Upload
hakiet
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gaya hidup dengan pemanfaatan dan pelestarian alam merupakan
kecenderungan yang sedang muncul dalam perkembangan jaman ini. Hal tersebut
terlihat dengan maraknya slogan back to nature. Gaya hidup tersebut terdapat
pada semua aspek kehidupan termasuk dalam kesehatan yaitu dengan
menggunakan bahan alam atau herbal sebagai upaya preventif, rehabilitatif,
kuratif dan promotif. Kecenderungan penggunaan obat dengan bahan alam terlihat
meningkat di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Indonesia adalah negara beriklim tropis. Wilayahnya memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi khususnya tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat alami. Indonesia memiliki kurang lebih 30.000
jenis tumbuhan di dalam hutan hujan tropisnya. Diantaranya, ada sekitar 9.600
jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dan ada sekitar 200 jenis dari
tanaman berkhasiat obat tersebut adalah tumbuhan obat penting bagi industri obat
tradisional (Sriningsih dkk., 2006).
Beberapa tumbuhan yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai obat
tradisional di Indonesia adalah lampes (Ocimum sanctum L.), selasih (Ocimum
basilicum L. forma violaceum Back.), dan kemangi (Ocimum basilicum L. forma
citratum Back.). Ketiganya merupakan tumbuhan marga Ocimum suku Lamiaceae
yang memiliki bentuk daun hampir mirip tetapi dengan aroma khas yang berbeda
akibat kandungan minyak atsirinya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan
1
2
diketahui bahwa baik kemangi, lampes maupun selasih mempunyai efek
farmakologis tapi ada beberapa efek farmakalogis yang berbeda dikarenakan
perbedaan kandungan senyawanya (Hiltunen & Holm, 2006; Guenther, 1949).
Kebenaran suatu bahan adalah parameter yang penting pada produksi obat
tradisional. Pemalsuan maupun kesalahan identifikasi tumbuhan untuk produksi
obat herbal dapat mengakibatkan efek farmakologi yang muncul berbeda dengan
yang diharapkan karena tumbuhan tersebut memiliki senyawa aktif yang berbeda.
Oleh karena itu, identifikasi tumbuhan obat, dalam hal ini kemangi, selasih dan
lampes, untuk dapat membedakan dan menghindari adanya pemalsuan maupun
kesalahan identifikasi perlu dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah membandingkan parameter spesifik tanaman tersebut. Parameter spesifik
adalah aspek kualitatif dan kuantitatif pada tanaman tertentu yang kebanyakan
mengenai senyawa kimia dalam tanaman itu sendiri, meliputi identitas,
organoleptis, senyawa terlarut pelarut tertentu dan uji kandungan kimia ekstrak
(Anonim, 2000). Pada penelitian, uji parameter spesifik hanya dibatasi pada uji
makroskopik dan mikroskopik, kadar fenolik, kadar minyak atsiri, profil GC-MS
(Gass Chromatography-Mass Spectra), dan profil KLT (Kromatografi Lapis
Tipis).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan secara makroskopik dan mikroskopik daun lampes,
selasih, dan kemangi?
3
2. Bagaimana perbedaan profil KLT sari dan GC-MS minyak atsiri daun lampes,
selasih dan kemangi?
3. Bagaimana perbandingan kadar fenolik total dan kadar minyak atsiri daun
lampes, selasih dan kemangi?
C. Pentingnya Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan baik secara
makroskopik dan mikroskopik, kadar fenolik total, kadar minyak atsiri, profil
KLT sari maupun GC-MS minyak atsiri lampes, selasih, dan kemangi yang dapat
menunjang parameter spesifik untuk identifikasi dalam kebenaran bahan obat
tradisional nantinya. Kebenaran bahan obat tradisional merupakan syarat industri
obat tradisional yang mendukung ketepatan efek farmakologi dalam terapi
sehingga dapat meningkatkan kualitas terapi.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui :
1. Perbedaan secara makroskopik dan mikroskopik daun lampes, selasih dan
kemangi.
2. Perbedaan profil KLT sari dan GC-MS minyak atsiri daun lampes, selasih dan
kemangi.
3. Perbedaan kadar fenolik total dan kadar minyak atsiridaun lampes, selasih
dan kemangi.
4
E. Tinjauan Pustaka
1. Marga Ocimum
Marga Ocimum merupakan anggota suku Lamiaceae. Karakteristik yang
khas dari keluarga ini adalah batang persegi dan daun yang bersilang-berhadapan
(decussate) dengan banyak bintik kelenjar. Bunga-bunga lamiaceae sangat
zygomorphic dengan dua bibir yang berbeda (Hiltunen & Holm, 2006).
Menurut Hegnauer (1966), marga Ocimum terdiri atas 50-60 jenis. Anggota
marga ini dapat berupa herba tahunan maupun semak. Marga Ocimum biasanya
berbau aromatik karena memiliki minyak esensial yang terdiri dari monoterpen,
seskuiterpen dan fenilpropanoid. Marga ini hidup di daerah tropis dan terdapat
secara alami di daerah tropis Amerika, Afrika dan Asia (Hiltunen dan Holm,
2006).
