26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya berasal dari kata “budhi” yang artinya adalah sebagai salah suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk merespon pengaruh dari lingkungan alam sosial. Hasil dari suatu respon inilah yang disebut dengan budaya. Secara umum pengertian budaya dapat disimpulkan bahwa budaya bukan berarti sesuatu yang berwujud sebuah barang atau benda, seperti rumah, mobil, dan meja, melainkan juga memiliki pengertian sebagai proses atau kegiatan seperti diskusi dan juga hasil dari rapat atau diskusi tersebut, termasuk material dan nonmaterial. Secara kodrati manusia hidup dibekali kemampuan berfikir, merasa, berbuat. Dengan kemampuan berfikir, merasa dan berbuat itulah manusia akan berkreasi menciptakan sebuah ide, gagasan dan berbuat untuk menghasilkan sesuatu yang disebut kebudayaan (Santoso, 2002:9). Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua di benua Afrika yang berasal dari tahun 4000 SM. Hal ini diketahui dari penemuan sebuah batu tulis di daerah Rosetta oleh pasukan Perancis yang dipimpin Napoleon Bonaparte. Batu tulis itu berhasil dibaca oleh orang Perancis yang bernama Jean Francois Champollin (1800) sehingga sejak tahun itu terbukalah tabir sejarah Mesir Kuno yang berasal dari tahun 4000 SM. Seseorang akan mudah teringat dengan Mesir ketika disebut nama Fir aun. Istilah Fir aun sebenarnya merupakan gelar atau sebutan bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · dengan berbagai perasaan dan emosi, seperti takut, cinta, bakti, dan mengerikan. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk melakukan

  • Upload
    ngohanh

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya berasal dari kata “budhi” yang artinya adalah sebagai salah

suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk merespon

pengaruh dari lingkungan alam sosial. Hasil dari suatu respon inilah yang

disebut dengan budaya. Secara umum pengertian budaya dapat disimpulkan

bahwa budaya bukan berarti sesuatu yang berwujud sebuah barang atau

benda, seperti rumah, mobil, dan meja, melainkan juga memiliki pengertian

sebagai proses atau kegiatan seperti diskusi dan juga hasil dari rapat atau

diskusi tersebut, termasuk material dan nonmaterial. Secara kodrati manusia

hidup dibekali kemampuan berfikir, merasa, berbuat. Dengan kemampuan

berfikir, merasa dan berbuat itulah manusia akan berkreasi menciptakan

sebuah ide, gagasan dan berbuat untuk menghasilkan sesuatu yang disebut

kebudayaan (Santoso, 2002:9).

Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua di benua

Afrika yang berasal dari tahun 4000 SM. Hal ini diketahui dari penemuan

sebuah batu tulis di daerah Rosetta oleh pasukan Perancis yang dipimpin

Napoleon Bonaparte. Batu tulis itu berhasil dibaca oleh orang Perancis yang

bernama Jean Francois Champollin (1800) sehingga sejak tahun itu

terbukalah tabir sejarah Mesir Kuno yang berasal dari tahun 4000 SM.

Seseorang akan mudah teringat dengan Mesir ketika disebut nama

Fir’aun. Istilah Fir’aun sebenarnya merupakan gelar atau sebutan bagi

2

raja/bangsawan Mesir. Kata Fir’aun sendiri berarti istana besar, artinya

hampir semua penguasa Mesir hanya mau menetap di istana besar untuk

menunjukkan kebesarannya. Beberapa Firaun yang sempat menguasai

wilayah Mesir di antaranya Ahmose, Thutmose I, Thutmose III, Ramses II,

Akhenaton, Ramses II, dan lain sebagainya.

Letak geografis Mesir di Afrika Utara, Negara ini mempunyai pesisir

pantai yaitu Laut Mediterranean dan Laut Merah; berbatasan dengan Libya

dibagian barat, Sudan dibagian selatan, Semenanjung Gaza, Palestina dan

Israel bagian timur. Mesir Kuno terbagi atas dua kerajaan, yang dikenal

sebagai Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Berlainan dengan kebiasaan, Mesir Hulu

(Upper Egypt) terletak di selatan dan Mesir Hilir (Lower Egypt) di utara,

dinamakan sungai Nil. Sungai Nil mengalir ke utara dari titik selatan ke

Mediterranean. Sungai Nil, yang merupakan tumpuan penduduk negara

tersebut telah menjadi sumber kehidupan bagi kebudayaan Mesir sejak

kebudayaan Naqada dan Zaman Batu. Kedua kerajaan membentuk Kemet

"tanah hitam", dan Gurun dikenal sebagai Deshret "tanah merah".

