104
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran di Indonesia didominasi oleh lulusan SMK (DetikFinance, 2017). Permasalahan tersebut terjadi akibat arus tenaga kerja yang terus melaju sedangkan jumlah lahan pekerjaan sangat terbatas. Keterbatasan jumlah perusahaan tidak sebanding dengan jumlah lulusan sekolah, menyebabkan tingkat pengangguran terus melaju. Keadaan ini menjadi pemicu situasi yang mengharuskan untuk memilih, mempertimbangkan, menaksir, dan memprediksi. Hal ini memerlukan strategi untuk mempersiapkan diri untuk meraih karier yang lebih baik. Dalam rangka menyediakan tenaga kerja siap pakai, Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) sebagai lembaga pendidikan formal yang diharapkan mampu mempersiapkan sekaligus menjadi jembatan penghubung antara tenaga kerja dengan dunia kerja, sehingga setelah lulus mampu terjun langsung ke dunia kerja. Menurut Peraturan Pemerintah RI (PP RI) no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 26 ayat (3), tujuan pendidikan SMK adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengangguran di Indonesia didominasi oleh lulusan SMK

(DetikFinance, 2017). Permasalahan tersebut terjadi akibat arus tenaga

kerja yang terus melaju sedangkan jumlah lahan pekerjaan sangat

terbatas. Keterbatasan jumlah perusahaan tidak sebanding dengan

jumlah lulusan sekolah, menyebabkan tingkat pengangguran terus

melaju. Keadaan ini menjadi pemicu situasi yang mengharuskan untuk

memilih, mempertimbangkan, menaksir, dan memprediksi. Hal ini

memerlukan strategi untuk mempersiapkan diri untuk meraih karier yang

lebih baik.

Dalam rangka menyediakan tenaga kerja siap pakai, Sekolah

Menegah Kejuruan (SMK) sebagai lembaga pendidikan formal yang

diharapkan mampu mempersiapkan sekaligus menjadi jembatan

penghubung antara tenaga kerja dengan dunia kerja, sehingga setelah

lulus mampu terjun langsung ke dunia kerja. Menurut Peraturan

Pemerintah RI (PP RI) no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (SNP) pasal 26 ayat (3), tujuan pendidikan SMK adalah

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

2

keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. SMK ditujukan untuk

peserta didik yang menginginkan bekerja dan atau melanjutkan ke

perguruan tinggi. Proses pembelajaran di SMK yang menitikberatkan

pada penerapan teori melalui kegiatan praktikum atau lebih dikenal

dengan sebutan Praktik Kerja Lapangan (PKL) sehingga peserta didik

memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Setelah

melakukan Praktik Kerja Lapang peserta didik dapat dengan jelas

memahami jenis-jenis lapangan pekerjaan serta orientasi masa depan

yang akan dipilih dalam rangka mencapai kematangan karier sesuai

dengan program-program kejuruan yang mengarah kepada jenis-jenis

lapangan kerja.

Namun secara realistis di dalam dunia pekerjaan, SMK belum bisa

menghasilkan lulusan siap pakai. Pengangguran terbuka paling banyak

justru dari SMK (DetikFinance, 2017). Biro Pusat Statistik Jawa Barat

menunjukan keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat pada dua

tahun terakhir yang dilihat menurut tingkat pendidikan, lulusan SMK

menduduki tempat tertinggi pada presentase 14,3% bulan Februari tahun

2016 dan menurun di bulan Februari tahun 2017 menjadi 13,57%. Hal ini

menjadi perkembangan yang cukup baik bagi lulusan SMK dengan

adanya penurunan jumlah presentasi lulusan SMK yang tidak bekerja.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

3

Tetapi penurunan jumlah presentasi lulusan SMK tersebut masih

menempatkan lulusan SMK pada tempat tertinggi sebagai tingkat

pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan, disusul oleh

lulusan SMP, SMA, Diploma I/II/III, dan Universitas. Untuk memperjelas

data disajikan pada table berikut ini.

Sumber : Berita Resm Statistik (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat) No.

29/05/32Th.XVIII,5 Mei 2017

Gambar 1.1

Penduduk Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan Februari 2016-2017

Berdasarkan gambar 1.1 di atas menjelaskan bahwa tingkat

pengangguran pada lulusan SMK masih tinggi. Hal ini dapat dilihat pada

data di atas bahwa pada dua tahun terakhir lulusan SMK masih

menempatkan posisi pertama sebagai tingkat pengangguran terbuka

berdasarkan angkatan pendidikan. Namun pada dalam dua tahun

6.05

10.3 8.91

14.3

8.33 8.39 7.69 8.76 8.48

13.57

5.28 4.9

02468

10121416

Februari 2016 Februari 2017

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

4

terakhir belum adanya pemecahan masalah terkait fenomena yang

berasal dari sekolah kejuruan (Statistik, 2017).

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20

tahun 2003 pasal 3 yang menjelaskan pasal 15 menyatakan bahwa

pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan

peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan

kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan,

melatih peserta didik agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat

memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat

dipergunakan untuk memperbaiki hidupnya. Terkait dengan

permasalahan tersebut, SMK ditunjuk sebagai bentuk satuan

penyelenggara dari pendidikan menengah kejuruan, yaitu melatih peserta

didik untuk menguasai keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja

sesuai dengan karaketeristik pendidika kejuruan. Oleh karena itu betapa

pentingnya seorang remaja mampu menyelesaikan tahap perkembangan

secara baik sehingga peserta didik mampu memenuhi tuntutan dalam

mencapai kamandirian secara ekonomi maupun dalam berkarier.

Peserta didik dalam hal ini remaja, untuk mencapai kemandirian

secara ekonomi dan karier yang diinginkan sering mengalami hambatan,

sehingga perlu adanya penanganan dan bimbingan untuk membantu

peserta didik agar mampu menyelesaikan permasalahan tersebut.

Permasalahan kemandirian ekonomi dan karier memiliki hubungan yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

5

erat dengan kematangan karier. Super (Coertse & Schepers, 2004)

menjelaskan:

“career maturity can be defined as the way in which an individual successfully completes certain career development tasks that are required according to his current developmental phase”. It is seen as the collection of behaviours necessary to identify, choose, plan and execute career goals.”

Kematangan karier dapat didefinisikan sebagai cara seorang

individu berhasil menyelesaikan tugas perkembangan karier tertentu yang

diperlukan sesuai dengan fase perkembangan saat ini. Hal ini terlihat

sebagai kumpulan perilaku yang diperlukan untuk mengidentifikasi,

memilih, merencanakan dan melaksanakan tujuan karier sehingga

dengan adanya bimbingan dan pengawasan melalui proses pendidikan

dengan tujuan setiap peserta didik mampu mencapai kematangan karier

serta dapat memenuhi tugas perkembangannya untuk tujuan karier.

Bagi peserta didik SMK kematangan karier merupakan hal yang

sangat penting, karena pada jenjang tersebut setiap peserta didik harus

memilih karier yang tepat dan mempersiapkan dirinya untuk memasuki

dunia kerja. Mempersiapkan masa depan, terutama karier merupakan

salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya seperti yang

dikemukakan oleh Crites (Patton & Pater, 2001) bahwa:

“Career Maturity is central to a developmental approach to understanding career behavior and involves an assessment of an individual’s level of career progress in relation to his or her career relevant developmental tasks.”

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

6

Kematangan karier adalah pusat pendekatan perkembangan untuk

memahami perilaku karier dan melibatkan penilaian tingkat kemajuan

karier seseorang dalam kaitannya dengan tugas perkembangan kariernya

yang relevan. Dengan demikian sangatlah penting bagi peserta didik

untuk mampu mencapai kematangan karier agar setiap peserta didik

dapat mengembangkan dirinya menjadi lebih baik.

Super (Prahesty, 2013) menyatakan bahwa terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi tercapainya kematangan karier yaitu: 1)

Faktor-biososial, seperti umur dan kecerdasan, 2) Faktor lingkungan,

yaitu tingkat pekerjaan orang tua, sekolah, stimulus budaya dan

kohesivitas keluarga, 3) Keperibadian, meliputi kosep diri, fokus kendali,

bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup, 4) Faktor vokasional,

kematangan karier individu, tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi

karier, 5) Prestasi individu, meliputui prestasi akademik, kebebasan,

partisipasi di sekolah dan luar sekolah. Berdasarkan pendapat super

mengenai fator-faktor yang mempengaruh kematangan karier, faktor

kecerdasan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

perbedaaan kematangan karier peserta didik.

Sebuah studi yang dilakukan di Afrika Selatan oleh Watson dan

van Aarde yang menguji tingkat kematangan karier peserta didik kulit

berwarna, menunjukkan bahwa usia, status sosial ekonomi, kecerdasan

dan gender memiliki pengaruh pada tingkat kematangan karier peserta

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

7

didik kulit berwarna (Coertse & Schepers, 2004). Selain itu penelitian

menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif dan sigifikan antara

kecerdasan intelektual dengan kemampuan mahasiswa kedokteran

Universitas Sam Ratulangi (Jachja, Rinto, Wungouw, & Pangemanan,

2014).

Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Coertse & Schepers (2004)

memberikan kesimpulan bahwa, “…the career mature students are more

outgoing, display higher levels ofintelligence…” Kematangan karier

peserta didik yang lebih tinggi, menunjukan tingkat kecerdasan yang

lebih tinggi pula. Dengan demikian, peneliti mengasumsikan berdasarkan

data penelitian tersebut, bahwa dengan tingkat kecerdasan intelektual

yang baik maka akan membentuk kematangan karier yang baik pula

pada peserta didik.

Betz (Coertse & Schepers, 2004) juga menjelaskan bahwa

“The history of career maturity assessment is one marked by a series of debates over (a) the choice of criteria that define career maturity, (b) the associations between measures of career maturity, attitudes and measures of general intelligence and whether career maturity inventories can measure some aspects of intelligence and (c) the questionable reliability and validity of the measures.” Sejarah penilaian kematangan karier ditandai oleh serangkaian

perdebatan mengenai (a) pilihan kriteria yang mendefinisikan

kematangan karier, (b) hubungan antara ukuran kematangan karier, sikap

dan ukuran kecerdasan intelektual dan apakah kematangan karier dapat

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

8

Mengukur beberapa aspek kecerdasan dan (c) reliabilitas dan validitas

yang dipertanyakan dari tindakan tersebut. Data sejarah terhadap

penilaian kematangan karier di atas memperlihatkan bahwa, pengukuran

terhadap tingkat kematangan karier membutuhkan rangkaian

pertimbangan dan penelitan yang objektif sehingga pada penelitian ini,

peneliti mencoba menganalisa aspek kecerdasan terhadap tingkat

kematanagan karier peserta didik.

Seiring dengan berkembanganya pendidikan dan banyak

penelitian yang mulai melakukan riset terhadap aspek-aspek yang

mempengaruhi kematangan karier, hal ini tentunya menimbulkan banyak

asumsi-asumsi mengenai kematangan karier itu sendiri. Gottfredson

(Coertse & Schepers, 2004) menjelaskan bahwa, “…low intelligence will

have an affect on career choice and thus on career maturity…” Tingkat

kecerdasan yang rendah akan mempengaruhi pada saat melakukan

pemilihan karier dan kematangan kariernya. Tingkat kecerdasan pada

peserta didik SMK tentunya akan bersinggungan dengan prestasi

akademik peserta didik itu sendiri pada saat di Sekolah. Gill (2013)

mengasumsikan bahwa,

“Academic as well profession pursuit necessarily draws on the intellectual talent of the individual. High IQ will naturally lead to higher academic achievement leading to the choice for high profile occupations. Moreover every occupation requires different level of IQ. While making a choice for career, intellectual level of the individual should be kept in mind.”

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

9

Prestasi akademik sekaligus profesi selalu mengacu pada bakat

intelektual individu. IQ tinggi secara alami akan menghasilkan prestasi

akademis yang lebih tinggi dan mengarah pada pilihan untuk pekerjaan

berprofil tinggi. Apalagi setiap pekerjaan membutuhkan tingkat IQ yang

berbeda. Sementara membuat pilihan untuk karier, tingkat intelektual

individu harus selalu diingat. Berkaitan dengan penelitian yang akan

dilakukan mengenai perbandingan antara tingkat kecerdasan intelektual

(IQ) terhadap kematangan karier pada penelitian ini, tentunya asumsi

tersebut menunjukan bahwa perstasi akademik peserta didik pada saat di

Sekolah mengacu kepada tingkat kecerdasan intelektualnya. Tingkat

kecerdasan intelektual yang tinggi akan memperlihatkan tingkat

kematangan karier yang tinggi pula. Dalam hal ini peserta didik SMK agar

dapat melakukan pemilihan karier yang baik, tentu purlu adanya tindakan

dalam arti penelitian, sehingga peserta didik dapat terus mengembangan

prestasi akademiknya (kecerdasan intelektual) agar mencapai

kematangan karier yang lebih baik dan siap terjun langsung di dunia kerja

atau melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi sesuai

dengan data dari hasil penelitian tentang kamatangan karier peserta didik

itu sendiri.

SMK dipilih sebagai subjek penelitian dikarenakan mayoritas dari

lulusan SMK berorientasi untuk bekerja, peneliti melakukan survei

terhadap beberapa lulusan SMK, dimana peneliti mengukur tingat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

10

kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh lulusan SMK sesuai

dengan penjurusan pada saat duduk di bangku sekolah. Hasil yang

didapatkan dari survei tersebut ialah empat dari lima orang lulusan SMK

sama sekali belum bisa memaksimalkan hasil belajar tiga tahun dan

kurangnya kemampuan atau keterampilan yang dimilikinya.

Peneliti juga membandingkan keadaan tersebut dengan nilai yang

tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan

yang terjadi pada lulusan SMK. Rata-rata nilai yang didapatkan dari

beberapa lulusan SMK yang ditemui mencapai nilai 80 sampai dengan 90

pada nilai Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional baik tertulis maupun

praktik, sehingga penelitian mengenai kematangan karier lebih sesuai

dengan kondisi subjek.

Keadaan yang terjadi pada lulusan SMK khususnya yang terjadi di

daerah Cibinong berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti

menghasilkan pertanyaan terhadap keadaan yang terjadi, bagaimanakan

lulusan SMK dengan rata-rata nilai mencapai angka 80-90 pada tiap

bidang keahlian yang tertera pada ijazah tidak sesuai dengan

kemampuan dan keterampilah dari lulusan SMK itu sendiri. Selain itu

berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada

guru bimbingan dan konseling dari beberapa SMK di daerah Cibinong,

menyimpulkan penelitian ini akan sangat membantu bagi peserta didik

kelas XII yang dimana mereka harus segera mengambil keputusan untuk

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

11

proses perkembangan pada tahap selanjutnya karena keadaan yang

terjadi saat ini banyak lulusan SMK dengan nilai akademik yang tinggi

namun masih belum dapat memaksimalkan kemampuan atau skill yang

dimiliki untuk bersaing di dunia kerja (Konseling, 2017)

Penelitian mengenai kematangan karier ini akan dilaksanakan

pada peserta didik kelas XII di SMK Negeri 1 Cibinong karena beberapa

alasan di antaranya; Belum adanya penelitian sejenis yang pernah

dilakukan SMK Negeri 1 Cibinong. Berdasarkan beberapa temuan

penelitian menjelaskan bahwa kecerdasan intelektual menjadi salah satu

faktor penentu terhadap kematangan karier peserta didik, selain itu

terdapat penelitian yang mejelaskan bahwa tingkat kecerdasan

intelektual terkait secara positif dengan kematangan karier (Naidoo,

Bowman, & Gerstein, 1998). Berdasarkan temuan-temuan yang terjadi

penting untuk dilakukannya penelitian agar dapat mengukur perbedaan

kematangan karier peserta didik di SMK Negeri 1 Cibinong secara

objektif dan dapat memberikan informasi mengenai kematangan karier

peserta didik sebagai bekal untuk melanjutkan jenjang pendidikan

ataupun memasuki dunia kerja .

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

12

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian di atas, peneliti memiliki ketertarikan

terhadap hal apakan yang menjadi penyebab adanya fenomena tersebut.

maka dengan demikian rumusan masalah yang penulis ajukan ialah

sebagai berikut :

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi kematangan karier peserta didik

kelas XII di SMK Negeri 1 Cibinong ?

2. Apakah terdapat perbedaan kematangan karier peserta didik SMK

berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual pada peserta didik kelas

XII di SMK Negeri 1 Cibinong ?”

