If you can't read please download the document
Upload
ngolien
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana pencucian uang atau yang lebih dikenal dengan istilah
money laundering merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai media
massa, oleh sebab itu banyak pengertian yang berkembang sehubungan dengan
istilah pencucian uang. Sutan Remi Sjahdeini menggarisbawahi, dewasa ini istilah
money laundering sudah lazim digunakan untuk menggambarkan usaha-usaha
yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum untuk melegalisasi uang kotor,
yang diperoleh dari hasil tindak pidana.1
Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legal channels so that its original source cannot be traced.
Dalam Blacks Law Dictionary karya
Henry Campbell Black (1990), money laundering didefinisikan sebagai berikut:
2
Istilah ini menggambarkan bahwa pencucian uang (money laundering)
adalah penyetoran atau penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan atau
pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-
sumber lain yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal uang tersebut
tidak dapat diketahui atau dilacak.3
Istilah pencucian uang atau money laundering dikenal sejak tahun 1930 di
Amerika Serikat, munculnya istilah tersebut erat kaitannya dengan perusahaan
1 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 17. 2 Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, (Bandung: BooksTerrace
& Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2008), hlm.17. 3 H. Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, (Jakarta : Visimedia, 2012), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
laundry. Hal ini dikarenakan pada masa itu kejahatan pencucian uang tersebut
dilakukan oleh organisasi kejahatan mafia melalui pembelian perusahaan-
perusahaan pencuci pakaian atau laundry sebagai tempat untuk melakukan
pencucian uang hasil kejahatan, dari sanalah muncul istilah money laundering.4
Menurut Aziz Syamsuddin, tindak pidana pencucian uang adalah tindakan
memproses sejumlah besar uang ilegal hasil tindak pidana menjadi dana yang
kelihatannya bersih atau sah menurut hukum, dengan menggunakan metode yang
canggih, kreatif dan kompleks. Atau, tindak pidana pencucian uang sebagai suatu
proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul uang atau harta kekayaan, yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang
kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan
yang sah.
5
Tindak pidana pencucian uang ini bukan hanya bisa dilakukan oleh
perorangan saja tetapi juga dapat dilakukan oleh korporasi. Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang di dunia ini, sangat menitikberatkan perkembangan
dan pembangunan ekonominya kepada sektor swasta yang didominasi oleh
korporasi. Oleh karena itu hubungan antara tindak pidana pencucian uang dengan
korporasi ini sangatlah erat. Perkembangan teknologi yang semakin maju pesat
juga membawa pengaruh terhadap tindak pidana pencucian uang, salah satunya
yang dilakukan oleh korporasi dapat dengan mudah terjadi dan menghasilkan
kekayaan dalam jumlah yang sangat besar.
4 Ibid., hlm. 19 5 Ibid., hlm. 19
Universitas Sumatera Utara
Korporasi bagi orang awam dimengerti hanya sebagai perusahaan saja,
tetapi sebetulnya dalam hukum, korporasi mempunyai pengertian yang lebih
detail. Kata korporasi menurut Kamus Hukum Fockema Andreae : Corporatie:
dengan istilah ini kadang-kadang dimaksudkan suatu badan hukum; sekumpulan
manusia yang menurut hukum terikat mempunyai tujuan yang sama, atau
berdasarkan sejarah menjadi bersatu, yang memerlihatkan sebagai subjek hukum
tersendiri dan oleh hukum dianggap sebagai suatu kesatuan....6
Secara umum ada dua alasan pokok yang menyebabkan praktik pencucian
uang diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana, sebagai berikut:
Korporasi ini
dapat berupa bank, perusahaan efek (dalam hal terjadi tindak pidana pencucian
uang di pasar modal), dan sebagainya.
Pertama, Pengaruh pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi
diyakini berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif
terhadap efektifitas penggunaan sumber daya dan dana yang banyak digunakan
untuk kegiatan tidak sah dan menyebabkan pemanfaatan dana yang kurang
optimal, sehingga merugikan masyarakat. 7
Hal tersebut terjadi karena uang hasil tindak pidana diinvestasikan di
negara-negara yang dirasakan aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya
lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu negara
yang perekonomiannya kurang baik. Dampak negatifnya money laundering bukan
hanya menghambat pertumbuhan ekonomi dunia saja, tetapi juga menyebabkan
6 N.E Algra, H.W. Gokkel, Saleh Adiwinata, A. Teloeki, Boerhanoeddin St. Batoeah, Kamus Istilah Hukum Fockma Andreae Belanda Indonesia (Bandung : Binacipta, 1983), hal.83.
