25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak- pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik internal perusahaan yaitu menajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditur. Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut (Nugroho, 2002). Prospek perusahaan yang bertumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan diharapkan akan memberikan return yang tinggi. Perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar, peluang pertumbuhan perusahaan tersebut terlihat pada kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) (Smith dan Watts (1992) dalam Nugroho (2002)). Istilah IOS dikemukakan oleh Myers (1977) dalam Subekti (2001), perusahaan adalah satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi investasi masa depan. Proksi IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan, apakah suatu perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak berpotensi tumbuh. Proksi-proksi IOS yang telah digunakan oleh para peneliti secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak-

pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik internal perusahaan yaitu

menajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditur.

Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi

perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut

(Nugroho, 2002). Prospek perusahaan yang bertumbuh bagi investor merupakan

suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan

diharapkan akan memberikan return yang tinggi. Perusahaan yang bertumbuh

akan direspon positif oleh pasar, peluang pertumbuhan perusahaan tersebut

terlihat pada kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam

kombinasi nilai set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS)

(Smith dan Watts (1992) dalam Nugroho (2002)).

Istilah IOS dikemukakan oleh Myers (1977) dalam Subekti (2001),

perusahaan adalah satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi

investasi masa depan. Proksi IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan

klasifikasi potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan, apakah suatu

perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak

berpotensi tumbuh. Proksi-proksi IOS yang telah digunakan oleh para peneliti

secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur proksi-proksi tersebut. Kelompok

klasifikasi tersebut menurut Gaver & Gaver (1993) dalam Pagalung (2002) dan

Kallapur & Trombley (1999) dalam Subekti (2001) adalah; proksi berdasarkan

harga (price based proxies), proksi berdasarkan investasi (investment-based

proxies) dan proksi berdasarkan varian (variance measures).

Proksi berdasarkan harga (price-based proxies) merupakan proksi yang

menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam

harga pasar. Prospek pertumbuhan perusahaan dinyatakan dalam harga-harga

saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi

secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (assets in place). Beberapa proksi

yang digunakan oleh beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi

berdasarkan harga adalah : Market to book value of equity (MVEBVE) ( Subekti

& Kusuma (2001), Jati (2003), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti &

Hartono (2002), Nugroho & Hartono (2002), Riahi-Belkauoi & Picur (2001));

Market to book value of assets (MVABVA) (Subekti & Kusuma (2001); Jati

(2003), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Riahi-

Belkauoi & Picur (2001)); Earning to price ratio (PER) (Subekti & Kusuma

(2001), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Riahi-

Belkauoi & Picur (2001)); Firm value to book value of property, plant and

equipment (VPPE) (Subekti & Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001),

Nugroho & Hartono (2002)); Tobin’s Q (Pagalung (2002), Nugroho & Hartono

(2002)); Value to depreciation expense (VDEP) (Nugroho & Hartono (2002)).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Proksi berdasarkan investasi mendasarkan pada satu level kegiatan

investasi yang tinggi berhubungan positif dengan nilai IOS suatu perusahaan.

Kegiatan investasi diharapkan memberikan peluang investasi berikutnya yang

semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. Beberapa proksi IOS yang

telah digunakan peneliti yang berkaitan dengan proksi berdasarkan varian adalah

sebagai berikut : Investment to net sales (IONS) (Nugroho & Hartono (2002));

Capital expenditure to book value assets (CAPMVA) (Subekti & Kusuma

(2001), Jati (2003), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Nugroho &

Hartono (2002)); Capital expenditure to market value assets (CAPBVA) (Subekti

& Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002),

Nugroho & Hartono (2002)).

Proksi berdasarkan varian didasarkan pada gagasan bahwa suatu opsi

akan menjadi lebih bernilai jika variabilitas ukuran digunakan untuk

memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang

mendasari peningkatan aktiva. Proksi yang digunakan dalam penelitian yang

berkaitan dengan proksi berdasarkan varian adalah sebagai berikut : Vairen

return (VARRET) (Nugroho & Hartono (2002)); Beta assets (BETA) (Nugroho

& Hartono (2002)).