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti membatasi

permasalahan mengenai “Perbedaan kematangan karier peserta didik

berdasarkan tingkat kecerdasan pada peserta didik kelas XII di SMK

Negeri 1 Cibinong ?”

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang peneliti ajukan pada penelitian ini ialah

apakah terdapat perbedaan kematangan karier peserta didik SMK

berdasarkan kecerdasan intelektual pada peserta didik kelas XII di SMK

Negeri 1 Cibinong.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

13

E. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Sebagai bahan memperkaya wawasan mengenai kematangan

karier peserta didik SMK dilihat berdasarkan tingkat kecerdasan

b. Sebagai referensi untuk penelitian di masa mendatang mengenai

tingkat kematangan karier peserta didik SMK berdasarkan

kecerdasan.

2. Kegunaan Praktis

a. Peserta didik

Memberikan pengetahuan mengenai tahap perkembangan pada

dirinya juga memberikan wawasan agar mampu memilih pilihan

karier secara matang. Sehingga setiap peserta didik lulusan SMK

Negeri 1 Cibinong menjadi lebih baik setelah lulus dan siap bersaing

pada tahapan perkembangnnya, baik untuk melanjukan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi atau pun meniti karier dengan bekerja.

b. Guru Bimbingan Konseling.

Memberikan informasi mengenai pemahanan tingkat kecerdasan

dan kematangn karier peserta didik di SMK Negeri 1 Cibinong dan

dapat digunakan untuk mengembangkan layanan dasar bimbingan

konseling khususnya layanan karier.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

14

c. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Memberikan informasi tentang pemahanan tingkat kecerdasan dan

kematangan karier peserta didik serta sebagai bentuk pelaksanaan

akademis dalam mengembangkan riset dan ilmu pengetahuan.

d. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan sebagai bekal untuk menjadi seorang

pendidik, serta dalam rangka penerapan ilmu yang diperoleh

selama kuliah.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

15

BAB II

DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kematangan Karier

1. Kematangan Karier

a. Definisi Karier

Karier secara umun didefinisikan sebagai suatu pekerjaan untuk

mendapatkan penghasilan. Kamus Besar Bahasa Indonesia

menterjemahkan karier sebagai perkembangan dan kemajuan dalam

kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya (KBBI, 2005).

‘‘A career is a chosen pursuit; a profession or occupation. It is the sequence and variety of occupations (paid and unpaid) which one undertakes throughout a lifetime. More broadly, career includes life roles, leisure activities, learning and work.’’

Hall (Gill, 2013) berpendapat bahwa karier adalah pencarian

yang dipilih; Sebuah profesi atau pekerjaan. Hal Ini adalah urutan dan

variasi pekerjaan (dibayar dan tidak dibayar) yang dilakukan

seseorang seumur hidup. Secara lebih luas, karier mencakup peran

hidup, aktivitas santai, belajar dan bekerja. Definisi karier menurut Hall

menjelaskan bahwa peran hidup yaitu aktivitas sehari-hari merupakan

pekerjaan atau karier dalam arti secara luas.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

16

“A career is defined as the combination and sequence of roles played by a person during the course of a lifetime. These roles include those of child, pupil or student, leisurite, citizen, worker, spouse, homemaker, parent, and pensioner, positions with associated expectations that are occupied at some time by most people, and other less common roles such as those of criminal, reformer, and lover.”

Super (1980) menjelaskan bahwa karier didefinisikan sebagai

kombinasi dan urutan peran yang dimainkan oleh seseorang selama

masa hidup. Peran ini termasuk anak, murid, pelajar, leisurite, warga

negara, pekerja, pasangan, ibu rumah tangga, orang tua, dan

pensiunan, dengan harapan yang terkait yang diduduki beberapa

waktu oleh kebanyakan orang, dan peran lain yang kurang umum

seperti kejahatan , pembaharu, dan kekasih.

Hastho dan Sugiarto (Kusumaningrum, 2012) para pakar lebih

senang mendefinisikan karier sebagai perjalanan pekerjaan seorang

pegawai di dalam organisasi. Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima

sebagai pegawai baru dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi

dalam organisasi tersebut. Pendapat tersebut menunjukan bahwa

Hastho dan Sugiarto menyimpulkan karier merupakan aktivitas atau

suatu pekerjaan dalam sebuah instansi perusahaan dengan masa

jabatan tertentu atau sampei denan masa pensiun. Triton

menyimpulkan definisi karier berdasarkan beberapa pendapat pakar

sebagai kronologi kegiatan-kegiatan dan perilaku-perilaku yang terkait

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

17

dengan kerja dan sikap, nilai dan aspirasi-aspirasi seseorang atas

semua pekerjaan atau jabatan baik yang telah maupun yang sedang

dikerjakannya (Kusumaningrum, 2012). Defnisi karier menurut Triton

menjelaskan bahwa karier merupukan kronologi kegiatan sehari-hari

yang berkaitan dengan pekerjaan baik yang telah maupun yang

sedang dikerjakan.

“…a succession of related jobs arranged in a hierarchy of prestige, through which persons move in an ordered, (more or less predictable) sequence…” Wilensky (Osibanjo, 2014) mendefinisikan karier secara

struktural berkaitan dengan pekerjaan yaitu “serangkaian pekerjaan

terkait yang diatur dalam hierarki prestise, di mana orang-orang

bergerak dalam urutan yang teratur, (yang lebih atau kurang dapat

diprediksi).” Wilensky menjelaskan bahwa karier merupakan suatu

aktivitas atau pekerjaan yang sudah diatur pada susunan kerja tertentu

dengan urutan kerja yang teratur.

”Leach and Chakiris (1988) see career in a more deeper perspective, they argue that career is by-product of job and job is activity individuals get into in order to get paid, and job does not lead individuals to anywhere; while career is seen as a continuous and progressive behavior display by individuals moving through a journey (path/ladder) that leads to predicted/known ultimate end.” Leach and Chakiris (Osibanjo, 2014) melihat karier dalam

perspektif yang lebih dalam, mereka berpendapat bahwa karier adalah

hasil sampingan dari pekerjaan dan pekerjaan adalah aktivitas yang

dilakukan orang untuk mendapatkan bayaran, dan pekerjaan tidak

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

18

mengarahkan individu ke mana saja; Sementara karier dipandang

sebagai tampilan perilaku yang kontinu dan progresif oleh individu

yang bergerak melalui sebuah perjalanan(Jalur / tangga) yang

mengarah ke prediksi / akhir akhir yang diketahui. Definisi karier

menurut Leach and Chakiris menjelaskan perspektif karier dalam

bentuk pekerjaan sekaligus pencapaian dari hasil perkerjaan dengan

demikian karier dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan dengan

jenjang karier tertentu dan pencapaian dari karier itu sendiri.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dipahami bahwa

karier merupakan suatu rangkaian pekerjaan, dan jabatan selama

kehidupan individu yang dipengaruhi psikologis, sosiologis,

pendidikan, fisik, ekonomi, dan faktor-faktor lainnya. Individu bisa saja

memiliki satu pekerjaan sepanjang hidupnya, namun ada pula individu

yang memiliki berbagai macam pekerjaan sepanjang hidupnya sesuai

dengan tahapan dari perkembangan individu tersebut.

b. Definisi Kematangan Karier

Karier didefinisikan sebagai perkembangan dalam rangka

pengalaman kerja seseorang. Crites (Patton & Pater, 2001)

mendefinisikan kematangan karier yaitu:

“…Career Maturity is central to a developmental approach to understanding career behavior and involves an assessment of an individual’s level of career progress in relation to his or her career relevant developmental tasks…”

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

19

Kematangan karier adalah pusat pendekatan perkembangan

untuk memahami perilaku karier dan melibatkan penilaian tingkat

kemajuan karier seseorang dalam kaitannya dengan tugas

perkembangan kariernya yang relevan. Definisi tersebut menjelaskan

bahwa karier sebagai suatu rangka pekerjaan, jabatan dan kedudukan

yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja.

“career maturity can be defined as the way in which an individual successfully completes certain career development tasks that are required according to his current developmental phase”. It is seen as the collection of behaviours necessary to identify, choose, plan and execute career goals.”

Super (Coertse & Schepers, 2004) menjelaskan bahwa

kematangan karier sebagai tingkat di mana individu telah menguasai

tugas perkembangan kariernya, baik komponen pengetahuan

maupun sikap, yang sesuai dengan tahap perkembangan karier.

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh ahli tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karier merupakan

keberhasilan individu untuk menjalankan tugas perkembangan karier

sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalani, meliputi

pembuatan perencanaan, pengumpulan informasi mengenai

pekerjaan, dan pengambilan keputusan karier yang tepat

berdasarkan pemahaman diri dan pemahaman mengenai karier yang

dipilih.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

20

“Career maturity is a constellation of physical, psychological and social characteristics thus belonging to both the domains that of cognitive and affective. It is central to a developmental approach to understanding vocational behavior and involves an assessment of an individual's level of career progress in relation to his or her career-relevant development tasks. It refers, broadly, to the individual's readiness to make informed, age-appropriate career decisions and cope with career development tasks.”

Savickas (Sihiro, 2013) menjelaskan bahwa kematangan karier

adalah konstelasi karakteristik fisik, psikologis dan sosial sehingga

tergolong dalam ranah kognitif dan afektif. Ini penting bagi pendekatan

perkembangan untuk memahami perilaku kejuruan dan melibatkan

penilaian tingkat kemajuan karier seseorang dalam kaitannya dengan

tugas pengembangan kariernya yang relevan. Ini mengacu pada

kesiapan individu untuk membuat keputusan karier yang tepat sesuai

usia dan mengatasi tugas pengembangan karier.

“Career maturity refers to the individual’s readiness to make

informed, age-appropriate career decisions and deal with career

development tasks.”

Savakis (Bozgeyikli, 2009) menjelaskan bahwa kematangan

karier mengacu pada kesiapan individu untuk membuat keputusan

karier yang tepat sesuai usia dan menangani tugas pengembangan

karier. Definisi tersebut menjelaskan bahwa kematangan karier

mengacu pada kesiapan individu untuk mampu mengidentifikasi,

memilih, merencanakan, dan melaksanakan tujuan-tujuan karier yang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

21

tersedia bagi individu tertentu sesuai denan tahap perkembangan

kariernya.

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karier

merupakan keberhasilan individu untuk menjalankan tugas

perkembangan karier sesuai dengan tahap perkembangan yang

sedang dijalani, meliputi pembuatan perencanaan karier dengan

demikian individu memiliki kepercayaan diri, kemampuan untuk

dapat belajar dari pengalaman, menyadari bahwa dirinya harus

membuat pilihan pendidikan dan pekerjaan, serta mempersiapkan

diri untuk membuat pilihan tersebut. Pengumpulan informasi

mengenai pekerjaan ini menambah pengetahuan tentang jenis-jenis

pekerjaan, cara untuk memperoleh dan sukses dalam pekerjaan

serta peran-peran dalam dunia pekerjaan. dan pengambilan

keputusan karier hal ini Individu memiliki kemandirian, membuat

pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan,

kemampuan untuk menggunakan metode dan prinsip pengambilan

keputusan untuk menyelesaikan masalah termasuk memilih

pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan pemahaman ini peserta didik

dapat memilih karier dengan tepat.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

22

c. Aspek dan Dimensi Kematangan Karier

Menurut Super (Sharf, 1992) terdapat lima dimensi dalam

kematangan karier. Kelima dimensi tersebut adalah:

1) Orientasi terhadap pilihan karier (Orientation Vocational Choice):

Salah satu tanda kematangan karier adalah sejauh mana remaja

menyadari kebutuhan untuk memilih pekerjaan dan faktor-faktor

yang masuk ke dalam keputusan ini. Dimensi ini mengarah pada

sikap seseorang yang berfokus dengan pilihannya serta

mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki untuk menentukan

kariernya.

2) Informasi dan perencanaan (Information and Planning)

Kriteria lain dari kematangan karier adalah jumlah informasi yang

dapat dipercaya yang harus diambil seseorang untuk diambil

keputusan tentang pekerjaan dan kemudian merencanakan secara

logis dan kronologis untuk masa depan. Dimensi ini mengarah

kepada kemampuan seseorang untuk mengumpulkan informasi

yang berhubungan dengan kariernya sehingga dapat melakukan

perencanaan yang matang mengenai kariernya.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

23

3) Konsistensi terhadap prefensi karier (Consistency of Vocational

Preference)

Masih ada indeks kematangan karier lainnya adalah seberapa

konsisten seorang remaja dalam preferensinya terhadap berbagai

pekerjaan dari satu titik waktu ke waktu yang lain.

4) Kristalisasi sifat (Crystallization of traits)

Dalam pengembangan karier yang matang, atribut psikologis

individu yang relevan dengan pengambilan keputusan, misalnya,

pola minat terdiferensialkan, nilai eksplisit, dan kemandirian yang

meningkat, berkembang seiring dengan tugas yang harus

diselesaikan. Dimensi ini menekankan pada pembentukan konsep

mengenai diri terutama yang berhubungan dengan kematangan

minatnya dan realisme pada pekerjaannya.

5) Kearifan dalam pemilihan karier (Wisdom of vocational preference)

Secara umum dikenal sebagai realisme pilihan kejuruan, dimensi

kedewasaan karier ini mencerminkan seberapa dekat keputusan

karier individu yang sesuai dengan berbagai aspek realitas, seperti

kemampuan prasyarat untuk pilihan pekerjaan, minat yang sesuai

untuk bidang karier yang dipilih, dan ketersediaannya sumber

keuangan untuk pelatihan yang relevan. Dimensi ini mengarah pada

kemampuan individu dalam melakukan pemilihan karier secara

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

24

bijaksana sehingga realistis dengan keadaan dirinya yang sesuai

dengan aktifitas pribadinya.

Crites (Coertse & Schepers, 2004) menciptakan model

pengembangan karier yang komperhensif dengan mengintergrasikan

pendekatan yang berbeda. Crites mengemukakan bahwa tahap

terpenting dalam pengembangan karier adalah tahap pendirian (usia

16 sampai 25 tahun), yang merupakan predicator kesuksesan karier

yang baik. Crites (Coertse & Schepers, 2004) mengemukakan model

kematangan karier terbagi menjadi dua dimesi: dimensi afektif dan

dimensi kognitif.

“The cognitive dimension is represented by career decisionmaking skills, whereas the affective dimension represents attitudes towards career development.”

Dimensi kognitif diwakili oleh keterampilan pengambilan keputusan

karier, sedangkan dimensi afektif mewakili sikap terhadap

pengembangan karier.

Seperti yang didefinisikan sebelumnya, kematangan karier

adalah sejauh mana seorang individu dapat menguasai tugas

pengembangan karier tertentu yang sesuai dengan tahap hidupnya

(Langley, 1996). Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi keadaan

kematangan karier seseorang untuk memberikan panduan karier yang

sesuai. Langley (Coertse & Schepers, 2004) menyoroti aspek

kematangan karier berikut:

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

25

1) Mendapatkan informasi tentang diri sendiri dan mengubah informasi

tersebut menjadi pengetahuan diri.

2) Memperoleh keterampilan membuat keputusan dan menerapkannya

dalam pengambilan keputusan yang efektif.

3) Mengumpulkan informasi karier dan mengubahnya menjadi

pengetahuan tentang dunia kerja.

4) Mengintegrasikan pengetahuan diri dan pengetahuan tentang dunia

kerja.

5) Menerapkan pengetahuan yang didapat dalam perencanaan karier

d. Tahap Perkembangan Karier

Memandang bahwa karier sebagai jalannya peristiwa-peristiwa

kehidupan, tahapan-tahapan pekerjaan dan peranan kehidupan

lainnya yang keseluruhannya menyatakan tanggung jawab seseorang

pada pekerjaan dalam keseluruhan pola perkembangan dirinya.

Menurut Super (Sharf, 1992) membagi tahap-tahap perkembangan

karier menjadi lima tahap berdasarkat umur, yaitu:

1) Fase petumbuhan (growth), 0 tahun sampai usia 15 tahun.

Dalam fase ini, anak mengembangkan bakat-bakat, minat,

kebutuhan, dan potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur

konsep diri.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

26

2) Fase eksplorasi (exploration) antara umur 15-25 tahun,

yaitu remaja mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan,

tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat.

3) Fase pemantapan (estabilishment), antara umur 25-45 tahun.

