Upload
dokhuong
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belakangan ini sedang marak isu pergerakan serikat pekerja yang
mengakibatkan kemunduran angka produktivitas sektor industri. Hal ini
disebabkan aksi mogok buruh yang tergabung dalam berbagai serikat
pekerja. Pada tahun 2012, sudah terjadi beberapa demo buruh yang
memprotes berbagai kebijakan yang dikeluarkan perusahaan. Demo buruh
terbesar terjadi pada bulan Januari, Mei, dan Oktober 2012. Aksi demo
tersebut mampu menghentikan aktivitas produksi perusahaan. Dampaknya
tidak hanya terjadi mogok kerja, buruh juga menutup akses jalan tol di
beberapa wilayah. Mereka menuntut upah minimum yang tidak layak,
praktik penggunaan tenaga outsourcing yang tidak sesuai dengan undang-
undang, dan jaminan kelayakan sosial. Gerakan yang melibatkan puluhan
ribu buruh dalam lingkup nasional ini, menjadi sebuah isu yang menarik
untuk digali lebih dalam dari sudut pandang akademis.
Isu upah minimum dan penggunaan tenaga outsourcing di sebagian
besar perusahaan industri di Indonesia menjadi tema demo besar-besaran
kaum buruh di tahun 2012 yang dikenal dengan istilah Hapus Outsourcing
Tolak Upah Murah (HOSTUM). Praktik kerja kontrak dan outsourcing
mulai diberlakukan sejak adanya UU No 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Pada pasal 64, 65, dan 66 dijelaskan mengenai dasar
hukum kerja outsourcing di Indonesia. Dalam UU tersebut, istilah
outsourcing dikenal dengan dua kategori istilah, yakni penyerahan sebagian
pekerjaan/pemborongan pekerjaan (outsourcing pekerjaan) dan penyedia
jasa tenaga kerja (outsourcing tenaga kerja atau agen penyalur tenaga
kerja/pekerja outsourcing).1 Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai
1 Artikel Mengenal Arti Outsourcing. PT Jasa Mandiri Techgraha (Perusahaan di Bidang Outsourcing).
Terarsip dalam
2
pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan
penyedia jasa. Badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi
dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh
para pihak.2
Dasar hukum tersebut menunjukkan bahwa praktik kerja outsourcing
memiliki legalitas yang kuat. Namun dalam prosesnya, terjadi permasalahan
yang akhirnya menimbulkan gugatan terutama dari pihak buruh. Hal yang
ramai dipersoalkan, digugat, dan selalu ditolak oleh seluruh buruh dan
serikat pekerja adalah tentang outsourcing tenaga kerja. Persoalannya
adalah para pekerja outsourcing dieksploitasi dengan bentuk upah rendah.
Menurut Said Iqbal3, mayoritas pekerja outsourcing menerima upah
dibawah nilai upah minimum dan adanya pemotongan upah oleh agen
outsourcing. Selain itu, mereka tidak mendapatkan pesangon dan jaminan
pensiun serta tidak ada jaminan kesehatan yang memadai. Mereka juga
mudah di-PHK tanpa melalui proses peradilan perburuhan dan usia
produktif yang hilang karena pekerja outsourcing pada umumnya
disyaratkan berusia dibawah 25 tahun. Gugatan ini semakin diperkuat
dengan asumsi bahwa pihak pemerintah kurang mengawal implementasi
kebijakan outsourcing di level perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian AKATIGA4 tentang
praktik kerja outsourcing di industri metal pada tahun 2010 menunjukkan
beberapa temuan.5 Pertama, upah pekerja outsourcing lebih rendah 26%
dari pekerja tetap untuk jenis pekerjaan dan masa kerja yang sama. Kedua,
pekerja outsourcing tidak bisa 0% menjadi anggota serikat pekerja sehingga
http://www.jmt.co.id/outsourcing/index.php?option=com_content&view=article&id=44&Itemid=7. Tanggal 30 Maret 2013. 2 Imam Sjahputra Tunggal. 2009. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Harvarindo. hal. 308.
3 Indrasari Tjandraningsih, dkk. 2010. Diskriminatif dan Eksploitatif: Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing
Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia. Bandung: AKATIGA. hal. v. 4 AKATIGA, Pusat Analisis Sosial merupakan organisasi non pemerintah yang memfokuskan kegiatannya
pada penelitian sosial tentang berbagai perkembangan kondisi dan isu pedesaan dan perkotaan dari sisi agraria, buruh, usaha kecil dan mikro, serta inisiatif-inisiatif pengaturan dan gerakan sosial. (lihat http://www.akatiga.org/) 5 Ibid. hal. vii.
3
hak mereka tidak terlindungi. Ketiga, jumlah pekerja outsourcing di industri
metal adalah lebih dari 40% (termasuk pekerja yang dikontrak kurang dari 6
bulan) dari total pekerja yang ada. Data tersebut menunjukkan, ada 60%
hingga 90% tenaga kerja outsourcing di industri padat karya lainnya.
Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa praktik tenaga kerja
outsourcing menyebabkan posisi buruh menjadi pihak yang dirugikan oleh
kebijakan. Selain itu, beberapa kasus yang menimpa kesejahteraan kaum
buruh tetap menjadi sorotan utama serikat pekerja. Hal tersebut akhirnya
menyebabkan kaum buruh berani untuk melakukan aksi demo guna
memperjuangkan hak-hak kesejahteraan mereka.
Kebebasan berserikat ditunjukkan dengan terbentuknya serikat pekerja
hampir di tiap perusahaan. Namun, tingkat kekuatan serikat pekerja
tergolong lemah karena mereka berada di bawah kekuasaan perusahaan
sehingga harus mendukung kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan.
Kewajiban buruh ialah melakukan pekerjaan menurut petunjuk majikan
(pengusaha).6 Kondisi ini menyebabkan serikat pekerja perusahaan mencari
cara lain agar dapat meningkatkan kekuatan mereka. Salah satu caranya
adalah dengan bergabung dengan serikat pekerja perusahaan lain untuk
menyuarakan aspirasi yang sama. Upaya mempersatukan serikat pekerja
dalam satu wadah dapat menghimpun potensi yang semakin efektif bagi
perjuangan pekerja dalam mencapai kesejahteraan.7 Demi menghimpun
kekuatan lebih besar, dibentuklah organisasi-organisasi gabungan serikat
pekerja agar pola komunikasi yang terjadi semakin terarah dalam satu
tujuan. Bentuk gabungan dari beberapa serikat pekerja ini disebut dengan
Federasi.
Umumnya, pembentukan federasi serikat pekerja di Indonesia dibagi
berdasarkan jenis sektor industri karena visi dan misi tiap federasi serikat
pekerjanya berbeda-beda. Pengurus serikat pekerja yang berasal dari
6 Iman Soepomo. 1975. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan. Hal. 65.
7 Payaman Simanjuntak. 2000. Peranan Serikat Pekerja dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di
Indonesia. Jakarta: Himpunan Pembina Sumberdaya Manusia Indonesia (HIPSMI).