7 H. Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit., hlm.12.
Universitas Sumatera Utara
kurangnya kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, fluktuasi
yang tajam pada nilai tukar suku bunga dan dapat mengakibatkan ketidakstabilan
pada perekonomian nasional dan internasional.8
Kedua, dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana akan
memudahkan penegak hukum untuk melakukan penindakan terhadap pelaku
kejahatan tersebut. Misalnya, menyita hasil tindak pidana yang susah dilacak atau
sudah dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Dengan cara ini pelarian uang
hasil tindak pidana dapat dicegah. Orientasi pemberantasan tindak pidana sudah
beralih dari menindak pelakunya ke arah menyita hasil tindak pidana.
Pernyataan pencucian uang sebagai tindak pidana juga merupakan dasar bagi
penegak hukum untuk memidanakan pihak ketiga yang dianggap menghambat
upaya penegakan hukum.
9
Adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi
yang mencurigakan, memudahkan para penegak hukum untuk menyelidiki kasus
pidana sampai kepada tokoh-tokoh dibelakang tindak pidana pencucian uang yang
biasanya sulit dilacak dan ditangkap, karena pada umumnya mereka tidak terlihat
dalam pelaksanaan tindak pidana, tetapi menikmati hasil tindak pidana tersebut.
Oleh karena akibat dari pencucian uang dapat mengakibatkan
ketidakstabilan pada perekonomian nasional dan internasional, maka pihak-pihak
yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
harus melakukan tugasnya secara optimal. Pihak-pihak tersebut antara lain :10
1. Bank Indonesia
8 Ibid., hlm. 13 9 Ibid. 10 H. Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit., hlm 15
Universitas Sumatera Utara
Merupakan pengawas dan pembina industri perbankan, yaitu bank umum
dan bank perkreditan rakyat, pedagang valuta asing dan kegiatan usaha
pengiriman uang (KUPU). Beberapa ketentuan yang terdapat dalam peraturan
Bank Indonesia yang mendukung pencegahan tindak pidana pencucian uang,
misalnya peraturan tentang penerapan KYC (Know Your Customer) dan
penugasan khusus Direktur Kepatuhan pada bank umum untuk dapat
menerapkan ketentuan perbankan yang sehat.
2. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)
PPATK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas
dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan
bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Dalam
menjaga keindependenannya, ketentuan mengenai PPATK dalam
hubungannya dengan tindak pidana pencucian uang diatur dalam UU RI No.
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang yang melarang setiap orang untuk melakukan segala bentuk
campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK. Di sisi
lain, PPATK diwajibkan menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk
campur tangan dari pihak manapun.
Fungsi PPATK dalam melaksanakan tugas mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang, sebagai berikut :
a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor;
Universitas Sumatera Utara
d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan
yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana
lain.11
3. Pihak Pelapor
Pihak pelapor dalam tindak pidana pencucian uang, meliputi pihak-
pihak sebagai berikut:12
a. penyedia jasa keuangan:
1) bank;
2) perusahaan pembiayaan;
3) perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi;
4) dana pensiun lembaga keuangan;
5) perusahaan efek;
6) manajer investasi;
7) kustodian;
8) wali amanat;
9) perposan sebagai penyedia jasa giro;
10) pedagang valuta asing;
11) penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu;
12) penyelenggara e-money dan/atau e-wallet;
13) koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam;
14) pegadaian;
11 Pasal 40 UU RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
12 Pasal 17 ayat (1) UU RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
15) perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi;
16) penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
b. penyedia barang dan/atau jasa lain:
1) perusahaan properti/agen properti;
2) pedagang kendaraan bermotor;
3) pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
4) pedagang barang seni dan antik; atau
5) balai lelang.
4. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK)
Merupakan lembaga yang bertugas melakukan pembinaan, pengaturan,
dan pengawasan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan nonbank. Terkait
dengan pelaksanaan rezim anti pencucian uang, sebagai tindakan pencegahan,
Bapepam-LK mengekuarkan kebijakan sesuai dengan Keputusan Ketua
BAPEPAM-LK No. Kep-476/BL/2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (PMN)
oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal. Penyedia Jasa Keuangan di
Bidang Pasar Modal antara lain perusahaan efek, pengelola reksa dana, dan
kustodian. Sementara itu, yang dimaksud dengan lembaga keuangan non-bank
antara lain perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, BAPEPAM-LK juga berwenang mengadakan pemeriksaan, penyidikan,
bahkan menerapkan sanksi administratif terhadap setiap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
5. Kementrian Komunikasi dan Informatika
Universitas Sumatera Utara
Merupakan regulator / pengawas perposan sebagai salah satu pengelola
jasa keuangan (PJK) berdasarkan UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
6. Kementrian Perdagangan
Merupakan regulator / pengawas perdagangan.
7. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC)
Merupakan salah satu unit di bawah Kementrian Keuangan yang juga
bagian dari rezim anti-pencucian uang terkait dengan pelaporan Cross Border
CashCarrying (CBBC), yaitu pembawaan uang fisik lintas negara.
