31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini sedang marak isu pergerakan serikat pekerja yang mengakibatkan kemunduran angka produktivitas sektor industri. Hal ini disebabkan aksi mogok buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja. Pada tahun 2012, sudah terjadi beberapa demo buruh yang memprotes berbagai kebijakan yang dikeluarkan perusahaan. Demo buruh terbesar terjadi pada bulan Januari, Mei, dan Oktober 2012. Aksi demo tersebut mampu menghentikan aktivitas produksi perusahaan. Dampaknya tidak hanya terjadi mogok kerja, buruh juga menutup akses jalan tol di beberapa wilayah. Mereka menuntut upah minimum yang tidak layak, praktik penggunaan tenaga outsourcing yang tidak sesuai dengan undang- undang, dan jaminan kelayakan sosial. Gerakan yang melibatkan puluhan ribu buruh dalam lingkup nasional ini, menjadi sebuah isu yang menarik untuk digali lebih dalam dari sudut pandang akademis. Isu upah minimum dan penggunaan tenaga outsourcing di sebagian besar perusahaan industri di Indonesia menjadi tema demo besar-besaran kaum buruh di tahun 2012 yang dikenal dengan istilah Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM). Praktik kerja kontrak dan outsourcing mulai diberlakukan sejak adanya UU No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pada pasal 64, 65, dan 66 dijelaskan mengenai dasar hukum kerja outsourcing di Indonesia. Dalam UU tersebut, istilah outsourcing dikenal dengan dua kategori istilah, yakni penyerahan sebagian pekerjaan/pemborongan pekerjaan (outsourcing pekerjaan) dan penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing tenaga kerja atau agen penyalur tenaga kerja/pekerja outsourcing). 1 Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai 1 Artikel Mengenal Arti Outsourcing. PT Jasa Mandiri Techgraha (Perusahaan di Bidang Outsourcing). Terarsip dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64414/potongan/S1-2013... · Pada pasal 64, 65, ... pekerjaan/pemborongan pekerjaan ... pemindahan

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini sedang marak isu pergerakan serikat pekerja yang

mengakibatkan kemunduran angka produktivitas sektor industri. Hal ini

disebabkan aksi mogok buruh yang tergabung dalam berbagai serikat

pekerja. Pada tahun 2012, sudah terjadi beberapa demo buruh yang

memprotes berbagai kebijakan yang dikeluarkan perusahaan. Demo buruh

terbesar terjadi pada bulan Januari, Mei, dan Oktober 2012. Aksi demo

tersebut mampu menghentikan aktivitas produksi perusahaan. Dampaknya

tidak hanya terjadi mogok kerja, buruh juga menutup akses jalan tol di

beberapa wilayah. Mereka menuntut upah minimum yang tidak layak,

praktik penggunaan tenaga outsourcing yang tidak sesuai dengan undang-

undang, dan jaminan kelayakan sosial. Gerakan yang melibatkan puluhan

ribu buruh dalam lingkup nasional ini, menjadi sebuah isu yang menarik

untuk digali lebih dalam dari sudut pandang akademis.

Isu upah minimum dan penggunaan tenaga outsourcing di sebagian

besar perusahaan industri di Indonesia menjadi tema demo besar-besaran

kaum buruh di tahun 2012 yang dikenal dengan istilah Hapus Outsourcing

Tolak Upah Murah (HOSTUM). Praktik kerja kontrak dan outsourcing

mulai diberlakukan sejak adanya UU No 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. Pada pasal 64, 65, dan 66 dijelaskan mengenai dasar

hukum kerja outsourcing di Indonesia. Dalam UU tersebut, istilah

outsourcing dikenal dengan dua kategori istilah, yakni penyerahan sebagian

pekerjaan/pemborongan pekerjaan (outsourcing pekerjaan) dan penyedia

jasa tenaga kerja (outsourcing tenaga kerja atau agen penyalur tenaga

kerja/pekerja outsourcing).1 Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai

1 Artikel Mengenal Arti Outsourcing. PT Jasa Mandiri Techgraha (Perusahaan di Bidang Outsourcing).

Terarsip dalam

2

pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan

penyedia jasa. Badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi

dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh

para pihak.2

Dasar hukum tersebut menunjukkan bahwa praktik kerja outsourcing

memiliki legalitas yang kuat. Namun dalam prosesnya, terjadi permasalahan

yang akhirnya menimbulkan gugatan terutama dari pihak buruh. Hal yang

ramai dipersoalkan, digugat, dan selalu ditolak oleh seluruh buruh dan

serikat pekerja adalah tentang outsourcing tenaga kerja. Persoalannya

adalah para pekerja outsourcing dieksploitasi dengan bentuk upah rendah.

Menurut Said Iqbal3, mayoritas pekerja outsourcing menerima upah

dibawah nilai upah minimum dan adanya pemotongan upah oleh agen

outsourcing. Selain itu, mereka tidak mendapatkan pesangon dan jaminan

pensiun serta tidak ada jaminan kesehatan yang memadai. Mereka juga

mudah di-PHK tanpa melalui proses peradilan perburuhan dan usia

produktif yang hilang karena pekerja outsourcing pada umumnya

disyaratkan berusia dibawah 25 tahun. Gugatan ini semakin diperkuat

dengan asumsi bahwa pihak pemerintah kurang mengawal implementasi

kebijakan outsourcing di level perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian AKATIGA4 tentang

praktik kerja outsourcing di industri metal pada tahun 2010 menunjukkan

beberapa temuan.5 Pertama, upah pekerja outsourcing lebih rendah 26%

dari pekerja tetap untuk jenis pekerjaan dan masa kerja yang sama. Kedua,

pekerja outsourcing tidak bisa 0% menjadi anggota serikat pekerja sehingga

http://www.jmt.co.id/outsourcing/index.php?option=com_content&view=article&id=44&Itemid=7. Tanggal 30 Maret 2013. 2 Imam Sjahputra Tunggal. 2009. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Harvarindo. hal. 308.

3 Indrasari Tjandraningsih, dkk. 2010. Diskriminatif dan Eksploitatif: Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing

Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia. Bandung: AKATIGA. hal. v. 4 AKATIGA, Pusat Analisis Sosial merupakan organisasi non pemerintah yang memfokuskan kegiatannya

pada penelitian sosial tentang berbagai perkembangan kondisi dan isu pedesaan dan perkotaan dari sisi agraria, buruh, usaha kecil dan mikro, serta inisiatif-inisiatif pengaturan dan gerakan sosial. (lihat http://www.akatiga.org/) 5 Ibid. hal. vii.

3

hak mereka tidak terlindungi. Ketiga, jumlah pekerja outsourcing di industri

metal adalah lebih dari 40% (termasuk pekerja yang dikontrak kurang dari 6

bulan) dari total pekerja yang ada. Data tersebut menunjukkan, ada 60%

hingga 90% tenaga kerja outsourcing di industri padat karya lainnya.

Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa praktik tenaga kerja

outsourcing menyebabkan posisi buruh menjadi pihak yang dirugikan oleh

kebijakan. Selain itu, beberapa kasus yang menimpa kesejahteraan kaum

buruh tetap menjadi sorotan utama serikat pekerja. Hal tersebut akhirnya

menyebabkan kaum buruh berani untuk melakukan aksi demo guna

memperjuangkan hak-hak kesejahteraan mereka.

