Upload
tranmien
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persaingan keras dan ketat di era globalisasi saat ini mendesak setiap negara
harus mengembangkan inovasi dan kreativitas agar tidak tertinggal dengan negara
lain. Ada istilah yang selalu digunakan sebagai arah pembangunan yang seimbang
yang selalu mengembangkan aspek di bidang Triple T, yaitu ; Tourism,
Tellecomunication and Transportation.1 Indonesia sebagai Negara berkembang
sebenarnya sudah mempunyai modal awal yang cukup, hanya saja diperlukan kerja
keras untuk mengembangkan modal tersebut.
Salah satu contohnya adalah di bidang pariwisata. Siapa yang tidak tahu
bahwa Indonesia mempunyai banyak sekali objek pariwisata, baik wisata alam yang
sangat melimpah maupun wisata budaya yang sangat beragam. Bidang pariwisata
Indonesia terbukti mampu mendatangkan devisa terbesar kedua setelah ekspor migas.
Menteri Pariwisata Indonesia, Jero Wacik mengatakan pada tahun 2008 yang lalu,
tercatat sektor pariwisata menyetor devisa sebanyak 7,5 M USD didapat dari jumlah
wisatawan mancanegara yang diperkirakan berjumlah 6,4 - 6,5 juta wisatawan
1 http://www.tdri.or.th. 23 Januari 2009
2
mancanegara dengan tingkat pengeluaran sebesar 1178 dolar AS per orang per
kunjungan.2
Sudah sejak lama, banyak sekali para wisatawan terutama wisatawan asing
yang datang ke Indonesia. Mereka tidak hanya menikmati wisata alam dan wisata
budaya tetapi banyak diantara mereka yang ingin mempelajari budaya Indonesia,
seperti belajar bahasa daerah Indonesia sampai belajar menari tradisional Indonesia,
bahkan puncaknya ada beberapa dari mereka yang tertarik untuk menanam saham di
bidang pariwisata Indonesia. Hal ini mendapat perhatian besar dari pemerintah.
Pemerintah menyerukan kepada tiap-tiap daerah untuk mengemas produk pariwisata
daerah mereka masing-masing secara pintar dan menarik agar mendapatkan minat
terutama minat wisatawan asing untuk datang ke daerah mereka.
Kota Surakarta atau yang lebih dikenal sebagai kota Solo adalah salah satu
daerah yang memiliki produk wisata unggulan di Indonesia khususnya Jawa Tengah.
Terbatasnya lahan garap pertanian menjadikan Kota Solo tumbuh sebagai salah satu
Kota di Pulau Jawa yang kekuatan ekonominya bertumpu kepada Tourism, Trade,
dan Investment (TTI) atau pariwisata, perdagangan, dan investasi. Kota Solo
mempunyai potensi wisata yang luar biasa, mulai dari wisata budaya hingga
keanekaragaman kuliner khas solo, budaya orang-orang Solo yang terkenal lemah
lembut juga menjadi nilai plus bagi pencitraan positif kota tersebut.
2 http://www.analisadaily.com. 23 Januari 2009
3
Kota Solo merasa memerlukan branding atas kotanya sebagai identitas yang
akan membuat semua orang mengingat dan berguna untuk menarik wisatawan lokal
maupun mancanegara untuk datang ke kota Solo. Bali dengan slogannya “Bali Pulau
Dewata” dianggap sukses mengantarkan Pulau tersebut menjadi salah satu pulau
favorit tujuan wisata disamping memang potensi wisatanya yang amat sangat luar
biasa. Pulau Bali dianggap sangat sukses mengemas potensi pariwisatanya. Kota
Jogjakarta yang terlihat tidak pernah sepi dari wisatawan mancanegara juga sudah
memiliki branding atas daerahnya yang disebut dengan “Jogja Never Ending Asia”
dan Semarang dengan “The Beauty Of Asia”.
Kota Solo dibawah kepemimpinan Walikota Joko Widodo menciptakan
sebuah visi pembangunan untuk kemajuan Kota Solo dengan konsep “Solo ke Depan
adalah Solo Tempo Dulu”. Artinya pengembangan kepariwisataan Kota Solo tidak
boleh menyimpang dari karakter atau ciri khas yang membentuk kota ini sejak awal
hingga saat ini. Kemudian konsepsi tersebut diimplementasikan menjadi branding
pariwisata “Solo The Spirit Of Java” bulan Mei 2006 lalu. Sebagai sesuatu yang
dianggap bermanfaat, pariwisata dan seluruh komponen-komponen yang
mendukungnya harus memenuhi syarat, yaitu pariwisata harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan prioritas dari masyarakat tuan rumah. Kebijakan terhadap pariwisata
yang cocok hanya dapat ditentukan sesudah kebutuhan dan prioritas tersebut
dirumuskan dengan tepat. Intinya seluruh kebijakan pariwisata dapat disetujui apabila
mendatangkan suatu kemanfaatan bagi sebagian besar masyarakat lokal.
4
Melalui proses, kini Solo telah memiliki branding “Solo The Spirit Of Java”.
Sebagai identitas wilayah, diharapkan penciptaan image promotion tersebut dapat
bersatu dengan kekayaan wisata kota Solo sehingga dapat tercipta suatu paket
pariwisata yang dikemas dengan cantik dan menarik. Kota Solo juga mengadakan
banyak kegiatan pemasaran budaya untuk menunjang branding pemasaran tersebut.
Yang baru-baru ini dilaksanakan adalah diadakan event Solo Batik Carnival dan Solo
International Ethnic Music (SIEM), langkah awal untuk menjadi kota MICE
(Meeting, Incentive, Conference and Exhibition) adalah digelarnya World Heritage
Cities Conference and Expo tanggal 23-30 Oktober 2008 yang lalu juga dapat
membantu mendongkrak branding pariwisata tersebut.
Persoalan selanjutnya adalah bagaimana paket pariwisata tersebut dapat
ditawarkan dan layak dijual sebagai sebuah produk. Produk yang baik memerlukan
citra yang baik. Citra memerlukan kekuatan. Kekuatan pokok dari yang disebut citra
ini yaitu dapat memancing perhatian kelima indera manusia, dan mampu seakan-akan
menghadirkan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan.3 Disinilah inti
dari pentingnya sebuah brand image bagi sebuah produk pariwisata. Dalam hal ini
brand bukanlah sekedar produk atau logo, tetapi keseluruhan persepsi tentang
produk/jasa.
Pemerintah kota Solo mencoba mempopulerkan kota Solo dengan dibuatnya
branding tersebut, dimana setara dengan kota-kota lain yang mempunyai branding 3James J. Spillane, Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta, 1994, hal. 15.
5
yang serupa sesuai dengan karakteristik potensi daerah yang dimiliki. Selama jangka
waktu dari pembuatan branding hingga sekarang pemerintah masih melihat tingkat
keefektivitasannya di lingkungan masyarakat. Tentunya branding tersebut akan
membutuhkan evaluasi supaya lebih baik untuk kedepannya. Branding “Solo The
Spirit Of Java” adalah branding yang diperuntukkan untuk wilayah Soloraya, yang
dikenal dengan Subosukawonosraten, yaitu Surakarta, Boyolali, Sukoharjo,
Wonogiri, Sragen dan Klaten. Namun, penulis ingin lebih menyoroti branding
tersebut hanya di dalam lingkup kota Surakarta saja.
Banyak yang mengira pemberian branding “Solo The Spirit Of Java” tidak
membawa pengaruh yang besar terhadap Pencitraan Kota Surakarta. Baru-baru ini
Pemkot Surakarta menghadapi masalah yang rumit. Walaupun menyandang branding
“Solo The Spirit Of Java”, tidak selalu mulus menjadikan Solo sebagai ikon kota
budaya. Salah satunya adalah ancaman hilangnya Benteng Vastenburg yang akan
disulap menjadi hotel. Tembok Vastenburg adalah peninggalan sejarah berharga.
Lepasnya Vastenburg dari tangan publik ke genggaman pribadi tentu menjadi
tamparan bagi Solo yang sudah terlanjur mengantongi identitas sebagai kota budaya.
