28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gaya hidup dengan pemanfaatan dan pelestarian alam merupakan kecenderungan yang sedang muncul dalam perkembangan jaman ini. Hal tersebut terlihat dengan maraknya slogan back to nature. Gaya hidup tersebut terdapat pada semua aspek kehidupan termasuk dalam kesehatan yaitu dengan menggunakan bahan alam atau herbal sebagai upaya preventif, rehabilitatif, kuratif dan promotif. Kecenderungan penggunaan obat dengan bahan alam terlihat meningkat di negara berkembang, termasuk Indonesia. Indonesia adalah negara beriklim tropis. Wilayahnya memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi khususnya tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat alami. Indonesia memiliki kurang lebih 30.000 jenis tumbuhan di dalam hutan hujan tropisnya. Diantaranya, ada sekitar 9.600 jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dan ada sekitar 200 jenis dari tanaman berkhasiat obat tersebut adalah tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sriningsih dkk., 2006). Beberapa tumbuhan yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia adalah lampes (Ocimum sanctum L.), selasih (Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.), dan kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.). Ketiganya merupakan tumbuhan marga Ocimum suku Lamiaceae yang memiliki bentuk daun hampir mirip tetapi dengan aroma khas yang berbeda akibat kandungan minyak atsirinya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75765/potongan/S1...dalam makanan atau dimakan langsung sebagai “lalapan”, adalah untuk mengatasi perut

  • Upload
    hakiet

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gaya hidup dengan pemanfaatan dan pelestarian alam merupakan

kecenderungan yang sedang muncul dalam perkembangan jaman ini. Hal tersebut

terlihat dengan maraknya slogan back to nature. Gaya hidup tersebut terdapat

pada semua aspek kehidupan termasuk dalam kesehatan yaitu dengan

menggunakan bahan alam atau herbal sebagai upaya preventif, rehabilitatif,

kuratif dan promotif. Kecenderungan penggunaan obat dengan bahan alam terlihat

meningkat di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Indonesia adalah negara beriklim tropis. Wilayahnya memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi khususnya tumbuhan yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan obat alami. Indonesia memiliki kurang lebih 30.000

jenis tumbuhan di dalam hutan hujan tropisnya. Diantaranya, ada sekitar 9.600

jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dan ada sekitar 200 jenis dari

tanaman berkhasiat obat tersebut adalah tumbuhan obat penting bagi industri obat

tradisional (Sriningsih dkk., 2006).

Beberapa tumbuhan yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai obat

tradisional di Indonesia adalah lampes (Ocimum sanctum L.), selasih (Ocimum

basilicum L. forma violaceum Back.), dan kemangi (Ocimum basilicum L. forma

citratum Back.). Ketiganya merupakan tumbuhan marga Ocimum suku Lamiaceae

yang memiliki bentuk daun hampir mirip tetapi dengan aroma khas yang berbeda

akibat kandungan minyak atsirinya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan

1

2

diketahui bahwa baik kemangi, lampes maupun selasih mempunyai efek

farmakologis tapi ada beberapa efek farmakalogis yang berbeda dikarenakan

perbedaan kandungan senyawanya (Hiltunen & Holm, 2006; Guenther, 1949).

Kebenaran suatu bahan adalah parameter yang penting pada produksi obat

tradisional. Pemalsuan maupun kesalahan identifikasi tumbuhan untuk produksi

obat herbal dapat mengakibatkan efek farmakologi yang muncul berbeda dengan

yang diharapkan karena tumbuhan tersebut memiliki senyawa aktif yang berbeda.

Oleh karena itu, identifikasi tumbuhan obat, dalam hal ini kemangi, selasih dan

lampes, untuk dapat membedakan dan menghindari adanya pemalsuan maupun

kesalahan identifikasi perlu dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah membandingkan parameter spesifik tanaman tersebut. Parameter spesifik

adalah aspek kualitatif dan kuantitatif pada tanaman tertentu yang kebanyakan

mengenai senyawa kimia dalam tanaman itu sendiri, meliputi identitas,

organoleptis, senyawa terlarut pelarut tertentu dan uji kandungan kimia ekstrak

(Anonim, 2000). Pada penelitian, uji parameter spesifik hanya dibatasi pada uji

makroskopik dan mikroskopik, kadar fenolik, kadar minyak atsiri, profil GC-MS

(Gass Chromatography-Mass Spectra), dan profil KLT (Kromatografi Lapis

Tipis).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbedaan secara makroskopik dan mikroskopik daun lampes,

selasih, dan kemangi?

3

2. Bagaimana perbedaan profil KLT sari dan GC-MS minyak atsiri daun lampes,

selasih dan kemangi?

3. Bagaimana perbandingan kadar fenolik total dan kadar minyak atsiri daun

lampes, selasih dan kemangi?

C. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan baik secara

makroskopik dan mikroskopik, kadar fenolik total, kadar minyak atsiri, profil

KLT sari maupun GC-MS minyak atsiri lampes, selasih, dan kemangi yang dapat

menunjang parameter spesifik untuk identifikasi dalam kebenaran bahan obat

tradisional nantinya. Kebenaran bahan obat tradisional merupakan syarat industri

obat tradisional yang mendukung ketepatan efek farmakologi dalam terapi

sehingga dapat meningkatkan kualitas terapi.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui :

1. Perbedaan secara makroskopik dan mikroskopik daun lampes, selasih dan

kemangi.