Ketiga jenis proksi di atas menggambarkan beragamnya ukuran IOS

memungkinkan beberapa peneliti menggunakan beragam rasio sebagai proksi

IOS. Ini menunjukkan bahwa IOS sulit untuk diamati dan tidak memiliki

konsensus yang dimunculkan dalam akuntansi dan dalam literatur keuangan

tentang sebuah variabel yang sesuai, ini terjadi karena IOS bersifat unobservable

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

(Gaver dan Gaver (1993). Perlu menguraikan pendekatan-pendekatan untuk

mengukur dan mengetahui peluang pertumbuhan yang digunakan oleh penelitian

sebelumnya dan mengusulkan suatu ukuran baru tentang IOS. Gaver & Gaver

(1993) menyatakan bahwa IOS tidak dapat dipisahkan dari kata unobservable

dan tidak akan sempurna bila hanya diukur dengan menggunakan proksi empiris

tunggal. Berbagai jenis proksi IOS telah digunakan oleh banyak peneliti dalam

studi empirisnya secara tidak seragam (Sami dkk (1999), Gaver dan Gaver

(1993), dalam Subekti (2001)), yang menunjukkan bahwa belum terdapat suatu

kepastian ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur IOS, sehingga perlu

digunakan proksi-proksi untuk melakukan pengukuran yang lebih mendekati.

Semakin banyak proksi IOS yang digunakan maka hal ini akan menunjukkan

semakin tepat dalam penentuan kelompok atau karakteristik perusahaan sebagai

obyek penelitian.

Penelitian yang berhubungan dengan penggunaan level relatif IOS,

meneliti perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki level IOS

tinggi dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah menemukan bahwa

perusahaan yang memiliki level IOS tinggi mempunyai kebijakan pembayaran

deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level

IOS rendah (Subekti (2001) dan Fitrijanti & Hartono (2002)).

Hasil penelitian Smith dan Watts (1992) dalam Jati (2003), menyatakan

bahwa perusahaan yang memiliki IOS tinggi cenderung membagikan deviden

lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah.

Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) melakukan perbandingan hubungan dividend

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

yield dan PER dengan menggunakan level relatif IOS, menyimpulkan bahwa

PER memiliki hubungan yang lebih besar untuk perusahaan-perusahaan yang

memiliki level IOS tinggi, sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang

memiliki level IOS rendah, dividend yield memiliki hubungan yang lebih besar

dari pada nilai PER.

Para peneliti dalam bidang keuangan menolak argumentasi bahwa biaya-

biaya kontrak diferensial memberikan penjelasan pada variasi cross-sectional

dalam pembiayaan perusahaan dan kebijakan deviden (Gaver & Gaver (1993)).

Smith & Watts dalam Gaver & Gaver (1993) menyatakan bahwa biaya kontrak

(contracting-cost) menjelaskan aneka pilihan kebijakan perusahaan yang

didasarkan pada set kesempatan investasi perusahaan tersebut. Hasil yang

penelititan mereka menyatakan bahwa variabel-variabel kebijakan utama adalah

yang secara empiris memiliki hubungan dengan IOS. Mereka juga melaporkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Investment Opportunity Set

(IOS) dengan variabel struktur modal, kebijakan deviden dan kebijakan

kompensasi eksekutip. Kebijakan deviden memiliki hubungan positif yang

signifikan untuk kelompok perusahaan yang bertumbuh dan kelompok

perusahaan yang tidak bertumbuh (Gaver & Gaver (1993)). Gaver & Gaver

(1993) memasukkan kebijakan deviden dalam regresi agar konsisten dengan

penelitian Smith dan Watts yang juga memasukkan kebijakan deviden dalam

regresinya. Walaupun secara teoritis tidak ada hubungan yang diusulkan antara

ukuran dengan kebijakan deviden (Gaver & Gaver (1993)). Hasil penelitian

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Gaver & Gaver (1993) menunjukkan perusahaan yang tumbuh memberikan

deviden lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bertumbuh.

Studi ini dikembangkan untuk menguji model penilaian pasar di mana

nilai ekuitas diduga sebagai fungsi dari laba, deviden dan nilai buku, dimana

fungsi ini didasarkan pada relatif level dari IOS, seperti yang telah dilakukan oleh

Riahi-Belkaoui dan Picur (2001).