Jika Vastenburg benar-benar disulap menjadi bangunan properti kepentingan bisnis
orang per orang, itu artinya Solo gagal sebagai ikon kota Budaya.4
Namun, banyak juga yang berpendapat pemberian branding “Solo The Spirit
Of Java” memberikan banyak pengaruh dalam pencitraan kota khususnya di bidang
4 Harian SoloPos, Menggugat Ikon Kota Budaya, 10 Februari 2009, hal.4
6
pariwisata diantaranya untuk memancing perhatian masyarakat luas akan makna
branding yang akan merefleksikan Kota Surakarta. Harapannya, kota Surakarta akan
lebih dikenal lagi bahkan sampai dunia Internasional.
Branding “Solo The Spirit Of Java” berkembang dengan lahirnya “Lets Go
To Solo The Spirit Of Java”, hal ini mengandung makna persuasif sekaligus
informatif yang menegaskan bahwa kota Solo adalah kota yang aman untuk
dikunjungi, sekaligus tidak hanya mendukung untuk aktivitas pariwisata saja, tetapi
mendukung untuk kegiatan ekonomi. Karena semua bentuk promosi branding “Solo
The Spirit Of Java”, ujung-ujungnya untuk tujuan komersial pendapatan kota Solo.
Dengan ditetapkannya kota Solo sebagai kota MICE, diharapkan semakin
memantapkan pencitraan kota ke arah yang positif dan tentunya untuk
mensejahterakan masyarakat.
Salah satu tujuan diberikannya branding “Solo The Spirit Of Java” adalah
untuk menyampaikan suatu pesan tentang citra dan kepribadian kota Surakarta,
lengkap dengan nama, logo, slogan dan desain yang artistik. Tidak lupa tentang
warna hijau branding juga yang memberikan ciri khas kota Solo. Segala pesan yang
terkandung dalam branding diusahakan dapat diterima dan dipahami maknanya oleh
masyarakat Solo. Agar masyarakat dapat mengenal branding tersebut, diperlukan
suatu kegiatan sosialisasi melalui promosi tentunya. Untuk itu, diperlukan
pengukuran efektifitas branding. Branding dikatakan efektif apabila telah berhasil
mencapai tujuan, yaitu pencitraan menarik kota Solo.
7
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah, Apakah ada hubungan
yang signifikan antara efektivitas branding “Solo The Spirit Of Java” dengan
pencitraan kota Solo menurut masyarakat Surakarta tahun 2009 di Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan antara efektivitas branding “Solo The Spirit Of
Java” dengan pencitraan kota Solo menurut masyarakat kota Surakarta tahun
2009 di Surakarta?
D. Kerangka Pemikiran dan Teori
Pendapat Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society, bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi
adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect? Paradigma tersebut menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
• Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan
• Pesan : Informasi yang disampaikan
• Media : Sarana komunikasi
8
• Komunikan : Orang yang menerima pesan
• Efek : Respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya
Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek.5 Dalam hal ini, pemerintah kota Surakarta yang bertindak sebagai
komunikator memasarkan branding “Solo The Spirit Of Java” kepada masyarakat
luas sebagai komunikan melalui berbagai media.
Bila kita membicarakan komunikasi, maka kita akan menemukan beraneka
ragam makna komunikasi. Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi
behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal
tersebut bertindak sebagai stimuli.6
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita mempunyai kecenderungan
untuk mengadakan penilaian (judgement) dan membangun kesan (impression)
tentang orang-orang, situasi-situasi ataupun peristiwa-peristiwa yang terdapat di
sekitar diri kita. Atas dasar penilaian dan kesan yang terbentuk, kemudian kita
berpikir tentang sesuatu hal atau melakukan bermacam hal yang berhubungan dengan
segala sesuatu yang kita lihat, dengar dan rasakan. Kita mempersepsi banyak hal di
dalam dunia ini dan hasil persepsi itu kemudian membawa pengaruh-pengaruh
tertentu ke dalam diri kita ataupun pada diri orang lain.
5 Onong Uchjana Effendy,, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, hal.10 6 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 3
9
Persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi
dan diinterpretasikan.7
Gambar 1.1
Proses Persepsi
Stimuli/stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal
yang dapat mempengaruhi tanggapan individu dalam hubungannya dengan perilaku
atau konsumen. Dua tipe stimuli penting yang dapat mempengaruhi perilaku
konsumen adalah pemasaran dan lingkungan (sosial dan budaya).
Stimuli pemasaran adalah setiap komunikasi atau stimuli fisik yang didesain
untuk mempengaruhi konsumen. Produk dan komponen-komponennya (seperti
kemasan, isi, ciri-ciri fisik) adalah stimuli utama (primary intrinsic stimuli).
Komunikasi yang didesain untuk mempengaruhi perilaku konsumen adalah stimuli
7 Sutisna, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 62
STIMULI
- Penglihatan
- Suara
- Bau
- Rasa
- Texture
Sensasi
Indra penerima
Pemberian arti
Perhatian
Persepsi Tanggapan
Interpretasi
10
tambahan (secondary stimuli) yang mempresentasikan produk seperti kata-kata,
gambar dan simbol.
Proses pertama dari persepsi adalah sensasi, yaitu tanggapan yang cepat dari
indra penerima kita (seperti mata, telinga, hidung, mulut dan jari) terhadap stimuli
dasar seperti cahaya, suara dan warna. Selanjutnya perhatian, perhatian yang
dilakukan oleh konsumen dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja.
Perhatian yang dilakukan secara sengaja disebut voluntary attention yaitu terjadi
ketika konsumen secara aktif mencari informasi yang mempunyai relevansi pribadi.
Sedangkan involuntary attention terjadi ketika kepada konsumen dipaparkan sesuatu
yang menarik, mengejutkan, menantang atau sesuatu yang tidak diperkirakan, yang
tidak ada relevansinya dengan tujuan atau kepentingan konsumen.
Proses yang ketiga yaitu organisasi persepsi (perceptual organization) berarti
konsumen mengelompokkan informasi dari berbagai sumber ke dalam pengertian
yang menyeluruh untuk memahami lebih baik dan bertindak atas pemahaman itu.
Prinsip dasar dari organisasi persepsi adalah penyatuan (integration), yang berarti
bahwa berbagai stimulus akan dirasakan sebagai sesuatu yang dikelompokkan secara
menyeluruh. Pengorganisasian seperti ini memudahkan untuk memproses informasi
dan memberikan pengertian yang terintegrasi terhadap stimulus.
Proses persepsi yang terakhir yaitu interpretasi atas stimulus yang diterima
oleh konsumen. Dalam proses interpretasi konsumen akan membuka kembali
berbagai informasi dalam memori yang telah tersimpan dalam waktu yang lama.
Sehingga diketahui, persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh isi
11
memorinya. Dengan demikian proses persepsi seseorang terhadap suatu objek
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya yang tersimpan dalam memori.8
Dari berbagai stimuli yang disampaikan oleh produsen kepada konsumen,
setelah melalui proses persepsi melahirkan berbagai citra yang berkaitan dengan
produk antara lain citra perusahaan dan citra merek. Karena pada dasarnya citra yang
terbentuk merupakan representasi dari proses persepsi. Citra adalah total persepsi
terhadap suatu objek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai
sumber setiap waktu.9
Untuk lebih jelasnya, proses pembentukan citra adalah:
Gambar 1.2
Proses Pembentukan Citra
8 Ibid, hal. 63 9 Ibid, hal. 82
Komunikator
Perusahaan/Lembaga
Pesan
Bentuk Tertulis
Bentuk Visual
Persepsi/ Citra
Komunikan
Publik Internal
Publik Eksternal
Feedback
12
Citra memiliki kekuatan yang sangat besar. Citra mempengaruhi perilaku
publik terhadap suatu lembaga / perusahaan seperti klien, konsumen, masyarakat
bahkan karyawan dari perusahaan itu sendiri. Citra yang baik seharusnya
mencerminkan realita sebenarnya dari suatu perusahaan / lembaga. Apabila citra yang
terbentuk bersifat manipulatif, maka citra tersebut tidak akan bertahan lama di mata
publiknya.10
Citra sebenarnya abstrak atau intangible, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari
hasil penilaian, penerimaan, kesadaran dan pengertian, baik semacam tanda respek
dan rasa hormat dari publik sekelilingnya atau masyarakat luas terhadap perusahaan
sebagai sebuah badan usaha ataupun terhadap personelnya (dipercaya, profesional
dan dapat diandalkan dalam pemberian pelayanan yang baik).11 Hal inilah yang
menjadi tujuan pokok branding “Solo The Spirit Of Java”. Terciptanya suatu citra
kota yang baik dimata khalayak atau publiknya akan banyak menguntungkan.