2. Perbedaan profil KLT sari dan GC-MS minyak atsiri daun lampes, selasih dan

kemangi.

3. Perbedaan kadar fenolik total dan kadar minyak atsiridaun lampes, selasih

dan kemangi.

4

E. Tinjauan Pustaka

1. Marga Ocimum

Marga Ocimum merupakan anggota suku Lamiaceae. Karakteristik yang

khas dari keluarga ini adalah batang persegi dan daun yang bersilang-berhadapan

(decussate) dengan banyak bintik kelenjar. Bunga-bunga lamiaceae sangat

zygomorphic dengan dua bibir yang berbeda (Hiltunen & Holm, 2006).

Menurut Hegnauer (1966), marga Ocimum terdiri atas 50-60 jenis. Anggota

marga ini dapat berupa herba tahunan maupun semak. Marga Ocimum biasanya

berbau aromatik karena memiliki minyak esensial yang terdiri dari monoterpen,

seskuiterpen dan fenilpropanoid. Marga ini hidup di daerah tropis dan terdapat

secara alami di daerah tropis Amerika, Afrika dan Asia (Hiltunen dan Holm,

2006).

Marga Ocimum merupakan herba tegak dengan tinggi 0,3-0,6 m. Batangnya

sering keunguan dengan karakter rambut yang berbeda. Daun berbentuk bulat

telur elips, elips, atau memanjang, dengan ujung runcing, berbintik-bintik serupa

kelenjar dan berukuran 3,5-7,5 x 1,5-2,5 cm yang terletak pada tangkai daun

sepanjang 0,5-2 cm. Karangan semu berbunga 6, berkumpul menjadi tandan

ujung. Daun pelindung elips atau bulat telur, panjang 0,5 - 1 cm. Kelopak sisi luar

berambut, sisi dalam bagian bawah dalam tabung berambut rapat. Mahkota

berbibir 2, panjang 8 - 9 mm, dari luar berambut, bibir atas bertaju 4, bibir bawah

rata. Tangkai kelopak buah tegak dan tertekan pada sumbu karangan bunga,

dengan ujung bentuk kait melingkar, seolah-olah duduk dan dengan mulut yang

5

terarah miring merendah. Kelopak buah mempunyai panjang 6-9 mm dengan

buah keras, coklat tua, gundul, waktu dibasahi membengkak (Van Steenis, 1975).

Terdapat perbedaan morfologi lampes (Ocimum sanctum L.), selasih

(Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.) dan kemangi (Ocimum basilicum

L. forma citratum Back.). Kemangi mempunyai batang berwarna hijau, mahkota

berwarna putih dan berbau sereh. Selasih mempunyai batang berwarna ungu,

mahkota berwarna ungu dan berbau adas. Lampes mempunyai kelopak berambut

pendek atau gundul dibandingkan kemangi dan selasih (Van Steenis, 1975).

Daun Ocimum mengandung minyak esensial 0,5-1,4%. Selain minyak

esensial, herba juga mengandung asam 2,5-Dimetoksibenzoat (ocimol) dan

gratissimin (α-truxillic dimetil acid). Sedangkan akar mengandung osimol,

glukosa, galaktosa, arabinosa, β-sitosterol dan asam osimat (Hiltunen & Holm,

2006).

Beberapa jenis Ocimum telah digunakan sebagai tanaman obat untuk

berbagai penyakit secara tradisional, seperti sakit kepala, batuk, diare, sembelit,

kutil, cacing dan kerusakan ginjal. Aktivitas Ocimum ini kebanyakan sebagai

antispasmodik, stomachicum, karminatif, antimalaria, antipiretik dan stimulan

(Wome, 1982; Giron dkk., 1991). Selain penggunaan farmakologis, Ocimum

sering digunakan sebagai pemberi aroma pada beberapa produk industri, seperti

parfum, sabun, pasta gigi, dan mouthwash. Penggunaan yang paling banyak

lainnya adalah herba segar sebagai bumbu dalam produk pangan (Khan &

Abaurashed, 2010).

6

2. Ocimum sanctum L.

Salah satu tanaman marga Ocimum yang berada di Indonesia adalah

Ocimum sanctum L. atau biasa disebut lampes. Berikut klasifikasi dari lampes:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Lamiales

Suku : Lamiaceae (Labiatae)

Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum sanctum L.

(Van Steenis, 1975)

Herba lampes mengandung minyak atsiri 0,6% dan bijinya mengandung

17,50% minyak lemak (List dan Horhammer, 1977). Minyak lemak dari bijinya

ditandai dengan tingginya kandungan asam linoleat (59,1%) dan asam linolenat

(21,7%) (Malik dkk., 1987). Daun lampes diketahui mengandung flavonoid yaitu

visenin, galuteolin dan cirsilineol. Selain itu, daunnya juga mengandung

kelompok senyawa fenolik dan glikosida fenilpropan (Norr& Wagner, 1992 ).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan lampes mempunyai

aktivitas antimikroba (antibakteri & antifungi) serta insektisida. Penelitian Grover

dan Rao (1977) menunjukkan minyak esensial lampes aktif terhadap sejumlah

bakteri dengan aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan

minyak Ocimum gratissimum. Bahkan 0,2% pengenceran minyak aktif terhadap

sebagian besar bakteri uji, kecuali untuk Pseudomonas aeruginosa. Penelitian lain

7

menunjukkan ekstrak etanol lampes memiliki aktivitas antifungi melawan

Aspergillus niger pada buah tomat dan menghambat pertumbuhan Penicillium

italicum pada jeruk mandarin (Sinha & Saxena, 1989; Tripathi & Dubey,

2003).Lampes diketahui dapat mengontrol keberadaan Callosobruchus chinensis

L. yang merupakan hama pada penyimpanan karena aktivitas insektisidanya

(Kiradoo & Srivasta, 2010). Selain itu, ekstrak kasar lampes menunjukkan efek

pupisidal pada pupa yang baru muncul dari vektor Aedes aegypti (Kumari dkk.,

1994).