Pada fase ini, remaja sudah memilih karier tertentu dan

mendapatkan berbagai pengalaman positif dan negatif dari

pekerjaannya. Dengan pengalaman yang diperoleh, ia bisa

menentukan apakah ia akan terus dengan karier yang telah

dijalaninya atau berubah haluan.

4) Fase pembinaan (maintenence) antara umur 45-65 tahun,

saat seseorang telah mantap dengan pekerjaannya dan

memeliharanya agar dia tekun sampai akhir.

5) Fase kemunduran (decline), +65 tahun, masa sesudah pensiun

atau melepaskan jabatan tertentu. Dalam fase ini seseorang

membebaskan diri dari dunia kerja formal.

Berdasarkan tahap perkembangan karier yang sudah

dipaparkan di atas, peneliti hanya mengikutsertakan peserta didik

SMK kelas XII (exploration) sehingga tugas perkembangan yang

akan diteliti adalah mengenai alternatif pilihan pekerjaan yang sesuai

dengan bidang dan tingkat pekerjaannya dilihat dari kompetensi

dirinya.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

27

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruh Perkembangan Karier

Super (Prahesty, 2013) mengklasifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi kematangan karier ke dalam lima kelompok Berikut

ringkasan kelima faktor yang dimaksud tersebut:

1) Faktor bio-sosial, yaitu informasi yang lebih spesifik,

perencanaan, penerimaan, tanggung jawab dalam perencanaan

karier, serta orientasi pilihan karier berhubungan dengan faktor bio-

sosial seperti umur dan kecerdasan.

2) Faktor lingkungan, yaitu indeks kematangan karier individu

berkorelasi dengan tingkat pekerjaan orang tua, kurikulum

sekolah, stimulus budaya dan kohesivitas keluarga.

3) Faktor vokasional, kematangan karier individu berkorelasi positif

dengan aspirasi vokasional, tingkat kesesuaian aspirasi dan

ekspektasi karier.

4) Prestasi individu, meliputi prestasi akademik, kebebasan,

partisipasi di sekolah dan luar sekolah.

Miller (Mubiana, 2010) menjelaskan faktor yang menentukan

kematangan karier terbagi manjadi faktor internal yaitu: usia, jenis

kelamin, tingkat sekolah, kecerdasan mental, bahasa, kematangan

pribadi dan konsep diri dan lokus control. Selain itu juga Miller

menjelaskan faktor lain seperti: interaksi orang tua dan keluarga,

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

28

tingkat sosial ekonomi, area geografis tempat tinggal, program sekolah

dan bimbingan, dan keterlibatan masyarakat dan budaya sebagai

faktor penentu kedewasaan karier.

…Literature on career development theories has identified a number of correlates of career maturity. Internal determinants like age, gender, school grade, mental intelligence, language, personal maturity and self concept and locus of control have been identified by Miller (2006) as correlates of career maturity. In addition, Miller (2006) postulate parents and family interactions, social-economic level, geographical area of residence, school and guidance Programmes, and community involvement and culture as external determinants of career maturity…

Faktor yang mempengaruhi perkembangan karier pada masa

remaja menurut Seligman (Brown & Lent, 2005) adalah sebagai

berikut:

1) Individu

Faktor individu memiliki pengaruh yang kuat pada

perkembangan karier seseorang. Setiap individu memiliki

kepribadian yang berbeda-beda, seperti karakter, minat, bakat, dan

nilai-nilai dalam diri akan mempengaruhi individu dalam memilih

bidang pekerjaannya. Selain itu, faktor keluarga, teman, guru, dan

pengalaman anak di usia dini ikut mempengaruhi harapan, rencana,

dan pilihan pekerjaannya.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

29

2) Pengalaman

Pengalaman seseorang seperti pengalaman kerja, kegiatan

di waktu luang, serta paparan kerja dan gaya hidup. Secara umum,

remaja yang memperoleh pengalaman bekerja memiliki nilai yang

lebih tinggi dan harga diri yang lebih baik daripada mereka yang

tidak memiliki pengalaman bekerja.

3) Latar belakang etnis dan sosio-ekonomi

Faktor ini sangat mempengaruhi remaja dalam memilih

kariernya. Umumnya remaja akan bercermin dengan kondisi sosial

maupun ekonomi mereka sebagai model atau patokan mereka

dalam memilih kariernya di masa depan. Hal ini diperkuat oleh

Schoon dan Parsons dalam Brown dan Lent, yang menemukan

bahwa status sosial ekonomi keluarga berhubungan dengan

pencapaian pekerjaan anaknya nanti ketika dewasa.

4) Gender

Perkembangan karier remaja perempuan berbeda dari

remaja laki-laki yang sedemikian rupa membatasi pilihan pekerjaan

perempuan. Remaja perempuan menunjukkan kematangan karier

yang lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki dan terlihat pilihan

pekerjaan mereka lebih pasti. Remaja perempuan lebih kompleks

dalam memilih suatu pekerjaan.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

30

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa

kematangan karier dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu internal

maupun eksternal. Faktor internal diantaranya kecerdasan, usia,

gender, minat, sikap, orientasi motivasi, harga diri, dan strategi

pemecahan masalah. Faktor internal individu merupakan faktor utama

yang dapat mempengaruhi kematangan karier individu. Meskipun

demikian, faktor eksternal individu juga sangat penting, yaitu orang-

orang yang berada disekitar individu juga menjadi faktor yang tidak

dapat diabaikan, faktor eksternal yang mempengaruhi kematangan

karier seorang individu diantaranya teman sebaya, lembaga

pendidikan, status sosial ekonomi dan keluarga serta peran orang tua

yang mampu mempengaruhi seseorang dalam upaya mencapai

kematangan kariernya.

f. Pengukuran Kematangan Karier

Seligman (Crites & Savickas, 1996) Crites menyebutkan

beberapa inventori yang dapat mengukur kematangan karier, salah

satunya ialah Adult Career Concems Inventory (ACCI). Alat ini dibuat

oleh Super, Thompson dan Lindeman, dipublikasikan oleh Consulting

Psychologists Press. ACCI dibuat berdasarkan konsep yang

diperkenalkan oleh Super tentang career adaptability pada dewasa

dan berguna untuk membantu orang-orang pada tahapan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

31

perkembangan dewasa dalam memahami, mengatur, memikirkan

kembali dan mengubah karier mereka.

Selanjutnya, Career Development and Inventory (CDI). Alat

yang dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Super

mengenai pola-pola karier, pertama kali dipublikasikan oleh Consulting

Psychologist Press. Alat ini didesain untuk membantu mereka yang

berbeda pada tahap eksplorasi dalam perkembangan kariernya. CDI

mengukur empat dimensi dasar dari kematangan karier, yaitu:

perencanaan, eksplorasi, pembuatan keputusan, dan informasi.

Career Maturity Inventory (CMI). Inventori ini sebenarnya

dikembangkan setelah memperbaiki inventori perkembangan karier

yang disusun oleh Super. CMI yang dibuat oleh Crites ini merupakan

alat ukur yang berakar pada Career Patern Study (CPS) yang

dilakukannya bersama-sama dengan Super. Alat ini disusun oleh John

Crites untuk mengukur kematangan karier dan kemampuan untuk

membuat keputusan karier. Inventori ini dipisahkan dalam dua bagian,

yaitu mengukur career choice competence atau kompetensi terhadap

karier dan career choice attitudes atau sikap terhadap karier.

Kompetensi terhadap karier mengukur penilaian diri, informasi jabatan,

seleksi tujuan, perencanaan, dan pemecahan masalah, sedangkan

sikap terhadap karier terdiri dari keyakinan, keterlibatan, kebebasan,

orientasi, dan kompromi dalam pengambilan keputusan. Kedua bagian

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

32

tersebut dapat dipakai untuk laki-laki dan perempuan, kelompok

minoritas, atau kelompok khusus.

2. Kecerdasan Intelektual

a. Definisi Kecerdasan

Kecerdasan adalah prihal mengenai cerdas atau kesempurnaan

akal budi manusia. Kata kecerdasan diambil dari akar kata cerdas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Cerdas berarti sempurna

perkembangan akal budi seorang manusia dalam berfikir, mengerti,

tajam pikiran dan sempurna pertumbuhan tubuhnya (KBBI, 2005)

William Stern, menyatakan bahwa sesuatu yang berkaitan

dengan keceradasan merupakan daya yang individu lakukan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-

alat berpikir menurut tujuannya. Orang yang tingkat kecerdasannya

tinggi akan lebih cepat dan tepat dalam menghadapi masalah-masalah

baru bila dibandingkan dengan orang yang kecerdasannya rendah.

Beberapa ahli pada bidang kecerdasan telah banyak memberikan

penjelasan mengenai kecerdasan, berikut ini merupakan definisi

kecerdasan berdasarkan para ahli: Spearman (Gregrory, 2000) (1904,

1923) menjelaskan definisi kecerdasan adalah “a general ability which

involves mainly the eduction of relations and correlates” kecerdasan

merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi suatu

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

33

peristiwa yang melibatkan edukasi hubungan sebab akibat. Selatjutnya

Binet and Simon (Gregrory, 2000) (1905) mendefinisikan kecerdasan

ialah “the ability to judge well, to understand well, to reason wellI”

maksudnya ialah kemampuan individu untuk menilai, memahai dan

memiliki alasan dalam tindakan yang dilakukannya.

Terman (Gregrory, 2000) (1916) menjelaskan kecerdasan ialah

“the capacity to form concepts and to grasp their significance” yang

artinya kemamuan individu untuk membetuk konsep dan memahami

signifikansi pada suatu keadaan atau peristiwa. Selanjutnya Pintner

(Gregrory, 2000) (1921) menjelaskan definisi kecerdasan ialah “the

ability of the individual to adapt adequately to relatively new situations

in life” yang artinya ialah kemampuan individu untuk beradaptasi

secara memadai terhadap situasi yang relative baru dalam kehidupan.

Di tahun yang sama Thorndike (Gregrory, 2000) (1921) menjelaskan

definisi kecerdasan sebagai “the power of good responses from the

point of view of truth or fact” yang artinya kemampuan atau keuatan

tanggapan yang dimiliki individu baik dari sudut kebenaran maupun

pada sudaut fakta. Selanjutnya Thurstone (Gregrory, 2000) (1921)

menjelaskan mengenai definisi kecerdasan yaitu “the capacity to inhibit

instinctive adjustments, flexibly imagine different responses, and

realize modified instinctive adjustments into overt behavior” yang

artinya kemampuan individu untuk menghambat penyesuaian naluriah,

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

34

secara fleksibel membayangkan berbagai tanggapan, dan

mewujudkan penyesuaian naluriah yang dimodifikasi menjadi perilaku

yang ditampilkan.

Wechsler (Gregrory, 2000) (1939) menjelaskan definisi

kecerdasan yaitu “the aggregate or global capacity of the individual to

act purposefully to think rationally, and to deal effectively with the

environment” menjelaskan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan

individu dalam dalam bertidak secara rasional dan mampu berada

dalam lingkungan secara efektif dan baik. Setelah itu Humphreys

(Gregrory, 2000) (1971) menjelaskan mengenai definisi kecerdasan

sebagai “the entire repertoire of acquired skills, knowledge, learning

sets, and generalization tendencies considered intellectual in nature

that are available at any one period of time” yang artinya kecerdasan

merupakan kemampuan individu pada segi keterampilan,

pengetahuan dan kecederunagn kepada generalisasi terhadap sesuai

yang bersifat intelektual pada priode tertentu.

Piaget (Gregrory, 2000) (1972) menjelaskan definisi kecerdasan

ialah “a generic term to indicate the superior forms of organization or

equilibrium of cognitive structuring used for adaptation to the physical

and social environment” yang artinya kecerdasan merupakan sebuah

istilah generik untuk menunjukkan bentuk superior organisasi atau

keseimbangan penataan kognitif yang digunakan untuk adaptasi

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

35

terhadap lingkungan fisik dan sosial. Selanjutnya Sternberg (Gregrory,

2000) (1985, 1986) menjelaskan bahwa kecerdasan merupakan “the

mental capacity to automatize information processing and to emit

contextually appropriate behavior in response to novelty; intelligence

also includes metacomponents, performance components and

knowledge-acquisition components” yang artinya ialah kemampuan

mental untuk mengotomatisasi pemrosesan informasi dan

memancarkan perilaku sesuai konteks dalam menanggapi hal baru;

kecerdasan juga mencakup komponen metakomponen, komponen

kinerja dan komponen pengetahuan-akuisisi.

Eysenck (Gregrory, 2000) (1986): “error-free transmission of in

formation through the cortex” menjelaskan bahwa kecerdasan

merupakan bentuk kebebasan dalam cara berfikir seseorang.

Selanjutanya Gardner (Gregrory, 2000) (1986) menjelaskan

kecerdasan meruakan “the ability or skill to solve problems or to

fashion products which are valued within one or more cultural settings”

yang artinya kecerdasan ialah kemampuan atau keterampilan untuk

memecahkan masalah atau produk fashion yang dinilai dalam satu

atau lebih setting budaya. Ceci (Gregrory, 2000) (1994) menjelaskan

menganai kecerdasan merupakan “multiple innate abilities which serve

as a range of possibilities; these abilities develop (or fail to develop, or

develop and later atrophy) depending upon motivation and exposure to

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

36

relevant educational experiences” yang artinya kecerdasan merupakan

beberapa kemampuan bawaan yang berfungsi sebagai berbagai

kemungkinan; kemampuan ini berkembang (atau gagal berkembang,

atau berkembang dan kemudian atrofi) bergantung pada motivasi dan

paparan terhadap pengalaman pendidikan yang relevan.

Berdasarkn definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan atau kecerdasan adalah kemampuan

potensial unum untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan degan

kemapuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir absrtak, dan

kemampuan memecahkan masalah.

b. Teori Kecerdasan

Kecerdasan merupakan kemampun yang dimiliki setiap individu.

Kecerdsan tersebut dapat diperoleh berdasarkan faktor bawaan

ataupun faktor pendidikan yang dijalani. Dalam hal ini, banyak

perbedaan mengenai teori kecerdasan berdasarkan pendapat para

ahli Pal, Pal & Tourani (2005) menjelaskan teori-teori kecerdasan yang

ada sebagai berikut:

Faculty theory: teori ini merupakan teori tertua mengenai sifat

kecerdasan dan berkembang pada abad ke-18 dan abad ke-19.

Berdasarkan teori ini, pemikiran menengenai kecerdasan terdiri dari

faculty yang berbeda-beda seperti penalaran, ingatan, diskriminasi,

imajinasi, dan lain-lain. Kemampuan ini tidak tergantung satu sama

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

37

lain dan dapat dikembangkan dengan latihan yang kuat. Nampun pada

kenyataannya mengenai faculty theory ini mendapat kritik dari para

psikolog eksperimental yang menyangkal keberadaan faculty

independen di otak (Pal, A, & Tourani, 2005).

One factor/ UNI factor theory: teori ini menjelaskan mengenai

spesialisasi kecerdasan berdasarkan kemampuan yang ada pada

individu-individu tertentu. Teori ini menjelaskan bahwa kecerdasan

setiap individu memiliki garis yang berbeda-beda kerena kecerdasan

yang dimiliki setiap individu berkorelasi dengan kemampuan diri

sendiri, sehinga setiap individu memiliki tingkat kemampuan yang

berbeda dan akan mendominasi salah satu bidang kecerdasan

tertentu (Pal, A, & Tourani, 2005).

Spearman’s two-factor theory: teori ini dikembangakan pada

tahun 1904 oleh Psikolog Inggris, Charles Spearman. Teori ini

menjelaskan bahwa kemampuan kecerdasan seseorang terdiri dari

dua faktor: faktor unum atau yang dikenal dengan sebutan faktor ‘g’

dan yang lainnya merupakan kelompok kemampuan spesifik atau lebih

dikenal dengan sebutan faktor ‘s’. Faktor ‘g’ adalah kemampuan

bawaan universal, sehingga semakin besar faktor ‘g’ pada seseorang

makan akan berpengaruh besar pula pada kemungkinan kesuksesan

yang diraih. Faktor ‘s’ diperoleh dari lingkungan. Faktor ini memiliki

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

38

variasi dari aktivitas ke aktivitas pada individu yang sama

(pengalaman) (Pal, A, & Tourani, 2005).