Misalnya, akan menularkan citra yang serupa kepada semua produk barang dan jasa
yang dihasilkannya, termasuk bagi para pekerjanya (employee relations) akan
menjadi suatu kebanggaan tersendiri, akan menimbulkan sense of belonging terhadap
kota tempat mereka bekerja. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses pembentukan citra di mata masyarakat, adalah:
a. Kepribadian dan Identitas perusahaan / lembaga
10 Widodo Muktiyo, Modul Profesi PR Semester 1, Citra Emas School of Management and PR, Solo, 2005, hal.15 11 Rosady Ruslan, Praktek dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999, hal.50
13
Citra yang terbentuk dimata publik sesungguhnya tidak terlepas dari perilaku
perusahaan / lembaga yang dapat mereka tangkap. Publik menangkap realita-
realita disekitar perusahaan / lembaga tersebut dan kemudian menggabungkan
menjadi suatu realitas dan terbentuklah citra. Agar perilaku perusahaan /
lembaga tetap konsisten, dibutuhkan kepribadian yang jelas. Identitas
memiliki kepribadian. Publik akan mudah menangkap identitas apabila
perusahaan / lembaga konsisten menampilkannya. Ketidakkonsistenan
identitas perusahaan / lembaga akan menyulitkan publik menyimpulkan
menjadi realita utuh, akibatnya citra yang terbentuk cenderung negatif.
b. Formulasi pesan kepada publik
Citra yang terbentuk dimata publik sangat tergantung pada formulasi pesan
yang mereka terima. Bentuk pesan tersebut dibagi menjadi dua golongan:
a). Pesan tertulis: iklan, laporan, brosur, press release, catalog, company
profile dll
b). Tampilan visual: logo, seragam karyawan, sikap, jenis kertas dll
c. Mengenal publik / Target audience
Dalam PR kita mengenal adanya publik internal dan publik eksternal,
demikian pula dalam pembentukan citra ini. Yang perlu diperhatikan adalah
segmentasi dari setiap klasifikasi publik yang beriteraksi dengan perusahaan /
lembaga. Misalnya publik konsumen, kita perlu mengenali dari kalangan
tingkat sosial ekonomi manakah konsumen yang datang dan kita harapkan.
14
d. Media Publisitas
Perlu dipertimbangkan media yang tepat untuk menyampaikan formulasi
pesan yang sudah kita sepakati dalam point kedua di atas. Citra juga sangat
dipengaruhi bagaimana formulasi pesan tersebut mereka tangkap. Ada
beberapa media publisitas yang perlu kita ketahui:
a). Produk
Pesan yang paling penting dari suatu institusi adalah outputnya sendiri
bagaimana ia tampilkan. Sebagaimana pesan terpenting kembali
kepada nilai kegunaan dari produk yang ditawarkan.
b). Korespondensi
Selektivitas merupakan kelebihan dari korespondensi. Pemanfaatan
korespondensi yang bijak merupakan sarana efektif sebagaimana
penerima surat dari orang-orang dekatnya.
c). Public Relations
PR mempresentasikan hubungan tatap muka timbal balik antara
organisasi dan konsumennya.
d). Presentasi personal
Para karyawan merupakan representasi organisasi. Wajah dan
tampilannya akan memberikan gambaran organisasi tersebut.
15
e). Presentasi non personal
Video tape, film, slide pertunjukan, film perjalanan. Kaset merupakan
presentasi non personal, dengannya kita dapat menampilkan profil dari
organisasi kita.
f). Literatur
Mensponsori berbagai media massa untuk kepentingan sosial dapat
menjadikan organisasi dijadikan sebagai rujukan.
g). Poin jual / promosi
Kompetisi, display, souvenir dll
h). Media permanen
Billboard, seragam, desain tempat dll
i). Periklanan.12
Citra terbentuk dan terbangun oleh banyak hal, hal-hal positif yang dapat
meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup
perusahaan yang gemilang, citra yang positif merupakan citra yang diinginkan oleh
pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya
citra diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan dari citra yang ada, walaupun
dalam keadaan tertentu, citra yang selalu baik juga merepotkan. Namun secara umum
yang disebut sebagai citra adalah sesuatu yang berkonotasi baik. Citra sendiri tidak
dapat terbentuk begitu saja, tapi harus dibentuk dengan cara mengenalkan perusahaan
12 Widodo Muktiyo, Op Cit
16
atau membentuk pemahaman ke masyarakat mengenai apa yang menjadi visi, misi
serta prestasi yang diperoleh.
Dalam bukunya “Public Relations edisi keempat”, Frank Jefkins
mengemukakan pendapatnya mengenai jenis citra. Menurutnya citra di bagi atas lima
jenis, yakni:
a. Citra cermin (mirror image)
Pengertian di sini bahwa citra cermin yang diyakini oleh perusahaan
bersangkutan, terutama para pimpinannya yang selalu merasa dalam posisi
baik tanpa mengacuhkan kesan orang luar. Setelah diadakan studi tentang
tanggapan kesan dan citra di masyarakat ternyata terjadi perbedaan antara
yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bisa terjadi justru
mencerminkan “citra” negatifnya yang muncul.
b. Citra kini (current image)
Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan
atau organisasi atau hal yang lain berkaitan dengan produknya. Berdasarkan
pengalaman dan informasi kurang baik penerimaannya, sehingga dalam posisi
kecurigaan, prasangka buruk (prejudice) hingga muncul kesalahpahaman
(missunderstanding) yang menyebabkan citra kini yang ditanggapi secara
tidak adil atau bahkan kesan yang negatif diperolehnya.
c. Citra keinginan (wish image)
Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak
manajemen terhadap lembaga/perusahaan, atau produk yang ditampilkan
17
tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan dan diterima dengan
kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau
masyarakat umum.
d. Citra perusahaan (corporate image)
Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan
utamanya. Bagaimana menciptakan citra perusahaan yang positif, lebih
dikenal serta diterima oleh publiknya. Mungkin tentang sejarahnya, kualitas
pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing, hingga berkaitan
dengan tanggung jawab sisial (social care) dsb.
e. Citra serba aneka (multiple image)
Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan di atas, misalnya
bagaimana pihak humas/ PRnya akan menampilkan pengenalan (awareness)
terhadap identitas perusahaan, atribut logo, brand’s name, seragam (uniform)
para front liner, sosok gedung, dekorasi lobby kantor dan penampilan para
profesionalnya. Semua itu kemudian diunifikasikan atau diidentikkan ke
dalam suatu citra serbaneka yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan
(corporate image).
f. Citra penampilan (performance image)
Citra penampilan ini lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja
atau penampilan diri (performance image) para profesional pada perusahaan
bersangkutan. Misalnya dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas
pelayanannya, menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya,
18
harus serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik.
Mungkin masalah citra penampilan ini kurang diperhatikan atau banyak
disepelekan orang. Misalnya, dalam hal mengangkat secara langsung telepon
yang sedang berdering tersebut dianggap sebagai tindakan interupsi, termasuk
si penerima telepon tidak menyebut identitas nama pribadi atau perusahaan
bersangkutan merupakan tindakan kurang bersahabat dan melanggar etika.13
Pada akhirnya dapat diperoleh gambaran bahwa usaha peningkatan citra
dalam lembaga atau organisasi adalah keharusan yang harus dilakukan. Citra yang
baik nantinya akan mempengaruhi segala hal baik itu di dalam ataupun di luar
perusahaan itu sendiri. Dalam penelitian ini, masih dijadikan pertanyaan apakah
Pencitraan kota Solo dapat dipengaruhi oleh efektivitas branding “Solo The Spirit Of
Java”. Keefektifitasan branding harus dievaluasi menggunakan ukuran penelitian
melalui resonden yang berkompeten memberikan pendapat, yaitu masyarakat kota
Solo itu sendiri.