Kebebasan berserikat ditunjukkan dengan terbentuknya serikat pekerja

hampir di tiap perusahaan. Namun, tingkat kekuatan serikat pekerja

tergolong lemah karena mereka berada di bawah kekuasaan perusahaan

sehingga harus mendukung kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan.

Kewajiban buruh ialah melakukan pekerjaan menurut petunjuk majikan

(pengusaha).6 Kondisi ini menyebabkan serikat pekerja perusahaan mencari

cara lain agar dapat meningkatkan kekuatan mereka. Salah satu caranya

adalah dengan bergabung dengan serikat pekerja perusahaan lain untuk

menyuarakan aspirasi yang sama. Upaya mempersatukan serikat pekerja

dalam satu wadah dapat menghimpun potensi yang semakin efektif bagi

perjuangan pekerja dalam mencapai kesejahteraan.7 Demi menghimpun

kekuatan lebih besar, dibentuklah organisasi-organisasi gabungan serikat

pekerja agar pola komunikasi yang terjadi semakin terarah dalam satu

tujuan. Bentuk gabungan dari beberapa serikat pekerja ini disebut dengan

Federasi.

Umumnya, pembentukan federasi serikat pekerja di Indonesia dibagi

berdasarkan jenis sektor industri karena visi dan misi tiap federasi serikat

pekerjanya berbeda-beda. Pengurus serikat pekerja yang berasal dari

6 Iman Soepomo. 1975. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan. Hal. 65.

7 Payaman Simanjuntak. 2000. Peranan Serikat Pekerja dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di

Indonesia. Jakarta: Himpunan Pembina Sumberdaya Manusia Indonesia (HIPSMI).

4

lapangan usaha yang sama akan lebih mengenal dengan jelas apa yang

menjadi permasalahan di lapangan yang menjadi basis dari kepentingan

buruh itu.8 Salah satu federasi yang memiliki aspirasi yang dominan adalah

Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja

Seluruh Indonesia (FSP LEM-SPSI).

FSP LEM-SPSI merupakan federasi serikat pekerja yang membawahi

sektor industri logam, elektronik, dan mesin. Ruang lingkup keanggotaan

FSP LEM-SPSI meliputi industri mesin (perkakas, pertanian, alat berat,

listrik, alat pabrik), kendaraan bermotor/otomotif, industri logam dan

produk dasar, industri hasil olahan logam, dan industri alat listrik.9 FSP

LEM-SPSI memiliki lingkup organisasi nasional dan memiliki kantor pusat

di Jakarta. Dalam aksi demo buruh tahun 2012 lalu, FSP LEM-SPSI juga

turut andil menjadi peserta aksi guna memperjuangkan isu HOSTUM. Hal

ini cukup menarik karena menurut data Badan Pusat Statistik, upah buruh di

sektor logam, elektronik, dan mesin memiliki nominal paling besar

dibanding industri lainnya.10

NO JENIS INDUSTRI UPAH PER BULAN (Rp)

1 Logam 1.960.000

2 Semen/Kapur 1.690.000

3 Kimia/Karet 1.500.000

4 Kertas 1.420.000

5 Pakaian Jadi 1.360.000

6 Bahan Makanan 1.344.000

7 Percetakan 1.340.000

8 Tekstil 1.320.000

Sumber: Data Badan Pusat Statistik per Agustus 2012

Jumlah nominal upah paling besar ternyata tidak lantas membuat buruh

industri logam, elektronik, dan mesin berdiam diri menghadapi isu

HOSTUM. Bahkan, dari beberapa aksi demo di tahun 2012, suara kaum

8 Djumadi. 2005. Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. hal. 67.

9 AD/ART FSP LEM-SPSI. Terarsip dalam http://fsplem-bekasi.or.id/home/adart. Tanggal 28 Maret 2013.

10 Dikutip DetikFinance. Terarsip di

http://finance.detik.com/read/2012/08/01/081445/1979995/1036/9/ini-dia-8-industri-bergaji-paling-besar-di-indonesia#bigpic. Tanggal 28 Maret 2013.

5

buruh paling besar berasal dari federasi logam, salah satunya FSP LEM-

SPSI yang merupakan federasi tingkat nasional dan membawahi federasi

serupa di tingkat propinsi dan wilayah. Jumlah Pimpinan Unit Kerja (PUK)

yang menjadi anggota FSP LEM-SPSI mencapai angka lebih dari 90 PUK

dan membawahi 138.000 anggota. Untuk mengorganisasikan kaum buruh

yang tergabung dalam FSP LEM-SPSI, dibutuhkan komunikasi organisasi

yang mampu menggerakkan buruh di seluruh wilayah, baik di level

nasional, propinsi, maupun wilayah.

Sebagai bentuk organisasi SPSI, FSP LEM-SPSI memiliki perbedaan

dari serikat buruh lain. Dilihat dari sejarah, SPSI adalah satu-satunya wadah

organisasi pekerja yang diakui pemerintah11

sehingga tidak heran jika FSP

LEM-SPSI dianggap sebagai organisasi yang mempunyai status quo. Hal ini

juga didukung dengan prinsip organisasi FSP LEM-SPSI yang

mengutamakan proses negosiasi untuk menyelesaikan perselisihan dengan

pihak pemerintah dan pengusaha.12

Apabila langkah negosiasi sudah

ditempuh dan tidak memberikan solusi yang memuaskan semua pihak,

langkah aksi demo baru ditempuh sebagai sarana menyalurkan aspirasi.

Kondisi ini berbeda dengan serikat pekerja lain yang umumnya lebih

mementingkan aksi sebagai jalan keluar masalah perselisihan.

Dalam organisasi, gesekan kepentingan menjadi hal yang sering terjadi.

Menurut Surya Sanjaya, Wakil Sekjen DPP FSP LEM-SPSI, gesekan

kepentingan yang terjadi di internal FSP LEM-SPSI umumnya disebabkan

oleh perbedaan perspektif kaum muda dan kaum tua dalam kepengurusan

organisasi. Selain itu, anggota FSP LEM-SPSI bergabung dengan organisasi

yang mempunyai latar belakang kepentingan berbeda-beda. Hal tersebut

juga menjadi pemicu terjadinya gesekan dalam FSP LEM-SPSI. Terkait

dengan kepentingan anggota, hal ini juga menjadi salah satu alasan

11

Djumadi, Op. Cit., hal. 41. 12

Diskusi dengan Surya Sanjaya, Wakil Sekjen DPP FSP LEM-SPSI. Tanggal 13 April 2013.

6

timbulnya perbedaan perspektif tentang isu HOSTUM dalam internal FSP

LEM-SPSI.

Anggota FSP LEM-SPSI yang berjumlah hingga ratusan ribu orang

berasal dari berbagai perusahaan di sektor industri logam, elektronik, dan

mesin. Status pekerjaan anggota pun bermacam-macam, termasuk pekerja

outsourcing. Surya Sanjaya menjelaskan lebih lanjut bahwa ada pola pikir

anggota FSP LEM-SPSI yang kurang sejalan dengan misi organisasi untuk

memperjuangkan isu HOSTUM. Alasan yang dikemukakan oleh anggota

adalah terdapat kekhawatiran tentang status pekerjaan mereka, yakni

pemecatan yang dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.