4
lapangan usaha yang sama akan lebih mengenal dengan jelas apa yang
menjadi permasalahan di lapangan yang menjadi basis dari kepentingan
buruh itu.8 Salah satu federasi yang memiliki aspirasi yang dominan adalah
Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (FSP LEM-SPSI).
FSP LEM-SPSI merupakan federasi serikat pekerja yang membawahi
sektor industri logam, elektronik, dan mesin. Ruang lingkup keanggotaan
FSP LEM-SPSI meliputi industri mesin (perkakas, pertanian, alat berat,
listrik, alat pabrik), kendaraan bermotor/otomotif, industri logam dan
produk dasar, industri hasil olahan logam, dan industri alat listrik.9 FSP
LEM-SPSI memiliki lingkup organisasi nasional dan memiliki kantor pusat
di Jakarta. Dalam aksi demo buruh tahun 2012 lalu, FSP LEM-SPSI juga
turut andil menjadi peserta aksi guna memperjuangkan isu HOSTUM. Hal
ini cukup menarik karena menurut data Badan Pusat Statistik, upah buruh di
sektor logam, elektronik, dan mesin memiliki nominal paling besar
dibanding industri lainnya.10
NO JENIS INDUSTRI UPAH PER BULAN (Rp)
1 Logam 1.960.000
2 Semen/Kapur 1.690.000
3 Kimia/Karet 1.500.000
4 Kertas 1.420.000
5 Pakaian Jadi 1.360.000
6 Bahan Makanan 1.344.000
7 Percetakan 1.340.000
8 Tekstil 1.320.000
Sumber: Data Badan Pusat Statistik per Agustus 2012
Jumlah nominal upah paling besar ternyata tidak lantas membuat buruh
industri logam, elektronik, dan mesin berdiam diri menghadapi isu
HOSTUM. Bahkan, dari beberapa aksi demo di tahun 2012, suara kaum
8 Djumadi. 2005. Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. hal. 67.
9 AD/ART FSP LEM-SPSI. Terarsip dalam http://fsplem-bekasi.or.id/home/adart. Tanggal 28 Maret 2013.
10 Dikutip DetikFinance. Terarsip di
http://finance.detik.com/read/2012/08/01/081445/1979995/1036/9/ini-dia-8-industri-bergaji-paling-besar-di-indonesia#bigpic. Tanggal 28 Maret 2013.
5
buruh paling besar berasal dari federasi logam, salah satunya FSP LEM-
SPSI yang merupakan federasi tingkat nasional dan membawahi federasi
serupa di tingkat propinsi dan wilayah. Jumlah Pimpinan Unit Kerja (PUK)
yang menjadi anggota FSP LEM-SPSI mencapai angka lebih dari 90 PUK
dan membawahi 138.000 anggota. Untuk mengorganisasikan kaum buruh
yang tergabung dalam FSP LEM-SPSI, dibutuhkan komunikasi organisasi
yang mampu menggerakkan buruh di seluruh wilayah, baik di level
nasional, propinsi, maupun wilayah.
Sebagai bentuk organisasi SPSI, FSP LEM-SPSI memiliki perbedaan
dari serikat buruh lain. Dilihat dari sejarah, SPSI adalah satu-satunya wadah
organisasi pekerja yang diakui pemerintah11
sehingga tidak heran jika FSP
LEM-SPSI dianggap sebagai organisasi yang mempunyai status quo. Hal ini
juga didukung dengan prinsip organisasi FSP LEM-SPSI yang
mengutamakan proses negosiasi untuk menyelesaikan perselisihan dengan
pihak pemerintah dan pengusaha.12
Apabila langkah negosiasi sudah
ditempuh dan tidak memberikan solusi yang memuaskan semua pihak,
langkah aksi demo baru ditempuh sebagai sarana menyalurkan aspirasi.
Kondisi ini berbeda dengan serikat pekerja lain yang umumnya lebih
mementingkan aksi sebagai jalan keluar masalah perselisihan.
Dalam organisasi, gesekan kepentingan menjadi hal yang sering terjadi.
Menurut Surya Sanjaya, Wakil Sekjen DPP FSP LEM-SPSI, gesekan
kepentingan yang terjadi di internal FSP LEM-SPSI umumnya disebabkan
oleh perbedaan perspektif kaum muda dan kaum tua dalam kepengurusan
organisasi. Selain itu, anggota FSP LEM-SPSI bergabung dengan organisasi
yang mempunyai latar belakang kepentingan berbeda-beda. Hal tersebut
juga menjadi pemicu terjadinya gesekan dalam FSP LEM-SPSI. Terkait
dengan kepentingan anggota, hal ini juga menjadi salah satu alasan
11
Djumadi, Op. Cit., hal. 41. 12
Diskusi dengan Surya Sanjaya, Wakil Sekjen DPP FSP LEM-SPSI. Tanggal 13 April 2013.
6
timbulnya perbedaan perspektif tentang isu HOSTUM dalam internal FSP
LEM-SPSI.
Anggota FSP LEM-SPSI yang berjumlah hingga ratusan ribu orang
berasal dari berbagai perusahaan di sektor industri logam, elektronik, dan
mesin. Status pekerjaan anggota pun bermacam-macam, termasuk pekerja
outsourcing. Surya Sanjaya menjelaskan lebih lanjut bahwa ada pola pikir
anggota FSP LEM-SPSI yang kurang sejalan dengan misi organisasi untuk
memperjuangkan isu HOSTUM. Alasan yang dikemukakan oleh anggota
adalah terdapat kekhawatiran tentang status pekerjaan mereka, yakni
pemecatan yang dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
Menghadapi kondisi tersebut, FSP LEM-SPSI melakukan proses
komunikasi organisasi internal untuk menyamakan persepsi anggota dan
mencapai tujuan organisasi.
Komunikasi organisasi merupakan faktor yang signifikan dalam
institusi. Hal ini disebabkan oleh komunikasi dalam organisasi yang
menjadi sistem aliran untuk menghubungkan dan membangkitkan kinerja
antara bagian dalam organisasi sehingga sinergis. Sistem komunikasi
organisasi yang tepat akan menyampaikan pesan yang baik kepada seluruh
anggota organisasi sehingga terbentuk kesamaan pandangan dalam
menafsirkan pesan tersebut. Pola komunikasi organisasi yang terjadi dalam
federasi serikat pekerja menjadi salah satu faktor yang dapat menyatukan
persepsi kaum buruh mengenai isu outsourcing dan upah murah menjadi isu
yang pantas diperjuangkan dalam lingkup nasional.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti menilai bahwa
kajian komunikasi organisasi terkait isu HOSTUM dalam FSP LEM-SPSI
menjadi kajian yang menarik untuk ditinjau dari segi akademis. Bagaimana
pola komunikasi organisasi yang digunakan oleh FSP LEM-SPSI mampu
menyampaikan informasi dan memberikan persepsi kepada kaum buruh
lainnya terkait isu HOSTUM. Pemetaan proses komunikasi organisasi di
antara anggota FSP LEM-SPSI diharapkan mampu menjadi gambaran dan
7
representasi dari pola komunikasi organsasi dari serikat pekerja di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana komunikasi organisasi dalam Federasi Serikat Pekerja Logam,
Elektronik, dan Mesin (FSP LEM-SPSI) terkait isu Hapus Outsourcing
Tolak Upah Murah (HOSTUM) di Jakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi organisasi
yang dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin
(FSP LEM-SPSI) dalam menyikapi isu HOSTUM.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana yang bermanfaat sebagai
bahan referensi yang relevan bagi kajian studi ilmu komunikasi, khususnya
mengenai pola komunikasi organisasi dalam serikat pekerja.
