membuktikan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak bertentangan

dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009

sehingga dengan demikian perjanjian/Loan Agreement merupakan

perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang terlarang, sehingga sesuai

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

8

ketentuan Pasal 1335 juncto Pasal 1337 KUHPerdata perjanjian tersebut

batal demi hukum, selanjutnya Akta perjanjian Jaminan Fiducia atas benda

tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77, yang merupakan perjanjian ikutan

(accesoir) juga harus dinyatakan batal demi hukum.

Selain itu, peraturan presiden yang nantinya akan dibuat tidak dapat

melumpuhkan kata-kata wajib sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 ayat

(1) UU Bahasa, karena Peraturan Presiden mempunyai kedudukan yang

lebih rendah dari UU. Demikian pula dengan surat dari Menteri Hukum dan

Ham tersebut, tidak dapat mengalahkan ketentuan sebagaimana diatur

dalam UU. Dengan demikian karena Loan Agreement tersebut tidak dibuat

dalam bahasa Indonesia maka bertentangan dengan UU Bahasa sehingga

merupakan perjanjian yang terlarang karena dibuat dengan sebab

yang terlarang.

Selain menyatakan perjanjian pokok Loan Agreement batal demi

hukum, MA juga membatalkan Perjanjian Jaminan Fidusia yang merupakan

perjanjian accesoir dari Loan Agreement tersebut. Selain itu BKPL selaku

Penggugat diwajibkan untuk mengembalikan sisa uang pinjaman yang telah

diperolehnya dari Nine AM Ltd. yaitu sebesar USD 115.540. Kewajiban

menggunakan bahasa Indonesia di dalam perjanjian memang telah diatur

tegas di dalam UU Bahasa, namun tidak ada ketentuan mengenai sanksi

akan batalnya suatu perjanjian jika dibuat dalam bahasa lain selain bahasa

indonesia. Sehingga menurut hemat penulis putusan ini sangat

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

9

mengesampingkan keadilan dan kemanfaatan hukum demi mencapai

kepastian hokum.

Menurut hemat penulis, sebuah putusan pengadilan hendaknya

harus mencapai tiga tujuan hukum. Pengadilan sebagi bentuk suatu

penegakan hukum, dalam menegakkan hukum hendaknya ada tiga unsur

yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan

keadilan. Ketiga unsur tersebut harus ada kompromi, harus mendapat

perhatian secara proporsional seimbang. Namun menurut penulis, putusan

tersebut lebih mengarah kepada kepastian hukum, dan mengesampingkan

dua unsur yang lainnya.

Berdasarkan pemaparan diatas tentunya terdapat banyak polemik

terkait kontrak yang dibuat dalam bahasa asing yang menyebabkan penulis

tertarik untuk membuat penelitian hukum yang berjudul “Analisis

Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri

No.451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar Yang Dikuatkan Oleh Putusan

Pengadilan Tinggi No.48/PDT/2014/PT.DKI Dan Mahkamah Agung

No.1572/K/Pdt/2015 Tentang Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing

Ditinjau Dari Prespektif Kepastian, Kemanfaatan Dan Keadilan

Hukum.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri

No.451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan

Tinggi No.48/PDT/2014/PT.DKI dan Mahkamah Agung

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

10

No.1572/K/Pdt/2015 Tentang Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing

Ditinjau Dari Prespektif Kepastian, Kemanfaatan Dan Keadilan Hukum ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan MA

No.24 Tahun 2009 ditinjau dari asas kebebasan berkontrak dan

Undang-Undang No.24 Tahun 2009.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan MA

No.24 Tahun 2009 ditinjau dari keadilan dan kemanfaatan hukum.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah penulis paparkan diatas maka peneliti

berharap penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan mampu memberikan tambahan

ilmu pengetahuan dan wawasan seputar akibat hukum kontrak yang

dibuat dengan bahasa asing tanpa disertai dengan bahasa Indonesia,

dan keabsahan berkontak dengan bahasa asing ditinjau dari asas

kebebasan berkontrak dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009.