Menurut Lev (1989) dalam Jati (2003) relevansi nilai akuntansi dicirikan

oleh kualitas informasi. Kualitas laba diukur oleh koefisien determinasi dalam

suatu regresi return pasar pada laba. Beaver (1968) dalam Jati (2003)

memberikan definisi hubungan sebagai kemampuan menjelaskan (explanatory

power) dari informasi akuntansi dalam kaitannya dengan nilai perusahaan.

IOS merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, maka diperlukan

proksi (Hartono (1999) dalam Jati (2003)). Berbagai penelitian yang digunakan

sebagai proksi IOS telah diteliti dan diuji pada berbagai penelitian. Berbagai

proksi dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa selalu ada proksi IOS yang

tidak dapat digunakan, sehingga belum ada proksi yang dapat mewakili IOS

secara tepat (Gaver & Gaver (1993)).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul

penelitian ini adalah: Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap

Dividend Dalam Penilaian Harga Saham Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek

Jakarta Tahun 1999-2002.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat

dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah Pengaruh Investment Opportunity Set

(IOS) Terhadap Dividend Dalam Penilaian Harga Saham Pada Perusahaan Publik

Di Bursa Efek Jakarta Tahun 1999-2002. Secara khusus yang menjadi rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah IOS berpengaruh terhadap deviden?

2. Apakah IOS berpengaruh terhadap harga saham?

3. Apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang

memiliki IOS rendah?

4. Apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang

memiliki IOS tinggi?

5. Apakah ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada

perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi?

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan terhadap obyek yang akan diteliti tidak terlalu luas maka perlu

adanya fokus penelitian sehingga menjadi lebih terarah terhadap permasalahan

yang ada, maka peneliti membatasi penelitian ini pada:

1. Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan listing di BEJ tahun 1999

sampai 2002.

2. Perusahaan selalu memberikan laporan keuangan tahunan dan membagikan

deviden selama periode penelitian (1999-2002).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

3. Proksi yang digunakan menentukan sampel sebagai perusahaan yang

memiliki IOS tinggi dan perusahaan yang memiliki IOS rendah adalah

Market Value Assets To Book Value Assets (MVABVA), Market Value

Equity To Book Value Equity (MVEBVE), Firm Value To Book Value Of

Property, Plant And Quipment (VPPE), Price Earning Ratio (PER), Capital

Expenditure To Market Value Of Assets (CAPMVA) dan Capital Expenditure

To Book Value Asset (CAPBVA).

4. Sampel yang dimasukkan dalam kelompok IOS tinggi diambil dari 35%

indeks faktor tertinggi dan IOS rendah diambil dari 35% indeks faktor

terendah. Pengelompokan ini dilakukan karena sampel yang terletak di

tengah, yaitu 30 % dianggap kurang ekstrim untuk membedakan sample

sebagai IOS tinggi atau sebagai IOS rendah (Jati, 2001)

D. Tinjauan Literatur dan Hipotesis

Fitrijanti dan Hartono (2002), melakukan penelitian dengan judul Set

Kesempatan Investasi: Konstruksi Proksi dan Analisis Hubungannya dengan

Kebijakan Pendanaan dan Deviden. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

perusahaan yang bertumbuh memiliki leverage dan kebijakan deviden lebih

rendah relatif terhadap perusahaan tidak bertumbuh. Perusahaan bertumbuh

cenderung merupakan perusahaan besar, dan ukuran perusahaan memiliki

korelasi negatif terhadap kebijakan deviden.

Subekti (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kebijakan

pendanaan tidak dipengaruhi oleh klasifikasi perusahaan yang berpotensi tumbuh

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

atau tidak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada perbedaan pandangan

perusahaan di negara yang sudah maju dengan perusahaan di negara yang sedang

berkembang. Kebijakan deviden yang lebih kecil pada perusahaan yang

berpotensi tumbuh menunjukkan bahwa perusahaan menganut teori contracting,

yang mengutamakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Subekti dan Kusuma (2001) melakukan penelitian dengan judul Asosiasi

Antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Pendanaan dan Deviden

Perusahaan, Serta Implikasinya Pada Perubahan Harga Saham. Hasil penelitian

menemukan bahwa rasio MVE/BE, MVA/BVA dan CAP/BVA menunjukkan

arah korelasi positif dan konsisten terhadap pertumbuhan perusahaan. Perusahaan

yang tumbuh mempunyai kebijakan pendanaan dari eksternal yang lebih kecil

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Perusahaan yang tumbuh

lebih mampu mendanai usahanya secara internal dan tidak tertarik untuk mencari

dana dari luar (eksternal). Penelitiannya juga menemukan bahwa perusahaan

yang tumbuh mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh.

Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) membandingkan pengaruh dividend

yield dan PER dengan menggunakan level relatif IOS. Perusahaan yang dipilih

sebagai sampel dalam penelitian tersebut adalah perusahaan-perusahaan

multinasional Amerika Serikat dari tahun 1992 sampai 1998. Analisis data

dilakukan dengan cross sectional dan pooled, menyimpulkan bahwa PER

memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dividend yield dalam

suatu model penilaian harga saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

level IOS tinggi. Sebaliknya perusahaan yang memiliki level IOS rendah,

dividend yield memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan

pengaruh PER.

Jati (2003) melakukan penelitian dengan judul Relevansi Nilai Dividend

Yield dan Price Earnings Ratio dengan Moderasi Ivestment Opportunity Set

(IOS) dalam Penilaian Harga Saham. Sampel dalam penelitiannya adalah

perusahaan yang mempublik yang terdaftar di BEJ tahun1993 sampai 1996 selain

perusahaan perbankan, pemerintah dan instansi keuangan. Hasil penelitiannya

menyimpulkan bahwa secara umum dividend yield dan PER secara bersama-

sama memiliki relevansi nilai bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki level

IOS tinggi dan level IOS rendah.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka penelitian ini akan

memperluas model penilaian dasar dengan asumsi bahwa deviden dan laba

ditahan telah digunakan oleh pelaku pasar dalam menentukan dan mengevaluasi

harga saham seperti yang telah digunakan oleh Riahi-Belkaoui & Picur (2001)

dan Jati (2003). Perluasan model tersebut menggunakan level IOS.

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kebijakan deviden telah

banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki

IOS tinggi memiliki kebijakan deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan

perusahaan yang memiliki IOS rendah. Tinggi rendahnya kebijakan deviden yang

dilakukan oleh perusahaan ditunjukkan dengan besarnya jumlah deviden yang

dibagikan kepada pemegang saham. Hubungan antara IOS dengan deviden

maupun IOS dengan laba ditahan ditunjukkan pada Gambar 1 berikut:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Gambar 1

Hubungan IOS dengan Harga Saham

IOS yang tinggi berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu

akan memiliki kebijakan deviden yang rendah. Rendahnya kebijakan deviden

akan menyebabkan tingginya laba ditahan. Sebaliknya, IOS rendah akan dimiliki

oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kebijakan deviden yang tinggi.

Kebijakan deviden yang tinggi akan menyebabkan rendahnya laba ditahan.

Perubahan yang terjadi pada deviden dan laba ditahan tersebut diduga memiliki

hubungan dan pengaruh terhadap perubahan harga saham masing-masing

perusahaan yang memiliki IOS rendah maupun perusahaan yang memiliki IOS

tinggi. Perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki IOS tinggi

dan IOS rendah diharapkan akan berpengaruh pada penilian investor terhadap

perusahaan. Penilaian Investor dalam menilai perusahaan tersebut dapat

dicerminkan oleh harga saham perusahaan.

Penelitian Fitrijanti (2002) meneliti perbedaan kebijakan deviden antara

perusahaan yang memiliki level IOS tinggi dengan perusahaan yang memiliki

level IOS rendah menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki

IOS

Deviden

Laba Ditahan

Harga Saham

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

level IOS tinggi mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil

dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa teori contracting telah dianut oleh perusahaan yang

mengutamakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pada

perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah, deviden akan memiliki

pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan pengaruh laba ditahan.

Selain penggunaan deviden dan laba ditahan sebagai pertimbangan dalam

pengambilan keputusan, pelaku pasar juga dapat mengidentifikasi melalui arus

kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode akuntansi

tertentu, semakin kecil deviden yang dibayarkan, karena perusahaan yang

memiliki level IOS tinggi diidentifikasikan sebagai perusahaan yang free cash

flow-nya rendah (Smith dan Watts, 1992 dalam Jati, 2003).