Marga Ocimum merupakan herba tegak dengan tinggi 0,3-0,6 m. Batangnya
sering keunguan dengan karakter rambut yang berbeda. Daun berbentuk bulat
telur elips, elips, atau memanjang, dengan ujung runcing, berbintik-bintik serupa
kelenjar dan berukuran 3,5-7,5 x 1,5-2,5 cm yang terletak pada tangkai daun
sepanjang 0,5-2 cm. Karangan semu berbunga 6, berkumpul menjadi tandan
ujung. Daun pelindung elips atau bulat telur, panjang 0,5 - 1 cm. Kelopak sisi luar
berambut, sisi dalam bagian bawah dalam tabung berambut rapat. Mahkota
berbibir 2, panjang 8 - 9 mm, dari luar berambut, bibir atas bertaju 4, bibir bawah
rata. Tangkai kelopak buah tegak dan tertekan pada sumbu karangan bunga,
dengan ujung bentuk kait melingkar, seolah-olah duduk dan dengan mulut yang
5
terarah miring merendah. Kelopak buah mempunyai panjang 6-9 mm dengan
buah keras, coklat tua, gundul, waktu dibasahi membengkak (Van Steenis, 1975).
Terdapat perbedaan morfologi lampes (Ocimum sanctum L.), selasih
(Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.) dan kemangi (Ocimum basilicum
L. forma citratum Back.). Kemangi mempunyai batang berwarna hijau, mahkota
berwarna putih dan berbau sereh. Selasih mempunyai batang berwarna ungu,
mahkota berwarna ungu dan berbau adas. Lampes mempunyai kelopak berambut
pendek atau gundul dibandingkan kemangi dan selasih (Van Steenis, 1975).
Daun Ocimum mengandung minyak esensial 0,5-1,4%. Selain minyak
esensial, herba juga mengandung asam 2,5-Dimetoksibenzoat (ocimol) dan
gratissimin (α-truxillic dimetil acid). Sedangkan akar mengandung osimol,
glukosa, galaktosa, arabinosa, β-sitosterol dan asam osimat (Hiltunen & Holm,
2006).
Beberapa jenis Ocimum telah digunakan sebagai tanaman obat untuk
berbagai penyakit secara tradisional, seperti sakit kepala, batuk, diare, sembelit,
kutil, cacing dan kerusakan ginjal. Aktivitas Ocimum ini kebanyakan sebagai
antispasmodik, stomachicum, karminatif, antimalaria, antipiretik dan stimulan
(Wome, 1982; Giron dkk., 1991). Selain penggunaan farmakologis, Ocimum
sering digunakan sebagai pemberi aroma pada beberapa produk industri, seperti
parfum, sabun, pasta gigi, dan mouthwash. Penggunaan yang paling banyak
lainnya adalah herba segar sebagai bumbu dalam produk pangan (Khan &
Abaurashed, 2010).
6
2. Ocimum sanctum L.
Salah satu tanaman marga Ocimum yang berada di Indonesia adalah
Ocimum sanctum L. atau biasa disebut lampes. Berikut klasifikasi dari lampes:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Lamiales
Suku : Lamiaceae (Labiatae)
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum sanctum L.
(Van Steenis, 1975)
Herba lampes mengandung minyak atsiri 0,6% dan bijinya mengandung
17,50% minyak lemak (List dan Horhammer, 1977). Minyak lemak dari bijinya
ditandai dengan tingginya kandungan asam linoleat (59,1%) dan asam linolenat
(21,7%) (Malik dkk., 1987). Daun lampes diketahui mengandung flavonoid yaitu
visenin, galuteolin dan cirsilineol. Selain itu, daunnya juga mengandung
kelompok senyawa fenolik dan glikosida fenilpropan (Norr& Wagner, 1992 ).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan lampes mempunyai
aktivitas antimikroba (antibakteri & antifungi) serta insektisida. Penelitian Grover
dan Rao (1977) menunjukkan minyak esensial lampes aktif terhadap sejumlah
bakteri dengan aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan
minyak Ocimum gratissimum. Bahkan 0,2% pengenceran minyak aktif terhadap
sebagian besar bakteri uji, kecuali untuk Pseudomonas aeruginosa. Penelitian lain
7
menunjukkan ekstrak etanol lampes memiliki aktivitas antifungi melawan
Aspergillus niger pada buah tomat dan menghambat pertumbuhan Penicillium
italicum pada jeruk mandarin (Sinha & Saxena, 1989; Tripathi & Dubey,
2003).Lampes diketahui dapat mengontrol keberadaan Callosobruchus chinensis
L. yang merupakan hama pada penyimpanan karena aktivitas insektisidanya
(Kiradoo & Srivasta, 2010). Selain itu, ekstrak kasar lampes menunjukkan efek
pupisidal pada pupa yang baru muncul dari vektor Aedes aegypti (Kumari dkk.,
1994).
Ocimum sanctum L. merupakan tanaman obat suci yang terkenal di India.