2. Penelitian ini juga sebagai syarat bagi peneliti untuk memperolah gelar

sarjana, sekaligus menjadi lahan aktualisasi dan pengembangan

pemikiran serta wawasan penulis dalam bidang ilmu hukum

E. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

11

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian

masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai

tujuan penelitian atau penulisan.9 Penulisan ini menggunakan metode

yuridis normatif , yang merupakan bentuk penelitian hukum dengan cara

menelaah hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas

khususnya asas kepastian hukum, konsepsi-konsepsi, norma hukum

yang berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak, perseroan terbatas,

dan undang-undang no. 24 Tahun 2009 . Pendekatan ini dikenal juga

dengan pendekatan kepustakaan yakni dengan mempelajari buku-buku,

jurnal-jurnal, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penelitian ini.10 Maka dalam penulisan ini penulis

melakukan pengkajian menggunakan bahan hukum atau perundang-

undangan mengenai Perseroan Terbatas, Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer yakni merupakan bahan hukum yang bersifat

Autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam

penelitian ini adalah Putusan PN No.251/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar,

Putusan PT No.48?PDT?2014?PT.DKI dan Putusan Mahkamah

Agung No.1572K/Pdt/2015 dan perundang – undangan yang diurut

berdasarkan hierarki Undang – Undang Dasar 1945, Undang –

Undang ( UU )/ Peraturan Pengganti Undang – Undang ( Perpu ),

Peraturan Pemerintah ( PP ), Peraturan Presiden ( Perpres ),

9 Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung:Citra Aditya

Bakti, halaman 112 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tijauan

Singkat, Jakarta : Rajawali Press, halaman 52.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

12

Peraturan Daerah ( Perda )11 catatan-catatan tersmi, atau risalah

didalampembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim.12 Bahan Hukum Primer yang digunakan oleh penulis adalah

KUHPerdata/ Burgerlijk Wetboek dan Undang-Undang No.24

Tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambing Negara serta lagu

kebangsaan.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang menunjang

bahan hukum primer, dalam hal ini semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tersebut meliputi

buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah internet,

pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum dan penulisan-penulisan

lainnya.13 Sehingga pada penulisan ini didukung dari beberapa studi

pustaka buku, makalah, Jurnal Hukum terkait dengan artikel-artikel

ilmiah, jurnal-jurnal dan makalah-makalah yang berkaitan dengan

kontrak internasional dan asas-asas dalam hukum kontrak.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer dan sekunder

seperti kamus besar bahasa indonesia, kamus hukum, ensiklopedia,

dan lain-lain14.

11 Jhonny Ibrahim. 2005, Teori dan Merodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya : Bayu

Media Publishing , halaman 296. 12 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Mulia,

halaman141 13 Jhoni Ibrahim , Op,Cit. halaman 392 14 Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah Malang, Pedoman Penulisan Hukum,

Halaman 17

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

13

2. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model

studi kepustakaan, dengan mengkaji informasi tertulis mengenai hukum

yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta

dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif.15 Sebagaimana

disebutkan oleh Jhonny Ibrahim bahwa teknik pengumpulan data pada

penulisan hukum normatif berisi uraian logis prosedur pengumpulan

bahan hukum primer, bahan hukumsekunder dan bahan hukum tersier,

serta sebagaimana bahan hukum tersebut diinventarisasi dan

diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas.

3. Teknik Analisa Bahan Hukum

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan

bahan hukum selanjutnya penulis akan menganalisis permasalahan

dengan bahan hukum yang telah dipilih secara kualitatif lalu

mengkaitkan dengan permasalahan yang penulis peroleh, lalu akan

dianalisia dan akan diuraikan secara sistematis. Selanjutnya data

diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara dekskriptif sehingga

selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya juga

dapat menberikan solusi terhadap permasalahan hukum yang dimaksud.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi kedalam 4 bab

dan masing-masing terdiri atas sub yang bertujuan mempermudah

15 Ibid

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

14

pemahaman pembaca. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang,

rumusan masalaah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang kajian-kajian teoritis yang berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat antara lain: Tinjauan umum tentang kontrak,

tinjauan umum tentang putusan Mahkamah Agung dan tinjauan umum asas

kebebasan berkontrak dalam hukum perdatainternasional, tinjauan umum

tentang asas kepastian, keadilan dan kemanfaatan.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi mengenai pembahasan yang diangkat oleh penulis serta

dianalisa berdasarkan kenyataan yang terjadi dan didukung dengan teori-

teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/BAB I.pdfA. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat sebuah kesepakatan

15

BAB IV PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan bab-

bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam menanggapi masalah

yang menjadi fokus pembahasan.