Perusahaan yang memiliki IOS tinggi akan membayar deviden yang lebih

rendah karena mereka mempunyai kesempatan yang profitable dalam mendanai

investasinya secara internal sehingga perusahaan tidak membayar bagian yang

lebih besar labanya kepada pihak luar. Penggunaan sumber pendanaan yang lebih

mengandalkan pada sumber internal maka perusahaan dimungkinkan untuk

memperoleh profitabilitas yang lebih besar. Profitabilitas yang tinggi

menyebabkan deviden dan laba bersama-sama memiliki pengaruh (Jati, 2003).

Berdasar latar belakang di atas maka dapat dihipotesiskan:

H1: IOS berpengaruh terhadap deviden.

H2: IOS berpengaruh terhadap haga saham.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

H3: Deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang

memiliki IOS rendah.

H4: Deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang

memiliki IOS tinggi.

H5: Ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada

perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelitian ulang terhadap penelitian

yang telah dilakukan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur tentang hubungan dividend

yield dan PER. Penelitiannya menggunakan proksi yang berbasis pada harga

dalam mengobservasi variabel IOS. Riahi-Belkaoui dan Picur menggunakan

proksi MVABVA, MVEBVE dan PER. Sesuai dengan saran dari peneliti-peneliti

terdahulu peneliti menambahkan proksi VPPE, CAPMVA dan CAPBVA. Proksi

yang digunakan tidak hanya berbasis pada harga melainkan juga menggunakan

proksi berbasis pada investasi. Pengembangan terhadap proksi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan menambahkan VPPE sebagai proksi berdasar

pada harga saham, proksi CAPBVA dan CAPMVA sebagai proksi berbasis pada

investasi.

Pemilihan sampel menggunakan data yang lebih baru yaitu tahun 1999

sampai tahun 2002. Pengelompokan sampel diambil dari perusahaan yang

memiliki indeks faktor 35% terbesar dan 35% terendah, berbeda dengan jumlah

prosentase yang digunakan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur dalam penelitiannya

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

yaitu hanya menggunakan 25% terbesar dan 25% terendah. Pengelompokan yang

dilakukannya mungkin terlalu kecil dan kemungkinan sampel yang didapat

jumlahnya juga sangat sedikit. Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat

mendukung temuan yang telah banyak dilakukan.

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah IOS berpengaruh terhadap deviden.

2. Mengetahui apakah IOS berpengaruh terhadap harga saham.

3. Mengetahui apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada

perusahaan yang memiliki IOS rendah.

4. Mengetahui apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada

perusahaan yang memiliki IOS tinggi.

5. Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham

pada perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi.

G. Definisi Operasional

Dengan adanya definisi operasional maka diharapkan akan mempermudah

pembaca dalam mengerti dan memahami isi penelitian ini. Beberapa hal yang

perlu didefinisikan adalah sebagai berikut:

1. MVEBVE (market value equity to book value equity) (Fitrijanti dan Hartono,

2002) diperoleh dari:

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Jumlah saham beredar x Harga penutupan saham Total ekuitas

2. MVABVA (market value assets to book value assets) (Fitrijanti dan Hartono

,2002) diperoleh dari:

(Asset – total ekuitas + (lembar saham beredar x harga penutupan saham) Total asset

3. VPPE (value to book value of property, plant and equipment) (Nugroho &

Hartono, 2002) diperoleh dari:

Asset – Total ekuitas + (Lembar saham beredar x Harga penutupan saham) Aktiva tetap Net

4. PER (price earning ratio) (Fitrijanti & Hartono, 2002) diperoleh dari:

Harga penutupan saham Laba bersih per saham

5. CAPBVA (capital expenditure to book value of assets) (Fitrijanti & Hartono,

2002) diperoleh dari:

Nilai buku aktiva tetapt – Nilai buku aktiva tetapt-1 Total asset

6. CAPMVA (capital expenditure to market value of assets) (Fitrijanti &

Hartono, 2002) diperoleh dari:

Nilai buku aktiva tetapt – Nilai buku aktiva tetapt-1

(Asset – Total ekuitas + (Lembar saham beredar x Harga penutupan saham))

7. Communality adalah jumlah varian variabel-variabel asli yang terbagi kepada

semua variabel yang termasuk dalam analisa (Hair dkk (1995) dalam Subekti

(2001))