Tanaman ini digunakan secara tradisional sebagai kontrasepsi (Lakshmanan &
Sankara Narayanan, 1990). Ocimum sanctum L. juga digunakan untuk pengobatan
arthritis, rematik, nyeri dan demam dalam pengobatan Ayurveda (Godhwani dkk.,
1987). Sementara itu di Indonesia, lampes tumbuh liar namun diketahui telah
digunakan sebagai salah satu komponen jamu pelancar ASI atau Air Susu Ibu
(Suharmiati dan Handayani, 1998).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lampes
memiliki aktivitas antiinflamasi, imunomodulator dan adaptogen, antikarsinogen,
hipoglikemik dan menurunkan lemak darah, mempengaruhi SSP (Sistem Syaraf
Pusat) radioprotektif, hepatoprotektor serta antiulser (Hiltunen & Holm, 2006).
Aktivitas antiinflamasi terjadi disebabkan adanya asam linolenat dalam minyak
lemak lampes yang memiliki kapasitas untuk menahan baik siklooksigenase
maupun lipoksigenase pada jalur metabolisme arakidonat (Singh & Majumdar,
1997). Fungsi hepatoprotektor dan antikarsinogen terjadi akibat adanya asam
8
ursolat dari lampes yang dapat memberikan perlindungan 60% terhadap
peroksidasi lipid (Balanehru & Nagarajan, 1991).
3. Ocimum basilicum L.
Terdapat 2 bentuk jenis Ocimum basilicum L. atau basil yang terkenal di
Indonesia yaitu Ocimum basilicum L. forma citratum Back.yang dikenal sebagai
kemangi dan Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.yang dikenal sebagai
selasih. Berikut klasifikasi dari Ocimum basilicum L. forma violaceum dan
Ocimum basilicum L. forma citratum:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Lamiales
Suku : Lamiaceae (Labiatae)
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum basilicum L. forma violaceum Back.
Ocimum basilicum L. forma citratum Back.
(Van Steenis, 1975)
Penggunaan daun kemangi di Indonesia, selain sebagai penambah rasa dan bau
dalam makanan atau dimakan langsung sebagai “lalapan”, adalah untuk mengatasi
perut kembung dan demam pada anak balita, mencegah bau badan dan mulut,
serta memperlancar ASI. Selasih lebih sering digunakan bagian bijinya yang
diketahui berkhasiat menenangkan (sedatif) sehingga sangat baik untuk
9
mengurangi keadaan gelisah, sering gugup, atau susah tidur, sedangkan daunnya
untuk ziarah di makam karena baunya yang unik. Adapun nama basil yang tertulis
pada beberapa literatur tidak secara spesifik merujuk kepada forma citratum atau
violaceum sehingga dalam tulisan selanjutnya digunakan istilah basil yang
mengarah pada Ocimum basilicum L. secara umum (Astawan, 2011; Kurniawan,
2013).
Ocimum basilicum L. mengandung 0,5-1,5% minyak atsiri, 5% tanin dan β-
sitosterol, 0,6-1,1% glikosida flavonoid, 2,2-2,3% aglikon flavonoid dan
polifenol. Biji basil mengandung planteose, musilago, polisakarida dan minyak
lemak yang terdiri oleh asam linoleat (50%), asam linolenat (22%), asam oleat
(15%) serta 8% asam lemak tak jenuh (List & Horhammer, 1977;Viorica, 1987).
Daun kering dan bagian atas bunganya mengandung minyak esensial, protein,
karbohidrat, vitamin A dan C, asam rosmarinat serta flavon bernama ksantomikrol
(Khan & Abourashed, 2010).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa basil
mempunyai aktivitas antimikroba (antibakteri & antifungi) serta insektisida.
Minyak basil bersifat antibakteri terhadap Escherichia coli (Nahak dkk., 2011).
Selain itu, eksudat basil dapat menurunkan populasi berbagai jamur, termasuk
Aspergillus spp. dan Fusarium spp. pada kacang (Afifi, 1975). Ocimum basilicum
L. diketahui dapat mengontrol keberadaan Callosobruchus chinensis L. yang
merupakan hama pada penyimpanan lebih baik dari Ocimum sanctum L. karena
aktivitas insektisidanya (Kiradoo & Srivasta, 2010). Selain itu, minyak esensial
dari basil dengan konstituen utama metil kavikol menunjukkan sifat insektisida
10
terhadap vektor Anopheles stephensi, Aedes aegypti dan Culex quinquejasdatus
dalam tes laboratorium (Bhatnagar dkk., 1993).
Basil diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologi, yaitu antiulser,
hepatoprotektor, dan relaksan otot polos (Hiltunen & Holm, 2006). Baik ekstrak
air maupun metanol basil menunjukkan efek antiulser saat diberikan pada tikus
dengan ulkus lambung baik yang diinduksi aspirin, asam asetat maupun stres
(Akhtar dkk., 1992). Selain itu, ekstrak totalnya diketahui bersifat hepatoprotektif
pada hepatitis akut yang diinduksi CC14 dan D-GalN (Lin dkk., 1995). Ekstrak air
basil juga memiliki efek relaksasi pada otot polos trakea (Boskabady dkk., 2005).