Menghadapi kondisi tersebut, FSP LEM-SPSI melakukan proses

komunikasi organisasi internal untuk menyamakan persepsi anggota dan

mencapai tujuan organisasi.

Komunikasi organisasi merupakan faktor yang signifikan dalam

institusi. Hal ini disebabkan oleh komunikasi dalam organisasi yang

menjadi sistem aliran untuk menghubungkan dan membangkitkan kinerja

antara bagian dalam organisasi sehingga sinergis. Sistem komunikasi

organisasi yang tepat akan menyampaikan pesan yang baik kepada seluruh

anggota organisasi sehingga terbentuk kesamaan pandangan dalam

menafsirkan pesan tersebut. Pola komunikasi organisasi yang terjadi dalam

federasi serikat pekerja menjadi salah satu faktor yang dapat menyatukan

persepsi kaum buruh mengenai isu outsourcing dan upah murah menjadi isu

yang pantas diperjuangkan dalam lingkup nasional.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti menilai bahwa

kajian komunikasi organisasi terkait isu HOSTUM dalam FSP LEM-SPSI

menjadi kajian yang menarik untuk ditinjau dari segi akademis. Bagaimana

pola komunikasi organisasi yang digunakan oleh FSP LEM-SPSI mampu

menyampaikan informasi dan memberikan persepsi kepada kaum buruh

lainnya terkait isu HOSTUM. Pemetaan proses komunikasi organisasi di

antara anggota FSP LEM-SPSI diharapkan mampu menjadi gambaran dan

7

representasi dari pola komunikasi organsasi dari serikat pekerja di

Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana komunikasi organisasi dalam Federasi Serikat Pekerja Logam,

Elektronik, dan Mesin (FSP LEM-SPSI) terkait isu Hapus Outsourcing

Tolak Upah Murah (HOSTUM) di Jakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi organisasi

yang dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin

(FSP LEM-SPSI) dalam menyikapi isu HOSTUM.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana yang bermanfaat sebagai

bahan referensi yang relevan bagi kajian studi ilmu komunikasi, khususnya

mengenai pola komunikasi organisasi dalam serikat pekerja.

E. Kerangka Pemikiran

1. Komunikasi Organisasi

Organisasi pada dasarnya merupakan wadah untuk menampung

kumpulan individu yang memiliki tujuan bersama. Organisasi sebagai

sebuah objek studi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang dan

pendekatan. Pace dan Faules13

membagi pandangan tersebut dalam dua

jenis, yakni pandangan objektivis dan subjektivis. Kaum objektivis

melihat organisasi sebagai sebuah unit dan menekankan pada struktur,

13

R. Wayne Pace & Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal. 17.

8

perencanaan, kontrol, dan tujuan. Stogdill (1966),14

menyebutkan

organisasi dianggap sebagai pemroses informasi besar dengan input,

throughput, dan output. Sistem mengandung jabatan-jabatan (posisi-

posisi) dan peranan-peranan yang dapat dirancang sebelum peranan-

peranan tersebut diisi oleh aktor-aktor. Di sisi lain, pandangan kaum

subjektivis melihat organisasi sebagai sebuah proses perilaku

pengorganisasian. Organisasi dalam sudut pandang ini harus dilihat

melalui perilaku-perilaku yang membentuk organisasi dan makna

perilaku-perilaku tersebut bagi individu yang melakukannya. Berbeda

dengan pandangan objektif, di sini keberadaan struktur dalam

organisasi diciptakan melalui makna perilaku-perilaku individu dalam

organisasi.

Gibson dkk (1988),15

memaknai organisasi sebagai entitas yang

memungkinkan masyarakat mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai

hanya dengan kegiatan satu orang secara sendirian. Organisasi menjadi

wadah sekumpulan individu untuk mencapai tujuan yang tidak mampu

dicapai sendirian. Tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud dengan

cara menggabungkan kemampuan dan keahlian beberapa individu

dalam satu kelompok menjadi sebuah sistem. Barnard (1968),16

mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem dari kegiatan kerja sama

antara dua orang atau lebih, sesuatu yang tidak tampak dan impersonal,

yang sebagian besar berupa hubungan-hubungan. Steers (1985),17

menambahkan bahwa organisasi merupakan sistem yang berupaya

mencapai tujuan, dimana individu-individu mengkoordinasikan usaha

mereka. Dengan kata lain, organisasi digambarkan sebagai sebuah

sistem yang dibangun oleh elemen-elemen yang berhubungan satu sama

lain dan bekerja sama demi sebuah tujuan.

14

Ibid. hal. 17. 15

Muhyadi. 2012. Dinamika Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Hal. 49. 16

Ibid. hal. 50. 17

Ibid. hal. 52

9

Organisasi terbentuk atas interaksi-interaksi sosial sehingga ia juga

dapat dikatakan sebagai bentuk sistem sosial. Barnard mengemukakan

pendapatnya bahwa organisasi adalah suatu sistem sosial yang dinamis.

Individu, organisasi, dan pelanggan organisasi terikat dalam suatu

kondisi yang disebut lingkungan.18

Wiener (1948),19

menyumbangkan

gagasannya berupa konsep sibernetika20

. Ia memperkenalkan

mekanisme umpan balik sebagai faktor yang mampu menjaga

keseimbangan organisasi. Dalam sudut pandangnya, organisasi

merupakan suatu sistem yang mencakup unsur-unsur: input, proses,

output, arus balik, dan lingkungan. Dengan kata lain, interaksi

organisasi tidak hanya berlangsung dalam proses internal, melainkan

juga interaksi dengan eksternal organisasi yang berupa lingkungan.

Untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi, tiap elemen di

dalamnya harus mengoordinasikan hubungan dengan baik melalui

komunikasi. Proses komunikasi tidak dapat dipisahkan dari organisasi

karena komunikasi merupakan sistem aliran yang menghubungkan dan

membangkitkan kinerja antarbagian dalam organisasi sehingga

sinergis.21

Komunikasi mengoordinasikan kegiatan orang untuk

mencapai tujuan bersama melalui transfer informasi dan makna yang

terjadi di sekitar mereka.22

Tanpa komunikasi, sebuah organisasi tidak

akan berjalan. Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan bersama

bergantung pada kemampuan dan proses komunikasi yang terjadi dalam

organisasi tersebut.

18

Ibid. hal. 43. 19

Ibid. 20

Sibernetika adalah salah satu tradisi pemikiran dalam teori komunikasi. Sibernetika memahami komunikasi sebagai pemrosesan informasi, dan persoalan-persoalan yang dihadapi dikaitkan dengan noise, overloaded, dan malfunction dalam suatu sistem komunikasi. (lihat Miller, 2005: 13) 21

Redi Panuju. 2001. Komunikasi Organisasi: Dari Konseptual-Teoritis ke Empirik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 1-2. 22

Abdullah Masmuh. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang: UMM. hal. 7.

10

Pada proses komunikasi, terjadi dua proses, yakni penciptaan

(pertunjukan) pesan dan penafsiran pesan.23

Dalam penciptaan pesan,

komunikator bertindak untuk menunjukkan pesan yang harus

diperhatikan oleh komunikan. Kemudian, tugas komunikan adalah

menafsirkan pesan tersebut dengan cara tertentu. Komunikasi dikatakan

sudah terjadi jika komunikan sudah mampu menafsirkan pesan dengan

caranya sendiri. Dengan penangkapan makna pesan, pesan tersebut

sudah menjadi sebuah informasi. Dalam organisasi, proses komunikasi

sebagai pemaknaan pesan diantara elemen-elemen organisasi menjadi

penting mengingat organisasi terbentuk atas kumpulan individu untuk

mencapai tujuan bersama.