Thorndike’s multifactor theory: Thorndike percaya bahwa tidak

ada kemampuan umum. Setiap aktivitas mental membutuhkan

kumpulan kemampuan yang berbeda. Thorndike juga membedakan

empat atribut kecerdasan berikut ini: (1) Tingkat-mengacu pada tingkat

kesulitan suatu tugas yang bisa dipecahkan. (2) Rentang-mengacu

pada sejumlah tugas pada tingkat kesulitan tertentu. (3) Area-berarti

jumlah total situasi pada setiap tingkat di mana individu dapat

merespons. (4) Kecepatan-adalah kecepatan yang dapat kita gunakan

untuk merespons item (Pal, A, & Tourani, 2005).

Thurstone’s theory : Primary mental abilities/Group factor

theory: teori ini menjelskan bahwa aktivitas kecerdasan bukanlah

ungkapan dari faktor-faktor yang sangat spesifik dan juga bukan

ungkapan utama dari faktor unum yang mencakup semua aktivitas

mental. Teori ini dikembangakan berdasarkan analisis Spearman

bahwa: ‘beberapa’ aktivitas mental memiliki kesamaan sebagai faktor

‘utama’ yang memberi kesatuan psikologis dan fungsional serta

membedakan aktivitas mental lainnya. Aktivitas mental ini kemudian

membentuk sebuah kelompok. Kelompok yang lain memiliki faktor

tersendiri, dan seterusnya. Dengan kata lain, ada sejumlah kelompok

kemampuan mntal, yang masing-masing memiliki faktor utama dan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

39

memberikan kelompok kesatuan fungsional juga kekompakan.

Thurstone telah memberikan enam faktor utama mengenai kecerdasan

sebagai berikut: (1) Faktor Jumlah (N) -Mampu melakukan

Perhitungan Numerik dengan cepat dan akurat. (2) Faktor Verbal (V) -

Ditemukan dalam tes yang melibatkan Pemahaman Verbal. (3) Faktor

Ruang Angkasa (S) - Terlibat dalam tugas di mana subjek

memanipulasi benda imajiner di luar angkasa. (4) Memori (M) -

Menangani kemampuan untuk mengingat dengan cepat. (5) Faktor

Keadaan Fasih Dia (W) - Terlibat setiap saat subjek diminta

memikirkan kata-kata terisolasi dengan kecepatan tinggi. (6i) Faktor

Penalaran (R) -Dibahas dalam tugas-tugas yang memerlukan subjek

untuk menemukan aturan atau prinsip yang terlibat dalam serangkaian

atau kelompok huruf. Berdasarkan faktor-faktor ini, Thurstone

membuat tes kecerdasan baru yang dikenal sebagai '' Test of Primer

Mental Abilities (PMA)'' (Pal, A, & Tourani, 2005).

Guilford’s Model of Structure of Intellect: Guilford (Pal, A, &

Tourani, 2005) (1967, 1985, 1988) mengemukakan tiga dimensi

struktur kecerdasan. Menurut Guilford setiap tugas kecerdasan dapat

diklasifikasikan yaitu: (1) content (2) the mental operation ivolved, dan

(3) the product resulting from operation. Guilford kemudian

mengklasifikasikan ‘content’ ke dalam lima kategori, yaitu Visual,

Auditory, Symbolic, Semantic dan Behavioral. Guilford juga

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

40

mengklasifikasikan ‘the mental operation ivolved’ menjadi lima

kategori, yaitu, Kognisi, Retensi Memori, Rekaman Memori, Produksi

Divergent, Produksi Konvergen dan Evaluasi. Selanjutnya

mengklasifikasikan) ‘the product resulting from operation’ ke dalam

enam kategori, yaitu Unit, Kelas, Hubungan, Sistem, Transformasi dan

Implikasi.

Vernon’s Hierarchical Theory: Deskripsi Vernon tentang tingkat

kecerdasan yang berbeda dapat mengisi kesenjangan antara dua teori

yang ada sebelumnya, Spearman’s two-factor theory, yang tidak

memungkinkan adanya faktor kelompok, dan Thorndike’s multifactor

theory, yang tidak memungkinkan '' G '' faktor. Teori ini menjelaskan

bahwa kecerdasan dapat digambarkan sebagai terdiri dari

kemampuan pada berbagai tingkat generalitas: (1) Tingkat tertinggi:

faktor '' g '' (kecerdasan umum) dengan sumber varians terbesar antar

individu. (2) Tingkat berikutnya: faktor kelompok utama seperti

kemampuan verbal-numerik-pendidikan dan praktis-mekanis-spasial-

fisik. (3) Tingkat berikutnya: faktor kelompok kecil dibagi dari faktor

kelompok utama. (4) Tingkat bawah: '' s '' (spesifik) faktor. Dengan

demikian Vernon menyimpulkan bahwa perbedaan kecerdasan

individu sekitar 60 persen disebabkan oleh faktor genetik, dan ada

beberapa bukti yang melibatkan gen dalam perbedaan kelompok ras

dalam tingkat kemampuan mental rata-rata (Pal, A, & Tourani, 2005).

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

41

Cattell’s Fluid and Crystallized Theory: teori ini menjelaskan

bahwa aspek kecerdasan adalah kapasitas berdasarkan potensi

genetik. Kecerdasan pada teori ini mengarah pada kapasitas yang

dihasilkan dari pengalaman, pembelajaran dan lingkungan. Dengan

demikia kecerdasan seorang individu didapatkan melalui pengalaman

masa lalu dan pembelajaran untuk masa depan serta faktor

lingkungan dimana individu itu berada (Pal, A, & Tourani, 2005).

Sternberg’s Triarchic Theory: Robert Sternberg (Pal, A, &

Tourani, 2005) (1985) adalah psikolog yang telah membangun teori

kecerdasan menjadi tiga cabang atau triarkis. Tiga tipe tersebut

adalah: (1 )Analytical Intelligence yaitu kemampuan akademis.

Kemampuan ini memungkinkan seseorang memecahkan masalah dan

mendapatkan pengetahuan baru. Keterampilan memecahkan masalah

mencakup pengkodean informasi, menggabungkan dan

membandingkan beberapa informasi dan menghasilkan sebuah solusi.

(2) Creative Intelligence didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mengatasi situasi baru dan mendapatkan keuntungan dari

pengalaman. Kemampuan untuk cepat menghubungkan situasi baru

dengan situasi yang akrab (yaitu, untuk merasakan persamaan dan

perbedaan) membentuk adaptasi. Kemampuan ini merupakan hal

yang dicapai dari pengalaman dan memungkinkan seorang individu

mampu mengatasi masalah dengan lebih cepat. (3) Practical

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

42

Intelligence atau 'street smart' ', kemampuan ini memungkinkan

seseorang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan

mereka.

Anderson’s Theory: Cognitive Development: Anderson

mengemukakan bahwa pembentukan kognitif seseorang akan

disesuaikan secara optimal melalui masalah yang terjadi di lingkungan

mereka. Seorang di harapkan mampu menemukan solusi optimal

dalam memecahkan masalah yang terjadi pada dirinya berdasarkan

hasil pembeljaran dan tanpa bantuan orang lain “pendidik”. Sebuah

'Analisis Rasional', mencoba menganalisa informasi yang ada di

lingkungan, tujuan yang ingin dicapai, dan beberapa asumsi dasar

mengenai penyelesaian masalah, dan menghasilkan perilaku yang

optimal (Pal, A, & Tourani, 2005).

c. Definisi Kecerdasan Intelektual (IQ)

Kecerdasan intelektual (IQ) berkaitan dengan keterampilan

seseorang dalam menghadapi persoalan teknikal dan intelektual.

Menurut David Wechsler (Prastyono, 2015) kecerdasan adalah

kemampuan untuk bertindak secara searah, berpikir secara rasional,

dan menghadapi lingkungan secara efektif. Kecerdasan dalam banyak

teori terdiri dari faktor g (general factor) dan faktor s (specific factor).

Faktor g merupakan penjumalahan dari faktor-faktor s, namun masing-

masing merupakan suatu kekuatan yang memiliki kualitas sendiri.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

43

Pandangan umum sering kali menyamakan arti kecerdasan

dengan IQ, namun kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan arti

yang sangat mendasar. IQ (intelligence quotient) adalah skor yang

diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Kecerdasan itu sendiri

merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang yang membentuk

prilaku. Jadi IQ hanya memberikan indikasi taraf kecerdasan

seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara

keseluruhan. Dengan kata lain, IQ menunjukan ukuran atau taraf

kecerdasan, sehingga istilah kecerdasan tidak data disamakan artinya

dengan IQ (Prastyono, 2015).

Menurut Robins dan Judge (Artana, 2014) mengatakan bahwa

kecerdasan intelektual adalah kemampuan yang di butuhkan untuk

melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar dan

memecahkan masalah. Serebiakoff (Dwi, 2015) menjelaskan bahwa

Kecerdasan Intelektual (IQ) berkaitan dengan keterampialan

seseorang dalam menghadapi persoalan teknikal dan intelektual.

Kecerdasan adalah faktor yang berbeda antata individu dan

berasosiasi dengan tingkat kemampuan umum yang dipergerakan

dalam melakukan aneka ragam tugas yang berbeda dan banyak

variasinya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecerdasan

intelektual (IQ), merupakan salah satu kecerdasan yang berorientasi

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

44

hal-hal yang bersifat logis dan rasional, obyektif, empiris, prapersonal.

Hasil kerja IQ yang berpusat pada otak kiri adalah hal yang bersifat

pasti, dan bekerja tahap demi tahap dengan alur yang prosedural dan

teratur, sehingga menghasilkan hal-hal yang bersifat realistis dan

sistematis.

d. Pengukuran Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual dapat diukur dengan cukup akurat dan

bisa memberikan gambaran dari kemampuan umum potensi-potensi

yang dimiliki seseorang. Para ahli telah banyak melakukan

pengembangan mengenai tes kecerdasan intelektual berdasarkan

hasil penelitian yang berkaitan dengan kecerdasan intelektual

tersebut. Pengkategorian tes kecerdasan intelektual terbagi menjadi

beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan tinggkat usia yaitu

anak-anak, remaja dan dewasa. Berdasarkan jumlah subjek tersebut,

tes kecerdasan dibedakan menjadi Tes Kecerdasan Individual dan Tes

Kecerdasan Kelompok atau Klasikal.

Stanford Binet Intelligence Scale, tes ini dipublikasikan pada

tahun 1960 oleh Terman dan Merrill, staf pengajar di Universitas

Stanford, California, USA. Tes kecerdasan intelektual yang pertama

sekali dipublikasikan adalah Tes Binet-Simon yaitu pada tahun 1905 di

Paris (Prancis). Tes ini disusun oleh Alfred Binet, dibantu oleh

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

45

Theodore Simon sehinga disebut Tes Binet-Simon. Digunakannya Tes

Binet-Simon pada waktu itu karena dorongan pemerintah Prancis yang

merasa rugi dengan biaya pendidikan anak-anak Sekolah Dasar.

Pemerintah ingin memisahkan pendidikan anak yang cerdas dengan

yang kurang cerdas agar proses belajar di sekolah berjalan lancar. Tes

ini banyak mengalami perkembangan, pada tahun 1905 terbit skala

Binet yang terdiri 30 item dan direvisi pada tahun 1908 bersama

dengan Theodore Simons dengan melaukan beberapa perubahan

diantaranya terdapat pembatasan usia subjek, pengelompokan item

yang diujikan, perluasan proses mental yang diukur dan diterapkannya

konsepsi usia mental. Pada tahun 1911 terbit revisi pertama skala

Binet Simon dengan beberapa perubahan diantaranya penempatan

item dengan sampel lebih repersentatif dan perhitungan usia mental

lebih terperinci (Gregrory, 2000).

Pada tahun 1972 Stanford-Binet Intelligence Scale oleh

Thorndike di kembangkan dengan melakukan restandarisasi sampel

yang lebih repesentatif dengn jumlah responden lebih dari 200.000

orang. Selanjutnya pada tahun 1986 tes ini dikembangkan kembali

oleh Thorndike, Hagen dan Sattler dengan pengembangan tes

menjadi 15 subtest. Tes Stanford Binet adalah tes yang dikelompokan

menurut berbagai tingkat usia (usia II – usia dewasa-superior). Setiap

tingkat usia berisi enam subtes dan terdapat juga tes pengganti yang

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

46

setara. Tes ini disajikan secara individual. Tes Binet dikembangan

kembali pada tahun 1986 dengan konsep bahwa kecerdasan

intelektual dikelompokan menjadi emat tipe penalaran yang masing-

masing diwakili oleh beberapa tes, yaitu: (1) Penalaran Verbal ; (2)

Penalaran Kuantitatif ; (3) Penalaran Visual Abstrak ; (4) Memori

Jangka Pendek (Widiawati, 2012).

Pada tahun 1930 David Wechsler seorang psikolog psikiatri di

Rumah Sakit Bellevue di New York City, menyusun instrumen

sederhana yang secara virtual mendefinisian pengujian kecerdasan

intelektual dengan sebutan Wechsler Scsles of Intelligence (Gregrory,

2000). Wechsler mendefinisikan kecerdasan intelektual sebagi

“kapasitas agregat atau totalitas tindakan individu untuk bertindak

secara sengaja, berpikir secara rasional dan untuk menangani secara

efektif lingkungannya”. Wechsler juga percaya bahwa untuk

mengetahui kecerdasan intelektual seseorang hanya dapat dilihat

berdasarkan apa yang dapat seseorang itu lakukan saja. Subjek

Wechsler cukup beragam dan sering mengandalakan aoa yang

disebut sebagai “Mental Productions” (Gregrory, 2000).

Tes Wechsler, pada tahun 1939 David Wechsler menerbitkan

skala kecerdasan intelektual untuk orang dewasa, yang disebut

Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS) atau skaa W-B.

Selanjutnya pada tahun 1949, Wechsler membuat juga skala

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

47

kecerdasan intelektual untuk anak-anak 6-16 tahun 11 bulan, yang

disebut Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Kedua jenis

tes dari Wechsler ini berisi dua skala yaitu: (1) Skala Verbal, terdiri dari

Informasi, Comprehesion, Arithmetic, Similiarities, Vocabulary, Digit

Span ; (2) Skala Performance: Picture Arrangement, Block Design,

Object Assembly, Coding Mazes. Setelah itu, Wechsler menbuat skala

Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS), yang ditujukan untuk usia

16-74 tahun. Pada tahun 1955, Wechsler memperluas isi test WISC,

yaitu: (1) Skala Verbal, terdiri dari Informasi, Rentang Angka,

Kosakata, Hitungan, Pemahaman, Kesamaan Praktikan Objek, Simbol

Angka, Dan Kelengkapan Gambar (Widiawati, 2012).

Detroit Test of Learning Aptitude-4 (DTLA-4) pertama kali

dikenalkan pada tahun 1935. Tes ini dirancang untuk disajikan secara

individual dan diarakan untuk anak sekolah berusia 6 sampai dengan

17 tahun. DTLA-4 terdiri 10 subtes yang mendasari 16 komposit,

termasuk didalamnya tingkat kecerdasan intelektual, tingkat optimal,

dan 14 area kecerdasan intelektual. Subjek pada tes ini sebagian

besar ada pula pada Binet- Wechsler (Gregrory, 2000) seperti yang

dijelasakan pada table 2.2.

Kaufman Brief Intelligence Test (K-BIT) diperkenalkan

pertamakali oleh Alan Kaufman pada tahun 1990. Kaufman Brief

Intelligence Test (K-BIT) focus pada pengujian kecerdasan intelektual

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

48

berdasarkan kemampuan korelasi berdasarkan dua hal yang saling

berhubungan erat. Vocabulary Section dan Matrices Section, pertama

Vocabulary Section terbagi menjadi dua yaitu: expressive vocabulary

dan definitions, sedangkan untuk Matrices Section diharusan

menyelesaikan 2x2 dan 3x3 analogi yang menggunakan figural stimuli.

Kaufman Brief Intelligence Test (K-BIT) digunakan untuk subjek yang

berumur 4-30 tahun dan diadministrasikan 15 sampai dengan 30 menit

(Gregrory, 2000).

Intelligenz Struktur Test (IST) merupakan alat tes kecerdasan

intelektual yang dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt

Main Jerman pada tahun 1953 dan telah diadaptasi di Indonesia.

Intelligenz Struktur Test (IST) berdasarkan pada teori kecerdasan,

yang menyatakan bahwa kecerdasan intelektual merupakan suatu

gestalt yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan

secara bermakna.