4. Parameter Spefisik
Parameter standar ekstrak tumbuhan obat terdiri atas parameter nonspesifik
dan spesifik. Parameter spesifik adalah aspek kualitatif dan kuantitatif pada
tanaman tertentu yang kebanyakan mengenai senyawa kimia dalam tanaman itu
sendiri, meliputi identitas, organoleptis, senyawa terlarut pelarut tertentu, dan uji
kandungan kimia ekstrak.
a. Identitas
Parameter ini terdiri atas deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama ilmiah
tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama umum tumbuhan di
Indonesia) dan senyawa identitas. Tujuannya adalah untuk memberikan
identitas objektif untuk jenis tumbuhan dan senyawa identitasnya.
11
b. Organoleptik
Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa dengan
menggunakan panca indera. Tujuannya adalah untuk pengenalan awal yang
sederhana dan seobjektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Parameter ini diperoleh dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol
atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa
kandungan secara gravimetri. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran
awal jumlah senyawa kandungan.
d. Uji kandungan kimia ekstrak
• Pola kromatogram
Pola kromatogram diperoleh setelah serbuk simplisia ditimbang, diekstraksi
dengan pelarut dan cara tertentu, selanjutnya dianalisis kromatografi sampai
memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram.
• Kadar total golongan kandungan kimia
Parameter ini bertujuan untuk memberikan informasi kadar golongan
kandungan kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan
efek farmakologis.
• Kadar kandungan kimia tertentu
Penetapan kadar kandungan kimia dapat dilakukan secara kromatografi
instrumental atau metode lainnya dengan diketahuinya senyawa identitas,
12
senyawa kimia utama atau kandungan kimia lainnya pada tanaman tersebut.
Metode penetapan kadar harus diuji dahulu validitasnya, yaitu batas deteksi,
selektivitas linieritas, ketelitian, ketepatan, dan sebagainya. Tujuannya
adalah untuk memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek
farmakologi (Anonim, 2000).
5. Analisis makroskopik & mikroskopik
Uji makroskopik dan mikroskopik merupakan bagian karakterisasi simplisia
yang dapat membantu identifikasi simplisia. Uji makroskopik merupakan uji
dengan melihat ciri-ciri simplisia yang kasat mata dan secara organoleptis.
Sedangkan uji mikroskopik merupakan uji dengan melihat ciri-ciri simplisia
melalui mikroskop. Cara analisis tersebut sering digunakan dalam identifikasi
bahan penyusun obat tradisional terutama jamu yang masih berbentuk simplisia
basah, kering atau simplisia serbuk.
Hal-hal yang dikenali secara makroskopik pada simplisia daun antara lain:
bentuk, pertulangan, pangkal, tepi, ujung helai daun, permukaan daun, kerapuhan,
bentuk patahan, arah menggulung helai daun, warna, bau dan rasa (Anonim,
2011). Lampes, selasih, dan kemangi merupakan kelompok dikotil yang daunnya
terdiri atas tangkai, helai daun, dan tulang daun. Variasi daun dapat dilihat dari
ukuran, bentuk ujung, pangkal, dan tepi daun, misalnya saja, tepi daun dapat
berbentuk halus, bergerigi, atau berlobus. Tulang daun kelompok dikotil
kebanyakan meyirip atau menjari, yaitu dengan cabang tulang utama besar yang
13
mempunyai cabang-cabang kecil lain. Namun, ada juga beberapa yang bertulang
sejajar seperti kebanyakan monokotil (Rost dkk., 1984).
Bagian tanaman yang dapat diamati secara mikroskopik adalah amilum,
berkas pengangkut, endodermis, endokarp, endosperm, epidermis, epikarp,
idoblas, jaringan palisade, jaringan sekresi, kolenkim, korteks, kristal kalsium
oksalat, kultikula dan litosis. Uji ini biasanya menggunakan pereaksi air,
fluoroglusin LP, dan kloralhidrat LP (Anonim, 1995, Anonim, 2011). Daun
tersusun atas 3 jaringan utama secara mikroskopik, yaitu epidermis, mesofil dan
berkas pengangkut. Epidermis biasanya tersusun atas selapis sel yang menutupi
seluruh permukaan daun. Terdapat stomata yang memiliki 2 sel penutup pada
epidermis. Permukaan bawah daun biasanya memiliki lebih banyak stomata
dibanding permukaan atas daun. Epidermis dapat mempunyai rambut penutup
yang sangat bervariasi, misalnya tipe uniselular atau multiselular, bercabang atau
tidak bercabang, berkelenjar atau tidak. Mesofil merupakan jaringan fotosintesis
di antara epidermis atas dan bawah yang tersusun atas jaringan parenkim
(parenkim palisade dan parenkim bunga karang) yang mempunyai kloroplas.
Berkas pengangkut tersusun atas ksilem dan floem. Tangkai daun tersusun atas
berkas pengangkut dan terdapat kolenkim pada bagian bawah epidermis (Rost
dkk., 1984).
6. Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik adalah senyawa yang mempunyai satu atau lebih gugus
hidroksil yang terikat langsung pada cincin aromatis. Adanya cincin aromatis
14
menyebabkan hidrogen pada gugus hidroksil fenolik labil sehingga bersifat
sebagai asam lemah. Polifenol adalah senyawa dengan satu atau lebih gugus
hidroksil fenolik yang terikat pada lebih dari satu benzena. Senyawa fenolik
terbagi menjadi beberapa kelas, yaitu fenol sederhana, aldehid dan asam fenolat
(asam hidroksi benzoat), asetofenon dan asam fenilasetat, asam sinamat, kumarin,
flavonoid (kalkon, auron, flavonol, flavonon, flavanonol, leukoantosianidin,
flavon, antosianidin dan deoksiantosianidin serta antosianin) biflavonil,
benzofenon, ksanton dan stilben, benzokuinon, antrakuinon dan naftakuinon,
betasianin, lignan, lignin, tanin, serta flobafen (Vermesis & Nicholson, 2006).
Daun lampes mengandung kelompok senyawa fenolik yang diidentifikasi
sebagai asam rosmarinat, asam galat, metil ester asam galat, etil ester asam galat,
asam protokatekuat, asam vanillat, asam 4-hidroksibenzoat, vanilin, 4-
hidroksibenzaldehid, asam kafeat dan asam klorogenat (Norr& Wagner, 1992).
Sedangkan herba basil mengandung sekitar 5% tanin (List & Horhammer, 1977).
Daun dan bunganya mengandung asam rosmarinat dan flavon yang bernama
ksantomikrol (Khan & Abourashed, 2010). Selain ksantomikrol, tiga flavon telah
diidentifikasi dari daun basil yang tumbuh di Yunani, yaitu eriodiktiol, eriodiktiol-
7-glukosida dan visenin-2 (apigenin C-glikosida) (Skaltsa & Philianos, 1990).
Herba basil memiliki glikosida flavonoid (0,6-1,1%), aglikon flavonoid dan
polifenol (2,2-2,3%) (Viorica, 1987).
Salah satu deteksi kualitatif senyawa fenolik adalah dengan menggunakan
FeCL3 karena senyawa fenolik akan membentuk kompleks warna tertentu dengan
FeCL3. Pada deteksi dengan FeCL3, flavanon akan berwarna merah sampai biru
15
Kompleks Fenol FeCl3
Violet gelap
violet, glikosida flavonoid berwarna hijau, cokelat-merah, merah anggur, dan
merah sampai biru violet, katekol berwarna hijau sampai biru, tanin berwarna
biru, fenotiazin berwarna merah muda, alkaloid hidroksiakridon berwarna hijau,
penitrem A berwarna hijau sampai biru kehijauan, dan anion anorganik berwarna
kuning pucat sampai biru kehijauan (Jork dkk., 1990).
Gambar 1. Reaksi Fenol dan FeCl3 (Gambar diadopsi dari Burmas, 2008).
Deteksi kuantitatif senyawa fenolik salah satunya dapat dilakukan dengan
metode Folin-Ciocalteu. Metode ini merupakan metode kolorimetri karena
reduksi dari campuran fosfotungstat dan fosfomolibdat oleh gugus hidroksi akan
menghasilkan warna biru yang intensitasnya dapat dihitung menggunakan
spektrofotometer. Pereaksi Folin-Ciocalteu dapat mengoksidasi fenolat (garam
alkali) yang terbentuk pada suasana basa sehingga mereduksi asam heteropoli
menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten berwana biru dengan struktur yang
belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang
terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang
terbentuk (Singleton & Rossi, 1965; Vermesis & Nicholson, 2006).
Senyawa Fenol
16
Gambar 2. Reaksi Reagen Folin-Ciocalteu dan Fenol (Gambar diadopsi dari Sambada,
2011).
7. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah campuran kompleks antara senyawa volatil yang
dihasilkan oleh organisme hidup. Minyak atsiri diisolasi dengan cara fisik
(penekanan dan distilasi) pada seluruh tanaman atau bagian tanaman yang
diketahui asal taksonominya (Baser & Buchbauer, 2010). Senyawa penyusun
minyak atsiri dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama, yaitu terpenoid
(isoprena/isopentena), senyawa rantai lurus, derivat benzena, dan kelompok lain-
lain (Guenther, 1972). Proses isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti destilasi (destilasi air, destilasi uap-air, destilasi uap),
maserasi hidrolisis yang diikuti oleh destilasi, penekanan, enfleurage, serta cara
modern seperti penyulingan uap-ekstraksi pelarut berkelanjutan, ekstraksi fluida
superkritik, dan metode lainnya yang masih dikembangkan (Anonim, 2008). Saat
ini, cara tradisional masih sering digunakan karena lebih ekonomis.
Minyak atsiri dapat diisolasi dengan destilasi Stahl untuk skala
laboratorium. Destilasi Stahl merupakan jenis destilasi air. Semua bahan terendam
air sehingga bahan secara langsung teraliri panas pada destilasi ini. Kelebihan dari
destilasi Stahl adalah tidak mahal, mudah penyusunan alatnya, dan cocok untuk
17
skala laboratorium. Kekurangannya adalah koleksi minyak atsiri tidak dapat
sempurna dan dapat terjadi hidrolisis pada senyawa yang sensitif misalnya ester
(Anonim, 2008).