8. Common factor analyst adalah model faktor yang didasarkan pada suatu

pengurangan matrik korelasi (Hair dkk (1995) dalam Subekti (2001)).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

H. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi para pelaku pasar

modal, calon investor, peneliti bidang manajemen keuangan, perusahaan dan

pihak lainnya. Manfaat penelitian ini bagi masing-masing pihak antara lain:

1. Bagi Pelaku Pasar Modal dan Calon Investor

Memberikan kontribusi bagi pelaku pasar modal di Indonesia, khususnya

yang berkaitan dengan penggunaan IOS dalam pengambilan keputusan yang

bersifat ekonomis. Diharapkan penggunaan deviden dalam menilai harga

saham suatu perusahaan dapat membantu calon investor dalam mengambil

keputusan berkaitan dengan keputusan pemilihan perusahaan yang baik untuk

berinvestasi.

2. Bagi Peneliti Bidang Manajemen Keuangan

Memberikan kontribusi dalam bidang manajemen keuangan dalam

hubungannya dengan pemakaian teori investment opportunity set (IOS).

3. Bagi Perusahaan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan

pengetahuan bagi perusahan dalam membuat keputusan yang berkaitan

dengan kebijakan deviden. Kebijakan yang dibuat diharapkan akan

mempengaruhi harga saham dari perusahaan tersebut.

4. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan

informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi serta literatur dalam

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

bidang manajemen keuangan khususnya tetang teori investment opportunity

set (IOS).

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

dari perusahaan-perusahaan yang listing di BEJ mulai dari tahun 1999 sampai

tahun 2002. Data-data yang diambil berasal dari Indonesian Capital Market

Directory (ICMD), Prospektus Perusahaan, JSX Fact Book dan JSX Monthly

Statistic. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah:

a. Nama perusahaan yang listing di BEJ dan membagikan deviden pada

tahun 1999 sampai tahun 2002.

b. Harga penutupan saham tahunan perusahaan yang listing di BEJ tahun

1999-2002.

c. Jumlah lembar saham beredar perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-

2002.

d. Deviden yang dibagikan setiap tahun oleh perusahaan yang listing di BEJ

tahun 1999-2002.

e. Total asset perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002.

f. Total ekuitas perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002.

g. Laba ditahan peruahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002.

h. Price Earning Ratio (PER) perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-

2002.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

2. Metode Pengambilan Sampel

Peneliti menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan

sampel, dimana pengambilan sampel sesuai dengan tujuan penulis yaitu pada:

a. Perusahaan-perusahaan yang telah mempublik selama tahun 1999-2002

b. Perusahaan memberikan laporan keuangan tahunan dan membagikan

deviden selama tahun 1999-2002

c. Data-data yang akan digunakan dalam penelitian selalu tersedia selama

tahun 1999-2002

d. Dengan menggunakan common factor analysis sampel diklasifikasikan ke

dalam IOS tinggi dan IOS rendah.

3. Metode analisis data

a. Proksi Pengukuran IOS

Berdasarkan hasil penelitian Fitrijanti & Hartono (2002), Subekti &

Kusuma (2001), Subekti (2001), Nugroho & Hartono (2002), Jati (2003)

dan Pagalung (2002), maka proksi yang digunakan sebagai ukuran IOS

yang digunakan dalam analisis faktor adalah MVABVA, MVEBVE,

PER, VPPE, CAPBVA dan CAPMVA. Proksi-proksi ini memiliki

korelasi yang positif terhadap realisasi pertumbuhan perusahaan dan

signifikan terhadap ukuran IOS.

Market Value Assets To Book Value Assets (MVABVA),

didasarkan pada pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

terefleksi dalam harga saham (Kallapur & Trombley, 1999), pasar menilai

perusahaan bertumbuh lebih besar dari nilai bukunya.

Market Value Equity To Book Value Equity (MVEBVE),

didasarkan pada pemikiran bahwa MVEBVE mencerminkan penilaian

pasar terhadap return investasi di masa depan akan lebih besar dan return

yang diharapkan dari ekuitasnya (Hartono, 1999 dalam Fitrijanti &

Hartono, 2002). Penggunaan nilai pasar perusahaan yang dibandingkan

dengan nilai bukunya untuk menunjukkan proksi perusahaan yang

mempunyai potensi untuk tumbuh dan berinvestasi di masa depan.