E. Kerangka Pemikiran
1. Komunikasi Organisasi
Organisasi pada dasarnya merupakan wadah untuk menampung
kumpulan individu yang memiliki tujuan bersama. Organisasi sebagai
sebuah objek studi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang dan
pendekatan. Pace dan Faules13
membagi pandangan tersebut dalam dua
jenis, yakni pandangan objektivis dan subjektivis. Kaum objektivis
melihat organisasi sebagai sebuah unit dan menekankan pada struktur,
13
R. Wayne Pace & Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal. 17.
8
perencanaan, kontrol, dan tujuan. Stogdill (1966),14
menyebutkan
organisasi dianggap sebagai pemroses informasi besar dengan input,
throughput, dan output. Sistem mengandung jabatan-jabatan (posisi-
posisi) dan peranan-peranan yang dapat dirancang sebelum peranan-
peranan tersebut diisi oleh aktor-aktor. Di sisi lain, pandangan kaum
subjektivis melihat organisasi sebagai sebuah proses perilaku
pengorganisasian. Organisasi dalam sudut pandang ini harus dilihat
melalui perilaku-perilaku yang membentuk organisasi dan makna
perilaku-perilaku tersebut bagi individu yang melakukannya. Berbeda
dengan pandangan objektif, di sini keberadaan struktur dalam
organisasi diciptakan melalui makna perilaku-perilaku individu dalam
organisasi.
Gibson dkk (1988),15
memaknai organisasi sebagai entitas yang
memungkinkan masyarakat mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai
hanya dengan kegiatan satu orang secara sendirian. Organisasi menjadi
wadah sekumpulan individu untuk mencapai tujuan yang tidak mampu
dicapai sendirian. Tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud dengan
cara menggabungkan kemampuan dan keahlian beberapa individu
dalam satu kelompok menjadi sebuah sistem. Barnard (1968),16
mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem dari kegiatan kerja sama
antara dua orang atau lebih, sesuatu yang tidak tampak dan impersonal,
yang sebagian besar berupa hubungan-hubungan. Steers (1985),17
menambahkan bahwa organisasi merupakan sistem yang berupaya
mencapai tujuan, dimana individu-individu mengkoordinasikan usaha
mereka. Dengan kata lain, organisasi digambarkan sebagai sebuah
sistem yang dibangun oleh elemen-elemen yang berhubungan satu sama
lain dan bekerja sama demi sebuah tujuan.
14
Ibid. hal. 17. 15
Muhyadi. 2012. Dinamika Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Hal. 49. 16
Ibid. hal. 50. 17
Ibid. hal. 52
9
Organisasi terbentuk atas interaksi-interaksi sosial sehingga ia juga
dapat dikatakan sebagai bentuk sistem sosial. Barnard mengemukakan
pendapatnya bahwa organisasi adalah suatu sistem sosial yang dinamis.
Individu, organisasi, dan pelanggan organisasi terikat dalam suatu
kondisi yang disebut lingkungan.18
Wiener (1948),19
menyumbangkan
gagasannya berupa konsep sibernetika20
. Ia memperkenalkan
mekanisme umpan balik sebagai faktor yang mampu menjaga
keseimbangan organisasi. Dalam sudut pandangnya, organisasi
merupakan suatu sistem yang mencakup unsur-unsur: input, proses,
output, arus balik, dan lingkungan. Dengan kata lain, interaksi
organisasi tidak hanya berlangsung dalam proses internal, melainkan
juga interaksi dengan eksternal organisasi yang berupa lingkungan.
Untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi, tiap elemen di
dalamnya harus mengoordinasikan hubungan dengan baik melalui
komunikasi. Proses komunikasi tidak dapat dipisahkan dari organisasi
karena komunikasi merupakan sistem aliran yang menghubungkan dan
membangkitkan kinerja antarbagian dalam organisasi sehingga
sinergis.21
Komunikasi mengoordinasikan kegiatan orang untuk
mencapai tujuan bersama melalui transfer informasi dan makna yang
terjadi di sekitar mereka.22
Tanpa komunikasi, sebuah organisasi tidak
akan berjalan. Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan bersama
bergantung pada kemampuan dan proses komunikasi yang terjadi dalam
organisasi tersebut.
18
Ibid. hal. 43. 19
Ibid. 20
Sibernetika adalah salah satu tradisi pemikiran dalam teori komunikasi. Sibernetika memahami komunikasi sebagai pemrosesan informasi, dan persoalan-persoalan yang dihadapi dikaitkan dengan noise, overloaded, dan malfunction dalam suatu sistem komunikasi. (lihat Miller, 2005: 13) 21
Redi Panuju. 2001. Komunikasi Organisasi: Dari Konseptual-Teoritis ke Empirik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 1-2. 22
Abdullah Masmuh. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang: UMM. hal. 7.
10
Pada proses komunikasi, terjadi dua proses, yakni penciptaan
(pertunjukan) pesan dan penafsiran pesan.23
Dalam penciptaan pesan,
komunikator bertindak untuk menunjukkan pesan yang harus
diperhatikan oleh komunikan. Kemudian, tugas komunikan adalah
menafsirkan pesan tersebut dengan cara tertentu. Komunikasi dikatakan
sudah terjadi jika komunikan sudah mampu menafsirkan pesan dengan
caranya sendiri. Dengan penangkapan makna pesan, pesan tersebut
sudah menjadi sebuah informasi. Dalam organisasi, proses komunikasi
sebagai pemaknaan pesan diantara elemen-elemen organisasi menjadi
penting mengingat organisasi terbentuk atas kumpulan individu untuk
mencapai tujuan bersama.
Pace dan Faules mengklasifikasikan definisi komunikasi organisasi
menjadi dua, yakni:24
Definisi fungsional komunikasi organisasi, komunikasi organisasi
didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara
unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari organisasi
tertentu. Fokusnya terletak pada penanganan pesan yang terjadi
pada unit struktur dan tujuan, serta komunikasi menjadi alat yang
memungkinkan orang beradaptasi dengan lingkungan mereka.
Definisi interpretatif komunikasi organisasi, komunikasi organisasi
sebagai “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana
mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi
makna atas apa yang terjadi. Dengan kata lain, komunikasi
organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang
menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Komunikasi
lebih dari sekadar alat, ia juga cara berpikir.
Sifat terpenting dalam komunikasi organisasi adalah proses
penciptaan pesan, penafsiran, dan tindak lanjutnya pada kegiatan
23
Pace & Faules, Op. Cit., hal. 26-28. 24
Ibid. hal. 31-34.