Pace dan Faules mengklasifikasikan definisi komunikasi organisasi

menjadi dua, yakni:24

Definisi fungsional komunikasi organisasi, komunikasi organisasi

didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara

unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari organisasi

tertentu. Fokusnya terletak pada penanganan pesan yang terjadi

pada unit struktur dan tujuan, serta komunikasi menjadi alat yang

memungkinkan orang beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Definisi interpretatif komunikasi organisasi, komunikasi organisasi

sebagai “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana

mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi

makna atas apa yang terjadi. Dengan kata lain, komunikasi

organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang

menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Komunikasi

lebih dari sekadar alat, ia juga cara berpikir.

Sifat terpenting dalam komunikasi organisasi adalah proses

penciptaan pesan, penafsiran, dan tindak lanjutnya pada kegiatan

23

Pace & Faules, Op. Cit., hal. 26-28. 24

Ibid. hal. 31-34.

11

anggota organisasi, serta bagaimana akhirnya komunikasi tersebut

berlangsung di dalam organisasi dan cara seseorang untuk

memaknainya. Apabila dilihat dari sudut pandang fungsional dan

objektif, komunikasi organisasi dapat menjadi proses yang menunjang

tercapainya tujuan organisasi. Komunikasi organisasi juga digunakan

sebagai alat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Apabila komunikasi

organisasi dipandang dari sudut pandang interpretatif dan subjektif,

komunikasi dianggap sebagai fungsi pembentuk organisasi.

2. Teori Organisasi Modern

Penggunaan teori organisasi dalam kajian ini dimaksudkan untuk

melihat organisasi dari perspektif dan karakteristik tertentu. Secara

garis besar, teori mengenai organisasi dikategorikan dalam tiga

kelompok besar, sekaligus sesuai dengan urutan perkembangannya,

yaitu:25

Teori organisasi yang tergolong klasik (classical theory). Titik

berat dalam teori ini terletak pada penekanan struktur formal dan

melihat organisasi secara fungsional melalui pembagian kerja.

Teori hubungan kemanusiaan atau teori klasik baru (neo-classical

theory). Konsepnya bersumber pada tingkah laku individu dan

pengaruh kelompok informal dalam sebuah organisasi. Konsep

hubungan kemanusiaan dalam kelompok kerja sama dan struktur

organisasi informal dalam struktur formal juga menjadi fokus

dalam teori ini.

Teori organisasi modern atau teori organisasi sistem (system theory

of organization). Teori ini memiliki asumsi bahwa cara paling tepat

untuk mempelajari organisasi ialah dengan memandangnya sebagai

sebuah kesatuan yang utuh (wholism). Organisasi dipandang

25

Muhyadi, Op. Cit., hal. 17.

12

sebagai sebuah sistem utuh yang memiliki banyak komponen yang

saling berinteraksi, berpengaruh, dan berhubungan untuk mencapai

tujuan tertentu.

Organisasi serikat pekerja merupakan organisasi yang terbentuk

atas kesamaan tujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan kaum

buruh. Dalam serikat pekerja, sifat keanggotaan tergolong pada level

sukarela sehingga tidak ada aturan yang mengikat dalam kinerja

anggota. Meskipun demikian, sifat sukarela yang menjadi asas

organisasi serikat pekerja tetap didasarkan pada adanya kepentingan

yang dibawa oleh masing-masing anggota organisasi, baik itu

kepentingan untuk organisasi, maupun kepentingan pribadi. Asumsi

tersebut menerangkan bahwa untuk mempelajari organisasi serikat

pekerja, pendekatan yang cocok untuk digunakan adalah pendekatan

melalui sudut pandang teori organisasi modern yang melihatnya sebagai

keutuhan entitas sistem.

Sebagai sebuah sistem, komponen-komponen dalam organisasi

akan berproses secara bersamaan untuk mencapai tujuan bersama.

Konsep sistem menurut Pace dan Faules berfokus pada pengaturan

bagian-bagian, hubungan antarbagian dan dinamika hubungan tersebut

secara keseluruhan.26

Dalam perspektif organisasi sebagai sistem,

Masmuh (2008) menekankan komunikasi sebagai suatu proses esensial

yang memungkinkan saling ketergantungan di antara bagian-bagian dari

suatu sistem. Sistem tersebut juga akan dipengaruhi sekaligus

mempengaruhi lingkungan.

Richard Scott,27

mengemukakan bagian-bagian penting dalam

organisasi jika dilihat sebagai sebuah sistem, yakni:

Individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi

26

Pace & Faules. Op. Cit., hal. 63. 27

Dikutip dalam Abdullah Masmuh. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang. UMM Press. Hal 162.

13

Struktur formal

Pola interaksi yang informal

Pola status dan peranan yang menimbulkan pengharapan-

pengharapan

Lingkungan fisik pekerjaan

Sejalan dengan Scott, Muhyadi28

menegaskan sejumlah isu penting

yang menjadi fokus analisis teori organisasi modern adalah: 1)

komponen-komponen yang merupakan bagian dari sebuah organisasi,

2) sifat-sifat atau karakteristik berbagai komponen tersebut, 3) proses

saling interaksi antar komponen pada sebuah organisasi, 4) visi, misi,

dan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi sebagai suatu sistem,

dan 5) faktor lingkungan terhadap efektivitas organisasi.

Gambar I.1

Bagian-bagian suatu sistem organisasi29

28

Muhyadi, Op. Cit., hal. 42.

29 Pace & Faules, Op. Cit., hal. 64.

14

Penggunaan konsep sistem dalam organisasi menunjukkan bahwa

terdapat suatu kesaling-bergantungan antarkomponen dalam organisasi

tersebut. Perubahan dalam satu komponen tertentu akan berdampak

pada komponen lainnya. Fisher (1978), menyebutkan beberapa prinsip

terkait dengan pendefinisian sistem dari teori sistem, yakni:30

a. Nonsumativitas. Nonsumativitas menunjukkan bahwa suatu sistem

tidak sekadar jumlah dari bagian-bagiannya. Ketika komponen-

komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain dalam

interdependensi, sistem tersebut memperoleh suatu identitas yang

terpisah dari masing-masing komponen.

b. Unsur-unsur struktur, fungsi dan evolusi. Struktur merujuk kepada

hubungan antarkomponen suatu sistem. Fungsi atau tindakan dan

perilaku merupakan sarana mendasar untuk mengidentifikasi

orang-orang dalam suatu sistem sosial. Evolusi merujuk pada

perubahan dalam suatu sistem yang dapat mempengaruhi, baik

unsur fungsional maupun unsur struktural organisasi.

c. Keterbukaan. Organisasi merupakan sistem sosial yang batas-

batasnya dapat ditembus sehingga memungkinkan organisasi untuk

berinteraksi dengan lingkungan dan memperoleh energi dan

informasi.

d. Hierarki. Sistem merupakan suatu suprasistem bagi sistem-sistem

lain di dalamnya, juga merupakan subsistem bagi sistem yang lebih

besar. Arus informasi yang melintasi batas-batas suatu sistem dapat

mempengaruhi perilaku struktural-fungsional. Hierarki melihat

bagaimana tingkat-tingkat ini berkaitan dan bagaimana suatu

tingkat berinteraksi dengan tingkat lainnya.