Intelligenz Struktur Test (IST) memuat 9 subtes antara lain

Satzerganzung (SE) yaitu melengkapi kalimat, Wortauswahl (WA)

yaitu melengkapi kata-kata, Analogien (AN) yaitu persamaan kata,

Gemeinsamkeiten (GE) yaitu sifat yang dimiliki bersama,

Rechhenaufgaben (RA) yaitu kemampuan berhitung, Zahlenreihen

(SR) yaitu deret angka, Figurenauswahl (FA) yaitu memilih bentuk,

Wurfelaufgaben (WU) yaitu latihan balok, dan Merkaufgaben (ME)

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

49

yaitu latihan simbol. Penyajian tes IST ini membutuhkan waktu lebih

kurang 90 menit, dapat dilakukan secara individual maupun klasikal

(Kumolohadi & Suseno, 2012: 80).

Intelligenz Struktur Test (IST) terdiri dari 176 soal yang terbagi

menjadi 9 sub tes. Proses skoring dalam IST adalah memberikan nilai

1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah pada masing-

masing subtes kecuali pada sub tes GE menggunakan panduan nilai

tersendiri yaitu skor 2, 1 dan 0. Dengan menghitung skor yang

diperoleh pada masing-masing subtes akan diperoleh Skor Kasar

pada setiap sub tes IST. Dengan menjumlahkan skor kasar dari 9 sub

tes akan diperoleh Skor Total. Norma tes IST diperlukan untuk

mengubah skor kasar maupun skor total ke dalam weighted score

yang akan menghasilkan nilai kecerdasan seseorang dalam bentuk

angka dan apabila nilai kecerdasan intelektual ini dibandingkan

dengan norma kelompok akan diketahui kategori kecerdasan

intelektual seseorang tersebut yaitu: (1) Very superior yaitu subyek

yang memperoleh weighted score sebesar 119 keatas; (2) Tinggi yaitu

subyek yang memperoleh weighted score sebesar antara 105 sampai

dengan 118; (3) Cukup yaitu subyek yang memperoleh weighted score

sebesar antara 100 sampai dengan 104; (4) Sedang yaitu subyek

yang memperoleh weighted score sebesar antara 95 sampai dengan

99; (5) Rendah yaitu subyek yang memperoleh weighted score

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

50

sebesar antara 81 sampai dengan 94; (6) Rendah sekali yaitu subyek

yang memperoleh weighted score sebesar 80 kebawah (Kumolohadi &

Suseno, 2012: 81)

Tes Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah tes kecerdasan

intelektual yang dikembangan oleh lembaga psikologoi Mutiara Madani

Indonesia yang bertempat di Jakarta. Tes ini pertamakali

dipublikasikan pada tahun 2011 dengan penanggung jawab psiklog

yaitu Prof. Dr. Moh. Imamudin, Msc. Terdapat 6 aspek yang diukur

pada tes kecerdasan intelektual ini diantaranya: logika, komperhensif,

analogi, aritmatika, deret angka, dan tiu 5 (orientasi ruang dan bidang).

Tes Kecerdasan Intelektual (IQ) terdiri dari 120 yang terbagi

menjadi 6 subtes. Proses skoring dalam tes ini ialah memberikan nilai

1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawab yang salah pada

masing-masing sub tes sedangkan pada aspek tiu 5 menggunakan

penilaian tersendiri yaitu dengan skor 2, 1, dan 0. Dengan menghitung

skor yang diperoleh pada masing-masing subtes akan diperoleh skor

kasar selanjutnya menjumlahkan skor kasar dari 6 subtes akan

diperoleh skor total.

Norma tes kecerdasan intelektual ini diperlukan untuk

mengubah skor kasar maupun skor total kedalam weighted score yang

menghasilkan nilai intelegensi seseorang dalam berbentuk angka.

Selanjutnya apabila nilai intelegensi ini dibandingkan dengan norma

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

51

kelompok akan diketahui kategori kecerdasan intelektual seseorang

digolongan berdasarkan pengkategoriannya: (1) Very superior yaitu

subyek yang memperoleh weighted score sebesar 130 keatas; (2)

Tinggi yaitu subyek yang memperoleh weighted score sebesar antara

120 sampai dengan 129; (3) Cukup yaitu subyek yang memperoleh

weighted score sebesar antara 110 sampai dengan 119; (4) Sedang

yaitu subyek yang memperoleh weighted score sebesar antara 90

sampai dengan 109; (5) Rendah yaitu subyek yang memperoleh

weighted score sebesar antara 80 sampai dengan 89; (6) Rendah

sekali yaitu subyek yang memperoleh weighted score sebesar 70

kebawah (Data didapatkah berdasarkan komunikasi dengan pihak

terkait).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian-penelitian yang relevan yang

mendukung penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Coertse &

Schepers yang berjudul “Some Personality and Cognitive Correlates of

Career Maturity” menunjukan hasil penelitian yang menyatakan bahwa,

“The results indicate that the career mature students are more outgoing, display higher levels of intelligence, are emotionally stable, have higher levels of assertiveness, are generally more conscientious andventure some.” Hasil penelitain menunjukan bahwa tingginya tingkat kematangan

karier yang diperlihatkan, menunjukan bahwa tingkat kecerdasannya

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

52

tinggi, stabil secara emosional, memiliki tingkat kepercayaan diri yang

lebih tinggi, umumnya lebih teliti dan perhatian. Objek penelitian ini ialah

1476 mahasiswa tahun pertama pada salah satu Universitas di Afrika

Selatan (Coertse & Schepers, 2004).

Selanjutnya Sebuah studi yang dilakukan di Afrika Selatan oleh

Watson dan Van Aarde (Coertse & Schepers, 2004) yang menguji tingkat

kematangan karier peserta didik kulit berwarna, menunjukkan bahwa

usia, status sosial ekonomi, kecerdasan dan gender memiliki pengaruh

pada tingkat kematangan karier peserta didik kulit berwarna.

“…A study conducted in South Africa by Watson and van Aarde (1986), examining the career maturity levels of coloured students, indicate that age, socio-economic status, intelligence and gender have an influence on the career maturity levels of coloured students…”

Pada penelitian yang dilakukan oleh Watson dan Van Aarde

memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

kematangan karier seseorang dengan tingkat kecerdasan intelektualnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan penelitian tersebut

bahwa faktor kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang

turut mempengaruhi tingkat kematangan karier.

Berkaitan dengan penelitian sejenis dengan penelitian ini banyak

teori yang mendukung dan sama seperti beberapa penelitian di atas,

seperti yang disampaikan oleh, Gottfredson (Coertse & Schepers, 2004)

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

53

berasumsi bahwa, “…low intelligence will have an affect on career choice

and thus on career maturity…” Tingkat kecerdasan yang rendah akan

mempengaruhi pada saat melakukan pemilihan karier dan kematangan

kariernya.

Coertse & Schepers (2004) memberikan gambaran berdasarkan

hasil penelitin yang telah dilakukan bahwa, “…the career mature students

are more outgoing, display higher levels ofintelligence…” Kematangan

karier peserta didik yang lebih tinggi, menunjukan tingkat kecerdasan

yang lebih tinggi pula. Hubungan antara kematangan karier yang

dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual berkaitan pula dengan asumsi

yang disampaikan oleh T. K. Gill (2013) seorang professor di bidang

Educational Pychology dalam jurnalnya yang menyatakan bahwa,

“Academic as well profession pursuit necessarily draws on the intellectual talent of the individual. High IQ will naturally lead to higher academic achievement leading to the choice for high profile occupations. Moreover every occupation requires different level of IQ. While making a choice for career, intellectual level of the individual should be kept in mind”

Prestasi akademis sekaligus profesi selalu mengacu pada bakat

intelektual individu. IQ tinggi secara alami akan menghasilkan prestasi

akademis yang lebih tinggi dan mengarah pada pilihan untuk pekerjaan

berprofil tinggi. Terlebih lagi setiap pekerjaan membutuhkan tingkat IQ

yang berbeda. Sementara membuat pilihan untuk karier, tingkat

intelektual individu harus selalu diingat. Dengan demikian dapat

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

54

disimpulkan bahwa faktor kecerdasan intelektual merupakan faktor yang

ikut mempengaruhi kematangan karier peserta didik yang dapat

dikembangkan melalui proses pembelajaran di Sekolah dalam bentuk

perstasi akademik.

Dari beberapa penelitian di atas dan fakta-fakta pendukung

mengenai kematangan karier dan kecerdasan inteketual, dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual memiliki pengaruh terhadap

kematangan karier. Semakin tinggi skor kecerdasan intelektual maka

semakin tinggi kematangan karier dan semakin rendah skor kecerdasan

intelektual seseorang maka semakin rendah juga kematangan karier

seseorang.

C. Kerangka Berpkir

Peserta didik dalam proses pencapaian kematangan karier yang

baik untuk memenuhi harapan pribadi agar mampu ikut bersaing dalam

dunia kerja atau melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tentu

perlu adanya bimbingan dan pengawasan dari pihak-pihak terkait.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi salah satu lembaga

pendidikan yang diharapkan mampu membentuk peserta didik agar

menjadi individu-individu yang matang dan berkarakter. Namun

kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan yang ada. Berdasarkan

data Badan Pusat Statistik khususnya pada regional Jawa Barat dalam

dua tahun terakhir pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 masih

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

55

banyak lulusan SMK yang tidak memiliki kemampuan sebagai lulusan

SMK yang seharusnya.

Data yang diperoleh berdasarkan keeterangan menurut Biro Pusat

Statistik Jawa Barat yakni, keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa

Barat pada dua tahun terakhir yang dilihat menurut tingkat pendidikan,

lulusan SMK menduduki tempat tertinggi pada presentase 14,3% bulan

Februari tahun 2016 dan menurun di bulan Februari tahun 2017 menjadi

13,57%. Hal ini memjadi perkembangan yang cukup baik bagi lulusan

SMK dengan adanya penurunan jumlah presentasi lulusan SMK yang

tidak bekerja. Tetapi penurunan jumlah presentasi lulusan SMK tersebut

masih menempatkan lulusan SMK pada tempat tertinggi sebagai tingkat

pengangguran terbuka berdasarkan tingkat penidikan.

Salah satu program yang dicanangkan lembaga pendidikan SMK

ialah penerapan kurikulum pandidikan yang lebih menitik beratkan pada

program pembelajaran praktik atau sering dikenal oleh umum dengan

sebutan Praktik Kerja Lapangan. Dengan demikian diharapkan lulusan

SMK memiliki kematangan karier yang baik. Kematanga karier yang baik

tentu dipengaruhi banyak faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi

peserta didik agar mampu mencapai kematangan karier yang baik ialah

faktor kecerdasan intelektual. Faktor kecerdasan intelektual hanya dapat

diperoleh oleh peserta didik dengan mendapatkan pendidikan yang

berstandard kompetisi dan memenuhi setiap kebutuhan peserta didik.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

56

Bagi peserta didik SMK kematangan karier merupakan hal yang

sangat penting, karena pada jenjang tersebut setiap peserta didik harus

memilih karier yang tepat dan mempersiapkan dirinya untuk memasuki

dunia kerja ataupun untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang

lebih tinggi. Super menjelaskan bahwa kematangan karier merupakan

bentuk prilaku seseorang individu untuk mampu menyelesaikan tugas

perkembangan karier tertentu sesuai dengan fase perkembang individu

itu sendiri. Selanjutnya faktor kecerdasan intelektual sebagai aspek yang

mempengaruhi kematanganan karier berkaitan erat dengan hasil

pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik saat di sekolah.

Keadaan yang terjadi pada lulusan SMK khususnya yang terjadi di

daerah Cibinong berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti

menghasilkan pertanyaan terhadap keadaan yang terjadi, bagaimanakan

lulusan SMK dengan rata-rata nilai mencapai angka 80-90 pada tiap

bidang keahlian yang tertera pada ijazah tidak sesuai dengan

kemampuan dan keterampilah dari lulusan SMK itu sendiri. Selain itu

berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada

guru bimbingan dan konseling dari beberapa SMK di daerah Cibinong,

menyimpulkan penelitian ini akan sangat membantu bagi peserta didik

kelas XII yang dimana mereka harus segera mengambil keputusan untuk

proses perkembangan pada tahap selanjutnya karena keadaan yang

terjadi saat ini banyak lulusan SMK dengan nilai akademik yang tinggi

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

57

namun masih belum dapat memaksimalkan kemampuan atau skill yang

dimiliki untuk bersaing di dunia kerja (Konseling, 2017)

Dengan demikian perlu adanya penelitian yang berkaitan dengan

kecerdasan intelektual peserta didik, sehingga dapat dijadikan sebagai

tolak ukur untuk tingkat kematangan karier peserta didik pada jenjang

SMK. Proses yang dilalui dengan menggambarkan tingkat perstasi

akademik dari hasil proses pembelajaran yang diukur melalui tes

kecerdasan intelektual IQ, sehingga dengan dasar yang demikian itu dan

dilakukannya pengukuran terhadap aspek yang mempengaruhi

kematangan karier, dapat memberikan penjelasan mengenai tingkat

kematangan karier peserta didik yang dilihat melalui kecerdasan

intelektual. Berdasarkan hal itu, penting untuk diketahui “Apakah terdapat

perbedaan kematangan karier berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual

peseta didik kelas XII di SMK Negeri 1 Cibinong”.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

58

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

59

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian

dalam penelitian yang dilakukan pada peserta didik kelas XII di SMK

Negeri 1 Cibinong dirumuskan sebagai berikut:

1. Tinggi tidaknya kematangan karier peserta didik dipengaruhi oleh

tingkat kecerdasan intelektual.

2. Kematangan karier pada peserta didik dengan IQ Superior lebih tinggi

dibandingkan peserta didik dengan IQ Bright Normal dan Average.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

60

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan kematangan karier peserta didik yang dilihat berdasarkan

pengkategorian tingkat kecerdasan intelektual melalui hasil skor tes

kecerdasan intelektual (IQ) yang diselenggarakan oleh pihak sekolah

pada peserta didik kelas XII di SMK Negeri 1 Cibinong.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XII di SMK Negeri 1

Cibinong yang beralamat di Jalan Kaum Pandak Karadenan, Cibinong,

Kab.Bogor, Jawa Barat. Alasan peneliti memilih SMK sebagai tempat

penelitian adalah karena peserta didik SMK kelas XII yang berusia 16 -

17 tahun masuk dalam tahap perkembangan eksplorasi, dimana mereka

harus mengenal dan mampu membuat keputusan karier, dan sudah

mengetahui apa saja pilihan karier yang nantinya harus mereka pilih dan

putuskan. Kemudian memperoleh informasi yang relevan mengenai

pekerjaan, seperti prospektif mengenai pekerjaan yang mereka pilih,

keadaan di lapangan mengenai pekerjaan tersebut dan sebagainya.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

61

Dalam hal ini Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga

pendidikan yang lebih mempersiapkan peserta didik yang berada pada

masa remaja untuk mampu terjun langsung ke dunia kerja setelah lulus

dibandingkan dengan peserta didik Sekolah Menengah Atas.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diselenggarakan di SMK Negeri 1 Cibinong. Waktu

penelitian ini dilaksanakan sekitar 13 bulan, terhitung sejak bulan

Desember tahun 2016 sampai bulan Januari tahun 2018.

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian

No. Waktu Kegiatan

1 Januari 2017 Pengajuan Judul Penelitian

2 Maret – September 2017

Penyusunan Proposal Penelitian

3 Oktober 2017 Seminar Proposal Penelitian

4 November - Desember 2017

Revisi bab 1-3 dan penyusunan instrumen penelitian

5 Desember 2017 Uji coba instrumen

6 Desember 2017 Pengambilan data dan penyusunan laporan hasil penelitian

7 Febuari 2018 Sidang Skripsi

C. Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka metode

penelitian yang digunakan adalah metode komparatif dengan

pendekatan kuantitatif. Penelitian komparatif adalah penelitian yang

membandingkan tentang benda, orang, dan hal-hal lain dengan cara

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

62

menganalisis persamaan dan/atau perbedaan yang ada dari

objek/subjek yang diteliti. Tujuan dari penelitian komparatif sendiri

adalah untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari sebuah fenomena

(Badrujaman, 2015).

Penelitian ini menggunakan satu variabel, yaitu kematangan

karier, dan menggunakan tiga subjek penelitian, yaitu perbedaan

kecerdsan intelektual peserta didik yang dilihat berdasarkan

penggolongan dari setiap tingkatannya. Penggolongan tersebut yaitu :

(1) Klasifikasi Superior yaitu tingkatan kercerdasan di atas rata-rata

dengan jumlah skor IQ 120-129; (2) Klasifikasi Bright Normal yaitu

tingkatan kecerdasan di atas rata-rata dengan jumlah skor IQ 110-119;

(3) Selanjutnya klasiifikasi Average yaitu tingkatan kecerdasan rata-rata

dengan jumlah skor IQ 90-109.

