36
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki kekayaan budaya yang melimpah. Kekayaan budaya ini dapat dilihat dari berbagai peninggalan, baik berupa bangunan fisik maupun kasusastraan tertulis. Peninggalan yang berupa bangunan fisik misalnya candi, masjid, istana, dan tempat pemandian suci. Adapun peninggalan yang berupa kasusastraan tertulis misalnya naskah, prasasti, dokumen-dokumen, dan buku-buku (Baroroh-Baried, et.al., 1994:8283). Salah satu peninggalan kesusastraan adalah naskah lama. Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Siti Baroroh Baried et.al. berpendapat bahwa kekayaan itu oleh dapat ditunjukkan oleh aspek-aspek kehidupan yang dikemukakan, yaitu masalah sosial, politik, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakkan isinya mengacu kapada sifat-sifat historis, religius, dll (Baroroh- Baried, et.al., 1985:4). Naskah-naskah lama merupakan rekaman khazanah budaya yang mencerminkan kehidupan masyarakat masa lampau. Khazanah budaya ini memuat cara berpikir serta norma-norma susila yang berlaku pada zamannya dan memberikan informasi yang akurat tentang sejarah atau peristiwa-peristiwa penting pada zamanya. Jadi, naskah lama sangat tepat untuk dijadikan objek penelitian. Naskah yang beraneka ragam dan banyak jumlahnya itu hanya sedikit yang sampai kepada generasi selanjutnya. Hal ini disebabkan banyak naskah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki kekayaan budaya

yang melimpah. Kekayaan budaya ini dapat dilihat dari berbagai peninggalan,

baik berupa bangunan fisik maupun kasusastraan tertulis. Peninggalan yang

berupa bangunan fisik misalnya candi, masjid, istana, dan tempat pemandian suci.

Adapun peninggalan yang berupa kasusastraan tertulis misalnya naskah, prasasti,

dokumen-dokumen, dan buku-buku (Baroroh-Baried, et.al., 1994:82–83).

Salah satu peninggalan kesusastraan adalah naskah lama. Naskah-naskah

di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Siti Baroroh Baried et.al.

berpendapat bahwa kekayaan itu oleh dapat ditunjukkan oleh aspek-aspek

kehidupan yang dikemukakan, yaitu masalah sosial, politik, agama, kebudayaan,

bahasa, dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa

kebanyakkan isinya mengacu kapada sifat-sifat historis, religius, dll (Baroroh-

Baried, et.al., 1985:4).

Naskah-naskah lama merupakan rekaman khazanah budaya yang

mencerminkan kehidupan masyarakat masa lampau. Khazanah budaya ini memuat

cara berpikir serta norma-norma susila yang berlaku pada zamannya dan

memberikan informasi yang akurat tentang sejarah atau peristiwa-peristiwa

penting pada zamanya. Jadi, naskah lama sangat tepat untuk dijadikan objek

penelitian.

Naskah yang beraneka ragam dan banyak jumlahnya itu hanya sedikit

yang sampai kepada generasi selanjutnya. Hal ini disebabkan banyak naskah yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

2

hilang karena perang, bencana alam, dan dimusnahkan atau dibawa pulang oleh

penjajah yang pernah ada di Indonesia sehingga tidak mengherankan apabila

banyak naskah Nusantara yang tersimpan di luar negeri. Selain itu, tidak sedikit

pula naskah yang rusak karena termakan usia, kurang perawatan dan sebagainya.

Mengingat bahan yang digunakan untuk menulis naskah adalah bahan

yang tidak tahan lama, mudah rusak dan rapuh, dan tidak tahan terhadap cuaca

lembab, seperti dluwang, lontar, bambu, dan kulit binatang. Apabila naskah

tersebut tidak mendapatkan penanganan akan berakibat sangat buruk dan tidak

mustahil sumber-sumber kebudayaan yang sangat penting itu kurang bermanfaat

bahkan akan musnah tanpa terungkap isinya. Naskah sebagai warisan nenek

moyang akan berharga apabila masih dapat dibaca, dipahami, dan dimengerti

isinya.

Pada umumnya naskah ditulis dengan bahasa daerah dan menggunakan

aksara yang belum tentu dimengerti oleh semua orang. Adanya tradisi salin-

menyalin naskah berakibat terjadinya perubahan dan kesalahan, baik disengaja

maupun tidak disengaja. Kesalahan-kesalahan ini misalnya terjadinya korupsi,

substitusi, varian, interpolasi dan sebagainya. Dalam tradisi penyalinan atau

penurunan naskah, juga berakibat munculnya beberapa naskah bahkan banyak

naskah yang berjudul sama, tetapi isinya berbeda atau sebaliknya, banyak naskah

yang isinya sama tetapi judulnya berbeda.

Mengingat kondisi naskah yang demikian, naskah yang akan

didayagunakan dan disebarluaskan terlebih dahulu harus dikerjakan secara

filologis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan

dan naskah yang asli atau mendekati asli, serta mengetahui isinya agar dapat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

3

didayagunakan. Mengingat pentingnya peranan filologi dalam rangka

penyelamatan, pelestarian, pendayagunaan, dan penyebarluasan warisan budaya

bangsa, maka penelitian berusaha menggali khazanah naskah Melayu yang

termasuk di dalamnya naskah-naskah yang bersifat Islami. Apalagi saat ini

peneliti-peneliti naskah belum banyak. Banyak naskah yang menunggu dan

mengharapkan sentuhan atau penanganan oleh para cendekia khususnya filolog.

Siti Baroroh Baried et.al. mengemukakan bahwa yang layak mengemban “tugas

untuk menggarap naskah tersebut secara filologis adalah para filolog dengan

tujuan akhir menerbitkan secara ilmiah, bertanggungjawab disertai interpretasinya

dan disebarluaskan di masyarakat”. (Baroroh-Baried, et.al., 1985:2).

Menurut Siti Baroroh Baried et.al. penjelajahan terhadap naskah-naskah

Nusantara melalui katalogus dan karya-karya ilmiah memberikan kesan bahwa

naskah-naskah tersebut tampak adanya pengaruh dari agama Hindu, Buddha, dan

Islam. (Baroroh-Baried, et.al., 1994:22). Dalam naskah-naskah Melayu banyak

berisi keagamaan yang biasa disebut sastra kitab. Isinya membahas tasawuf, fikih,

tauhid, dan sebagainya. Selain itu, pada umumnya sastra kitab banyak

menggunakan gaya bahasa yang mendapat pengaruh dari Arab karena berisi

masalah agama Islam.

Naskah keagamaan oleh Siti Baroroh Baried et.al. merupakan hasil karya

yang mengungkapkan ide, gagasan untuk menginformasikan dan menyampaikan

pesan yang bersifat religi, hubungannya dengan Sang Pencipta. Naskah dipandang

sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam naskah merupakan suatu

keutuhan dan mengungkapkan pesan. Dilihat dari kandungan maknanya, wacana

yang berupa teks klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

4

pikiran dan membentuk norma yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun

bagi generasi mendatang (Baroroh-Baried, et.al., 1985:4–5).

Filologi menurut Siti Baroroh Baried et.al. merupakan satu disiplin ilmu

yang berhubungan dengan peninggalan tulisan masa lampau yang dilakukan

dalam rangka kerja menggali kandungan nilai-nilai masa lampau (Baroroh-Baried,

et.al., 1994:2). Mengingat isi dalam naskah-naskah klasik merupakan sumber

informasi dan pengetahuan terhadap berbagai macam kebudayaan pada masa

lampau, maka penelitian filologi sangat dibutuhkan. Sebagai langkah awal dalam

rangka kerja menggali nilai-nilai masa lampau khususnya pada naskah Melayu,

maka salah satu dari naskah-naskah Melayu tersebut yang menjadi objek

penelitian adalah teks Miftāhu’-l-Aqā’id.

Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan melalui studi katalog

online membuktikan bahwa teks Miftāhu’-l-Aqā’id terdapat dalam salah satu teks

dalam naskah bunga rampai dengan nomor inventaris 07_00402. Teks ini

tersimpan di Museum Aceh (dulu Museum Negeri Banda Aceh) Jalan Sultan

Alaiddin Mahmudsyah, Banda Aceh, Provinsi Aceh, 23241, dan diunduh melalui

laman pada katalog online nomor 1. Pada laman tersebut, naskah ini diberi nama

Kumpulan Karangan Fiqh. File foto digital naskah Kumpulan Karangan Fiqh ini

bisa diunduh dari laman http://nusantara.dl.uni-leipzig.de/receive/NegeriMS

Book_islamhs_00002061.

Sebelum meneliti Miftāhu’-l-Aqā’id, dilakukan pembacaan dari beberapa

katalog naskah yang ada di museum-museum serta perpustakaan-perpustakaan.

Berikut katalog terbitan yang digunakan dalam penelitian ini.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

5

1. Malay Manuscripts: A Bibliograpical Guide (Howard, 1966),

2. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat (Sutaarga, et.al, 1972),

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend, 1998),

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5A: Jawa Barat; Koleksi

Lima Lembaga (Ekadjati dan A. Darsa, 1999),

5. Katalog Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari (Ikram, et.al, 2001),

6. Katalog Naskah Merapi-Merbabu (Setyawati, I. Kuntara Wiryamartana, dan

Willem Van der Mollen, 2002),

7. Katalog Naskah Palembang (Ikram, 2004),

8. Katalog Naskah Bima: Koleksi Museum Kebudayaan Samparaja

(Maryam, R. Salahuddin dan Mukhlis, 2007),

9. Katalog Naskah Ali Hashmy Aceh, Catalog of Aceh Manuscripts: Ali Hashmy

Colllection (Fathuraman dan Holil, 2007),

10. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar (Fathuraman, 2010).

Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan melalui studi

katalog dengan menggunakan katalog terbitan, dapat diketahui bahwa Miftāhu’-l-

Aqā’id dianggap teks tunggal. Tidak ditemukan teks yang identik atau sama

dengan Miftāhu’-l-Aqā’id.

Sesuai dengan deskripsi naskah yang terdapat dalam katalog online,

naskah dengan nomor inventarisasi 07_00402 dengan tebal 191 halaman. Dalam

naskah tersebut terdapat delapan teks, yaitu (1) teks pertama berjudul Miftāhu’-l-

Aqā’id diambil dari halaman akhir teks tersebut; (2) teks kedua tentang tafsir; (3)

teks ketiga berjudul Perkataan Rukun Syahadat dan segala kalimatnya dan

perkataan nafi dan istbatnya diambil dari halaman awal dalam teks tersebut; (4)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

6

teks keempat berjudul Kamilil ’Iman diambil dari halaman awal dalam teks

tersebut; (5) teks kelima berjudul Junub Janabat diambil dari halaman awal teks

tersebut; (6) teks keenam berjudul Hakikat Makrifat lil’Imam wal Makmum

diambil dari halaman awal dalam teks tersebut; (7) teks ketujuh berjudul Syafa’ul

Khulub diambil dari halaman kedua teks tersebut; dan teks terakhir tentang azan,

ikamah, dan bacaan salat.

Oleh karena itu, dari kedelapan teks yang ada dalam naskah tersebut

dipilihlah salah satu teks yang berjudul Miftāhu’-l-Aqā’id sebagai objek

penelitian. Judul teks terdapat pada akhir teks “… Muhammad Rasulullah dengan

Ia pun akan dia tamat kitab musamma bi `l-akidah musamma bi miftahul aqāid fi

waqti wa kitabihi takwilih tamma …”. Teks ini menjelaskan kunci dari akidah

tauhid yang benar menurut Allah dan Rasulullah yang fokus pada sifat-sifat wajib,

mustahil, jaiz Allah, dan Rasulullah.

Penelitian terhadap teks Miftāhu’-l-Aqā’id didasarkan pada beberapa

alasan. Pertama, teks Miftāhu’-l-Aqā’id berisi ajaran tauhid, oleh Syahminan Zaini

tauhid merupakan suatu ajaran pokok bagi umat Islam sekaligus ilmu yang khusus

membicarakan keesaan Allah, kemudian sifat-sifat yang mesti ada pada Allah,

sifat-sifat yang tidak ada pada Allah, yang menjadi sendi pokok bagi agama Islam

(Zaini, 1983:54). Selain itu, mayoritas penduduk di Indonesia adalah beragama

Islam, maka perlu adanya sosialisasi atau pengajaran khusus masalah ilmu tauhid.

Hal ini sangat berkaitan dengan akidah, seperti yang disampaikan oleh Ahmad

Taufiq dan Muhammad Rohmadi bahwa “Fungsi dan peranan akidah tauhid, yaitu

menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak

lahir, memberikan ketenangan dan ketenteraman jiwa, dan memberikan pedoman

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

7

hidup yang pasti”. (Taufiq dan Rohmadi, 2010:14–15). Oleh karena itu, Miftāhu’-

l-Aqā’id mempunyai peran penting dalam masyarakat khususnya masyarakat

Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id

layak dijadikan objek kajian filologi.

Kedua, teks ini berbahasa Melayu klasik atau kuno yang ditulis dalam

aksara Arab Melayu atau Jawi yang kebanyakan orang jarang memahami aksara

tersebut. Apabila ada orang yang ingin mendalami naskah tersebut mengalami

kesulitan, maka perlu dilakukan suntingan. Suntingan terhadap teks mampu

menjembatani orang yang awam terhadap bahasa Melayu klasik atau kuno dan

aksara Arab Melayu, maka perlu adanya penelitian tentang teks Miftāhu’-l-Aqā’id

ini.

Ketiga, naskah ini belum pernah dikaji, baik dari segi suntingan maupun

dari segi penelitian yang lain. Berdasarkan Direktori Edisi Naskah Nusantara dan

beberapa data judul skripsi program studi sastra Indonesia bidang kajian Filologi

pada Perpustakaan FIB Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Pusat

Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Pusat IAIN Surakarta, Perpustakaan

Pusat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan Pusat UGM, dan

Perpustakaan Pusat UI. Selain itu, penulis juga melakukan pencarian dalam daftar

penelitian sastra di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jakarta secara

online pada http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasajenisproduk/

Penelitian%20Sastra, tidak ditemukan penelitian dengan menggunakan teks yang

berjudul Miftāhu’-l-Aqā’id.

Keempat, teks Miftāhu’-l-Aqā’id tergolong sastra kitab. Sastra kitab

termasuk salah satu genre dalam karya sastra. Sesuai dengan pendapat Siti

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

8

Chamamah Soeratno bahwa “Karya sastra merupakan salah satu objek

penelitian yang layak untuk diteliti karena karya sastra memiliki fungsi-fungsi

yang penting dalam kehidupan masyarakat” (Chamamah-Soeratno, 1982:76–79).

