Upload
duongkhuong
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi kehidupan manusia di dunia, salah satu aspek terpenting adalah
kehartabendaan, dimana harta merupakan segala sesuatu yang dimiliki seorang
manusia, mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan olehnya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, termasuk didalamnya adalah uang yang digunakan sebagai
alat pembayaran. Harta dalam pandangan Islam memiliki posisi yang penting
sebagai pendukung ibadah manusia kepada Allah SWT. Sebagaimana diketahui
ibadah di dalam Islam ada yang berupa ibadah badaniyah seperti shalat dan puasa,
dan ibadah mal (harta) seperti zakat, infak, dan wakaf. Dalam kehidupan, harta
bukanlah satu-satunya tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana
dan bekal untuk beribadah kepada Allah SWT.
Waqf atau wakaf secara harfiyah berarti berhenti, menahan atau diam.
Secara teknis syari’ah, wakaf seringkali diartikan sebagai asset yang dialokasikan
untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokoknya ditahan, sementara
hasilnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum. Secara administratif wakaf
dikelola oleh nazhir yang merupakan pengemban amanah wakif.
Kata wakaf diprediksikan telah sangat popular di kalangan umat islam dan
malah juga di kalangan non muslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa
2
Indonesi itu berasal dari kata kerja bahasa arab waqafa (fi’il madhy), yaitu (fi’il
mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi (lughah, bahasa)
berarti berhenti, berdiri, berdiam di tempat, atau menahan.1
Secara umum tidak terdapat dalil yang menjadi dasar disyariatkannya
ibadah wakaf dalam Al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh
karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama
dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-
Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah, yaitu orang-orang yang
berjuang dan bergerak di jalan Allah sesuai dengan syariat Islam yang intinya
adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, yang
salah satu caranya yakni dengan infaq atau wakaf. Di antara ayat-ayat tersebut
antara lain dalam Q.S Ali Imran ayat 92:
Artinya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja
yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Q.S Ali
Imran:92)
Dalil lain yang berkaitan dengan ibadah wakaf yaitu Q.S. Al-Baqarah ayat 261:
1 Departemen Agama RI. 2005. Wakaf Tunai dalam Perspektif Islam. Jakarta. Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Direktorat Pengembangan Zakat
dan Wakaf. Hal. 13
3
Artinya:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”( Q.S. Al-Baqarah:261)
Pengertian menafkahkan harta dijalan Allah meliputi belanja untuk
kepentingan jihad, pembangunan perguruan tinggi, rumah sakit, usaha
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Bagi masyarakat muslim, wakaf memiliki nilai ajaran yang sangat tinggi
dalam pengembangan keagamaan dan kemasyarakatan selain zakat, infaq dan
sedekah. Ada dua landasan paradigma yang terkandung dalam ajaran wakaf itu
sendiri, yaitu pertama, paradigma ideologis bahwa wakaf yang diajarkan oleh
Islam memiliki sandaran ideologi yang amat kental dengan kelanjutan ajaran
tauhid, yakni segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap ke-Esaan
Tuhan harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial. Kedua,
landasan paradigma sosial-ekonomis, yakni wakaf memiliki kontribusi solutif
terhadap persoalan-persoalan ekonomi kemasyarakatan. Jika dalam tataran
ideologis wakaf berbicara tentang bagaimana nilai-nilai yang seharusnya
diwujudkan oleh umat Islam, maka wilayah paradigma sosial-ekonomis, wakaf
4
menjadi jawaban konkrit dalam realitas problematika kehidupan (sosial-
ekonomis) masyarakat.2
Di Indonesia sendiri permasalahan mengenai wakaf sudah mulai mendapat
perhatian serius dari pemerintah. Dengan mulai munculnya berbagai peraturan
perundang-undangan yang pada awal mulanya yakni dengan dibentuknya
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, akan
tetapi dalam hal ini peraturan tersebut hanya menyangkut terkait perwakafan
tanah saja dan belum mencangkup perwakafan lainnya bahkan wakaf produktif itu
sendiri. Selanjutnya dengan adanya perkembangan hukum mulailah dibentuk
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan diperjelas dengan
dibentuknya Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam peraturan tersebut
sudah mulai dijelaskan berbagai macam persoalan mengenai wakaf, bahkan
tentang wakaf produktif itu sendiri yakni terdapat pada Bab V Undang-undang
No. 41 Tahun 2004.