Ocimum sanctum L. merupakan tanaman obat suci yang terkenal di India.

Tanaman ini digunakan secara tradisional sebagai kontrasepsi (Lakshmanan &

Sankara Narayanan, 1990). Ocimum sanctum L. juga digunakan untuk pengobatan

arthritis, rematik, nyeri dan demam dalam pengobatan Ayurveda (Godhwani dkk.,

1987). Sementara itu di Indonesia, lampes tumbuh liar namun diketahui telah

digunakan sebagai salah satu komponen jamu pelancar ASI atau Air Susu Ibu

(Suharmiati dan Handayani, 1998).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lampes

memiliki aktivitas antiinflamasi, imunomodulator dan adaptogen, antikarsinogen,

hipoglikemik dan menurunkan lemak darah, mempengaruhi SSP (Sistem Syaraf

Pusat) radioprotektif, hepatoprotektor serta antiulser (Hiltunen & Holm, 2006).

Aktivitas antiinflamasi terjadi disebabkan adanya asam linolenat dalam minyak

lemak lampes yang memiliki kapasitas untuk menahan baik siklooksigenase

maupun lipoksigenase pada jalur metabolisme arakidonat (Singh & Majumdar,

1997). Fungsi hepatoprotektor dan antikarsinogen terjadi akibat adanya asam

8

ursolat dari lampes yang dapat memberikan perlindungan 60% terhadap

peroksidasi lipid (Balanehru & Nagarajan, 1991).

3. Ocimum basilicum L.

Terdapat 2 bentuk jenis Ocimum basilicum L. atau basil yang terkenal di

Indonesia yaitu Ocimum basilicum L. forma citratum Back.yang dikenal sebagai

kemangi dan Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.yang dikenal sebagai

selasih. Berikut klasifikasi dari Ocimum basilicum L. forma violaceum dan

Ocimum basilicum L. forma citratum:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Lamiales

Suku : Lamiaceae (Labiatae)

Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.

Ocimum basilicum L. forma citratum Back.

(Van Steenis, 1975)

Penggunaan daun kemangi di Indonesia, selain sebagai penambah rasa dan bau

dalam makanan atau dimakan langsung sebagai “lalapan”, adalah untuk mengatasi

perut kembung dan demam pada anak balita, mencegah bau badan dan mulut,

serta memperlancar ASI. Selasih lebih sering digunakan bagian bijinya yang

diketahui berkhasiat menenangkan (sedatif) sehingga sangat baik untuk

9

mengurangi keadaan gelisah, sering gugup, atau susah tidur, sedangkan daunnya

untuk ziarah di makam karena baunya yang unik. Adapun nama basil yang tertulis

pada beberapa literatur tidak secara spesifik merujuk kepada forma citratum atau

violaceum sehingga dalam tulisan selanjutnya digunakan istilah basil yang

mengarah pada Ocimum basilicum L. secara umum (Astawan, 2011; Kurniawan,

2013).

Ocimum basilicum L. mengandung 0,5-1,5% minyak atsiri, 5% tanin dan β-

sitosterol, 0,6-1,1% glikosida flavonoid, 2,2-2,3% aglikon flavonoid dan

polifenol. Biji basil mengandung planteose, musilago, polisakarida dan minyak

lemak yang terdiri oleh asam linoleat (50%), asam linolenat (22%), asam oleat

(15%) serta 8% asam lemak tak jenuh (List & Horhammer, 1977;Viorica, 1987).

Daun kering dan bagian atas bunganya mengandung minyak esensial, protein,

karbohidrat, vitamin A dan C, asam rosmarinat serta flavon bernama ksantomikrol

(Khan & Abourashed, 2010).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa basil

mempunyai aktivitas antimikroba (antibakteri & antifungi) serta insektisida.

Minyak basil bersifat antibakteri terhadap Escherichia coli (Nahak dkk., 2011).

Selain itu, eksudat basil dapat menurunkan populasi berbagai jamur, termasuk

Aspergillus spp. dan Fusarium spp. pada kacang (Afifi, 1975). Ocimum basilicum

L. diketahui dapat mengontrol keberadaan Callosobruchus chinensis L. yang

merupakan hama pada penyimpanan lebih baik dari Ocimum sanctum L. karena

aktivitas insektisidanya (Kiradoo & Srivasta, 2010). Selain itu, minyak esensial

dari basil dengan konstituen utama metil kavikol menunjukkan sifat insektisida

10

terhadap vektor Anopheles stephensi, Aedes aegypti dan Culex quinquejasdatus

dalam tes laboratorium (Bhatnagar dkk., 1993).