Salah satu fungsi karya sastra yaitu fungsi pendidikan. Teks Miftāhu’-l-Aqā’id

merupakan karya sastra dalam hal ini sastra kitab yang di dalamnya berisi ajaran

agama Islam, khususnya ilmu tauhid. Jadi, Miftāhu’-l-Aqā’id memiliki fungsi

kegunaan dan fungsi pendidikan karena menyampaikan dakwah atau syiar dan

pengembangan ajaran agama Islam”. (Chamamah-Soeratno, 1982:76–79). Teks

ini termasuk jenis teks yang susah untuk diteliti dan sedikit sekali yang ingin

mempelajari, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang teks Miftāhu’-l-

Aqā’id.

Kelima, teks Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan teks yang utuh dan masih baik

dan lengkap. Lengkap ditandai dengan diawali basmalah dan diakhiri kata tamat,

yang merupakan salah satu ciri struktur sastra kitab sehingga dapat dikaji

berdasakan analisis struktur sastra kitab dan memungkinkan untuk dilakukan

penelitian lebih lanjut.

Keenam, Miftāhu’-l-Aqā’id ini merupakan salah satu teks yang terdapat

dalam kumpulan teks. Kumpulan teks iu merupakan naskah tunggal yang

dikhawatirkan keselamatannya, baik dari segi fisik maupun isi, mengingat bahan

yang digunakan berupa kertas yang tidak dapat bertahan lama sejalan dengan

bertambahnya usia naskah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian Miftāhu’-l-

Aqā’id secara lebih mendalam. Adapun judul dari penelitian ini adalah Miftāhu’-l-

Aqā’id suntingan teks, analisis struktur, dan kandungan ajaran tauhid. Adapun

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

9

langkah kerja dalam penelitian ini adalah dengan menyajikannya dalam bentuk

suntingan yang baik dan benar. Setelah tulisan dan bahasa dalam naskah dapat

dipahami, langkah berikutnya adalah mengkaji dengan analisis struktur dan ajaran

tauhid yang terkandung dalam teks dan mengungkapkan isi teks. Dari kajian

tersebut, dapat diambil manfaat-manfaat yang terkandung dalam teks Miftāhu’-l-

Aqā’id sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat terarah dan

sesuai dengan tujuan penelitian atau tidak menyimpang dari pokok

permasalahannya. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Menyediakan suntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id dibatasi pada,

inventarisasi naskah, deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, dan

daftar kosakata sukar.

2. Analisis struktur teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id dibatasi pada, struktur

penyajian teks, gaya penyajian teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa

teks.

3. Analisis isi berdasarkan kandungan ajaran tauhid teks Miftāhu’-l-Aqā’id

dibatasi pada ajaran tauhid, khususnya sifat-sifat wajib Allah, sifat-sifat

mustahil Allah, sifat-sifat jaiz Allah dan penggolongan sifat-sifat wajib

Allah dan sifat-sifat wajib Rasulullah, sifat-sifat mustahil Rasulullah serta

sifat jaiz Rasulullah.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

10

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah seperti yang telah

dikemukakan, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana suntingan teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id?

2. Bagaimana struktur teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id?

3. Bagaimana kandungan ajaran tauhid teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Menyediakan suntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id yang baik dan benar. Baik

berarti mudah dibaca dan dipahami sebab sudah ditransliterasi dan ejaan

sudah disesuaikan dengan bahasa sasaran. Benar artinya kebenarannya

dapat dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan-

kesalahan yang disebabkan adanya penyalinan secara turun-menurun.

2. Menyajikan struktur teks Al Miftāhu’-l-Aqā’id.

3. Mengungkapkan isi ajaran tauhid yang terkandung dalam teks Miftāhu’-l-

Aqā’id.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis.

a. Turut memperkaya hasil-hasil penelitian, terutama dalam bidang filologi,

khususnya sastra kitab.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain, baik itu di bidang

filologi maupun penelitian yang lain, seperti ilmu sastra dan ilmu agama.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

11

2. Manfaat praktis.

a. Memberikan kemudahan dalam pembacaan naskah lama yang memiliki

aksara yang sukar dipahami masyarakat saat ini.

b. Membantu melestarikan salah satu peninggalan kebudayaan bangsa

Indonesia.

c. Mengetahui dan mempelajari struktur teks serta isi teks Miftāhu’-l-Aqā’id.

d. Memberi wawasan dan pengetahuan bagi pembaca dalam mengetahui

segala sesuatu mengenai ajaran Islam, khususnya ajaran tauhid.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari enam bab, yaitu pendahuluan, kajian pustaka dan

kerangka pikir, metode penelitian, suntingan teks, analisis, dan penutup. Masing-

masing bab diuraikan yaitu sebagai berikut.

Bab pertama berisi pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini terdiri atas

tinjauan studi terdahulu, landasan teori yang terbagi atas teori penyuntingan teks

dan teori pengkajian teks, dan kerangka pikir.

Bab ketiga berisi metode penelitian. Bab ini terdiri atas jenis dan bentuk

penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,

teknik penyajian analisis data, dan teknik penarik simpulan.

Bab keempat berisi suntingan teks. Bab ini terdiri atas inventarisasi

naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, kritik teks, suntingan teks, dan daftar

kata sukar.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

12

Bab kelima berisi analisis. Bab ini terdiri atas analisis struktur dan analisis

isi berdasarkan tinjauan ajaran tauhid yaitu mengenai sifat-sifat wajib, mustahil,

dan jaiz Allah serta Rasulullah, dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah.

Bab keenam berisi penutup. Bab ini terdiri atas simpulan dan saran dari

keseluruhan hasil penelitian.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Tinjauan studi terdahulu adalah mempelajari kembali temuan penelitian

terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya

hasil penelitian yang relevan.

Berikut ini beberapa penelitian perihal judul teks, suntingan teks, analisis

struktur, dan analisis isi berdasarkan ajaran tauhid.

Penelitian pertama, penelitian yang dilakukan oleh Mursini, Jurusan Sastra

Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2007)

dalam skripsi yang berjudulDurratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄: Suntingan

Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran Tauhidmenyajikan suntingan teks

Durratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄yang baik dan benar, mendeskripsikan

struktur teks Durratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄, dan mengungkapkan ajaran

tauhid teks Durratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄.Dalam penelitian ini

disimpulkan :pertama, suntingan teks ditemukan beberapa kesalahan salin tulis;

kedua, berstruktur sastra kitab dengan struktur penyajian teks berstruktur

sistematis yang terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajiannya

menggunakan bentuk interlinier.Pusat penyajian teks menggunakan metode orang

ketiga yang bersifat obyektif.Gaya bahasa teks terdiri atas kosakata, ungkapan,

sintaksis, dan sarana retorika; ketiga, ajaran tauhid yang terkandung dalam teks

adalah mengenai sifat-sifat wajib Allah, sifat mustahil Allah, dan sifat jaiz pada

Allah(Mursini, 2007).Persamaan dengan teks Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama

membahas sifat wajib Allah, sifat mustahil Allah dan sifat jaiz Allah,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

14

perbedaannya dengan Miftāhu’-l-Aqā’id juga menjelaskan sifat wajib Rasulullah,

sifat mustahil Rasulullah dan sifat Jaiz Rasulullah

Peneltian kedua, penelitianyang dilakukan oleh Muhammad Yanuar Rulis

Ardianto, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret (2009) dalam skripsi yang berjudul ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li

`l-Mukalafīn: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran

Tauhidmenyajikan suntingan teks ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-Mukalafīn

yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li

`l-Mukalafīn, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda

Li `l-Mukalafīn.Dalam penelitian ini disimpulkan pertama, suntingan teks tidak

sepenuhnya dapat ditransliterasi dan ditemukan beberapa kesalahan salah tulis;

kedua, berstruktur sastra kitab dengan struktur penyajian teks terdiri atas

pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajian teks menggunakan gaya interlinier.