Jika kita melihat sejarah, Indonesia telah mengalami beberapa fase
perkembangan pengelolaan wakaf. Menurut Dr. Muhammad Syafi’i Antonio ada
tiga periode besar perkembangan pengelolaan wakaf di Indonesia : pertama,
periode tradisional dimana wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran murni/
mahdhah (pokok), sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi
sosial yang lebih luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.
2Kementerian Agama Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pengelolaan dan
Perkembangan Wakaf. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam. Hal. 45-46.
5
Kedua, periode semi-profesional, pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola
pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun belum maksimal, seperti
pembangunan masjid-masjid yang letaknya strategis dengan menambah bangunan
gedung untuk pertemuan, mulai dikembangkannya pemberdayaan wakaf untuk
bidang pertanian, pendirian usaha kecil, meskipun pola pengelolaannya masih
dikatakan tradisional. Ketiga, periode profesional ditandai dengan pemberdayaan
potensi masyarakat secara produktif. Keprofesionalan meliputi aspek :
manajemen, sumber daya manusia, kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk
benda wakaf bergerak seperti uang dan surat berharga lainnya, dukungan political
will pemerintah secara penuh salah satunya dengan lahirnya Undang-Undang
wakaf.3 Dalam periode ketiga ini pemberdayaan potensi wakaf secara produktif
dan profesional adalah untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia di bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun bidang sosial lainnya. Lembaga
pengelola dana wakaf menyalurkan kepada sektor ril secara mudhârabah, atau
menginvestasikannya disektor keuangan syari’ah. Kemudian, hasilnya diberikan
kepada mauquf ‘alaih sesuai dengan tujuan wakaf, seperti yang dilakukan oleh
Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Republika, Wakaf uang Muamalat
Baitul Mal Muamalat. Hasil dari pengembangan itu dipergunakan untuk keperluan
sosial, seperti untuk meningkatkan pendidikan Islam, pengembangan rumah sakit
Islam, bantuan pemberdayaan ekonomi umat, dan bantuan untuk pengembangan
sarana dan prasarana ibadah.
3 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar. 2005. Menuju Era Wakaf Produktif. Depok.
Muntaz Publising. Hal. vii-ix.
6
Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan
kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf manjadi sangat
strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi
spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya
kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Wakaf dalam sejarah telah berperan
penting dalam membantu kesejahteraan umat.
Dilihat dari segi peruntukannya, wakaf dibagi menjadi dua yaitu konsumtif
dan produktif. Wakaf konsumtif yaitu harta benda atau pokok tetapnya wakaf
dipergunakan langsung untuk kepentingan umat. Di Indonesia sendiri model
distribusi wakaf selama ini cenderung sangat konsumtif, contohnya hanya
digunakan untuk pembangunan masjid, mushalla, dan makam, sehingga masih
terlihat belum dapat dikembangkan untuk mencapai hasil yang lebih baik,
terutama untuk kepentingan kesejahteraan umat islam. Dampak dari hal tersebut
menjadi kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat
apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas. Tanpa diimbangi
dengan wakaf yang dikelola secara produktif, maka kesejahteraan ekonomi
masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf tidak akan dapat terealisasi
secara optimal.
Dalam konsideran menimbang huruf (a) pada Undang-undang No. 41
Tahun 2004 tentang wakaf dijelaskan bahwasanya lembaga wakaf sebagai pranata
keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara
efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
7
umum.4 Untuk itulah dalam mengoptimalkan pengelolaan wakaf sebagai pranata
keagamaan secara efektif dan efisien untuk kepentingan umat, maka salah satu
caranya yakni dengan melakukan wakaf produktif. Wakaf produktif adalah harta
benda atau pokok tetapnya wakaf tidak secara langsung digunakan untuk
mencapai tujuannya, tapi dikembangkan terlebih dahulu untuk menghasilkan
sesuatu (produktif) dan hasilnya di salurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti
wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, Mata air untuk dijual airnya dan
lain-lain.
Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004, wakaf produktif diatur pada
Bab V yakni mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, lebih
khususnya pada pasal 43 ayat (2), yakni dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwasanya pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara
produktif. Yang dimaksud wakaf produktif sebagaimana tertulis pada pasal 43
ayat (2) adalah “Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan
secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman
modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisns, pertambangan,
perindustrian, pengemangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah
susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun
sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat
4 Konsideran Menimbang Huruf (a) UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
8
dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”5
Wakaf produktif juga dapat didefinisikan sebagai harta yang digunakan
untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, Perindustrian, perdagangan
dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari
keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang-
orang yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf.
Pada zaman penjajahan belanda wakaf diatur dalam Bijblaad 1905:6195,
yang isinya memerintahkan kepada bupati untuk membuat daftar rumah ibadah
umat Islam dalam wilayahnya. Kemudian dalam Bijblaad 1931:125/3 menyatakan
bahwa apabila seseorang hendak mewakafkan hartanya harus seizin bupati.
Setelah Indonesia merdeka, pembenahan terus dilakukan terhadap hukum
perwakafan di Indonesia. Tahun 1953, Departemen Agama membuat petunjuk
mengenai pelaksanaan wakaf yang disempurnakan pada tahun 1956 tentang
prosedur perwakafan. Perwakafan makin mendapat tempat dalam peraturan
perundangan dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria no.5 tahun 1960.
Pasal 49 UU ini menyatakan bahwa perwakafan tanah milik diatur oleh Peraturan
Pemerintah tujuh belas tahun berikutnya, PP yang dimaksud yaitu PP no.28 tahun
1977. PP ini kemudian diikuti dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya oleh
Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri dan beberapa instruksi
Gubernur.
5 Penjelasan Pasal 43 Ayat (2) UU No. 41 Tahun 2004
9
Wakaf telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Islam, dan menjadi
penunjang utama perkembangan kehidupan masyarakat. Hal ini bisa dilihat pada
kenyataan bahwa hampir semua rumah ibadah, perguruan Islam dan lembaga-
lembaga keagamaan Islam dibangun diatas tanah wakaf. Dan satu kemajuan yang
sangat signifikan bagi umat Islam, ketika dikeluarkannya Undang-Undang
Perwakafan yaitu UU no.41 tahun 2004.
Setelah di resmikannya UU No.41 Tahun 2004, kemudian diteruskan
dengan dibentuknya Badan Wakaf Indonesia ( BWI ) sebagai lembaga independen
yang secara kusus mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasional. Tugas
dari lembaga ini adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan
nasional di Indonesia. BWI ini berkedudukan di ibukota negara dan dapat
membentuk perwakilan di provinsi atau kabupaten atau kota sesuai dengan
kebutuhan.
BWI pada perkembangannya melebarkan sayap dengan mengadakan
proyek percontohan wakaf produktif dibawah pengawasan Kementerian Agama
Republik Indonesia yang di laksanakan di kota-kota besar di Indonesia. Di Jawa
Tengah proyek tersebut bertempat di kota Semarang, Pekalongan, dan Surakarta.
Bentuk wakaf pada era sekarang ini bukan hanya mengenai pembangunan
layaknya masjid dan tanah wakaf untuk makam umat muslim. Akan tetapi
sekarang sudah sangat banyak model wakaf sebagai bentuk syiar umat muslim
antara lain berbentuk Yayasan. Dalam yayasan tersebut terdapat juga struktural
10
yang menjadi inti dari terbentuknya objek wakaf tersebut seperti tempat
pendidikan, pondo pesantren, dan yang mulai dikenal yaitu berbentuk rumah sakit.
Contoh-contoh wakaf produktif dalam bidang medis atau Rumah Sakit di
Indonesia yang mulai terealisasi diiantaranya yakni Rumah Sakit Ibnu Sina di
Makassar yang berada dibawah Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia
(YW-UMI), Rumah Sakit “Ibnu Sina” YW-UMI dibangun diatas tanah 18.008 m²
dengan luas bangunan 12.025 m², beralamat di Jalan Letnan Jenderal Urip
Sumoharjo km 5 No.264 Makassar, memperoleh Surat Izin penyelenggaraan
Rumah Sakit dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. YM. 02.04.3.5.4187,
tanggal, 26 September 2005.