Efektivitas merupakan suatu keberhasilan untuk mencapai tujuan seraya
memuaskan semua pihak yang terkait. Ini berarti bahwa efektivitas suatu program
menunjukkan keberhasilan yang dicapai sesuai dengan tujuan dari program itu, dan
efektivitas dapat dikatakan tinggi apabila dampak positif yang dihasilkan program
tersebut lebih besar dari dampak negatif yang dihasilkan. Efektivitas yang tinggi juga
terjadi apabila terdapat kesinambungan dalam pelaksanaan program dan bahkan 13 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 76-78
19
adanya kemungkinan untuk melaksanakan pengembangan program. Oleh karena itu,
evaluasi terhadap tahapan-tahapan dalam suatu program kegiatan perlu dilakukukan
lebih seksama, karena evaluasi ini sangat diperlukan guna penyempurnaan dan
pelaksanaan program tersebut. 14
Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi pemasaran. Komunikasi
pemasaran dapat dipahami dengan menguraikan dua unsur pokoknya, yaitu
komunikasi dan pemasaran. Komunikasi adalah proses dimana pemikiran dan
pemahaman disampaikan antar individu, atau antara organisasi dengan individu.
Pemasaran adalah sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya
mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antara mereka dengan pelanggannya. Tentu saja
pemasaran lebih umum pengertiannya daripada komunikasi pemasaran, namun
kegiatan pemasaran banyak melibatkan aktivitas komunikasi. Jika digabungkan,
komunikasi pemasaran mempresentasikan gabungan semua unsur dalam bauran
pemasaran merek (branding) yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan
menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya.15 Salah
satu peran komunikasi pemasaran adalah untuk mengontribusikan kekuatan merek
(brand equity) dengan mendirikan merek dalam hubungan yang kuat, baik dan juga
adanya kesatuan yang unik.16
14 Ibid, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. Hal. 32 15 Terence A. Shimp, Periklanan Promosi, Erlangga, Jakarta, 2003, hal. 4 16 Surachman S.A, Dasar-dasar Manajemen Merek, Bayumedia Publishing, Malang, 2008, hal. 30
20
Gambar 1.3
Proses Komunikasi Pemasaran
Umpan Balik Umpan Balik Tak langsung Langsung
Pemasaran Biro iklan Media massa Targeted group
• Sumber (source) pesan yang menentukan tujuan komunikasi dan menetapkan
sasaran komunikasi. Pemasar membuat tujuan kampanye iklan, promosi dan
memasarkan kampanye tersebut pada segmen sasaran.
• Proses Encoding, adalah penyajian tujuan di atas menjadi sebuah pesan.
Agensi iklan merancang pesan yang disandikan dalam bentuk iklan. Pesan
disandikan wiraniaga dalam bentuk presentasi penjualan.
• Pengiriman (Transmission) pesan melalui media agar dapat menjangkau
audiens sasaran. Penyebaran komunikasi pemasaran bisa lewat media massa,
komunikasi getok tular dari wiraniaga atau selebaran direct-mail yang
dikirimkan kepada rumah sasaran.
• Proses Decoding oleh penerima agar pesan dapat dipahami dan mungkin
untuk disimpan dalam memori nantinya.
Source Encoding Transmission Decoding Action
21
• Umpan balik (feedback) atas efektivitas komunikasi pemasaran kepada
sumber.17
Dalam komunikasi pemasaran, ada teori yang tidak boleh dilupakan, yaitu
teori STP (Segmenting, Targetting, Positioning).
Segmenting (Penentuan segmen) adalah proses mengelompokkan bagian-
bagian pasar yang berperilaku sama dari keseluruhan perilaku pasar yang beragam.
Basis segmentasi pasar konsumen:
a. Geografis (wilayah, pemukiman, perkotaan dll).
b. Demografis (usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama,
ras, kebangsaan, anggota keluarga dll).
c. Psikografis (kelas sosial, gaya hidup, kepribadian, motivasi, persepsi, sikap
dll).
d. Kebiasaan (membeli, mengkonsumsi, status pengguna, manfaat, tingkat
penggunaan dll).
Kriteria efektivitas segmentasi pasar adalah:
a. Dapat dijangkau atau dilayani
b. Dapat diukur
c. Memberikan keuntungan.18
17 Uyung Sulaksana, Integrated Marketing Communication, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 30 18 Widodo Muktiyo, Modul Profesi PR Semester 2, Citra Emas School of Management and PR, Solo, 2005, hal.11 (bab.III)
22
Dalam hal memasarkan branding, segmentasi sangat luas yaitu dari mulai
anak-anak sampai orang dewasa. Dari segi efektivitas lebih ditekankan pada orang-
orang yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat mendapatkan keuntungan secara
langsung seperti wisatawan. Oleh karena itu, branding “Solo The Spirit Of Java”
kerap terlihat di bandara, terminal, stasiun dan publik-publik space yang lain di kota
Solo.
Targeting (Penentuan sasaran) diperlukan dalam komunikasi pemasaran
untuk menyampaikan pesan dengan lebih tepat dan mencegah sampainya informasi
kepada konsumen atau audiens yang bukan menjadi target. Pemilihan sasaran segmen
adalah langkah utama yang penting menuju komunikasi pemasaran yang efektif dan
efisien.19 Target dalam memasarkan branding “Solo The Spirit Of Java” ditujukan
untuk masyarakat Kota Surakarta terlebih dahulu, karena apabila masyarakat sudah
mengenal branding tersebut, masyarakat secara tidak langsung juga dapat berperan
sebagai promotor dari mulut ke mulut. Target selanjutnya adalah masyarakat nasional
maupun internasional.
Merek atau branding merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan
pemasaran karena kegiatan memperkenalkan dan menawarkan produk atau jasa tidak
terlepas dari merek yang dapat diandalkan. Dalam kata lain, merek harus
merefleksasikan produk yang ada.
19 Terence A. Shimp, Op Cit, hal. 49
23
Seorang pemegang merek harus mengetahui posisi mereknya dalam benak
pelanggan. Membedakan merek dari sesama jenis produk dalam suatu kategori tanpa
merek merupakan persepsi dan perasaan pelanggan tentang atribut produk tersebut
dan bagaimana kinerja produk tersebut. Hal itu dapat dicoba dengan melakukan uji
persepsi. Sebelum melakukan penempatan merek, perlu merancang identitas merek.
Identitas merek dibuat untuk mendapatkan citra merek. Citra sebuah merek adalah
seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemegang
merek. Asosiasi-asosiasi tersebut menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang
dijanjikannya kepada pelanggan. Identitas merek adalah citra merek yang ingin
ditanamkan di benak konsumen.20
Citra merek (brand image) merupakan bagian dari merek yang dapat dikenali
namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf, warna khusus atau
persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya (Kotler
& Keller 2006:268).21
Sebuah branding dapat pula disebut pula misi sebuah organisasi atau
perusahaan. Singkatnya pernyataan misi adalah sesuatu yang ideal yang ingin dicapai
perusahaan yang dibuat untuk memberikan arah dan tujuan kepada mereka yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.22
20 Surachman S.A, Op Cit, hal. 12-13 21 Ibid, hal.13 22 Morissan, Pengantar Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional, Ramdina Prakarsa, Jakarta , 2006, hal. 138.
24
Sama dengan sebuah branding suatu perusahaan, branding dari pariwisata
yang sudah menjadi sebuah produk juga dapat sebagai wujud tujuan Positioning dari
suatu objek pariwisata tersebut dibenak khalayak apabila dibandingkan dengan objek
pariwisata lain. Konsekuensi dari pernyataan sebuah branding adalah pernyataan
tersebut harus dapat mewakili citra atau persepsi yang ingin diciptakan dalam benak
khalayak.