Pusat penyajian menggunakan metode orang pertama. Gaya bahasa teks banyak

dipengaruhi oleh bahasa Arab yang terlihat dalam pemilihan kosakata, sintaksis,

dan ungkapan yang terdapat di dalamnya; ketiga, ajaran tauhid yang terkandung

dalam teks, meliputi: akidah, sifat wajib bagi Allah (Sifat Dua Puluh), sifat jaiz

bagi Allah, dan sifat-sifat yang ada pada diri Rasul. Konsep akidah yang terdapat

dalam teks adalah uraian mengenai kewajiban setiap mukalaf untuk makrifat dan

mengimani Allah, Rasul, beserta sifat-sifat-Nya (Ardianto, 2009).Persamaan

dengan teks Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama membahas sifat wajib bagi Allah, sifat

jaiz bagi Allah, dan sifat-sifat yang ada pada diri Rasul, perbedaan dengan

Miftāhu’-l-Aqā’id menjelaskan tentang sifat mustahil Allah, sifat mustahil dan

sifat jaiz Rasulullah.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

15

Penelitian ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Farida Rohmawati,

Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas

Maret (2013) dalam skripsi yang berjudul Syair Ibadat: Suntingan Teks, Analisis

Ajaran Tauhid dan Konsep Ekskatologi menyajikan suntingan teks Syair

Ibadatyang baik dan benar, mengungkapkan ajaran tauhid teks Syair Ibadat, dan

mengungkapkan konsep ekskatologi teks Syair Ibadat. Dalam penelitian ini

disimpulkan pertama, suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa

kesalahan tulis; kedua ajaran tauhid yang terkandung dalam teks, meliputi: sifat

wajib bagi Allah dan sifat wajib Nabi Muhammad; ketiga, konsep ekskatologi

yang terkandung dalam teks, meliputi: alam kubur, hari kiamat, hari kebangkitan,

hari berkumpul, hari pengadilan, serta surga dan neraka(Rohmawati, 2013).

Persamaan dengan teks Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama membahas sifat wajib bagi

Allah dan sifat wajib Nabi Muhammad, perbedaan dengan Miftāhu’-l-Aqā’id

menjelaskan tentang sifat mustahil dan sifat jaiz Allah dan sifat mustahil serta

sifat jaiz Rasulullah, perlu diketahui teks Miftāhu’-l-Aqā’id tidak menggunakan

konsep ekskatologi dalam menganalisis teks Miftāhu’-l-Aqā’id.

Peneltian keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dhini Yustia Widhya

Saputri, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret (2014) dalam skripsi yang berjudul Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām

menyajikan suntingan teks Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām yang baik dan benar,

mendeskripsikan struktur teks Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām, dan mengungkapkan

ajaran tauhid teks Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām. Dalam penelitian ini disimpulkan

pertama, suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa kesalahan tulis;

kedua, berstruktur sastra kitab.Gaya penyajian menggunakan bentuk syair.Pusat

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

16

penyajian menggunakan metode orang pertama dan kedua. Gaya bahasa yang

digunakan adalah bahasa ilmiah sehingga tidak ditemukan bahasa kiasan atau

majas; ketiga, ajaran tauhid yang terkandung dalam teks ini adalah dua puluh sifat

Allah, sifat jaiz Allah, rasul-rasul Allah dan sifat-sifatnya, malaikat-malaikat

Allah, kitab-kitab Allah, dan hari akhir (Saputri, 2014).Persamaan dengan teks

Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama membahas dua puluh sifat Allah, sifat jaiz Allah,

sifat rasul Allah, perbedaan dengan Miftāhu’-l-Aqā’id menjelaskan tentang sifat

mustahil Allah, sifat mustahil dan sifat jaiz Rasulullah, tidak menjelaskan tentang

malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, dan hari akhir.

Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan judul teks dalam penelitian ini yang berarti

„kunci akidah‟. Hal ini terdapat pada kutipan teks berikut. “kitabmusamma bi `l-

akidah musamma bi miftahul aqāid”(Miftāhu’-l-Aqā’id:30). Secara keseluruhan

Miftāhu’-l-Aqā’id berisi tentang dasar akidah khususnya ajaran tauhid berupa

sifat-sifat wajib Allah yang berjumlah 20 sifat, sifat-sifat mustahil Allah yang

berjumlah 20 sifat, sifat jaiz Allah, sifat wajib Rasulullah berjumlah 4 sifat, sifat

mustahil Rasulullah, sifat jaiz Rasulullah,dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah

menjadi 4 bagian, meliputi: (1) sifat Nafsiyah, (2) sifat Salbiyah, (3) sifat Ma’ānī,

dan (4) sifat Ma’nawiyah.Oleh Muhammad An-Nawawi “keyakinan (wajib) yang

berkaitandengan para Rasul terdiri dari sembilan sifat, dan yang telah diuraikan

merupakan hubungan dengan sifat ke-Tuhanan yang seluruhnya berjumlah empat

puluh satu. Jumlahnya keseluruhan ada lima puluh” (An-Nawawi, 2010:39).

Berdasarkan deskripsi dari penelitian filologi terdahulu tersebut, dapat

diketahui secara umummemiliki persamaan tentang konsep akidah menurut ajaran

tauhid tradisional. Selain persamaan ada beberapa perbedaan,pertama perihal teks

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

17

yang diteliti, kedua isi dari setiap teks berbeda ada yang menjelaskan sifat wajib

dan mustahil dan jaiz Allah saja sedangkan sifat wajib, mustahil dan jaiz

Rasulullah tidak dijelaskan, ada pula yang menjelaskan sifat wajib Allah dan sifat

Rasulullah saja, lalu menjelaskan sifat wajib Allah dan rukun iman, sedangkan

dalam teks Miftāhu’-l-Aqā’id dijelaskan secara jelas mulai dari sifat wajib,

mustahil dan jaiz Allah serta sifat wajib, mustahil dan jaiz Rasulullah, maka

penelitian terhadap Miftāhu’-l-Aqā’id belum pernah dikaji dari aspek suntingan,

analisis struktur, dan isi berdasarkan kandungan ajaran tauhid.

B. Landasan Teori

1. Toeri Suntingan Teks

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),menyunting diartikan

sebagai suatu proses atau cara, pembuatan atau pekerjaan, menyiapkan naskah

siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi,

dan bahasa (atau yang biasa dikenal dengan pengeditan)(2008:1358).

Dalam filologi menyunting adalah menyediakan naskah yang mendekati

aslinya, yaitu naskah yang baik dan benar. Oleh Sholeh Dasuki baik, berarti

mudah dibaca dan dipahami karena sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah

disesuaikan dengan bahasa sasaran. Benar, berarti kebenaran isi teks dapat

dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan (Dasuki,

1996:60).

Penyuntingan teks oleh Edwar Djamaris dapat dilakukan denganduahal,

yakni penyuntingan naskah tunggal jika hanya terdapat satu naskah dan

penyuntingan naskah jamak jika lebih dari satu naskah (Djamaris, 2006:24–26).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

18

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyuntingan adalah sebagai

berikut.

a.Inventarisasi Naskah

Tahap inventarisasi naskah menurut Siti BarorohBaried et.al.adalah tahap

pencatatan dan pengumpulan naskah. Tahap ini dilakukan dengan mencatat

naskah dan teks cetakan yang berjudul sama, atau berisi cerita yang sama, yang

termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan, museum, universitas, atau

instansi yang menyimpan koleksi naskah (Baroroh-Baried, et.al., 1994:65).