11
anggota organisasi, serta bagaimana akhirnya komunikasi tersebut
berlangsung di dalam organisasi dan cara seseorang untuk
memaknainya. Apabila dilihat dari sudut pandang fungsional dan
objektif, komunikasi organisasi dapat menjadi proses yang menunjang
tercapainya tujuan organisasi. Komunikasi organisasi juga digunakan
sebagai alat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Apabila komunikasi
organisasi dipandang dari sudut pandang interpretatif dan subjektif,
komunikasi dianggap sebagai fungsi pembentuk organisasi.
2. Teori Organisasi Modern
Penggunaan teori organisasi dalam kajian ini dimaksudkan untuk
melihat organisasi dari perspektif dan karakteristik tertentu. Secara
garis besar, teori mengenai organisasi dikategorikan dalam tiga
kelompok besar, sekaligus sesuai dengan urutan perkembangannya,
yaitu:25
Teori organisasi yang tergolong klasik (classical theory). Titik
berat dalam teori ini terletak pada penekanan struktur formal dan
melihat organisasi secara fungsional melalui pembagian kerja.
Teori hubungan kemanusiaan atau teori klasik baru (neo-classical
theory). Konsepnya bersumber pada tingkah laku individu dan
pengaruh kelompok informal dalam sebuah organisasi. Konsep
hubungan kemanusiaan dalam kelompok kerja sama dan struktur
organisasi informal dalam struktur formal juga menjadi fokus
dalam teori ini.
Teori organisasi modern atau teori organisasi sistem (system theory
of organization). Teori ini memiliki asumsi bahwa cara paling tepat
untuk mempelajari organisasi ialah dengan memandangnya sebagai
sebuah kesatuan yang utuh (wholism). Organisasi dipandang
25
Muhyadi, Op. Cit., hal. 17.
12
sebagai sebuah sistem utuh yang memiliki banyak komponen yang
saling berinteraksi, berpengaruh, dan berhubungan untuk mencapai
tujuan tertentu.
Organisasi serikat pekerja merupakan organisasi yang terbentuk
atas kesamaan tujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan kaum
buruh. Dalam serikat pekerja, sifat keanggotaan tergolong pada level
sukarela sehingga tidak ada aturan yang mengikat dalam kinerja
anggota. Meskipun demikian, sifat sukarela yang menjadi asas
organisasi serikat pekerja tetap didasarkan pada adanya kepentingan
yang dibawa oleh masing-masing anggota organisasi, baik itu
kepentingan untuk organisasi, maupun kepentingan pribadi. Asumsi
tersebut menerangkan bahwa untuk mempelajari organisasi serikat
pekerja, pendekatan yang cocok untuk digunakan adalah pendekatan
melalui sudut pandang teori organisasi modern yang melihatnya sebagai
keutuhan entitas sistem.
Sebagai sebuah sistem, komponen-komponen dalam organisasi
akan berproses secara bersamaan untuk mencapai tujuan bersama.
Konsep sistem menurut Pace dan Faules berfokus pada pengaturan
bagian-bagian, hubungan antarbagian dan dinamika hubungan tersebut
secara keseluruhan.26
Dalam perspektif organisasi sebagai sistem,
Masmuh (2008) menekankan komunikasi sebagai suatu proses esensial
yang memungkinkan saling ketergantungan di antara bagian-bagian dari
suatu sistem. Sistem tersebut juga akan dipengaruhi sekaligus
mempengaruhi lingkungan.
Richard Scott,27
mengemukakan bagian-bagian penting dalam
organisasi jika dilihat sebagai sebuah sistem, yakni:
Individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi
26
Pace & Faules. Op. Cit., hal. 63. 27
Dikutip dalam Abdullah Masmuh. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang. UMM Press. Hal 162.
13
Struktur formal
Pola interaksi yang informal
Pola status dan peranan yang menimbulkan pengharapan-
pengharapan
Lingkungan fisik pekerjaan
Sejalan dengan Scott, Muhyadi28
menegaskan sejumlah isu penting
yang menjadi fokus analisis teori organisasi modern adalah: 1)
komponen-komponen yang merupakan bagian dari sebuah organisasi,
2) sifat-sifat atau karakteristik berbagai komponen tersebut, 3) proses
saling interaksi antar komponen pada sebuah organisasi, 4) visi, misi,
dan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi sebagai suatu sistem,
dan 5) faktor lingkungan terhadap efektivitas organisasi.
Gambar I.1
Bagian-bagian suatu sistem organisasi29
28
Muhyadi, Op. Cit., hal. 42.
29 Pace & Faules, Op. Cit., hal. 64.
14
Penggunaan konsep sistem dalam organisasi menunjukkan bahwa
terdapat suatu kesaling-bergantungan antarkomponen dalam organisasi
tersebut. Perubahan dalam satu komponen tertentu akan berdampak
pada komponen lainnya. Fisher (1978), menyebutkan beberapa prinsip
terkait dengan pendefinisian sistem dari teori sistem, yakni:30
a. Nonsumativitas. Nonsumativitas menunjukkan bahwa suatu sistem
tidak sekadar jumlah dari bagian-bagiannya. Ketika komponen-
komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain dalam
interdependensi, sistem tersebut memperoleh suatu identitas yang
terpisah dari masing-masing komponen.
b. Unsur-unsur struktur, fungsi dan evolusi. Struktur merujuk kepada
hubungan antarkomponen suatu sistem. Fungsi atau tindakan dan
perilaku merupakan sarana mendasar untuk mengidentifikasi
orang-orang dalam suatu sistem sosial. Evolusi merujuk pada
perubahan dalam suatu sistem yang dapat mempengaruhi, baik
unsur fungsional maupun unsur struktural organisasi.
c. Keterbukaan. Organisasi merupakan sistem sosial yang batas-
batasnya dapat ditembus sehingga memungkinkan organisasi untuk
berinteraksi dengan lingkungan dan memperoleh energi dan
informasi.
d. Hierarki. Sistem merupakan suatu suprasistem bagi sistem-sistem
lain di dalamnya, juga merupakan subsistem bagi sistem yang lebih
besar. Arus informasi yang melintasi batas-batas suatu sistem dapat
mempengaruhi perilaku struktural-fungsional. Hierarki melihat
bagaimana tingkat-tingkat ini berkaitan dan bagaimana suatu
tingkat berinteraksi dengan tingkat lainnya.
30
Ibid. hal. 65.
15
Muhyadi mengemukakan bahwa teori organisasi modern memiliki
sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan teori sebelumnya,
yakni:31
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, bergerak
ke arah tujuan tertentu. Pengertian organisasi sebagai suatu sistem
meliputi: input, proses, output, umpan balik, dan lingkungan.
Aspek kedinamisan mendapat penekanan dalam pembahasan
organisasi. Kedinamisan dilihat dari organisasi merupakan
kesatuan yang bergerak ke arah tujuan tertentu dan kedinamisan
dalam interaksi antaranggota yang bersifat intern.