Pernyataan positioning harus bisa mewakili citra atau persepsi yang hendak dicetak dalam benak audien. Citra itu harus berupa suatu hubungan asosiatif yang mencerminkan karakter suatu produk. Pernyataan positioning berupa kata-kata yang diolah dalam bentuk rangkaian kalimat yang menarik yang disampaikan dengan manis. Kata-kata adalah atribut yang menunjukkan segi-segi keunggulan suatu perusahaan terhdap para pesaingnya. Semua kata-kata harus dirancang berdasar informasi pasar. Pernyataan yang dihasilkan harus cukup singkat, mudah diulang-ulang dalam iklan atau dalam bentuk-bentuk promosi lainnya,dan harus memiliki dampak yang kuat terhadap khalayak sasaran. Pernyataan positioning yang baik dan efektif harus mengandung dua unsur yaitu : a) klaim yang unik dan; b) bukti-bukti yang mendukung.23
Lebih lanjut, pemosisian merek (Brand Positioning) merupakan upaya
mengkomunikasikan realitas merek kepada konsumen.24 Konsumen disini diartikan
sebagai masyarakat umum.
23 Ibid, hal.138 - 139 24 Surachman S.A, Op Cit, hal. 15
25
Dalam memilih strategi positioning, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan.
Gambar 1.4 Step for a Choosing Positioning Strategy
a.
b.
c.
d.
Sumber: Kotler & Keller 2006
Langkah pertama mengidentifikasi kemungkinan untuk memenangkan pasar,
hal ini dilakukan agar dapat mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi dalam strategi memenangkan pasar.
Langkah kedua memilih pasar sasaran yang atraktif dan mempunyai peluang
menjanjikan. Hal ini dilakukan agar kita dapat bersaing dengan baik.
Langkah 1
Identifikasi Keunggulan Kompetitif
Langkah 2
Pilih Keunggulan Kompetitif yang tepat
Langkah 3
Komunikasikan dan Sampaikan posisi yang dikehendaki
26
Langkah ketiga, mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi pasar yang
kita pilih. Ini dilakukan agar pasar dapat mengetahui maksud yang disampaikan
dalam produk kita.25
Menurut American Marketing Association, merek (branding) didefinisikan
sebagai nama, istilah, tanda, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut.26 “What
exactly is a brand and what is the value of a brand? A brand is a collection of
perceptions in the mind of the customer about a product. The purpose of branding is
to create high brand familiarity and positive brand image, which contribute to the
building of brand equity” (brand adalah kumpulan persepsi dalam pikiran pelanggan
tentang sebuah produk. Tujuan dari branding adalah untuk membuat brand sangat
terkenal dan citra brand yang baik, dengan dukungan dari keseluruhan kekeatan
merek)27”Quality is the life of an enterprise and brand is the eye of an enterprise”
(Kualitas adalah kehidupan dari sebuah usaha dan brand adalah mata dari sebuah
usaha)28
Merek (branding) juga dapat diartikan sebagai sebuah nama atau simbol
(seperti sebuah logo, cap, simbol, lambang, tanda, slogan, kata-kata atau kemasan)
yang dibuat dengan ciri tertentu untuk membedakan satu produk dengan produk lain
yang menjadi produk pesaing.29
25 Ibid, hal. 18-19 26 Ibid, hal.2 27 Blackston. 2000 in http://find.galegroup.com (international journal) 28 www.ccsenet.org/journal.html 29 Surachman S.A, Op Cit, hal. 3-4
27
Sementara itu, pengertian merek (branding) terbagi dalam enam tingkatan:
a. Merek sebagai atribut (merek mengingatkan pada atribut-atribut
tertentu).
b. Merek sebagai manfaat (merek lebih dari serangkaian atribut,
pelanggan tidak membeli atribut tetapi mereka membeli manfaat).
c. Merek sebagai nilai (merek menyatakan sesuatu tentang nilai produk,
nilai produsen atau pemegang merek dan nilai pelanggan).
d. Merek sebagai budaya (merek berperan mewakili budaya tertentu).
e. Merek sebagai kepribadian (merek mencerminkan kepribadian
tertentu).
f. Merek sebagai pemakai (merek dapat menunjukkan jenis konsumen
yang membeli atau menggunakan produk tersebut).30
Tujuan memberikan nama merek (branding) adalah:
a. Sebagai suatu cara untuk mendapatkan nilai tambah.
b. Para pengguna dapat langsung mengetahui kualitas produk, fitur yang
diharapkan dan jasa yang dapat diperoleh.
c. Cermin atau janji yang diucapkan oleh produsen terhadap konsumen
atas kualitas produk yang akan mereka hasilkan.31
30 Ibid, hal. 3 31 Jackie Ambadar dkk, Mengelola Merek, Yayasan Bina Karsa Mandiri, Jakarta, 2007, hal. 4
28
Dua Fungsi Merek (branding), sebagai berikut:
a. Merek (branding) memberikan identifikasi terhadap suatu produk
sehingga konsumen mengenali merek dagang yang berbeda dengan
produk lain.
b. Merek (branding) membantu untuk menarik calon pembeli.32
Ada beberapa hal yang bisa di-branding-kan. Pemberian nama tidak saja
berlaku pada suatu produk atau layanan saja tetapi juga bisa terhadap:
a. Retailer dan Distributor : dapat di-branding-kan, contohnya melalui
produk-produk private label seperti garam, gula atau minyak goreng
bermerek Hero. Akibatnya banyak retailer semakin memiliki power
tinggi. Karena itulah tidak heran banyak yang berlomba membuat
barang-barang dengan menggunakan merek paritel yang memiliki
ekuitas kuat seperti Hero, Matahari, Goro, Ramayana dll.
b. Orang : ternyata dapat juga mem-branding-kan dirinya. Contohnya
Krisdayanti, Inul Daratista atau Michael Jackson. Karena itu anda
harus membangun ekuitas merek bagi diri anda sendiri (Personal
Branding).
c. Organisasi : Juga dapat di-branding-kan : Contohnya Palang Merah
Indonesia (PMI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Semua itu adalah
merek yang harus terus ditingkatkan ekuitasnya. 32 Ibid, hal. 4-5
29
d. Perusahaan (Corporate Branding) : Astra International, Nestle,
Unilever, P&G dll.
e. Berbagai Event Olahraga : Piala Dunia, All England, NBA, PON atau
Galatama juga dapat di-branding-kan untuk meningkatkan value-nya
kepada stakeholder. Contohnya Piala Dunia yang digelar empat tahun
sekali memiliki ekuitas merek yang sangat kuat sehingga selalu
menarik perhatian penenoton di seluruh dunia dan mendatangkan
sponsor iklan miliaran dollar atau rupiah.
f. Karya Seni : Contohnya karya seni Van Gogh atau Affandi adalah
sebuah merek yang nilainya bisa mencapai jutaan dollar.
g. Tempat, daerah atau suatu daerah wisata di negara tertentu : Juga dapat
di-branding-kan. Contohnya Singapura adalah nama suatu negara
wisata yang mem-branding-kan dirinya dengan slogannya: “The New
Asia” unuk memperkuat ekuitas mereknya. Singapura selalu
mengadakan program baru, begitu juga dengan Yogyakarta melakukan
branding dengan slogan: “Jogja Never Ending Asia”.33
Beberapa hal penting dalam pengelolaan merek, antara lain:
a. Lembaga atau perusahaan harus bisa membangun merek korporasi
(corporated brand) yang kuat, merek tersebut dapat membangkitkan kesan
33 Ibid, hal. 7-8
30
yang baik tentang kualitas merek dan nilai semua produk dan jasa yang
dihasilkan.
b. Lembaga atau perusahaan harus bisa menyusun rencana
pengembangan merek yang terpadu dan menyeluruh agar dapat menciptakan
customer experience yang positif kepada konsumen.34
Merek-merek yang tidak dikelola dengan baik akan mati terbunuh oleh para
pesaingnya. Karena itu penting agar mengelola merek tidak saja sebagai aset, tetapi
bagaimana mereka mempertahankan merek tersebut dalam jangka waktu lama.
Karena jika hanya memikirkan merek sebagai aset akan membuat anda melakukan
cara-cara permainan dan transaksi yang berlebihan untuk mengangkat pamor merek
tersebut diantara para pesaingnya.
Seseorang yang mampu membangun diferensiasi terhadap produknya akan
mampu mengelola keunggulan produknya. Karena itu sebelum melakukan pemberian
nama merek pada produk anda, pertimbangkanlah apakah produk atau usaha anda itu
sudah kokoh/kuat diferensiasinya dibandingkan dengan produk-produk yang lain.