Minyak atsiri Ocimum sudah diproduksi secara besar di banyak negara.
Lawrence (1992) mencatat terdapat produksi minyak di beberapa negara, seperti
India (15 ton), Bulgaria (7 ton), Mesir (5 ton), Pakistan (4,5 ton), Comores (4,5
ton), Israel (2 ton) dan masih banyak negara lain dengan hasil produksi 1 ton atau
kurang dari 1 ton. Minyak atsiri dan oleoresin Ocimum banyak digunakan dalam
industri makanan, termasuk permen, makanan panggang, produk daging dan
minuman. Pemakaian utama lainnya adalah dalam pembuatan wewangian sebagai
pemberi aroma pada berbagai produk, seperti parfum, sabun, sampo dan pasta gigi
(Hiltunen & Holm, 2006).
Kualitas minyak atsiri (komposisi kimia & aroma) sangat berpengaruh
dalam pembuatan wewangian. Kualitas minyak atsiri tergantung pada bentuk
bahan (segar/kering), varitas, musim, tahap pengembangan, usia (tahap fenologi),
organ tanaman yang digunakan, tahap penyimpanan dan teknik penyulingan
(Hiltunen & Holm, 2006). Baritaux dkk. (1992) menemukan kecenderungan
kandungan metil kavikol dan eugenol menurun drastis setelah pengeringan (45 °C
selama 12 jam) dan penyimpanan (3, 6 dan 7 bulan) sedangkan linalool dan 1,8-
sineol meningkat dalam penyimpanan. Minyak esensial Ocimum umumnya
diperoleh dengan destilasi uap atau destilasi air bunga dan daun. Hasil minyak
umumnya berkisar 0,5-1,4% tergantung faktor – faktor yang telah disebutkan
sebelumnya (Hiltunen & Holm, 2006).
18
Kandungan minyak atsiri Ocimum secara umum adalah hidrokarbon
monoterpen (limonen & mirsen, ρ-simen and γ-terpinen, osimen) dalam jumlah
kecil, monoterpen teroksigenasi (linalool, 1,8-sineol, sitral, sitronelal dan geraniol,
timol), seskuiterpen, dan fenilpropan (metil sinamat, metil kavikol, eugenol dan
metil eugenol yang berasal dari [E]-asam sinamat). Linalool dapat menjadi
karakteristik dariminyak esensial baik basil maupun lampes. Persentasenya dalam
minyak cukup variatif hingga hampir 90%. Sitral adalah campuran dari dua
aldehida asiklik monoterpene, yaitu geranial ([E]-sitral) dan neral ([Z]-sitral)
(Hiltunen & Holm, 2006).
Gambar 3. Struktur Molekul Monoterpen Hidrokarbon dan Monoterpen Teroksigenasi
(Gambar diadaptasi dari Hiltunen &Holm, 2006).
(E)-β-Osimen (Z)-β-Osimen
1,8-Sineol Linalool Geraniol Neral
(Sitral B)
Geranial
(Sitral A)
γ-Terpinen p-Simen Limonen Mirsen
Timol
19
Gambar 4. Struktur Molekul Seskuiterpen Hidrokarbon dan Seskuiterpen Teroksigenasi
(Gambar diadaptasi dari Hiltunen &Holm, 2006).
Gambar 5. Struktur Molekul Fenilpropan (Gambar diadaptasi dari Hiltunen &Holm, 2006).
Minyak esensial lampes dapat mengandung eugenol sampai 70%, metil
eugenol sampai 20% dan osimen. Ocimum sanctum L. yang tumbuh di Jerman
diketahui mengandung banyak seskuiterpen dalam minyak esensial yang
Germakren D
γ-Kadinol α-Kadinol β-Kariofilen Oksida
β-Kariofilen β-Elemen
(E)-Metil sinamat Kavikol Metil Kavikol
(Z)-Metil sinamat R=H Eugenol R=CH3 Metil Eugenol
R=OCCH3 Asetil Eugenol
R=H Isoeugenol
R=CH3 Metil Isoeugenol
20
diperoleh dari distilasi uap, yaitu 19,6% α-bisabolendan 15,4% β-bisabolen.
Selain itu, juga ditemukan (E)-β-bergamoten, β-kariofilen, (E)-β-farnesen, α-
humulen dan α-bisabolol dalam minyak atsirinya (Hegnauer, 1966; Laakso dkk.,
1990).
Minyak lampes dapat diklasifikasikan menjadi empat kemotipe, yaitu tipe
sitral dengan sitral sebagai senyawa utama (sekitar 70%), tipe eugenol yang terdiri
atas eugenol (sekitar 70% ) dan metil eugenol (20%), tipe metil kavikol yang kaya
metil kavikol, linalool dan sineol serta tipe kavibetonol dengan kavibetonol
sebagai senyawa utama dan eugenol (Hegnauer, 1966).