30

Ibid. hal. 65.

15

Muhyadi mengemukakan bahwa teori organisasi modern memiliki

sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan teori sebelumnya,

yakni:31

Organisasi dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, bergerak

ke arah tujuan tertentu. Pengertian organisasi sebagai suatu sistem

meliputi: input, proses, output, umpan balik, dan lingkungan.

Aspek kedinamisan mendapat penekanan dalam pembahasan

organisasi. Kedinamisan dilihat dari organisasi merupakan

kesatuan yang bergerak ke arah tujuan tertentu dan kedinamisan

dalam interaksi antaranggota yang bersifat intern.

Hubungan interaksi antarbagian dalam sebuah organisasi, baik

yang bersifat vertikal maupun horisontal dapat mempengaruhi

proses yang berlangsung dalam organisasi.

Tujuan pribadi dan motivasi yang berbeda-beda dari para anggota

mendapatkan peluang untuk dicapai dalam organisasi. Teori

organisasi modern berusaha untuk secara simultan mencapai tujuan

organisasi sekaligus memuaskan kepentingan anggota.

Teori organisasi modern memandang organisasi sebagai sistem

yeng memiliki kemampuan adaptif, menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Output harus disesuaikan dengan kebutuhan

lingkungan dan input diambil dari apa yang tersedia di lingkungan.

3. Komunikasi Internal Organisasi

Komunikasi organisasi merujuk pada proses komunikasi dan

interaksi yang terjadi diantara anggota internal organisasi.32

Robbins

menyebutkan, fungsi utama komunikasi internal dalam organisasi

31

Muhyadi, Op. Cit., hal. 44-46. 32

Bruce K. Berger. 2008. Employee/Organizational Communication. Terarsip dalam http://www.instituteforpr.org/topics/employee-organizational-communications/. Tanggal 10 April 2013.

16

adalah sebagai kendali (kontrol/pengawasan), motivasi, pengungkapan

emosional, dan informasi.33

Deetz (2001),34

mendeskripsikan dua cara

dalam mendefinisikan komunikasi internal. Pertama, fokus pendekatan

terletak pada komunikasi internal sebagai fenomena yang terjadi dalam

organisasi, dimana organisasi merupakan wadah untuk proses

komunikasi yang terjadi. Kedua, komunikasi internal dilihat sebagai

cara untuk mendeskripsikan dan menjelaskan organisasi, dimana

komunikasi menjadi proses utama yang dilakukan oleh anggota untuk

berbagi informasi, menciptakan hubungan, memaknai dan

mengkonstruksi budaya serta nilai organisasi. Shockley-Zalabak

(1995),35

menambahkan proses tersebut merupakan kombinasi atas

orang, pesan, makna, proses, dan tujuan.

Richmond dan Mc Crosckey36

, menjelaskan bahwa secara umum

dalam komunikasi internal, informasi mengalir melalui dua cara, secara

vertikal (dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas) dan horisontal

(sejajar). Pada dasarnya, komunikasi internal dimaksudkan untuk proses

transfer pemikiran yang baik antarkomponen organisasi, baik secara

vertikal, horisontal, dan diagonal. Dengan demikian, komunikasi

internal dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuan secara

efektif dan efisien. Lebih lanjut Richmond dan Mc Crosckey

menjelaskan terdapat enam fungsi komunikasi internal organisasi, yaitu:

a. Fungsi informatif

Fungsi ini memberikan informasi kepada anggota tentang apa yang

mereka butuhkan sehingga dapat mengerjakan pekerjaan dengan

efektif dan efisien. Anggota perlu mendapatkan informasi tentang

perubahan dalam prosedur kerja dan berbagai kebijakan yang

33

Stephen P. Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi Jilid I. Jakarta: PT. Prenhallindo. hal. 310. 34

Berger, Op. Cit., 35

Ibid. 36

Virginia P. Richmond & James C. Mc Crosckey. 1992. Organizational Communication for Survival. New Jersey: Prentice Hall. hal. 27.

17

berkaitan dengan pekerjaan. Fungsi ini dijalankan melalui

pertemuan-pertemuan rutin organisasi dan pesan tulis.

b. Fungsi regulasi

Fungsi ini dijalankan untuk mengarahkan anggota dalam

menjalankan peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi.

c. Fungsi integratif

Fungsi ini difokuskan pada koordinasi dalam unit kerja.

Komunikasi digunakan untuk mengarahkan anggota dalam

mengembangkan kerja sama sehingga pekerjaan dapat berjalan

lebih baik.

d. Fungsi manajemen

Fungsi ini berkaitan dengan tiga fungsi sebelumnya. Komunikasi

difokuskan untuk mengarahkan anggota agar mengerjakan

pekerjaannya dengan baik, mengenal anggota lain, dan membangun

hubungan antaranggota.

e. Fungsi persuasi

Fungsi ini merupakan pengembangan dari fungsi manajemen.

Manajer (pimpinan organisasi) berusaha mempengaruhi anggota

agar mengerjakan tugas-tugas mereka dengan lebih baik demi

kemajuan organisasi.

f. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi internal di organisasi sering kali diabaikan. Fungsi ini

sebenarnya dapat menentukan anggota mampu bertahan di

lingkungan organisasi. Fungsi ini berkaitan dengan integrasi

anggota di lingkungan organisasi yang selalu mengalami tuntutat

perubahan.

Hal yang penting dalam strategi komunikasi internal adalah

bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan dapat berdampak

18

efektif sesuai dengan yang diharapkan komunikator kepada komunikan.

Komunikasi dikatakan efektif apabila tidak hanya sekadar pesan yang

diharapkan komunikator terhadap komunikan agar komunikan memiliki

perilaku tertentu, melainkan juga memiliki pendapat dan perilaku

seperti yang diharapkan oleh komunikator.37

4. Jaringan Komunikasi Internal

Jaringan komunikasi internal adalah pertukaran pesan dan

informasi dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh sejumlah orang

dan menduduki posisi atau peranan tertentu.38

Pertukaran tersebut

dilakukan melalui pola komunikasi di antara anggota organisasi dan

berbagai posisi dalam struktur organisasi. Robbins menyebutkan bahwa

jaringan komunikasi menetapkan saluran-saluran tempat informasi

mengalir.39

Proses komunikasi internal berlangsung secara dua arah

berdasarkan jaringan komunikasi, yakni jaringan komunikasi formal

dan jaringan komunikasi informal.