Dengan semakin banyak diferensiasi dibandingkan dari produk-produk atau jasa
maka akan semakin kuat produk anda manang dipasaran dan akan semakin sulit
untuk ditiru oleh pesaing lainnya. Jadi merek produk atau jasa akan memiliki suatu
nilai (value) yang berbeda dengan produk lain sehingga mampu merebut pangsa pasar
yang tepat.
34 Ibid, hal. 8
31
Alasan pemberian nama merek:
Pertama: Untuk tujuan identifikasi guna mempermudah penanganan atau
mencari jejak produk yang dipasarkan.
Kedua: Melindungi produk yang unik (diferensiasi) dari kemungkinan ditiru
para pesaing.
Ketiga: Produsen menggunakan merek untuk menekankan mutu tertentu yang
ditawarkan dan untuk mempermudah konsumen menemukan produk tersebut
kembali.
Keempat: Sebagai landasan untuk mengadakan diferensiasi harga.35
Merek adalah payung bagi keseluruhan upaya untuk membangun merek,
karena merek memberikan nilai (value) bagi konsumen. Dengan demikian konsumen
akan memperoleh kepuasan dari suatu produk tertentu sehingga dengan pemberian
merek, konsumen dapat mencari dan membeli produk yang diinginkan karena mereka
mengingat brand loyalty. Jika suatu merek sudah dikenal, maka diharapkan
selanjutnya konsumen akan memiliki preferensi terhadap produk tersebut.
Merek merupakan cerminan value yang anda berikan kepada pelanggan.
Karena itu value sebagai “value indikator” produk anda. Merek adalah ekuitas, suatu
aset yang menciptakan dan menambah value bagi produk dan jasa yang ditawarkan.
35 Ibid, hal. 15
32
Apa yang didapatkan bagi produsen jika memiliki kekuatan merek atau
ekuitas merek (brand equity), yaitu:
a. Ekuitas merek dapat dikomunikasikan melalui simbol visual dan pesan
konsisten yang memungkinkan konsumen dengan mudah membedakan
produknya dengan produk pesaing. Dengan bahasa komunikasi yang
efektif terhadap target pasar yang tepat akan membuat konsumen bisa
memilih produk mana yang menurut mereka tepat dengan
kebutuhannya. Umumnya konsumen yang ingin membeli produk akan
mencoba mengenali ciri-ciri dari produk tersebut melalui merek.
b. Ekuitas merek yang kuat akan memberikan nilai lebih atau peluang
bagi produsen untuk melakukan perluasan merek untuk
mengeksploitasi pasar secara lebih mendalam.
c. Ekuitas merek adalah aset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek
karena value yang diberikannya baik kepada si produsen maupun
kepada si pelanggan.
d. Ekuitas merek yang tinggi, maka semakin tinggi pula value yang
diberikan oleh merek tersebut kepada produsen atau kepada si
pelanggan.
e. Merek bisa menjadi basis terbentuknya “loyalitas” dan bahkan
fanatisme pelanggan.
33
f. Merek bisa menjadi komponen keunggulan bersaing yang sangat kuat,
sehingga sulit ditiru oleh pesaing.36
Untuk memperkuat merek, tidak cukup hanya mengandalkan iklan atau
promosi saja, karena itu anda harus mempertimbangkan event marketing (EM).
Dengan EM, akan menjadi cara efektif dalam meningkatkan kesadaran merek (brand
awareness). Untuk memperkuat merek, event tersebut harus mengandung lima unsur,
yaitu:
Pertama: Event yang digelar berkaitan dengan merek harus mengandung nilai
berita (publicity) apakah event itu inovatif?
Kedua: Orang-orang yang dijadikan sasaran dalam event yang terdapat dalam
unsur merek itu adalah kelompok sasaran pengguna (potential users).
Ketiga: Harus ada keterkaitan antara produk dan event.
Keempat: Keterkaitan antara produk dan event harus dirancang sedamikian
rupa sebagai suatu kejadian, bukan gangguan.
Kelima: Harus ada program promosi paralel sehingga mendukung
ketertarikan awareness.37
Ada empat identitas merek yang layak untuk diketahui. Keempat identitas
merek tersebut akan membantu membangun suatu hubungan antara merek dan
konsumen melalui penciptaan proporsi nilai yang melibatkan keuntungan fungsional,
emosional maupun ekspresi diri. Keempat identitas merek tersebut adalah:
36 Ibid, hal.22-23 37 Ibid, hal. 29
34
a. Merek sebagai produk (terdiri dari jangkauan produk, atribut produk,
kualitas, penggunaan, para pengguna, asal negara).
b. Merek sebagai organisasi (atribut organisasional, lokal versus global).
c. Merek sebagai pribadi (pribadi merek, hubungan merek konsumen).
d. Merek sebagai simbol (citra visual/metafora dan keagungan merek).38
E. Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka teori di atas yang telah dikemukakan, maka
diambil rumusan hipotesa untuk menjawab perumusan masalah yang telah
dirumuskan dan kesimpulan sementara dalam memberi jawaban yang masih diuji dan
dibuktikan kebenarannya. Hipotesa tersebut sebagai berikut:
“Terdapat hubungan yang signifikan antara efektivitas branding “Solo The
Spirit Of Java” dengan pencitraan kota Solo menurut masyarakat kota Surakarta
tahun 2009 di Surakarta”.
F. Definisi Konsepsional dan Operasional
a). Definisi Konsepsional
Sasaran penelitian ini adalah hubungan antara efektivitas branding
“Solo The Spirit Of Java” dengan pencitraan kota Solo menurut masyarakat
kota Surakarta, yang tinggal, bermata pencaharian dan mengetahui
38 Ibid, hal.70
35
perkembangan kota Solo sehingga mampu berpikir kritis dalam memberikan
tanggapan mengenai efektivitas branding “Solo The Spirit Of Java”.
Masyarakat Surakarta, yang akan dimintai pendapat dalam penelitian
ini adalah orang yang tinggal di kota Surakarta, sehingga mereka secara
langsung adalah orang yang terkena terpaan media promosi branding tersebut
dan dapat merasakan adanya pencitraan kota mereka terkait dengan efektivitas
branding “Solo The Spirit Of Java”.
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel yang diduga
sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain atau lebih dikenal
sebagai variabel independen dan variabel yang diduga sebagai akibat atau
yang dipengaruhi oleh variabel independen dan lebih dikenal dengan variabel
dependen.
Untuk lebih memahami kerangka konsep tersebut, berikut ini adalah
gambaran variabel-variabel penelitian yang tercakup dalam penelitian ini.
36
Gambar 1.5
Variabel-Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Merupakan variabel pengaruh.
“Efektivitas Branding”
Efektivitas merupakan suatu keberhasilan untuk mencapai tujuan
seraya memuaskan semua pihak yang terkait. Ini berarti bahwa efektivitas
suatu program menunjukkan keberhasilan yang dicapai sesuai dengan
tujuan dari program itu, dan efektivitas dapat dikatakan tinggi apabila
dampak positif yang dihasilkan program tersebut lebih besar dari dampak
negatif yang dihasilkan. Efektifitas yang tinggi juga terjadi apabila
Variabel Independen
Efektivitas Branding
Indikator:
- Kesadaran merek (Brand Awareness)
- Sasaran
- Diferensiasi
- Promosi
- Pelayanan
Variabel Dependen
Pencitraan Kota
Indikator:
- Kesan
- Manfaat
37
terdapat kesinambungan dalam pelaksanaan program dan bahkan adanya
kemungkinan untuk melaksanakan pengembangan program. Oleh karena
itu, evaluasi terhadap tahapan-tahapan dalam suatu program kegiatan perlu
dilakukukan lebih seksama, karena evaluasi ini sangat diperlukan guna
penyempurnaan dan pelaksanaan program tersebut. 39
Efektivitas branding “Solo The Spirit Of Java” masih harus diteliti
lagi dalam kaitannya mempengaruhi pencitraan kota Surakarta/ Kota Solo
dari “kacamata” masyarakat kota Solo sendiri. Semakin efektif branding
“Solo The Spirit Of Java”, semakin terbentuk pula pencitraan kota Solo,
yaitu kota Solo sebagai pusat kebudayaan jawa dan aman untuk
disinggahi, serta menjanjikan berbagai fasilitas baik yang berkaitan
dengan budaya maupun bisnis. Jika efektivitas branding dinilai kurang,
berarti harus ditingkatkan lagi aspek-aspek pendukung kegiatan
promosinya, dan apabila branding dinilai tidak efektif, maka branding
dianggap tidak bermanfaat atau tidak banyak mendatangkan manfaat bagi
pencitraan kota Solo. Berikut ini dijelaskan indikator-indikator dalam
variabel Independen :
1). Kesadaran merek (brand awareness)
Kekuatan eksistensi suatu merek di benak pelanggan. Diukur dari
pengetahuan masyarakat terhadap branding “Solo The Spirit Of Java”.