Perusahaan yang berpotensi tumbuh akan memiliki skor nilai pasar

terhadap nilai bukunya lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan

yang tidak berpotensi tumbuh (Smith & Watts, 1992 dalam Subekti,

2001). Rasio MVABVA dan MVEBVE merupakan salah satu proksi

potensi pertumbuhan yang valid dan rasio ini mempunyai korelasi paling

tinggi dengan pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang

(Kallapur & Trombley, 1999).

Firm Value To Book Value Of Property, Plant And Quipment

(VPPE), digunakan dengan didasari pada alasan bahwa property, plant

dan equipment (PPE) dapat menunjukkan adanya investasi ativa tetap

yang produktif (Subekti, 2001). Semakin besar rasio ini maka perusahaan

akan mempunyai potensi untuk tumbuh yang juga semakin besar.

Price Earning Ratio (PER), rasio ini dalam proksi IOS karena

dapat menunjukkan indikator adanya aliran laba di masa depan (Gaver &

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Gaver, 1993 dalam Subekti, 2001). Penggunaan rasio PER dalam proksi

IOS didasarkan pada pemikiran bahwa nilai ekuitas merupakan jumlah

nilai kapitalisasi laba dan pengelolaan aset plus nilai sekarang neto (NPV)

dari pilihan investaisi masa datang sehingga semakin besar rasio PER,

semakin kecil proporsi nilai ekuitas yang diatribusikan ke dalam laba

yang dihasilkan dan aset relatif terhadap kesempatan bertumbuh

(Fitrijanti & Hartono, 2002).

Capital Expenditure To Market Value Of Assets (CAPMVA) dan

Capital Expenditure To Book Value Asset (CAPBVA), menunjukkan

adanya aliran tambahan modal saham perusahaan. Penggunaan rasio ini

didasarkan pada pemikiran bahwa tambahan modal saham bagi

perusahaan dapat berfungsi sebagai indikator adanya aliran dana untuk

memperoleh kesempatan berinvestasi sehingga memungkinkan

perusahaan untuk tumbuh di masa depan (Subekti, 2001). Rasio

CAPMVA dan CAPBVA juga menunjukkan bahwa perusahaan

bertumbuh memiliki level aktivitas invesasi lebih tinggi (Kallapur &

Trombley, 1999).

b. Klasifikasi IOS tinggi dan IOS rendah

Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel diklasifikasikan ke dalam

kelompok level IOS tinggi dan kelompok level IOS rendah dengan

menggunakan common factor analysis (Riahi-Belkaoui dan Picur, 2001).

Kemudian berdasarkan factor score IOS perusahaan dipilih dari 35%

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

teratas skor distribusi sebagai kelompok level IOS tinggi, perusahaan

dengan level IOS rendah dipilih dari 35% terbawah. Pengambilan sampel

ini dipilih dari 35% dari indeks faktor terendah dan 35% tertinggi karena

sampel yang memiliki indeks faktor di tengah yaitu sebanyak 30%

dianggap kurang ekstrim untuk membedakan sampel sebagai IOS tinggi

dan IOS rendah (Jati, 2003).

Jumlah faktor yang digunakan sebanyak 6 buah, yaitu MVABVA,

MVEBVE, VPPE, PER, CAPBVA dan CAPMVA. Semua proksi IOS

tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan common factor

analysis. Jumlah faktor yang digunakan selanjutnya adalah faktor yang

mempunyai nilai eigenvalues sama atau lebih dari satu atau melebihi nilai

total communalities seluruh variabel yang digunakan (Hair dkk (1995)

dalam Subekti dan Kusuma (2001)). Kemudian faktor yang mempunyai

nilai eigenvalues sama atau lebih dari satu dianggap mewakili nilai-nilai

keseluruhan variabel (Subekti dan Kusuma (2001). Apabila faktor yang

terbentuk lebih dari satu maka nilai tersebut akan dijumlahkan menjadi

satu indeks faktor saja. Indeks faktor ini kemudian diurutkan mulai dari

yang tertinggi sampai yang terendah. Pemilihan perusahaan yang

memiliki IOS tinggi diambil dari 35% tertinggi dari indeks faktor dan

perusahaan yang memiliki IOS rendah diambil dari 35% terendah dari

indeks faktor, sisanya sebanyak 30 % perusahaan yang berada di tengah

pada indeks faktor tidak digunakan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