Basil diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologi, yaitu antiulser,

hepatoprotektor, dan relaksan otot polos (Hiltunen & Holm, 2006). Baik ekstrak

air maupun metanol basil menunjukkan efek antiulser saat diberikan pada tikus

dengan ulkus lambung baik yang diinduksi aspirin, asam asetat maupun stres

(Akhtar dkk., 1992). Selain itu, ekstrak totalnya diketahui bersifat hepatoprotektif

pada hepatitis akut yang diinduksi CC14 dan D-GalN (Lin dkk., 1995). Ekstrak air

basil juga memiliki efek relaksasi pada otot polos trakea (Boskabady dkk., 2005).

4. Parameter Spefisik

Parameter standar ekstrak tumbuhan obat terdiri atas parameter nonspesifik

dan spesifik. Parameter spesifik adalah aspek kualitatif dan kuantitatif pada

tanaman tertentu yang kebanyakan mengenai senyawa kimia dalam tanaman itu

sendiri, meliputi identitas, organoleptis, senyawa terlarut pelarut tertentu, dan uji

kandungan kimia ekstrak.

a. Identitas

Parameter ini terdiri atas deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama ilmiah

tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama umum tumbuhan di

Indonesia) dan senyawa identitas. Tujuannya adalah untuk memberikan

identitas objektif untuk jenis tumbuhan dan senyawa identitasnya.

11

b. Organoleptik

Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa dengan

menggunakan panca indera. Tujuannya adalah untuk pengenalan awal yang

sederhana dan seobjektif mungkin.

c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

Parameter ini diperoleh dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol

atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa

kandungan secara gravimetri. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran

awal jumlah senyawa kandungan.

d. Uji kandungan kimia ekstrak

• Pola kromatogram

Pola kromatogram diperoleh setelah serbuk simplisia ditimbang, diekstraksi

dengan pelarut dan cara tertentu, selanjutnya dianalisis kromatografi sampai

memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya adalah untuk

memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola

kromatogram.

• Kadar total golongan kandungan kimia

Parameter ini bertujuan untuk memberikan informasi kadar golongan

kandungan kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan

efek farmakologis.

• Kadar kandungan kimia tertentu

Penetapan kadar kandungan kimia dapat dilakukan secara kromatografi

instrumental atau metode lainnya dengan diketahuinya senyawa identitas,

12

senyawa kimia utama atau kandungan kimia lainnya pada tanaman tersebut.

Metode penetapan kadar harus diuji dahulu validitasnya, yaitu batas deteksi,

selektivitas linieritas, ketelitian, ketepatan, dan sebagainya. Tujuannya

adalah untuk memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai

senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek

farmakologi (Anonim, 2000).

5. Analisis makroskopik & mikroskopik

Uji makroskopik dan mikroskopik merupakan bagian karakterisasi simplisia

yang dapat membantu identifikasi simplisia. Uji makroskopik merupakan uji

dengan melihat ciri-ciri simplisia yang kasat mata dan secara organoleptis.

Sedangkan uji mikroskopik merupakan uji dengan melihat ciri-ciri simplisia

melalui mikroskop. Cara analisis tersebut sering digunakan dalam identifikasi

bahan penyusun obat tradisional terutama jamu yang masih berbentuk simplisia

basah, kering atau simplisia serbuk.

Hal-hal yang dikenali secara makroskopik pada simplisia daun antara lain:

bentuk, pertulangan, pangkal, tepi, ujung helai daun, permukaan daun, kerapuhan,

bentuk patahan, arah menggulung helai daun, warna, bau dan rasa (Anonim,

2011). Lampes, selasih, dan kemangi merupakan kelompok dikotil yang daunnya

terdiri atas tangkai, helai daun, dan tulang daun. Variasi daun dapat dilihat dari

ukuran, bentuk ujung, pangkal, dan tepi daun, misalnya saja, tepi daun dapat

berbentuk halus, bergerigi, atau berlobus. Tulang daun kelompok dikotil

kebanyakan meyirip atau menjari, yaitu dengan cabang tulang utama besar yang

13

mempunyai cabang-cabang kecil lain. Namun, ada juga beberapa yang bertulang

sejajar seperti kebanyakan monokotil (Rost dkk., 1984).

Bagian tanaman yang dapat diamati secara mikroskopik adalah amilum,

berkas pengangkut, endodermis, endokarp, endosperm, epidermis, epikarp,

idoblas, jaringan palisade, jaringan sekresi, kolenkim, korteks, kristal kalsium

oksalat, kultikula dan litosis. Uji ini biasanya menggunakan pereaksi air,

fluoroglusin LP, dan kloralhidrat LP (Anonim, 1995, Anonim, 2011). Daun

tersusun atas 3 jaringan utama secara mikroskopik, yaitu epidermis, mesofil dan

berkas pengangkut. Epidermis biasanya tersusun atas selapis sel yang menutupi

seluruh permukaan daun. Terdapat stomata yang memiliki 2 sel penutup pada

epidermis. Permukaan bawah daun biasanya memiliki lebih banyak stomata

dibanding permukaan atas daun. Epidermis dapat mempunyai rambut penutup

yang sangat bervariasi, misalnya tipe uniselular atau multiselular, bercabang atau

tidak bercabang, berkelenjar atau tidak. Mesofil merupakan jaringan fotosintesis

di antara epidermis atas dan bawah yang tersusun atas jaringan parenkim

(parenkim palisade dan parenkim bunga karang) yang mempunyai kloroplas.