Menurut Herodotus: "Mesir merupakan negara tanah hitam. Kita

ketahui bahawa Libya mempunyai tanah lebih merah." (Histories, 2:12).

Tetapi Herodotus turut menyatakan "Colchians adalah penduduk Mesir.

Berdasarkan fakta bahwa mereka berkulit hitam dan mempunyai rambut

keriting (wooly hair)." (Histories, 2:104) dan Champollion sebagai orang

yang lebih muda (mendiskripsikan Batu Rosetta) dalam Expressions at

Termes Particuliers (Expression of Particular Terms) mendakwa bahwa

3

Kemet sebenarnya tidak merujuk kepada tanah, tetapi kepada penduduk negro

dalam arti kata "Negara Hitam (Black Nation)".

Kebudayaan Mesir Kuno adalah sebuah peradaban kuno di bagian

timur Afrika Utara. Peradaban ini dimulai pada tahun 3150 SM di bawah

pemerintahan Fir’aun pertama. Fir’aun adalah orang terkuat di mesir kuno.

Fir’aun adalah pemimpin politik dan agama para masyarakat Mesir. Sebagai

penguasa dari Mesir Atas dan Mesir Bawah, Fir’aun menguasai semua tanah,

membuat hukum, mengumpulkan pajak, dan melindungi Mesir dari bangsa

asing. Sebagai imam tertinggi dari setiap kuil, Fir’aun mewakili dewa bumi.

Dia membuat ritual-ritual dan kuil-kuil untuk menyembah para dewa.

Kebudayaan yaitu suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep

kebudayaan dari wujud sebagai rangkaian tindakan berpola suatu aktifitas

manusia, (A.L Krueber, 1958:582-583). Peradaban Mesir Kuno adalah salah

satu peradaban yang pertama kali menggunakan bahasa tulis. Mereka menulis

pada makam, tembikar, dan kertas papyrus yang terbuat dari alang-alang yang

ditenun. Bahasa pertama Mesir kuno adalah Hieroglif. Tulisan hieroglif

terdiri dari gambar. Sistem penulisan hieroglif sangat kompleks dan padat

karya. Hieroglif pertama digunakan pada bangunan dan makam. Hal ini

diyakini bahwa masyarakat Mesir pertama kali mengembangkan sistem

penulisan pada sekitar 3000 SM. Ada juga fakta-fakta menarik mengenai

hieroglif. Hieroglif tidak memiliki huruf vokal, semua huruf hieroglif adalah

konsonan. Tidak ada tanda baca digunakan dalan hieroglif. Tidak seperti

kebanyakan bahasa modern yang biasa dibaca dari kanan atau kiri, hieroglif

4

Mesir Kuno dapat dibaca baik dari kanan ke kiri ataupun dari kiri ke kanan.

Untuk mengetahui dari arah mana pembacaan harus dimulai, penulis akan

menjelaskan pada bab pembahasan dalam sub bab hasil kebudayaan Mesir

Kuno.

Salah satu dari aspek kepercayaan Mesir yang paling terkenal adalah

pemikiran tentang kehidupan setelah kematian. Mereka percaya bahwa tubuh

fisik harus dipertahankan untuk mempersiapkan tempat bagi jiwa mereka

untuk menetap setelah kematian. Karena itu, Mumifikasi dilakukan untuk

mempertahankan tubuh agar tidak cepat membusuk. Mumi adalah tubuh

seseorang atau binatang yang telah diawetkan setelah kematian. Mumi-mumi

tersebut adalah orang-orang Mesir yang sanggup membayar untuk proses

pengawetan yang mahal. Orang-orang Mesir Kuno percaya bahwa ketika

mereka mati, mereka akan melakukan perjalanan ke dunia lain di mana

mereka akan memulai kehidupan yang baru, Mereka akan memerlukan semua

benda yang mereka gunakan ketika masih hidup, sehingga keluarga mereka

akan menaruh semua benda-benda tersebut di dalam makam mereka.