A. Jaringan Komunikasi Formal (formal communication network)

Jaringan komunikasi formal adalah aliran komunikasi internal

yang memiliki struktur dan telah direncanakan sehingga tidak dapat

lagi dihindari oleh organisasi. Menurut Richmond dan Mc

Crosckey40

, jaringan komunikasi formal berlangsung di antara

anggota-anggota organisasi yang menduduki posisi atau jabatan

tertentu secara hierarki dalam sebuah organisasi. Komunikasi

formal ini mencakup susunan tingkah laku organisasi, pembagian

departemen ataupun tanggung jawab tertentu, posisi jabatan, dan

37

Soenarko. 1997. Public Relation: Pengertian, Fungsi, dan Peranannya. Surabaya: Papyrus. hal. 79-80. 38

Masmuh, Op. Cit., hal. 56. 39

Stephen P. Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi Jilid I. Jakarta: PT. Prenhallindo. hal. 317. 40

Virginia P. Richmond & James C. Mc Crosckey. 1992. Organizational Communication for Survival. New Jersey: Prentice Hall. hal. 26.

19

distribusi pekerjaan yang ditetapkan bagi anggota organisasi yang

berbeda-beda.

Jaringan komunikasi formal memiliki alur secara vertikal,

mengikuti rantau wewenang (struktural) dan terbatas pada

komunikasi yang berkaitan dengan tugas. Komunikasi dalam

jaringan seperti ini sering mengalami distorsi pesan dan

memungkinkan informasi yang diterima oleh tiap tingkatan struktur

menjadi berubah/berbeda. Berikut merupakan bagan jaringan

komunikasi formal dalam organisasi:

Gambar I.2

Arah Komunikasi Organisasi41

Bentuk umum komunikasi internal, informasi dapat mengalir

melalui dua cara, secara horisontal dan vertikal.42

Komunikasi

horisontal adalah komunikasi yang mengalir di antara karyawan

yang memiliki kedudukan sama dalam perusahaan, sedangkan

41

Pace & Faules, Op. Cit., hal. 184. 42

Courtland Boove L & John V. Thill. 1995. Business Communication Today. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Hal. 6.

20

komunikasi vertikal merupakan komunikasi yang mengalir antara

jajaran petinggi hierarkinya dalam organisasi/perusahaan.

i. Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke

bawah (downward communication), dan komunikasi dari

bawah ke atas (upward communication). Komunikasi ini

berlangsung secara timbal balik dari pimpinan ke anggota dan

dari anggota kepada pimpinan (two way traffic

communication).

Komunikasi ke bawah berbicara tentang alur informasi

yang berpindah dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi

kepada orang lain yang otoritasnya lebih rendah.43

Hawkins

dan Preston mengidentifikasikan lima jenis informasi yang

mengalir ke bawah melalui saluran komunikasi, yaitu:44

Petunjuk-petunjuk tugas yang spesifik; instruksi-instruksi

pekerjaan

Informasi yang didesain untuk menghasilkan pengertian

tentang tugas dan hubungannya dengan tugas-tugas

organisasi lainnya (rasionalitas pekerjaan)

Informasi tentang kebijaksanaan perusahaan dan

pelaksanaan operasionalnya (prosedur dan praktik

organisasi)

Umpan balik kepada para bawahan tentang kinerja mereka

Informasi tentang karakteristik ideologi sebagai misi

organisasi dengan cara mengulang-ulang latihan dan

pengajaran supaya bawahan terkesan dengan misi tersebut.

43

Pace & Faules, Op. Cit., hal. 184. 44

Makmuri Muchlas. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah MAda University Press. Hal. 276.

21

Komunikasi ke bawah berisi pesan yang berkaitan dengan

pelaksanaan fungsi pemimpin. Bentuk informasi umumnya

berupa instruksi atau perintah, namun dapat pula berupa

petunjuk, pengarahan, penjelasan, teguran, dan permintaan

laporan.45

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti

informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat

yang lebih tinggi.46

Pola ini digunakan untuk memberikan

umpan balik kepada pimpinan yang di atas, menginformasikan

kepada mereka tentang kemajuan dalam menuju sasaran kerja,

dan menyampaikan masalah yang terjadi saat ini.47

Komunikasi ke atas sangat penting untuk pertumbuhan

organisasi dengan alasan sebagai berikut:48

Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk

pembuatan keputusan

Dapat memberitahukan kepada pimpinan kapan anggota

siap menerima informasi dan seberapa baik mereka

menerima informasi tersebut

Mendorong keluh kesah muncul ke permukaan sehingga

pimpinan mengetahui apa yang sedang mengganggu

anggotanya

Menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi

melalui pemberian kesempatan bagi anggota untuk

menyumbang gagasan tentang organisasi

Dapat membantu anggota mengatasi masalah mereka dan

memperkuat keterlibatan mereka dengan organisasi

45

Muhyadi, Op. Cit., hal. 120. 46

Masmuh, Op. Cit., hal. 67. 47

Robbins, Op. Cit., hal. 148. 48

Masmuh, Op. Cit., hal. 68.

22

Hambatan yang terjadi dalam komunikasi vertikal adalah

penyaringan pesan yang terjadi ketika informasi disampaikan.

Hawkins dan Preston49

mengestimasikan, ketika pesan dalam

komunikasi ke bawah disampaikan, lebih dari 80% informasi

orisinalnya hilang di tengah jalan. Begitu pula yang terjadi

pola komunikasi ke atas. Distorsi yang terjadi disebabkan

karena anggota dari tingkat bawah akan lebih sedikit mengirim

pesan-pesan yang berupa kritik kepada atasan.

ii. Komunikasi Horisontal

Komunikasi menyamping atau horisontal ialah proses

penyampaian pesan-pesan dari anggota satu kepada anggota

lain yang kedudukannya dalam jenjang organisasi setingkat.50

Komunikasi horisontal dapat menghemat waktu dan

mempermudah koordinasi.51

Pola komunikasi ini juga dapat

dimanfaatkan untuk saling memperoleh informasi yang dapat

membantu memperbaiki dan memperlancar pelaksanaan tugas

masing-masing anggota. Muchlas menyebutkan sedikitnya ada

empat fungsi penting dari komunikasi horisontal:52

Koordinasi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh banyak

bagian dalam organisasi

Informasi tentang berbagai kegiatan pekerjaan dalam

bagian-bagian organisasi yang sama tingkatannya

Persuasi pada orang-orang lain yang sama tingkatannya

dalam organisasi

49

Muchlas, Op. Cit., hal. 276-279. 50

Muhyadi, Op. Cit., hal. 122. 51

Robbins, Op. Cit., hal. 149. 52

Muchlas, Op. Cit., hal. 281.

23

Informasi mengenai perasaan para sejawat tentang

pekerjaan dan isu-isu yang berhubungan dengan pekerjaan

Dalam komunikasi horisontal, informasi mengalami

filterisasi yang lebih sedikit dibandingkan komunikasi vertikal.

Keuntungannya, informasi yang diterima mungkin komplit dan

memungkinkan komunikan menginterpretasikan informasi

tersebut sesuai keinginan. Namun, karena informasi sedikit

mengalami filter, komunikan harus memilihnya sesuai dengan

dukungan data yang ada. Jika tidak, informasi yang diterima

akan berlimpah dan menyulitkan komunikan untuk

mengolahnya.

iii. Komunikasi Diagonal

Komunikasi silang (cross/diagonal communication) atau

lebih dikenal dengan komunikasi lintas saluran adalah

komunikasi antara pimpinan suatu bagian dengan anggota

bagian lain. Dengan kata lain, komunikasi ini memotong jalur

vertikal dan horisontal. Maksud lain dari komunikasi ini adalah

untuk berdiskusi atau bersosialisasi dengan rekan kerja secara

informal dan terkadang terjadi pada waktu luang atau di luar

jam kerja. Komunikasi diagonal dibutuhkan karena dalam

sistem kerja, sebuah organisasi tidak dapat berdiri sendiri.

komunikasi ini berperan dalam fungsi koordinasi dan kerja

sama antar divisi untuk memperoleh data atau informasi dari

divisi lain, terkait dengan penyelesaian tugas dan jalannya

kebijakan organisasi. Hal ini berlangsung karena tidak semua

data atau informasi dapat diperoleh di divisi yang sama.