4. Model Analisis

Semua pengujian hipotesis alternatif diturunkan dari versi empiris, Ohslon

(1995) dalam Jati (2003), Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) yang

mengekspresikan harga pasar (P) sebagai fungsi nilai buku per saham (BV)

dan laba per saham (E);

Pit = a0 + a1BVit + a2Eit + eit………………………………………. (1)

Keterangan:

P = Price (harga saham per lembar pada akhir tahun)

BV = Book value per saham

E = Earning per share (laba per saham)

a = Intercept

e = Error term

Untuk menguji pengaruh deviden, maka laba per saham (E) diuraikan

menjadi deviden per saham (DV) dan laba ditahan per saham (RE). Oleh

karena itu persamaan (1) tersebut di atas diubah menjadi:

Pit = b0 + b1BVit + b2REit + b3DVit + eit…………………………...(2)

Keterangan:

P = Price (harga saham per lembar pada akhir tahun)

BV = Book value per saham

RE = Retained earning per share (laba ditahan per saham)

DV = Dividend (deviden per saham)

b = Intercept

e = Error term

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Untuk menguji pengaruh IOS bagi peranan deviden dan laba ditahan

diajukan model brikut ini, Riahi-Belkaoui dan Picur (2001):

Pit = a0 + bIOSit + cBVit + dREit + eIOSREit + fDVit + gIOSDVit +

eit………………………………………………………………..…..……….(3)

Keterangan:

P = Price (harga saham per lembar pada akhir tahun)

a = Intercept

IOS = Investment opportunity set, adalah variable dummy dengan nilai 1

bagi level IOS tinggi dan nilai 0 bagi level IOS rendah.

BV = Book value (nilai buku ekuitas per lembar saham)

RE = Retained earning (nilai laba ditahan per lembar saham)

DV = Dividend (nilai deviden per lembar saham)

e = Error term

5. Pengujian Hipotesis

Pengujian yang dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel

sesuai dengan model yang dibangun di atas adalah dengan menggunakan uji

regresi berganda. Pengujian terhadap seluruh hipotesi menggunakan regresi

berganda. Uji regresi berganda dilakukan karena jumlah variabel independen

yang dibentuk dalam model lebih dari satu. Misalnya Y dan sebanyak k –1

variabel-variabel bebas (X2, X3,… Xk), merupakan variabel-variabel yang

menentukan nilai Y (variabel nomor 1 adalah elemen konstan). Dapat

dinyatakan sebagai berikut:

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

ikikiii eXXXY +++++= ββββ ...33221

i = 1,2,…N

Keterangan:

Y = Variabel dependen

β = Koefisien regresi

e = Stochastic disturbance term

i = Jumlah observasi

N = Populasi

Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model regresi secara

statistik signifikan atau tidak, dipakai nilai t-statistik (Arief,1993), kriteria

yang digunakan adalah:

- Jika nilai absolut tj lebih kecil dari t tabel, maka hipotesis nol

diterima, yaitu bahwa variabel bebas j signifikan menentukan nilai

dependen variabel.

- Jika nilai absolut tj lebih besar dari t tabel, maka hipotesis nol ditolak,

yaitu bahwa variabel bebas j tidak signifikan menentukan nilai

dependen variabel.

Pengujian koefisien regresi secara keseluruhan dilakukan untuk

mengetahui apakah secara statistik bahwa keseluruhan koefisien regresi juga

signifikan dalam menentukan nilai variabel dependen. Pengujian tersebut

dapat dilakukan dengan menggunakan uji F (Arief,1993), yaitu:

( )( ) ( )kNR

kRF−−

−=

/11/

2

2

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/11013540/afb7de...perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak ... tunggal

Keterangan:

F = F statistik

R2 = Koefisien determinasi ganda

N = Jumlah populasi

k = Jumlah observasi termasuk intersep

Kriteria yang digunakan untuk menguji kemampuan seluruh koefisien

variabel bebas dalam menentukan nilai variabel independen adalah:

- Jika F statistik ini lebih besar dari F tabel, maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan

variabel dependen.

- Jika F statistik kurang dari F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan

variabel dependen.