Walaupun disebut sebagai ritual yang sederhana, pemakaman dapat

menjadi ritual yang rumit jika dikaitkan dengan hubungan manusia yang

berada didunia dengan para arwah yang berada di akhirat. Dunia para arwah

seringkali disebut sebagai dunia gaib. Manusia menganggap dunia gaib

dengan berbagai perasaan dan emosi, seperti takut, cinta, bakti, dan

mengerikan. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk melakukan

berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib,

5

yang disebut kelakuan keagamaan atau religious behavior (Koentjaraningrat,

1972:252).

Pada budaya masyarakat Mesir Kuno sangat erat dengan dunia gaib

ataupun pemujaan pada dewa-dewa, dan pada ritual pemakamannya sangat

kental dengan hal-hal mistis dan prosesnya sangat mengerikan.

Masyarakat Mesir membayar uang yang sangat banyak untuk

mengawetkan tubuh mereka dengan baik. Orang-orang Mesir yang miskin

dikuburkan di dalam pasir sedangkan orang-orang Mesir yang kaya

dikuburkan di dalam makam. Orang-orang Mesir dikubur bersama-sama

dengan harta benda mereka dan dinding makam dilukis tentang kehidupan

orang yang telah meninggal. Dalam Kerajaan Mesir Tua dan Menengah, raja-

raja Mesir dimakamkan dalam piramida.

Orang-orang Mesir kuno awal menguburkan orang-orang mati di

dalam lubang kecil di padang pasir. Panas dan kekeringan, pasir berfungsi

untuk mengeringkan tubuh dengan cepat, menciptakan mumi yang natural.

Kemudian, orang-orang Mesir Kuno mulai mengubur orang mati dalam peti

mati untuk menjaga jenazahnya dari binatang-binatang liar di padang pasir.

Namun, mereka menyadari bahwa tubuh yang ditaruh dalam peti mati

membusuk ketika tidak terkena pasir gurun yang panas dan kering. Lalu,

orang-orang Mesir kuno mengembangkan sebuah metode pengawetan tubuh

sehingga jenazah dapat lebih bertahan lama. Proses ini meliputi pembalseman

mayat, kemudian pembungkusan dan penguburan jenazah. Organ-organ

dalam tubuh orang mati dikeluarkan dalam prosesnya. Hal ini disebabkan

6

organ-organ dalam adalah yang paling cepat terurai. Hati tidak dikeluarkan

dari dalam tubuh karena hati adalah pusat dari intelegensia dan perasaan, dan

orang tersebut akan membutuhkannya dalam kehidupan yang akan datang.

Dahulu, organ-organ dalam yang dikeluarkan lalu dimasukkan ke dalam guci.

Sekarang kita menyebut proses ini adalah proses mumifikasi.

Kehidupan sehari-hari pada Mesir kuno berlangsung disekitar Sungai

Nil dan tanahnya yang subur disekitar aliran sungai. Banjir tahunan dari

Sungai Nil menyuburkan tanah bisa menghasilkan panen yang baik dan

kemakmuran bagi penduduknya. Sungai Nil memiliki panjang 6695 kilometer

dan menjadi sungai terpanjang di dunia. Kata ‘Nil’ berasal dari bahasa

Yunani yang berarti lembah. Sekarang, sekitar 95% populasi Mesir masih

tinggal di lembah Nil. Kayu sulit didapatkan di Mesir sehingga orang-orang

Mesir membuat rumah mereka dari batu bata lumpur yang dikeringkan.

Rumah-rumah memiliki beberapa kamar dan jendela ditutup dengan tirai

untuk mencegah lalat dan debu. Selama musim panas, banyak orang tidur di

atas atap supaya merasa sejuk. Mereka menanam sendiri sebagian dari

makanan mereka dan menukar sebagian makanan dan barang yang tidak

mereka produksi dengan desa lain. Sebagian besar masyarakat Mesir kuno

bekerja sebagai buruh sawah, petani, dan pengrajin.

Orang-orang Mesir kuno memiliki cara yang unik dalam menggambar

orang, Mereka memiliki norma sendiri dan telah ditetapkan sejak zaman

Kerajaan Tua. Seniman-seniman Mesir menggunakan grid untuk membantu

mereka menggambar orang. Mereka menggambar kepala, mata, dan kaki

7

dalam posisi seperti dilihat dari samping. Mereka menggambar pundak dan

dada seperti dilihat dari depan. Gambar-gambar seperti ini dapat ditemukan di

dalam makam dan bangunan. Lukisan Mesir pada dasarnya didedikasikan

untuk orang yang telah mati. Banyak gambar yang menunjukkan perjalanan

panjang sebelum kematian. Aspek lain yang penting dari lukisan Mesir adalah

penggambaran binatang. Warna primer yang digunakan dalam lukisan adalah

merah, hijau, biru, emas, dan hitam. Salah satu dari pekerjaan seni dan

arsitektur terbesar di Mesir Kuno adalah piramida.