Hubungan interaksi antarbagian dalam sebuah organisasi, baik
yang bersifat vertikal maupun horisontal dapat mempengaruhi
proses yang berlangsung dalam organisasi.
Tujuan pribadi dan motivasi yang berbeda-beda dari para anggota
mendapatkan peluang untuk dicapai dalam organisasi. Teori
organisasi modern berusaha untuk secara simultan mencapai tujuan
organisasi sekaligus memuaskan kepentingan anggota.
Teori organisasi modern memandang organisasi sebagai sistem
yeng memiliki kemampuan adaptif, menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Output harus disesuaikan dengan kebutuhan
lingkungan dan input diambil dari apa yang tersedia di lingkungan.
3. Komunikasi Internal Organisasi
Komunikasi organisasi merujuk pada proses komunikasi dan
interaksi yang terjadi diantara anggota internal organisasi.32
Robbins
menyebutkan, fungsi utama komunikasi internal dalam organisasi
31
Muhyadi, Op. Cit., hal. 44-46. 32
Bruce K. Berger. 2008. Employee/Organizational Communication. Terarsip dalam http://www.instituteforpr.org/topics/employee-organizational-communications/. Tanggal 10 April 2013.
16
adalah sebagai kendali (kontrol/pengawasan), motivasi, pengungkapan
emosional, dan informasi.33
Deetz (2001),34
mendeskripsikan dua cara
dalam mendefinisikan komunikasi internal. Pertama, fokus pendekatan
terletak pada komunikasi internal sebagai fenomena yang terjadi dalam
organisasi, dimana organisasi merupakan wadah untuk proses
komunikasi yang terjadi. Kedua, komunikasi internal dilihat sebagai
cara untuk mendeskripsikan dan menjelaskan organisasi, dimana
komunikasi menjadi proses utama yang dilakukan oleh anggota untuk
berbagi informasi, menciptakan hubungan, memaknai dan
mengkonstruksi budaya serta nilai organisasi. Shockley-Zalabak
(1995),35
menambahkan proses tersebut merupakan kombinasi atas
orang, pesan, makna, proses, dan tujuan.
Richmond dan Mc Crosckey36
, menjelaskan bahwa secara umum
dalam komunikasi internal, informasi mengalir melalui dua cara, secara
vertikal (dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas) dan horisontal
(sejajar). Pada dasarnya, komunikasi internal dimaksudkan untuk proses
transfer pemikiran yang baik antarkomponen organisasi, baik secara
vertikal, horisontal, dan diagonal. Dengan demikian, komunikasi
internal dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuan secara
efektif dan efisien. Lebih lanjut Richmond dan Mc Crosckey
menjelaskan terdapat enam fungsi komunikasi internal organisasi, yaitu:
a. Fungsi informatif
Fungsi ini memberikan informasi kepada anggota tentang apa yang
mereka butuhkan sehingga dapat mengerjakan pekerjaan dengan
efektif dan efisien. Anggota perlu mendapatkan informasi tentang
perubahan dalam prosedur kerja dan berbagai kebijakan yang
33
Stephen P. Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi Jilid I. Jakarta: PT. Prenhallindo. hal. 310. 34
Berger, Op. Cit., 35
Ibid. 36
Virginia P. Richmond & James C. Mc Crosckey. 1992. Organizational Communication for Survival. New Jersey: Prentice Hall. hal. 27.
17
berkaitan dengan pekerjaan. Fungsi ini dijalankan melalui
pertemuan-pertemuan rutin organisasi dan pesan tulis.
b. Fungsi regulasi
Fungsi ini dijalankan untuk mengarahkan anggota dalam
menjalankan peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi.
c. Fungsi integratif
Fungsi ini difokuskan pada koordinasi dalam unit kerja.
Komunikasi digunakan untuk mengarahkan anggota dalam
mengembangkan kerja sama sehingga pekerjaan dapat berjalan
lebih baik.
d. Fungsi manajemen
Fungsi ini berkaitan dengan tiga fungsi sebelumnya. Komunikasi
difokuskan untuk mengarahkan anggota agar mengerjakan
pekerjaannya dengan baik, mengenal anggota lain, dan membangun
hubungan antaranggota.
e. Fungsi persuasi
Fungsi ini merupakan pengembangan dari fungsi manajemen.
Manajer (pimpinan organisasi) berusaha mempengaruhi anggota
agar mengerjakan tugas-tugas mereka dengan lebih baik demi
kemajuan organisasi.
f. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi internal di organisasi sering kali diabaikan. Fungsi ini
sebenarnya dapat menentukan anggota mampu bertahan di
lingkungan organisasi. Fungsi ini berkaitan dengan integrasi
anggota di lingkungan organisasi yang selalu mengalami tuntutat
perubahan.
Hal yang penting dalam strategi komunikasi internal adalah
bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan dapat berdampak
18
efektif sesuai dengan yang diharapkan komunikator kepada komunikan.
Komunikasi dikatakan efektif apabila tidak hanya sekadar pesan yang
diharapkan komunikator terhadap komunikan agar komunikan memiliki
perilaku tertentu, melainkan juga memiliki pendapat dan perilaku
seperti yang diharapkan oleh komunikator.37
4. Jaringan Komunikasi Internal
Jaringan komunikasi internal adalah pertukaran pesan dan
informasi dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh sejumlah orang
dan menduduki posisi atau peranan tertentu.38
Pertukaran tersebut
dilakukan melalui pola komunikasi di antara anggota organisasi dan
berbagai posisi dalam struktur organisasi. Robbins menyebutkan bahwa
jaringan komunikasi menetapkan saluran-saluran tempat informasi
mengalir.39
Proses komunikasi internal berlangsung secara dua arah
berdasarkan jaringan komunikasi, yakni jaringan komunikasi formal
dan jaringan komunikasi informal.
A. Jaringan Komunikasi Formal (formal communication network)
Jaringan komunikasi formal adalah aliran komunikasi internal
yang memiliki struktur dan telah direncanakan sehingga tidak dapat
lagi dihindari oleh organisasi. Menurut Richmond dan Mc
Crosckey40
, jaringan komunikasi formal berlangsung di antara
anggota-anggota organisasi yang menduduki posisi atau jabatan
tertentu secara hierarki dalam sebuah organisasi. Komunikasi
formal ini mencakup susunan tingkah laku organisasi, pembagian
departemen ataupun tanggung jawab tertentu, posisi jabatan, dan
37
Soenarko. 1997. Public Relation: Pengertian, Fungsi, dan Peranannya. Surabaya: Papyrus. hal. 79-80. 38
Masmuh, Op. Cit., hal. 56. 39
Stephen P. Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi Jilid I. Jakarta: PT. Prenhallindo. hal. 317. 40
Virginia P. Richmond & James C. Mc Crosckey. 1992. Organizational Communication for Survival. New Jersey: Prentice Hall. hal. 26.
19
distribusi pekerjaan yang ditetapkan bagi anggota organisasi yang
berbeda-beda.