Dengan demikian, dapat diketahui naskah yang akan diteliti merupakan naskah

tunggal atau naskah jamak. Informasi mengenaikeberadaan naskah dapat

ditempuh melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan.

Studi katalog dilakukan dengan mendaftar judul naskah yang akan diteliti

melalui katalog naskah. Naskah yang terdaftar di katalog biasanya dimiliki oleh

museum, perpustakaan, universitas, atau instansi yang menyimpan koleksi

naskah.

Studi lapangan dilakukan dengan terjun ke lingkungan masyarakat dan

mendatangi orang-orang tertentu atau tempat-tempat tertentu yang diduga

menyimpan koleksi naskah, seperti masjid, pondok pesantren, toko buku kuno,

perpustakaan, dan sebagainya.

b.Deskripsi Naskah

Karsono H Saputra berpendapat bahwa deskripsi naskah merupakan

kegiatan yang memaparkan informasi mengenai seluk-beluk naskah yang menjadi

objek penelitian. Deskripsi naskah dilakukan dengan menguraikan secara

terperinci keadaan naskah yang akan diteliti (Saputra, 2008:82–83). Semua

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

19

naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu judul naskah, nomor naskah,

tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan, ukuran naskah, tebal naskah,

jumlah baris pada setiap halaman naskah, bentuk huruf, cara penulisan, bahan

naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, identitas pengarang teks, dan

fungsi sosial teks.

c.Suntingan Teks

Tahap pertama yang dilakukan sebelum melakukan suntingan, yaitu

transliterasi atau pengalihaksaraan. Karsono H Saputra berpendapat bahwa

pengalihaksaraan berupa pengubahan suatu sistem berikut ejaan dan tanda-

tandanya ke sistem yang lain. Pengalihaksaraan berupa konversi dari aksara

sumber ke aksara sasaran yaitu pembaca yang dituju, yang umumnya adalah

aksara Latin(Saputra, 2008:98).

Tahap berikutnya setelah dilakukan transliterasi, yaitu suntingan teks.

Metode ini harus disesuaikan dengan jenis naskah yang akan diteliti. Metode yang

digunakan untuk menyunting naskah tunggal adalah metode standar.Metode

standar,yaitu metodepenyuntingan untuk naskah tunggal dengan melakukan

perbaikan-perbaikan.Oleh Edwar Djamaris perbaikan-perbaikan itu dilakukan

dengan mentransliterasikan teks, membetulkan kesalahan teks, membuat catatan

perbaikan/perubahan, memberikan komentar atau tafsiran, membagi teks dalam

beberapa bagian dan menyusun daftar kata sukar(Djamaris, 2002:24).

d.Kritik Teks

Langkah berikutnya setelah tahap transliterasi adalah melakukan kritik

teks. Siti BarorohBaried et.al.berpendapat bahwaKata „kritik‟ berasal dari bahasa

Yunani, yaitu krites yang berarti „seorang hakim‟, krinein berarti „menghakimi‟,

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

20

dan kriterion berarti „dasar penghakiman‟. (Baroroh-Baried,et.al., 1994:61). Jadi,

kritik teks, yaitu memberikan penilaian terhadap teks dalam naskah yang

bertujuan menghasilkan teks yang mendekati dengan teks aslinya.

2. Teori Pengkajian Teks

a. Sastra Kitab

Sastra kitab merupakan sastra klasik yang berisi ajaran Islam yang

bersumber pada ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu kalam, dan tarikh serta riwayat

tokoh-tokoh historis. “Tujuannya untuk menanamkan ajaran Islam dan

meluruskan ajaran yang menyimpang dari Islam sehinggadapat menguatkan

iman” (Chamamah-Soeratno,1982:149–150). Roolvink berpendapat bahwa“kajian

tentang Quran, tafsir, tajwid, arkanul-Islam, usuluddin, fikih, ilmu sufi, ilmu

tasawuf, tarikat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan kitab (obat-obatan,

jampi-menjampi), semuanya dapat digolongkan ke dalam sastra kitab”

(Fang,2011:380).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab

adalah suatu jenis karya yang mengemukakan ajaran Islam, mengemukakan

ajaran yang bersumber dari ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam, ilmu tauhid, dan

kitab-kitab lain dalam agama Islam.

b. Struktur Sastra Kitab

Sastra kitab pada umumnya menunjukkan struktur yang tetap, yaitu

sebagai berikut.

(1) Struktur Penyajian Teks

Struktur yang akan dibahas dalam kajian ini adalah struktur

narasi.“Struktur narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, sama halnya

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

21

dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau

alur.”(Chamamah-Soeratno, 1982:152).Struktur penyajian teks terdiri atas tiga

bagian, yaitu pendahuluan, isi, danpenutup (Chamamah-Soeratno, 1982:209).

Pendahuluan dimulai dengan satu rangkaian pembuka karangan yang

berupa basmalah, hamdalah, serta selawat untuk Nabi Muhammad saw.untuk

keluarganya dan para sahabatnya, yang dipakai secara berturut-turut.Berikutnya,

kata “wabakdu” yang merupakan ungkapan tetap untuk menyudahi

bacaanpembukaan.Setelah itu motivasi penulisan kitab tersebut dan judul atau

namakitab. Semua ditulis dalam bahasa Arab dan diikuti terjemahan yang

dilakukan kalimat per kalimat secara interlinier. Isi menguraikan pokok

permasalahan yang dibahas dan sebagai penutup digunakan kata “tamat” yang

berarti „selesai‟ atau „sempurna‟ (Chamamah-Soeratno, 1982:156–157).

(2) Gaya Penyajian Teks

Gaya penyajian adalah cara pengarang yang khusus dalam menyampaikan

cerita, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Menurut Siti Baroroh Baried gaya

penyajian dalam sastra kitab seringkali menggunakan dua bahasa sekaligus.

Artinya, gaya penyajian dimulai dengan doa yang menggunakan bahasa Arab

diikuti dengan terjemahannya dalambahasa Melayu(Chamamah-Soeratno,

1982:160).

(3) Pusat Penyajian Teks

Pusat penyajian adalah posisi seorang pengarang dalam menyampaikan

cerita atau ajarannya. Pusat penyajian sastra kitab dibedakan menjadi dua tipe.

Tipe pertama adalah pusat penyajian orang pertama. Pada tipe pertama, semua

pendapat dituturkan sendiri oleh pengarang yang dicirikan dengan penggunaan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

22

kata ganti “aku”, “saya”, “kami”, atau “kita”. Tipe kedua adalah pusat penyajian

orang ketiga yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti “mereka”. Pada tipe

kedua, pengarang dianggap sebagai orang yang serba tahu dengan teks yang

ditulisnya (Chamamah-Soeratno, 1982:172).

Pada umumnya, pusat penyajian sastra kitab cenderung pada pusat

penyajian tipe keduayakni metode pada orang ketiga. Metode ini dapat dibagi

menjadi dua macam. Pertama, metode orang ketiga bersifat romantik-ironik

(penceritaan yang menonjolkan pengarang). Kedua, metode orang ketiga objektif

(pengarang bersembunyi dibalik tokoh-tokohnya) (Chamamah-Soeratno,

1982:173).