39 Rosady Ruslan, Op Cit
38
2). Segmentasi
Suatu produk harus mampu melihat pasarnya secara kreatif dan
membagi-bagi pasarnya tersebut ke dalam segmen-segmen berdasarkan
kondisi psikografis behavior tertentu. Indikator ini menjelaskan tentang
pendapat masyarakat mengenai ketepatan segmentasi pasar branding
“Solo The Spirit Of Java”.
3).Target
Setelah diketahui tepat sasaran segmentasinya, kita dapat membidik
target di dalam pasar. Masyarakat menilai ketepatan target branding
“Solo The Spirit Of Java”.
4). Diferensiasi
Diferensiasi adalah upaya untuk membedakan diri dengan pesaing.
Perbedaan ini dapat diciptakan melalui tiga aspek dari sisi infrastruktur,
yaitu teknologi, SDM dan fasilitas. Indikator ini melihat seberapa jauh
masyarakat menilai diferensiasi dari ketiga aspek tersebut sebagai
implementasi dari branding “Solo The Spirit Of Java”.
5). Promosi
Promosi adalah cara formal yang memungkinkan untuk
menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak. Semakin baik promosi,
semakin cepat masyarakat mengetahui tentang branding “Solo The Spirit
Of Java”.
39
6). Pelayanan
Pelayanan yang diberikan untuk menciptakan value yang terus
menerus kepada pelanggan melalui produk atau jasa yang dimiliki kota
Solo melalui brandingnya “Solo The Spirit Of Java”.
2. Variabel Dependen
Merupakan variabel terpengaruh
“Pencitraan Kota”
Citra adalah total persepsi terhadap suatu objek yang dibentuk dengan
memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu.40Pencitraan kota
diperlukan kota Solo untuk memberikan identitas bagi kota tersebut, jika
citra sudah jelas, maka akan sangat membantu dalam mencapai tujuan dan
mendatangkan manfaat secara riil. Berikut ini dijelaskan indikator-
indikator dalam variabel dependen:
1). Kesan
Diartikan sebagai kesan yang timbul akibat efektivitas branding “Solo
The Spirit Of Java”. Jika tujuan dari branding tersebut tercapai, berarti
mampu membentuk pencitraan kota Solo sebagai kota budaya.
40 Sutisna, Op Cit
40
2). Manfaat
Indikator tersebut timbul jika masyarakat menganggap branding “Solo
The Spirit Of Java” mendatangkan manfaat bagi perkembangan kota Solo
khususnya dalam penataan infrastruktur kota Solo bernuansa budaya.
b) Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur variabel. Pengukuran variabel berfungsi untuk
menguji hipotesa. Variabel-variabel tersebut antara lain:
1. Variabel Independen
Efektivitas branding “Solo The Spirit Of Java” dapat diukur dengan
melihat indikator :
I. Kesadaran merek (brand awareness).
1). Tanggapan responden terhadap pengenalan branding “Solo
The Spirit Of Java”?
Tinggi : jika mengenal sejak diresmikan tahun 2006
Sedang : jika mengenal sejak tahun 2007 s.d sekarang
Rendah : jika tidak mengenal branding
2). Tanggapan responden tentang pemahaman makna yang
terkandung dalam branding “Solo The Spirit Of Java”?
Efektif : Jika responden memahami makna
Kurang efektif : Jika responden kurang memahami makna
41
Tidak efektif : Jika responden tidak memahami makna
3). Tanggapan responden tentang kesesuaian branding “Solo The
Spirit Of Java” dengan identitas kota Surakarta?
Efektif : Jika responden menjawab sesuai
Kurang efektif : Jika responden menjawab kurang sesuai
Tidak efektif : Jika responden menjawab tidak sesuai
II. Sasaran
4). Penilaian responden terhadap ketepatan segmentasi yaitu untuk
segala umur untuk pemasaran branding “Solo The Spirit Of
Java”.
Efektif : jika responden menjawab efektif
Kurang efektif : jika responden menjawab kurang efektif
Tidak efektif : jika responden menjawab tidak efektif
5). Penilaian responden terhadap ketepatan segmentasi yaitu untuk
wisatawan untuk pemasaran branding “Solo The Spirit Of
Java”.
Efektif : jika responden menjawab efektif
Kurang efektif : jika responden menjawab kurang efektif
Tidak efektif : jika responden menjawab tidak efektif
6). Penilaian responden terhadap ketepatan target yaitu untuk
masyarakat lokal terlebih dahulu kemudian masyarakat
42
internasional untuk pemasaran branding “Solo The Spirit Of
Java”.
Efektif : jika responden menjawab efektif
Kurang efektif : jika responden menjawab kurang efektif
Tidak efektif : jika responden menjawab tidak efektif
III. Diferensiasi
7). Penilaian responden terhadap diferensiasi kota Solo dengan
kota lainnya dilihat dari segi arsitektur bangunan kota
Efektif : Jika responden menjawab sudah mampu
Kurang Efektif: Jika responden menjawab belum mampu
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak mampu
8). Penilaian responden terhadap diferensiasi kota Solo dengan
kota lainnya dilihat dari event kebudayaan yang digelar
Efektif : Jika responden menjawab sudah mampu
Kurang Efektif: Jika responden menjawab belum mampu
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak mampu
9). Penilaian responden terhadap diferensiasi kota Solo dengan
kota lainnya dilihat dari pengadaan fasilitas umum (city walk,
hot spot area, videotron, pasar malam dll)
Efektif : Jika responden menjawab sudah mampu
Kurang Efektif: Jika responden menjawab belum mampu
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak mampu
43
IV. Promosi
10). Tanggapan responden terhadap Intensitas melihat promosi
branding “Solo The Spirit Of Java” di media cetak (baliho,
spanduk, brosur, koran, majalah dll)
Efektif : Jika responden menjawab sudah sering
Kurang Efektif: Jika responden menjawab jarang
Tidak Efektif : Jika responden menjawab sangat jarang
11). Tanggapan responden terhadap Intensitas melihat promosi
branding “Solo The Spirit Of Java” di media elektronik (radio
dan televisi lokal)
Efektif : Jika responden menjawab sudah sering
Kurang Efektif: Jika responden menjawab jarang
Tidak Efektif : Jika responden menjawab sangat jarang
12). Tanggapan responden terhadap ketepatan promosi branding
dalam event budaya seperti SBC (Solo Batik Carnival),
WHCCE (World Heritage Cities, Conference and Expo) dan
SIEM (Solo International Ethnic Music)
Efektif : Jika responden menjawab tepat
Kurang efektif : Jika responden menjawab kurang tepat
Tidak efektif : Jika responden menjawab tidak tepat
44
V. Pelayanan
13). Tanggapan responden terhadap pelayanan para guide di tempat
pariwisata di kota Solo seiring dengan berjalannya branding
“Solo The Spirit Of Java”.
Efektif : Jika responden menjawab memuaskan
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang memuaskan
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak memuaskan
14). Tanggapan responden terhadap pelayanan fasilitas umum yang
ada disekitar tempat pariwisata di kota Solo seiring dengan
berjalannya branding “Solo The Spirit Of Java”.