Jaringan komunikasi formal memiliki alur secara vertikal,
mengikuti rantau wewenang (struktural) dan terbatas pada
komunikasi yang berkaitan dengan tugas. Komunikasi dalam
jaringan seperti ini sering mengalami distorsi pesan dan
memungkinkan informasi yang diterima oleh tiap tingkatan struktur
menjadi berubah/berbeda. Berikut merupakan bagan jaringan
komunikasi formal dalam organisasi:
Gambar I.2
Arah Komunikasi Organisasi41
Bentuk umum komunikasi internal, informasi dapat mengalir
melalui dua cara, secara horisontal dan vertikal.42
Komunikasi
horisontal adalah komunikasi yang mengalir di antara karyawan
yang memiliki kedudukan sama dalam perusahaan, sedangkan
41
Pace & Faules, Op. Cit., hal. 184. 42
Courtland Boove L & John V. Thill. 1995. Business Communication Today. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Hal. 6.
20
komunikasi vertikal merupakan komunikasi yang mengalir antara
jajaran petinggi hierarkinya dalam organisasi/perusahaan.
i. Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke
bawah (downward communication), dan komunikasi dari
bawah ke atas (upward communication). Komunikasi ini
berlangsung secara timbal balik dari pimpinan ke anggota dan
dari anggota kepada pimpinan (two way traffic
communication).
Komunikasi ke bawah berbicara tentang alur informasi
yang berpindah dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi
kepada orang lain yang otoritasnya lebih rendah.43
Hawkins
dan Preston mengidentifikasikan lima jenis informasi yang
mengalir ke bawah melalui saluran komunikasi, yaitu:44
Petunjuk-petunjuk tugas yang spesifik; instruksi-instruksi
pekerjaan
Informasi yang didesain untuk menghasilkan pengertian
tentang tugas dan hubungannya dengan tugas-tugas
organisasi lainnya (rasionalitas pekerjaan)
Informasi tentang kebijaksanaan perusahaan dan
pelaksanaan operasionalnya (prosedur dan praktik
organisasi)
Umpan balik kepada para bawahan tentang kinerja mereka
Informasi tentang karakteristik ideologi sebagai misi
organisasi dengan cara mengulang-ulang latihan dan
pengajaran supaya bawahan terkesan dengan misi tersebut.
43
Pace & Faules, Op. Cit., hal. 184. 44
Makmuri Muchlas. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah MAda University Press. Hal. 276.
21
Komunikasi ke bawah berisi pesan yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi pemimpin. Bentuk informasi umumnya
berupa instruksi atau perintah, namun dapat pula berupa
petunjuk, pengarahan, penjelasan, teguran, dan permintaan
laporan.45
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti
informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat
yang lebih tinggi.46
Pola ini digunakan untuk memberikan
umpan balik kepada pimpinan yang di atas, menginformasikan
kepada mereka tentang kemajuan dalam menuju sasaran kerja,
dan menyampaikan masalah yang terjadi saat ini.47
Komunikasi ke atas sangat penting untuk pertumbuhan
organisasi dengan alasan sebagai berikut:48
Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk
pembuatan keputusan
Dapat memberitahukan kepada pimpinan kapan anggota
siap menerima informasi dan seberapa baik mereka
menerima informasi tersebut
Mendorong keluh kesah muncul ke permukaan sehingga
pimpinan mengetahui apa yang sedang mengganggu
anggotanya
Menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi
melalui pemberian kesempatan bagi anggota untuk
menyumbang gagasan tentang organisasi
Dapat membantu anggota mengatasi masalah mereka dan
memperkuat keterlibatan mereka dengan organisasi
45
Muhyadi, Op. Cit., hal. 120. 46
Masmuh, Op. Cit., hal. 67. 47
Robbins, Op. Cit., hal. 148. 48
Masmuh, Op. Cit., hal. 68.
22
Hambatan yang terjadi dalam komunikasi vertikal adalah
penyaringan pesan yang terjadi ketika informasi disampaikan.
Hawkins dan Preston49
mengestimasikan, ketika pesan dalam
komunikasi ke bawah disampaikan, lebih dari 80% informasi
orisinalnya hilang di tengah jalan. Begitu pula yang terjadi
pola komunikasi ke atas. Distorsi yang terjadi disebabkan
karena anggota dari tingkat bawah akan lebih sedikit mengirim
pesan-pesan yang berupa kritik kepada atasan.
ii. Komunikasi Horisontal
Komunikasi menyamping atau horisontal ialah proses
penyampaian pesan-pesan dari anggota satu kepada anggota
lain yang kedudukannya dalam jenjang organisasi setingkat.50
Komunikasi horisontal dapat menghemat waktu dan
mempermudah koordinasi.51
Pola komunikasi ini juga dapat
dimanfaatkan untuk saling memperoleh informasi yang dapat
membantu memperbaiki dan memperlancar pelaksanaan tugas
masing-masing anggota. Muchlas menyebutkan sedikitnya ada
empat fungsi penting dari komunikasi horisontal:52
Koordinasi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh banyak
bagian dalam organisasi
Informasi tentang berbagai kegiatan pekerjaan dalam
bagian-bagian organisasi yang sama tingkatannya
Persuasi pada orang-orang lain yang sama tingkatannya
dalam organisasi
49
Muchlas, Op. Cit., hal. 276-279. 50
Muhyadi, Op. Cit., hal. 122. 51
Robbins, Op. Cit., hal. 149. 52
Muchlas, Op. Cit., hal. 281.
23
Informasi mengenai perasaan para sejawat tentang
pekerjaan dan isu-isu yang berhubungan dengan pekerjaan
Dalam komunikasi horisontal, informasi mengalami
filterisasi yang lebih sedikit dibandingkan komunikasi vertikal.
Keuntungannya, informasi yang diterima mungkin komplit dan
memungkinkan komunikan menginterpretasikan informasi
tersebut sesuai keinginan. Namun, karena informasi sedikit
mengalami filter, komunikan harus memilihnya sesuai dengan
dukungan data yang ada. Jika tidak, informasi yang diterima
akan berlimpah dan menyulitkan komunikan untuk
mengolahnya.
iii. Komunikasi Diagonal
Komunikasi silang (cross/diagonal communication) atau
lebih dikenal dengan komunikasi lintas saluran adalah
komunikasi antara pimpinan suatu bagian dengan anggota
bagian lain. Dengan kata lain, komunikasi ini memotong jalur
vertikal dan horisontal. Maksud lain dari komunikasi ini adalah
untuk berdiskusi atau bersosialisasi dengan rekan kerja secara
informal dan terkadang terjadi pada waktu luang atau di luar
jam kerja. Komunikasi diagonal dibutuhkan karena dalam
sistem kerja, sebuah organisasi tidak dapat berdiri sendiri.
komunikasi ini berperan dalam fungsi koordinasi dan kerja
sama antar divisi untuk memperoleh data atau informasi dari
divisi lain, terkait dengan penyelesaian tugas dan jalannya
kebijakan organisasi. Hal ini berlangsung karena tidak semua
data atau informasi dapat diperoleh di divisi yang sama.