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2010), populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini, yang

menjadi populasi adalah peserta didik kelas XII di SMK Negeri 1

Cibinong Alasan memilih kelas XII sebagai populasi penelitian karena

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

63

hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa

kelas XII memiliki masalah dalam bidang karier dan pekerjaan.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ialah dengan melihat

fenomena yang terjadi pada lulusan peserta didik SMK, banyaknya

lulusan peserta didik SMK yang tidak bekerja atau bekerja namun bukan

pada bidang keahliannya menjadi salah satu fenomena yang terjadi

pada saat ini. Selain itu peserta didik kelas XII sudah mendapatkan

bimbingan karier sejak kelas X dan disertai dengan skor tes kecerdasan

intelektual (IQ) yang menggambarkan tingkat kecerdasan, gambaran

keperibadian, binat dan bakat, dan juga saran terdahap bidang yang

seharusnya ditekuni.

Tabel 3.2

Populasi Penelitian

Sekolah Klasifikasi Kecerdasan

Intelektual (IQ)

Tingkatan Kecerdasan

Skor IQ Jumlah Peserta Didik

SMK Negeri 1 Cibinong

Superior

Di atas rata-rata

120-129 31

Bright Normal 110-119 127

Average Rata-rata 90-109 541

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

64

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk

menentukan sampel yang akan digunakan dalam sebuah penelitian.

Penarikan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara Insidental

Sampling. Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2010) bahwa “Sampling

Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu

siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti

dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan

ditemui itu cocok sebagai sumber data.”

Sampel pada penelitian ini memiliki beberapa subpopulasi yang

berbeda atau dapat dikatakan heterogen (bervariasi). Subpopulasi pada

penelitian ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu peserta didik yang

memperoleh skor kecerdasan intelektual 120-129 dengan klasifikasi

tingkat kecerdasan superior, selanjutnya peserta didik yang memperoleh

skor kecerdasan intelektual 110-119 dengan klasitikasi tingkat

kecerdasan bright normal dan yang ketiga peserta didik yang

memperolah skor kecerdasan intelektual 90-109 dengan klasifikasi tinkat

kecerdasan average.

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan atau diambil adalah

25% dari dari total populasi yang ada terdiri dari tiga kategori yang

berbeda. Jumlah keseluruhan populasi adalah 703 peserta didik dan

akan dijadikan sampel sebanyak 20% menjadi 175 peserta didik.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

65

Berdasarkan hal tersebut jumlah dari setiap subpopulasi menjadi:

(1) Peserta didik yang memperoleh skor kecerdasan intelektual 120-129

dengan klasifikasi tingkat kecerdasan superior dengan jumlah 31 peseta

didik akan digunakan sebagai sampel sebanyak 9 orang; (2) Peserta

didik yang memperoleh skor kecerdasan intelektual 110-119 dengan

klasitikasi tingkat kecerdasan bright normal dengan jumlah 127 peserta

didik akan digunakan sebagai sampel sebanyak 31 orang; (3) Peserta

didik yang memperolah skor kecerdasan intelektual 90-109 dengan

klasifikasi tinkat kecerdasan average dengan jumlah 541 peserta didik

akan digunakan sebagai sampel sebanyak 135 orang.

Tabel 3.3

Sampel Penelitian

Populasi Superior

120-129

Bright Normal

110-119

Average

90-109

31 peserta

didik

127 peserta

didik

541 peserta didik

Sampel 15 peserta

didik

31 peserta didik 129 peserta didik

Hal ini dilakukan dengan memperhatikan strata yang ada pada

tiga kelompok dalam populasi sehingga akan menghasilkan sampel

yang representative. Selain itu juga penetuan jumlah sampel pada

penelitian ini diukur berdasarkan pertimbangan dari kegiatan belajar

mengajar dan beberapa program yang sudah ditetapkan oleh pihak

sekolah. Dengan demikian setiap tingkatan kecerdasan intelektual

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

66

diharapkan mampu mewakili setiap keseluruhan anggota dari tiap

golongan tingkat kecerdasan yang ada.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Definisi Konseptual

a. Kematangan Karier

Kematangan karier adalah kemampuan individu dalam

mengambil keputsan-keputusan yang berhubungan dengan masalah-

masalah karier. Masalah yang dimaksud adalah ketepatan dalam

memilih, kemampuan mengkompromikan antara harapan dengan

realitas kemampuannya. Kemampuan di dalam menyelesaikan

masalah perencanaan dan sikap serta nilai-nilai yang akan dipilih.

Kematngan karier terdiri dari 2 wilayah yaitu kognitf dan afektif.

Wilayah kognitif tersusun atas keterampilan mengambil keputusan

sedangkan wilayah afektif merupakan sikap terhadap proses

pemilihan karier.

b. Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan Intelektual berkaitan dengan keterampialan

seseorang dalam menghadapi persoalan teknikal dan intelektual.

Kecerdasan adalah faktor yang berbeda antata individu dan

berasosiasi dengan tingkat kemampuan umum yang dipergerakan

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

67

dalam melakukan aneka ragam tugas yang berbeda dan banyak

variasinya.

2. Definisi Operasional

a. Kematangan Karier

Kematangan Karier merupakan skor total dari sikap karier dan

kompetensi karier peserta didik SMK yang diukur menggunakan

instrumen CMI. Sikap terhadap karier diartikan sebagai pengatur

respon yang cenderung menggunakan kompetensi yang dimiliki dan

pemilihan tingkah lakunya. Sikap karier terdiri dari (1) ketegasan, (2)

keterlibatan, (3) kebebasan, (4) orientasi, dan (5) kompromi pada

peserta didik yang diukur menggunakan skala Guttman. Kompetensi

pemilihan karier diartikan sebagai pemahaman seseorang dan

kemampuannya dalam memecahkan masalah yang berhubungan

dengan pengambilan keputusan karier terutama yang menggunakan

proses kognisi. Kompetensi karier terdiri dari (1) penilaian diri, (2)

Informasi pekerjaan, (3) langkah-langkah mencapai tujuan, (4)

perencanaan, dan (5) langkah-langkah menyelesaikan maslah. Diukur

dengan menggunakan skala Guttman.

b. Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan Intelektual adalah hasil skor yang diperoleh dari

sebuah alat tes kecerdasan yang sudah dilakukang pengujian oleh

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

68

pihak sekolah. Terdapat 6 aspek yang diukur dalam tes kecerdasan

intelektual tersebut yaitu terdiri dari (1) logika, (2) komprhensif, (3)

analogi, (4) aritmatika, (5) deret angka, dan (6) tiu 5 (orientasi bangun

dan ruang). Pada setiap subtes yang diujikan dalam tes ini memiliki

nilai pada setiap jawaban benar dan salah. Penghitungan jumlah nilai

atau skor kasar maupun skor total dari tes tersebut akan hitung

menggunakan weighted score sehingga skor akhirnya akan berbentuk

angka dan diketahui kategori kecerdasan intelektual seseorang

digolongkan berdasarkan pengkategoriannya.

3. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner atau angket yang berbentuk tes. Menurut Sugiyono

(2010), kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya.

a. Kematangan Karier

Data tentang kematangan karier dikelompokan menggunakan

CMI (Career Maturity Inventory) dari John Crites, yang telah

dimodifikasi berdasarkan kebutuhan penelitian dan pernah digunakan

oleh Shofa Rosita Almakiyah pada tahun 2005, selanjutnya

diadaptasi ulang oleh Iman Setianto pada tahun 2014, dan oleh

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

69

Ahmad Faris pada tahun 2015 dalam penelitiannya. Validitas dari

instrumen ini didapatkan item yang valid dengan tingkat kesalahan

0,05. Reliabilitas dari instrumen ini telah dihitung menggunakan SPSS

20.0 for windows dan telah menghapus item yang tidak valid sehingga

didapatkan skor reliabilitas sebesar 0,874. Maka instrumen

kematangan karier dianggap reliabel.

Career Maturity Inventory (CMI) dibagi menjadi dua aspek,

pada bagian pertama yaitu tes sikap karieritem tes berbentuk pilihan

ganda dengan satu jawaban yang benar dan tiga option jawaban

pengecoh. Apabila menjawab benar, maka akan mendapatkan nilai

satu, sebaliknya jika menjawab salah maka mendapat nilai nol. Jadi

bobot nilai setiap item adalah satu. Pada bagian kedua adalah skala

sikap, dengan dua pilihan jawaban Y (Ya) dan T (Tidak). Skala sikap

ini akan mengukur sikap individu terhadap karirnya. Bobot nilai untuk

setiap item adalah satu jika benar dan nol jika salah. Penilaian kedua

bagian tersebut berdasarkan kunci jawaban yang sudah tersedia.

Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2010), skala pengukuran

merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk

menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur

sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan

menghasilkan data kuantitatif. Skala yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu skala Guttman. Skala Guttman akan mendapatkan jawaban

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

70

yang tegas, yaitu ya-tidak, benar-salah, pernah-tidakpernah, positif-

negatif. Pada Career Maturity Inventory (CMI), dimensi kompetensi

dan dimensi sikap yang jumlah keseluruhannya 100 item dengan

masing-masing dimensi berjumlah 50 item diukur menggunakan skala

0-1 dengan jawaban benar-salah.

Adapun sistem pemberian skor ditetapkan dengan kriteria

sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Pemberian Skor Skala Kompetensi dan Skala Sikap

Pilihan Jawaban Skor

Benar 1

Salah 0

b. Kecerdasan Intelektual

Instrumen kecerdasan intelektual dalam penelitian ini,

menggunakan hasil tes IQ yang telah diujikan oleh pihak sekolah.

Instrumen yang digunakan Tes Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah tes

kecerdasan intelektual yang dikembangan oleh lembaga psikologoi

Mutiara Madani Indonesia yang bertempat di Jakarta. Tes ini

pertamakali dipublikasikan pada tahun 2011 dengan penanggung

jawab psiklog yaitu Prof. Dr. Moh. Imamudin, Msc. Terdapat 6 aspek

yang diukur pada tes kecerdasan intelektual ini diantaranya: logika,

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

71

komperhensif, analogi, aritmatika, deret angka, dan tiu 5 (orientasi

ruang dan bidang).

Tes Kecerdasan Intelektual (IQ) terdiri dari 120 yang terbagi

menjadi 6 subtes. Proses skoring dalam tes ini ialah memberikan nilai

1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawab yang salah pada

masing-masing sub tes sedangkan pada aspek tiu 5 menggunakan

penilaian tersendiri yaitu dengan skor 2, 1, dan 0. Dengan menghitung

skor yang diperoleh pada masing-masing subtes akan diperoleh skor

kasar selanjutnya menjumlahkan skor kasar dari 6 subtes akan

diperoleh skor total.

Norma tes kecerdasan intelektual ini diperlukan untuk

mengubah skor kasar maupun skor total kedalam weighted score

yang menghasilkan nilai intelegensi seseorang dalam berbentuk

angka. Selanjutnya apabila nilai intelegensi ini dibandingkan dengan

norma kelompok akan diketahui kategori kecerdasan intelektual

seseorang digolongan berdasarkan pengkategoriannya: (1) Very

superior yaitu subyek yang memperoleh weighted score sebesar 130

keatas; (2) Tinggi yaitu subyek yang memperoleh weighted score

sebesar antara 120 sampai dengan 129; (3) Cukup yaitu subyek yang

memperoleh weighted score sebesar antara 110 sampai dengan 119;

(4) Sedang yaitu subyek yang memperoleh weighted score sebesar

antara 90 sampai dengan 109; (5) Rendah yaitu subyek yang

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

72

memperoleh weighted score sebesar antara 80 sampai dengan 89;

(6) Rendah sekali yaitu subyek yang memperoleh weighted score

sebesar 70 kebawah.

4. Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen dikembangkan pada penelitian ini berdasarkan

konstruk teori kematangan karier dari Crites, dengan variabel

kematangan karier yang terdiri dari dua dimensi, meliputi sikap pilihan

karier dan kompetensi pilihan karier. Kisi-kisi instrumen selengkapnya

dapat dilihat sebagai berikut:

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

73

Tabel 3.5

Kisi – Kisi Instrumen Kematangan Karir (CMI) Uji Coba

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NO.ITEM

Crites, Career Maturity

Kompetensi Pilihan Karir (Career Choice Competence)

1. Self-appraisal (“knowing yourself”). Pemahaman diri

1-10

2. Occupational information (“knowing about job”). Pemahaman bidang pekerjaan

11-20

3. Goal Selection Test (“choosing a job”). Memilih bidang pekerjaan

21-30

4. Planning ("looking ahead"). Langkah-langkah untuk mencapai tujuan

31-40

5. Problem Solving ("what should they do). Apa yang harus dilakukan

41-50

Sikap Pilihan Karir (Career Choice Attitude)

1. Involvement in the choice process. Keterlibatan dalam proses pilihan karir

1-10

2. Orientation toward work. Orientasi terhadap pekerjaan

11-20

3. Independence in decision making. Kemandirian dalam pengambilan keputusan

21-30

4. Preference or vocational choice factors. Preferensi atau faktor pilihan pekerjaan

31-40

5. Conceptions of the choice process. Konsepsi proses pilihan, sejauh mana individu memiliki konsep yang akurat tentang membuat pilihan pekerjaan

41-50

5. Hasil Uji Coba Instrumen

a. Pengujian Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kesahihan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila dapat

mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Sugiyono,

2010). Uji validitas yang digunakan untuk inventori kematangan karir

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

74

berupa skor dikotomi atau nominal yaitu 0 dan 1, untuk itu digunakan

rumus korelasi point biserial sebagai berikut (Azwar, 2004):

Keterangan:

Mi = Rata – rata skor variabel interval bagi subjek yang mendapat

skor 1 pada variabel dikotomi

M = Rata – rata skor variabel interval bagi seluruh subjek

Sx = Standar deviasi variabel interval bagi seluruh subjek

p = Proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut

q = 1- p

Pengukuran terhadap tiap item agar dapat dikatakan valid atau

tidak valik ditentukan jika koefisien korelasinya lebih dari atau sama

dengan r tabel (α = 0,05) (Sugiyono, 2010). Dengan pengambilan

keputusan:

- Jika r ≥ r tabel, maka item pertanyaan valid

- Jika r < r tabel, maka item pertanyaan tidak valid.

Berdasarkan hasil uji coba pada responden yang berjumlah 50

siswa kelas XII di SMKN 1 Cibinong, pada tes kompetensi yang

berjumlah 50 item pertanyaan diperoleh 44 item yang dinyatakan valid

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

75

dan 6 item dinyatakan tidak valid. Item-item pertanyaan yang

dinyatakan valid dan tidak valid yaitu:

Tabel 3.6 Hasil Validitas Item Skala Kompetensi

Nomor Butir yang Valid

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,

16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,

28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 40,

41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50 Nomor Butir yang Drop

15, 17, 29, 35, 48, 49

Pada tes skala sikap CMI yang berjumlah 50 item pernyataan

diperoleh 43 item yang dinyatakan valid dan 7 item yang dinyatakan

tidak valid. Item-item pernyataan yang dinyatakan valid dan tidak valid

yaitu:

Tabel 3.7 Hasil Validitas Item Skala Sikap

Nomor Butir yang Valid

1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10,12, 13, 14, 15,

16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,

38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48,

49, 50 Nomor Butir yang Drop 7, 11, 19, 29, 40, 42

b. Perhitungan Reliabilitas

Reliabilitas (ketetapan) merujuk pada suatu pengertian bahwa

suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik, reliabel

artinya dapat dipercaya, sehingga dapat diandalkan (Arikunto, 2010).

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

76

Reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat konsistensi pengukuran

dari suatu responden ke responden lainnya atau dengan kata lain

sejauhmana pertanyaannya dapat dipahami sehingga tidak

menyebabkan perbedaan interpretasi dalam pemahaman pertanyaan

tersebut.

Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan oleh

peneliti adalah dengan menggunakan ialah rumus Alpha Cronbach.