Minyak basil terdiri atas sekitar 140 komponen yang sudah diketahui,
termasuk lebih dari 30 monoterpen, hampir 30 seskuiterpen, sekitar 20 asam
karboksilat, 11 aldehida alifatik, 6 alkohol alifatik, sekitar 20 senyawa aromatik
dan sekitar 20 senyawa yang termasuk kelompok lain selain yang disebutkan di
atas (Hiltunen & Holm, 2006). Minyak basil diketahui mengandung mirsen, d-
linalool, estragol, metil sinamat, 1,8-sineol, eugenol, borneol, osimen, geraniol,
anetol, 10-kadinols, β-kariofilen,α-terpineol, kamfor, 3-oktanon, metil eugenol,
safrol, seskuitujen, dan 1-epibisikloseskuifelandren, juvosimen1 dan juvosimen 2
(Hiltunen & Holm, 2006; Khan & Abourashed, 2010).
Basil memiliki berbagai subspesies, varitas dan bentuk yang memiliki
perbedaan pada morfologi dan komposisi kimia minyak esensial. Lawrence
(1992) membagi basil menjadi empat kemotipe berdasarkan komponen minyak
esensial utama, yaitu komponen kaya metil kavikol, kaya linalool, kaya metil
21
eugenol dan kaya metil sinamat. Penelitian Holm dkk. (1989) menunjukkan
adanya kemotipe lain, yaitu kaya 1,8 sineol.
Boniface dkk. (1987) menerapkan analisis diskriminan untuk membedakan
minyak atsiri basil dari asal yang berbeda. Mereka mengklasifikasikan minyak
atsiri menjadi tiga kategori, yaitu kelompok Asia (Oriental), kelompok Eropa dan
kelompok Afrika. Minyak Asia ditandai dengan konsentrasi tinggi metil kavikol
(68,9-89,0%) dan konsentrasi lebih kecil linalool (0,5-16,7%). Minyak Eropa
dintadai dengan konsentrasi tinggi linalool (23,0-75,4%) dan metil kavikol (0,4-
43,6%). Minyak Afrika ditandai dengan konsentrasi tinggi eugenol (5,9-19,2) dan
konsentrasi rendah metil kavikol (2,4-26,6%).
Salah satu reagen untuk mendeteksi minyak atsiri secara kualitatif adalah
anilsaldehid-asam sulfat. Pada saat deteksi, berbagai reaksi non kuantitatif terjadi
secara bersamaan. Kation siklopentana telah ditetapkan sebagai intermediet yang
bereaksi dengan anisaldehid untuk membentuk senyawa berwarna. Selain itu,
reaksi dengan senyawa aromatik juga dapat membentuk pewarna trifenilmetana.
Hasil warna yang terbentuk dapat terlihat pada panjang gelombang tinggi (366
nm) kebanyakan sebagai fluoresensi atau pada sinar tampak (Jork dkk., 1990).
8. Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase,
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu
dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
22
perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion (Anonim, 2011). Kromatografi lapis tipis atau KLT
merupakan bentuk kromatografi planar dengan fase diam berupa lapisan seragam
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium,
atau plat plastik. Fase gerak dapat bergerak sepanjang fase diam secara ascending
(naik) karena pengaruh kapiler atau secara descending (turun) karena pengaruh
gravitasi. Pelaksanaan KLT cukup mudah, murah dan cepat (Gandjar & Rohman,
2010).
Fase diam pada KLT mempunyai diameter partikel antara 10-30 µm.
Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka semakin baik efiensi dan resolusinya. Penjerap yang
paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa. Fase gerak KLT dapat
dipilih dari literatur atau hasil orientasi (coba-coba). Fase gerak harus mempunyai
kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
Mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Analisis
KLT akan berjalan optimal dengan bercak sesempit mungkin dan penjenuhan
benjana sebelum elusi (Gandjar & Rohman, 2010).
Deteksi pada plat KLT dapat dilakukan dengan cara fisika maupun kimia.
Cara kimia dilakukan dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui
cara penyemprotan sehingga menjadi bercak yang jelas. Cara fisika dilakukan
dengan pencacahan radioaktif dan fluorensi sinar ultraviolet (254 dan 366 nm)
(Gandjar & Rohman, 2010).
23
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen
dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk
kromatografi kolom, dan melakukan screening sampel untuk obat. KLT dapat
digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Parameter yang
dilihat pada analisis kualitatif adalah harga Rf dan tampilan bercak. Retardation
factor (Rf) merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh larutan sampel
dengan jarak yang ditempuh fase gerak.
�� = Jaraktitikpusatbercakdarititikawal
Jarakbatasakhirfasegerakdarititikawal
Nilai maksimum Rf adalah 1 berarti larutan sampel bermigrasi dengan
kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 berarti
larutan sampel tertahan pada titik awal pada fase diam. Sedangkan pada analisis
kuantitatif pengukuran dapat dilakukan dengan densitometer atau
spektrofotometri (Gandjar & Rohman, 2010).
9. Spektrofotometri Ultra Violet-Visibel (UV-Vis)
Spektrofotometer merupakan suatu alat analisis yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis suatu jalur larutan dengan menggunakan
monokromator sistem prisma atau kisi difraksi dan detektor fotosel.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi gelombang
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
24
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, biasanya digunakan lampu wolfram.