Piramida adalah sebuah struktur batu bata kuno berbentuk piramid

yang terletak di Mesir. Terdapat 138 buah piramida yang ditemukan di Mesir.

Sebagian besar dibangun sebagai makam untuk para Fir’aun dan permaisuri

mereka pada periode Kerajaan Tua dan Kerajaan Pertengahan. Piramida

Mesir paling awal ditemukan di Saggara, barat laut Memphis. Paling awal

diantaranya adalah piramida Dioser yang dibangun selama dinasti ketiga.

Piramida ini dan kompleks sekitarnya dirancang oleh seorang arsitek bernama

Imhotep. Piramida-piramida ini pada umumnya dianggap sebagai struktur

monumental tertua di dunia yang dibangun dari batu yang dihias. Piramida

Mesir yang paling terkenal adalah piramida yang ditemukan di Giza. Giza

terletak di pinggir kota Kairo. Beberapa dari piramida Giza dihitung sebagai

struktur terbesar yang pernah dibangun.

Pada masa dinasti awal dalam sejarah Mesir, orang-orang penting

dimakamkan di dalam struktur yang berbentuk seperti bangku yang dikenal

sebagai mastaba. Piramida kedua yang didokumentasikan dalam sejarah

8

diatributkan kepada Imhotep. Imhotep adalah arsitek yang pertama kali

menyusun gagasan untuk menaruh mastaba di atasnya satu sama lain,

menciptakan sebuah bangunan yang terdiri dari langkah-langkah menurun

dalam ukuran menuju puncaknya. Hasilnya adalah piramida susun Djoser

yang didesain sebagai tangga raksasa untuk jiwa Fir’aun yang meninggal

sehingga mereka dapat menuju surga.

Prestasi Imhotep yang sangat penting menjadikannya sebagai dewa

bagi masyarakat Mesir. Pembangunan piramida yang paling produktif terjadi

pada saat pemerintahan terbesar Fir’aun. Pada saat inilah piramida yang

paling terkenal, yaitu piramida Giza dan sekitarnya dibuat. Semakin

berjalannya waktu, otoritas menjadi kurang terpusat, kemampuan untuk

memanfaatkan sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan skala besar

menurun, kemudian piramida lebih kecil, dibangun dengan kurang baik,

seringkali dibangun dengan terburu-buru.

Penulis mengambil judul “Kajian Historis Budaya Pemakaman Pada

Masyarakat Mesir Kuno (2630-1070 SM)” karena pemakaman di Mesir Kuno

sangat unik dan menarik, hal yang menarik dalam penelitian ini yaitu Proses

Pengawetan Jenazah yang dilakukan oleh masyarakat Mesir Kuno, mengapa

mayat-mayat yang diawetkan pada zaman Mesir Kuno bisa bertahan hingga

begitu lama bahkan beratus-ratus tahun, dan disinilah penulis tertarik untuk

menelitinya.

9

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dapat ditarik rumusan masalah,

yaitu :

1. Bagaimana Budaya pemakaman pada masyarakat Mesir Kuno ?

2. Bagaimana cara mengawetkan mayat pada masyarakat Mesir Kuno ?

C. Tujuan Penelitaian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai

berikut :

1. Mendeskripsikan Budaya pemakaman pada masyarakat Mesir Kuno.

2. Mendeskripsikan cara mengawetkan mayat pada masyarakat Mesir Kuno.

D. Batasan Masalah

Penelitian ini akan membahas mengenai Kajian Historis Budaya

Pemakaman Pada Masyarakat Mesir Kuno, batasan masalah dari kajian ini

yaitu pada masa Mesir Kuno banyak dilakuakan ritual-ritual kebudayaan dan

khususnya pada budaya pemakaman pada masyarakat Mesir Kuno. Penulis

memfokuskan penelitian ini pada budaya pemakaman yang meliputi cara

mengawetkan dan memumikan jenazah serta membatasi dengan tahun yaitu

pada tahun 2630-1070 SM.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini semoga pembaca mendapat pengetahuan

baru tentang budaya Mesir Kuno, khususnya tentang budaya pemakaman di

10

masyarakat Mesir Kuno yang mana didalam budaya pemakaman Mesir Kuno

banyak sekali perbedaan dari pada pemakaman pada umumnya. Semisal pada

budaya pemakaman masyarakat Indonesia. Proses pemakaman di Mesir Kuno

juga sangat lama, karena banyak sekali ritual yang dilakukan.