Berkas pengangkut tersusun atas ksilem dan floem. Tangkai daun tersusun atas

berkas pengangkut dan terdapat kolenkim pada bagian bawah epidermis (Rost

dkk., 1984).

6. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik adalah senyawa yang mempunyai satu atau lebih gugus

hidroksil yang terikat langsung pada cincin aromatis. Adanya cincin aromatis

14

menyebabkan hidrogen pada gugus hidroksil fenolik labil sehingga bersifat

sebagai asam lemah. Polifenol adalah senyawa dengan satu atau lebih gugus

hidroksil fenolik yang terikat pada lebih dari satu benzena. Senyawa fenolik

terbagi menjadi beberapa kelas, yaitu fenol sederhana, aldehid dan asam fenolat

(asam hidroksi benzoat), asetofenon dan asam fenilasetat, asam sinamat, kumarin,

flavonoid (kalkon, auron, flavonol, flavonon, flavanonol, leukoantosianidin,

flavon, antosianidin dan deoksiantosianidin serta antosianin) biflavonil,

benzofenon, ksanton dan stilben, benzokuinon, antrakuinon dan naftakuinon,

betasianin, lignan, lignin, tanin, serta flobafen (Vermesis & Nicholson, 2006).

Daun lampes mengandung kelompok senyawa fenolik yang diidentifikasi

sebagai asam rosmarinat, asam galat, metil ester asam galat, etil ester asam galat,

asam protokatekuat, asam vanillat, asam 4-hidroksibenzoat, vanilin, 4-

hidroksibenzaldehid, asam kafeat dan asam klorogenat (Norr& Wagner, 1992).

Sedangkan herba basil mengandung sekitar 5% tanin (List & Horhammer, 1977).

Daun dan bunganya mengandung asam rosmarinat dan flavon yang bernama

ksantomikrol (Khan & Abourashed, 2010). Selain ksantomikrol, tiga flavon telah

diidentifikasi dari daun basil yang tumbuh di Yunani, yaitu eriodiktiol, eriodiktiol-

7-glukosida dan visenin-2 (apigenin C-glikosida) (Skaltsa & Philianos, 1990).

Herba basil memiliki glikosida flavonoid (0,6-1,1%), aglikon flavonoid dan

polifenol (2,2-2,3%) (Viorica, 1987).

Salah satu deteksi kualitatif senyawa fenolik adalah dengan menggunakan

FeCL3 karena senyawa fenolik akan membentuk kompleks warna tertentu dengan

FeCL3. Pada deteksi dengan FeCL3, flavanon akan berwarna merah sampai biru

15

Kompleks Fenol FeCl3

Violet gelap

violet, glikosida flavonoid berwarna hijau, cokelat-merah, merah anggur, dan

merah sampai biru violet, katekol berwarna hijau sampai biru, tanin berwarna

biru, fenotiazin berwarna merah muda, alkaloid hidroksiakridon berwarna hijau,

penitrem A berwarna hijau sampai biru kehijauan, dan anion anorganik berwarna

kuning pucat sampai biru kehijauan (Jork dkk., 1990).

Gambar 1. Reaksi Fenol dan FeCl3 (Gambar diadopsi dari Burmas, 2008).

Deteksi kuantitatif senyawa fenolik salah satunya dapat dilakukan dengan

metode Folin-Ciocalteu. Metode ini merupakan metode kolorimetri karena

reduksi dari campuran fosfotungstat dan fosfomolibdat oleh gugus hidroksi akan

menghasilkan warna biru yang intensitasnya dapat dihitung menggunakan

spektrofotometer. Pereaksi Folin-Ciocalteu dapat mengoksidasi fenolat (garam

alkali) yang terbentuk pada suasana basa sehingga mereduksi asam heteropoli

menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten berwana biru dengan struktur yang

belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang

terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang

terbentuk (Singleton & Rossi, 1965; Vermesis & Nicholson, 2006).

Senyawa Fenol

16

Gambar 2. Reaksi Reagen Folin-Ciocalteu dan Fenol (Gambar diadopsi dari Sambada,

2011).

7. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah campuran kompleks antara senyawa volatil yang

dihasilkan oleh organisme hidup. Minyak atsiri diisolasi dengan cara fisik

(penekanan dan distilasi) pada seluruh tanaman atau bagian tanaman yang

diketahui asal taksonominya (Baser & Buchbauer, 2010). Senyawa penyusun

minyak atsiri dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama, yaitu terpenoid

(isoprena/isopentena), senyawa rantai lurus, derivat benzena, dan kelompok lain-

lain (Guenther, 1972). Proses isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan

beberapa cara seperti destilasi (destilasi air, destilasi uap-air, destilasi uap),

maserasi hidrolisis yang diikuti oleh destilasi, penekanan, enfleurage, serta cara

modern seperti penyulingan uap-ekstraksi pelarut berkelanjutan, ekstraksi fluida

superkritik, dan metode lainnya yang masih dikembangkan (Anonim, 2008). Saat

ini, cara tradisional masih sering digunakan karena lebih ekonomis.