24

B. Jaringan Komunikasi Informal (informal communication

network)

Jaringan komunikasi informal ialah proses penyampaian pesan

menggunakan saluran tidak resmi, yaitu di luar jalur yang sudah

ditentukan dalam struktur organisasi.53

Dalam jaringan komunikasi

informal, informasi tampak mengalir dengan arah yang tidak

diduga, komunikasi yang dilakukan bersifat lebih personal, dan

jaringannya digolongkan sebagai selentingan (grapevine). Stein

dalam Pace dan Faules54

juga menjelaskan selentingan (grapevne)

adalah metode untuk menyampaikan rahasia dari orang-orang yang

tidak dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi formal.

Bentuk jaringan komunikasi informal yang tidak sesuai dengan

struktur formal menumbuhkan asumsi bahwa komunikasi jenis ini

cenderung bersifat negatif. Namun, asumsi tersebut tidak

sepenuhnya benar karena jaringan komunikasi informal juga

memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan

organisasi. Selentingan adalah jenis komunikasi yang kuat tetapi

juga berbahaya karena informasi yang dikandungnya seringkali

tidak bisa dipercaya kebenarannya. Komunikasi informal lebih

bersifat manusiawi dan bertujuan untuk memenuhuhi kebutuhan

hubungan yang bersifat pribadi, kemanusiaan, dan sosial.55

Dengan

pendekatan tersebut, tidak jarang komunikasi informal dapat

memecahkan permasalah organisasi yang tidak dapat diselesaikan

melalui komunikasi formal. Saluran informal yang tidak terkontrol

akan muncul dan menguat apabila saluran formal yang terkontrol

tidak bisa memenuhi kebutuhan dan permintaan akan informasi

yang benar.

53

Muhyadi, Op. Cit., hal. 128. 54

Pace & Faules, Op. Cit., hal. 200. 55

Ibid.

25

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, peneliti memutuskan untuk

melihat konsep komunikasi organisasi melalui kacamata objektif dan

fungsional. Organisasi merupakan suatu sistem yang dibangun oleh

komponen-komponen yang berhubungan dan bekerja sama satu sama lain

demi mencapai sebuah tujuan. Koordinasi antar elemen organisasi dilakukan

melalui komunikasi. Komunikasi digambarkan sebagai sistem aliran yang

menghubungkan kinerja tiap-tiap elemen organisasi menjadi sebuah sinergi

untuk mencapai tujuan.

Proses komunikasi dalam organisasi berjalan melalui dua tahap, yakni

tahap penciptaan pesan dan tahap penafsiran pesan. Proses komunikasi

organisasi dapat dilihat melalui penciptaan dan penafsiran pesan yang

terjadi di antara unit-unit komunikasi yang menjadi bagian dalam organisasi

tersebut. Fokusnya terletak pada kemampuan individu dalam organisasi

untuk beradaptasi melalui penciptaan dan penafsiran pesan yang terjadi

dalam organisasi.

Sebagai sebuah sistem, organisasi harus dilihat secara keseluruhan,

memiliki banyak komponen yang saling berpengaruh, berhubungan, dan

berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Bagian-bagian penting dalam

organisasi jika dilihat sebagai sebuah sistem adalah individu dan

kepribadian dalam organisasi, struktur formal, pola interaksi formal, pola

status dan peranan yang menumbuhkan motivasi, serta lingkungan.

Organisasi dilihat sebagai sebuah sistem yang terbuka, dimana

organisasi juga berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan bahan

input untuk diproses dan menghasilkan output yang juga berpengaruh pada

lingkungan. Proses yang terjadi dalam organisasi adalah: input, proses,

output, arus balik, dan lingkungan. Dengan kata lain, proses interaksi

organisasi berlangsung dalam proses internal dan eksternal.

26

Proses interaksi yang terjadi dalam komponen organisasi dapat dilihat

melalui komunikasi internal yang terjadi di antara anggota organisasi.

Komunikasi internal dalam organisasi berfungsi sebagai kendali

(kontrol/pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional, dan penyebaran

informasi di kalangan anggota organisasi. Proses komunikasi antaranggota

organisasi dimaksudkan sebagai cara untuk mendeskripsikan, memaknai,

dan mengkonstruksi budaya organisasi. Hal yang penting dalam komunikasi

internal adalah pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan

berdampak efektif sesuai dengan yang diharapkan. Dengan proses

komunikasi internal yang efektif, hal ini juga berpengaruh terhadap

tercapainya tujuan organisasi.

Komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi berlangsung melalui

dua pola jaringan komunikasi, yakni:

a. Jaringan komunikasi formal. Komunikasi berlangsung melalui pola

struktur organisasi yang sudah direncanakan dan tidak dapat

dihindarkan. Komunikasi berlangsung di antara anggota organisasi

dalam struktur jabatan dan hierarki. Jaringan komunikasi formal

memiliki alur komunikasi secara vertikal, horizontal, dan diagonal.

b. Jaringan komunikasi informal. Komunikasi berlangsung tanpa

mempedulikan struktur hierarki dan jabatan dalam organisasi.

Komunikasi berjalan dengan arah yang tidak terduga dan bersifat lebih

personal. Jaringan komunikasi informal digolongkan sebagai

selentingan (grapevine).

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud memahami komunikasi

organisasi dalam FSP LEM-SPSI melalui perspektif sistem. Proses transfer

pemikiran melalui komunikasi dalam FSP LEM-SPSI menghasilkan

pemaknaan tersendiri terkait dengan isu HOSTUM yang sedang menjadi

sorotan di kalangan pemerintah, pengusaha, dan kaum buruh. Sebagai salah

satu federasi serikat pekerja, FSP LEM-SPSI beserta ratusan anggotanya

turut andil dalam aksi demo buruh 2012. Penelitian ini menekankan fokus

27

utama pada sistem komunikasi organisasi dalam konteks internal. Konteks

eksternal (lingkungan) organisasi FSP LEM-SPSI tetap akan diperhitungkan

meskipun tidak menjadi fokus utama penelitian.

Proses penciptaan dan penafsiran pesan outsourcing dan upah murah

yang terjadi dalam FSP LEM-SPSI dilakukan melalui jaringan komunikasi

organisasi. Informasi terkait outsourcing dan upah murah menjadi input dari

lingkungan, kemudian diproses melalui jaringan komunikasi dalam FSP

LEM-SPSI, dan menghasilkan output yang juga berpengaruh terhadap

lingkungan. Komunikasi organisasi yang terjadi dalam FSP LEM-SPSI

dipahami melalui unit-unit yang terdiri dari individu, pesan, makna, proses,

dan tujuan.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan

menggambarkan karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti.