F. Tinjauan Pustaka

Adapun karya ilmiah berupa buku, jurnal ataupun skripsi tentang

ritual pemakaman, belum banyak diangkat sebagai bahan penelitian. Tetapi

penulis menemukan beberapa penelitian dan karya ilmiah berupa buku, jurnal

ataupun skripsi yang memiliki kesamaan tema dengan penulis. Sebagai

berikut skripsi yang ditulis oleh Andi Karina Deapati (Universitas Indonesia:

2009) dengan judul “Ruang dan Ritual Kematian Hubungan Upacara dan

Arsitektur Kelompok Etnis Toraja”. Perbedaan dengan skripsi penulis yaitu

penulis lebih mengedapankan tentang kebudayaan tradisi pemakaman.

Sedangakan penelitian sebelumnya lebih condong dalam bidang arsitek.

Makalah yang ditulis oleh Anis Dhamayanti dan Nur Fariza (UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013) yang berjudul “Agama Mesir Kuno”.

Perbedaan dengan skripsi penulis yaitu penulis lebih mengedepankan tentang

kebudayaan tradisi pemakaman. Sedangkan makalah diatas lebih membahas

tentang agama yang ada pada masa Mesir Kuno.

Skripsi yang ditulis oleh Claudia Yuliani Kurnia (Universitas

Indonesia: 2011) yang berjudul “Pengaruh Ajaran Budha dan Konfusianisme

Terhadap Tata Cara dan Makna Ritual Pemakaman dan Peringatan Arwah

11

dalam Masyarakat Korea”. Persamaan penulis dengan Tinjaun pustaka diatas

sama-sama membahas tentang ritual pemakaman. Akan tetapi penulis lebih

menjelaskan tentang proses pemakaman, sedangkan tinjauan pustaka diatas

lebih pada pengaruh ajaran suatu agama dan tata cara ritual atau lebih pada

bentuk untuk melakukan ritual pemakaman.

Skripsi yang ditulis oleh Miftah Rahmatullah (UIN Syarif

Hidayatullah: 2009) yang berjudul “Bisnis Pemakaman Dalam Prespektif

Islam” (Studi Komparatif antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok

Rangon). Persamaan penulis dengan Tinjaun pustaka diatas sama-sama

membahas tentang pemakaman. Akan tetapi tinjauan diatas sangat berbeda

karena dikaji dari sisi Bisnis ataupun dari segi ekonomi dan lebih membahas

pada transaksi yaitu tentang pembelian tanah untuk makam, biaya dalam

proses pemakamannya itu sendiri seperti, jasa penggali kubur, jasa

ambulance, jasa kremasi, membeli peti , membeli kain kafan dan lain

sebagainya. Sedangkan penulis lebih membahas budaya pemakaman

khususnya pada masyarakat Mesir Kuno.

Artikel yang ditulis oleh Ansaar (Balai Pelestarian Nilai Budaya

Makassar) yang berjudul tentang “Rapasan: Upacara Pemakaman Bagi

Kasta Tana’ Bulaan Di Tana Toraja”. (Rapasan: Funeral Ritual For Tana’

Bulaan Caste In Tana Toraja). Tinjauan Pustaka diatas menjelaskan tentang

pelaksanaan upacara Rapasan sebagai salah satu upacara pemakaman pada

tingkat yang paling besar dan ramai di Tana Toraja. Persamaan Tinjauan

Pustaka diatas dengan penelitian penulis yaitu sama-sama membahas tentang

12

upacara pemakaman yang mana teori yang digunakan hampir sama yaitu teori

budaya. Perbedaan Tinjauan Pustaka diatas dengan penelitian penulis yaitu

tempat yang di teliti dan kebudayaannya juga berbeda.

G. Landasan Teori

1. Teori Historis

Menurut Baverley Southgate (1996:87) pengertian sejarah dapat

didefinisikan sebagai “studi tentang peristiwa di masa lampau.”Dengan

demikian, sejarah merupakan peristiwa faktual di masa lampau, bukan kisah

fiktif apalagi rekayasa. Definisi menurut Baverley Southgate merupakan

pemahaman paling sederhana. Pengertian sejarah menurut Baverley

menghendaki pemahaman obyektif terhadap fakta-fakta historis. Metode

penulisannya menggunakan narasi historis dan tidak dibenarkan secara

analitis (analisis sejarah).

Pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari

Ilmu budaya (Humaniora). Akan tetapi di saat sekarang ini sejarah lebih

sering dikategorikan sebagai Ilmu sosial, terutama bila menyangkut

peruntutan sejarah secara kronologis.

Menurut Abdurahman (2007:14) sejarah berasal dari bahasa Arab

“syajarah”, yang artinya pohon dalam bahasa asing lainnya istilah sejarah

disebut histore (Prancis), geschichte (Jerman), histoire / geschiedemis

(Belanda) dan history (Inggris). Sejarah adalah sebuah ilmu yang berusaha

menemukan, mengungkapkan, serta memahami nilai dan makna budaya yang

13

terkandung dalam peristiwa-peristiwa masa lampau (Abdurahman, 2007:14).

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan sejarah

adalah riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat

asal usul keturunan terutama untuk raja-raja yang memerintah. Sejarah

sebagai cabang ilmu pengetahuan, berarti mempelajari dan menerjemahkan

informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang-perorang, keluarga, dan

komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi pengetahuan akan kejadian-

kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara

historis.

Jadi berdasarkan beberapa referensi di atas peneliti menyimpulkan

sejarah merupakan suatu ilmu yang berfungsi mempelajari, menemukan dan

mengungkap kejadian yang berhubungan dengan manusia pada masa lampau.

2. Teori Budaya

Pada awalnya, konsep kebudayaan yang benar-benar jelas yang

pertama kalinya di perkenalkan oleh Sir Edward Brnett Taylor. Seorang ahli

Antropologi Inggris pada tahun 1871, mendefinisikan kebudayaan sebagai

kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

hukum, moral, kebiasaan, dan lain-lain. Pada waktu itu, banyak sekali definisi

mengenai kebudayaan baik dari para ahli antropologi, sosiologi, filsafat,

sejarah dan kesusastraan.

Kebudayaan menurut EB Taylor (1871:53) adalah keseluruhan yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta

14

kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota

masyarakat.

Kebudayaan menurut Robert H Lowie adalah segala sesuatu yang

diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat,

norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari

kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang

didapat melalui pendidikan formal atau informal.

Menurut Koentjaraningrat (2000:181), kebudayaan dengan kata dasar

budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari

buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan

budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan

kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.

Dalam Koentjaraningrat (2003:74), J.J Honingmann mengatakan bahwa ada

tiga wujud kebudayaan, yaitu :

a. Ideas

Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya

abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam

pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi

arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat

sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.

15

b. Activities

Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan

dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi,

difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat

aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul

satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud

perilaku dan bahasa.

c. Artifacts

Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya

merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan

didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain, komputer dll.

Sedangkan dalam Koentjaraningrat (2003:81) terdapat tujuh unsur

kebudayaan menurut C. Kluckhon, antara lain :

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan

3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem mata pencarian hidup

6. Sistem religi

7. Kesenian

16

Kebudayaan, sebagai suatu pengetahuan yang dipelajari orang sebagai

anggota dari suatu kelompok, tidak dapat diamati secara langsung. Jika kita

ingin menemukan hal yang diketahui orang maka kita harus menyelami alam

pikir mereka, dimana-mana setiap orang mempelajari kebudayaan mereka

dengan mengamati orang lain, mendengarkan mereka, kemudian membuat

suatu kesimpulan. Maka disinilah peran seorang etnografer meleakukan

proses yang sama yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan didengarkan

untuk menyimbolkan hal yang diketahui orang dimana hal ini meliputi

pemikiran atas kenyataan. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer

membuat sebuah kesimpulan budaya dari tiga sumber sehingga hal ini

menjadi dasar adanya saling keterkaitan yang sangat kuat tentang etnografi,

dan kebudayaan itu sendiri yaitu:

a. Dari hal yang dikatakan orang

b. Dari cara orang bertindak, dan

c. Dari berbagai artefak yang digunakan orang.

2.1 Fungsi Kebudayaan

Mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai

hidup untuk dapat bertahan, menggerakan serta membawa masyarakat kepada

taraf hidup tertentu :

a. Hidup lebih baik

b. Lebih manusiawi

c. Berperi kemanusiaan

17

2.2 Unsur-unsur Kebudayaan

1. Peralatan dan perlengkapan hidup (pakaian, perumahan, alat-alat

produksi, transportasi).

2. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian,

peternakan, sistem produksi, distribusi ).

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,

sistem hukum, perkawinan).

4. Bahasa.

5. Kesenian.

6. Sistem pengetahuan.

7. Religi.

2.3 Ciri dan Wujud Kebudayaan

1. Wujud kebudayaan

a. Ide : tingkah laku dalam tata hidup.

b. Produk : sebagai ekspresi pribadi.

c. Sarana hidup.

d. Nilai dalam bentuk lahir.

2. Ciri kebudayaan

a. Bersifat menyeluruh.

b. Berkembang dalam ruang / bidang geografis tertentu.

c. Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu.

2.4 Sifat Kebudayaan

1. Beraneka ragam.

18

2. Diteruskan dan diajarkan.

3. Dapat dijabarkan :

a). Biologi.

b). Psikologi.

c). Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan.

4. Berstruktur terbagi atas item-item.

5. Mempunyai nilai.

6. Statis dan dinamis.

7. Terbagi pada bidang dan aspek.

Benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat

dimasukan kedalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah

perubahan pada kebudayaan itu. Tetapi harus dingat bahwa kebudayaan itu

tidak bersifat statis saja, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari

kebudayaan lain atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu.

Bila tidak dari luar, akan ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri

yang akan memperkenalkan variasi-variasi baru dalam tingkah laku yang

akhirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi

bagian dari kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam

lingkungan kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya

akan membuat kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri

dengan perubahan yang terjadi tersebut.

19

H. Sumber Data dan Data

a. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data di bedakan menjadi dua, yaitu:

(1). data primer dan, (2). data sekunder. Data primer adalah data yang dibuat

oleh peneliti dengan maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang

akan menjadi bahan penelitian. Sedangkan data sekunder yaitu data yang

sudah dikumpulkan sebagai tambahan dalam menyelesikan masalah yang

dihadapi sebagai acuan penelitian. Data yangmerupakan data sekunder

diperoleh melalui studi kepustakaaan (Library Research), baik berupa buku,

jurnal, dokumen, majalah, dan makalah, serta data-data yang berasal dari

internet.

Sumber primer dari penelitian ini adalah buku ”The Mind Of Egypt

And Meani” karya Jan Assmann, buku ”Encyclopedia Of The Archaeology Of

Ancient Egypt” karya Kathryn A. Band, buku ”The Ancient Egyptians for

Dummies” karya Charlotte Booth, lalu buku ”Views of Ancient Egypt Since

Napoleon Bonaparte” karya David Jeffreys.

Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku ”Dunia Arab

Masyarakat, Budaya dan Negara” karya Halim Barakat, buku tentang

”Metode Penelitian Budaya” karya Suwandi Endraswara, buku tentang ”Teori

Budaya” karya Sulasman dan Gumilar dan berupa jurnal, skripsi, artikel , dan

makalah yang berkaitan tentang ritual, upacara pemakaman secara umum dan

pemakaman pada masa Mesir Kuno.

20

b. Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam

(dalam arti luas), yang harus dicari, dikumpulkan, dan dipilih oleh peneliti.

Data dapat berwujud angka-angka, perkataan-perkataan, kalimat-kalimat,

wacana-wacana, gambar-gambar/foto-foto, rekaman-rekaman, catatan-

catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen, buku-buku (Subroto, 1992:34).

Data yang dikumpulkan berasal dari penelitian pustaka, yaitu proses

mencari, menelusuri, memilih data yang relevan dengan topik bahasan dan

menganalisa. Dalam penelitian ini data yang dikaji tentang kajian historis

budaya pemakaman pada masyarakat mesir kuno yang ada disana.

I. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu,

yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah

suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam suatu metode. Jadi

metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan yang

terdapat pada penelitian.

1. Penelitian Kualitatif

Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan metode penelitian

kualitatif. Peneltitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam situasi

yang wajar dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif yang

berdasar pada filsafat fenomenologi yang mengutamakan penghayatan.

21

Metode ini berusaha memahai pola perilaku dan interaksi sosial antar

manusia dalam situasi tertentu.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami

realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang

seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orang yang memiliki

sifat open minded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik

dan benar bearti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan

realitas sosial.

Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul

penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial

maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan

metedologis. Masalah kuantitatif umum memiliki wilayah yang luas, tingkat

variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-

masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi

yang rendah namun memiliki kedalaman bahasa yang tak terbatas.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat

penemuan. Penelitian kualitatif, adalah instrumen kunci. Oleh karena itu,

penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa

bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih

jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian

kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang

22

tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori,

untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.

Adapun pengertian penelitian kuliatatif dapat dilihat dari beberapa

teori berikut ini:

a) Creswell (dalam Herdiansyah, 2010:8), menyebutkan:

“Qualitaive research is an inquiry process of understanding based on

distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human

problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analizes words,

report detailed views of information, and conducts the study in a natural

setting”. Penelitian Kualitatif adalah proses penyelidikan dan pemahaman

berdasarkan tradisi metodologi yang berbeda dari penyelidikan yang

mengeksplorasi masalah sosial atau manusia. Penelitian ini membangun,

menggambar holistik secara kompleks, menganalisis kata, melaporkan

informasi secara tepat, dan melakukan penelitian dalam pengaturan alam.

b) Meleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu

penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam

konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi

komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti

(Herdiansyah, 2010:9).

c) Penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk

menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau

23

keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau

digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010:41).

d) Sugiyono (2011:15), menyimpulkan bahwa metode penelitian

kulitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,

(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument

kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan

snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif/kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna dari pada generalisasi.

2. Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitatif, menurut Robert Donmoyer (dalam Given, 2008:

713) adalah pendekatan-pendekatan terhadap kajian empiris untuk

mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik

dari pada naratif.

Menurut Cooper & Schindler (2006:229), riset kuantitatif mencoba

melakukan pengukuran yang akurat terhadap sesuatu. Penelitian kuantitatif

sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau

sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan.

Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-

aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi

kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik.

24

Pelabelan kuantitatif dan kualitataif juga menyesatkan karena para peneliti

kualitatif tidak bisa sama sekali menghindari kuantifikasi. Misalnya ketika

mereka menggunakan istilah kadang-kadang, sering, jarang, atau tidak

pernah, sebenarnya mereka telah melakukan semacam kuantifikasi dalam

bentuk yang kurang tepat. Lebih jauh lagi, ada peneliti kualitatif yang

bergerak melampaui bentuk kuantifikasi primitif dengan menyebarkan

kuesioner dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk statistik deskriptif.

Data numerik ini dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai bagian

dari triangulasi atas temuan-temuan kualitatif dan/atau untuk menentukan

apakah hasil wawancara mendalam konsisten dengan pandangan mereka yang

tidak diwawancarai karena alasan lamanya waktu dan banyaknya tenaga yang

dikeluarkan.

3. Penelitian Deskriptif

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian

deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki.

Menurut Whintney (1960:37), metode deskriptif adalah pencarian

fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajarai

masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam

25

masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan,

kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses

yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-

fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya

peneliti mengadakan klasifikasi, seerta penelitian terhadap fenomena-

fenomena dengan menetapkan suatu setandar atau suatu norma tertentu

sehingga banyak ahli menamakan metode deskriptif ini dengan nama survei

normatif (normative survey). Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki

kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu

faktor dengan faktor yang lain. Karenanya, metode deskriptif juga dinamakan

studi status.

Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau setandar-

setandar, sehingga penelitian deskriptif ini disebut juga survei normatif.

Dalam metode deskriptif dapat diteliti masalah normatif bersama-sama

dengan masalah setatus dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan

antar fenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau

penelitian deskriptif. Prespektif waktu yang dijangkau dalam penelitian

deskriptif, adalah waktu sekarang, atau sekurang-kurangnya jangka waktu

yang masih terjangkau dalam ingatan responden.

26

J. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari tiga bab yang saling

berkaitan satu sama lain, yaitu bab satu yang berupa pendahuluan, bab dua

berisi tentang pembahasan dan bab tiga berisi tentang penutup. Masing

masing bab memiliki sub bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan dengan sub bab berupa

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, sumber data dan data,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan bab yang berisi pembahasan dengan sub bab yang

menjelaskan mengenai Kajian Historis Budaya Pemakaman Pada Masyarakat

Mesir Kuno (2630-1070 SM).

Bab III merupakan bab yang berisi penutup dengan sub bab

kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah hasil yang telah didapat dari

peneliti dan saran yang ditujukan untuk peneliti dan pembaca.