Minyak atsiri dapat diisolasi dengan destilasi Stahl untuk skala

laboratorium. Destilasi Stahl merupakan jenis destilasi air. Semua bahan terendam

air sehingga bahan secara langsung teraliri panas pada destilasi ini. Kelebihan dari

destilasi Stahl adalah tidak mahal, mudah penyusunan alatnya, dan cocok untuk

17

skala laboratorium. Kekurangannya adalah koleksi minyak atsiri tidak dapat

sempurna dan dapat terjadi hidrolisis pada senyawa yang sensitif misalnya ester

(Anonim, 2008).

Minyak atsiri Ocimum sudah diproduksi secara besar di banyak negara.

Lawrence (1992) mencatat terdapat produksi minyak di beberapa negara, seperti

India (15 ton), Bulgaria (7 ton), Mesir (5 ton), Pakistan (4,5 ton), Comores (4,5

ton), Israel (2 ton) dan masih banyak negara lain dengan hasil produksi 1 ton atau

kurang dari 1 ton. Minyak atsiri dan oleoresin Ocimum banyak digunakan dalam

industri makanan, termasuk permen, makanan panggang, produk daging dan

minuman. Pemakaian utama lainnya adalah dalam pembuatan wewangian sebagai

pemberi aroma pada berbagai produk, seperti parfum, sabun, sampo dan pasta gigi

(Hiltunen & Holm, 2006).

Kualitas minyak atsiri (komposisi kimia & aroma) sangat berpengaruh

dalam pembuatan wewangian. Kualitas minyak atsiri tergantung pada bentuk

bahan (segar/kering), varitas, musim, tahap pengembangan, usia (tahap fenologi),

organ tanaman yang digunakan, tahap penyimpanan dan teknik penyulingan

(Hiltunen & Holm, 2006). Baritaux dkk. (1992) menemukan kecenderungan

kandungan metil kavikol dan eugenol menurun drastis setelah pengeringan (45 °C

selama 12 jam) dan penyimpanan (3, 6 dan 7 bulan) sedangkan linalool dan 1,8-

sineol meningkat dalam penyimpanan. Minyak esensial Ocimum umumnya

diperoleh dengan destilasi uap atau destilasi air bunga dan daun. Hasil minyak

umumnya berkisar 0,5-1,4% tergantung faktor – faktor yang telah disebutkan

sebelumnya (Hiltunen & Holm, 2006).

18

Kandungan minyak atsiri Ocimum secara umum adalah hidrokarbon

monoterpen (limonen & mirsen, ρ-simen and γ-terpinen, osimen) dalam jumlah

kecil, monoterpen teroksigenasi (linalool, 1,8-sineol, sitral, sitronelal dan geraniol,

timol), seskuiterpen, dan fenilpropan (metil sinamat, metil kavikol, eugenol dan

metil eugenol yang berasal dari [E]-asam sinamat). Linalool dapat menjadi

karakteristik dariminyak esensial baik basil maupun lampes. Persentasenya dalam

minyak cukup variatif hingga hampir 90%. Sitral adalah campuran dari dua

aldehida asiklik monoterpene, yaitu geranial ([E]-sitral) dan neral ([Z]-sitral)

(Hiltunen & Holm, 2006).

Gambar 3. Struktur Molekul Monoterpen Hidrokarbon dan Monoterpen Teroksigenasi

(Gambar diadaptasi dari Hiltunen &Holm, 2006).

(E)-β-Osimen (Z)-β-Osimen

1,8-Sineol Linalool Geraniol Neral

(Sitral B)

Geranial

(Sitral A)

γ-Terpinen p-Simen Limonen Mirsen

Timol

19

Gambar 4. Struktur Molekul Seskuiterpen Hidrokarbon dan Seskuiterpen Teroksigenasi

(Gambar diadaptasi dari Hiltunen &Holm, 2006).

Gambar 5. Struktur Molekul Fenilpropan (Gambar diadaptasi dari Hiltunen &Holm, 2006).

Minyak esensial lampes dapat mengandung eugenol sampai 70%, metil

eugenol sampai 20% dan osimen. Ocimum sanctum L. yang tumbuh di Jerman

diketahui mengandung banyak seskuiterpen dalam minyak esensial yang

Germakren D

γ-Kadinol α-Kadinol β-Kariofilen Oksida

β-Kariofilen β-Elemen

(E)-Metil sinamat Kavikol Metil Kavikol

(Z)-Metil sinamat R=H Eugenol R=CH3 Metil Eugenol

R=OCCH3 Asetil Eugenol

R=H Isoeugenol

R=CH3 Metil Isoeugenol

20

diperoleh dari distilasi uap, yaitu 19,6% α-bisabolendan 15,4% β-bisabolen.

Selain itu, juga ditemukan (E)-β-bergamoten, β-kariofilen, (E)-β-farnesen, α-

humulen dan α-bisabolol dalam minyak atsirinya (Hegnauer, 1966; Laakso dkk.,

1990).

Minyak lampes dapat diklasifikasikan menjadi empat kemotipe, yaitu tipe

sitral dengan sitral sebagai senyawa utama (sekitar 70%), tipe eugenol yang terdiri

atas eugenol (sekitar 70% ) dan metil eugenol (20%), tipe metil kavikol yang kaya

metil kavikol, linalool dan sineol serta tipe kavibetonol dengan kavibetonol

sebagai senyawa utama dan eugenol (Hegnauer, 1966).