Selanjutnya Departemen Kesehatan Republik Indonesia, memberikan
Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit No. YM.01.10/III/1879/09, sertifikat tersebut
diberikan sebagai pengakuan bahwa rumah sakit telah memenuhi standar
pelayanan rumah sakit yang meliputi : Administrasi Manajemen, Pelayanan
Medis, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis dan
status Akreditasi “Penuh tingkat Dasar”. Dan sekarang telah ditetapkan Tipe
Rumah Sakit Ibnu Sina berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 993/MENKES/SK/XI/2009 Tentang Penetapan Kelas Rumah
Sakit Ibnu Sina Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (YW-UMI)
Makassar, ditetapkan sebagai rumah sakit umum swasta dengan Klasifikasi Kelas
B (Tipe B). Dalam mengelola yayasan ini para penerima amanah menerapkan
11
manajemen Islam, sehingga semua jabatan yang ada dalam lingkup organisasi
yayasan (lembaga pendidikan, unit usaha dan rumah sakit), didefinisikan sebagai
amanah. Sebagai amanah, maka apapun nama dan level dari jabatan yang
dipercayakan, harus dipandang dan diterima sebagai pekerjaan mulia yang harus
dipertanggungjawabkan tidak saja kepada atasan, tetapi juga kepada Allah SWT.6
Di Malang Jawa Timur berdiri sebuah rumah sakit yang bersumber dari
pendanaan wakaf. Rumah Sakit Islam Universitas Islam Malang (RSI Unisma)
berdiri pada tahun 1994 di atas lahan seluas dua hektar lebih. RSI ini berada
dibawah naungan Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma) yang membawahi
beberapa unit pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, pertokoan dan Aswaja
Center. RSI Unisma merupakan tanah wakaf yang pada awalnya dimiliki oleh
Yayasan Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama’, dan demi pengembangan yang
lebih produktif, maka lahan seluas dua hektar ini dikembangkan menjadi sebuah
rumah sakit yang bisa melayani kesehatan masyarakat.
Di daerah Jawa Tengah salah satu kota terbesar yaitu daerah Solo raya
dimana tentunya disana terdapat banyak sekali objek yang dapat diteliti mengenai
wakaf produktif. Salah satunya yang paling menonjol dan paling besar yaitu
Rumah Sakit Islam Surakarta. Dan didalam Rumah Sakit Islam Surakarta ada
lembaga tersendiri yang menaungi permasalahan wakaf yaitu Yayasan Wakaf
Rumah Sakit Islam Surakarta atau biasa disebut YWRSIS.
6 Badan Wakaf Indonesia, 2011,”RS Ibnu Sina Akan Tambah 38 Kamar”, diakses dari
http://bwi.or.id/index.php/in/publikasi/berita-mainmenu-109/786-rs-ibnu-sina-akan-tambah-38-
kamar/, pada tanggal 17 Januari 2016, pukul 12:32
12
Beranjak dari fenomena tersebut maka penulis merasa tertarik meneliti
lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berkaitan dengan wakaf produktif di Rumah Sakit Islam Surakarta terlebih pada
Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta. Dimana Rumah Sakit Islam
Surakarta merupakan rumah sakit islam terbesar dan juga merupakan rumah sakit
yang cikal bakalnya berawal dari objek wakaf. Untuk itu peneliti ingin meneliti
lebih lanjut tentang sistem, tata cara, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan wakaf produktif di Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta.
Dari pemaparan di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian
mengenai pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif di tempat tersebut
yang merupakan proyek percontohan wakaf dan sampai saat ini telah berhasil
mengembangkan dana wakaf. Penelitian ini berfokus pada model pengelolaan dan
pengembangan harta wakaf yang meliputi manajemen sumber daya manusia
(pengelola), strategi (perencanaan) dan manajemen keuangan (permodalan,
pengelolaan, hasil dan pembagian hasil wakaf kepada nazhir, mauquf alaih dan
ekspansi pengembangan kedepan), selanjutnya dilakukan analisis dengan
mengaitkan teori tata kelola perusahaan yang baik atau dikenal dengan teori good
corporate governance sebagai tolak ukurnya. Penggunaan teori ini
dilatarbelakangi oleh pentingnya penerapan tata kelola yang baik bagi sebuah
lembaga yang menjalankan usaha atau bisnis dan sebagai tolak ukur tata kelola
yang baikbagi sebuah lembaga yang menjalankan usaha. Sehingga dari beberapa
pemaparan ini dapat diketahui bagaimana model pengelolaan dan pengembangan
wakaf produktif yang diterapkan oleh Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam
13
Surakarta. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
lembaga lain yang berperan sebagai nazhir untuk mengorganisasikan benda
wakafnya sehingga dapat berkembang dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa saja jenis-jenis obyek wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam
Surakarta?