Penelitian deskriptif menyajikan satu gambar yang terperinci tentang satu

situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.56

Penelitian deskriptif juga

fokus pada pertanyaan mendasar “bagaimana” dengan berusaha

mendapatkan dan menyampaikan banyak detail yang tidak penting seperti

dalam penelitian eksplorasi. Selain mengetahui apa yang terjadi

(eksploratif), penelitian juga ingin mengungkap bagaimana hal itu terjadi

(deskriptif). Oleh karena itu, penelitian deskriptif lebih dalam, lebih luas,

dan lebih terperinci.57

Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan pola

komunikasi organisasi yang dilakukan di internal FSP LEM-SPSI serta

dampaknya pada aksi kaum buruh terkait isu HOSTUM sehingga hasil

penelitian ini akan berupa penjelasan secara rinci atas masalah dan unit yang

diteliti. Penelitian deskriptif dinilai mampu menjawab permasalahan dalam

penelitian ini.

56

Ulber Silalahi. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Hal. 27. 57

Ibid. 28.

28

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Menurut Yin (2002), studi

kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila

peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tidak dapat dimanipulasi. Studi kasus

menggunakan salah satu atau lebih contoh untuk dianalisis secara mendalam

guna mendeskripsikan keadaan sesungguhnya terhadap tema besar yang

diambil peneliti. Berbagai sumber data digunakan dalam penelitian ini untuk

meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai

aspek dalam suatu fenomena secara sistematis. Yin memberikan batasan

mengenai metode studi kasus sebagai riset yang menyelidiki fenomena di

dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan

konteks tak tampak dengan jelas, dan dimana multisumber bukti

dimanfaatkan.58

Metode penelitian studi kasus digunakan dalam penelitian ini karena

peneliti ingin melihat proses komunikasi organisasi yang dilakukan oleh

FSP LEM-SPSI terkait pengelolaan isu HOSTUM yang menjadi tema aksi

demo buruh di tahun 2012. FSP LEM-SPSI merupakan wadah dari

kepentingan kaum buruh, khususnya sektor industri logam, elektronik, dan

mesin, yang mampu mengoordinasi anggota secara nasional untuk

menyuarakan aspirasi yang sama terkait isu HOSTUM. Dalam penelitian

ini, metode studi kasus sengaja dipilih karena peneliti bisa mempelajari,

memahami, atau menginterpretasi kasus tersebut dalam konteks yang lebih

alamiah tanpa adanya intervensi dari pihak luar.

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah apa yang menjadi sasaran dari penelitian

ini. Lokus dari penelitian ini adalah organisasi serikat pekerja tingkat

nasional, yakni Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM-SPSI). Untuk fokus

58

Yin, Robert. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 18.

29

penelitian, peneliti membatasi masalah pada komunikasi organisasi

terkait pengelolaan isu HOSTUM yang dilakukan oleh FSP LEM-SPSI.

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk mencari informasi guna mendapatkan data-data yang

diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data yang meliputi:

a. Studi pustaka dan dokumentasi, pengumpulan data dan teori yang

relevan dalam penelitian ini menggunakan bahan tertulis, meliputi

buku, dokumentasi foto, dan arsip-arsip yang dimiliki oleh FSP

LEM-SPSI terkait isu HOSTUM.

b. Observasi, yakni pengamatan langsung terhadap proses

pengelolaan isu HOSTUM di dalam FSP LEM-SPSI. Observasi

dilakukan dengan mengamati bagaimana proses departemen-

departemen dalam FSP LEM-SPSI menerima segala isu seputar

HOSTUM dan mengolahnya dalam pola komunikasi organisasi

yang telah terbentuk. Observasi dilakukan dalam rapat dan diskusi

yang dilakukan di Kantor DPP FSP LEM-SPSI dan Sekretariat

DPC FSP LEM-SPSI Jakarta Timur. Fungsi observasi dalam hal

deskripsi adalah menjelaskan dan merinci gejala yang terjadi.

c. In-Depth Interview, wawancara secara mendalam melibatkan

responden yang terkait dengan peran dan posisi individu dalam

struktur FSP LEM-SPSI. Wawancara dilakukan untuk memperoleh

data yang mencangkup hal-hal yang berkaitan di masa lampau,

sekarang, dan masa datang. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam

wawancara ini adalah :

1. Hardjono, SH selaku Ketua Umum DPP FSP LEM-SPSI

2. Surya Sanjaya selaku Wakil Sekjen DPP FSP LEM-SPSI

3. Yanto selaku Staf Ahli DPP FSP LEM-SPSI

30

3. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa faktor dari informan penelitian

yang menjadi temuan menarik dan dapat digunakan dalam analisis

pendukung penelitian.

Yanto

(Staf Ahli)

Hardjono, SH

(Ketua Umum)

Surya Sanjaya

(Wakil Sekjen)

Usia 30 tahun 62 tahun 53 tahun

Pendidikan SMA S1 SMA

Asal Daerah Cirebon Solo Subang

Posisi sebelum

bergabung

dalam FSP

LEM-SPSI

Pekerja di

perusahaan yang

bergerak di

desain buku

Pekerja di PT.

Pulo Gadung

Steel, Cakung

Pekerja di PT.

Sanggar Sarana

Riwayat

Organisasi

Staf Ahli DPP

FSP LEM-SPSI

(6 tahun)

PUK PT.

Pulo Gadung

Steel (5

tahun)

Ketua DPC

Jakarta

Timur (10

tahun)

Ketua DPD

DKI Jakarta

(10 tahun)

Ketua Umum

DPP (5

tahun)

Sekretaris DPC

Jakarta Timur

(10 tahun)

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengolah sumber data yang

tersedia secara kualitatif. Data yang didapat dari studi pustaka,

observasi, dan wawancara mendalam akan digunakan untuk menarik

kesimpulan penelitian. Proses analisis data dimulai dengan reduksi data

penelitian. Data yang sudah terkumpul akan dipilih dan dipilah sesuai

Nama

Profil

31

dengan kategori yang sudah ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan peneliti memilih data yang relevan dengan penelitian.

Untuk memperoleh gambaran atas kasus yang diteliti, peneliti

menghubungkan antara data kualitatif yang didapatkan dengan konsep

yang sudah dibangun pada kerangka pemikiran dengan teknik

penjodohan pola (pattern matching). Teknik ini menggunakan logika

membandingkan bentuk yang telah diprediksi sebelumnya berdasarkan

teori yang dikembangkan dengan hasil yang ditemui di lapangan.

Data utama yang ditemukan di lapangan merupakan proses

komunikasi organisasi di FSP LEM-SPSI secara internal, interaksi antar

komponen organisasi FSP LEM-SPSI mulai dari karakter individu,

motivasi anggota, struktur organisasi, serta proses komunikasi

organisasi dalam mengolah informasi seputar HOSTUM kepada

anggotanya. Data ini akan dianalisis dengan logika Teori Organisasi

Modern serta bentuk-bentuk jaringan komunikasi internal organisasi.

Peneliti juga akan menganalisa data temuan terkait aktivitas eksternal

FSP LEM-SPSI dengan beberapa perusahaan. Data ini bukan

merupakan analisis utama, tetapi memiliki pengaruh dalam proses

komunikasi organisasi internal di FSP LEM-SPSI. Data hasil proses

penelitian yang telah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk uraian

yang tersusun secara sistematis dengan disertai sajian gambar, tabel,

dan bagan.