Rumus Alpha Cronbach digunakan dalam mengukur reliabelitas tes

mengenai sikap atau perilaku. Adapun Rumus Alpha Cronbach

adalah sebagai berikut:

(

)(

)

Keterangan:

r11 = Koefisien reliabilitas instrumen penelitian

k = Jumlah butir pertanyaan

∑σ2b = Jumlah varians butir

σ2t = Varians total

Hasil uji Reliabilitas instrument yang dilakukan oleh peneliti

terhadap peserda didik kelas XII SMKN 1 Cibinong menunjukan nilai

pada instrument kompetensi karier sebesar 0.884 dan pada

instrument sikap karier sebesar 0.884. Hasil ini menujukan bahwa

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

77

butir pertanyaan pada istrumen kematagan karier memiliki tingat

reliabilitas yang sangat tinggi.

Tabel 3.8 Tabel Interpretasi Nilai r

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis pada penelitian ini diterapkan untuk memberikan

gambaran atau mendeskripsikan data tentang kematangan karir pesera

didik berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual yang dikatagorikan

menjadi superior, bright normal, average. Analisis perhitungan yang

digunakan peneliti menggunakan ukuran sentral (rerata hitung/mean),

skor terendah, skor tertinggi, dan standar deviasi.

Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan

pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Dalam

penelitian ini diberlakukan norma kategorisasi dengan kriteria: tinggi,

sedang, dan rendah (Azwar, 2009). Pengkategorian tiga jenjang ini

Besarnya Nilai r Interpretasi

Antara 0.800 sampai dengan 1.00

Antara 0.600 sampai dengan 0.799

Antara 0.400 sampai dengan 0.599

Antara 0.200 sampai dengan 0.399

Antara 0.000 sampai dengan 0.199

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

78

merupakan pengkategorisasian minimal yang digunakan dalam

penelitian. Penentuan kategorisasi data dilakukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

(Rendah)

(Sedang)

(Tinggi)

Keterangan: X = Skor total

µ = Mean

= Standar deviasi

Setelah dilakukan kategorisasi, untuk memperjelas hasil yang ada

maka dibuat persentase dengan rumus sebagai berikut

(Mangkuatmodjo, 1997) :

Keterangan: P = Persentase

= Frekuensi

N = Jumlah Responden

2. Analisis Inferensial

Teknik statistik selanjutnya adalah teknik Statistik Kruskal Wallis

yaitu salah satu peralatan statistika non-parametrik dalam kelompok

prosedur untuk sampel independen. Prosedur ini digunakan ketika kita

ingin membandingkan dua variabel yang diukur dari sampel yang tidak

sama (bebas), dimana kelompok yang diperbandingkan lebih dari dua.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

79

Syarat dalam menggunakan teknik statistik ini ialah datanya bukan

random tetapi bersifat non-probability sampling atau dalam penelitian ini

sampelnya adalah purposive sampling, sampel yang digunakan sedikit,

bersifat ranking dan berskala ordinal (Singgih, 2010).

Hasil uji lapangan dari penelitian ini akan membandingkan skor

kematangan karier peserta didik dengan tingkat kecerdasan dari tiga

katagori yaitu superior, bright normal dan average berdasarkan

peringkat Kruskal-Wallis dan Median test.

G. Uji Hipotesis

a. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan

kematangan karier peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasan

intelektual. Hipotesis pada penelitian ini adalah “Skor kematangan karier

pada peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior lebih

tinggi dibandingkan dengan tingkat kecerdasan intlektual bright normal

dan average.”

b. Hipotesis Statistik

H0 : µ1= µ2= µ3

H1 : µ1 > µ2 > µ3

kriteria tolak H0 jika sig < α, dan terima H0 jika sig > α.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

80

c. Analysis Kruskal-Wallis

Statistik Kruskal Wallis adalah teknik statistik yang membandingkan

dua variabel atau lebih yang diukur dari sampel yang tidak sama (bebas).

Pada pengujian menggunakan uji statistik menggunakan analisis statistik

uji kruskal-wallis dengan alpha (α)=0.05 dengan kriteria H0 ditolak jika

sig< α, dan H0 terima jika sig > α, dengan rumus sebagai berikut.

Dimana : N = jumlah sampel

Ri = jumlah peringkat pada kelompok i

ni = jumlah sampel pada kelompok i

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

81

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Bab ini membahas mengenai hasil penelitian berdasarkan data

yang diperoleh melalui instrumen berupa tes mengenai kematangan

karir peserta didik, yaitu Career Maturity Inventory (CMI) dan hasil tes

Kecerdasan Intelektual. Penelitian ini dilakukan pada peserta didik

kelas XII di SMKN 1 Cibinong dengan katagorisasi berdasarkan skor

dari hasil tes kecerdasan intelektual yaitu peserta didik yang

mendapatkan skor kecerdasan intelektual dengan pedikat superior,

peserta didik yang mendapatkan skor kecerdasan intelektual dengan

pedikat bright normal, peserta didik yang mendapatkan skor

kecerdasan intelektual dengan pedikat Average.

Jumlah keseluruhan populasi peserta didik kelas XII di SMKN 1

Cibinong adalah 703 peserta didik. Pada penelitian ini sampel populasi

yang digunakan adalah 175 responden yang merupakan 25% dari

banyaknya populasi penelitian. Sample populasi yang digunakan

merupakan gabugan dari katagorisasi tingkat kecerdasan intelektual

yaitu 15 orang peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual

superior, 31 orang peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual

bright normal, 129 orang peserta didik dengan tingkat kecerdasan

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

82

intelektual average. Instrumen terdiri dari dua yaitu instrumen

kematangan karier yang penyebarannya dilakukan oleh peneliti dan tes

kecerdasan yang telah diselenggarakan oleh pihak sekolan dengan

bantuan dari lembaga psikologi.

Hasil dari penelitian ini terdapat perbedaan kematangan karir

antara peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior,

bright normal, dan Average tetapi tidak signifikan. Deskipsi pengolahan

data pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Deskripsi pertama

deskripsi hasil penelitian berdasarkan data keseluruan. Kedua

berdasarkan dimensi kematangan karir yang terbagi atas tes kompetnsi

karier dan sikap karier, baik pada responden dengan tingkat

kecerdasan intelektual superior, bright normal maupun average.

Prosedur yang digunakan analisis penelitian ini adalah teknik

statistik kruskal wallis yaitu salah satu peralatan statistika non-parametrik

dalam kelompok prosedur untuk sampel independen. Prosedur ini

digunakan ketika kita ingin membandingkan dua variabel yang diukur dari

sampel yang tidak sama (bebas), dimana kelompok yang

diperbandingkan lebih dari dua. Syarat dalam menggunakan teknik

statistic ini ialah datanya bukan random tetapi bersifat non-probability

sampling atau dalam penelitian ini sampelnya adalah purposive sampling,

sampel yang digunakan sedikit, bersifat ranking dan berskala ordinal

(Singgih, 2010).

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

83

Data yang diperoleh dari hasil penghitungan teknik statistik

kruskal wallis dengan SPSS 22 memperlihatkan nilai sig sebesar 0.06

α = 0,05 yang artinya H0 diterima. Dengan demikian data tersebut

mengambarkan tidak terdapat perbedaan kematangan karier peserta

didik berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual.

1. Data Kematangan Karir Peserta Didik Berdasarkan tingkat

Kecerdasan Intelektual.

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penyebaran

instrument tehadap 175 peserta didik kelas XII SMKN 1 CIBINONG

mengenai kematangan karier menunjukan bahwa data yang

diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4.1

Test Statisticsa,b

kematangan karier

Chi-Square 5.640

df 2

Asymp. Sig. .060

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

84

Tabel 4.2

Kategorisasi Kematangan Karir Peserta Didik Berdasarkan

tingkat Kecerdasan Intelektual

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui kematangan karir

peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior

mayoritas berada pada kategorisasi tinggi dengan persentase

sebesar 46.6 % dari keseleruhan responden. Tingkat kecerdasan

intelektual Bright Normal mayoritas berada pada kategori sedang

dengan jumlah persentase sebesar 64.51 %, begitupula dengan

tingat kecerdasan avarage berada pada kategori sedang dengan

persentase sebesar 72.8 %.

Data diatas menggambarkan bahwa tingkat kematangan karir

peserta didik berada pada kategori sedang dan data di atas

No Tingkat kecerdasan Kategorisasi Jumlah

Responden Persenatase

%

1 Superior

Tinggi ( 62.6)

Sedang ( 45.4 - 62.6)

Rendah ( 45.1)

8 46.60

6 46.60

1 6.80

2 Bright Normal

6 19.35

20 64.51

5 16.12

3 Average

10 7.70

94 72.80

25 19.50

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

85

menunjukan bahwa tingkat kecerdasan intektual superior cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecerdasan intelektual

bright normal dan average. Untuk lebih jelasnya, hasil tersebut di

deskripsikan melalui diagram berikut:

Gambar 4.1

Kategorisasi Kematangan Karir Peserta Didik berdasarkan tingkat Kecerdasan Intelektual

2. Data Perbedaan Dimensi Kematangan Karier Berdasarkan

Tingkat Kecerdasan Intelektual.

Hasil yang diperoleh berdasarkan penyebaran instrumen pada

responden dengan tingat kecerdasan intelektual superior berjumlah

15 responden, bright normal berjumlah 31 responden, dan average

berjumlah 129 responden didapatkan hasil sebagai berikut.

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

Superior Bright Normal Average

46.60 46.60

6.80

19.35

64.51

16.12

7.70

72.80

19.50

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

86

a. Tingkat Kecerdasan Intelektual Dimensi Kompetensi Karier

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil

penyebaran instrument tehadap seluruh responden yang

digunakan dalam penelittian. Peserta didik dengan tiap tingkat

kecerdasan intelektual pada dimensi kompetensi karier adalah

sebagai berikut

Tabel 4.3 Kategorisasi Kecerdasan Intelektual Dimensi Kompetensi Karier

NO Tingkat Kecerdasan

Intelektual Kategorisasi

jumlah

responden

persentase

%

1

Superior (15

responden)

tinggi (( 34.23)

sedang ( 22.60 s/d

34.23)

renadah ( 22.60)

1 6.6

2 12 80

3 2 13.4

4

Bright Normal (29

responden)

7 22.6

5 21 67.8

6 3 9.6

7 Average (129

responden)

21 16.3

8 83 64.4

9 25 19.3

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui kematangan karir

peserta didik dilihat dari dimensi kompetensi karier yang ditinjau

berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual menjelaskan

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

87

pengolahan data sebagai berikut, (1) tingkat kecerdasan

intelektual superior mayoritas berada pada kategorisasi sedang

yaitu 12 responden dari 15 responden dari keseluruhan sampel

pada tingkat kecerdasan superior. Tingkat kecerdasan intelektual

Bright Normal mayoritas berada pada kategori sedang yaitu 21

responden dari 31 responden dari keseluruhan sampel pada

tingkat kecerdasan bright normal, begitupula dengan tingat

kecerdasan avarage berada pada kategori sedang yaitu 83

responden dari 129 responden dari keseluruhan sampel pada

tingkat kecerdasan average.

Data diatas menggambarkan bahwa tingkat kematangan

karir peserta didik pada dimensi kompetensi karier berada pada

kategori sedang. Apabila diukur berdasarkan beda rata-rata dari

jumlah sampel responden dari tiap tingkat kecerdasn intelektual,

data di atas menunjukan bahwa tingkat kecerdasan intektual

bright normal cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

kecerdasan intelektual superior dan average.

Untuk lebih jelasnya, hasil tersebut di deskripsikan melalui

diagram berikut:

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

88

Gambar 4.2

Kategorisasi Kecerdasan Intelektual Dimensi Kompetensi Karier

b. Tingkat Kecerdasan Intelektual Dimensi Sikap Karier

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil

penyebaran instrument tehadap seluruh responden yang

digunakan dalam penelittian. Peserta didik dengan tiap tingkat

kecerdasan intelektual pada dimensi kompetensi karier adalah

sebagai berikut.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

tin

ggi (

36

.84

)

sed

ang

(

26

.35

s/d

36

.84

)

ren

adah

(

26

.35

)

tin

ggi (

(

34

.23

)

sed

ang

(

22

.60

s/d

34

.23

)

ren

adah

(

22

.60

)

tin

ggi (

(

31

.69

)

sed

ang

(

20

.73

s/d

31

.69

)

ren

adah

(

20

.73

)

Superior (15 responden)Bright Normal (29 responden)Average (129 responden)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 12 2 7 21 3

21 83 25

6.6 80 13.4 22.58 67.75 9.67

16.28 64.34 19.38

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

89

Tabel 4.4

Kategorisasi Kecerdasan Intelektual Dimensi Sikap Karier

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui kematangan karir

peserta didik dilihat dari dimensi kompetensi karier yang ditinjau

berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual menjelaskan

pengolahan data sebagai berikut, (1) tingkat kecerdasan

intelektual superior mayoritas berada pada kategorisasi sedang

yaitu 10 responden dari 15 responden dari keseluruhan sampel

pada tingkat kecerdasan superior. Tingkat kecerdasan intelektual

Bright Normal mayoritas berada pada kategori sedang yaitu 21

responden dari 31 responden dari keseluruhan sampel pada

tingkat kecerdasan bright normal, begitupula dengan tingat

kecerdasan avarage berada pada kategori sedang yaitu 83

NO Tingkat

Kecerdasan Intelektual

Kategorisasi jumlah

responden persentase

%

1

Superior

tinggi (>30.51) sedang (20.06 s/d 30.51)

renadah (<20.06)

1 6.6

2 10 66.6

3 4 26.8

4

Bright Normal

7 22.6

5 21 67.7

6 3 9.7

7

Average

21 16.3

8 83 64.3

9 25 19.4

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

90

responden dari 129 responden dari keseluruhan sampel pada

tingkat kecerdasan average.

Data diatas menggambarkan bahwa tingkat kematangan

karir peserta didik pada dimensi kompetensi karier berada pada

kategori sedang. Apabila diukur berdasarkan beda rata-rata dari

jumlah sampel responden dari tiap tingkat kecerdasn intelektual,

data di atas menunjukan bahwa tingkat kecerdasan intektual

bright normal cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

kecerdasan intelektual superior dan average.

Gambar 4.3

Kategorisasi Kecerdasan Intelektual Dimensi Sikap Karier

1 10 4 7 21 3

21 83 25

6.6 66.6 26.6 22.5 67.7 9.6

16.2 64.3 19.3

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

tinggi(>30.87)

sedang(20.34

s/d30.87)

renadah(<20.34)

tinggi(>30.51)

sedang(20.06

s/d30.51)

renadah(<20.06)

tinggi(>31.53)

sedang(22.71

s/d31.53)

renadah(<22.71)

Superior BrightNormal

Average

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

91

B. Pembahasan

Berdasarkan pengujian hipotesis pada penelitian ini dan data

yang diperoleh dari hasil penyeberan instrument menujukan bahwa

terdapat tidak terdapat perbedaan kematangan karier antara peserta

didik dengan tingkat kecerdasan superior, bright normal dan average

pada kelas XII di SMKN 1 Cibinong tetapi hasil yang diperoleh tidak

dapat digeneralisasi kepada keseluruhan populasi yang ada. Hal

tersebut dijalaskan oleh data yang telah dipaparkan di atas.

Kematangan karier peserta didik yang diukur berdasarkan tingkat

kecerdasan intelektual yang terbagi atas tiga kelompok kecerdasan dan

jumlah responden yang berbeda pula. Hasil yang diperoleh bedasarkan

data yang ada menunjukan bahwa peserta didik dengan tingkat

kecerdasan intelektual superior terdapat 15 responden dengan

persentasi sebesar 53,3% termasuk pada kategori tinggi, 40%

termasuk kategori sedang dan 6,7% termasuk kedalam kategori

rendah. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual bright

normal terdapat 31 responden dengan persentasi sebesar 19,3%

termasuk pada kategori tinggi 64,5% termasuk kategori sedang dan

16,2% termasuk kedalam kategori rendah. Peserta didik dengan tingkat

kecerdasan intelektual average terdapat 129 responden dengan

persentasi sebesar 7,7% termasuk pada kategori tinggi, 72,8%

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

92

termasuk kategori sedang dan 19.5% termasuk kedalam kategori

rendah.