2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran pada daerah visibel menggunakan kuvet kaca
atau kuvet kaca corex, tetapi pada pengukuran pada UV menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan
detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang (Khopkar, 1990).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi
yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometer UV-Vis dapat menganalisis sampel berupa larutan, gas, atau
uap. Untuk sampel larutan, pada pelarut yang dipakai perlu diperhatikan beberapa
hal, antara lain:
1. Pelarut tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur
molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Mulja & Suharman,
1995).
Hukum Lambert-Beer mennyatakan secara empiris hubungan antara
intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan, dan hubungan
antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat.
25
A = Log (Io/I) = a.b.c
Keterangan : A = Absorban
Io = Intensitas sinar yang datang
I = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Tebal larutan (cm)
c = Konsentrasi (Gandjar & Rohman, 2010).
Senyawa yang dapat memberikan serapan adalah senyawa yang memiliki
gugus kromofor. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang
memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir semua
kromofor mempunyai ikatan rangkap alkena (C=C), karbonil (C=O), karboksil,
amido, azo, nitro, nitroso, dan nitrat. Selain itu, ada gugus auksokrom yang dapat
mengakibatkan pergeseran batokromik dan meningkatkan intensitas serapan bila
terikat pada gugus kromofor. Gugus auksokrom adalah gugus fungsional seperti -
OH, -NH2, -X, yaitu gugus yang mempunyai elektron bebas atau nonbonding
(Gandjar & Rohman, 2010)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri
UV-Vis, yaitu:
1. Pembentukan molekul yang menyerap sinar UV-Vis
Hal ini dilakukan pada senyawa yang tidak menyerap sinar UV-Vis. Senyawa
direaksikan pada pereaksi dengan syarat reaksi selektif dan sensitif; cepat,
kuantitatif dan reprodusibel; serta hasil reaksi stabil dalam jangka waktu lama.
2. Penentuan waktu operasional
26
Hal ini dilakukan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna
dengan tujuan mengetahui waktu pengukuran yang stabil.
3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum karena memiliki kepekaan
maksimal, memenuhi persamaan lambert-beer dan kesalahan minimal pada
saat pengukuran ulang.
4. Pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam
berbagai konsentrasi. Asorbansi tiap konsentrasi diukur dan dibuat kurva yang
merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi
yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
5. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan karena pada kisaran
nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling
minimal (Gandjar &Rohman, 2010).
Metode spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan baik untuk analisis
kualitatif maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan
melihat panjang gelombang maksimum atau pergeseran panjang gelombang yang
terjadi akibat perubahan pH. Analisis kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan
hukum lambert-beer yang dijelaskan sebelumnya. Analisis senyawa fenolik
merupakan salah satu analisis kuantitatif spektrofotometri yang dapat dilakukan
27
dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode ini merupakan metode kolorimetri karena
reduksi dari campuran fosfotungstat dan fosfomolibdat oleh gugus hidroksi akan
menghasilkan warna biru yang intensitasnya dapat dihitung menggunakan
spektrofotometer (Gandjar & Rohman, 2010; Vermesis & Nicholson, 2006).
10. Gass Chromatography- Mass Spectra (GC-MS)
Metode GC-MS merupakan gabungan dari metode kromatografi gas dan
spektrometri massa. Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana
solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada
rasio distribusinya. Sedangkan metode spektrometri massa adalah metode yang
didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan menjadi ion-ion gas dan
memisahkannya berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/z). Teknik
gabungan ini sangat spesifik karena makin banyak parameter analisis yang
diberikan (Mulja dan Sugijanto, 1994; Gandjar dan Rohman, 2010; Hendayana
dkk., 1994).
Pemisahan pada kromatografi gas terjadi ketika sampel diinjeksikan ke
dalam fase gerak. Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti
helium, nitrogen, hidrogen, atau campuran argon dan metana. Pemisahan yang
terjadi saat elusi didasarkan atas titik didih senyawa dikurangi dengan semua
interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Komponen-
komponen yang telah terpisah kemudian menuju detektor. Detektor akan
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi
28
sinyal elektronik dalam bentuk kromatogram. Kromatogram akan memperlihatkan
deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dapat digunakan
sebagai data kualitatif, sedangkan luas area dapat digunakan sebagai data
kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2010).
Komponen-komponen yang telah terpisah akan ditembak elektron sehingga
terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan muatan
tertentu (m/e) dalam spektrometri massa. Fragmen-fragmen dengan m/e
ditampilkan komputer sebagai spektra massa, yaitu perbandingan m/e dan
intensitas. Struktur senyawa dapat diketahui dengan membandingkan spektra yang
didapat dan spektra massa standar pada literatur yang tersedia dalam komputer.
Pendekatan pustaka terhadap spektra massa ditunjukkan dengan indeks kemiripan
atau Similarity Index (SI) atau Probability yang merupakan pembuktian struktur
yang akurat dan sensitif (Pavia dkk., 1981).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui beberapa parameter khas daun
lampes, selasih dan kemangi, yaitu ciri khas secara makroskopik dan
mikroskopik, kadar fenolik total melalui spektrofotometri UV-Vis dengan metode
Folin-Ciocalteu, profil GC-MS minyak atsiri, serta profil KLT minyak atsiri dan
senyawa fenolik.