2. Bagaimana model pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf di
Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta?
3. Bagaimana pemanfaatan hasil dari pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta?
4. Apa saja kendala yang ditemui dalam pelaksanaan wakaf produktif
tersebut?
C. Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui apa saja obyek wakaf yang berada di Yayasan Wakaf
Rumah Sakit Islam Surakarta.
2. Untuk mengetahui bagaimana model pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta.
3. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan hasil dari pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam
14
Surakarta, dimana nanti peneliti dapat mengetahui digunakan untuk apa
sajakah hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf tersebut.
4. Untuk mengetahui apakah terdapat kendala-kendala yang dialami oleh
pihak Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta dalam pelaksanaan
wakaf produktif.
D. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharap akan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi Peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis tentang masalah yang dikaji, yaitu persoalan yang
bersangkutan dengan wakaf, lebih khususnya yaitu tentang wakaf
produktif.
2. Bagi Perguruan Tinggi.
Meningkatkan relevansi kurikulum pendidikan khususnya Universitas
Muhammadiyah Malang Fakultas Agama Islam Jurusan Ahwal Al-
Syakhsyiyyah dan juga bagi Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum,
serta dapat menambah referensi kepustakaan khususnya mengenai
model pengelolaan wakaf produktif.
3. Bagi Pihak Lain.
Hasil penelitian ini diharap dapat digunakan sebagai acuan dan
gambaran mengenai konsep, tata cara, dan sistem manajemen
pengelolaan dana wakaf bagi lembaga atau orang yang berkedudukan
15
sebagai nazhir dalam mengelola benda wakaf. Serta sebagai pedoman
bagi instansi terkait dalam pembenahan pengelolaan harta benda
wakaf.
E. Metode Penelitian.
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian field research (penelitian lapangan) yaitu peneliti terjun
langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang
dibahas yaitu peneliti mengambil dan menganalisis data – data yang
bersumber langsung dari Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta
dan dilengkapi dengan wawancara secara langsung dengan informan yakni
nazhir wakaf selaku pengelola dan informan lain yang dirasa perlu untuk
diwawancarai, sehingga akan diketahui bagaimana manajemen
pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam
Surakarta secara mendalam.
2. Sifat Penelitian
Sifat dan tipologi dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif
analitis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang pada umumnya
bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat
terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat,
karakteristik-karakteristik dan faktor-faktor tertentu. Sementara penelitian
analitis adalah sebuah penelitian yang menganalisis data dan
16
mengarahkannya pada populasi, bersifat inferensial serta berdasarkan data
dari sampel digeneralisasi menuju kedata populasi.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni sebuah
metode penelitian yang dapat diartikan sebagai metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural
setting), artinya karena sifatnya naturalistik, alamiah dan mendasar
sehingga penelitian ini tidak dapat dilakukan dilaboratorium melainkan
harus terjun langsung kelapangan.7
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Surakarta, Jln. A.
Yani Pabelan Kartasura Sukoharjo, khususnya pada Yayasan Wakaf
Rumah Sakit Islam Surakarta itu sendiri. Peneliti memilih lokasi ini karena
di lokasi tersebut merupakan proyek percontohan wakaf produktif yang
bertempat di Kabupaten Sukoharjo dan merupakan salah satu Rumah Sakit
Islam wakaf ternama di Indonesia.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Salah satu data primer adalah sumber asli yang memuat informasi atau
data mengenai pengelolaan wakaf, seperti pembukuan jurnal dan data-
data di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta. Juga dilengkapi
dengan wawancara atau dialog secara langsung dengan nazhir atau
7 Muhammad Nazir. 1986. Metode Penelitian. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 159.
17
pihak lain yang bersangkutan dengan objek harta benda wakaf tersebut
di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta.
b. Data Sekunder
Yakni yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, terdiri
dari : Fiqh Islam, Undang-Undang, hasil karya dari kalangan hukum
yang berkaitan dengan penelitian ini. Buku-buku yang dijadikan
rujukan utama penelitian ini adalah buku yang berkaitan dengan
pembahasan wakaf yang banyak diterbitkan oleh Kemeterian Agama
dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf serta jurnal-jurnal tentang
wakaf. Serta penelitian-penelitian terdahulu yang pernah mengkaji
mengenai permasalahan wakaf produktif.
c. Data Tersier
Yakni data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus,
ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai
tujuan mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumenter.
a. Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang
18
diselidiki.8 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi tidak
berstruktur, observasi dilakukan tanpa menggunakan guide observasi.