Efektif : Jika responden menjawab memuaskan
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang memuaskan
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak memuaskan
2. Variabel Dependen
Pencitraan Kota Solo dapat diukur dengan melihat indikator :
I. Kesan
15). Kesan responden tentang keberadaan branding “Solo The
Spirit Of Java”
Efektif : Jika responden menjawab sangat baik
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang baik
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak baik
45
16). Kesan responden tentang warna branding “Solo The Spirit Of
Java”
Efektif : Jika responden menjawab menarik
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang menarik
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak menarik
17). Kesan responden tentang desain huruf branding “Solo The
Spirit Of Java”
Efektif : Jika responden menjawab menarik
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang menarik
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak menarik
II. Manfaat
18). Tanggapan mengenai, apakah branding “Solo The Spirit Of
Java” dapat memberikan nilai tambah bagi pencitraan kota
Solo
Efektif : Jika responden menjawab dapat memberikan
nilai tambah
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang dapat
memberikan nilai tambah
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak memberikan
nilai tambah
19). Tanggapan mengenai, apakah branding “Solo The Spirit Of
Java” dapat dijadikan alat promosi yang efektif bagi kota Solo
46
Efektif : Jika responden menjawab efektif
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang efektif
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak efektif
20). Tanggapan mengenai, apakah branding “Solo The Spirit Of
Java” dapat berperan untuk merangsang pembangunan
infrastruktur kota Solo
Efektif : Jika responden menjawab berperan
Kurang Efektif: Jika responden menjawab kurang berperan
Tidak Efektif : Jika responden menjawab tidak berperan
G. Metode Penelitian
a). Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara Variabel
Independen dan Variabel Dependen.
b). Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Surakarta dengan berbagai
pertimbangan, yaitu:
1. Branding “Solo The Spirit Of Java” dilahirkan di kota Surakarta dan
bertujuan untuk pencitraan kota Surakarta itu sendiri.
2. Masyarakat Solo adalah responden yang tepat untuk diberi pertanyaan
seputar branding “Solo The Spirit Of Java”, karena mereka sebagai
47
orang yang tinggal di kota Surakarta minimal pasti mengetahui
perkembangan yang terjadi di kota Surakarta.
c.). Populasi
Penelitian ini termasuk penelitian survey karena berhubungan dengan
sejumlah besar populasi dan cenderung mempunyai sifat yang heterogen.
Penelitian survey adalah pengumpulan data terhadap sampel.41 Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Seluruh Masyarakat Kota Surakarta
yang berjumlah 564.920 jiwa, dengan pengambilan sampel berusia produktif
(di atas 17 tahun). Karena pusat data statistik kota Surakarta terakhir
melaporkan jumlah penduduk kota Surakarta tahun 2007, maka data ini
dianggap data yang terbaru.
41 Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, Metode Penelitian Kuantitatif, Gava Media, Yogyakarta,2007, hal.59
48
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Masyarakat Surakarta Tahun 2007 (Terbaru) No. Kecamatan Jumlah
1. Laweyan 109.447
2. Serengan 63.429
3. Pasar Kliwon 87.508
4. Jebres 143.289
5. Banjarsari 161.247
Jumlah 564.920
Sumber: Badan Pusat Statistik dan BAPEDA Kota Surakarta
d). Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan sasaran penelitian.42 Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode
proportional random sampling (pengambilan sampel secara berimbang), oleh
karena cara penarikannya yang memperhatikan perimbangan jumlah unit-unit
di dalam setiap sub populasi.43 Penulis mengambil individu sampel dengan
cara menanyakan secara langsung asal kecamatan dan umur responden (usia
produktif, di atas 17 tahun).
Untuk gambaran yang jelas, besarnya sampel yang akan diambil
berpedoman pada rumus Yamane. Rumus tersebut digunakan untuk mencari
42 Haryanto, Pengantar Statistik, UNS Press, Surakarta, 2000, hal. 11 43 Ibid, hal. 13
49
berapa besar sampel yang harus diambil bila kita menghadapi populasi yang
besar.
Rumus Yamane adalah sebagai berikut:
=n12 +Nd
N
Keterangan:
n : Sampel
N : Populasi
1 : angka konstan
d 2 : Presisi (dalam penelitian ini presisi yang ditentukan adalah
10%)
Dari rumus di atas, peneliti menggunakan derajat presisi atau standart
error 10% untuk populasi masyarakat Surakarta berdasarkan data terbaru
tahun 2007 dan sifat masyarakat yang heterogen.
Maka, jumlah sampel dapat dihitung dengan perhitungan Yamane,
yaitu:
=n1)1,0(920.564
920.5642 +
=1)01,0(920.564
920.564+
=2,5650
920.564
= 99,98 = 100
50
Jadi, jumlah sampel masing-masing kecamatan, yaitu:
n Laweyan = N
NLaweyan n n Serengan = N
NSerengan n
=920.564447.109 x 100 =
920.564429.63 x 100
= 19,37 = 11,22
= 19 = 11
n Ps.Kliwon = NKliwonNPs. n n Jebres =
NNJebres n
=920.564508.87 x 100 =
920.564289.143 x 100
= 15,5 = 25,36
= 16 = 25
n Banjarsari = N
iNBanjarsar n
=920.564247.161 x 100
= 28,54
= 29
Keterangan :
N = Populasi masyarakat Surakarta th. 2007
n = Sampel masyarakat Surakarta th.2007
n Laweyan = jumlah sampel kecamatan Laweyan
N Laweyan = jumlah populasi kecamatan Laweyan th. 2007
51
n Serengan = jumlah sampel kecamatan Serengan
N Serengan = jumlah populasi kecamatan Serengan th. 2007
n Ps.kliwon = jumlah sampel kecamatan Ps.kliwon
N Ps.kliwon = jumlah populasi kecamatan Ps.kliwon th. 2007
n Jebres = jumlah sampel kecamatan Jebres
N Jebres = jumlah populasi kecamatan Jebres th. 2007
n Banjarsari = jumlah sampel kecamatan Banjarsari
N Banjarsari = jumlah populasi kecamatan Banjarsari th.2007
Tabel 1.2 Proporsi masing-masing kecamatan
No. Kecamatan Jumlah
1. Laweyan 19
2. Serengan 11
3. Pasar Kliwon 16
4. Jebres 25
5. Banjarsari 29
Jumlah 100
Sumber: Pengolahan data manual
52
e). Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan empat macam teknik pengumpulan
data, yaitu:
1). Kuesioner
Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan menyebarkan
daftar pertanyaan dengan jawaban yang telah disediakan dan langsung
diajukan kepada responden yang telah ditentukan.
2). Observasi
Dalam pengumpulan data, peneliti terjun langsung melakukan
pengamatan terhadap obyek penelitian.
3). Studi Pustaka
Pengumpulan data dengan menggunakan berbagai teori dengan
menggunakan bermacam-macam buku dan dokumen.
4). Wawancara
Penggalian informasi dari informan tentang data-data yang
dapat membantu dalam penelitian
f). Teknik Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian
ini adalah teknik korelasi tata jenjang Spearman. Untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antar dua variabel berskala ordinal, berikut rumusnya:
53
rs = ∑∑
∑ ∑∑ −+22
222
.2 yx
dyx
dimana
∑ x² = 12
3 nn −- ∑ Tx
∑ y² = 12
3 nn −- ∑ Ty
∑ Tx = 12
3 tt −
∑ Ty = 12
3 tt −
Keterangan:
rs : koefisien korelasi tata jenjang Spearman
d² : jumlah jenjang kuadrat selisih antar jenjang
Tx : jenjang kembar pada variabel x
Ty : jenjang kembar pada variabel y
X² : jumlah jenjang kembar pada variabel x
Y² : jumlah jenjang kembar pada variabel y
n : jumlah sampel
54
Karena jumlah sampel yang diperoleh lebih dari 30, maka persamaan yang
digunakan untuk uji signifikan terhadap nilai rs dengan menghitung t lebih dulu
adalah:
t = RS 212
RSN−−
Selanjutnya, hasil perhitungan t tersebut dihubungkan dengan tabel krisis t
untuk mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan antar variabel tersebut, dengan
memperhatikan derajat kebebasan (degree of freedom/df), taraf signifikasi 5% dan
batas kepercayaan 95%.
Setelah melakukan perhitungan di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan
hipotesa yang dibuat terbukti atau tidak. H 0 berarti tidak ada hubungan antara x dan
y, sedangkan H I berarti terdapat hubungan antara x dan y.