(4) Gaya Bahasa

Gayabahasa merupakan bagiandari pilihan katayangmempersoalkan cocok

tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi

tertentu. Gaya bahasa sastra kitab bersifat khusus. Kekhususan tersebut dapat

dilihat dalam kosakata, ungkapan, sintaksis, sarana retorika atau bahasa retoris,

dan bahasa kiasan yang mempergunakan istilah-istilah Islam berupa unsur bahasa

Arab (Chamamah-Soeratno, 1982:178).

Gaya penyajian sastra kitab oleh Ahmad Taufiq memiliki gaya yang

khusus, baik dari kosakata, istilah maupun kalimatnya yang telah tercampur

dengan istilah-istilah Islam (bahasa Arab), tasawuf, fikih dan lain-lain. Begitu

pula mengenai susunan kalimat serta sarana retorika yang dipergunakan meliputi

gaya pertentangan, gaya penguraian, penguatan, ulangan dan lain-lain (Taufiq,

2007:63-64).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

23

Ahmad Taufiq berpendapat bahwa gaya penguraian (analitik) diartikan

sebagai“gaya bahasa yang digunakan untuk menguraikan masalah yang dibahas

secara terperinci” (Taufiq, 2007:69). Gaya penegasan oleh Ahmad Taufiq adalah

“gaya bahasa yang digunakan untuk memperjelas atau mempertegas pernyataan”

(Taufiq, 2007:69). Gaya polisindeton oleh GorysKeraf adalah “gaya bahasa yang

terdiri dari beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dihubungkan satu

sama lain dengan kata-kata sambung” (Keraf, 2007:131). Gaya pertentangan

(antitesis) oleh Gorys Keraf adalah “sebuah gaya bahasa yang mengandung

gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau

kelompok kata yang berlawanan” (Keraf, 2007:126). Litotes ditandai dengan

pengecilan suatu pernyataan (Keraf, 2007:131).Gaya bahasa kiasan adalah cara

pemakaian bahasayang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya

dalam bidang makna berupa perbandingan atau persamaan dengan hal yang lain.

Gaya bahasa kiasan dalam teks Miftāhu’-l-Aqā’id adalah simile.

“Similemerupakan suatu gaya bahasa yang berupa perbandingan yang

bersifatgambling”(Keraf, 2007:136–138).

2. Tauhid

a. Pengertian Ilmu Tauhid

Kata “Tauhid” berasal dari kata “wahhada”, “yuwahhidu”, “tauhiidan”,

yang berarti mengesakan. Jadi, ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan

keesaan Allah yang menjadi sendi pokok bagi agama Islam (Zaini,

1983:54).Dalam pengertian lain ilmu tauhid adalah, ilmu yang membahas tentang

Allah dan segala sifat yang wajib , sifat yang dibolehkan dan sifat yang mustahil

dari Allah Swt. serta tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kerasulan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

24

mereka, segala yang wajib, segala yang mustahil dan segala yang dibolehkan ada

pada diri mereka (Anshari. et al., 2001:5:90)

b. Sifat-Sifat Allah

Diwajibkan bagi setiap muslim mukalaf (yang telah dewasa) agar

mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz (boleh).

Sifat-sifatAllah terdiri dari 20 sifat yang wajib, 20 sifat yang mustahil dan satu

sifat yang boleh atau jaiz pada Allah (An-Nawawi, 2010:28), (Abbas, 1997:37).

Dua puluh sifat wajib Allahmenurut Siradjuddin Abbasadalah sebagai

berikut.

1.Wujud, artinya ada.

2. Qidam, artinyatidak berpermulaan ada-Nya.

3. Baqā`, artinya kekal selama-lamanya.

4.Mukhālafatuhu Ta’ālā li `l-Hawadis, artinya berlainan dengan sekalian

makhluk.

5. QiyāmuhuTa’ālā Binafsih, artinya berdirisendiri.

6. Wahdāniyat, artinya esa.

7. Qudrat, artinya kuasa.

8. Irādat, artinya menetapkan sesuatu menurut kehendak-Nya.

9. ‘Ilmu, artinya mengetahui segala perkara.

10. Hayāt, artinya hidup.

11. Sama’, artinya mendengar.

12. Bashar, artinya melihat.

13. Kalām, artinya berkata-kata.

14. Qādirān, artinya selalu berkuasa.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

25

15. Muridān, artinya selalu berkehendak.

16. ‘Ālimān, artinya selalu mengetahui.

17. Hayyān, artinya selalu hidup.

18. Sami’ān, artinya selalu mendengar.

19. Bashīrān, artinya selalu melihat.

20. Mutakallimān, artinyaselalu berkata-kata(Abbas, 1997:37–45).

Dua puluh sifat Mustahil Allah menurut Muhammad Al-Fudholi adalah

sebagai berikut.

1. Mustahil Allah bersifat ‘Adam atau tidak ada.

2. Mustahil Allahbersifat Hudus atau baru.

3. Mustahil Allah bersifat Fana’ atau menerima tiada.

4. Mustahil Allah bersifat Mumātsalatu li `l-Hawādis atau serupa dengan

makhluk.

5. Mustahil Allah bersifat Lāyakūna Qa`imān Binafsih atau tidak berdiri sendiri.

6. Mustahil Allah bersifat Lāyakūna Wāhidā atau tidak esa/berbilang.

7. Mustahil Allah bersifat’Ajzu atau lemah/tidak kuasa.

8. Mustahil Allah bersifat Karāhahatauterpaksa/dipaksa.

9. Mustahil Allah bersifat Jahlu atau tidak mengetahui segala sesuatu dan tidak

menyadari dirinya sendiri tidak tahu.

10. Mustahil Allah bersifat Mautatau mati.

11. Mustahil Allah bersifat Ashummu atau tuli.

12. Mustahil Allah bersifat‟Umyu atau buta.

13. Mustahil Allah bersifat Bukmu atauKharasuatau tidak dapat berkata-kata/bisu.

14. Mustahil Allah bersifat‘ājizandalam keadaan lemah.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

26

15. Mustahil Allah bersifatKārihan atau dalam keadaan tiada berkehendak.

16. Mustahil Allah bersifatJahilanatau dalam keadaan jahil/tidak tahu.

17. Mustahil Allah bersifatMayyitan ataudalam keadaan mati.

18. Mustahil Allah bersifat Ashamma atau dalam keadaan tuli.

19. Mustahil Allah bersifat A’ma atau dalam keadaan buta.

20. Mustahil Allah bersifat Abkam atau dalam keadaan tidak dapat berkata-

kata/bisu. (Al-Fudholi, 1997:164–174)

Sifat jaiz Allah merupakan kewenangan atau hak Allah untuk menciptakan

atau tidak menciptakan sesuatu baik itu yang mungkin wujud atau tidak

bewujud.Muhammad An-Nawawi berpendapat bahwa “sifat Jaiz Allah, yaitu

menciptakan setiap yang mungkin wujudnya atau tidak menciptakanya”.(An-

Nawawi, 2010 :28-29)

Oleh Zainal Abidinkedua puluhsifat Allah Swt. di atas dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu sifat Nafsiyah, sifat Salbiyah,

sifat Ma’ānī, dan sifat Ma’nawiyah(Abidin, 1994:251–278) yang diuraikan

sebagai berikut.

a. Sifat Nafsiyah adalah hal (keadaan) yang ada pada zat selama zat itu dalam

keadaan tiada dikarenakan oleh sesuatu, dijelaskan juga bahwa “sifat

Nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan zat Allah Swt.” (Anshari. et

al.,2001:4:271). Sifat Nafsiyah berasal dari kata „nafs‟ yang artinya diri. Sifat

ini adalah sifat khusus untuk menunjukkan adanya Allah dan hanya pada diri

Allah.Jadi, dapat diartikan sifat Nafsiyahadalah sifat yang berhubungan

dengan zatAllah Swt.Sifat yang tergolong dalam sifat Nafsiyahadalah Wujūd.