24
B. Jaringan Komunikasi Informal (informal communication
network)
Jaringan komunikasi informal ialah proses penyampaian pesan
menggunakan saluran tidak resmi, yaitu di luar jalur yang sudah
ditentukan dalam struktur organisasi.53
Dalam jaringan komunikasi
informal, informasi tampak mengalir dengan arah yang tidak
diduga, komunikasi yang dilakukan bersifat lebih personal, dan
jaringannya digolongkan sebagai selentingan (grapevine). Stein
dalam Pace dan Faules54
juga menjelaskan selentingan (grapevne)
adalah metode untuk menyampaikan rahasia dari orang-orang yang
tidak dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi formal.
Bentuk jaringan komunikasi informal yang tidak sesuai dengan
struktur formal menumbuhkan asumsi bahwa komunikasi jenis ini
cenderung bersifat negatif. Namun, asumsi tersebut tidak
sepenuhnya benar karena jaringan komunikasi informal juga
memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan
organisasi. Selentingan adalah jenis komunikasi yang kuat tetapi
juga berbahaya karena informasi yang dikandungnya seringkali
tidak bisa dipercaya kebenarannya. Komunikasi informal lebih
bersifat manusiawi dan bertujuan untuk memenuhuhi kebutuhan
hubungan yang bersifat pribadi, kemanusiaan, dan sosial.55
Dengan
pendekatan tersebut, tidak jarang komunikasi informal dapat
memecahkan permasalah organisasi yang tidak dapat diselesaikan
melalui komunikasi formal. Saluran informal yang tidak terkontrol
akan muncul dan menguat apabila saluran formal yang terkontrol
tidak bisa memenuhi kebutuhan dan permintaan akan informasi
yang benar.
53
Muhyadi, Op. Cit., hal. 128. 54
Pace & Faules, Op. Cit., hal. 200. 55
Ibid.
25
F. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, peneliti memutuskan untuk
melihat konsep komunikasi organisasi melalui kacamata objektif dan
fungsional. Organisasi merupakan suatu sistem yang dibangun oleh
komponen-komponen yang berhubungan dan bekerja sama satu sama lain
demi mencapai sebuah tujuan. Koordinasi antar elemen organisasi dilakukan
melalui komunikasi. Komunikasi digambarkan sebagai sistem aliran yang
menghubungkan kinerja tiap-tiap elemen organisasi menjadi sebuah sinergi
untuk mencapai tujuan.
Proses komunikasi dalam organisasi berjalan melalui dua tahap, yakni
tahap penciptaan pesan dan tahap penafsiran pesan. Proses komunikasi
organisasi dapat dilihat melalui penciptaan dan penafsiran pesan yang
terjadi di antara unit-unit komunikasi yang menjadi bagian dalam organisasi
tersebut. Fokusnya terletak pada kemampuan individu dalam organisasi
untuk beradaptasi melalui penciptaan dan penafsiran pesan yang terjadi
dalam organisasi.
Sebagai sebuah sistem, organisasi harus dilihat secara keseluruhan,
memiliki banyak komponen yang saling berpengaruh, berhubungan, dan
berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Bagian-bagian penting dalam
organisasi jika dilihat sebagai sebuah sistem adalah individu dan
kepribadian dalam organisasi, struktur formal, pola interaksi formal, pola
status dan peranan yang menumbuhkan motivasi, serta lingkungan.
Organisasi dilihat sebagai sebuah sistem yang terbuka, dimana
organisasi juga berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan bahan
input untuk diproses dan menghasilkan output yang juga berpengaruh pada
lingkungan. Proses yang terjadi dalam organisasi adalah: input, proses,
output, arus balik, dan lingkungan. Dengan kata lain, proses interaksi
organisasi berlangsung dalam proses internal dan eksternal.
26
Proses interaksi yang terjadi dalam komponen organisasi dapat dilihat
melalui komunikasi internal yang terjadi di antara anggota organisasi.
Komunikasi internal dalam organisasi berfungsi sebagai kendali
(kontrol/pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional, dan penyebaran
informasi di kalangan anggota organisasi. Proses komunikasi antaranggota
organisasi dimaksudkan sebagai cara untuk mendeskripsikan, memaknai,
dan mengkonstruksi budaya organisasi. Hal yang penting dalam komunikasi
internal adalah pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan
berdampak efektif sesuai dengan yang diharapkan. Dengan proses
komunikasi internal yang efektif, hal ini juga berpengaruh terhadap
tercapainya tujuan organisasi.
Komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi berlangsung melalui
dua pola jaringan komunikasi, yakni:
a. Jaringan komunikasi formal. Komunikasi berlangsung melalui pola
struktur organisasi yang sudah direncanakan dan tidak dapat
dihindarkan. Komunikasi berlangsung di antara anggota organisasi
dalam struktur jabatan dan hierarki. Jaringan komunikasi formal
memiliki alur komunikasi secara vertikal, horizontal, dan diagonal.
b. Jaringan komunikasi informal. Komunikasi berlangsung tanpa
mempedulikan struktur hierarki dan jabatan dalam organisasi.
Komunikasi berjalan dengan arah yang tidak terduga dan bersifat lebih
personal. Jaringan komunikasi informal digolongkan sebagai
selentingan (grapevine).
Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud memahami komunikasi
organisasi dalam FSP LEM-SPSI melalui perspektif sistem. Proses transfer
pemikiran melalui komunikasi dalam FSP LEM-SPSI menghasilkan
pemaknaan tersendiri terkait dengan isu HOSTUM yang sedang menjadi
sorotan di kalangan pemerintah, pengusaha, dan kaum buruh. Sebagai salah
satu federasi serikat pekerja, FSP LEM-SPSI beserta ratusan anggotanya
turut andil dalam aksi demo buruh 2012. Penelitian ini menekankan fokus
27
utama pada sistem komunikasi organisasi dalam konteks internal. Konteks
eksternal (lingkungan) organisasi FSP LEM-SPSI tetap akan diperhitungkan
meskipun tidak menjadi fokus utama penelitian.
Proses penciptaan dan penafsiran pesan outsourcing dan upah murah
yang terjadi dalam FSP LEM-SPSI dilakukan melalui jaringan komunikasi
organisasi. Informasi terkait outsourcing dan upah murah menjadi input dari
lingkungan, kemudian diproses melalui jaringan komunikasi dalam FSP
LEM-SPSI, dan menghasilkan output yang juga berpengaruh terhadap
lingkungan. Komunikasi organisasi yang terjadi dalam FSP LEM-SPSI
dipahami melalui unit-unit yang terdiri dari individu, pesan, makna, proses,
dan tujuan.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan
menggambarkan karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti.