Data hasil penelitian berdasarkan dua dimensi yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu kompetensi pilihan karir dan sikap pilihan

karir, didapatkan hasil bahwa peserta didik dengan tingkat kecerdasan

intelektual superior pada dimensi kompetensi karier memiliki jumlah

pesentasi 6,6% pada kategori tinggi, 80% pada ketegori sedang, dan

13,4% pada kategori rendah. Pada dimensi sikap karier memiliki jumlah

pesentasi 6,6% pada kategori tinggi, 66,6% pada ketegori sedang, dan

26,8% pada kategori rendah. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan

intelektual bright normal pada dimensi kompetensi karier memiliki

jumlah pesentasi 22,6% pada kategori tinggi, 67,8% pada ketegori

sedang, dan 9,6% pada kategori rendah. Pada dimensi sikap karier

memiliki jumlah pesentasi 22,6% pada kategori tinggi, 67,7% pada

ketegori sedang, dan 9,7% pada kategori rendah. Peserta didik dengan

tingkat kecerdasan intelektual average pada dimensi kompetensi karier

memiliki jumlah pesentasi 16,3% pada kategori tinggi, 64,4% pada

ketegori sedang, dan 15,3% pada kategori rendah. Pada dimensi sikap

karier memiliki jumlah pesentasi 16,3% pada kategori tinggi, 64,3%

pada ketegori sedang, dan 19,4% pada kategori rendah.

Sebagian besar peserta didik yang menjadi responden di SMK

Negeri 1 Cibinong tergolong pada kategorisasi sedang yang artinya

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

93

peserta didik pada katagori ini memiliki kemampuan yang cukup dalam

memahami perilaku karier dan melibatkan penilaian tingkat kemajuan

karier seseorang dalam kaitannya dengan tugas perkembangan kariernya

yang relevan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa karier sebagai suatu

rangka pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada

kehidupan dalam dunia kerja (Crites & Savickas, 1996).

Peserta didik yang memiliki kategorisasi kematangan karir yang

tinggi, memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memahami

perilaku karier dan melibatkan penilaian tingkat kemajuan karier

seseorang dalam kaitannya dengan tugas perkembangan kariernya

yang relevan. Peserta didik juga mampu memikirkan cara-cara ataupun

langkah-langkah yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaannya.

Selain itu peserta didik juga mampu mengatasi berbagai rintangan yang

dihadapi dalam proses pengambilan keputusan karir. Selanjutnya

peserta didik dalam kategori ini juga memiliki sikap yang aktif dalam

membuat pilihan karir, memiliki orientasi pada kesenangan dalam

sikapnya terhadap pekerjaan, memiliki kemandirian dalam pengambilan

keputusan karir dan memiliki pilihan pekerjaan yang didasari faktor

tertentu (Crites & Savickas, 1996).

Peserta didik yang memiliki kategorisasi kematangan karir yang

rendah sukar dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan

pengambilan keputusan karir. Peserta didik juga kurang memiliki

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

94

pengetahuan tentang kemampuan diri, minat kejuruan dan konsep diri.

Selain itu peserta didik juga memiliki pengetahuan yang sedikit tentang

dunia kerja. Peserta didik juga tidak mampu mencocokan sifatnya

dengan karakteristik pekerjaan yang diminati. Peserta didik yang

memiliki kematangan karir yang rendah tidak memikirkan cara-cara

ataupun langkah-langkah yang diperlukan untuk memperoleh

pekerjaannya. Selain itu peserta didik tidak mampu mengatasi berbagai

rintangan yang dihadapi dalam proses pengambilan keputusan karir.

Selanjutnya peserta didik dalam kategori ini juga memiliki sikap yang

pasif dalam membuat pilihan karir, tidak berorientasi pada kesenangan

dalam sikapnya terhadap pekerjaan, memerlukan orang lain dalam

pengambilan keputusan karir dan tidak memiliki pilihan pekerjaan yang

didasari faktor tertentu (Crites & Savickas, 1996)

Dari data-data yang diperoleh, kematangan karir merupakan

salah satu permasalahan yang cukup banyak ditemui dikalangan

remaja, terutama peserta didik SMK kelas XII untuk menentukan karir

dimasa depannya. Fakta yang terjadi dilapangan pada saat melakukan

studi pendahuluan juga memperlihatkan bawha banyak para lulusan

SMK yang masih menganggur dan kurangnya kemampuan diri yang

dimiliki oleh peserta didik, hal ini merupakah permasalahan yang

berkaitan dengan kematangan karier peserta didik.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

95

Pada proses perkembangan karir anak yang dikemukakan oleh

Ginzberg, siswa SMk termasuk ke dalam fase tentatif selama masa

remaja muda dari umur 11 tahun sampai 17 tahun (Winkel & Hastuti,

2006). Sedangkan Super mengungkapkan bahwa siswa SMP termasuk

pada fase eksplorasi (exploration) dari umur 14 sampai 24 tahun, fase

dimana seseorang memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum

mengambil keputusan yang mengikat (Sharf, 1992).

Dari tahap perkembangan karir anak tersebut, menurut Hurlock

para siswa jenjang menengah pertama harus sudah memahami potensi

yang dimiliki dan tujuan melanjutkan pendidikan mereka selanjutnya.

Mempersiapkan masa depan, terutama karir merupakan salah satu

tugas remaja pada tahap perkembangannya (Elizabeth B, 2001).

Dengan demikian peserta didik SMk sudah dapat menentukan pilihan di

masa depan untuk mencapai kematangan karirnya.

Hasil dari pengolahan data terhadap penelitian ini belum sejalan

dengan pendapat Super (Prahesty, 2013) yang menjalaskan bahwa

kecerdasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kematangan karier peserta didik. Beberapa penelitian juga menjelaskan

bahwa faktor kecerdasa peserta didik ikut mempengaruhi tingkat

kematangan karier.

Sebuah studi yang dilakukan di Afrika Selatan oleh Watson dan

van Aarde yang menguji tingkat kematangan karier peserta didik kulit

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

96

berwarna, menunjukkan bahwa usia, status sosial ekonomi, kecerdasan

dan gender memiliki pengaruh pada tingkat kematangan karier peserta

didik kulit berwarna (Coertse & Schepers, 2004). Penelitian sejenis

yang dilakukan oleh Coertse & Schepers (2004) memberikan

kesimpulan bahwa, “…the career mature students are more outgoing,

display higher levels ofintelligence…” Kematangan karier peserta didik

yang lebih tinggi, menunjukan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi pula.

Dengan demikian, peneliti mengasumsikan berdasarkan data penelitian

tersebut dan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan

menjelaskan bahwa dengan tingkat kecerdasan intelektual yang baik

maka akan membentuk kematangan karier yang baik pula pada peserta

didik.

Betz (Coertse & Schepers, 2004) juga menjelaskan bahwa

“The history of career maturity assessment is one marked by a series of debates over (a) the choice of criteria that define career maturity, (b) the associations between measures of career maturity, attitudes and measures of general intelligence and whether career maturity inventories can measure some aspects of intelligence and (c) the questionable reliability and validity of the measures.”

Sejarah penilaian kematangan karier ditandai oleh serangkaian

perdebatan mengenai (a) pilihan kriteria yang mendefinisikan

kematangan karier, (b) hubungan antara ukuran kematangan karier,

sikap dan ukuran kecerdasan intelektual dan apakah kematangan

karier dapat Mengukur beberapa aspek kecerdasan dan (c) reliabilitas

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

97

dan validitas yang dipertanyakan dari tindakan tersebut. Data sejarah

terhadap penilaian kematangan karier di atas memperlihatkan bahwa,

pengukuran terhadap tingkat kematangan karier membutuhkan

rangkaian pertimbangan dan penelitan yang objektif. Pendapat yang

disampaikan oleh Betz (Coertse & Schepers, 2004) merupakan tolak

ukur yang dilakukan oleh peneliti agar dapat melakukan penelitian

dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu hasil dari penelitian ini

memperlihatkan bahwa ada kemungkian terhadap kematangan karier

peserta didik yang dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan intelektual.

Perbadaan tingkat kematangan karier peserta didik dengan tiga

kelompok kecerdasan intelektual yang berbeda dengan hasil tidak ada

perbedaan kematangan karier diduga dikarenakan beberapa faktor

yang ada dilapangan. Pemilihan sampel populasi pada peserta didik

dilakukan dengan menggunakan insidental sampling,karena sampel

yang digunakan ditentukan secara acak dan sembarang sehingga

mengandung bias sampel. Hal ini yang menjadi indikasi terhadap hasil

penelitian yang menjelaskan tidak terdapatnya perbedaan kematangan

karier peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual.

Kemungkinan selanjutnya pada saat melakukan pemilihan responden

untuk penelitian ini yang dilakukan oleh guru BK dan penelitin kurang

objektif karena responden dipilih secara acak berdasarkan ketersediaan

waktu dan jam kosong pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

98

Responden pada penelitian ini terbagi atas tiga kelompok yaitu

peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior, bright

normal dan average. Perbedaan tingkat kecerdasan intelektual yang

terbagi atas tiga kelompok ini juga berindikasi tehadap hasil penelitian

menjadi tidak signifikan dikarenakan pada saat melakukan penyebaran

instrumen kematangan karier peneliti memiliki keterbatasan terhadap

pemilihan jumlah responden yang seharusnya digunakan dalam

penelitian ini.

Berdasarkan pembahasan yang talah dilakukan, hasil penelitian

ini belum menjawab rumusan masalah yang telah diajukan

sebelumnya, yaitu terdapat perbedaan kematangan karier peserta didik

SMK berdasarkan kecerdasan intelektual pada peserta didik kelas XII di

SMK Negeri 1 Cibinong, serta hasil penelitian ini belum dapat

menjawab teori yang telah dipaparkkan pada pembahasan sebelumnya

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir

seseorang yaitu faktor kecerdasan.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan berbagai usaha

agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang maksimal. Di samping

usaha yang telah dilakukan, disadari betul bahwa dalam penelitian ini

terdapat kelemahan dan keterbatasan penelitian antara lain:

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

99

1. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi kematangan karir peserta

didik, penelitian ini hanya melihat berdasarkan tingkat kecerdasan

intelektual peserta didik.

2. Data mengenai hasil tes kecerdasan intelektual peserta didik yang di

gunakan pada penelitian ini bukan dilakukan oleh peneliti, namun

menggunakan hasil tes kecerdasan intelektual yang diselenggarakan

oleh pihak sekolah degan bantuan lembaga psikologi.

3. Peneliti tidak mendapatkan informasi secara jelas dan akurat

mengenai teori dasar yang digunakan pada tes kecerdasan

intelektual oleh pihak sekolah, sehingga pada beberapa paparan di

bab-bab sebelumnya masih dirasakan bias oleh peneliti.

4. Keterbatasan ruang dan waktu yang dimiliki oleh peneliti dalam

pemilihan jumlah responden masih belum dapat dikatakan mewakili

kesetaraan populasi karena kegiatan yang teleh dijadwalkan oleh

pihak sekolah kepada responden kelas XII pada penelitian ini.

5. Penelitian ini memiliki lingkup yang terbatas hanya peserta didik

kelas XII di SMK Negeri 1 cibinong. Artinya, hasil penelitian ini tidak

dapat digeneralisasikan kepada peserta didik di sekolah lain.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

100

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan kematangan

karier peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil hasil penelitian mengenai kematangan karir peserta didik

menmberikan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan kematangan

karier peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual.

Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas XII di SMKN 1

Cibinong dengan katagorisasi berdasarkan skor dari hasil tes

kecerdasan intelektual yaitu peserta didik yang mendapatkan skor

kecerdasan intelektual dengan pedikat superior, peserta didik yang

mendapatkan skor kecerdasan intelektual dengan pedikat bright

normal, peserta didik yang mendapatkan skor kecerdasan intelektual

dengan pedikat Average menunjukkan bahwa dari total 175 peserta

didik yang menjadi responden yang merupakan 25% dari banyaknya

populasi penelitian. Sample populasi yang digunakan merupakan

gabugan dari katagorisasi tingkat kecerdasan intelektual yaitu 15

orang peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior,

31 orang peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual bright

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

101

normal, 129 orang peserta didik dengan tingkat kecerdasan

intelektual average.

2. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data secara keseluruhan

diketahui bahwa kematangan karir peserta didik dengan tingkat

kecerdasan intelektual mayoritas berada pada kategorisasi sedang.

Tingkat kecerdasan intelektual superior mayoritas berada pada

kategori tinggi dan sedang dengan jumlah persentase sebesar 46.6

%. Tingkat kecerdasan intelektual bright normal mayoritas berada

pada kategori sedang dengan jumlah persentase sebesar 64.5 %,

begitupula dengan tingat kecerdasan avarage berada pada kategori

sedang dengan persentase sebesar 72.8 %. Data diatas

menggambarkan bahwa tingkat kematangan karir peserta didik

berada pada kategori sedang dan data di atas menunjukan bahwa

tingkat kecerdasan intektual superior cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkat kecerdasan intelektual bright normal

dan average.

3. Hasil yang diperoleh dari peolahan data yang diklasifikasin

berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual memberikan gambaran

bahwa peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior

terdapat 15 responden dengan persentasi sebesar 46.6% termasuk

pada kategori tinggi, 46.6% termasuk kategori sedang dan 6.8%

termasuk kedalam kategori rendah. Peserta didik dengan tingkat

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

102

kecerdasan intelektual bright normal terdapat 31 responden dengan

persentasi sebesar 19.3% termasuk pada kategori tinggi 64.5%

termasuk kategori sedang dan 16.2% termasuk kedalam kategori

rendah. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual average

terdapat 129 responden dengan persentasi sebesar 7.7% termasuk

pada kategori tinggi, 72.8% termasuk kategori sedang dan 19.5%

termasuk kedalam kategori rendah.

4. Hasil Hasil yang diperoleh dari peolahan data yang diklasifikasin

berdasarkan dimensi kematangan karier terhadap ketiga kelompok

tingkat kecerdasan intelektual menggambarkan bahwa peserta didik

dengan tingkat kecerdasan intelektual superior pada dimensi

kompetensi karier memiliki jumlah pesentasi 6.6% pada kategori

tinggi, 80% pada ketegori sedang, dan 13.4% pada kategori rendah.

Pada dimensi sikap karier memiliki jumlah pesentasi 6.6% pada

kategori tinggi, 66.6% pada ketegori sedang, dan 26.8% pada

kategori rendah. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan intelektual

bright normal pada dimensi kompetensi karier memiliki jumlah

pesentasi 22.6% pada kategori tinggi, 67.8% pada ketegori sedang,

dan 9.6% pada kategori rendah. Pada dimensi sikap karier memiliki

jumlah pesentasi 22.6% pada kategori tinggi, 67.7% pada ketegori

sedang, dan 9.7% pada kategori rendah. Peserta didik dengan

tingkat kecerdasan intelektual average pada dimensi kompetensi

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

103

karier memiliki jumlah pesentasi 16.3% pada kategori tinggi, 64.4%

pada ketegori sedang, dan 19.3% pada kategori rendah. Pada

dimensi sikap karier memiliki jumlah pesentasi 16.3% pada kategori

tinggi, 64.3% pada ketegori sedang, dan 19.4% pada kategori

rendah.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat

beberapa hal yang dapat dipelajari dan dikaji bersama mengenai

perbedaan kematangan karier peserta didik bila dilihat berdasarkan

tingkat kecerdasan intelektualnya. Pembahasan penelitian memaparkan

bahwa tidak terdapat perbedaan kematangan karier antara peserta

didik dengan tingkat kecerdasan intelektual superior, bright normal dan

tingkat kecerdasan intelektual average.. Temuan-temuan yang ada

dalam penelitian ini kemudian dapat ditindaklanjuti oleh berbagai pihak,

yaitu:

1. Guru BK perlu mengindentifikasi factor lain yang mempengaruhi

kematangan karier

2. Peneliti perlu lebih baik lagi dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi kematangan karier.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/2858/5/12. PEMBAHASAN.pdf · tertera pada ijazah, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi pada

104

C. Saran

Saran-saran yang dapat menjadi pertimbangan berdasarkan

hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peserta didik yang menjadi responden, hasil ini dapat dijadikan

umpan balik mengenai hasil tes kematangan karier yang telah

diperoleh, sehingga mereka dapat melakukan upaya tertentu untuk

menentukan masa depan dan kariernya dengan baik.

2. Jurusan Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian ini dapat menjadi

informasi dan referensi mengenai perbedaan kematangan karier

peserta didik yang dilihat berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual.

3. Pihak SMK Negeri 1 Cibinong, sebagai informasi mengenai

kematangan karier yang dimiliki oleh peserta didiknya, dan dapat

ditindaklanjuti dengan lebih membimbing peserta didik dalam

pembelajaran di sekolah.

4. Para peneliti, untuk ditindaklanjuti dalam penelitian-penelitian yang

terkait dengan kematangan karier peserta didik khususnya bila dilihat

berdasarkan tingkat kecerdasan intelektual.