8. Penegak hukum
Berikut ini adalah penegak hukum terkait dengan tindak pidana pencucian
uang.
a. Penyidik Tindak Pidana Asal
Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik
tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut UU
RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan
penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh
undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan
sebagai berikut :
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia
2) Kejaksaan
Universitas Sumatera Utara
3) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
4) Badan Narkotika Nasional (BNN)
5) Direktorat Jenderal Pajak
6) Direktorat Jenderal Bea Cukai
Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak
pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang
cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan
penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.
b. Pengadilan
Melaksanakan pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian uang
pada sidang pengadilan. Khusus di pengadilan tindak pidana korupsi,
perkara yang diproses selain pekara tindak pidana korupsi juga perkara
tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan topik pembahasan di atas penulis merumuskan beberapa
hal yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu :
1. Bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pencucian uang?
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang oleh
korporasi?
3. Bagaimana pertanggungjawaban hukum dalam tindak pidana korporasi?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan dan Manfaat
Secara umum tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk
memenuhi kewajiban dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum dari
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus lagi, tujuan penulisan skripsi ini disesuaikan dengan
permasalahan yang sudah dirumuskan. Adapun yang menjadi tujuan penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang tindak pidana pencucian uang.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang oleh
korporasi.
3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum dalam tindak pidana
korporasi sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Di samping tujuan di atas diharapkan juga skripsi ini memberi manfaat sebagai
berikut :
1. Secara teoritis, pembahasan ini bisa menjadi tambahan ilmu dalam hukum
ekonomi. Dan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan dan
pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia
2. Secara praktis, pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi tambahan
pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya untuk mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang
pada suatu korporasi beserta akibat-akibatnya.
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penulisan
Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi
Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang yang diangkat sebagai judul skripsi ini telah
diperiksa dan diteliti secara administrasi dan judul tersebut belum pernah
ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Jadi,
penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebutdi atas
dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional
dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi ciri dari proses
menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di atas dapat juga
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul
skripsi ini adalah :
1. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dapat dipidana atau
dihukum.13
2. Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
14
3. Korporasi adalah kumpulan orang dan / atau kekayaan yang terorganisasi,
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
15
13 Tb. Irman S., Hukum Pembuktian Pencucian Uang(Money Laundering), (Jakarta: MQS Publishing, 2006), hlm. 37.
14 Pasal 1 (1) UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang
Universitas Sumatera Utara
4. Berdasarkan dapat disinonimkan dengan kata menurut atau sesuai
5. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 adalah Undang-Undang Republik
Indonesia tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122)
F. Metode Penulisan
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan melakukan penelitian hukum yang mengacu kepada norma-norma
hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain,
digunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian dengan hanya
menggunakan data-data sekunder. Metode penelitian hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.16
15 Pasal 1 (10) UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang
Penelitian ini bersifat deskriptif.
Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu,
suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu, asas-asas atau suatu peraturan-
peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanannya, serta
menganalisa secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang.
16 Johnny Ibrahim, Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia Publishing, 2005), hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
2. Data
Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif
maka data-data yang dipergunakan adalah data-data berupa bahan hukum yang
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang seperti :
a) Bahan Hukum Primer yaitu : bahan-bahan hukum atau dokumen
peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang
khusus yang berkaitan dengan masalah merger atau penggabungan
perusahaan yang ada dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
yang dijadikan sasaran peraturan pelaksananya.
b) Bahan hukum sekunder yaitu : bahan-bahan yang memberikan
penjelasan tentang bahan hukum primer.
c) Bahan hukum tertier yaitu : kamus, bahan dari internet dan lain-lain
bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data
melalui Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dengan
mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan
dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang
dihadapi. Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder.
Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan maupun karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar,
internet maupun sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi
yang diajukan.
4. Analisa Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori,
asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam Undang-Undang
yang relevan dengan permasalahan, membuat sistematika dari data-data
tersebut sehingga akan menghasikan kuslifikasi tertentu yang sesuai dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis
secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sisteatis pula,
selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif
sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran tulisan ini maka
penelitian ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara ringkas latar belakang, pokok
permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan tindak pidana
pencucian uang, mencakup sejarah dan pengaturan pencucian
uang, serta pengaturan tentang korporasi secara umum.
BAB III : BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
OLEH KORPORASI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan korporasi di
Indonesia dan bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang yang
dilakukan oleh korporasi.
BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)
Dalam bab ini akan dibahas mengenai unsur-unsur penentuan
kooporasi melakukan praktek money laundering, tanggung jawab
korporasi dalam rezim anti-money laundering dan bentuk
pertanggungjawaban korporasi yang melakukan praktek money
laundering.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran.
Universitas Sumatera Utara