Penelitian deskriptif menyajikan satu gambar yang terperinci tentang satu
situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.56
Penelitian deskriptif juga
fokus pada pertanyaan mendasar “bagaimana” dengan berusaha
mendapatkan dan menyampaikan banyak detail yang tidak penting seperti
dalam penelitian eksplorasi. Selain mengetahui apa yang terjadi
(eksploratif), penelitian juga ingin mengungkap bagaimana hal itu terjadi
(deskriptif). Oleh karena itu, penelitian deskriptif lebih dalam, lebih luas,
dan lebih terperinci.57
Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan pola
komunikasi organisasi yang dilakukan di internal FSP LEM-SPSI serta
dampaknya pada aksi kaum buruh terkait isu HOSTUM sehingga hasil
penelitian ini akan berupa penjelasan secara rinci atas masalah dan unit yang
diteliti. Penelitian deskriptif dinilai mampu menjawab permasalahan dalam
penelitian ini.
56
Ulber Silalahi. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Hal. 27. 57
Ibid. 28.
28
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Menurut Yin (2002), studi
kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila
peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tidak dapat dimanipulasi. Studi kasus
menggunakan salah satu atau lebih contoh untuk dianalisis secara mendalam
guna mendeskripsikan keadaan sesungguhnya terhadap tema besar yang
diambil peneliti. Berbagai sumber data digunakan dalam penelitian ini untuk
meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai
aspek dalam suatu fenomena secara sistematis. Yin memberikan batasan
mengenai metode studi kasus sebagai riset yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan
konteks tak tampak dengan jelas, dan dimana multisumber bukti
dimanfaatkan.58
Metode penelitian studi kasus digunakan dalam penelitian ini karena
peneliti ingin melihat proses komunikasi organisasi yang dilakukan oleh
FSP LEM-SPSI terkait pengelolaan isu HOSTUM yang menjadi tema aksi
demo buruh di tahun 2012. FSP LEM-SPSI merupakan wadah dari
kepentingan kaum buruh, khususnya sektor industri logam, elektronik, dan
mesin, yang mampu mengoordinasi anggota secara nasional untuk
menyuarakan aspirasi yang sama terkait isu HOSTUM. Dalam penelitian
ini, metode studi kasus sengaja dipilih karena peneliti bisa mempelajari,
memahami, atau menginterpretasi kasus tersebut dalam konteks yang lebih
alamiah tanpa adanya intervensi dari pihak luar.
1. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah apa yang menjadi sasaran dari penelitian
ini. Lokus dari penelitian ini adalah organisasi serikat pekerja tingkat
nasional, yakni Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM-SPSI). Untuk fokus
58
Yin, Robert. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 18.
29
penelitian, peneliti membatasi masalah pada komunikasi organisasi
terkait pengelolaan isu HOSTUM yang dilakukan oleh FSP LEM-SPSI.
2. Metode Pengumpulan Data
Untuk mencari informasi guna mendapatkan data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data yang meliputi:
a. Studi pustaka dan dokumentasi, pengumpulan data dan teori yang
relevan dalam penelitian ini menggunakan bahan tertulis, meliputi
buku, dokumentasi foto, dan arsip-arsip yang dimiliki oleh FSP
LEM-SPSI terkait isu HOSTUM.
b. Observasi, yakni pengamatan langsung terhadap proses
pengelolaan isu HOSTUM di dalam FSP LEM-SPSI. Observasi
dilakukan dengan mengamati bagaimana proses departemen-
departemen dalam FSP LEM-SPSI menerima segala isu seputar
HOSTUM dan mengolahnya dalam pola komunikasi organisasi
yang telah terbentuk. Observasi dilakukan dalam rapat dan diskusi
yang dilakukan di Kantor DPP FSP LEM-SPSI dan Sekretariat
DPC FSP LEM-SPSI Jakarta Timur. Fungsi observasi dalam hal
deskripsi adalah menjelaskan dan merinci gejala yang terjadi.
c. In-Depth Interview, wawancara secara mendalam melibatkan
responden yang terkait dengan peran dan posisi individu dalam
struktur FSP LEM-SPSI. Wawancara dilakukan untuk memperoleh
data yang mencangkup hal-hal yang berkaitan di masa lampau,
sekarang, dan masa datang. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam
wawancara ini adalah :
1. Hardjono, SH selaku Ketua Umum DPP FSP LEM-SPSI
2. Surya Sanjaya selaku Wakil Sekjen DPP FSP LEM-SPSI
3. Yanto selaku Staf Ahli DPP FSP LEM-SPSI
30
3. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, ada beberapa faktor dari informan penelitian
yang menjadi temuan menarik dan dapat digunakan dalam analisis
pendukung penelitian.
Yanto
(Staf Ahli)
Hardjono, SH
(Ketua Umum)
Surya Sanjaya
(Wakil Sekjen)
Usia 30 tahun 62 tahun 53 tahun
Pendidikan SMA S1 SMA
Asal Daerah Cirebon Solo Subang
Posisi sebelum
bergabung
dalam FSP
LEM-SPSI
Pekerja di
perusahaan yang
bergerak di
desain buku
Pekerja di PT.
Pulo Gadung
Steel, Cakung
Pekerja di PT.
Sanggar Sarana
Riwayat
Organisasi
Staf Ahli DPP
FSP LEM-SPSI
(6 tahun)
PUK PT.
Pulo Gadung
Steel (5
tahun)
Ketua DPC
Jakarta
Timur (10
tahun)
Ketua DPD
DKI Jakarta
(10 tahun)
Ketua Umum
DPP (5
tahun)
Sekretaris DPC
Jakarta Timur
(10 tahun)
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengolah sumber data yang
tersedia secara kualitatif. Data yang didapat dari studi pustaka,
observasi, dan wawancara mendalam akan digunakan untuk menarik
kesimpulan penelitian. Proses analisis data dimulai dengan reduksi data
penelitian. Data yang sudah terkumpul akan dipilih dan dipilah sesuai
Nama
Profil
31
dengan kategori yang sudah ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan peneliti memilih data yang relevan dengan penelitian.
Untuk memperoleh gambaran atas kasus yang diteliti, peneliti
menghubungkan antara data kualitatif yang didapatkan dengan konsep
yang sudah dibangun pada kerangka pemikiran dengan teknik
penjodohan pola (pattern matching). Teknik ini menggunakan logika
membandingkan bentuk yang telah diprediksi sebelumnya berdasarkan
teori yang dikembangkan dengan hasil yang ditemui di lapangan.
Data utama yang ditemukan di lapangan merupakan proses
komunikasi organisasi di FSP LEM-SPSI secara internal, interaksi antar
komponen organisasi FSP LEM-SPSI mulai dari karakter individu,
motivasi anggota, struktur organisasi, serta proses komunikasi
organisasi dalam mengolah informasi seputar HOSTUM kepada
anggotanya. Data ini akan dianalisis dengan logika Teori Organisasi
Modern serta bentuk-bentuk jaringan komunikasi internal organisasi.
Peneliti juga akan menganalisa data temuan terkait aktivitas eksternal
FSP LEM-SPSI dengan beberapa perusahaan. Data ini bukan
merupakan analisis utama, tetapi memiliki pengaruh dalam proses
komunikasi organisasi internal di FSP LEM-SPSI. Data hasil proses
penelitian yang telah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk uraian
yang tersusun secara sistematis dengan disertai sajian gambar, tabel,
dan bagan.