Artinya,Wujūdadalah zatAllah Swt, bukan merupakan tambahandari zat-Nya.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

27

b. Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang

tidak layak bagi Allah azza wajalla, dijelaskan juga bahwa “sifat Salbiyah

adalah sifat-sifat yang tidak sesuai bagi Allah Swt.”(Anshari. et al.,2001:4:

271–272). Sifat Salbiyah berasal dari kata “salab” yang artinya „menolak‟.

Sifat ini adalah sifat khusus yang mengandung arti menolak sifat-sifat yang

tidak layak bagi Allah. Jadi, yang dimaksud bukan menolak sifat-sifat itu dari

Allah. Sifat-sifat yang tergolong dalam sifat Salbiyahadalah Qidam, Baqā`,

Mukhālafatuhū li ´l-Hawādis,QiyāmuhuTa’ālā Binafsih, danWahdāniyat.

c. Sifat Ma’ānīadalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud

yang mengakibatkan lahirnya hukum, Kata “maujudah” maksudnya adalah

sifat Nafsiyah, sifat Salbiyah, dan sifat Ma’nawiyah.Dijelaskan pula bahwa

“sifat Ma’ānīadalah sifat wajib bagi Allah yang dapat digambarkan oleh akal

pikiran manusia dan dapat meyakinkan orang lain karena kebenaranya dapat

dibuktikan oleh pancaindra”(Anshari. et al.,2001:4:272–273).Kata “maujud”

maksudnya adalah yang bersifat dengan sifat yang tujuh, yaitu Qudrat,

Irādat, ‘Ilmu, Hayāt, Sama’, Bashar, dan Kalām.Maksud “mengakibatkan

lahirnya hukum” adalah yang melazimkan timbulnya sifat Ma’nawiyah. Jadi,

dapat diartikan sifat Ma’ānīadalah sifat yang ada pada zat Allah yang menjadi

sifat wajib bagi Allah.Sifat-sifat itu adalahQudrat, Irādat, ‘Ilmu, Hayāt,

Sama’, Bashar, danKalām.

d. Sifat Ma’nawiyah ialah keadaan yang ada pada zat selama zat itu disebabkan

oleh sesuatu sebab. Maksud dari kata “keadaaan” adalah sifat Nafsiah.

Maksud dari kata “sebab” adalahsifat Ma’ānī yang ada pada zat. Jadi, dapat

diartikan sifat Ma’nawiyah adalah sifat adalah sifat yang ada pada zat

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

28

Allahdan berhubungan dengan sifat Ma’ānī atau merupakan kelanjutan dari

sifat Ma’ānī,dijelaskan pula bahwa“sifatMa’nawiyah adalah sifat yang

berhubungan dengan sifat Ma’ānī atau merupakan kelanjutan logis dari sifat

Ma’ānī”.(Anshari. et al., 2001:4:273).Sifat-sifat itu adalah, 1) Qādirān,

artinya selalu berkuasa, 2)Muridān, artinya selalu berkehendak, 3) ‘Ālimān,

artinya selalu mengetahui, 4) Hayyān, artinya selalu hidup, 5) Sami’ān,

artinya selalu mendengar, 6)Bashīrān, artinya selalu melihat, 7)

Mutakallimān, artinyaselalu berkata-kata.

c. Sifat-sifat Rasulullah

Oleh Muhammad An-Nawawi, sifat 4 yang wajib ada pada Rasulullahdan

sifat 4 yangmustahil serta sifat Jaiz pada Rasulullah itu adalah sebagai berikut.

1. Siddiq, artinya jujur, mustahil Rasulullah bersifat dusta.

2. Amanat, artinya dapat dipercaya, mustahil Rasulullah bersifat khianat.

3. Tabligh, artinya menyampaikan semua yang diperintahkan Allah, mustahil

Rasulullah bersifat kitman (menyembunyikan).

4. Fathanah, artinya cerdas, mustahil Rasulullah bersifat bodoh, tolol atau

dungu.

Sifat jaiz Rasulullah adalah sifat kemanusiaan yang sama tidak

mengurangi ketinggian derajatnya sebagai seorang nabi.(An-Nawawi, 2010

:30–39)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

29

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan garis besar atau gambaran langkah kerja yang

akan ditempuh untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti.

Penjelasan terhadap bagan di atas adalah sebagai berikut.

Teks yang dikaji dalam penelitian ini adalah teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Teks

Miftāhu’-l-Aqā’id mengandung tiga rumusan masalah yang berkaitan dengan

suntingan teks, analisis struktur, dan analisis isi menurut kandungan ajaran tauhid.

Metode Kualitatif Deskriptif

Analisis Struktur

Metode Standar

Teori Suntingan Teks:

1.Inventarisasi Naskah

2.Deskripsi Naskah

3.Ikhtisar Isi Teks

4.Kritik Teks

5.Suntingan Teks

6.Daftar Kata Sukar

Teori Analisis Struktur:

1.StrukturPenyajian

Teks

2.GayaPenyajian Teks

3.Pusat Penyajian Teks

4.Gaya Bahasa

Teori Analisis Isi:

1.Sifat-Sifat Wajib,

Mustahil dan Jaiz Allah

serta Penggolongan

Sifat-Sifat Wajib Allah

2.Sifat-Sifat Wajib,

Mustahil, dan Jaiz

Rasulullah

Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar, mengungkapkan

analisis struktur dan isi teks tentang kandungan ajaran tauhid

Teks

Miftāhu’-l-Aqā’id

Suntingan Teks Analisis Isi Teks

Menurut Kandungan

Ajaran Tauhid

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

30

Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah suntingan teks

adalah metode standar. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

analisis struktur teks dan analisis isi teks adalah metode kualitatif deskriptif.

Analisis struktur teks menggunakan teori struktur penyajian teks, gaya penyajian

teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa. Analisis isi berdasar kandungan

ajaran tauhid menggunakan teori sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah serta

penggolongan sifat-sifat wajib Allah, berikutnya sifat-sifat wajib, mustahil dan

jaiz Rasulullah. Simpulan dalam penelitian ini adalah menjelaskan hasil temuan

dalam penelitian teks Miftāhu’-l-Aqā’id, yaitu suntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id

yang baik dan benar, analisis struktur teks Miftāhu’-l-Aqā’id , dan kandungan

ajaran tauhid teks Miftāhu’-l-Aqā’id.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Bentuk Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

menurut Moleong, yaitu upaya penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah (Herdiansyah, 2012:9). Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian

deskriptif kualitatif. Menurut H.B, Sutopo penelitian deskriptif kualitatif berusaha

mengungkapkan berbagai informasi kualitatif atau bahan tertulis dengan deskripsi

yang teliti, akurat, penuh rasa dan nuansa (Sutopo, 2002:183). Jadi, penelitian

yang dilakukan terhadap teks Miftāhu’-l-Aqā’id ini termasuk dalam penelitian

kualitatif yang bersifat deskriptif.

B. Objek Penelitian

Sebuah penelitian tentu memiliki objek yang diteliti, yakni hal yang

dijadikan bahan atau sasaran untuk diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi

objek penelitian adalah teks Miftāhu’-l-Aqā’id dalam naskah kumpulan teks.

Struktur sastra kitab dan kandungan ajaran tauhid dalam teks Miftāhu’-l-Aqā’id.

C. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini, yaitu teks Miftāhu’-l-Aqā’id yang mengandung

ajaran tauhid. Sumber data yang digunakan adalah naskah dengan nomor

inventarisasi 07_00402 yang tersimpan di Museum Aceh yang beralamat di Jalan

Sultan Alaiddin Mahmudsyah No.12 Kecamatan Baiturahman, Banda Aceh

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

32

23241, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan didapatkan melalui katalog

naskah-naskah online Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh dengan laman

http://nusantara.dl.unileipzig.de/receive/NegeriMSBook_islamhs0000261

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik

pustaka, yakni menggunakan katalog online. File foto digital naskah dengan

nomor inventaris 07_00402 diunduh melalui katalog online Manuskrip-Manuskrip

Peninggalan Aceh berdasarkan situs web laman http://nusantara.dl.uni-

leipzig.de/receive/NegeriMSBookislamhs0000261 dan diakses pada 12 Agustus

2014 pukul 21.25. Naskah yang diunduh masih dalam bentuk file dalam format

jpg untuk mendapatkan salinannya, file tersebut dicetak sesuai aslinya tanpa

merubah bentuk asli dari file naskah dengan nomor inventarisasi 07_00402.

E. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode yang sesuai

dengan ilmu filologi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Metode Penyuntingan Teks

Teks Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan naskah tunggal, hal ini dapat diketahui

dengan studi katalog. Metode penyuntingan teks yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penyuntingan naskah tunggal, yaitu metode standar.

Oleh Siti Baroroh Baried, et. al. metode suntingan teks yang digunakan untuk

meneliti naskah tunggal ada dua jenis, yaitu metode diplomatik dan metode

standar. Metode diplomatik, yaitu menyunting teks dengan apa adanya dan tidak

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

33

memberi perubahan sedikit pun (Baroroh-Baried, et. al. 1994:69). Metode

standar, yaitu menyunting teks dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Oleh

karena itu, dalam penyuntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id metode yang digunakan

adalah metode standar.

Edwar Djamaris merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan dalam metode

standar antara lain sebagai berikut.

a) Teks ditransliterasikan

Transliterasi teks Miftāhu’-l-Aqā’id menggunakan pedoman transliterasi

Arab-Latin berdasarkan sistem yang dipakai di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pedoman transliterasi ini juga terdapat tambahan huruf Arab Melayu.

b) Kesalahan teks dibetulkan

Tahap berikutnya setelah teks ditransliterasikan, yaitu pengkoreksian teks.

Kesalahan yang ditemukan dalam teks dicatat kemudian dikelompokkan

berdasarkan jenis kesalahan disertai pembetulan.

c) Teks diberi catatan perbaikan/perubahan

Tahap berikutnya setelah teks dibetulkan, yaitu pemberian catatan

perbaikan atau perubahan. Teks yang sudah dibetulkan diberi tambahan catatan

kaki pada setiap kesalahan yang ditemukan dalam teks khususnya dalam teks

Miftāhu’-l-Aqā’id. Kesalahan yang dicatat dan yang dikelompokkan kemudian

dibuat tabel yang memberikan informasi segala bentuk perbaikannya.

d) Teks diberi komentar atau tafsiran

Tahap berikutnya setelah teks diberi catatan perbaikan/perubahan yaitu

pemberian komentar. Catatan komentar berupa penjelasan pada bagian teks yang

sulit dibaca, seperti kata-kata yang tidak terbaca karena proses penyalinan yang

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

34

tidak sempurna dan kata-kata arkais. Selain itu, catatan komentar dapat berupa

penggunaan tanda baca pada teks yang ditransliterasikan. Ketentuan penggunaan

tanda baca disesuaikan dengan pedoman ejaan yang berlaku, yaitu Pedoman

Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD).

e) Teks dibagi menjadi beberapa bagian

Tahap berikutnya setelah teks ditransliterasikan, yaitu teks dibagi menjadi

beberapa bagian. Pembagian teks dilakukan dengan pengaturan alinea atau

paragraf sesuai dengan pokok permasalahan yang dikemukakan dalam teks.

f) Penyusunan daftar kata sukar pada teks

Tahap berikutnya setelah teks ditransliterasikan, yaitu teks dicari kata-kata

yang sukar untuk dicatat dan diberi penjelasan maknanya pada akhir suntingan.

Menurut Edwar Djamaris kata-kata yang sukar dalam teks berupa kata-kata

arkais, kosakata Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia, istilah

Arab, dan kosakata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dengan

demikian, suntingan teks dengan metode standar diharapkan dapat mempermudah

pembaca dalam membaca dan memahami teks (Djamaris, 2002:24).

2. Metode Pengkajian Teks

Metode yang digunakan untuk mengkaji teks Miftāhu’-l-Aqā’id adalah

metode deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data dengan memberikan uraian-

uraian permasalahan pada teks.

1. Metode Analisis Struktur

Nabilah Lubis berpendapat bahwa “Analisis struktur terhadap sebuah

karya sastra bertujuan untuk menguraikan dengan panjang lebar keterkaitan semua

unsur-unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

35

yang menyeluruh” (Lubis, 1996:87). Metode analisis struktur dalam penelitian ini

menggunakan metode analisis struktur sastra kitab. Struktur sastra kitab, meliputi:

pertama, struktur penyajian teks, yang memiliki pola tetap, yaitu pendahuluan, isi,

penutup. kedua, gaya penyajian teks, ketiga, pusat penyajian teks, dan keempat,

gaya bahasa yang, meliputi: kosakata, ungkapan dalam bahasa Arab, sintaksis,

sarana retorika, dan bahasa kiasan.

2. Metode Analisis Isi

Analisis isi dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan apa

yang menjadi masalah kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada.

Metode analisis isi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengungkapkan isi teks

berdasarkan kandungan ajaran tauhid tentang sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz

Allah, dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah, kemudian sifat-sifat wajib,

mustahil, dan jaiz Rasulullah.

F. Teknik Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data, tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

1. Tahap Deskripsi

Tahap pertama dalam analisis data adalah tahap deskripsi. Naskah

dideskripsikan dengan pola yang sama, mulai dari judul naskah, nomor naskah,

tempat penyimpanan naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah,

jumlah baris pada setiap halaman naskah, huruf, aksara, dan tulisan, cara

penulisan, bahan naskah, bentuk teks, bahasa naskah, umur naskah, sejarah teks,

identitas pengarang, dan ikhtisar isi teks yang dikandung dalam naskah.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini

36

2. Tahap Analisis

Setelah dilakukan pendeskripsian, langkah selanjutnya adalah

menganalisis data. Pada tahap ini dilakukan suntingan teks dengan edisi standar,

menganalisis struktur teks sastra kitab dan analisis isi menurut tinjauan ajaran

tauhid.

3. Tahap Evaluasi

Data yang sudah dianalisis, tidak langsung ditarik kesimpulan begitu saja.

Data-data yang ada harus diteliti kembali dan dievaluasi agar dapat diperoleh

penilaian yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

G. Teknik Penarikan Simpulan

Tahap akhir suatu penelitian adalah penarikan kesimpulan. Cara yang

dilakukan dalam penarikan kesimpulan, yaitu dengan mengumpulkan data-data

dari teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Lalu diklasifikasikan, kemudian dianalisis sesuai

dengan objek permasalahan dan langkah akhir dalam penelitian ini adalah

pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan pada penelitian ini dilakukan

secara induktif, yaitu didasarkan pada data-data khusus untuk dianalis dan ditarik

kesimpulan yang bersifat umum.