Hal ini berarti observasi yang digunakan hanya untuk melengkapi data
– data hasil wawancara dan dokumentasi.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
peneliti dengan narasumber, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara. Pada tahap awal dari proses wawancara
menggunakan teknik tidak terstruktur. Hal ini disebabkan agar terbina
hubungan baik terlebih dahulu dengan narasumber. Dari pertemuan-
pertemuan awal ini yang diharapkan akan terhimpun data dan
informasi yang beraneka ragam dan bersifat umum.
Kemudian untuk menspesifikasi perolehan data dan informasi agar
sesuai dengan penelitian, dilakukan wawancara terstruktur.
c. Studi Dokumenter
Studi dokumenter digunakan untuk melengkapi data yang dijaring
melalui teknik observasi dan wawancara. Data yang terhimpun melalui
teknik ini adalah data otentik yang terhimpun dalam dokumentasi
Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta, dan yang berkenaan
dengan permasalahan pengelolaan harta benda wakaf termasuk
rekaman hasil wawancara yang diperoleh peneliti di lapangan.
8Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta. Bumi Aksara.
Hal. 70.
19
7. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan adalah ketika data maupun dokumen-
dokumen yang berhasil peneliti dapatkan kemudian akan dianalisis secara
sistematis sehingga dari data-data tersebut menghasilkan data yang lebih
lanjut akan dianalisis menggunakan metode deskriptif analitis, atau
menggambarkan hasil studi lapangan dan hasil pustaka, kemudian
menganalisa data yang diperoleh untuk membahas permasalahan.
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk
memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan subjek penelitian.
Penelitian ini berawal dari induksi menuju deduksi, yang menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
8. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam pengecekan keabsahan data disini dilakukan dengan cara
membandingkan observasi atau pengamatan langsung dengan wawancara
terhadap para informan. Pengecekan keabsahan data dilakukan karena
dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh
peneliti.
F. Sistematika Penulisan.
Dalam upaya mengkaji pokok permasalahan yang ingin digali dalam
skripsi ini, peneliti mencoba untuk menguraikannya dalam empat bab bahasan,
dimana antara masing-masing bab diposisikan saling memiliki korelasi yang
20
saling berkaitan secara logis. Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan dan
pembahasan hasil penelitian yang diuraikan agar memperoleh hasil yang
sistematis, terarah dan menyeluruh sesuai dengan judul penelitian ini, dengan
gambaran sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan:
Menguraikan tentang; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian,metode penelitian yang berisi jenis, sifat dan
pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,
analisis data, pengecekan keabsahan data, telaah pustaka dan sistematika
pembahasan.
Bab II Kajian Pustaka:
Dijelaskan tentang penelitian terdahulu dan konsep wakaf yang terdiri atas : a)
Perwakafan dalam perspektif hukum islam dan hukum positif: Pengertian wakaf,
dasar hukum wakaf, rukun dan syarat wakaf, macam wakaf b) Asas dan
Paradigma Wakaf Produktif c) Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf
Produktif d) Manajemen Pengelolaan Wakaf Produktif, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan kajian ilmu yang diteliti penulis.
Bab ini merupakan bab kajian pustaka sehingga bab ini keseluruhan menjelaskan
tentang teori-teori yang berkaitan tentang penelitian ini.
Bab III Hasil Penelitian dan Analisa:
21
Menguraikan tentang hasil penelitian yaitu dimulai dengan Pendahuluan, sejarah
Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta, dan selanjutnya membahas
mengenai permasalahan-permasalahan yang peneliti cangkupkan pada rumusan
masalah
Bab IV Penutup:
Berisi hasil pembahasan yang dirangkum dalam kesimpulan serta saran penulis.