Minyak basil terdiri atas sekitar 140 komponen yang sudah diketahui,

termasuk lebih dari 30 monoterpen, hampir 30 seskuiterpen, sekitar 20 asam

karboksilat, 11 aldehida alifatik, 6 alkohol alifatik, sekitar 20 senyawa aromatik

dan sekitar 20 senyawa yang termasuk kelompok lain selain yang disebutkan di

atas (Hiltunen & Holm, 2006). Minyak basil diketahui mengandung mirsen, d-

linalool, estragol, metil sinamat, 1,8-sineol, eugenol, borneol, osimen, geraniol,

anetol, 10-kadinols, β-kariofilen,α-terpineol, kamfor, 3-oktanon, metil eugenol,

safrol, seskuitujen, dan 1-epibisikloseskuifelandren, juvosimen1 dan juvosimen 2

(Hiltunen & Holm, 2006; Khan & Abourashed, 2010).

Basil memiliki berbagai subspesies, varitas dan bentuk yang memiliki

perbedaan pada morfologi dan komposisi kimia minyak esensial. Lawrence

(1992) membagi basil menjadi empat kemotipe berdasarkan komponen minyak

esensial utama, yaitu komponen kaya metil kavikol, kaya linalool, kaya metil

21

eugenol dan kaya metil sinamat. Penelitian Holm dkk. (1989) menunjukkan

adanya kemotipe lain, yaitu kaya 1,8 sineol.

Boniface dkk. (1987) menerapkan analisis diskriminan untuk membedakan

minyak atsiri basil dari asal yang berbeda. Mereka mengklasifikasikan minyak

atsiri menjadi tiga kategori, yaitu kelompok Asia (Oriental), kelompok Eropa dan

kelompok Afrika. Minyak Asia ditandai dengan konsentrasi tinggi metil kavikol

(68,9-89,0%) dan konsentrasi lebih kecil linalool (0,5-16,7%). Minyak Eropa

dintadai dengan konsentrasi tinggi linalool (23,0-75,4%) dan metil kavikol (0,4-

43,6%). Minyak Afrika ditandai dengan konsentrasi tinggi eugenol (5,9-19,2) dan

konsentrasi rendah metil kavikol (2,4-26,6%).

Salah satu reagen untuk mendeteksi minyak atsiri secara kualitatif adalah

anilsaldehid-asam sulfat. Pada saat deteksi, berbagai reaksi non kuantitatif terjadi

secara bersamaan. Kation siklopentana telah ditetapkan sebagai intermediet yang

bereaksi dengan anisaldehid untuk membentuk senyawa berwarna. Selain itu,

reaksi dengan senyawa aromatik juga dapat membentuk pewarna trifenilmetana.

Hasil warna yang terbentuk dapat terlihat pada panjang gelombang tinggi (366

nm) kebanyakan sebagai fluoresensi atau pada sinar tampak (Jork dkk., 1990).

8. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh

suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase,

salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu

dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya

22

perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau

kerapatan muatan ion (Anonim, 2011). Kromatografi lapis tipis atau KLT

merupakan bentuk kromatografi planar dengan fase diam berupa lapisan seragam

pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium,

atau plat plastik. Fase gerak dapat bergerak sepanjang fase diam secara ascending

(naik) karena pengaruh kapiler atau secara descending (turun) karena pengaruh

gravitasi. Pelaksanaan KLT cukup mudah, murah dan cepat (Gandjar & Rohman,

2010).

Fase diam pada KLT mempunyai diameter partikel antara 10-30 µm.

Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran

ukuran fase diam, maka semakin baik efiensi dan resolusinya. Penjerap yang

paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa. Fase gerak KLT dapat

dipilih dari literatur atau hasil orientasi (coba-coba). Fase gerak harus mempunyai

kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

Mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Analisis

KLT akan berjalan optimal dengan bercak sesempit mungkin dan penjenuhan

benjana sebelum elusi (Gandjar & Rohman, 2010).

Deteksi pada plat KLT dapat dilakukan dengan cara fisika maupun kimia.

Cara kimia dilakukan dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui

cara penyemprotan sehingga menjadi bercak yang jelas. Cara fisika dilakukan

dengan pencacahan radioaktif dan fluorensi sinar ultraviolet (254 dan 366 nm)

(Gandjar & Rohman, 2010).

23

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen

dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,

menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk

kromatografi kolom, dan melakukan screening sampel untuk obat. KLT dapat

digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Parameter yang

dilihat pada analisis kualitatif adalah harga Rf dan tampilan bercak. Retardation

factor (Rf) merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh larutan sampel

dengan jarak yang ditempuh fase gerak.

�� = Jaraktitikpusatbercakdarititikawal

Jarakbatasakhirfasegerakdarititikawal

Nilai maksimum Rf adalah 1 berarti larutan sampel bermigrasi dengan

kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 berarti

larutan sampel tertahan pada titik awal pada fase diam. Sedangkan pada analisis

kuantitatif pengukuran dapat dilakukan dengan densitometer atau

spektrofotometri (Gandjar & Rohman, 2010).

9. Spektrofotometri Ultra Violet-Visibel (UV-Vis)

Spektrofotometer merupakan suatu alat analisis yang didasarkan pada

pengukuran serapan sinar monokromatis suatu jalur larutan dengan menggunakan

monokromator sistem prisma atau kisi difraksi dan detektor fotosel.

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi

tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi gelombang

Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:

24

1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, biasanya digunakan lampu wolfram.

2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.

3. Sel absorpsi, pada pengukuran pada daerah visibel menggunakan kuvet kaca

atau kuvet kaca corex, tetapi pada pengukuran pada UV menggunakan sel

kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan

detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi

yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan

sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer.

Spektrofotometer UV-Vis dapat menganalisis sampel berupa larutan, gas, atau

uap. Untuk sampel larutan, pada pelarut yang dipakai perlu diperhatikan beberapa

hal, antara lain:

1. Pelarut tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur

molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Mulja & Suharman,

1995).

Hukum Lambert-Beer mennyatakan secara empiris hubungan antara

intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan, dan hubungan

antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat.

25

A = Log (Io/I) = a.b.c

Keterangan : A = Absorban

Io = Intensitas sinar yang datang

I = Intensitas sinar yang diteruskan

a = Absorptivitas

b = Tebal larutan (cm)

c = Konsentrasi (Gandjar & Rohman, 2010).

Senyawa yang dapat memberikan serapan adalah senyawa yang memiliki

gugus kromofor. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang

memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir semua

kromofor mempunyai ikatan rangkap alkena (C=C), karbonil (C=O), karboksil,

amido, azo, nitro, nitroso, dan nitrat. Selain itu, ada gugus auksokrom yang dapat

mengakibatkan pergeseran batokromik dan meningkatkan intensitas serapan bila

terikat pada gugus kromofor. Gugus auksokrom adalah gugus fungsional seperti -

OH, -NH2, -X, yaitu gugus yang mempunyai elektron bebas atau nonbonding

(Gandjar & Rohman, 2010)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri

UV-Vis, yaitu:

1. Pembentukan molekul yang menyerap sinar UV-Vis

Hal ini dilakukan pada senyawa yang tidak menyerap sinar UV-Vis. Senyawa

direaksikan pada pereaksi dengan syarat reaksi selektif dan sensitif; cepat,

kuantitatif dan reprodusibel; serta hasil reaksi stabil dalam jangka waktu lama.

2. Penentuan waktu operasional

26

Hal ini dilakukan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna

dengan tujuan mengetahui waktu pengukuran yang stabil.

3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang

gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum karena memiliki kepekaan

maksimal, memenuhi persamaan lambert-beer dan kesalahan minimal pada

saat pengukuran ulang.

4. Pembuatan kurva kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam

berbagai konsentrasi. Asorbansi tiap konsentrasi diukur dan dibuat kurva yang

merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi

yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.

5. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai

0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan karena pada kisaran

nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling

minimal (Gandjar &Rohman, 2010).

Metode spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan baik untuk analisis

kualitatif maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan

melihat panjang gelombang maksimum atau pergeseran panjang gelombang yang

terjadi akibat perubahan pH. Analisis kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan

hukum lambert-beer yang dijelaskan sebelumnya. Analisis senyawa fenolik

merupakan salah satu analisis kuantitatif spektrofotometri yang dapat dilakukan

27

dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode ini merupakan metode kolorimetri karena

reduksi dari campuran fosfotungstat dan fosfomolibdat oleh gugus hidroksi akan

menghasilkan warna biru yang intensitasnya dapat dihitung menggunakan

spektrofotometer (Gandjar & Rohman, 2010; Vermesis & Nicholson, 2006).

10. Gass Chromatography- Mass Spectra (GC-MS)

Metode GC-MS merupakan gabungan dari metode kromatografi gas dan

spektrometri massa. Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana

solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui

kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada

rasio distribusinya. Sedangkan metode spektrometri massa adalah metode yang

didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan menjadi ion-ion gas dan

memisahkannya berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/z). Teknik

gabungan ini sangat spesifik karena makin banyak parameter analisis yang

diberikan (Mulja dan Sugijanto, 1994; Gandjar dan Rohman, 2010; Hendayana

dkk., 1994).

Pemisahan pada kromatografi gas terjadi ketika sampel diinjeksikan ke

dalam fase gerak. Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti

helium, nitrogen, hidrogen, atau campuran argon dan metana. Pemisahan yang

terjadi saat elusi didasarkan atas titik didih senyawa dikurangi dengan semua

interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Komponen-

komponen yang telah terpisah kemudian menuju detektor. Detektor akan

mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi

28

sinyal elektronik dalam bentuk kromatogram. Kromatogram akan memperlihatkan

deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dapat digunakan

sebagai data kualitatif, sedangkan luas area dapat digunakan sebagai data

kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2010).

Komponen-komponen yang telah terpisah akan ditembak elektron sehingga

terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan muatan

tertentu (m/e) dalam spektrometri massa. Fragmen-fragmen dengan m/e

ditampilkan komputer sebagai spektra massa, yaitu perbandingan m/e dan

intensitas. Struktur senyawa dapat diketahui dengan membandingkan spektra yang

didapat dan spektra massa standar pada literatur yang tersedia dalam komputer.

Pendekatan pustaka terhadap spektra massa ditunjukkan dengan indeks kemiripan

atau Similarity Index (SI) atau Probability yang merupakan pembuktian struktur

yang akurat dan sensitif (Pavia dkk., 1981).

F. Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui beberapa parameter khas daun

lampes, selasih dan kemangi, yaitu ciri khas secara makroskopik dan

mikroskopik, kadar fenolik total melalui spektrofotometri UV-Vis dengan metode

Folin-Ciocalteu, profil GC-MS minyak atsiri, serta profil KLT minyak atsiri dan

senyawa fenolik.